Sejarah Transportasi Jakarta

12
Perkembangan Sistem Transportasi Jakarta Dan Mencari Solusi Alternatif Permasalahan Jakarta kota metropolitan terbesar dan terpadat di Asia Tenggara. Kota yang dihuni oleh sekitar 8 juta jiwa penduduknya dengan segala permasalahan dan kesemerawutannya. Kota dengan sejarah masa lalu yang kompleks dan kondisi sosial budaya yang sangat beragam tentu dengan sederet permasalahannya. Salah satu masalah yang cukup krusial dan penting adalah masalah transportasi kota. Selama ini Jakarta dikenal sebagai metropolitan terburuk dalam mengatur transportasi warganya yang mencapai 8 juta jiwa. Kemacetan selalu terjadi dimana-mana. Bahkan menurut situs ensiklopedia terkenal, Wikipedia, Jakarta memiliki lebih dari 100 titik rawan kemacetan yang tersebar merata diseluruh wilayah kota. Fasilitas dan Infrastrukur transportasi yang kurang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kemacetan tersebut. Jakarta belum mempunyai sistem serta infrasturktur transportasi massal yang terpadu. Transportasi yang bisa melayani kebutuhan perpindahan warganya dengan cepat, aman, murah, nyaman dan massal. Disamping itu keberadaan kantong-kantong penduduk di kota-kota satelit Jakarta yang setiap harinya melakukan perjalanan menuju Jakarta ikut memperparah keruwetan transportasi di kota Jakarta. Komuter yang berasal dari Depok, Tanggerang, Bogor serta Bekasi tersebut semakin menambah arus kendaraan di dalam kota Jakarta yang sudah sedemikian padat. Sebagai akibatnya, kemacetan yang parah

Transcript of Sejarah Transportasi Jakarta

Page 1: Sejarah Transportasi Jakarta

Perkembangan Sistem Transportasi Jakarta Dan Mencari Solusi Alternatif Permasalahan

Jakarta kota metropolitan terbesar dan terpadat di Asia Tenggara. Kota yang

dihuni oleh sekitar 8 juta jiwa penduduknya dengan segala permasalahan dan

kesemerawutannya. Kota dengan sejarah masa lalu yang kompleks dan kondisi sosial

budaya yang sangat beragam tentu dengan sederet permasalahannya. Salah satu masalah

yang cukup krusial dan penting adalah masalah transportasi kota. Selama ini Jakarta

dikenal sebagai metropolitan terburuk dalam mengatur transportasi warganya yang

mencapai 8 juta jiwa. Kemacetan selalu terjadi dimana-mana. Bahkan menurut situs

ensiklopedia terkenal, Wikipedia, Jakarta memiliki lebih dari 100 titik rawan kemacetan

yang tersebar merata diseluruh wilayah kota.

Fasilitas dan Infrastrukur transportasi yang kurang menjadi salah satu penyebab

utama terjadinya kemacetan tersebut. Jakarta belum mempunyai sistem serta infrasturktur

transportasi massal yang terpadu. Transportasi yang bisa melayani kebutuhan

perpindahan warganya dengan cepat, aman, murah, nyaman dan massal. Disamping itu

keberadaan kantong-kantong penduduk di kota-kota satelit Jakarta yang setiap harinya

melakukan perjalanan menuju Jakarta ikut memperparah keruwetan transportasi di kota

Jakarta. Komuter yang berasal dari Depok, Tanggerang, Bogor serta Bekasi tersebut

semakin menambah arus kendaraan di dalam kota Jakarta yang sudah sedemikian padat.

Sebagai akibatnya, kemacetan yang parah tak terhindarkan di  jalan-jalan utama menuju

kota-kota tersebut.

Masalah transportasi Jakarta selanjutnya adalah tata ruangan Jakarta yang

sedemikan rumit dan kompleks. Tata ruangan yang tidak mengindahkan tata guna lahan

menyebakan semakin banyaknya transportasi atau perpindahan yang harus dilakukan

warga ibu kota. Padahal,s eperti kita ketahui bersama, pada dasarnya kebutuhan akan

transportasi adalah kebutuhan sekunder manusia untuk memenuhi kebutuhan yang

sebenarnya. Baik itu berupa barang maupun orang. Tata ruang yang buruk juga bisa

menjadi titik pangkal kemacetan . Seperti misalnya tempat keluar parkir dari sebuah

pusat perbelanjaan terkenal yang membuat macet jalanan atau kawasan disekitarnya.

Selain itu masalah transportasi yang sangat krusial adalah pertumbuhan kendaraan

pribadi yang mencapai 11% per tahun. Angka yang cukup fantastis bagi Jakarta yang

hanya mempunyai 5000 km jalan raya (sudah termasuk jalan-jalan kecil dan jalan tol).

Page 2: Sejarah Transportasi Jakarta

Bahkan jika semua kendaraan yang ada di kota Jakarta keluar pada saat yang bersamaan

maka bisa dipastikan seluruh jalan yang ada di Jakarta akan ditutupi oleh kendaraan

tersebut.

Mengapa kompleksitas masalah ini terjadi dan bagaimana solusinya? Untuk

mencari solusi atas masalah transportasi Jakarta yang ada, disamping pendekatan

kekinian dan kedisinian juga diperlukan pendekatan sejarah transportasi kota. Mengapa

hal ini penting?  Kita harus menyadari bahwa kondisi transportasi Jakata yang terjadi

sekarang adalah akumulasi dari kebijakan-kebijakan transportasi di masa lampau.

Bagaimana kota ini pertama kali mengatur transportasi penduduk dan barangnya?

Dengan menggunakan moda apa mayoritas masyarakat melakukan perpindahan?

Bagaimana sebenarnya blue print rancangan transportasi ibu kota? Apa yang telah

dilakuakan pendahulu kita untuk memabangun trasnsportai yang ideal di kota pelabuhan

ini? Selain itu, penting pula untuk diketahui sejarah Jakarta sejak kota ini pertama kali

berdiri.

Sejarah transportasi kota Jakarta bermula dari sebuah pelabuhan yang bernama

Sunda Kelapa. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan dari kerajaan Pajajaran. Sebelumnya

merupakan milik kerajaan Tarumanegara yang dipakai untuk transportasi barang-barang

dagangan dengan pedagang-pedagang dari India dan Cina. Sejak dulu Sunda Kelapa

merupakan pelabuhan yang cukup strategis dan ramai. Maka tidak heran sejak dulu arus

transportasi sudah sedemikian padat di pelabuhan ini. Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa

sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi

dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus

diangkut dengan perahu-perahu. Oleh karena itu dibangunlah pelabuhan baru di daerah

tanjung priok sekitar 15 km kearah timur dari pelabuhan sunda kalapa. Untuk

memperlancar arus barang maka dibangun juga jalan kereta api pertama (1873) antara

Batavia – Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya  muncul trem berkuda yang

ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya. Dari sejarah diatas bisa

diambil kesimpulan bahwa sejak dulu kota Jakarta merupakan kota dengan arus

perpindahan barang maupun orang yang cukup padat. Infrastruktur dasar perkotaannya

pun merupakan infrastrukur transportasi seperti pelabuhan dan jalur kereta api

Perkembangan tranportasi kota Jakarta pun memasuki babak baru ketika daerah-

Page 3: Sejarah Transportasi Jakarta

daerah pemukiman muncul didaerah sekitar pelabuhan. Mulailah muncul jalan-jalan

penghubung di daerah sekitar pelabuhan. Hingga zaman sebelum kemerdekaan , Jakarta

sudah berubah menjadi sebuah kota yang modern yang kala itu bernama Batavia. Pada

saat itu, tahun 1943 sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, ada

angkutan massal yang disebut Zidosha Sokyoku (ZS). Jangan membayangkan bentuk

kendaraan yang bermesin, angkutan tersebut berupa sebuah gerobak yang ditarik seekor

sapi, bahkan ketika keadaan serba sulit karena perang sapi penariknya justru disembelih

untuk dimakan. Selain itu sejak tahun 1910, Jakarta sudah mempunyai jaringan trem.

Trem adalah kereta dalam kota yang digerakkan oleh mesin uap. Trem merupakan

angkutan massal pertama yang ada di Jakarta. Ketika itu Jaringan trem di Jakarta sudah

melayani arus perpindahan dari pelabuhan hingga kampung melayu.  Sampai saat ini

peninggalan jejak trem di Jakarta masih bis kita lihat diantaranya di museum fatahillah

serta di Jembatan bekas trem  yang milintas sungai Ciliwung di daerah Raden Saleh atau

Dipo trem yang sekarang ditempati PPD sebagai dipo di daerah Salemba. Dapat

disimpulaan ketika itu transportasi massal menjadi pilihan utama masyarakat untuk

berpergian di dalam kota

Kebijakan mulai beralih kepada penggunaan kendaraan pribadi sejak taun 1960an

ketika presiden Sukarno memerintahkan penghapuisan trem dari Jakarta dengan alasan

bahwa trem sudah tidak cocok lagi untuk kota sebesar jakarta. Sayangnya ketika trem

dihapus, sebelumnya tidak diimbangi dengan jumlah bus. Ketika itu politik kita yang

‘progresif revolusioner’ berpihak ke Blok Timur yang sedang berkonfrontasi dengan

Blok Barat yang dijuluki Nekolim (neokolonialisme, kolonialisme, dan imperialisme).

Tidak heran bus-bus yang beroperasi di jakarta berasal dari Eropa Timur, seperti merek

Robur dan Ikarus. Akan tetapi, karena jumlahnya tidak banyak, opletlah yang

mendominasi angkutan diJ Jakarta . Sampai-sampai beroperasi ke jalan-jalan protokol, di

samping becak untuk jarak dekat. Waktu itu oplet (dari kata autolet) bodinya terbuat dari

kayu yang dirakit di dalam negeri. Sedangkan mesinya dari mobil tahun 1940-an dan

1950-an, seperti merek Austin dan Moris Minor (Inggris) serta Fiat (Italia). Di Jakarta

juga disebut ostin, mengacu nama Austin, yang sisa-sisanya kini dapat dihitung dengan

jari.

Kemudian pada tahun 1970an terjadi peningkatan jumlah kendaraaan secara

Page 4: Sejarah Transportasi Jakarta

signifikan di Jakarta. Terjadilah revolusi transportasi yang melanda Jakarta. Masyarakat

berlomba-lomba untuk memiliki kendaraaan pribadi. Seakan-akan belum menjadi orang

kaya jika belum mempunyai mobil pribadi. Ditunjang oleh sistem pengkreditan yang luar

biasa mudah, membuat ,aysrakat berlomba-lomba memiliki mobil pribadi. Pemerintah

pun seakan mendukung program ‘pembelian kendaraan pribadi’ ini. Jalan-jalan utama

diperlebar, jalur-jalur ditambah, dan kebijakan-kebijakan lain yang semakin memanjakan

penggunaan mobil pribadi. Akmumulasi akibat dari kebijakan ini adalah  keadaan Jakarta

seperti sekarang. Dimana kapasitas jalan sudah tidak mampu lagi menampung arus

kendaraan yang melintas diatasnya smentra pertumbuhan pemilikan kendaraan tetap saja

tinggi.

Sebenarnya kebijakan transportasi Jakarta, dalam satu dasawarsa terakhir, sudah

memasuki tahapan baru. Pemerintah mulai menyadari bahwa untuk kota seperti Jakarta,

penggunaan transportasi yang bersifat massal lebih menguntungkan dibandingkan

transportasi yang berbasis kendaraan pribadi. Hal ini bisa kita lihat pada kebijakan-

kebijakan transportasi Jakarta dalam satu dasawarsa terakhir ini uyang mulai

menunjukkan tren untuk mengurangi jumlah kendaran pribadi dan memperbaiki sistem

angkutan umum di kota Jakarta.

Di masa Gubernur Surjadi Soedirdja, Kepala DLLAJ DKI Jakarta J. P. Sepang

diperintahkan untuk memberlakukan Sistem Satu Arah (SSA) pada sejumlah ruas jalan.

Langkah ini meniru sistem di Singapura. Pemda DKI Jakarta di masa itu juga membuat

jalur khusus bagi bus kota dengan cat warna kuning, termasuk membangun sejumlah

halte bus dengan sarana telepon umum (Halte 2000). Lagi-lagi sayang, hal tersebut

akhirnya juga diiringi dengan antrean kendaraan yang makin memanjang di jalan-jalan

raya dan bus kota yang tidak juga tertib dalam menaik-turunkan penumpang. Kemudian,

Pemprov DKI Jakarta saat itu juga mempraktekkan sistem pengaturan lampu lalu-lintas

kawasan (Area Traffic Control System-ATSC) pada 110 persimpangan yang bisa

disaksikan setiap sore melalui tayangan Metro TV. Tapi sistem adopsi Jerman itu tidak

efektif untuk mengatasi persoalan transportasi di Jakarta, kalah oleh hujan lebat yang

turun dan berhasil mematikan lampu lalu lintas secara tiba-tiba.

Terakhir, di akhir masa kepemimpinan Sutiyoso, wajah Ibukota dihiasi dengan

bus TransJakarta yang menjadi tulang punggung konsep sistem transportasi

Page 5: Sejarah Transportasi Jakarta

makro/massal (baca: busway). Dengan 7 koridor efektif dan 329 armada bus, busway

justru menjadi masalah baru. Beberapa catatan yang menyebabkan masalah dapat dengan

mudah diidentifikasi, seperti pembangunan koridor di bahu jalan umum tanpa

penambahan luas-panjang dan jaringan jalan, serta jumlah armada yang hanya mampu

menyerap 210.000 penumpang per hari (berbanding 8,96 juta penduduk) dengan tingkat

kepadatan yang tinggi (berdesakan), apalagi dengan kebijakan Fauzi Bowo yang

memperbolehkan kendaraan lain melintasi jalur busway. Busway yang diklaim sebagai

sarana transportasi massal-cepat itupun semakin minim sanjungan. Terbukti, hasil riset

tim Japan International Cooperation Agency (JICA) menyatakan bahwa perpindahan

pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna busway hanya mencapai 14%. Di sisi

lain, Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) menargetkan mampu

menjual sekiar 420 ribu unit kendaraan setahunnya. Ini berarti masyarakat Ibukota tidak

memiliki apresiasi yang baik terhadap busway sebagai tawaran para pengurus Ibukota

(baca: Pemprov DKI Jakarta).

Melihat dari sejarahnya pun, pola transportasi yang paling tepat untuk diterapkan

di kota seperti Jakarta adalah transportasi yang bersiafat massal, yang mampu

mengmindahkan banyak orang sekaligus dalam waktu yang relatif singkat, cepat, dan

aman. Namun sayangnya hal ini tidak disadari oleh pengambil kebijakan ibukota di masa

lampau. Bertuntungnya, pemerintah saat ini muali kembali ke arah kebjikan yang sesuai.

Tren yang berkembang akhir-akhir adalah pengembangan sistem transportasi massal

yang terpadu di DKI Jakarta. Hal ini sudah dimulai sejak diluncurkannya program

Busway oleh gubernur Sutiyoso beberapa tahun yang lalu.

Seajatinya pembangunan infrasturktur transportasi tidak dapat dilakukan dalam

setahun dua tahun. Perlu kebijakan yang berkesinambungan agar masalah ini dapat

diselesaikan dengan baik. Pembangunan mass rapid transit(MRT) beserta sistem yang

mendukungnya adalah solusi jangka yang harus terus diupayakan. Jakarta dalam hal ini

sudah memiliki master plan untuk mengintegrasikan sistem busway, monorel, shelter

bus, serta kereta listrik, sebagai MRT andalannya dimasa datang. Dengan berbagai

kekurangannya, program busway dan kereta listrik bagaimanapun telah menjadi prioneer

MRT yang harus terus didukung dan diperjuangkan.

Disamping itu, dalam tanggung-jawabnya melayani kebutuhan publik Ibukota

Page 6: Sejarah Transportasi Jakarta

Negara. Dalam keseriusan membangun sistem transportasi massal-cepat, pengelola

transportasi Ibukota (juga Indonesia) pun harus menguasai teknologi transportasi.

Konsekuensinya adalah pengembangan industri transportasi yang mandiri. Untuk

pengembangan sistem transportasi jangka panjang, hal ini akan lebih efisien daripada

terus menerus melakukan ’impor’ teknologi dan pemeliharaannya yang sangat mahal.

Namun, tersedianya sarana transportasi massal-cepat tidak bisa berdiri sendiri dalam

menjamin efek yang diharapkan. Dibutuhkan strategi untuk ’mengarahkan’ pilihan

masyarakat menggunakan sarana transportasi massal. Strategi ini akan berusaha

melepaskan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi, sehingga sistem transportasi

massal-cepat dapat berjalan efektif. Secara garis besar, aplikasi kebijakan insentif-

disinsentifikasi pajak kendaraan dan kuota kepemilikan adalah strategi yang tegas bagi

para pengguna kendaraan pribadi. Selain dapat memaksimalkan penggunaan sarana

transportasi massal-cepat oleh sebanyak-banyaknya penduduk, dana yang terkumpul dari

strategi ini juga dapat dialokasikan untuk terus membangun sistem transportasi massal-

cepat yang telah diproyeksikan.

Berikut ini adalah beberapa aplikasi diatas: “Congestion Charging” atau pajak

kemacetan adalah pengenaan pajak pada kendaraan yang melewati wilayah-wilayah

tertentu di dalam sebuah kota, dengan klasifikasi jenis kendaraan tertentu dan pada waktu

tertentu. London, Trondheim, Durham dan beberapa kota lainnya di Eropa menggunakan

strategi ini. Pembayaran pajak dapat dilakukan melalui account khusus atau tempat

lainnya. Kendaraan yang melewati zona tersebut dimonitor oleh kamera khusus yang

merekam plat mobil yang lewat. Semua uang yang terkumpul dari congestion charging

diinvestasikan untuk membangun fasilitas sistem transportasi kota.

Kemudian juga ada strategi penerapan peraturan pembatasan usia kendaraan dan

kelaikan operasional kendaraan bermotor. Dengan begitu, pertumbuhan jumlah

kendaraan dalam kurun waktu tertentu dapat dikontrol. Cara ini juga bisa diparalelkan

dengan pengenaan pajak tinggi kepada para pemilik kendaraan lebih dari satu.

Strategi selanjutnya adalah sistem kuota (Vehicles Quota System-VQS). Dengan

sistem kuota maka tingkat pertumbuhan kendaraan dapat ditekan sekecil mungkin. Di

Singapura, cara ini mampu menekan pertumbuhan kendaraan sebesar 3% per tahun.

Selain itu dapat diberlakukan pola Mobil Liburan (Weekend Car-WEC). Mobil-

Page 7: Sejarah Transportasi Jakarta

mobil ini dibatasi penggunaannya hanya pada akhir pekan atau di luar jam sibuk (peak

hours). Kompensasinya, setiap pemilik kendaraan WEC akan memperoleh potongan

biaya tambahan pendaftaran kendaraan atau potongan biaya pajak.

Sedikit paparan diatas adalah pilihan bagi pengelola Ibukota untuk mengatasi

masalah transportasi. Di samping itu, dalam mengambil keputusan kebbijkan transportasi,

analisis yang tidak boleh dilupakan adalah analisi permintaan terhadap transportasi itu

sendiri. Bisa saja Jakarta sudah mempunyai MRT dan sistem transportasi yang terpadu.

Busway, momorel, Kereta Listrik  serta sistem shelter yang memadai, akan tetapi

permintaan akan transportasi tetap saja besar. MRT tetap saja penuh dan tidak nyaman,

Jakarta tetap macet karena masih banyak kendaraan-kenadraan pribadi yang tidak mampu

diakomodir oleh sistem MRT. Masyarakat masih tetap saja mengeluh bahwa persoalan

transportasi belum selesai sehingga pengurangan permintaan transportasi adalah sesuatu

yang harus kita upayakan.

Solusi Alternatif Permasalahannya

Salah satu caranya adalah dengan memeratakan pertumbuhan ekonomi di

Jakarta ke daerah sekitarnya. Sehingga orang tidak perlu berbondong-bondong

mendatangi Jakarta hanya untuk mencari sesuap nasi. Alternatif lainnya dalah dengan

membuat kawasan-kawasan terpadu di Jakarta. Dimana, tempat-tempat seperti pasar, 

tempat rekreasi, rumah sakit di satukan dalam satu kawasan yang dekat dengan warga

sehingga untuk mencapai tampat itu masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan jauh.

Sebagai penutup, masalah transportasi adalah masalah yang tidak bisa

diselesaikan hanya dengan usaha pemerintah saja. Jika sekarang kita berandai kekuatan

Pemprov DKI Jakarta mampu merealisir pembangunan sistem transportasi massal-cepat

yang efisien, accessible, dan ‘hijau’ untuk seluruh penghuni wilayah, Jakarta tempo

doeloe yang dilukiskan dengan bangunan tua, pepohonan, trem, dan sepeda rasanya dapat

menjelma menjadi Jakarta masa depan yang dihiasi dengan senyum penduduk Ibukota

disepanjang jalan yang lancar dan teratur. Semoga. Tentu saja dengan peran aktif kita

semua, warga masyarakat DKI Jakarta.

Page 8: Sejarah Transportasi Jakarta