Sgd Kel3 Reproduksi (29-4-15)

60
MAKALAH KEPERAWATAN REPRODUKSI II ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POST PARTUM BLUES Oleh : Kelompok 3 Kelas A-2 Angkatan 2012 Devi Ayu Kumalasari 131211131096 Nailiyatul Faricha 131211131102 Uswatun Khasanah 131211131109 Trisca Haprilianingtyas 131211132007 Meyvita Sari Rike Y. 131211132013 Siti Komariah 131211132015 Rifky Octavia Pradipta 131211132019 Ria Fitriani 131211132026 Harunatusyarifah 131211132020 Arista Sulistyowati 131211133036

Transcript of Sgd Kel3 Reproduksi (29-4-15)

MAKALAH KEPERAWATAN REPRODUKSI II

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN POST PARTUM BLUESOleh :

Kelompok 3

Kelas A-2 Angkatan 2012

Devi Ayu Kumalasari

131211131096

Nailiyatul Faricha

131211131102

Uswatun Khasanah

131211131109

Trisca Haprilianingtyas131211132007

Meyvita Sari Rike Y.

131211132013

Siti Komariah

131211132015

Rifky Octavia Pradipta131211132019

Ria Fitriani

131211132026

Harunatusyarifah

131211132020

Arista Sulistyowati

131211133036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan semoga sholawat serta salam selalu tercurah kepada nabi besar Mohammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di Yaumul Qiyamah nanti. Kami ucapkan terimakasih terhadap semua pihak yang telah membantu kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Makalah ini menjelaskan tentang penyakit post partum blues. Penulis mengharapkan bahwa calon perawat dapat mengimplementasikan semua yang telah dipelajari mengenai asuhan keperawatan klien dengan post partum blues.

Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada :

1. Esty Yunitasari, S.Kp., M.Kes selaku PJMA keperawatan reproduksi II;2. Ni Ketut AlitArmini, S.Kp., M.Kes. selaku dosen pembimbing dalam pembuatan makalah post partum blues beserta askepnya ini;

3. Teman teman yang ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Sebagai penulis kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dari penampilan dan penyajian makalah ini. Maka seperti pepatah Tiada Gading yang Tak Retak, oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, kami berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.

Surabaya, April 2015

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Topik yang Dibahas 2

1.3Tujuan 2

1.4Metode Penulisan 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 4

2.2 Etiologi 52.3 Fase Adaptasi Psikologis Setelah Melahirkan Menurut Robin 82.4 WOC 92.5 Manifestasi Klinis 112.6 Pemeriksaan Diagnostik 112.7 Penatalaksanaan 122.8 Komplikasi 132.9 Prognosis 142.10 Asuhan Keperawatan 15BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus253.2 Pengkajian253.3 Diagnosa283.4 Intervensi293.5 Evaluasi33BAB 4 PENUTUP

4.1Kesimpulan34DAFTAR PUSTAKA ivBAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi seorang ibu, melahirkan bayi adalah suatu peristiwa yang sangat membahagiakan sekaligus juga suatu peristiwa yang berat, penuh tantangan dan kecemasan. Pada perubahan kondisi psikologis ini, seorang ibu postpartum akan mengalami adaptasi psikologis postpartum yaitu periode taking in (ibu pasif terhadap lingkungan), periode taking hold (ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayinya), dan periode letting go (ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu) (Bahiyatun, 2009). Bila seorang ibu tidak berhasil pada adaptasi psikologis dengan berbagai gajala atau sindrom yang biasanya disebut postpartum blues.

Post Partum Blues atau dikenal juga dengan nama baby blues merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan reaksi depresi/sedih/disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Selain baby blues literatur asing menyebut munculnya gejala-gejala tersebut dengan beberapa istilah yakni post-partum syndrome, post partum depression ,post natal depression (Harry A, Wied 2007).

Dalam satu dekade ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang ibu pasca persalinan. Angka kejadian depresi postpartum blues di luar negeri melaporkan kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka kejadian depresi postpartum blues adalah 50-70% dari ibu postpartum (Saryono, 2010). Postpartum blues dapat terjadi pada semua ibu postpartum dari etnik dan ras manapun, dan dapat terjadi pada ibu primipara maupun multipara (Henshaw, 2003). Ibu primipara merupakan kelompok yang paling rentan mengalami depresi postpartum dibanding ibu multipara atau grandemultipara. Freudenthal, et al, 1999 menyebutkan bahwa dari 37 ibu primipara, 14% mengalami postpartum blues tingkat berat, sedangkan dari 65 ibu multipara, 12% mengalami postpartum blues tingkat berat.

Dari peneliti sebelumnya juga diperoleh data bahwa rendahnya atau ketidakpastian dukungan keluarga akan meningkatkan kejadian depresi postpartum blues pada seorang ibu (Sylvia, 2006).

Pengenalan postpartum blues sebagai bentuk gangguan emosional yang beresiko terhadap terjadinya depresi postpartum dengan berbagai dampak yang menyertainya sangatlah penting. Kesehatan fisik maupun psikologis ibu ditentukan oleh upaya penanggulangan masalah emosional dan penyesuaian yang dilakukan sebagai ibu baru. Dukungan sosial dapat diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu dukungan emosional, dukungan berupa penghargaan, dukungan berupa bantuan langsung dan dukungan informasional (Clarke & Susan, 1998). Dukungan social yang dapat diberikan oleh orang-orang yang ada disekitarnya antara lain : suami, orang tua, sahabat, dan rekan kerja.

Dari semua sumber dukungan sosial, dukungan sosial dari suami merupakan dukungan yang pertama dan utama dalam memberikan dukungan kepada istri. Hal ini karena suami adalah orang yang pertama yang menyadari akan adanya perubahan dalam diri pasangannya. Apabila ia menilai bahwa suami memberikan dukungan terhadap dirinya, maka akan dapat memungkinkan terjadi pengaruh positif dalam diri ibu tersebut. (Dagun, 1990)1.2 Topik yang Dibahas

Topik yang dibahas pada makalah ini adalah post partum blues. Pada makalah juga dijelaskan mengenai definisi post partum blues, etiologi, manifestasi klinis dan asuhan keperawatan yang tepat bagi penderita post partum blues.

1.3 Tujuan Tujuan Umum :

Menjelaskan konsep post partum blues dan asuhan keperawatannya.

Tujuan Khusus :

1. Menjelaskan definisi post partum blues.

2. Menjelaskan etiologi post partum blues.

3. Menjelaskan fase adaptasi psikologis setelah melahirkan menurut Robin.

4. Menjelaskan manifestasi klinis dari post partum blues.

5. Menjelaskan pemeriksaan pada klien dengan post partum blues.

6. Menjelaskan penatalaksaan post partum blues.

7. Membuat konsep asuhan keperawatan post partum blues.

1.4 Metode Penulisan

Bab I

Pendahuluan

Bab II

Tinjauan pustaka

Bab III

Asuhan keperawatan

Bab IV

Penutup

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut Department of Mental Health and Substance Abuse (WHO,2008) dalam risetnya Maternal Mental Health & Child Health and Development yang berjudul Literatur Review of Risk Factors and Interventions on Postpartum Depression mengatakan bahwa Postpartum Affective Disoreder ada 3 macam,yaitu :1. Baby Blues (postpartum blues) ;

2. Postpartum Depression (PPD);

3. Puerperal Psychosis atau Postpartum Psikosis.

Tabel Jenis Postpartum Affective Disorder (WHO,2008)

Jenis GangguanPrevalensiOnsetDurasiTindakan

Postpartum Blues30 % - 75%Hari ke 3-4Beberapa jam sampai beberapa hariTidak perlu perawatan khusus, hanya perlu hiburan

Postpartum Depression10-15%Dalam kurun 12 bulanBeberapa minggu sampai bulanDiperlukan perawatan biasanya

Puerperal Psychotic0.1% - 0.2 %Dalam kurun 2 mingguBeberapa minggu sampai bulanDiperlukan perawatan di rumah sakit

Hadi (2004) mengatakan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh.Mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu yakin tidak melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa respon apa pun yang dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil yang muncul.

Siswuharjo & Chakhrawati (2002) mengatakan bahwa baby blues syndrome adalah suatu gangguan psikologi sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama pasca persalinan. Penderita akan merasakan suasana hati yang bahagia namun menjadi labil.

Menurut Regina, dkk (2001) bahwa Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Menurut Pitt depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi.Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum (PPD).

Menurut American Colleges of Obsericans and Gynecologist (2011) bahwa Postpartum Blues adalah gangguan emosi (mood disoreder) berupa perasaan sedih, takut, gelisah yang terjadi sekitar 3 hari setelah proses melahirkan dan biasanya hilang pada hari ke tujuh atau biasanya sering disebut Baby Blues.

2.2 Etiologi

2.2.1. Faktor Predisposisi Postpartum Blues

(Regina, dkk, 2001) Cycde mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional.

Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi.

Menurut Marshall (2004), kebutuhan estrogen yang meningkat pada calon ibu namun tiba-tiba menurun saat melahirkan akan memberi pengaruh pada depresi biokimia. Di sisi lain kehamilan meningkatkan hormon endorfin yaitu hormon yang meningkatkan rasa bahagia. Tapi saat melahirkan tingkat endorfin merosot, kondisi ini tentu menambah resiko depresi.

Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebab depresi postpartum sebagai berikut :

1. Faktor konstitusional.

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara.

2. Faktor fisik

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala.

3. Faktor psikologis.

Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.

4. Faktor sosial.

Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001) menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor :

1. Biologis

Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.

2. Karakteristik ibu, yang meliputi :

a. Faktor umur

b. Faktor pengalaman

c. Faktor pendidikan

d. Faktor selama proses persalinan

e. Faktor dukungan sosial

2.2.2. Faktor presipitasi

Menurut Marshall (2004), faktor lain yang diperkirakan berpengaruh atau merupakan faktor resiko terjadinya gangguan afek atau mood pasca persalinan, yaitu:

a. Dukungan sosial dari suami dan keluarga

b. Karakteristik ibu

c. Kondisi fisik pasca melahirkan

d. Harapan tentang persalinan

e. Status obstetric

f. Keadaan bayi

g. Mitos

h. Antenatal care

i. Budaya

Lynna (2009) menyatakan bahwa ini umumnya bersifat sementara dan sembuh tanpa perawatan. biru biasanya terjadi pada periode postpartum awal, sering dalam waktu 3 sampai 10 hari setelah melahirkan.

2.3 Fase Adaptasi Psikologis Setelah Melahirkan Menurut RobinPeningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase (Bahiyatun,2009), sebagai berikut :1. Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus perhatian ibu hanya pada dirinya sendiri, pengalaman selama proses persalinan sering berulang-ulang diceritakannya. Hal ini membuat cenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya.

2. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah persalinan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidak mampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.

3. Fase letting go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat2.4 WOC

2.5 Manifestasi Klinis

Karakteristik kondisi ini adalah iritabilitas meningkat, perubahan mood, cemas, pusing, aerta perasaan sedih dan sendiri. (Bahiyatun, 2009). Menurut American College of Obtetrian and Gynekologist (2011), seorang wanita yang menjadi seorang Ibu pada pertama kali, memiliki tanda dan gejala depresi pasca melahirkan, diantara tanda dan gejalanya adalah :

1. Perasaan depresi yang tidak hilang lebih dari 1 minggu pasca melahirkan

2. Perasaan depresi yang sangat selama 1-2 bulan sesudah melahirkan

3. Perasaan sedih, ragu-ragu, bersalah, atau peningkatan ketergantungan terhadap orang lain

4. Tidak dapat merawat diri sendiri dan bayinya

5. Gangguan mengerjakan aktivitas sehari-hari di rumah dan pekerjaannya

6. Perubahan nafsu makan

7. Benci dan takut terhadap bayi, tidak tertarik dengan si bayi

8. Ansietas atau panik

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pada pemeriksaan pada pasien postpartum blues dilakukan skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu yang disebut dengan Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS). EPDS merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Kuisioner tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues .

Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat tersebut. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian postpartum blues . EPDS telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian (Sutiono, 2008).

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk postpartum blues menurut Marshall (2004)yaitu:

1. Membicarakan rasa tertekan dengan orang yang memiliki keterampilan mendengar (sahabat)

2. Meluangkan waktu berbicara dengan pasangan. Diskusikan perubahan-perubahan yang terjadi, dukungan suami memang paling penting

3. Membiarkan teman dan keluarga membantu merawat anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah

4. Mencari waktu melakukan hobi, misalnya membaca, membuat kerajinan tangan, berendam air hangat, meditasi, atau hal lain yang membuat rileks dan nikmat

5. Untuk mengatasi kelelahan dan depresi, perlu cukup istirahat, sebaiknya tidur 8 jam sehari, usahakan tidur tidur saat bayi terlelap

6. Menggerakkan badan, jalan kaki keliling sekitar rumah pun sudah cukup. Peningkatan metabolisme dan pergantian suasana dapat membuat perasaan lebih nyaman.

7. Mengonsumsi makanan seimbang yang bergizi dan berserat seperti gandum, beras merah atau jagung, buah, sayuran, serta daging atau ikan. Jauhi kopi, alcohol, dan gula

8. Mengungkapkan perasaan di buku harian. Menulis adalah salah satu cara mengungkapkan emosi

9. Memiliki bayi adalah perubahan besar dalam hidup, menghadapi dengan waktu, penyesuaian terhadap perubahan akan dapat dilalui

10. Relaksasi berupa latihan relaksasi sederhana atau berbagai bentuk ragam relaksasi seperti olahraga, rekreasi, renang, senam, dan lain sebagainya

11. Menghilangkan pikiran-pikiran negative yang mempengaruhi pemecahan masalah

12. Untuk memperbaiki hubungan ibu dan anak, maka anjurkan ibu untuk sesering mungkin merawat bayinya selama 2-3 jam di tempat yang nyaman dan sunyi disertai alunan music, usahakan sesering mungkin terjadi kontak mata antara ibu dan anak, sediakan tempat istirahat yang nyaman bagi ibu dan bayi

13. Libatkan anggota keluarga yang lain dalam merawat bayi seperti nenek dan mertua.

2.8 Komplikasi

Kompilkasi diakibatkan oleh waktu persalinan yang lama, sehingga dapat menyebabkan gangguan secara fisik, emosi, dan kognitif bagi ibu dan keluarga.

Persalinan yang lama akan membuat ibu memiliki pengalaman persalinan yang kurang memuaskan, sehingga ibu menunjukkan citra diri negatif dan dapat berlanjut menjadi kemarahan yang dapat mempersulit proses adaptasi ibu terhadap peran dan fungsi barunya. Proses persalinan yang berlangsung penuh tekanan akan membuat ibu lebih sulit mengontrol dirinya sehingga membuat ibu lebih sering marah serta dapat menurunkan kemampuan koping ibu yang efektif.

Persalinan yang lama biasanya daikhiri dengan tindakan, antara lain persalinan dengan bantuan alat (forsep atau vakum), penggunaan analgesic epidural, dan seksio saesarea. Intervensi tersebut dapat menimbulkan efek jangka panjang, yaitu dapat mengurangi kepercayaan diri dalam menjalankan perannya, mengganggu proses kelekatan (bonding) yang alami serta dapat meningkatkan kejadian depresi postpartum.

Postpartum blues atau sering disebut juga sebagai maternity blues yaitu kesedihan pasca persalinan yang bersifat sementara. Pada ibu yang depresi setelah melahirkan, dampak yang dapat ditimbulkan diantaranya adalah ansietas dan ketakutan, acuh tak acuh pada bayi ayah si bayi, serta berakibat gangguan tidur.

Akibat lain yang dapat ditimbulkan adalah ibu tidak berespon positif terhadap bayi sehingga bayi akan berusaha meminta perhatian ibu dengan menagis lebih keras. Semakin ibu acuh dan tidak peduli karena depresinya, bayi akan semakin kencang menagis bahkan sambil menggerak-gerakkan tubuhnya. Selain itu, ibu yang depresi tidak mampu merawat bayinya secara optimal, akibatnya kondisi kebersihan dan kesehatan bayi menjadi tidak optimal. Akibat yang paling disayangkan adalah hubungan bayi dengan ibu yang tidak optimal.

Sedangkan Menurut Richard (1997) jika postpartum blues tidak ditangani segera maka dapat mengakibatkan beberapa komlikasi :1. Depresi : kepenatan , kelelahan, irritabilitas, sering menangis, ungkapan perasaan tidak berguna, terutama mengenai potensi dan kemampuan sebagai ibu.2. Psikosis postpartum : gejala ini muda dikenali karena merupakan gangguan jiwa yang beratdan dapat meliputi kecurigaan, kebinguan, delusi, gangguan proses berpikir, menolak untuk makan dan insomnia berat.2.9 Prognosis

Hampir pada semua kasus depresi postpartum prognosisnya adalah baik, kebanyakan sembuh dalam waktu 3 bulan, 70% dalam waktu 6 bulan dan 30% kemungkinan rekurensi pada kehamilan yang berikutnya.

Masih menurut Pitt Regina dkk (2001), tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan baby blues atau maternity blues.

Prognosis postpartum blues relatif lebih baik jika dibandingan gaanguan mood lainnya seperti postpartum depression dan postpartum psikosis. Pasien dengan postpartum blue syndrome tidak perlu penanganan atau pengobatan khusus. Penanganan pada pasien ini sering adalah bersifat konservatif dengan dukungan social.

2.10 Asuhan Keperawatan

2.10.1 Pengkajian

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting dilakukan oleh perawat.Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu.Gangguan-gangguan tersebut didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik.Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut. Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak (2004) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi:

1. Identitas klien

Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain-lain

2. Keluhan Utama: Mudah marah, cemas

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien.

4. Riwayat Persalinan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri. Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervaginam dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya: induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.

5. Aspek PsikososialPerilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya.Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya.Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.6. Kebutuhan Dasar KhususHal ini meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal hygine, pola istirahat tidur, pola aktivitas latihan, serta pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.Kurang nafsu makan, sedih, murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar-benar memusuhi bayinya.7. Pemeriksaan Fisisk

Dalam hal ini kita mengkaji kesadaran umum, TTV, berat badan (baik sebelum maupun sesudah sakit), tinggi badan, serta head to toe.

8. Data Penunjang

Terdiri dari data laboratorium, USG, rontgen, terapi yang didapat

9. Pemeriksaan ObstetriTerdiri dari riwayat menstruasi, serta riwayat kehamilan, persalinan, serta nifas.

2.10.2 Diagnosa Keperawatan

1. Defisit perawatan diri

2. Gangguan pola tidur

3. Kelelahan

4. Kurang pengetahuan

5. Ansietas

6. Koping individu inefektif

7. Koping keluarga inefektif

2.10.3 IntervensiNoDiagnosa KepNOCNIC

1.Defisit perawatan diriNOC : Self-Awareness

a. Mengenali kemampuan fisik (5)

Tidak pernah dilakukan (1), jarang dilakukan (2), terkadang dilakukan (3), sering dilakukan (2), dilakukan secara konstan (5)

b. Mengenali kemampuan mental (5)

Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

c. Mengenali emosi (5)

Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

d. Mengekspresikan perasaan kepada orang lain (5)

Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

NIC: Self-care assistance

1. Pertimbangkan budaya dan usia pasien ketika akan mempromosikan aktivitas perawatan diri.

2. Monitor kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri.

3. Sediakan terapi lingkungan untuk menjaga kehangatan, relaksasi, privasi, dan pengalaman pribadi.

4. Sediakan kebutuhan personal yang diinginkan (misalnya deodorant, sikat gigi, dan sabun mandi)

5. Sediakan asisten sampai pasien benar-benar sanggup untuk perawatan diri,

6. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara normal.

7. Dorong pasien untuk menjadi mandiri, tetapi bantu ketika pasien tidak sanggup untuk melakukan ADL.

8. Ajari pasien dan keluarga untuk mendorong kemandirian, dan membantu hanya jika pasien tidak sanggup melakukan.

2.Gangguan pola tidur b.d ketidakcukupan pribadiNOC : Sleep

a. Jam tidur (5)

Terganggu berat (1), terganggu di bawah standart (4), terganggu sedang (3), terganggu ringan (2), tidak terganggu (5)

b. Pola tidur (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

c. Kualitas tidur (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

d. Konsistensi tidur malam (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

e. Kenyamanan di tempat tidur (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)NIC : Sleep Enhancement

1.Tentukan tidur pasien/pola aktivitas

2.Perkirakan tidur regular pasien

3.Monitor pola tidur pasien dan waktu tidur pasien

4.Monitor kelelahan-produksi aktivitas selama bangun

5.Fasilitasi pertahanan waktu tidur pasien

6.Intruksikan pasien untuk menghindari makan di tempat tidur

7.Tingkatkan jam tidur pasien jika perlu

8.Intruksikan pasien dan kepentingan lain mengenai factor (psikologis, frekuensi kerja, gaya hidup)

9.Identifikasi obat tidur yang digunakan pasien

10.Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan tidur

3. KelelahanNOC : Compliance Behavior

a Mendiskusikan resep pengobatan dengan tenaga kesehatan (5)Tidak pernah dilakukan (1), jarang dilakukan (2), terkadang dilakukan (3), sering dilakukan (2), dilakukan secara konstan (5)

b Melakukan pengobatan yang telah disesuaikan (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

c Melaporkan perubahan gejala kepada tenaga kesehatan (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

d Melakukan ADL yang sesuai dengan (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

NIC : Behavior management

a. Konsultasikan dengan pasien dan keluarga untuk menetapkan pemikiran dasar pasien.

b. Gunakan bahasa yang halus dan lebih pelan ketika berbicara dengan pasien.

c. Hindari menyudutkan pasien.

d. Arahkan perhatian pasien jauh dari faktor yang membuat gelisah.

e. Hindari berdebat dengan pasien.

f. Berikan pujian atas kontrol tindakan yang dilakukan pasien.

g. Berikan medikasi jika diperlukan.

4.Kurang pengetahuanNOC : Health Promotion

a Strategi untuk management stress (5)Tidak mengerti (1), pengetahuan yang terbatas (2), pengetahuan sedang (3), pengetahuan cukup luas (4), pengetahuan luas (5)

b Strategi untuk menghindari paparan bahaya lingkungan (5)Tidak mengerti (1), terbatas (2), sedang (3), cukup luas (4), luas (5)

c Mengikuti informasi dari health promotion (5)Tidak mengerti (1), terbatas (2), sedang (3), cukup luas (4), luas (5)

NIC : Health Education

1 Identifikasi faktor eksternal dan internal yang mungkin menambah atau mengurangi motivasi untuk kebiasaan yang sehat.

2 Bantu pasien, keluarga, dan kelompok dalam komunitas dalam mengklarifikasi kepercayaan dalam segi kesehatan.

3 Hindari teknik menakut-nakuti untuk merubah kebiasaan pasien.

4 Gabungkan berbagai strategi untuk meningkatkan harga diri klien.

5 Mengajari cara untuk menolak kebiasaan kesehatan yang buruk.

6 Jaga diskusi agar selalu fokus dari awal sampai akhir.

7 Gunakan pemimpin, guru, dan support group untuk mengimplementasikan program health education.

5. Ansietas b.d krisis situasionalNOC : Anxiety levels

a. Distress (5)Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

b. Sulit konsentrasi (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

c. Peningkatan RR (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

d. Gangguan tidur (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

e. Perubahan pola makan (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)NIC : Anxiety reduction

1.Gunakan teknik menenangkan untuk mendekati

2.Mengerti terhadap pikiran pasien dalam kondisi stress

3.Menyediakan informasi bagi pasien mengenai tindakan

4.Anjurkan pasien untuk mengembangkan keselamatan dan merekduksi ketakutannya

5.Dengarkan dan beri perhatian khusus

6. Identifikasi perubahan level ansietas

7.Bantu pasien mengidentifikasi pemicu ansietas

8.Dukung untuk menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai

9.Tentukan kemampuan pasien dalam mengambil keputusan

10.Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

6. Koping individu inefektifNOC : Coping

a Mencari informasi yang benar tentang pengobatan (5)Tidak pernah dilakukan (1), jarang dilakukan (2), terkadang dilakukan (3), sering dilakukan (2), dilakukan secara konstan (5)

b Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi stress (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

c Adaptasi dalam perubahan hidup (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

d Gunakan strategi koping yang efektif (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)NIC : Coping Enhancement

1 Bantu pasien mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan panjang yang sesuai

2 Perkenalkan pasien kepada orang atau grup yang sukses menjalani pengalaman yang sama.

3 Kurangi stimulus di lingkungan yang dapat menimbulkan kesalahan interprestasi.

4 Dorong keterlibatan keluarga yang tepat.

5 Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang penyakit anggota keluarga yang lain.

6 Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif agar setuju dengan perubahan gaya hidup.

7 Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi jika diperlukan.

8 Bantu pasien untuk menerima keadaannya.

9 Bantu pasien untuk mengklarifikasi konsep yang salah.

7. Koping keluarga inefektif b.d ketidakcukupan informasiNOC : Family coping

a. Pembagian tanggung jawab untuk tugas keluarga (5)

tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), konsisten (5)

b. Perencanaan kegawatan (5)

tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), konsisten (5)

c. Penggunaan dukungan keluarga (5)

tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), konsisten (5)

a. Penggunaan sumber komunitas (5)

tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), konsisten (5)NIC : Family support

1.Dengarkan perhatian keluarga, perasaan dan pertanyaan

2.Fasilitasi komunikasi dengan pasien dan keluarga

3.Tingkatkan hubungan percaya antar keluarga

4.Terima anggota keluarga dan jangan melakukan judge

5.Jawab semua pertanyaan anggota keluarga atau damping mereka untuk mendapat jawaban

6.Orientasikan keluarga untuk perawatan kesehatan, isalnya ke RS atau klinik

7.Indentifikasi dukungan spiritual dari keluarga

8.Hormati dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan keluarga

9.Sediakan sumber spiritual keluarga yang tepat

2.10.4 Evaluasi

1. Mengenali kemampuan fisik (5)

2. Pola tidur (5)3. Melakukan ADL yang sesuai dengan (5)

4. Mengikuti informasi dari health promotion (5)

5. Distress (5)

6. Gunakan strategi koping yang efektif (5)7. Penggunaan dukungan keluarga (5)

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Ny. Y seorang perempuan berusia 26 tahun, primigravida datang ke RS Airlangga Surabaya tanggal 22 April 2015 bersama orangtuanya (tanpa suami) untuk melakukan persalinan anak pertama (laki-laki) pervaginam. Setelah 5 hari pasca melahirkan, Ny Y mengeluh sangat lelah yang berkepanjangan karena mengurus anaknya seharian. Beliau bercerita bahwa dia merasa sedih dikarenakan anak yang dilahirkannya tidak sesuai dengan harapannya saat hamil yang menginginkan anak perempuan dan suaminya sudah bekerja 1 bulan tidak pernah mengunjunginya ke rumah. Terjadi perubahan sikap (marah,mudah tersinggung, cemas, tidak mau makan dan bicara). Diagnosa medis Nyeri Ny Y mengalami post partum blues

3.2 Pengkajian

1. Identitas

Nama pasien: Ny. Y

Nama suami : Tn. B

Umur

: 26 tahun

Umur

: 28 tahun

Suku/Bangsa: Indonesia

Suku/Bangsa: Indonesia

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Pendidikan: SMA

Pendidikan: SMA

Pekerjaan: ibu rumah tangga

Pekerjaan: Buruh

Alamat

: Jl. Palem no 5

Alamat

:Jl. Palem no.5

Status Perkawinan : Menikah

2. Keluhan Utama: marah, mudah tersinggung, cemas, tidak mau makan dan bicara.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Sekarang: Ny. Y merasa sangat lelah dan susah tidur kaena tidak terbiasa dengan kehadiran bayi ditambah ibu kurang menerima kehadiran bayi laki-laki.

b. Riwayat Penyakit Dahulu: Ny.Y selama hamil sering mengalami anemia karena kekurangan nutirisi terkait dengan kondisi ekonomi.

c. Riwayat Penyakit Keluarga: saat proses inpartu, suami Ny.Y sedang bekerja keluar pulau dan sudah 1 bulan tidak ada kabar.

4. Riwayat Persalinan

a. WaktuPersalinan

: 13.00 WIBb. Tempatmelahirkan: RS Airlangga Surabaya c. Ditolongoleh

: dokterd. JenisPersalinan

: pervaginam e. Lama persalinan1) Kala I

: 5 jam

2) Kala II

: 15 menit

3) Kala III

: 15 menit

4) Kala IV

: 2 jamf. Ketuban

1) Warna

: berwarna jernih

2) Jumlah

: 250 cc

3) Bau

: amis tetapi tidak busuk

g. Bayi1) JenisKelamin: laki-laki

2) BB

: 3500 gram

3) PB

: 48 cm

4) Kelainan: tidak ada

h. Plasenta1) Ukuran

:50 cm

2) Kelainan: tidak ada

i. Perdarahan selama persalinan:1) Kala I

:25 cc

2) Kala II

:75 cc

3) Kala III

:75 cc

4) Kala IV

:100 cc

j. Komplikasi persalinan: tidak adaA5. Aspek Psikososial

Ny. Y akhir-akhir ini menjadi mudah marah dan jarang mau berbicara dengan orang lain. Ny. Y mengeluh capek dan kadang tidak mau mengurus anaknya. Ny. Y juga sering menangis jika ingat suaminya yang tidak ada kabarnya.

6. Kebutuhan Dasar Khusus

a. Pola nutrisi: Ny. Y tidak mau makan, dan setiap diberikan makanan hanya dihabiskan porsi. b. Pola eliminasi: frekuensi eliminasi Ny. Y normal (tidak ada keluhan).c. Pola personal hygiene: Ny. Y tidak mengalami perubahan hygiene pasca melahirkan.d. Pola istirahat dan tidur: Ny. Y sulit untuk tidur, sehari hanya 4 jam.e. Pola aktivitas dan latihan: Ny. Y menjadi malas melakukan aktivitasf. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan: tidak ada keluhan.7. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : kesadaran compos mentis, namun tampak lelah

Kesadara: Komposmentis

Tekanan darah: 110/90mmHgNadi

: 98x/menit

Respirasi: 22x/menit

Suhu : 37 C

Berat badan: 52kg

Tinggi badan: 160cm

Pemeriksaan Head To Toe

a. Kepala dan wajah : kadang mengeluh pusing, muka tampak kelelahan

b. Mata : normal

c. Hidung : normal

d. Mulut dan Tenggorokan : normal

e. Dada dan Axilla : Mammae membesar, areolla mammae, papila mammae menonjol, colostrum : tidak sada

f. Pernafasan : normal

g. Sirkulasi jantung : Kecepatan denyut apical, irama, kelainan bunyi jantung, sakit dada

h. Abdomen : tampak adanya striae, tidak kembung

i. Genitourinary : normal (tidak ada keluhan)

j. Ekstremitas (Integumen/Muskuloskletal) : Ny. Y mengeluh mudah lelah.

8. Data Penunjang: laboratorium, USG, rontgen, terapi yang didapat

9. Pemeriksaan Obstetria. Riwayat Menstruasi :

Menarche : umur 13 tahunSiklus

: teratur ( ) tidak ( )

Banyaknya : normal

lamanya: 7hari

HPHT

: 16 Juni 2013

Keluhan: -

b. Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas yang lalu :

Anak KeKehamilanPersalinan

No.TahunUmur kehamilanPenyulitJenisPenolongPenyulit

120149 bulan-pervaginamDokter obgin-

2

3

4

5

6

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Defisit perawatan diri b.d kelemahan

2. Gangguan pola tidur b.d tiga kali atau lebih bangun di malam hari

3. Kelelahan b.d malnutrisi

4. Kurang pengetahuan b.d tidak mengetahui sumber-sumber informasi

5. Ansietas b.d stres psikologis

6. Koping individu inefektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat 7. Koping keluarga inefektif b.d ketidakcukupan informasi3.4 Intervensi Keperawatan

NoDiagnosa KepNOCNIC

1.Defisit perawatan diriNOC : Self-Awareness

a Mengenali kemampuan fisik (5)

Tidak pernah dilakukan (1), jarang dilakukan (2), terkadang dilakukan (3), sering dilakukan (2), dilakukan secara konstan (5)

NIC: Self-care assistance

1. Monitor kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri.

2. Sediakan kebutuhan personal yang diinginkan (misalnya deodorant, sikat gigi, dan sabun mandi)

3. Sediakan asisten sampai pasien benar-benar sanggup untuk perawatan diri,

4. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara normal.

5. Dorong pasien untuk menjadi mandiri, tetapi bantu ketika pasien tidak sanggup untuk melakukan ADL.

6. Ajari pasien dan keluarga untuk mendorong kemandirian, dan membantu hanya jika pasien tidak sanggup melakukan.

2.Gangguan pola tidur NOC : Sleep

a. Jam tidur (5)terganggu berat (1), terganggu di bawah standart (4), terganggu sedang (3), terganggu ringan (2), tidak terganggu (5)

b. Pola tidur (5)Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

c. Kualitas tidur (5)Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

d. Konsistensi tidur malam (5)Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

NIC : Sleep Enhancement

1. Tentukan tidur pasien/pola aktivitas2. Monitor pola tidur pasien dan waktu tidur pasien3. Intruksikan pasien dan kepentingan lain mengenai factor (psikologis, frekuensi kerja, gaya hidup)4. Identifikasi obat tidur yang digunakan pasien5. Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan tidur

3. KelelahanNOC : Compliance Behaviora. Melaporkan perubahan gejala kepada tenaga kesehatan (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

NIC : Behavior management

1. Konsultasikan dengan pasien dan keluarga untuk menetapkan pemikiran dasar pasien.2. Gunakan bahasa yang halus dan lebih pelan ketika berbicara dengan pasien.3. Hindari menyudutkan pasien.4. Arahkan perhatian pasien jauh dari faktor yang membuat gelisah.5. Hindari berdebat dengan pasien6. Berikan pujian atas kontrol tindakan yang dilakukan pasien.7. Berikan medikasi jika diperlukan.

4.Kurang pengetahuanNOC : Health Promotion

a. Mengikuti informasi dari health promotion (5)Tidak mengerti (1), terbatas (2), sedang (3), cukup luas (4), luas (5)

NIC : Health Education

1. Identifikasi faktor eksternal dan internal yang mungkin menambah atau mengurangi motivasi untuk kebiasaan yang sehat.

2. Bantu pasien, keluarga, dan kelompok dalam komunitas dalam mengklarifikasi kepercayaan dalam segi kesehatan.

3. Gabungkan berbagai strategi untuk meningkatkan harga diri klien.

4. Jaga diskusi agar selalu fokus dari awal sampai akhir.

5. Gunakan pemimpin, guru, dan support group untuk mengimplementasikan program health education.

5. Ansietas NOC : Anxiety levels

a. Distress (5)

Berat(1), bawah standart (2), sedang (3), ringan (4), tidak ada (5)

NIC : Anxiety reduction

1. Gunakan teknik menenangkan untuk mendekati

2. Mengerti terhadap pikiran pasien dalam kondisi stress

3. Menyediakan informasi bagi pasien mengenai tindakan4. Bantu pasien mengidentifikasi pemicu ansietas5. Dukung untuk menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai6. Tentukan kemampuan pasien dalam mengambil keputusan7. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

6. Koping individu inefektifNOC : Coping

a. Adaptasi dalam perubahan hidup (5)

Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)

b. Gunakan strategi koping yang efektif (5)Tidak pernah (1), jarang (2), terkadang (3), sering (2), konstan (5)NIC : Coping Enhancement

1. Dorong keterlibatan keluarga yang tepat.

2. Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang penyakit anggota keluarga yang lain.

3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif agar setuju dengan perubahan gaya hidup.

4. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi jika diperlukan.

5. Bantu pasien untuk mengklarifikasi konsep yang salah.

7. Koping keluarga inefektif NOC : Family coping

a. Pembagian tanggung jawab untuk tugas keluarga (5)

tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), konsisten (5)

b. Perencanaan kegawatan (5)

tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), konsisten (5)

c. Penggunaan dukungan keluarga (5)

tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), konsisten (5)

NIC : Family support

1. Dengarkan perhatian keluarga, perasaan dan pertanyaan

2. Fasilitasi komunikasi dengan pasien dan keluarga

3. Tingkatkan hubungan percaya antar keluarga

4. Terima anggota keluarga dan jangan melakukan judge

5. Jawab semua pertanyaan anggota keluarga atau damping mereka untuk mendapat jawaban

6. Orientasikan keluarga untuk perawatan kesehatan, isalnya ke RS atau klinik

7. Indentifikasi dukungan spiritual dari keluarga

8. Hormati dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan keluarga

9. Sediakan sumber spiritual keluarga yang tepat

3.5 Evaluasi1. Mengenali kemampuan fisik (5)

2. Pola tidur (5)

3. Melaporkan perubahan gejala kepada tenaga kesehatan (5)

4. Mengikuti informasi dari health promotion (5)

5. Distress (5)

6. Gunakan strategi koping yang efektif (5)

7. Penggunaan dukungan keluarga (5)

BAB 4PENUTUP4.1 Kesimpulan

Baby blues syndrome adalah suatu gangguan psikologi sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama pasca persalinan. Penderita akan merasakan suasana hati yang bahagia namun menjadi labil. Etiologi dari penyakit ini menurut Pitt ada 4, yaitu faktor konstitusional, faktor fisik, faktor psikologi, serta faktor social.

Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah perasaan depresi yang tidak hilang lebih dari 1 minggu pasca melahirkan, perasaan sedih, ragu-ragu, bersalah, atau peningkatan ketergantungan terhadap orang lain, tidak dapat merawat diri sendiri dan bayinya, perubahan nafsu makan, benci dan takut terhadap bayi, tidak tertarik dengan si bayi, serta ansietas atau panicPemeriksaan diagnostik pada post partum blues ini menggunakan skrining yang dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu yang disebut dengan Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS). EPDS merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salinDAFTAR PUSTAKAAmerican College of Obtetrian and Gynekologist. 2011. Postpartum Depression : Frequently Asked Questions FAQ091 Labor, Delivery, and Postpartum. Diakses pada 15 Maret 2014 jam 11.00 WIB

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC; 64-65

Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). USA: Elsevier Mosby

Clarke, P. & Susan, E. 1998. Surviving Modern Medicine : How to get the best from Doctors, Family and Friends. Indiana, PA : Perinatal Education Department

Dagun, S.M. 1990. Psikologi Keluarga. Jakarta: PT Rhineka Cipta

Hadi, P. 2004. Depresi dan Solusinya.Yogyakarta : Tugu O'Hara

Harry a, Wied. 2007. Good Mood Food. Jakarta: Gramedia pustaka utama

Henshaw, C. 2003. Mood disturbance in the early puerperium: a review. Archeves of Womens Mental Health vol.6 No.2,33-42

Herdman, T.H. dan Kamitsuru. 2014. NANDA International Nursing diagnoses: Definition ans Clasification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell

Lynna Y dan Joan C. Engebretson. 2005. Maternity Nursing Care. Newyork: DelmarlearningMarshall. 2004. Mengatasi Depresi Pasca melahirkan, Alih bahasa Fransiska Lilian Juwono Editor Surya Setyanegara. Jakarta: Arcan

Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Elsevier Mosby

Reeder, Sharon J et al. 2011. Maternity Nursing : Family, Newborn and Womens Health Care. Jakarta : EGC; 30

Regina, Pudjibudojo, J. K dan Malinton, P. K. 2001. Hubungan Antara Depresi Postpartum Dengan Kepuasan Seksual Pada Ibu Primipara.Anima Indonesian Psychological Journal.Vol. 16.No. 3. 300 314.

Richard H,Schwarz. 1997. Catatan Kuliah kedaruratan Obstetri, edisi 3. diterjemahkan oleh : agnes Kartini.Jakarta: Widya Medika.

Saryono. 2010. Depresi Pasca Persalinan: Pedoman Lengkap Bagi Ibu yang akan atau Setelah Melahirkan. Bogor: Rekatama

Siswuharjo, S & Chakhrawati, F. (2002).Panduan super lengkap hamil sehat Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sylvia, D. 2006. Depresi Pasca Persalinan. Jakarta: FKUIYanita, A, dan Zamralita. 2001. Persepsi Perempuan Primipara Tentang Dukungan Suami Dalam Usaha Menanggulangi Gejala Depresi pascasalin. Phronesis. Vol.3. No : 5. 34 50.

Mampu menyesuaikan diri & keluarga

Belajar hal baru & mengalami perubahan yg signifikan

Kondisi ibu lemah

Letting Go

Taking Hold

Taking In

POST PARTUM BLUES

F. takut kehilangan banyinya/ kecewa dgn bayinya

F. latarbelakang psikososial

F. pengalaman dalam proses kehamilan & persalinan

F. demografi (usia)

Perubahan mood & depresi

pe rasa bahagia

cemas

Inaktifasi noradrenalin & seretonin

Partus lama

Produksi ASI me

Stimulan kel. susu me

Payudara >> & aerola melebar dan lebih gelap

Enzime monoamin me

pe Rasa senang & mengurangi rasa nyeri

Kontraksi rahim +/-

Tidak nyaman (minder)

endorphin

Oksitosin (-)/ (+)

pe prolaktin

Stimulan kel. susu

Progesteron

pe estrogen

F. Hormonal

Gangguan pola tidur

Sering terbangun malam hari

Sulit tidur

Ibu merasa tertekan

Ansietas

Pe produksi oksitosin

Stres psikologis

Koping keluarga inefektif

Support keluarga inadekuat

Kelelahan

pe energi

Koping individu inefektif

Tidak paham perannya

Defisit Perawatan Diri

Butuh pelayanan & perlindungan

Terfokus pada diri sendiri

Menerima tanggung jawab

mandiri

Kurang pengetahuan

Butuh informasi

iii