Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

9
SHARING JURNAL IBU PASCA PERSALINAN DAN DAUN BELIMBING WULUH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departement Maternitas Oleh : KELOMPOK I A 1. HARRI SUSANTI NIM. 135070209111001 2. NIRMALA RAMLI NIM. 135070209111033 3. M. RIZA SYARIF NIM. 135070209111009 4. ADRIYANI PUJI LESTARI NIM. 135070209111004 5. AFIATUR ROHIMAH NIM. 135070209111026

description

maternitas

Transcript of Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

Page 1: Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

SHARING JURNAL

IBU PASCA PERSALINAN DAN DAUN BELIMBING WULUH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi

Departement Maternitas

Oleh :

KELOMPOK I A

1. HARRI SUSANTI NIM. 135070209111001

2. NIRMALA RAMLI NIM. 135070209111033

3. M. RIZA SYARIF NIM. 135070209111009

4. ADRIYANI PUJI LESTARI NIM. 135070209111004

5. AFIATUR ROHIMAH NIM. 135070209111026

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat

meluas keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan

bangsa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Infeksi masih menyumbangkan

angka kematian ibu pada masa nifas, jika infeksi tidak tertangani akan menimbulkan

komplikasi seperti infeksi pada kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir, infeksi

ini tidak bisa dibiarkan karena menyebabkan kematian pada ibu nifas.

Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas disebut juga masa post

partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta

keluar lepas dan rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya

kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan

seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).

Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium

mempunyai delapan butir tujuan MDGs, tujuan kelima adalah meningkatkan kesehatan

ibu, dengan target menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara

1990 – 2015, serta yang menjadi indikator untuk monitoring yaitu angka kematian ibu,

proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan angka pemakaian

kontrasepsi. Faktor langsung penyebab tingginya AKI adalah perdarahan (45%),

terutama perdarahan postpartum. Selain itu ada keracunan kehamilan (24%), infeksi

(11%),dan partus lama atau macet (7%).

Salah satu infeksi yang terjadi pada masa nifas adalah infeksi pada luka jahitan,

perawatan luka bekas jahitan penting dilakukan karena luka bekas jahitan jalan lahir ini

bila tidak dirawat dapat menjadi pintu masuk kuman dan menimbulkan infeksi, ibu

menjadi panas, luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan bau

busuk dari jalan lahir (vagina). Karenanya penting dilakukan perawatan luka perineum

agar tidak terjadi infeksi, komplikasi bahkan kematian ibu post partum. Diperkirakan

bahwa 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Secara nasional

menurut Purwanto (2001), angka kejadian infeksi pada kala nifas mencapai 2,7% dan

0,7% diantaranya berkembang kearah infeksi akut. Dengan demikian asuhan pada

masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik bagi ibu

maupun bagi bayinya.

Ibu yang habis bersalin atau post partum yang mempunyai jahitan di perineum

(area antara vulva dan anus), baik pada primipara maupun multipara, harus lebih

Page 3: Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

memperhatikan perawatan luka jahitannya, supaya cepat sembuh dengan tidak

mengalami infeksi. Tidak jarang ibu-ibu yang alergi terhadap obat (amoxicillin dan

betadin) untuk pengobatan jahitan di area perineum itu, yang dapat mengakibatkan

perineum menjadi menghitam, walaupun luka jahitan sembuh. Hal tersebut menjadi

keluhan terutama bagi ibu-ibu yang alergi terhadap obat betadin. Selain mengakibatkan

area tersebut kurang indah juga menjadi kurang nyaman karena warna labia minora dan

perineum, yang akan dilihat pasangan hidupnya setiap saat. Dalam konteks ini, perlu

diupayakan cara penyembuhan luka jahitan yang lebih mudah, murah, dan praktis, serta

menghasilkan kesembuhan luka yang mendekati kondisi asli sebelum dilakukan

penjahitan karena dilakukan tindakan episiotomy saat persalinan. Upaya ini terkait

dengan aspek kesehatan ibu pasca melahirkan. Kaum perempuan harus selalu

memperhatikan kesehatan alat reproduksinya karena alat reproduksi merupakan salah

satu sarana untuk mewujudkan generasi penerus.

Salah satu solusi bagi ibu post partum adalah gagasan yang diperoleh dari dunia

herbal alami yaitu pemanfaatan daun belimbing wuluh. Oleh karena itu kami akan

membahas tentang jurnal yang berjudul "Ibu Pasca Persalinan dan Daun Belimbing

Wuluh” agar kita dapat mengetahui cara perawatan luka perineum menggunakan daun

belimbing wuluh sehingga dapat membantu untuk memberikan asuhan yang tepat pada

ibu nifas agar tidak terjadi infeksi, komplikasi bahkan kematian ibu post partum.

a.2 TUJUAN

a. Tujuan Umum

Petugas dapat mengetahui efektifitas daun belimbing wuluh terhadap penyembuhan

luka perineum.

b. Tujuan Khusus

1. Petugas dapat mengetahui cara perawatan luka perineum2. Petugas dapat mengetahui khasiat daun belimbing wuluh3. Petugas dapat mengetahui cara perawatan luka perineum menggunakan daun

belimbing wuluh.

Page 4: Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

BAB III

ANALSIS JURNAL

3.1 METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasi

eksperimental dengan pendekatan post test with control group design.

3.2 SAMPEL

Sampel penelitian ini adalah ibu post partum yang mempunyai jahitan perineum dengan

jumlah 15 orang. Pada penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Kelompok I sebanyak 5 orang yaitu kelompok yang diberikan rendaman (hot sit

bath) ekstrak rebusan daun belimbing wuluh dengan frekuensi 2 kali/hari.

b. Kelompok II sebanyak 5 orang yaitu kelompok yang diberikan rendaman (hot sit

bath) ekstrak rebusan daun belimbing wuluh dengan frekuensi 3 kali/hari.

c. Kelompok III sebanyak 5 orang yaitu sebagai kelompok kontrol yang diberikan

pengobatan medis amoxicillin 500 mg dan Antalgin 500 mg.

3.3 PENGUMPULAN DATA

3.3.1 Cara Membuat Ekstrak Daun Blimbing Wuluh

a. Alat:

Daun blimbing wuluh muda (satu paket rebus/ sekali pakai untuk mencuci

vagina dan jahitan di dalam berendam: 7 tangkai daun blimbing wuluh

muda)

Panci untuk merebus

Air 2 liter (satu paket rebus/sekali pakai untuk merendam (hot sit bath))

Garam yodium

Waskom untuk berendam (hot sit bath)

b. Langkah Pembuatan Ekstrak Rebusan Daun Belimbing Wuluh

Merebus daun blimbing wuluh muda ditambah garam yodium 1 sendok

makan sampai mendidih (sekali mendidih)

Seteleh mendidih rebusan daun blimbing wuluh muda didinginkan sampai

hangat-hangat kuku

Rebusan daun blimbing wuluh muda hangat-hangat kuku dimasukkan ke

dalam waskom

3.3.2 Pada kelompok eksperimen diberikan rendaman (hot sit bath) ekstrak

rebusan daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn), dengan cara:

a. Mencuci tangan

Page 5: Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

b. Menyiapkan rendaman ke dalam Waskom

c. Mulai merendam vagina dan jahitan (posisi seperti duduk) ke dalam waskom

rebusan daun blimbing wuluh muda hangat-hangat kuku, sambil mencuci

vagina dan jahitan ber- ulang-ulang, waktu + 20 menit.

d. Lakukan di dalam sehari sebanyak 2 kali dan 3 kali

e. Mencuci tangan

Keterangan :

I. Kelompok I diberikan rendaman (hot sit bath) ekstrak rebusan daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) dengan frekuensi 2 kali/hari.

II. Kelompok II diberikan rendaman (hot sit bath) ekstrak rebusan daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) dengan frekuensi 3 kali/hari.

III. Kelompok III, pada kelompok kontrol responden yang mempunyai jahitan

perineum diberikan pengobatan seperti biasa, yaitu tablet (Amoxicillin 500 mg dan

antalgin 500 mg + Betadin).

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan eksperimen adalah:

a. Di dalam merendam vagina dan jahitan, tidak dibenarkan mencampur air mentah

ke dalam rebusan/rendaman.

b. Tidak boleh mencampurkan obat-obat lain ke dalam rebusan

c. Selama merendam tidak boleh kurang dari 20 menit

d. Selama membuat rebusan harus tepat 7 tangkai daun blimbing wuluh (tidak boleh

kurang)

e. Selama membuat rebusan harus tepat hanya sekali mendidih (apabila lebih sekali

mendidih, akan menurunkan kasiat daun blimbing wuluh).

1. Selama merendam dan mencuci vagina diwajibkan hangat-hangat kuku karena

dengan hangat-hangat kuku akan terasa nyaman dan sesuai dengan kehangatan

vagina.

3.4 HASIL PENELITIAN

Tingkat kesembuhan jaringan dari yang terbesar sampai yang terkecil secara

berturut-turut adalah kelompok diberikan rendaman (hot sit bath) ekstrak rebusan daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) dengan frekuensi 3 kali/hari, kelompok

diberikan rendaman (hot sit bath) ekstrak rebusan daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi Linn) dengan frekuensi 2 kali/hari dan pada kontrol diberikan pengobatan seperti

biasa pasien yang mempunyai jahitan perineum, yaitu tablet (Amoxicillin 500 mg dan

antalgin 500 mg) (kontrol positif).

Perbandingan antara kelompok rendaman ekstrak rebusan daun belimbing wuluh 2

kali/ hari dengan kelompok rendaman ekstrak rebusan daun belimbing wuluh 3 kali/hari

Page 6: Sharing Jurnal Maternitas Bab i Dan Bab III

tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok

rendaman ekstrak rebusan daun belimbing wuluh 2 kali/hari dan kelompok rendaman

ekstrak rebusan daun belimbing wuluh 3 kali/hari mampu meningkatkan ketebalan

(kesembuhan) jaringan. Namun, perbedaan frekuensi pemberian tidak memberikan

perbedaan yang bermakna secara statistik. Perbandingan antara kelompok rendaman

ekstrak rebusan daun belimbing wuluh 2 kali/hari dengan kelompok yang mendapat

pengobatan amoxicillin 500 mg dan antalgin 500 mg, juga tidak ditemukan perbedaan

yang bermakna secara statistik.

Namun pemberian rendaman ekstrak rebusan daun belimbing wuluh 2 kali/hari

lebih mampu meningkatkan ketebalan (kesembuhan) jaringan jika dibandingkan dengan

pemberian pengobatan amoxicllin 500 mg dan antalgin 500 mg. Hal ini menunjukkan

pemberian rendaman ekstrak rebusan daun belimbing wuluh 2 kali/ hari mampu

meningkatkan ketebalan (kesembuhan) jaringan perineum. Proses penyembuhan luka

(wound healing) sangat diperlukan untuk mendapatkan kembali kontinuitas jaringan

tubuh. Proses ini merupakan proses kompleks yang terdiri dari beberapa fase, yaitu

fase homeostasis dan inflamasi, proliferasi dan maturasi. Pada fase proliferasi terjadi

peningkatan pembentukan jaringan granulasi, angiogenesis, proliferasi sel fibroblas,

dan reepitelisasi.

Pada penelitian ini, pemberian pengaruh fraksi aktif ekstrak rebusan daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) dengan metode hot sit bath terhadap

penyembuhan jahitan perineum 3 kali/ hari juga memiliki perbedaan bermakna terhadap

peningkatan ketebalan reepitelisasi dibandingkan dengan kelompok pengobatan

amoxicillin 500 mg dan antalgin 500 mg. Hal ini terlihat dari ukuran epitel epidermis

yang lebih tebal pada kelompok dengan pemberian topikal ekstrak rebusan daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) 2 kali/ hari dan 3 kali/hari dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Peningkatan ketebalan reepitelisasi ini diduga karena efek resultan

dari semua zat aktif yang terkandung dalam daun belimbing wuluh, diantaranya adalah

kalium oksalat, flavonoid, pektin, tanin, asam galat dan asam ferulat. Kandungan kimia

alami yang terdapat pada daun belimbing wuluh yang diduga memiliki aktivitas

antiinflamasi adalah flavonoid dan saponin.