Sejarah FIlsafat Perencanaan

42
Sejarah Filsafat Ilmu Perencanaan Tugas Makalah II Filsafat Ilmu Pengetahuan Muhammad Fathoni

Transcript of Sejarah FIlsafat Perencanaan

Page 1: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Sejarah Filsafat Ilmu Perencanaan

Tugas Makalah II Filsafat Ilmu Pengetahuan

Muhammad Fathoni

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Program Studi Doktor Transportasi

Institut Teknologi Bandung2012

Page 2: Sejarah FIlsafat Perencanaan

SEJARAH FILSAFAT ILMU PERENCANAAN

A. FILSAFAT PERENCANAAN

A.1. Definisi

Perencanaan menurut Abe (2001, 43) tidak lain dari susunan (rumusan) sistematik

mengenai langkah (tindakan-tindakan) yang akan dilakukan di masa depan, dengan

didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi, faktor-faktor

eksternal dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.

Dalam pengertian ini, termuat hal-hal yang merupakan prinsip perencanaan, yakni : (1) apa

yang akan dilakukan, yang merupakan jabaran dari visi dan misi; (2) bagaimana mencapai hal

tersebut; (3) siapa yang akan melakukan; (4) lokasi aktivitas; (5) kapan akan dilakukan,

berapa lama; dan (6) sumber daya yang dibutuhkan.

Bersesuaian dengan pendapat di atas, Tjokroamidjojo (1992, 12) mendefinisikan

perencanaan sebagai suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum

output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Selanjutnya

dikatakan bahwa perencanaan merupakan penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan

dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.

Menurut Ovalhanif (2009), “filsafat perencanaan” adalah suatu studi tentang prinsip-

prinsip dalam proses dan mekanisme perencanaan secara mendalam, luas, dan menyeluruh

berdasarkan filsafat antologis, epistemologis, dan aksiologis.

Filsafat perencanaan juga diharapkan akan dapat menguraikan beberapa komponen

penting perencanaan dalam sebuah perencanaan yakni tujuan apa yang hendak dicapai,

kegiatan tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan dan waktu kapan bilamana tindakan

tersebut hendak dilakukan.

A.2. Urgensi Perencanaan

Pada tahap awal kemunculan perencanaan kota, urgensi dari perencanaan ini adalah

menciptakan suatu keteraturan bangunan secara fisik tanpa kompleksitas yang tinggi karena

jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dan kompleksitas masalah yang tidak terlalu

tinggi. Pada akhir tahap awal ini, bangunan fisik kota yang teratur merupakan simbol bagi

kekuatan pemerintahan yang sedang berlangsung. Persaingan antar kota kerajaan untuk

1

Page 3: Sejarah FIlsafat Perencanaan

membuktikan simbol tersebut menjadi urgensi perencanaan kota pada tahap ke dua.

Pembangunan kota lebih diarahkan pada pembangunan fisik kota yang mendukung kegiatan

perang seperti konstruksi dinding pertahanan kota dan jalan dengan pola radial-concentric.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka kompleksitas perkotaan semakin

meningkat. Selain itu, penemuan teknologi baru membawa dampak yang sangat signifikan

terhadap perencanaan kota. Dalam hal ini, timbul masalah baru yang harus mendapat

penyelesaian. Oleh karenanya, urgensi perencanaan kota pada tahap ke tiga ini adalah

merespons permasalahan kota yang timbul akibat perkembangan teknologi. Kondisi ini tidak

berubah pada tahap ke empat. Hanya saja, dengan kompleksitas masalah yang lebih tinggi

dan populasi yang lebih besar. Adapun catatan penting yang diperoleh pada tahapan ini

adalah beberapa masalah yang sebelumnya merupakan domain ilmu perencanaan mulai

diambil alih oleh disiplin ilmu lain. Hal ini berkaitan erat dengan perkembangan teknologi

yang semakin futuristic dan massive. Contohnya adalah inovasi di bidang arsitetur.

Beberapa konsep dan design utopis kota masa depan menunjukkan bahwa suatu kota

di masa depan dimungkinkan untuk berada pada suatu bangunan saja, dimana penduduknya

bisa bertahan hidup di dalam bangunan tersebut mulai dari lahir sampai meninggal. Ketika

rancangan ini mulai diterapkan di banyak kota yang berkepadatan tinggi maka masalah

perencanaan kota dapat terselesaikan. Hal ini berarti disiplin ilmu arsitektur mulai meng-

conquer ilmu perencanaan kota.

Ketika muncul masalah maka planning bereaksi dengan memberikan usulan rencana

pembangunan baik secara fisik. Hal ini berarti bahwa ketika tidak ada masalah maka tidak

dibutuhkan perencanaan. Dalam perkembangannya, perencanaan kota mulai berkembang

tidak hanya terbatas pada domain perencanaan fisik, tetapi meliputi perencanaan secara fisik,

sosial, dan ekonomi yang lebih dikenal dengan konsep comprehensive planning. Pada

perkembangan lebih lanjut, masalah yang pada awalnya dapat diselesaikan melalui

perencanaan, mampu diselesaikan oleh kemajuan teknologi. Hal ini berarti bahwa

perencanaan tidak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ilmu

perencanaan akan tetap ada selama ada masalah perkotaan dan kecenderungan arah gerak

perencanaan kota mulai berpindah dari perencanaan secara fisik ke perencanaan non-fisik.

Gideon Sjoberg (The Pre Industrial City, 1960) mengemukakan adanya adanya tiga

tingkatan organisasi manusia menuju kepada terbentuknya pusat-pusat urban, yaitu:

- Pre-urban feudal society, yakni masyarakat feodal sebelum adanya kota-kota.

- Pre-industrial feudal society, yakni masyarakat feodal sebelum adanya industri.

- Modern industrial feudal, yakni masyarakat feodal dengan industri maju.

2

Page 4: Sejarah FIlsafat Perencanaan

B. PERKEMBANGAN FILSAFAT PERENCANAAN

Kegiatan Sejarah perencanaan kota berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam

sejarah perencanaan wilayah, pada awalnya kota dilihat secara fisik dan pada saat itu tipe

perencanaan induk (master planning) banyak dipakai. Tipe perencanaan ini berasal dari

bidang arsitektur; jadi memang lebih bersifat perencanaan fisik bangunan. Pada saat

kehidupan mulai lebih kompleks, kota tidak hanya dilihat secara fisik tapi juga dari aspek-

aspek lain, dan hal ini mendorong timbulnya tipe perencanaan komprehensif (menyeluruh).

Tipe ini berusaha mengatasi setiap persoalan yang datang dari seluruh aspek

kehidupan kota. Setelah beberapa dekade, banyak kritik dilontarkan ke tipe ini bahwa

cakupan perencanaan komperehensif terlalu luas dan tidak mungkin tercapai, sedangkan

banyak keterbatasan yang menjadi kendala dalam mengatasi seluruh permasalahan. Tipe

perencanaan strategis menyarankan untuk mengatasi hanya beberapa permasalahan yang

utama (yang strategis) saja, karena ketersediaan sumberdaya untuk mengatasi permasalahan

juga terbatas. Cara berpikir yang hampir serupa dilontarkan oleh tipe perencanaan

inkrimental, yaitu untuk mengatasi sebagian permasalahan saja (tidak perlu seluruhnya).

Hanya saja perencanaan inkrimental tidak mengharuskan bagian demi bagian yang diatasi

perlu mempunyai konsistensi dan kesinambungan, karena tergantung situasi dan kondisi yang

dihadapi (yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu).

Keempat tipe perencanaan di atas (perencanaan induk, komprehensif, strategis, dan

inkremental) menghasilkan satu rencana yang bersifat publik untuk satu wilayah perkotaan.

Produk perencanaan berupa (hanya) satu rencana yang disepakati oleh publik. Hal ini

dipandang tidak mungkin oleh tipe perencanaan advokasi, karena itu tipe ini mengusulkan

adanya banyak rencana yang mewakili banyak kepentingan (terutama kepentingan yang tidak

diuntungkan oleh cara pengambilan keputusan publik yang ada saat itu). Kritik terhadap

ketidakadilan dalam proses perencanaan juga dilontarkan oleh tipe perencanaan ekuiti. Tipe

ini memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin dan arus bawah agar dapat masuk ke

dalam proses perencanaan (tidak peduli ada satu atau beberapa rencana).

C. KRONOLOGI FILSAFAT PERENCANAAN DUNIA

Secara umum, perkembangan sejarah perencanaan di dunia dapat dibagi dalam

7 (tujuh) periode yaitu era pra Yunani, era Yunani, era Romawi, era abad pertengahan, era

Renaissance dan Baroque, era Revolusi Industri, dan era milenium saat ini dengan skema

sebagai berikut :

3

Page 5: Sejarah FIlsafat Perencanaan

C.1. Periode Pra Yunani/Zaman Perunggu (4.000 SM s/d tahun 400 SM)

Sejarah perencanaan kota berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu.

Perencanaan kota pada zaman sebelum Masehi berkaitan dengan sejarah kemunculan

kota-kota kuno. Kota diartikan sebagai konsentrasi penduduk pada suatu wilayah yang

lebih tinggi dari pada wilayah disekitarnya. Kota dalam artian ini sudah ada jauh

sebelum ada perencanaan. Jumlah penduduk yang relatif belum banyak membuat

kompleksitas dalam sejarah awal perencanaan kota tidak begitu besar.

Para ahli arkeologi kota-kota kuno di dunia mengungkap bahwa terdapat

beberapa bukti yang menunjukkan terdapat perencanaan yang disengaja yang dilihat

dari penataan perumahan secara teratur, pola-pola persegi, dan peletakan bangunan

religius dan sosial di sepanjang jalan utama kota. Kota-kota kuno di Sumeria tercatat

sebagai planned cities (kota yang terencana) yang pertama pada tahun 4.000 SM. Kota

Mesopotamia kuno ini secara geografis tidak memiliki perlindungan alam suatu kota.

Hal ini menyebabkan kota tersebut seringkali dikuasai bangsa asing silih berganti.

Meskipun dalam perancangan kotanya sudah menerapkan sistem kota benteng dengan

membangun benteng di garis luar kota Mesopotamia dengan dilengkapi parit-parit.

Pada umumnya kota ini berpenduduk 3.000 sampai dengan 5.000 jiwa dengan pusat

kota berupa bangunan setinggi ± 30 meter yang dikenal dengan nama ziggurats.

Bangunan ini berfungsi sebagai kuil penyembahan dewa dan observatories dengan

dikelilingi oleh dinding kokoh bersama istana dan bangunan-bangunan lainnya.

4

Page 6: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Zigurat sebagai Pusat Kota Babilonia

Salah satu kota yang terkenal adalah Babylonia yang mencapai masa kejayaan

saat Nebuchadnezzar membangun ulang kota ini dengan simbol yang terkenal hingga

kini, Hanging Gardens Palace (kota taman gantung).

Taman Gantung Babilonia

Secara umum, ciri utama kota dari periode ini seperti Babilon di Irak dan Ur di

Turki adalah :

1. Merupakan kota-kota kerajaan

2. Motivasi masyarakat tinggal di kota tersebut adalah untuk jaminan keamanan dan

peribadatan.

5

Page 7: Sejarah FIlsafat Perencanaan

3. Deskripsi pengaruh iklim dalam penciptaan halaman rumah dan sistem rute kota

4. Dihuni kurang lebih antara 3.000 – 5.000 orang penduduk

5. Berbentuk kota benteng (dikelilingi benteng-benteng) sebagai benteng pertahanan,

6. Berperan sebagai pusat perdagangan bagi hasil-hasil pertanian daerah sekitarnya, dan

tempat pengolahan barang-barang (manufaktur), serta kesenian

7. Selalu berada di tepi sungai-sungai besar seperti Mesopotamia yang berada di antara

sungai Eufrat dan Tigris. Hal ini menjadi faktor utama pemilihan lokasi kota dan

bermanfaat sekaligus bagi pertanian, pertahanan, dan transportasi)

Berbeda dengan Mesopotamia, kota-kota di Mesir Kuno (Kahun dan Giza)

setelah abad ke 14 SM tidak memiliki benteng-benteng yang mengelilingi kota. Hal ini

mungkin disebabkan oleh kekuasaan Fir’aun yang menjadi sentral pemerintahan dan

keamanan untuk melindungi seluruh kota dataran rendah Sungai Nil. Beberapa poin ciri

perancangan kota di era Mesir kuno antara lain:

a.    Bentuk kota yang grid-iron

b.    Perumahan penduduk saling membelakangi

c.    Perumahan besar dengan halaman berderet di sepanjang jalan besar

d.    Penduduk bergerak di bidang pertanian dan konstruksi bangunan

Peradaban Kota Mesir

Adapun kota di India kuno telah membawa pengaruh yang besar terutama ke

Asia Timur sejak kelahiran dan penyebaran agama Budha. Sejumlah elemen arsitektur

India seperti stupa, sikhara, pagoda (meru), torana (gerbang) telah menjadi simbol

terkenal arsitektur Hindu dan Budha yang berkembang dan digunakan di Asia Timur

6

Page 8: Sejarah FIlsafat Perencanaan

dan Asia Tenggara. Kota Harappa dengan bangunan Citadel dikelilingi oleh dinding

batu bata atau gundukan tanah. Didirikan dengan batu bata dengan ketinggian 40 kaki.

Didalam dinding diatas bidang permukaan tanah liat berdiri bangunan citadel.

Peradaban Kota India Kuno

Sementara itu, wilayah Mesoamerika (Amerika Tengah) pada periode ini

ditandai juga sebagai tempat berkembangnya beberapa budaya maju pertama di

Amerika seperti Olmec, Teotihuacan, Maya, dan Aztec. Budaya-budaya ini telah

mengembangkan masyarakat yang kompleks, mencapai evolusi teknologi tingkat

tinggi, membangun arsitektur monumental, dan menyumbangkan banyak kondisi dan

konsep budaya.

Bangsa Aztec adalah bangsa yang gemar berperang, bagi mereka perang

merupakan bagian dari budaya sendiri dan bagian dari sistem kepercayaan. Mereka

mempercayai bahwa matahari adalah sumber kehidupan dan harus terus dipelihara, agar

terus beredar pada orbitnya dan berputar terbit dan tenggelam, mereka harus

mengorbankan darah sebagai pelumas yang upacaranya dilaksanakan di atas altar,

puncak piramid.

Tata ruang kota peradaban Aztec berupa permukiman berpola grid-iron dengan

jalur utama (aksis) kota. Bangunan utama berdiri sepanjang jalur jalan utama kota.

Dibelakang bangunan utama kota bertebaran perumahan penduduk. Bentuk bangunan

sebagian besar berpola geometris-piramid persegi empat.

7

Page 9: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Peradaban Kota Aztek, Amerika Tengah

C.2. Periode Yunani (tahun 400 SM s/d 100 SM)

Era Yunani termasuk salah satu era yang berpengaruh secara berkelanjutan

dalam perkembangan kota. Seiring dengan perkembangan sense of order and structure,

perkembangan kota pun meningkat dengan kemunculan Hippodamus pada tahun ± 480

SM sebagai the first city planner (perencana kota yang pertama ) dan peletak dasar

teoritis perencanaan fisik kota. Ia mengembangkan filosofi dasar dalam perencanaan

kota secara fisik dimana suatu kota harus tertata secara rectangular street system (grid

iron pattern) yang membuat kota terbentuk secara geometris. Selain itu ia juga

mengembangkan konsep pusat perdagangan kota di tengah rectangular area tersebut.

Konsep ini pun dilanjutkan oleh Bangsa Roma dengan membangun bangunan-

bangunan religious dan sosial di sepanjang jalan utama kota.

Pada Era Yunani, tempat tinggi/bukit sangat disakralkan. Tempat tinggi tersebut

berupa benteng puncak bukit yang digunakan sebagai tempat peribadatan kepada para

dewa. Akropolis merupakan suatu contoh tempat peribadatan orang Yunani pada Dewa

yang dipercaya disana terletak harta karun para dewa dan artefak-artefaknya, terletak di

puncak bukit dan kota Athena berkembang di bawah bukit tersebut.

8

Page 10: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Acropolis Yunani

Akropolis merupakan salah satu contoh karya Yunani kuno dengan “limited

entities” karena bisa dilihat tata bangunan Acropolis yang berujung pada Partenon tidak

memiliki kesatuan/unity. Hal ini dikarenakan dalam perancangan Acropolis, arsitek

langsung merancang on site. Perancangan langsung diatas tapak yang berbukit sehingga

faktor kontur sangat berpengaruh. Namun, perancangan Acropolis bukan tanpa konseo.

Arsitek menggunakan konsep Serial of Vista dalam merancang Acropolis. Konsep

disini memainkan emosi pengunjung disana. Bangunan partenon sebagai tujuan akhir

dipermainkan visualnya dengan tatanan bangunan di sekitarnya seiring berjalannya

pengunjung menuju Partenon. Berikut siteplan dari Acropolis:

Siteplan Akropolis Yunani

Secara umum, ciri utama kota dari periode ini terutama yang berada di negeri

peradaban Yunani seperti Athena di Yunani, Miletus dan Priene di Mesir, dan Thurij di

Italia adalah :

• Merupakan kota dengan munculnya wacana demokrasi (kekuasaan tidak di tangan

raja)

9

Page 11: Sejarah FIlsafat Perencanaan

• Memiliki tempat-tempat persidangan demokrasi (pnyx/lapangan terbuka) yang

mengganti istana raja sebagai pusat kota

• Kegiatan yang bersifat publik (pertemuan) lebih banyak di rumah, daripada di

ruang yang semestinya menjadi ruang publik seperti jalan.

• Arsitek di zaman Yunani Kuno dalam merancang kota memiliki pandangan yang

dominan tentang keterbatasan sehingga menyikapi keterbatasan tersebut, segala

ide harus terukur sehingga komprehensif dan bisa dikerjakan maka perancangan

menggunakan skala manusia.

• Pandangan keterbatasan juga membuat rumah-rumah hanya bangunan-bangunan

kecil di kota yang bercampur-campur.

• Jaringan jalan bukan merupakan pola pembentuk kota, melainkan lahan-lahan sisa

yang digunakan untuk sirkulasi saja, namun memiliki pola sejajar/grid.

• Terjadi sub urbanisasi karena ditinggal warganya untuk tinggal di daerah

pinggiran

• Jumlah penduduknya diperkirakan antara 40.000-100.000 jiwa

• Motivasi hidup pada era Yunani adalah untuk berlindung/mencari keamanan.

C.3. Periode Romawi (tahun 100 SM s/d 500 M)

Bangsa Romawi berasal dari masyarakat Agrikultur-militer yaitu bangsa/kaum

petani yang suka berperang dan berekspansi ke sekitar Laut Tengah, Eropa Utara dan

Barat serta sebagian Asia dan Afrika. Kontribusi utama Bangsa Roma atau terkenal

dengan pandangan Pax Romano terhadap perkembangan perencanaan kota adalah

penempatan pusat pemerintahan di tengah kota sebagai simbol dari kekuatan

pemerintah.

Pada tahap ini, perkembangan perencanaan kota terfokus pada bentuk bangunan

kota dan design kota yang berbasiskan axis style ( gaya poros ). Ciri utama kota pada

masa ini adalah jumlah penduduk tidak melebihi batas 50.000 penduduk dengan alasan

sistem infrastruktur kota yang dibatasi oleh dinding tebal sebagai benteng dan masalah

ketersediaan air. Selain itu, pola jalan yang awalnya berbentuk rectangular berganti

menjadi radial-concentric dengan dua alasan:

Pertama, karena jalur-jalur jalan yang menghubungkan kota dengan sekeliling daerah

tepian kota secara alami menyebar dari permukiman awalnya ke empat arah atau lebih;

10

Page 12: Sejarah FIlsafat Perencanaan

dengan semakin tumbuhnya kota, jalur-jalur jalan tersebut menjadi jalur-jalur berpola

radial yang permanen;

Kedua, pola radial concentric tersebut sesuai dengan karakteristik sistem pertahanan

luar yang melingkar dari semua kota-kota pada zaman pertengahan.

Peta Kota Pompeii, Romawi

Keberhasilan menaklukkan wilayah lain membuat Romawi membangun jalan-

jalan di seluruh imperiumnya dari Inggris sampai Babilon dan dari Spanyol sampai

Mesir. Pembangunan jalan-jalan tersebut bertujuan untuk memperlancar arus

komunikasi dan perdagangan dari Roma dan memudahkah pasukan bergerak untuk

mengamankan dan menumpas pemberontakan

Secara umum, ciri utama kota dari periode ini terutama yang berada di negeri

peradaban Romawi seperti Byzantium di Turki, dan Roma di Italia adalah :

penempatan pusat pemerintahan di tengah kota sebagai simbol dari kekuatan

pemerintah

bangunan kota dan design kota yang berbasiskan axis style ( gaya poros ) dengan

pola jalan berbentuk radial-concentric

pusat kegiatan terdapat pada bangunan religius seperti gereja dan katedral

jumlah penduduk tidak melebihi batas 50.000 penduduk

11

Page 13: Sejarah FIlsafat Perencanaan

merupakan kota militer di seluruh imperium Romawi dengan maksud untuk

menegakkan citra hukum dan ketertiban

Para Kaisar Romawi berlomba-lomba membuat bangunan sebagai tanda

kebesaran dirinya dengan membuat tempat pertemuan umum (forum) yang sering

digunakan untuk pertemuan politik dan bisnis

Kemampuan dalam teknologi bangunan lebih maju dari pada bangsa Yunani,

seperti dalam pembuatan saluran air

Konsep penataan bangunan dan landscape perkotaan dirancang secara integratif.

Perancangan bangunan selalu berorientasi kedalan skala yang lebih luas atau

dalam skala kota demikian juga sebaliknya.

Pada era Romawi, penduduk memiliki motivasi hidup selain keamanan juga

karena adanya kekuatan politik dan organisasi.

Dalam perancangan kota, juga menggunakan modul yang abstrak, berupa deretan

rumah-rumah.

Dalam suatu kota, benteng merupakan bangunan yang utama untuk dibangun

terlebih dahulu, kemudian baru diikuti rumah-rumah penduduk di dalam benteng

tersebut.

C.4. Periode Abad Pertengahan (tahun 500 M s/d 1.500 M)

Pada era ini, peran agama Kristiani sangat berpengaruh pada perencanaan kota.

Asal mula munculnya kota-kota di abad pertengahan adalah kemunduran Romawi yang

meninggalkan banyak dampak di penjuru Eropa dimana tumbuh komunitas-komunitas

kecil yang berkembang menjadi komunitas baru karena memiliki lokasi tapak yang

layak dan subur. Komunitas tersebut tumbuh menjadi kota yang hidup dan terus

berkembang, sehingga kota bentengpun terus berkembang.

Karakter Kota Abad Pertengahan merupakan proses pertumbuhan kota dari

peradaban yang tidak aman kepada peradaban baru. Pada kota-kota awal Abad

Pertengahan kebanyakan kota tumbuh tidak terencana (organic growth), contohnya

kota Cesky Krumlov. Selanjutnya pada pertengahan Abad Pertengahan kondisi kota-

kota menjadi tidak aman, sehingga dibangun benteng-benteng sebagai pertahanan,

sehingga tumbuh menjadi kota benteng. Perencanaan kota baru pada akhir Abad

Pertengahan menggunakan pola grid iron pada lahan kosong contohnya kota

Monpazier. Market square dan gereja merupakan ciri khas Kota Abad Pertengahan.

12

Page 14: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Perencanaan kota Abad Pertengahan dipengaruhi oleh kondisi social, ekonomi

dan politik. Bangunan-bangunan Kota Abad Pertengahan dibangun dengan skala

manusia, sehingga lebih manusiawi. Terjadi kebangkitan ekonomi di masa Abad

Pertengahan, ditandai dengan banyaknya kegiatan perdagangan. Akibatnya adalah,

square mengalami perubahan fungsi dari simbol kekuasaan pada masa Yunani dan

Romawi menjadi pusat kegiatan ekonomi di Kota Abad Pertengahan.

Secara umum, dari kota di abad pertengahan antara lain:

Motivasi hidup juga untuk keamanan dan mengembangkan persaudaraan

(Sosialitas)

Kota benteng yang ada, sedikit demi sedikit dikuasai oleh biara-biara, sehingga

menjadikan biara tersebut sebagai pusat kota.

Benteng yang melindungi kota berbentuk melingkar.

Kota kecil di sekitar biara dan benteng tumbuh secara natural dari pintu

gerbangnya hingga membentuk jaringan jalan dan berpola radiocentric (radial).

Memiliki pandangan keterbatasan ruang seperti era Yunani dan mulai

menggunakan penataan abstrak seperti aksis.

Menggunakan skala manusia.

bersifat tangibel/terlihat atau mudah dikenalidan tidak disorientasi. Sebagai

contohnya, suatu koridor jalan akan memperlihatkan suatu menara gereja dimana

selalu terlihat sepanjang jalan itu, sehingga bisa digunakan sebagai ancar-ancar

sehingga tidak akan tersesat.

Tidak memiliki hierarki jalan.

Lukisan Kota Akhir Abad Pertengahan

13

Page 15: Sejarah FIlsafat Perencanaan

C.5. Periode Renaissance dan Baroque (tahun 1.500 M s/d 1.800 M)

Sebelum era Renaissance, di abad XV dimana merupakan fajar ilmu

pengetahuan, ditemukan bubuk mesiu sehingga di era Renaissance memiliki motivasi

hidup yang berbeda dari era-era sebelumnya, karena kota benteng di era ini sudah tidak

berfungsi lagi, karena senjata perang bisa menggunakan bahan peledak yang bisa

meledakkan benteng sekalipun.

Beberapa ciri yang bisa diambil dari kota di Era Renaissance antara lain:

Bentuk kota bintang dengan jalan yang bercabang dari titik pusatnya.

Titik pusat kota biasa berupa gereja/biara.

Perancangan kota dilakukan on paper (diatas kertas)

Bentuk bangunan simetris penuh dan bersifat utopian.

Motivasi hidup di kota terutama untuk bersosialitas dan peribadatan ditandai

dengan gereja sebagai pusat kota,

Konsep kota di Renaissance

Era baroque merupakan suatu era perubahan dari Renaissance yang cenderung

simetris menjadi bentuk-bentuk dinamis, lengkung, dan berlebihan. Baroque

merupakan istilah untuk mengkategorikan perkembangan peradaban manusia (termasuk

seni) dalam sebuah era yang terjadi di Eropa. Sekitar tahun 1600-1750, gerakan ini

terjadi. Oleh karena itu, merupakan bagian akhir dari zaman renaisance dan merupakan

awal gerakan protestantism yang terjadi di Jerman bagian utara dan Belanda. Baroque

mempunyai arti mutiara pelengkap yang bentuknya tidak teratur atau tidak simetris. 

Pada masa tersebut, kesalehan diabaikan, sebaliknya uang menentukan

segalanya. Dunia materi makin mantap, sedangkan spiritual makin tidak karuan.

Sementara percetakan makin menyebarluaskan informasi, humanisme berkembang

pesat. Pada era Baroque, juga dikenal hedonisme dan peleburan elemen arsitektural

14

Page 16: Sejarah FIlsafat Perencanaan

dalam perancangan kota seperti implementasi patung/sculpture dalam perancangan kota

di era Baroque. Kota-kota di era Baroque menerapkan konsep bangunan peribadatan

sebagai pusat pemerintahan, hal ini bisa diterka bahwa masyarakat era Baroque

memiliki motivasi hidup bersosialitas. Beberapa kota yang menganut aristektur

Baroque memiliki fungsi sebagai tempat ibadah (San Benedetto, Catania), sebagai

pusat pemerintahan, tempat ziarah dan tempat pusat interaksi kegiatan masyarakat baik

formal maupun informal.

Era Baroque di Istana Versailles, Perancis

Istana Versailles merupakan bangunan istana terbesar dalam sejarah seni

Arsitektur French Baroque. Di areal seluas 18 km persegi di barat daya Paris, kompleks

istana ini berdiri megah dengan luas 250 meter persegi. Istana ini dibangun oleh Louis

XIV untuk mengenang ayahnya Raja Louis XIII.

C.6. Periode Industrialisasi (tahun 1.800 M s/d Abad 20)

Jumlah penduduk yang relatif belum banyak membuat kompleksitas dalam

sejarah awal perencanaan kota tidak begitu besar. Dalam perkembangannya jumlah

penduduk makin meningkat sejalan dengan pertumbuhan kota. Beberapa penemuan di

bidang sains ikut mengubah pola hidup dan bentuk kota di masa lalu. Penemuan mesin

uap yang memulai era industrialisasi di daratan Eropa, membawa pengaruh yang sangat

signifikan terhadap bentuk kota. Hal-hal ini berimplikasi terhadap peningkatan

kompleksitas perencanaan kota. Perubahan moda transportasi menjadi mesin-mesin

membawa dampak terhadap pengingkatan permasalahan, bahaya keselamatan, dan

polusi air serta polusi udara. Untuk merespons peningkatan kompleksitas dalam

kegiatan perkotaan, maka berkembanglah ilmu perencanaan.

15

Page 17: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Mesin uap mengawali era industrialisasi di Eropa yang berarti bahwa tenaga

kerja manusia dapat didukung atau bahkan digantikan oleh mesin-mesin. Perubahan

yang signifikan terjadi pada pola hidup perkotaan saat itu hingga membawa dampak

yang signifikan pula. Kota yang pada awalnya hanya terbatas pada tembok-tembok

tinggi mulai meluas ke luar dengan adanya infrastruktur transportasi yang lebih efektif

dan efisien. Hal ini mengubah bentuk kota menjadi lebih massive dan kompleks

sehingga menimbulkan dampak negatif.

Impact yang ditimbulkan berupa peningkatan congestion, new safety hazards,

dan polusi air serta polusi udara. Selain itu bentuk kota mulai menjadi tidak teratur

dengan akses transportasi yang maju pada masa itu dan munculnya wilayah suburban.

Menanggapi hal ini maka berkembanglah ilmu perencanaan kota dengan munculnya

gerakan reformasi (akhir abad ke-19), dengan undang-undang kesehatan masyarakat

yang berkaitan dengan standar perumahan, pengontrolan penggunaan lahan dan tinggi

bangunan muncul beberapa regulasi mengenai standar perumahan di Inggris, improved

street and urban railway system di Eropa, dan zoning control di Amerika Serikat.

Termasuk di dalamnya adalah gerakan anti revolusi industri, sperti Robert Owen

dengan perumahan koperasinya dan JS. Buckingham dengan membentuk masyarakat

kehidupan sederhana.

Tak kalah juga, beberapa pendukung revolusi industri melahirkan konsep-

konsep tentang kota baru seperti Sir Titus Salt yang membangun Kota Saltair di

Inggris, Keluarga Krupp mendirikan Kota Essen di Jerman, serta George Cadbury

memindahkan ke Kota baru Bournville. Kesemua kota baru tersebut selain untuk

pabriknya juga untuk menampung pekerjanya.

Pada akhir abad ke 19 muncul gagasan Garden city of Tomorrow atau Kota

Taman yang merupakan kristalisasi konsep kota baru dalam mengurangi masalah kota

industri). Konsep ini dipopulerkan oleh Ebenezer Howard yang menjadi awal

pergerakan perencanaan kota pada abad ke 20. yaitu Ebenezer Howard (1896). Selain

itu, muncul juga Patrick Gaddes, yang menyarankan “perencanaan fisik tidak dapat

meningkatkan kondisi kehidupan kota, kecuali jika diterpakan secara terpadu dengan

perencanaan ekonomi dan social yang berkaitan dengan lingkungan”. Gaddes

menyebutnya “urban conurbation”.

Beberapa ciri yang bisa diambil dari kota di Era Renaissance antara lain:

16

Page 18: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Jumlah pekerja yang bertambah memunculnya persoalan permintaan

permukiman bagi pekerja di sekitar pabrik yang pada akhirnya juga

memerlukan sarana penunjang lainnya

Munculnya kapal uap dan kereta api uap (1800 an). Kota menjadi lebih

terbuka dengan dibangunnya infrastruktur rel kereta api yang dapat

menghubungkan ke daerah luar kota

Mulainya periode industrialisasi yang intensif yang ditandai kemacetan lalu-

lintas, polusi udara dan air.

C.7. Periode Modern (Abad 20 s/d sekarang)

Perencanaan kota modern berangkat dari isu penurunan standar hidup di

perkotaan akibat penurunan kualitas lingkungan perkotaan sebagai implikasi dari

penggunaan kendaraan bermotor. Namun dalam perkembangannya muncul masalah

baru pada sektor ekonomi dan sosial. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi tidak

sejalan dengan pertumbuhan suplai makanan sehingga menimbulkan masalah ekonomi.

Pertumbuhan dan perkembangan kota yang menarik resources dari wilayah sekitarnya

menimbulkan kesenjangan kualitas kehidupan antara kota dan desa. Hal ini merupakan

contoh masalah sosial yang muncul pada masa itu. Menanggapi kondisi ini maka ilmu

perencanaan kota berkembang dengan muncul konsep comprehensive planning,

development controls, dan sustainable development.

Pada tahap awal kemunculan perencanaan kota, urgensi dari perencanaan ini

adalah menciptakan suatu keteraturan bangunan secara fisik tanpa kompleksitas yang

tinggi karena jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dan kompleksitas masalah

yang tidak terlalu tinggi. Pada akhir tahap awal ini bangunan fisik kota yang teratur

merupakan simbol bagi kekuatan pemerintahan yang sedang berlangsung. Persaingan

antar kota kerajaan untuk membuktikan simbol tersebut menjadi urgensi perencanaan

kota pada tahap ke dua. Pembangunan kota lebih diarahkan pada pembangunan fisik

kota yang mendukung kegiatan perang seperti konstruksi dinding pertahanan kota dan

jalan dengan pola radial-concentric.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka kompleksitas perkotaan

semakin meningkat. Selain itu penemuan teknologi baru membawa dampak yang

sangat signifikan terhadap perencanaan kota. Sehingga timbul masalah baru yang harus

mendapat penyelesaian. Maka urgensi perencanaan kota pada tahap ke tiga ini adalah

17

Page 19: Sejarah FIlsafat Perencanaan

merespons permasalahan kota yang timbul akibat perkembangan teknologi. Kondisi ini

tidak berubah pada tahap ke empat. Hanya saja dengan kompleksitas masalah yang

lebih tinggi dan populasi yang lebih besar. Namun catatan penting yang diperoleh pada

tahapan ini adalah beberapa masalah yang sebelumnya merupakan domain ilmu

perencanaan mulai diambil alih oleh disiplin ilmu lain. Hal ini berkaitan erat dengan

perkembangan teknologi yang semakin futuristic dan massive. Contohnya adalah

inovasi di bidang arsitetur. Beberapa konsep dan design utopis kota masa depan

menunjukkan bahwa suatu kota dimasa depan dimungkinkan untuk berada pada suatu

bangunan saja, dimana penduduknya bisa bertahan hidup di dalam bangunan tersebut

mulai dari lahir sampai meninggal. Ketika rancangan ini mulai diterapkan di banyak

kota yang berkepadatan tinggi maka masalah perencanaan kota dapat terselesaikan. Hal

ini berarti disiplin ilmu arsitektur mulai meng-conquer ilmu perencanaan kota.

Ketika muncul masalah maka planning bereaksi dengan memberikan usulan

rencana pembangunan baik secara fisik. Hal ini berarti bahwa ketika tidak ada masalah

maka tidak dibutuhkan perencanaan. Dalam perkembangannya perencanaan kota mulai

berkembang tidak hanya terbatas pada domain perencanaan fisik, tetapi meliputi

perencanaan secara fisik, sosial, dan ekonomi yang lebih dikenal dengan konsep

comprehensive planning. Namun pada perkembangan lebih lanjut, masalah yang pada

awalnya dapat diselesaikan melalui perencanaan, mampu diselesaikan oleh kemajuan

teknologi. Hal ini berarti bahwa perencanaan tidak dibutuhkan lagi. Oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa ilmu perencanaan akan tetap ada selama ada masalah

perkotaan dan kecenderungan arah gerak perencanaan kota mulai berpindah dari

perencanaan secara fisik ke perencanaan non-fisik.

Beberapa poin ciri-ciri perancangan kota modern sebagai pengaruh arsitektur

modern antara lain:

Motivasi masyarakat untuk hidup memenuhi kebutuhannya, bukan lagi faktor

keamanan yang utama.

Kota membentuk pola yang jelas seperti linier, grid, radial.

Media lahan tidak hanya berupa tanah, terdapat inovasi kota secara ekstrim seperti

underwater city dan floating city.

Terdapat inovasi seperti garden city, kota ini berpola radial, dengan kota pusat yang

dikelilingi kota-kota kecil berkonsep garden city. Kedua jenis kota tersebut

dipisahkan oleh area hijau juga dan dihubungkan dengan jalan-jalan.

18

Page 20: Sejarah FIlsafat Perencanaan

D. KRONOLOGI FILSAFAT PERENCANAAN DI INDONESIA

Secara umum, perkembangan sejarah perencanaan di Indonesia dapat dibagi dalam

6 (enam) periode yaitu era Pra Kolonialisme/VOC, era Kolonialisme/VOC, era Awal

Kemerdekaan, era Orde Lama, era Orde Baru, dan era Reformasi saat ini dengan skema

sebagai berikut :

D.1. Periode Pra VOC (4.000 SM s/d tahun 1.600)

Pada tahap-tahap awal perkembangannya, kota-kota di Nusantara tidak

memiliki basis perencanaan yang dapat dipelajari oleh generasi saat ini. Untuk

menyebutkan sebuah “kota” pada masa pra-kolonial, berarti kota-kota kerajaan yang

berkembang saat ini. Masalah yang terkait dengan urbanisasi sama sekali tidak pernah

dicatat dan menjadikan sedikit sekali yang diketahui tentang perencanaan kota pra-

kolonial. 

Dalam konteks perencanaan kota saat itu, pengaruh kepercayaan terhadap Roh

atau Kekuatan Alam menentukan pola pengaturan ruang masyarakat. Meskipun dapat

ditelusuri bahwa pola pengaturan ini berkaitan erat dengan praktek kepercayaan yang

dimiliki oleh masyarakat dan terkait pula dengan hirarki sosial yang terbentuk saat itu.

Pola ruang ditentukan oleh pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap

keseimbangan kekuatan alam dan roh. Raja, sebagai penguasa wilayah yang berada di

kota, merupakan pusat dari kekuatan penyeimbang tersebut, sehingga menempati

kedudukan sentral pada sebuah kota.

Dalam hal tersebut, perencanaan kota di Indonesia tidak diawali dari sesuatu

yang disebut “masalah perkotaan”. Pengetahuan dan praktek lokal menentukan pola

pengaturan ruang dalam upaya penyeimbangan antara kekuatan roh, alam, dan

hubungan antarmanusia. Praktik seperti ini masih sangat kental untuk warga kota di

Bali, meskipun diterapkan semakin terbatas karena pengaruh kapitalisme ruang yang

tidak dapat dibendung.

Pada pengetahuan lokal tersebut, ruang diatur dengan pusat sentral di tengah-

tengah kota. Ada elemen-elemen umum yang berada di pusat, seperti tempat kediaman

raja, alun-alun, atau pasar. Di sekeliling dari pusat adalah rumah kediaman para

19

Page 21: Sejarah FIlsafat Perencanaan

pembantu raja yang kemudian menyebar ke seluruh bagian kota sebagai permukiman

warga kota biasa.

Evers dan Korff (2000) menyebut adanya tiga tipe dari kota di Asia Tenggara:

1. Kota di pedalaman yang merupakan pusat pengaruh dari wilayah pinggiran

yang tunduk karena kekuatan Ilahi dari penguasa yang berkediaman.

2. Kota di pesisir yang berorientasi kepada perdagangan yang lebih terbuka dari

berbagai tempat.

3. Kota-kota kecil yang menjadi simpul perdagangan antara kota dagang dan

kota-kota suci.

Dalam bentuk yang paling awal, kota yang pertama muncul lebh banyak,

sebelum perdagangan dengan daerah-daerah di seberang lautan semakin intensif,

seperti kota-kota Islam awal. Ketika penjelajahan samudera oleh orang Eropa semakin

sering dilakukan, maka kota-kota di pesisir (kota dagang) menjadi sasaran empuk bagi

penguasaan ekonomi global. Hal ini perlahan-lahan mengurangi pengaruh kekuatan

kota-kota di pedalaman (kota suci) yang semakin terputus interaksi ekonomi maupun

dukungan atas pajak dan pengaruh politik. Perpindahan penduduk ke pesisir sama

sekali tidak diantisipasi sebelumnya, sehingga tidak ada cara-cara sistematis untuk

mencegah hal tersebut. Perencanaan kota pada kota-kota Nusantara pada tahal awal

ini kurang mampu mengatasi peran strategis yang harus dimiliki sebuah kota.

Pergeseran kota-kota ke arah pesisir muncul seiring dengan interaksi dengan

warga dari berbagai bangsa. Tumbuhnya kota-kota pesisir pada tahap awal dimulai

oleh perdagangan antarbangsa yang kemudian menciptakan struktur penduduk baru

yang didasarkan atas pola hubungan dagang. Penyebaran agama Islam yang intensif

menciptakan pusat-pusat baru kekuasaan yang semakin mengurangi daya magis

kekuasaan lama di pedalaman. Perubahan struktur penduduk ini menciptakan elemen-

elemen penting sebuah kota, terutama untuk mendukung kehidupan kota.

Dibangunnya elemen-elemen utama, seperti pelabuhan, masjid, dan pasar yang lebih

besar merupakan tanggapan atas perkembangan baru saat itu. Dalam banyak hal,

“perencanaan” masih belum muncul dalam masyarakat Nusantara yang tengah

berubah pesat dalam bidang ekonomi ini.

20

Page 22: Sejarah FIlsafat Perencanaan

D.2. Periode Kolonialisme VOC (1600 SM s/d tahun 1945)

Masuknya penjajah kolonial dimulai dari kota-kota yang menjadi pusat

perdagangan utama. Batavia adalah salah satunya. Elite kota adalah orang-orang

Belanda wakil VOC. Urbanisasi, meskipun dalam taraf yang masih rendah,

memberikan tekanan terhadap kota yang multikultural. Persoalan yang dihadapi oleh

pemerintah kolonial untuk menjaga kepentingannya adalah melalui pengaturan ruang

kota yang membagi lahan-lahan di dalam kota untuk kelompok-kelompok bangsa. Hal

ini digambarkan oleh Karsten dengan kondisi perumahan orang-orang Eropa yang

tinggal di rumah-rumah ‘India Kuno’ yang besar dan luas dengan pekarangan yang

terhampar.

Kampung-kampung dideskripsikan dengan lingkungan yang sangat luas, tetapi

bangunannya tetap primitif dan tidak tertata. Sejumlah kebun berada di atas tanah

kosong ini. Areal kampung ini mencerminkan karakter desa yang sangat kental.

Sementara itu, orang China diharuskan untuk tinggal di dalam kamp China yang

didirikan bersama dengan orang Belanda pada abad ke-17 dan 18, dengan fasilitas yang

luas. Golongan kolonial yang kurang beruntung tinggal di koridor jalan utama maupun

di kawasan kota lama. Inilah adalah bentuk pengaturan awal yang muncul dari tata

kota.

Dilihat dari struktur ruang, tidak ada perubahan berarti dibandingkan dengan

struktur ruang tradisional yang diambilkan dari kota-kota Jawa. Kota Batiavia dibangun

dengan jalan besar yang melingkari kota dan dilengkapi dengan alun-alun yang luas.

Sama halnya dengan Bandung yang baru dipindahkan dari Dayeuh Kolot (untuk

dijadikan pusat pemerintahan dan mengatasi persoalan banjir di Citarum) dirancang

dengan pusat pemerintahan dan agama yang mengelilingi alun-alun, dengan tempat

tinggal penduduk biasa berkelompok di sekitarnya. Lorong-lorong kecil menembus

kawasan pusat dengan bagian kiri dan kanan berpagar rangkaian bamboo. Jalan-jalan

diperkeras dengan pecahan batu atau kerikil yang ditimbris sehingga dapat digunakan

untuk berjalan. Rumah-rumah berjarak satu dengan yang lainnya sehingga

menyediakan ruang untuk kebun dan pohon.

Pemisahan ruang masih merupakan ciri dari kota kolonial, yang terutama

didasarkan atas kebangsaan. Orang-orang pribumi menempati bagian selatan beserta

alun-alun, Mesjid Agung, yang dibangun dengan biaya pemerintah tahun 1850, beserta

rumah bupati dan jabatan penting pribumi. Sementara itu, di bagian utara ditempati

oleh orang-orang Eropa, termasuk Asisten Residen. Pengaturan ini, oleh Voskuil (2006)

21

Page 23: Sejarah FIlsafat Perencanaan

didasarkan terutama oleh tingkat kesejahteraan, namun lebih mencerminkan segregasi

spasial. Kini, di permukiman utara pun masih ditemukan adanya kantong-kantong

permukiman miskin baru

Secara teknis, perencanaan fisik di Indonesia sudah dimulai sejak masa VOC di

abad 17 yaitu dengan telah adanya De Statuten Van 1642, yaitu ketentuan perencanaan

jalan, jembatan, batas kapling, pertamanan, garis sempadan, tanggul-tanggul, air bersih

dan sanitasi kota. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda terjadi 2 hal yang dapat

dikatakan sebagai dasar perencanaan kota, yaitu :

a. munculnya Regeringsregelement 1854 (RR 1854), berisi sistem pemerintahan

dengan penguasa tunggal di daerah residen;

b. diundangkannya Staatblad 1882 Nomor 40 yang memberikan wewenang kepada

residen untuk mengadakan pengaturan lingkungan dan mendirikan bangunan di

wilayah (gewent) kewenangannya.

Sejak tahun 1905 yaitu sejak diundangkannya Decentralisatie Besluit Indische

Staatblad 1905/137, maka perencanaan kota lebih eksplisit sehubungan dengan

pemberian kewenangan otonomi bagi stadsgemeente (kota praja) untuk menyusun

perencanaan kotanya. Usaha tersebut diikuti dengan munculnya kewenangan bagi

kabupaten (province regentschap) untuk mengatur penataan ruang;

Beberapa peristiwa yang cukup berpengaruh pada masa tersebut adalah :

Revolusi Industri yang memberikan pengaruh pada terbentuknya kota-kota

administratur di pesisir untuk melayani permintaan rempah-rempah, hasil

perkebunan dan mineral; serta berpengaruh terhadap landasan konsep kota taman

yang dikembangkan oleh Thomas Karsten

Politik kulturstelsel pada masa Van den Bosch. Menimbulkan pengaruh dengan

munculnya undang-undang agraria (Agrarische Wet 1870)

Politik etis. Berpengaruh dengan adanya perbaikan kualitas lingkungan kampung

tempat tinggal pribumi (perbaikan kampung/kampong verbeeterings).

Munculnya undang-undang desentralisasi yang memungkinkan pemerintah kota

mengatur urusan kotanya sendiri dan kemudian memunculkan kewenangan kota

praja sebagai daerah otonom, sehingga muncul konsep pembangunan kota-kota di

Jawa. Kota-kota di Indonesia kemudian memberlakukan peraturan bangunan,

seperti Bataviasche Plannerorderning 1941, Bataviasche Bestemingkringe en

Bouwtypenverordening 1941, dan Bataviasche Bouwverordening 1919 – 1941.

22

Page 24: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Semua peraturan tersebut masih berorientasi kepada fisik kota. Dengan perhatian

Thomas Karsten tahun 1920 dalam laporan Town Planning in Indonesia, maka

terbentuk Komite Perencanaan Kota oleh pemerintah kolonial yang menghasilkan

RUU tentang perencanaan kota pertama di Indonesia yang kemudian menjadi

SVV dan SVO.

D.3. Periode Awal Era Kemerdekaan (1945 s/d 1950an)

Pada tahun 1948 diterbitkan peraturan perencanaan pembangunan kota sebagai

peraturan pokok perencanaan fisik kota khususnya untuk kota Batavia, wilayah

Kebayoran dan Pasar Minggu, Tanggerang, Bekasi, Tegal, Pekalongan, Cilacap,

Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang dan Banjarmasin;

Selain itu, muncul gagasan-gagasan tentang pembangunan kota baru, baik kota

satelit seperti wilayah Candi di Semarang maupun Kebayoran Baru di Jakarta, serta

kota baru mandiri seperti Palangkaraya di Kalimantan Tengah dan Banjar Baru di

Kalimantan Selatan. Pembangunan nasional pada saat itu mendapat bantuan dari

negara-negara maju.

D.4. Periode Era Orde Lama (1945 s/d 1950an)

Kota-kota paska-kemerdekaan adalah kota-kota besar yang menjadi tonggak

sejarah perjuangan kemerdekaan nasional. Kota-kota ini mengalami pertumbuhan yang

pesat karena migrasi masuk. Selain itu, terjadinya baby boom yang turut melanda

Indonesia paska-Perang Dunia Kedua. Pada saat tersebut, kondisi infrastruktur masih

kurang baik. Rencana Lima Tahun Pertama (1956 – 1960) dibuat, yang kemudian

dilanjutkan dengan pembentukan Komite Perencanaan Nasional. Komite ini membuat

Rencana Pembangunan Delapan Tahun (1961 – 1968). Kedua rencana tersebut sangat

ambisius dengan tidak memperhatikan ketersediaan dana dan daya dukung ekonomi.

Masalah yang dihadapi kota-kota di Indonesia adalah bidang ekonomi yang ditandai

dengan tingkat inflasi tinggi. Pembangunan infrastruktur pun direncanakan sebagai

bagian dari unjuk kekuatan ekonomi Indonesia yang sebenarnya sangat rapuh oleh

Presiden Soekarno, sebagai simbol New Emerging Forces of the World.

23

Page 25: Sejarah FIlsafat Perencanaan

Beberapa hal yang cukup berpengaruh pada masa tersebut adalah :

Perkembangan penduduk kota-kota, khususnya di Jawa dan Sumatera

berdampak terhadap berbagai segi, baik fisik, budaya, sosial dan politik

Terjadinya konflik regional

Pembangunan nasional semakin kompleks

Peningkatan tenaga ahli perencanaan wilayah dan kota

D.5. Periode Era Orde Baru (1945 s/d 1950an)

Pada masa pemerintahan Orde Baru, dengan gaya kepemimpinan nasional yang

lebih rasional, maka disusun perencanaan yang sifatnya bertahap atau dikenal dengan

Rencana Pembangunan Lima Tahun. Namun, kota-kota masih belum menjadi fokus

dari kebijakan di dalamnya. Pada tahun 1970, rencana pada tingkat regional muncul

dengan Rencana Jabotabek yang diikuti dengan perencanaan-perencanaan untuk proyek

khusus yang didanai oleh lembaga-lembaga internasional. Salah satunya adalah KIP

(Kampong Improvement Programme) yang dilaksanakan pada akhir tahun 1970-an.

Dari keterangan pemerintah yang ada, dapat sedikit disimpulkan bahwa strategi

pembangunan di Indonesia tidak mengenal perbedaan strategi yang ekstrem. Sebagai

contoh selain strategi pemerataan pembangunan, Indonesia tidak mengesampingkan

strategi pertumbuhan dan strategi yang berwawasan ruang (terbukti dengan dibaginya

wilayah Indonesia dengan berbagai wilayah pembangunan I, II, III dan seterusnya).

Secara sistematis, kelembagaan perencanaan diwujudkan mulai dari level

nasional hingga ke daerah (BAPPEDA). Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1974 tentang

Pemerintah Daerah, perencanaan daerah berkembang menjadi kewajiban bagi daerah

dalam penyelenggaraannya.

Periode Orde baru, dibagi dalam :

a. Periode 1966 s/d 1958, Periode Stabilisasi dan Rehabilitasi. Pada awal orde

baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan pada tindakan

pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha untuk

menekan laju inflasi yang sangat tinggi (hyper inflasi).

b. Periode Repelita I : 1969/70 – 1973/74. Meletakkan titik berat pada sektor

pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian meletakkan landasan yang

kuat bagi tahap selanjutnya.

24

Page 26: Sejarah FIlsafat Perencanaan

c. Periode Repelita II : 1974/75 – 1978/79. Meletakkan titik berat pada sektor

pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi

bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.

d. Periode Repelita III : 1979/80 – 1983/84. Meletakkan titik berat pada sektor

pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah

bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan yang kuat bagi tahap

selanjutnya.

e. Periode Repelita IV : 1984/85 – 1988/89. Meletakkan titik berat pada sektor

pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan

meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik

industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-Repelita selanjutnya

meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.

f. Periode Repelita V : 1989/90 – 1993/94

Pada tahun 1980, Nasional Urban Development Strategy berhasil dirumuskan.

Tahun ini adalah tonggak bagi perencanaan spasial yang mengambil gagasannya dari

gaya perencanaan di Inggris (Winarso, 1999). Mengintegrasikan rencana

pengembangan dan perencanaan fisik menjadi bagian dari program IUIDP (Integrated

Urban Infrastructure Development Program). IUIDP dapat dikatakan berhasil untuk

mengintegrasikan investasi publik untuk meningkatkan produktivitas kota dan

mengarahkan investasi swasta. Pada tahun 1992, lahir UU No. 24 Tahun 1994 tentang

Penataan Ruang yang lebih tegas mengarahkan perencanaan pada berbagai tingkatan

dan menciptakan integrasi ruang antartingkatan tersebut. Meskipun sangat kental

bercorak top-down, lahirnya UU tersebut mempengaruhi praktek perencanaan di

Indonesia berikutnya. Lahirnya PP No. 69 Tahun 1996 tidak banyak berpengaruh

terhadap pendekatan perencanaan yang lebih partisipatif karena perencanaan belum

mampu mengikutsertakan masyarakat ke dalam bentuk paritisipasi yang lebih nyata,

ketimbang sekedar informasi dan konsultasi.

Beberapa hal yang cukup berpengaruh pada masa tersebut adalah :

• Kompleksitas pembangunan nasional, regional dan lokal semakin meningkat;

• Pengaruh metode-metode dan teknologi negara maju;

• Peningkatan program transmigrasi untuk membuka lahan-lahan pertanian baru di

luar Jawa;

• Pembangunan yang sentralistik;

25

Page 27: Sejarah FIlsafat Perencanaan

• Industrialisasi mulai digalakkan ditandai dengan munculnya kawasan-kawasan

industri;

• Munculnya UU Tata Ruang Nomor 24 Tahun 1992;

• Standarisasi hirarki perencanaan dari yang umum, detail dan terperinci untuk tiap

daerah tingkat I dan II.

D.6. Periode Reformasi (1997 s/d sekarang)

Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat berat. Kota-

kota mengalami masalah akut terkait mandegnya investasi dan kondisi perekonomian

warga. Dalam kondisi yang demikian, kota-kota besar justru tidak dapat diharapkan

dalam mengatasi kecenderungan terhadap penurunan kualitas kota-kota di Indonesia.

Gaya perencanaan yang cenderung top-down dengan menempatkan kota-kota utama

sebagai motor penggerak ekonomi ternyata tidak berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa

pendekatan perencanaan spasial yang demikian telah mengalami kegagalan, yang

kemudian memberikan pelajaran berharga dalam menyusun UU Penataan Ruang yang

baru (yang dimaksud adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). UU

Pemerintahan Daerah yang dikeluarkan tahun 1999 yang kemudian direvisi di dalam

UU No. 32 Tahun 2004, memberikan ketegasan tentang kewenangan pemerintah

daerah dalam kerangka otonomi. UU NO. 32 Tahun 2004 memungkinkan pengelolaan

kota yang dilakukan bersama antardaerah otonom.

Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 memberikan peluang bagi pendekatan-

pendekatan yang berbeda untuk muncul ke permukaan. Pendekatan didasarkan atas

potensi dan kendala yang dihadapi oleh kota-kota, baik itu fisik, ekonomi, dan budaya.

Selain itu, secara hubungan spasial antara wilayah tidak lagi didominasi hubungan

antara pusat – pinggiran, melainkan berkembangkan menjadi hubungan-hubungan yang

sifatnya lebih self-sustai dengan memperhatikan peluang pasar ke luar. Disini,

perencanaan spasial menjadi bersifat strategis, ketimbang memperkuat hubungan

‘tradisional’ kota dengan wilayah sekitarnya sebagai hubungan pusat – pinggiran.

Dibalik perencanaan kota yang disebut mainstream (formal) pengaruh-pengaruh

perencanaan yang berkembang di dunia barat pun turut mempengaruhi gagasan

perencana di Indonesia. Beberapa perencana bergerak di bidang advokasi dan

pendampingan masyarakat yang memungkinkan akses masyarakat terhadap sumber-

sumber kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan publik. Mereka ini bergabung ke

dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Meskipun demikian, praktek-praktek ini

26

Page 28: Sejarah FIlsafat Perencanaan

pun tidak dapat dilepaskan dari “pesanan” organisasi-organisasi internasional yang

menginginkan perubahan dalam demokrasi masyarakat Indonesia yang tengah

mengalami transisi.

Beberapa hal yang cukup berpengaruh pada masa tersebut adalah :

• Berlakunya Otonomi Daerah;

• Kabupaten dan Kota berlomba-lomba meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD);

• Tingginya wacana pertisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.

• Tingginya wacana pembangunan berkelanjutan (sustainable development)

27