sgd pertama

download sgd pertama

of 11

Transcript of sgd pertama

1. Jelaskan apa yang dimaksud glukoma ! 2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuli ! 3. Berapa nilai normal dari tekanan intraokuli ! 4. Jelaskan mengapa kelainan refraksi dapat menyebabkan terjadinya glukoma ! 5. Jelaskan klasifikasi dari glukoma ! 6. Buatlah bagan pathway dari glukoma ! 7. Jelaskan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dari glukoma ! 8. Jelaskan penatalaksanaan (konservatif dan operatif), komplikasi, prognosis dari glukoma ! 9. Susunlah asuhan keperawatan pada pasien dengan glukoma (pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan) berdasarkan NANDA, NOC, NIC ! 10. Buatlah health education pada pasien glukoma dengan kasus post operasi Jawab 1. Pengertian y Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004). (Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI) y Galukoma adalah adanya kesamaan kenaika tekanan intra okuler yang berakhir dengan kebutaan (Fritz Hollwich, 1993). y Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009), bahwa Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan. (Waluyo, Sunaryo joko. 2009. Askep Glaukoma. Dalam http://askepakper.blogspot.com/2009/08/askep-glaukoma.html. Diperoleh tanggal 22 April 2010) y Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009). (Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. Dalam http://www.perdami.or.id/?page=news.detail&id=7. Diperoleh tanggal 22 April 2010)

2. faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuli Ada tiga faktor yang menentukan tekanan intra-okuli (Zubaidah, 2008): Jumlah produksi akuos oleh badan siliar, resistensi outflow akuos melewati sistem trabekular meshwork-kanali schlemm serta tekanan vena episklera.Akuos mempunyai fungsi sebagai pemberi nutrisi kornea, iris dan lensa serta membantu mata mempertahankan bentuknya. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi tekanan intra okuli antara lain (Zubaidah, 2008): Genetik. Tekanan intra okuli pada populasi umum ada kaitannya dengan keturunan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada sejumlah keluarga dekat ( first-degree relatives ) pasien penderita glaukoma sudut terbuka mempunyai tekanan intra okuli yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Umur. Banyak penelitian menemukan hubungan positif antara tekanan intra- okuli dan umur. Tetapi sebenarnya efek peningkatan tekanan intra-okuli ini disebabkan oleh bertambahnya usia, meningkatnya denyut nadi dan obesitas. Sebagai tambahan, sebuah tim investigasi menemukan bahwa tekanan intra-okuli berbanding terbalik dengan usia pada sekelompok pekerja Jepang Jenis kelamin. Pernah dilaporkan bahwa wanita memiliki tekanan intra-okuli lebih tinggi dibandingkan pria khususnya diatas umur 40 tahun. Tetapi hal ini belum diperkuat oleh penelitian lain Gangguan refraksi. Sejumlah penelitian telah melaporkan tekanan intra-okuli lebih tinggi pada individu myopia. Tekanan intra-okuli juga berhubungan dengan panjang aksial. Ras. Adanya keterkaitan antara ras tertentu dengan tekanan intra-okuli telah diperkuat dengan adanya laporan yang mengatakan bahwa orang kulit hitam mempunyai tekanan intraokuli sedikit lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Variasi diurnal. Variasi diurnal merupakan perubahan keadaan tekanan intra-okuli setiap hari. Pada orang normal rata-rata variasi antara 3-6 mmHg sedangkan pada penderita glaukoma dapat lebih tinggi. Umumnya tekanan intra-okuli meninggi pada siang hari dan lebih rendah pada malam hari Mengedip. Mengedip dengan paksa menaikkan tekanan intra-okuli 10-90 mmHg. Mengedip secara berulang-ulang menurunkan tekanan intra-okuli Penyakit mata. penyakit mata seperti uveitis dan ablasio retina dapat menurunkan tekanan intra-okuli Sistemik. Kondisi sistemik seperti hipertensi sistolik, kegemukan dan lain-lain dapat menurunkan tekanan intra-okuli Exercise. Latihan yang berat dapat menurunkan sementara tekanan intra-okuli. Fenomena ini setidaknya disebabkan oleh asidosis dan alterasi pada serum osmolaliti. (Zubaidah, T. Siti Harilza. 2008. Perbandingan Efektifitas Acetazolamide Tablet Dengan Tetes Mata Betaxolol Hcl Dalam Menurunkan Tekanan Intra-Okuli Pada

Pre-Operasi Katarak. Tesis tidak Diterbitkan. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara) 3. nilai normal dari tekanan intraokuli Ukuran rata-rata tekanan intra-okuli adalah 16 mmHg dengan tonometri aplanasi dan 15,8 mmHg dengan tonometri Schiotz dengan kisaran normal pada populasi umum adalah 10-21 mmHg (Zubaidah, 2008). (Zubaidah, T. Siti Harilza. 2008. Perbandingan Efektifitas Acetazolamide Tablet Dengan Tetes Mata Betaxolol Hcl Dalam Menurunkan Tekanan Intra-Okuli Pada Pre-Operasi Katarak. Tesis tidak Diterbitkan. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara) 4. kelainan refraksi dapat menyebabkan terjadinya glukoma Kelainan Refraksi (Siregar, 2008). Adanya hubungan antara miopia tinggi dengan peninggian tekanan intraokuli, dimana dengan bertambahnya panjang sumbu bola mata dapat menyebabkan meningkatnya tekanan intraokuli Beberapa teori telah didiskusikan bagaimana tekanan intraokuli dapat menjadi salah satu faktor awal glaucomatous damage. Teori terjadinya glaucoma belum diketahui dengan pasti, tetapi ada dua teori diantaranya - Teori mekanis, dimana terjadinya penekanan dari axon nervus optikus - Teori iskemik, dimana terjadinya disfungsi dari pembuluh darah yang menyebabkan iskemi dari serabut saraf. Kelainan refraksi yang menyebabkan glaukoma Kelainan refraksi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya glaukoma. Kelainan refraksi yang dimaksud disini adalah myopia dan hipermetropia (Siregar, 2008). A. Miopia (Siregar, 2008). Myopia berhubungan dengan - Primary Open Angle Glaucoma ( POAG ) - Pigmentary Glaucoma I. Primary Open Angle Glaucoma Miopia telah dilaporkan berhubungan dengan peningkatan TIO dan POAG. Miopia juga rentan terhadap terjadinya kerusakan glaucomatous. Suatu penelitian di Israel dari 2403 subjek dilaporkan punya hubungan signifikan antara miopia dan peningkatan TIO,terutama pada orang asli Afrika utara dan Asia. Studi lain melaporkan subjek-subjek myopia meliputi anak-anak atau pada orang-orang yang panjang sumbu bola matanya terlalu panjang. Dijumpai 4,2% POAG pada pasien myopia ringan dan 4,4% POAG pada pasien miopia sedang-berat.Menurut Blue Mountain Eye Study dijumpai hubungan yang erat antara glaucoma dengan miopia pada populasi kulit putih dan usia lebih tua. Pasien dengan miopia memiliki 2-3x peningkatan resiko glaucoma dibandingkan non miopia. Telah diterangkan beberapa mekanisme mengenai hubungan antara miopia dan glaukoma. Pasien-pasien dengan miopia cenderung memiliki diskus optikus yang lebih besar dan sering dibingungkan dengan bentuk diskus optikus pasien glaukoma. Nervus optikus pada pasien miopia secara struktural

lebih peka terhadap kerusakan glaukomatous akibat peningkatan TIO dibanding mata normal. Menurut Quigley tekanan yang besar dari sklera yang melewati lamina cribrosa penting dalam patogenesa kerusakan glaucomatous.Cahane dan Bartov memperkirakan mata miopia memiliki tekanan sclera yang lebih tinggi saat melewati lamina cribrosa dibanding dengan mata yang panjang axialnya terlalu pendek. Gen glaukoma lebih sering dijumpai pada orang miopia dibandingkan dengan normal . Walau bagaimanapun miopia memiliki resiko tinggi terjadinya primary open angel glaucoma masih controversial Pigmentary Glaukoma Miopia adalah factor pencetus pigmen dispersion syndrome dan berkenbang menjadi secondary open angle "pigmentary Glaukoma. Pigmen dispersion syndrome ( PDS ) adalah suatu keadaan bilateral , merupakan penyebaran granul pigmen dar iris pigmen epithelium dan deposit pigmen sampai ke segmen anterior. Deposit pigmen terdapat pada endotel kornea dengan gambaran vertical spindle (Krukenberg Spindle ) pada trabekular meshwork, perifer lensa dan mid peripheral iris transilumination. Tererjadinya Pigmentary Glukoma apabila pigmen telah menyumbat trabekular meshwork dan merusak jaringan trabekular sehingga meningkatkan TIO. Pigmentary Glaucoma terjadi sering pada pria kulit putih dengan myopia, umur 20 - 50 tahun. Pada wanita cenderung dijumpai pada umur lebih tua. Pada usia muda denga myopia berat sering ditemukan glaucomatous optic neuropathy dan anterior chamber yang dalam. B. Hypermetropia (Siregar, 2008). Hypermetropia memiliki resiko tinggi untuk terjadinya Primary Angle Close Glaucoma ( PACG ) dan umumnya memiliki optic disc yang lebih kecil. PACG didefinisikan sebagai aposisi dari iris perifer terhadap trabekular meshwork dan mengakibatkan penurunan aliran akuos humour melalui sudut bilik mata depan. Pada PACG tidak ada patologi yang mendasari , hanya kecendrungan anatomi. - Mekanisme yang mendorong iris ke depan dari belakang. - Mekanisme yang menarik iris kedepan , kontak dengan trabekular meshwork. Faktor predisposisi anatomi yaitu : - Lokasi anterior diafragma iris - lensa skunder terhadap pendeknya panjang sumbu bola mata. - Sudut bilik mata depan dangkal. - Sempitnya sudut bilik mata depan Bagian tepi iris ke kornea memfasilitasi sudut tertutup. Tiga hal factor terkait yang memungkinkan karakter tersebut : - Ukuran lensa . Lensa merupakan struktur mata yang ukurannya bertambah besar seiring perjalanan hidup. Axial ( anteroposterior ) tumbuh menutupi permukaan anterior korenea. - Diameter kornea. Mata dengan PACG, korneanya mempunyai diameter 0,25 mm lebih kecil daripada orang normal. II.

Panjang sumbu bola mata. Posisi lensa dan diameter kornea berkaitan dengan panjang sumbu bola mata. Pada hipermetropia ,panjang sumbu bola matanya pendek ,mempunyai diameter kornea yang lebih kecil dan lokasi lensa relative ke depan. (Siregar, Nurchaliza Hazaria. 2008. Kelainan Refraksi Yang Menyebabkan Glaukoma. tidak Diterbitkan. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara) 5. Jelaskan klasifikasi dari glukoma Klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidarta Ilyas, 2003) A. Glaukoma primer 1) Glaukoma sudut terbuka Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul. 2) Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit) Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat. B. Glaukoma sekunder Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab : 1) Perubahan lensa 2) Kelainan uvea 3) Trauma 4) Bedah C. Glaukoma congenital 1) Primer atau infantil 2) Menyertai kelainan kongenital lainnya D. Glaukoma absolute Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilikmata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta

-

ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit. (Ilyas, Sidharta. 2003. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI) 6. pathway dari glukoma PATHWAY GLAUKOMA Usia > 40 th DM Kortikosteroid jangka panjang Miopia Trauma mata

Obstruksi jaringan Trabekuler

peningkatan tekanan Vitreus

Hambatan pengaliran Cairan humor aqueous

pergerakan iris kedepan

Nyeri

TIO meningkat

Glaukoma

TIO Meningkat

Gangguan saraf optik

tindakan operasi

Gangguan persepsi sensori

Perubahan penglihatan Perifer

Anxietas

Kurang pengetahuan

Kebutaan

7. manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dari glukoma a. manifestasi klinis Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tida menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah : (Harnawartiaj, 2008) a. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran. b. Kornea suram. c. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah. d. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat. e. Nyeri di mata dan sekitarnya. f. Udema kornea. g. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang. h. Lensa keruh. Selain itu glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004) a. Tekanan bola mata yang tidak normal b. Rusaknya selaput jala c. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir dengan kebutaan. (Harnawatiaj. 2008. Konjungtivitis. Dalam http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/konjugtivitis/. Diperoleh tanggal 12 April 2010) (Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI) b. pemeriksaan fisik & penunjang Pemeriksaan fisik & Penunjang diantaranya (Kowalak, 2011; 602) - pemeriksaan tonometri untuk mengukur tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometer aplanasi, schiotz atau pneumatic; penekanan dengan ujung jari tangan untuk memperkirakan tekanan intraokuler (lakukan palpasi ringan kelopak mata dengan mata ditutup, salah satu mata akan teraba lebih keras daripada mata yang lain pada glaucoma sudut-tertutup yang akut) - pemeriksaan slit-lamp struktur anterior bola mata, termasuk kornea, iris, dan lensa. - Gonioskopi untuk menentukan sudut kamera okuli anterior, memudahkan pembedahan antara glaucoma sudut-terbuka yang kronis dan glaucoma suduttertutup yang akut (glaucoma sudut-terbuka yang kronis memiliki sudut kamera okuli anterior yang normal sedangkan glaucoma sudut-tertutup ang akut mempunyai sudut yang abnormal; lihat perubahan diskus optikus pada glaucoma kronis).

-

Oftalmoskopi untuk memperlihatkan pelekukan (cupping) diskus optikus pada glaucoma sudut-terbuka yang kronis; diskus optikus yang tampak pucat menunjukan glaucoma sudut-tertutup yang akut. Pemeriksaan perimetri atau tes lapangan pengelihatan untuk mendeteksi kehilangan penglihatan perifer akibat glaucoma sudut-terbuka yang kronis Fotografi fundus untuk memantau perubahan pada diskus optikus. (Kowalak, Jennifer P., Welsh, William., and Mayer, Brenna. 2011. Patofisiologi. Jakarta: EGC) Pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Harnawartiaj, 2008) : a) Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina. b) Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmhg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta Ilyas, 2004) : I. Tonometri Schiotz Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata dengan cara sebagai berikut : Penderita di minta telentang Mata di teteskan tetrakain Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan menekan bola mata penderita) Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam milimeter air raksa. Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma. II. Tonometri Aplanasi Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan tonometri aplanasi adalah Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lendir Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan dinaikkan sehingga ingkaran tersebut mendekat sehingga bagian dalam terimpit Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi gambaran setengah lingkaran berimpit. Tekanan tersebut merupakan tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap sudah menderita glaukoma.

c) Pemeriksaan lampu-slit. Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus. d) Perimetri Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi. e) Pemeriksaan Ultrasonografi.. Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu : - A-Scan-Ultrasan. Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaucoma congenital. - B-Scan-Ultrasan. Berguana unutk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain. (Harnawatiaj. 2008. Konjungtivitis. Dalam http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/konjugtivitis/. Diperoleh tanggal 12 April 2010) (Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI) 8. penatalaksanaan (konservatif dan operatif), komplikasi, prognosis dari glukoma a. penatalaksanaa konservatif dan operatif Glaukoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, glaucoma dapat dicegah untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya saraf penglihat. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi (Harnawartiaj, 2008) : a. Terapi obat. 1) Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral. 2) Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam. b. Bedah lazer. Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO. c. Bedah konfensional. d. Iredektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris unutk memungkinkan aliran humor aqueus Dari kornea posterior ke anterior. Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu melalui sclera. (Harnawatiaj. 2008. Konjungtivitis. Dalam http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/konjugtivitis/. Diperoleh tanggal 12 April 2010)

b. Komplikasi Glaukoma dapat disertai komplikasi (Kowalak, 2011; 602): - Kebutaan (Kowalak, Jennifer P., Welsh, William., and Mayer, Brenna. 2011. Patofisiologi. Jakarta: EGC) Komplikasi (Dwindra, 2009; 6): 1. Sinekia Anterior Perifer Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran humour akueus 2. Katarak Lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut. 3. Atrofi Retina dan Saraf Optik Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion. 4. Glaukoma Absolut Tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali adalah glaukoma absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat sakit. Keadaan semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol retrobulbar. (Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. tidak Diterbitkan. Pekanbaru. Fakultas Kedokteran Universitas Riau) c. Prognosis Prognosis (Dwindra, 2009; 7): Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini. Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan terjadi dalam waktu yang pendek sekali. Pengawasn dan pengamatan mata yang tidak mendapat serangan diperlukan karma dapat memberikan keadaan yang sama seperti mata yang dalam serangan. (Dwindra, Mayenru. 2009. Glaukoma. tidak Diterbitkan. Pekanbaru. Fakultas Kedokteran Universitas Riau) 9. asuhan keperawatan pada pasien dengan glukoma (pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan) berdasarkan NANDA, NOC, NIC aaa

10. health education pada pasien glukoma dengan kasus post operasi