SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT ALkindi.doc

download SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT ALkindi.doc

of 21

Transcript of SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT ALkindi.doc

PAGE 0

SEJARAH PEMIKIAN FILSAFAT AL-KINDIMAKALAH

Diajukan sebagai Tugas Matakuliah Sejarah Pemikiran Islam

Semester Satu Konsentrasi Ekonomi Islam

Oleh

Muhammad Nizar

NIM. F0.5.4.11.174

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2011

SEJARAH PEMIKIRAN FILSAFAT AL-KINDIOleh Muhammad Nizar

Di kalangan kaum muslimin, orang yang pertama-tama memberikan pengertian tentang filsafat dan lapangannya ialah al-Kindi. Ia membagi filsafat menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Thibiyyat (ilmu fisika), sebagai tingkatan yang paling bawah.

2. Al-ilm-ur-riyadli (matematika), sebagai tingkatan tengah-tengah.

3. Ilmur-rububiyyah (ketuhanan), sebagai tingkatan yang paling tinggi.

Alasan pembagian tersebut ialah karena ilmu adakalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindra, yaitu sesuatu yang berbenda, yaitu fisika, atau adakalanya yang berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud sendiri, yaitu matematika, yang terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi dan musik, atau tidak berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud sendiri, yaitu matematika yang terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi dan musik, atau tidak berhubungan dengan benda sama sekali, yaitu ilmu ketuhanan.

A. Riwayat Hidup Al-KindiNama al-Kindi adalah nisbah dari suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Bani Kindah yang bermukim di Yaman atau Hijaz. Bani Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.

Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Yaqub bin Ishaq Ash-Shabbah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al Asyats bin Qays al-Kindi. Ia dilahirkan di Kuffah tahun 185-252 H (801-865 M). Ayahnya, Ishaq Ash-Shabbah, adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-Mahdi (775-785 M) dan Harun al-Rasyid dari bani Abbas (786-809 M), dan nenek-neneknya adalah raja di daerah Kindah dan sekitarnya (Arabiyah Selatan). Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-Kindi lahir. Dengan demikian al-Kindi dibesarkan dalam keadaan yatim.Memperhatikan tahun lahirnya, dapat dikatakan bahwa al-Kindi hidup pada masa keemasan kekuasaan bani Abbas. Pada masa kecilnya, al-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid yang terkenal sangat memperhatikan ilmu pengetahuan bagi kaum muslimin. Pada masa pemerintahaanya, Bahdad menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat ilmu pengetahuan. Al-Rasyid mendirikan semacam akademik atau lembaga, tempat pertemuan para ilmuwan yang disebut Bayt al-Hikmah (balai ilmu pengetahuan). Al-Rasyit wafat pada tahun 193 H (809 M) ketika al-Kindi masih berumur 9 tahun. Sepeninggalan al-Rasyid, putranya, al-Amin menggentikannya sebagai khalifah, tetapi pada masanya tidak tercatat ada usaha-usaha untuk mengembangkan lebih lanjut ilmu pengetahuan yang telah dirintis dengan mengembangkan usaha susah payah oleh ayahnya. Al-Amin wafat pada tahun 198 H (813 M), kemudian digantikan oleh saudaranya al-Makmun. Pada masa pemerintahan al-Makmun (198-228 H) perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat. Fungsi bayt al-Hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada masanya berhasil dipertemukan antara ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu asing, khususnya dari Yunani ke dalam bahasa Arab, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dikalangan kaum muslim sangat pesat karena memperoleh kesempatan untuk mengembangkan diri. Dan pada waktu inilah al-Kindi muncul sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab. Bahkan ia memberi komentar terhadap pikiran-pikiran para filosof Yunani.

Al-Kindi yang dilahirkan di Kuffah pada masa kecilnya memperoleh pendidikan di Basrah. Tentang siapa guru-gurunya tidak dikenal, karena tidak terekam ke dalam sejarah hidupnya. Tetapi dapat di pastikan ia mendapat ilmu-ilmu sesuai dengan kurikulum pada masanya. Ia mempelajari al-Qura>n, membaca, menulis dan berhitung. Setelah menyelesaikan pelajaran dasarnya di Basrah, ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, ia mahir sekali dalam berbagai macam cabang ilmu yang ada pada waktu itu, seperti ilmu ketabiban (kedokteran), filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi, dan lain-lain. Ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga dipelajari, dan sekurang-kurangnya salah satu bahasa yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan kala itu dikuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani inilah al-Kindi menerjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Nama al-Kindi menanjak setelah hidup di istana pada masa pemerintahan al-Mutasim yang menggantikan al-Mamun pada tahun 218 H (883 M) karena pada waktu itu al-Kindi dipercaya pihak istana sebagai guru pribadi pendidik putranya, yaitu Ahmad bin Mutasim. Pada masa inilah al-Kindi berkesempatan menulis karya-karyanya, setelah pada masa al-Makmun menerjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.

B. Karya-Karya Al-Kindi

Karya ilmiah al-Kindi umumnya hanya berupa makalah-makalah, tetapi jumlahnya amat banyak, Ibnu Hadim, dalam kitabnya al-Fihrits, menyebutkan lebih dari 230 buah.

Jumlah karangan yang sebenarnya sukar ditentukan, karena dua sebab:1. Penulis-penulis biorgafi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangan tersebut. Ibn an-Nadim dan al-Qafthi menyebut 238 risalah (karangan pendek), dan Shaad al Andalusi> menyebutnya 50 buah, sedang sebagian dari karangan-karangan tersebut telah hilang musnah.2. Karangan-karangannya yang sampai kepada kita ada yang memuat karangan-karangannya yang lain.

Isi karangan-karangan tersebut bermacam-macam, antara lain filsafat, musik, arismatika, dan lain-lain. Al-Kindi tidak banyak membicarakan persoalan-persoalan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, akan tetapi ia lebih tertarik dengan definisi-definisi dan penjelasan kata-kata, dan lebing mengutamakan ketelitian pemakaian kata-kata dari pada menyelami problem-problem filsafat. Pada umumnya karangan-karangan al-Kindi ringkas-ringkas dan tidak mendalam.

Diperkirakan karya yang pernah ditulis Al-Kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Dalam bidang filsafat, diantaranya adalah:

1. kitab Al-Kindi ila Al-Mutashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (tentang filsafat pertama).2. kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masail al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa ma fawqa al-Thabiiyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah-masalah logika dan muskil, serta metafisika).3. kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ilm al-Riyadhiyyah (tentang filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika).4. kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles dalam kategori-kategorinya).5. kitab fi Maiyyah al-ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan dan klasifikasinya).6. Risalah fi Hudud al-Asyya wa Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan uraiannya).7. Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan).8. kitab fi Ibarah al-Jawami al Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai ide-ide komprehensif).9. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tilisan filosofis tentang rahasia-rahasia spiritual).10. dan Risalah fi al-Ibanah an al-illat al-Failat al-Qaribah li al-kawn wa al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan kerusakan).Karena sebagian besar karangan-karangannya telah hilang, maka sukar sekali untuk memberikan penilaian yang tepat terhadap buah pikirannya, meskipun hal ini tidak mengurangi penghargaan terhadapnya sebagai seorang filosof pertama memberikan ulasan dan kritiknya terhadap buku-buku filsafat dari masa-masa sebelumnya.

Karangan-karangan yang terkenal diketemukan oleh seorang ahli ketimuran Jerman, yaitu Hillmuth Ritter, di perpustakaan Aya Sofia, Istambul, dan terdiri dari 29 risalah. Risalah ini membicarakan soal-soal alam dan filsafat,antara lain keEsaan Tuhan, akal, jiwa, filsafat pertama. Risalah-risalah tersebut sudah diterbitkan di Mesir oleh M. Abdul Hadi Aburaidah.

Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran al-Kindi ialah:

1. Aliran Pyitagoras tentang matematika sebagai jalan ke araf filsafat.

2. Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan matefisika, meskipun al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qodimnya alam.3. Pikiran-pikiran Plato dalam soal kejiwaan.

4. Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.

5. Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama)dalam soal-soalyang berhubungn dengan Tuhan dan sifat-sifatnya.

6. Aliran Mutazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat al-Qura>n.

C. Al-Kindi dan Filsafat

Dalam risalahnya yang ditujukan ke Mutasim ia menyatakan bahwa filsafat ialah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berpikir. Kata-katanya ini ditujukan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengingkarinya, karena dianggapnya sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran. Sifat mereka inilah yang selalu menjadi rintangan bagi filosof-filosof Islam, terutama pada masa Ibnu Rusyd.

Al-Kindi meninjau filsafat dari dalam dan dari luar. Dengan tinjauan dari dalam ia bermaksud mengikuti pandangan filosof-filosof besar tentang arti kata-kata filsafat, dan dalam risalahnya yang khusus mengenai definisi filsafat, ia meyebutkan enam definisi yang kebanyakannya bercorak Platonisme. Dengan tinjauan dari luar, ia bermaksud memberikan sendiri definisi filsafat.Menurut al-Kindi, filsafat ialah ilmu tentanh hakikat ((kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (wahdaniyyah), ilmu keutamaan (fadlilah), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi tujuan seorang filsafat bersikap teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat kepada tindakan semakin dekat pula kepada kesempurnaan.

Dalam keterangan al-Kindi tersebut terdapat unsur-unsur pikiran dari Plato dan Aristoteles. Unsur Aristoteles ialah pembagian filsafat kepada teori dan amalan. Unsur Plato ialah definisinya, karena sebelum al-Kindi, Plato telah mengetahui bahwa folosof ialah orang yang menghiasi dirinya dengan mencintai kebenaran serta penyelidikan, dan lebih mengutamakan jalan keyakinan dari pada jalan dugaan (dhan).Jalan mencapai kebenaran telah digariskan oleh Plato dan aliran Pytagoras. Plato mengatakan bahwa inti filsafat ialah mencintai, mengatur dan mengagungkan kekuatan akal dan hati. Apabila hal ini bisa dicapai oleh seseorang, maka ia akan dapat menerima pengetahuan dan dengan pengetahuan ini ia akan sanggup menjalankan tugasnya. Pengetahuan tersebut adalah ilmu hisab (arismatika), handasah (geometri), falak (astronomi) dan jadal (ilmu berdebat),Aliran Pytagoras menetapkan aliran matematika sebagai jalan ke arah filsafat. Sesuai dengan itu maka al-Kindi dalam salah satu risalahnya menyatakan perlunya matematika untuk filsafat dan pembuatan obat-obatan (aqaqir thibbiyah).

Dalam risalah lain yang berjudul buku Aristoteles yang diperlukan untuk mempelajari filsafat, al-Kindi menekankan perlunya mempelajari buku-buku Aristoteles dalam menyebutkan urutann-urutan kegunaan dan tngkatannya. Juga ia mengatakan bahwa metematika diperlukan juga untuk mempelajari buku-buku tersebut disamping diperlukan untuk mempelajari filsafat.

Dengan demikian maka al-Kindi, selain mempelihara corak Platoisme dan Pytagoras, ia juga pengikut Aristoteles pertama di dunia Arab.

D. Filsafat Fisika

Soal fisika diuraikan oleh al-Kindi dalam beberapa risalahnya. Risalah-risalah inipun masih menunjukkan corak Aristoteles dan Platoisme, dengan jalan memilih dan menggabungkan pemikiran-pemikiran kedua filosofi tersebut.

Al-Kindi mengatakan bahwa alam ini ada illatnya (sebab) yang jauh dan yang menjadikan sebagiannya sebagai illat bagi yang lain. Karena itu alam ini asalanya tidak ada, karena diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya pula, ia tidak dapat membenarkan qodimnya alam.

Ia juga mengatakan bahwa di dalamalam ini terdapat bermacam-macam gerak, antara lain gerak kejadian dan empat illat yang telah diperkatakan oleh Aristoteles sebelumnya, yaitu illat materi atau illat unsur (illat madiyah, material cause), illat bentuk (illat shuriyah, form cause), illat pencipta (illat failah, moving cause), dan illat tujuan (illat ghayah, final cause). Ia akhirnya sampai kepada apa yang disampaikannya illat pencipta terjauh bagi tiap-tiap kejadian dan kemusnahan, yaitu illat pertama atau Tuhan, dan ia mencapai kepada illat terdekat, yaitu semua benda-benda langit yang bekerja untuk menjadikan atau memusnakan dengan perantara empat unsur di bawah ini.

Kebudayaan dan kemusnahan hanya terjadi pada alam yang berada di bawah bulan, karena menurut al-Kindi dan orang-orang sebelumnya, kejadian dan kemusnahan tersebut hanya bisa terjadi pada benda-benda yang mempunyai kwalitas dan mengandung perlawanan. Panas, dingin, basah dan kering merupakan permulaan qualitas. Empat unsur ini tidak terdapat pada benda-benda langit, yaitu sejak dari bulan sampai kepada akhir benda langit, yang karenanya maka pada alam terakhir ini tidak terdapat kejadian dan kemusnahan.Al-Kindi mengatakan bahwa benda-benda langit mempunyai kehidupan serta mempunyai indra-indra yang diperlukan untuk dapat berfikir dan membedakan. Oleh sebab itu benda-benda langit adalah benda-benda yang hidup, berpikir dan bisa membedakan.

Oleh karena benda-benda langit menjadi illat terdekat bagi kejadian dan kemusnahan dalam alam ini, maka kehidupan di bumi menjadi tergantung kepadanya. Benda-benda langit itulah yang menimbulkan kehidupan di bumi sebagai akibat gerakannya yang abadi (terus menerus) menurut arah tertentu. Dengan demikian, maka kita harus merasakan keagungan kekuasaan Tuhan.

Tentang baharunya alam, maka dalam mengemukakan bukti-buktinya ia mengikuti ajaran agama Islam dan pikiran-pikiran Aristoteles. Dalil al-Kindi berpangkal pada arti gerak dan waktu (zaman), serta pertalian antara keduanya, kemudian pertalian keduanya dengan benda.

Ia mengatakan bahwa zaman adalah zamannya benda, artinya masa wujudnya, karena zaman itu tidak mempunyai wujud sendiri. Gerak juga adalah geraknya benda, karena gerak tidak mempunyai wujud yang berdiri sendiri. Benda dalam alam ini bagaimanapun juga mengalami pergantian dengan salah satu macamnya tertentu, baik pergantian itu adalah gerak sekitak pusatnya (rotasi), ataupun gerak benda dari satu tempat ke tempat lain (gerak revolusi), atau gerak tombak atau gerak surut (kurang), atau gerak menjadi bentuk lain, atau gerak esensi (jauhariyyah) dalam bentuk kejadian dan kemusnahan (gerak menjadi ada dan menjadi tidak ada).Tiap-tiap gerak berarti merupakan bilangan masa benda, dan oleh karena itu maka gerak hanya terdapat pada apa yang mempunyai zaman. Berdasarkan ini, maka gerak itu ada, apabila ada benda, karena tidak mungkin ada benda yang semula diam kemudian bergerak, sebab benda-benda ini adakalanya baharu atau qadim. Kalau baru, maka wujudnya dari tiada adalah kejadian, sedang kejadian merupakan salah satu macam gerak. Jadi baharunya benda alam adalah gerakan, dan oleh karena itu baharu dan gerak selalu bergandengan. Jika benda itu qadim dan diam yang mungkin bisa bergerak , kemudian bergerak sesudah itu, maka hal ini berarti bahwa sesuatu yang azali mengalami perubahan. Tetapi yang qadim tidak mungkin mengalami perubahan.Jika benda tidak terdapat tanpa gerak, sedangkan gerak menjadi syarat pokok bagi wujudnya zaman, dan zaman benda adalah masa wujudnya, maka kelanjutannya dari ini semua adalah bahwa benda, gerak dan zaman terdapat bersama-sama dimana dimana salah satunya tidak mendahului yang lain. Oleh karena ketiga perkara ini terbatas, karena terutama zaman tidak mungkin tidak terbatas, maka artinya masa wujudnya alam ini terbatas pula. Jadi alam ini adalah baru. Bila demikian keadaannya, maka benda, gerak dan waktu harus terbatas permulaannya, dan apabila terbatas permulaannya maka artinya ketiga-tiga perkara tersebut tidak azali.

Di sini kita dapat melihat bahwa al-Kindi berbeda sama sekali dari Aristoteles sebab kalau Aristoteles tidak membenarkan bahwa kejadian itu (kejadian dari tiada sama sekali) adalah gerak, karena hal ini mengharuskan adanya sesuatu sebagai tempat berlangsungnya gerak, maka kita dapati al-Kindi mengatakan bahwa penciptaan (ibda, kejadian dari tiada sama sekali) bagi benda bergandengan dengan geraknya. Apabila al-Kindi mengatakan dengan jelas adanya permulaan bagi zaman, dengan menyalahi Aristoteles.E. Matefisika

Persoalan mata fisika dibicarakan oleh al-Kindi dalam beberapa risalahnya, antara lain risalah yang berjudul tentang filsafat pertama dan tentang keesaan Tuhan dan berakhirnya benda-benda alam. Pembicara dalam soal ini meliputi hakikat Tuhan, wujud Tuhan dan sifat-sifat Tuhan.

1. Hakikat Tuhan

Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Ia selalu mustahil tidak ada, ia akan selalu ada dan akan selalu ada. Oleh karenanya Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujudnya dan tidak ada wujud kecuali dengan Nya.2. Bukti-bukti wujud Tuhan

Untuk membuktikan wujud Tuhan ia menggunakan tiga jalan, yaitu:a. Baharunya alam.

b. Keanekaragaman dalam wujud (katsrah fil maujuda>t).

c. Kerapian alam.

Untuk jalan pertama al-Kindi menanyakan apakah mungkin menjadi sebab bagi wujud dirinya, ataukah tidak mungkin. Dijawabnya, bahwa hal ini tidaklah mungkin. Jelasnya ialah bahwa alam ini baru dan ada permulaan waktunya, karena alam ini terbatas. Oleh karena itu, maka mesti ada yang menyebabkan alam ini terjadi (ada yang menjadikan). Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya, dengan demikian, maka ia diciptakan oleh penciptanya dari tiada.

Untuk jalan kedua, al-Kindi mengatakan bahwa dalam alam ini, baik alam indrawi atau alam lain yang menyamainya, tidak mungki ada keanekaragaman tanpa keseragaman, atau ada keseragaman atau keaneka ragaman. Kalau alam indrawi tergabung dalam keanekaragaman dan keseragaman bersama-sama, maka hal ini bukan karena kebetulan, melainkan karena suatu sebab. Akan tetapi sebab ini bukanlah alam itu sendiri, sebab kalau alam itu sendiri yang menjadi sebabnya, maka tidak ada habis-habisnya, dan demikian seterusnya, sedang sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu maka sebab tersebut haruslah berada diluar alam atau lebih mulia, lebih tinggi dan lebih dahulu adanya, karena sebab harus ada sebelum malulnya (efek, akibat).Untuk jalan ketiga, yaitu jalan kerapian alam dan pemeliharaan tuhan kepadanya, maka al-Kindi mengatakan bahwa alam lahir tidak mungkin rapi dan teratur kecuali karena adanya Dzat yang tidak nampak. Dzat yang tidak nampak tersebut hanya dapat diketahui melalui bekas-bekasnya dan kerapian yang terdapat pada alam ini terkenal dengan nama illat tujuan (illat ghayah) yang telah ditentukan oleh Aristoteles sebelumnya.3. Sifat-sifat Tuhan

Persoalan sifat-sifat Tuhan ramai dibicarakan orang, pada masa al-Kindi, dan dalam hal ini ia mengikuti pendirian golongan Mutazilah. Diantara sifat-sifat Tuhan ialah keesaan, suatu sifat yang paling khas bagiNya. Tuhan itu satu DzatNya dan satu dalam hitungan. Karena itu pula maka sifat Tuhan ialah Yang Maha Tahu, Yang Maha Berkuasa, Yang Hidup dan seterusnya.Al-Kindi membuktikan keesaan tersebut dalam mengatakan bahwa Ia bukan benda (huyula, maddah), bukan form (shura), tidak mempunyai kuantitas, tidak mempunyai kwalitas, tidakberhubungan dengan yang lain (adlafah), misalnya sebagai ayah atau anak, tidak bisa disifati dengan apa yang ada dalam pikiran, bukan genus, bukan fiffetentia (fasl), bukan proprium (khassah), bukan accident (aradl), tidak bertubuh, tidak bergerak. Karenanya, maka Tuhan adalah keesaan belaka, tidak ada lain kecuali keesaan itu semata.Karenanya pula, tuhan bersifat Azali, yaitu Dzat yang sama sekali tidak bisa dikatakan pernah tidak ada, atau pada permulaannya ada, melainkan Dzat yang ada dan wujudnya tidak tergantung pada lainNya atau tergantung kepada sebab, tidak ada yang menjadikannya dan tidak ada sebab yang ia adalah Dzat yang karenaNyamaka ia ada bukan subyek atau predikat.

Dzat yang Azali tidak rusak (musnah). Ia tidak bergerak, karena dalam gerakitu artinya ada pertukaran yang tidak sesuai dengan wujud Tuhan yang sempurna. Karena Dzat yang Azali itu tidak bergerak, maka zaman (waktu) tidak berlaku padanya, karena zaman itu adalah bilangan gerak. Akan tetapi Dzat tersebut mempunyai pekerjaan khusus yang disebutnya Ibda, artinya menjadikan sesuatu dari tiada, tanpa mengandung pengertian bahwa ia mempunyai perasaan atau menerima pengaruh (infial atau ta-atstsur).Kesimpulannya ialah bahwa Tuhan adalah sebab pertama (first causa), dimana wujudnya bukan karena sebab yang lain. Ia adalah Dzat yang menciptakan, tetapi bukan diciptakan, menciptakan segala sesuatu dari tiada. Ia adalah Dzat yang menyempurnakan, tetapi bukan disempurnakan.

F. Tinjauan terhadap Al-Kindi

Al-Kindi adalah filosof yang pertama-tama menyelami persoalan filsafat dan keilmuan dengan menggunakan bahasa Arab, seperti halnya dengan Descartes dengan bahasa Prancis, meskipun berbeda waktu, corak pemikiran dan luasnya pembicaraan. Sebagian orang yang mempelajari pikiran-pikiran filsafat dari masa-masa sebelumnya, maka ia harus memperkenalkan pikiran-pikiran tersebut kepada dunia Arab Islam tentang berbagai persoalan yang sebenarnya terasa asing sama sekali oleh mereka. Dari segi ini, maka al-Kindi menghadapi kesulitan yang besar, akan tetapi ia telah dapat menyelesaikannya dengan baik.

1. Ia menggunakan istilah-istilah Arab untuk pengertian kata-kata Yunani. Kalau terpaksa menggunakan kata-kata Yunani yang asli, maka disebut juga istilah Arabnya, seperti kata-kata filsafat, hikmah dan mushawarah, hule, thin (tanah). Untuk ketelitian pemakaian istilah-istilah, maka ia menulis risalah yang khusus untuk ini, dan risalah ini merupakan buku tertua yang sampai kepada kita. Kadang-kadang ia mengambil kata-kata Arab kuno yang hampir hilang dari pemakaian, seperti kata-kata ais untuk kata wujud. Definisi-definisi yang dibuatnya teliti, tepat dan ringkas. Kesemuanya ini menunjukkan bahwa ia tahu benar bahasa Arab dan dapat menguasainya.

2. Ia telah meneliti persoalan-persoalan filsafat meskipun telah dibicarakan filosof-filosof sebelumnya, namun ia tetap mempertahankan kepribadiannya dan pendapatnya sendiri. Karenanya, maka ia tidak sekedar mengutip dari Aristoteles dan Plato atau filosof-folosof Yunani lainnya, tetapi ia juga mana yang sesuai dengan pemikirannya sendiri dan kepercayaan agamanya.Dalam filsafat fisika misalnya, ia mengikuti Aristoteles, meskipun tidak menyetujui sifat qodim-nya alam beserta alasan-alasannya. Begitu pula dalam soal kejiwaan ia mengesampingkan Aristoteles dan lebih suka memilih pikiran Plato, karena pikiran-pikiran Plato ini bersifat rohani (idealis) yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Tentang Tuhan dan sifatnya, maka al-Kindi bersikap sebagai orang Islam Mutazilah. Kalau dicari persamaannya dengan aliran-aliran filsafat sebelumnya. Maka kita bisa menunjuk aliran Stoa, dimana aliran ini menganggap Tuhan sebagai dzat Pengatur Alam dan pemelihara alam, Yang Berakal, dimana bekasnya nampak pada alam.

Akan tetapi haruslah diakui, bahwa al-Kindi tidak mempunyai sistem filsafat yang lengkap. Jasanya ialah hanya ia orang yang pertama membuka ilmu filsafat bagi dunia Arab dan diberinya corak Arab keislaman. Pendiri filsafat Islam yang sebenarnya ialah al-Farabi.

G. Pemaduan Agama dan Filsafat Menurut Al-Kindi

Al-Kindi mempertemukan agama dan filsafat, atas dasar pertimbangan bahwa filsafat ialah ilmu tentang kebenaran dan agama juga adalah tentang ilmu tentang kebenaran pula, dan oleh karena itu maka tidak ada perbedaan antara keduanya. Pengaruh golongan Mutazilah nampak jelas pada jalan pikirannya, ketika ia menetabkan kesanggupan akal manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ilmu filsafat pertama yang meliputi ketuhanan, keesaan, keutamaan dan ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana cara memperoleh hal-hal yang berguna dan menjauhkan hal-hal yang merugikan, dibawa juga oleh Rasul-rasul dari Tuhan.Menurut al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk mengetahui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun datangnya, meskipun dari bangsa-bangsa lain yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Orang yang mengingkari filsafat, berarti mengingkari kebenaran, dan oleh karenanya maka ia menjadi kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat memerlukan sekali kepada filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya tentang tidak perlunya filsafat.

Memang kadang-kadang terdapat perlawanan dalam lahirnya antara hasil-hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat al-Quran, hal mana yang menyebabkan ada orang yang menantang filsafat. Pemecahan al-Kindi terhadap soal ini ialah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti yang sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (arti kiasan, atau bukan arti yang sebenarnya). Arti majazi hanya dikatakan dengan jalan takwil (penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama dan ahli pikir.Kalau ada perbedaan filsafat dengan ilmu nabi-nabi (agama), maka perbedaan itu hanya dengan cara, sumber dan ciri-cirinya, karena ilmu nabi-nabi diterima oleh mereka sesudah jiwanya dibersikan oleh Tuhan dan disianpakNya untuk memperoleh ilmu pengetahuan (ilmu) dengan cara luar biasa di luar hukum alam. Selain itu ilmu nabi-nabi itu jelas dan mudah di mengerti.

Sesuai dengan pendiriannya, bahwa filsafat harus dimiliki maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya, dengan jalan mengikuti orang-orang yang sebelumnya dan menguraikannya sebaik-baiknya.

H. Kesimpulan

Nama al-Kindi adalah nisbah dari suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Bani Kindah yang bermukim di Yaman atau Hijaz. Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Yaqub bin Ishaq Ash-Shabbah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al Asyats bin Qays al-Kindi, Ia dilahirkan di Kuffah tahun 185-252 H (801-865 M).

Karya ilmiah al-Kindi umumnya hanya berupa makalah-makalah, tetapi jumlahnya amat banyak, dalam kitabnya al-Fihrits, menyebutkan lebih dari 230 buah, diantaranya kitab fi Maiyyah al-ilm wa Aqsamihi, Risalah fi Hudud al-Asyya wa Rusumiha, Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam, dan lain-lain.Al-Kindi adalah seorang filosuf Islam yang berupaya memadukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Sebagai filosuf, Al-Kindi mempercayai kemampuan akal untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi pada saat yang sama ia juga mengakui bahwa akal mempunyai keterbatasan dalam mencapai pengetahuan metafisik.

Al-Kindi membagi filsafat menjadi tiga bagian, yaitu: Thibiyyat (ilmu fisika), sebagai tingkatan yang paling bawah, Al-ilm-ur-riyadli (matematika), sebagai tingkatan tengah-tengah, Ilmur-rububiyyah (ketuhanan), sebagai tingkatan yang paling tinggi.

Daftar Pustaka

Abu Bakar Atjeh, Ilmu Ketunahah (Ilmu Kalam), Jakarta: Tinta Mas, 1966.

Bakar Atjeh, Abu, Ilmu Ketuhanan (Ilmu Kalam), Jakarta: Tinta Mas, 1966.

Faru>kh, Umar, Tari>kh al Fikr al Arabi>, Bairut: 1962.

Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Isla>m, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Ibnu Nadim, Al-Fahrits, Mesir: tt.

Kabis Helminski, Sejarah Isla>m, Jogjakarta: Diglossia, 2007.

Lutfi> Jumah, Muhammad, Tarikh Fala>sifah al-Isla>m, Mesir: 1927.

Munir Amin, Samsul, Sejaran Peradaban Isla>m, Jakarta: Amzah, 2009.

Mustafa, Filsafat Isla>m, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Mustafa>, Filsafat Isla>m Cetakan II, Bandung: Pustaka Setia: 2004.

Nasution, Hasyi>msah, Filsafat Isla>m, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.

Susanto, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Syalabi, Ahmad, Al-Tari>kh Al-Isla>mi, Cairo: 1996.

1

Makalah ini di buat sebagai tugas matakuliah Sejarah Pemikiran Islam, konsentrasi Ekonomi Islam PPS IAIN Sunan Ampel Surabaya angkatan 2011.

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Isla>m, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 6.

Ibid., 7.

Mustafa>, Filsafat Isla>m, (Bandung: Pustaka Setia: 2004), 99.

Hasyi>msah Nasution, Filsafat Isla>m, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), 15.

keturunan Arab asli dan silsilah nasabnya sampai kepada Yarub bin Qahtha>n, yaitu nenek pertama suku Arabiyah Selatan. Ibid., 7.

Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 99.

Samsul Munir Amin, Sejaran Peradaban Isla>m, (Jakarta: Amzah, 2009), 135.

Ahmad Syalabi, Al-Tari>kh Al-Islami, (Cairo: 1996), 108.

Lihat juga, Mustafa, Filsafat Isla>m, 100.

Muhammad Lutfi Jumah, Tarikh Fala>sifah al-Isla>m, (Mesir: 1927), 1.

Umar Faru>kh, Tari>kh al Fikr al Arabi>, (Bairut: 1962), 225.

Ibnu Nadim, Al-Fahrits, (Mesir: tt), 372.

Hanafi, Pengantar Filsafat Isla>m, 11.

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Isla>m, 17.

Ibid., 23

Ibid., 21

Ibid., 35.

Ibid., 47.

Ibid., 65.

Lutfi, Tarikh Fala>sifah al-Isla>m, 9.

Abu Bakar Aceh, sejarah filsafat isla>m, (ttp: Ramadani, 1970), 46.

Manfaat mempelajari filsafat diantaranya. Pertama, mengajarkan kepada kita untuk lebih mengenal diri sendiri secara totalitas. Kedua, filsafat mengajarkan tentang hakikat alam semesta. Ketiga, mengajarkan hakikat Tuhan. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi arsara, 2011), 17-18.

Golongan Mutazilah juga dinamakan golongan qadariyah, karena mereka berkeyakinan bahwa segala perbuatan manusia yang diperbuat dengan sengaja, terjadi atas daya upaya orang itu sendiri yang diciptakan oleh qudrat yang dijadikan oleh Allah untuknya. Jadi segala gerak gerik manusia tidak dicampuri oleh iradat dan qudrat Allah. Abu Bakar Atjeh, Ilmu Ketunahah (Ilmu Kalam), (Jakarta: Tinta Mas, 1966), 48.

Umat Isla>m percaya Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir. Beliau disebut penutup nabi-nabi, beliau juga pembawa pesan dari Tuhan, yakni kitab suci al-Qura>n. Al-Qura>n merupakan kitab terpenting bagi umat Isla>m, dan menjadi sumber dari semua yang ada dalam Isla>m. Kabis Helminski, Sejarah Isla>m, (Jogjakarta: Diglossia, 2007), 97.

Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Isla>m, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 60-61.