sejarah nurhayati1
description
Transcript of sejarah nurhayati1
![Page 1: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/1.jpg)
Perkembangan Kehidupan Masyarakat Pada Masa Kolonial
A. Perluasaan Kekuasaan Kolonial di Indonesia
1. Kolonialisme dan Imperialisme a. Pengertian Kolonialisme Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan. Kata "koloni" berasal dari bahasa latin, "colonia" yang artinya tanah, tanah permukiman atau jajahan. b. Pengertian Imperialisme Imperialisme ialah sebuah [kebijakan] di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang. Sebuah contoh imperialisme terjadi saat negara-negara itu menaklukkan atau menempati tanah-tanah itu. Perkataan imperialisme berasal dari kata Latin "imperare" yang artinya "memerintah". Hak untuk memerintah (imperare) disebut "imperium". Orang yang diberi hak itu (diberi imperium) disebut "imperator". Yang lazimnya diberi imperium itu ialah raja, dan karena itu lambat-laun raja disebut imperator dan kerajaannya (ialah daerah dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium. Pada zaman dahulu kebesaran seorang raja diukur menurut luas daerahnya, maka raja suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara lain. Tindakan raja inilah yang disebut imperialisme oleh orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah dengan pengertian-pengertian lain hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata yang kita kenal sekarang ini. hingga kata imperealisme ini bisa digunakan untuk dan menetap dimana saja. 1. Berdasarkan Waktu Munculnya Berdasarkan waktu munculnya, imperialisme dibedakan menjadi imperialisme kuno dan imperialisme modern. Imperialisme kuno berlangsung sebelum terjadinya Revolusi
![Page 2: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/2.jpg)
Industri, dengan tujuannya adalah mencapai kejayaan (glory), memiliki kekayaan (gold), dan menyebarkan agama (gosper). 2. Berdasarkan Tujuan Penguasaannya Berdasarkan tujuan penguasaannya imperialisme dibedakan atas : a) Imperialisme Politik b) Imperialisme Ekonomi c) Imperialisme Kebudayaan d) Imperialisme Militer 3. Akibat Imperialisme dalam Bidang Politik dan Ekonomi Negara imperialis menjadi pusat kekayaan, sedang negara jajahan terus bertambah miskin. Hasil-hasil industri dipasarkan ke daerah-daerah jajahan, sementara itu perniagaan di daerah jajahan dibatasi. 4. Akibat Imperialisme dalam Bidang Sosial - Budaya kaum imperialis dapat hidup mewah dan lebih maju, sedangkan rakyat jajahan hidup serba kekurangan dan semakin suram. Mka pada beberapa daerah jajahan terjadi eropanisasi kebudayaan, yaitu kebudayaan penduduk asli digeser dan di pengaruhi oleh kebudayaan bangsa Eropa.
2. Hubungan Merkantilisme, Revolusi Industri, dan kapitalisme dengan Perkembangan Kolonialisme Barat di Indonesia a. Pengertian Merkantilisme dan Kapitalisme * Merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan bahwa besarnya volum perdagangan global teramat sangat penting. * Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung kepentingan-kepentingan pribadi. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. b. Revolusi Industri
![Page 3: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/3.jpg)
Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia.
Pengertian Merkantilisme, Kapitalisme, Fasisme dan lain-lain
Merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, bahwa besarnya merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan terhadap perekonomiannya volume perdagangan global teramat sangat penting. Pemerintah negara mendukung ekspor dengan insentif dan menghadang.
Contoh raja pengikut / penganut sistem merkantilisme : 1. Raja Karel V dari negara Spanyol 2. Ratu Elizabeth dari Inggris 3. Prinsmaurits berasal dari Belanda 4. Louis XIV dari Prancisang import dengan tarif.
Kapitalisme adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama.
Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara.
Fasisme adalah ideologi yang telah membawa bencana besar bagi umat manusia. Selain menyebabkan jutaan manusia terbunuh dan disiksa hanya karena ras mereka, paham ini juga
![Page 4: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/4.jpg)
telah berupaya menghapuskan seluruh nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia. Selain memaparkan beragam kecenderungan fasis yang menjelma dalam berbagai bentuk dan penampilan, dan menyingkap asal usul serta tujuannya. Buku ini berusaha pula membongkar kedok fasisme, dan memperlihatkan bahwa fasisme sejatinya merupakan sistem anti-agama.
Anarko-Komunisme adalah suatu bentuk dari anarkisme yang mengajarkan penghapusan negara (atau institusi kenegaraan) dan faham kapitalisme, untuk sebuah jaringan asosiasi sukarela di mana semua orang bebas untuk memenuhi kebutuhannya. Anarko-Komunisme juga dikenal dengan sebutan anarkis komunisme, komunis anarkisme, anarkisme-komunis ataupun komunisme libertarian. Namun, walaupun semua anarkis komunis adalah komunis libertarian, tetapi tidak semua komunis libertarian adalah anarkis (menganut faham anarkisme), misalnya dewan komunis. hal yang membedakan anarko-komunisme dari varian lain dari libertarian komunisme adalah bentuk oposisinya terhadap segala bentuk kekuasaan politik, hirarki dan dominasi. Komunisme bisa tumbuh subur di negara-negara miskin maupun negara berkembang, namun dengan runtuhnya negara-negara komunis yang kuat menyebabkan faham-faham komunis inipun tidak akan bisa berkembang menjadi besar.
![Page 5: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/5.jpg)
sosial seperti asuransi sosial dan orang-orang jompo
pengangguran orang lemah pemeliharaan kesehatan
perbaikan pelayanan dan peningkatan taraf hidup.
Kapitalisme mulai berorientasi kepada perbikan sektoral
disebabkan munculnya kaum buruh sebagai kekuatan
produktif di negara-negara demokrasi tekanan dari komite
hak-hak azasi manusia dan utk membendung ekspansi
komunisme yg berpura-pura menolong kaum buruh dan
mengklaim sebagai pembelanya
Merkantilisme
Lukisan bergambar pelabuhan Perancis dari tahun 1638, saat merkantilisme mencapai puncaknya.
Merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan bahwa besarnya volum perdagangan global teramat sangat penting. Aset ekonomi atau modal negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital (mineral berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh negara dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah (sebisanya) impor
![Page 6: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/6.jpg)
sehingga neraca perdagangan dengan negara lain akan selalu positif. Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan terhadap perekonomiannya, dengan mendorong eksport (dengan banyak insentif) dan mengurangi import (biasanya dengan pemberlakuan tarif yang besar). Kebijakan ekonomi yang bekerja dengan mekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi merkantilisme.
Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-16 sampai ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara industri terbesar di dunia.
Teori
Saat ini, semua ahli ekonomi Eropa antara tahun 1500 sampai tahun 1750 dianggap sebagai merkantilis meskipun ketika itu istilah 'merkantilis' belum dikenal. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Victor de Riqueti, marquis de Mirabeau pada tahun [1763], dan kemudian dipopulerkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Pada kenyataannya, Adam Smith menjadi
Kebijakan – kebijakan pemerintah kolonial.
Kebijakan – kebijakan pemerintah kolonial yaitu:
1. Sietem penyerahan wajib oleh VOC..
Sistem Penyerahan wajib oleh VOC
![Page 7: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/7.jpg)
Dengan hak-hak istimewa yang dimiliki VOC, kedudukan bangsa portugis mulai terdesak dan bendera kompeni mulai berkibar.kekuasaan yang dimiliki raja-raja kita diambil oleh kompeni dengan perjanjian yang merugikan. semakin lama bangsa VOC lebih berkembang dan ingin menguasai kedudukan bangsa indonesia.bangsa VOC memiliki pegawai dan anggota tentara yang banyak. biaya untuk meneruskan pegawai dan tentara diambil dari penduduk dengan cara mengambl hasil bumi seperti beras, lada, kopi, rempah, kayu jati, dll. tentunya tidak hanya diambil dengan gratis, tetapi membeli hasil bumi itu dengan harga yang ditentukan oleh VOC. (bayanginn gimana sengsaranya bangsa indonesia duluu) -.-kemudian hasil bumi itu dikumpulkan oleh kepala desa dan setiap desa diberikan jatah tertentu. kepala desa kemudian memberikan hasil yang telah dikumpulkan kepada bupati dan jatah untuk petani hanya sedikit yang dimiliki, karena biaya yang diberikan oleh VOC hanya sedikit dan telah diotong oleh pegawai-pegawai VOC .
2. Sistem kerja wajib ( kerja rodi ) oleh Herman Willem Daendels.
sistem kerja paksa yang disebut Kerja Rodi. Rakyat harus bekerja keras membangun saran umum tersebut tanpa mendapat upah. Ribuan rakyat meninggal saat mengerjakan pembuatan jalan raya tersebut.
Tindakan Daendels tersebut menimbulkan konflik dengan para penguasa lokal Indonesia. Tindakan otoriter Daendels tersebut membuat Raja Louis Napoleon Bonaparte memanggil kembali Daendels ke Belanda dan diganti oleh GubernurJenderal Jansens.
3. Sistem sewa tanah oleh Thomas Stamford Raffles..
![Page 8: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/8.jpg)
A. Sistem Sewa Tanah
1. Latar Belakang
Sistem sewa tanah dijalankan oleh Inggris, yaitu pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Stamford Raffles. Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin berpatokan pada tiga azas, antara lain:
a. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam;
b. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan bagian integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pememrintahan yang sesuai, perhatia mereka harus terpusat pada pekerjaan-pekerjaan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c. Para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani diwajibkan membayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah.
Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
a. Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil bruto;
b. Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari hasil bruto;
c. Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto.
2. Tujuan Sistem Sewa Tanah
![Page 9: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/9.jpg)
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles mengandung tujuan sebagai berikut:
a. Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas untuk memotovasi mereka agar bekerja lebih giat sehingga kesejahteraannya mejadi lebih baik;
b. Daya beli masyarakat semakin meningkat sehingga dapat membeli baranng-barang industri Inggris;
c. Pemerintah kolonial mempunyai pemasukan negara secara tetap;
d. Memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki petani;
e. Secara bertahap untuk mengubah sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.
Perubahan-perubahan yang terjadi dengan dilaksanakannya sistem sewa tanah, dapat dikatakan revolusioner karena mengandung perubahan azasi, yaitu unsur paksaan yang sebelumnya dialami oleh rakyat, digantikan dengan unsur sukarela antara pemerintah dan rakyat. Jadi, perubahan ini bukan hanya semata-mata perubahan secara ekonomi, tetapi juga perubahan sosial-budaya yang mengantikan ikatan-ikatan adat yang tradisional dengan ikatan kontrak yang belum pernah dikenal.[1] Yaitu, digantikannya sistem tradisional yang berdasarkan atas hukum feodal, menjadi sistem ekonomi yang didasarkan atas kebebasan. Secara singkat perubahan tersebut, antara lain:
a. Unsur paksaan digantikan dengan unsur bebas sukarela;
![Page 10: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/10.jpg)
b. Ikatan yang didasarkan pada ikatan tradisional, diubah menjadi hubungan yang berdasarkan perjanjian;
c. Ikatan adat-istiadat yang telah turun-temurun menjadi semakin longgar, akibat pengaruh barat.
3. Kegagalan Sistem Sewa Tanah
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilaksanakanan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles, menemui beberapa kegagalan. Dalam melaksanakan sistem sewa tanah tersebut, Jenderal Stamford Raffles menemui banyak hambatan-hambatan yang berakibat gagalnya system sewa tanah. Hamatan-hambatan yang dihadapinya antara lain:
a. Keuangan negara dan pegawai-pegawai yang cakap jumlahnya terbatas;
b. Masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat India yang sudah mengenal perdagangan ekspor. Masyarakat Jawa pada abad IX masih bertani untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan belum banyak mengenal perdagangan;
c. Sistem ekonomi desa pada waktu itu belum memungkinkan diterapkannya ekonomi uang;
d. Adanya pejabat yang bertindak sewenang-wenang dan korup;
e. Pajak terlalu tinggi sehingga banyak tanah yang tidak digarap.
4. Sietem tanam paksa (cultur stelsel) oleh Johanes Van Den Bosch..
Cultuurstelsel
![Page 11: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/11.jpg)
Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budaya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.
Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOCkarena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
![Page 12: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/12.jpg)
Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.
Sejarah
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah penjajah hampir bangkrut setelah terlibat perang Jawa terbesar (Perang Diponegoro, 1825-1830), Gubernur Jenderal Van den Bosch mendapat izin khusus melaksanakan sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pemerintahan jajahan yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan.
Sistem tanam paksa berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila). Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah.
Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya. Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.
Sistem tanam paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa.
Pemerintah kolonial memobilisasi lahan pertanian, kerbau, sapi, dan tenaga kerja yang serba gratis. Komoditas kopi, teh,
![Page 13: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/13.jpg)
tembakau, tebu, yang permintaannya di pasar dunia sedang membubung, dibudidayakan.
Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus.
Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut.
Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
[sunting]Aturan
Berikut adalah isi dari aturan tanam paksa
Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
![Page 14: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/14.jpg)
Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa
Wolter Robert baron van Hoëvell, pejuang Politk Etis
Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an diGrobogan,Demak,Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadapbumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker), di lapangan jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul gagasan politik etis.
[sunting]Kritik kaum liberal
![Page 15: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/15.jpg)
Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan telah berhasil pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria, Agrarische Wet. Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.
UU ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum (nila), atau untuk tanaman semusim seperti tebu dan tembakau dalam bentuk sewa jangka pendek.
[sunting]Kritik kaum humanis
Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria, ini mendapat kritik dari para kaum humanis Belanda. Seorang Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker mengarang buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli. Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda.
Seorang anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat tulisan berjudul Een Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam
![Page 16: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/16.jpg)
majalah De Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis.
[sunting]Dampak
[sunting]Dalam bidang pertanian
Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dancengkeh. Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara serius.
[sunting]Dalam bidang sosial
Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
![Page 17: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/17.jpg)
[sunting]Dalam bidang ekonomi
Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu sendiri.
6. System politik etis oleh Van Den Venter..
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
![Page 18: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/18.jpg)
Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:
1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-
![Page 19: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/19.jpg)
1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.
Penyimpangan
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.
Irigasi
Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
Migrasi
![Page 20: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/20.jpg)
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan Belanda.Kritik
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers) dan Tionghoa.
Pengaruh Kebijakan – kebijakan pemerintah colonial diberbagai daerah, antara lain merosotnya wibawa bupati, disederhanakannya upacara dan tata cara di istana
![Page 21: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/21.jpg)
kerajaan, lahirnya kaum buruh, rakyat mulai mengenal uang dan berbagai jenis tanaman, terjadinya urbanisasi.terjadinya urbanisasi karena pabrik-pabrik banyak di bangun di kota-kota. Pengaruh yang paling terasa adalah masuknya pengaruh kehidupan barat di lingkungan rakyat..
Kebijakn-kebijakan pemerintah colonial yang telah menyebabkan penderitaan luar biasa tersebut, akhirnya mendapat perlawanan dari rakyat. Bentuk-bentuk perlawanan rakyat dalam menentang kolonisme barat tersebut antara lain perlawanan pattimura, kaum padre, pangeran diponegoro, Hassanudin, rakyat Banjar, rakyat Bali, Aceh, Batak, dan gerakan sosial.
masa pemerintah kolonial belanda johanes van den bosch
masa pemerintah kolonial belanda johanes van den bosch
Kekosongan keuangan Belanda yang disebabkan oleh perang
kemerdekaan dari Belgia maupun perang Diponegoro, mendorong
Belanda untuk menciptakan suatu sistem yang dapat menghasilkan
keuntungan dalam bidang ekonomi/keuangan bagi Belanda. Pada
masa kepemimpinan Johanes Van Den Bosch Belanda memperkenalkan
culturstelsel atau caltivitaion system (tanam paksa).
Sistem tanan paksa pertama kali diperkenalkan di Jawa dan
![Page 22: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/22.jpg)
dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa.
masa pemerintah kolonial belanda johanes van den bosch
a. Aturan sistem tanam paksa
1) Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima dari lahan
garapannya untuk ditanami tanaman wajib yang berkualitas
ekspor.
2) Tanah yang disediakan untuk tanah wajib dibebaskan dari
pembayaran pajak tanah.
3) Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah
pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat.
4) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap
tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang
diperlukan untuk menanam padi atau kurang lebih 3 bulan.
5) Mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama
66 hari atau seperlima tahun di perkebunan pemerintah.
6) Jika terjadi kerusakan atau kegagalan panen menjadi
tanggung jawab pemerintah (jika bukan akibat kesalahan
![Page 23: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/23.jpg)
petani).
7) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada
kepala desa.
b. Pelaksanaan tanam paksa
Dalam kenyataannya, pelaksanaan cultur stelsel banyak
terjadi penyimpangan, karena berorientasi pada kepentingan
imperialis, di antaranya:
1) Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah
garapan, apalagi tanahnya subur.
2) Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan
waktunya untuk tanaman ekspor, sehingga banyak tidak
sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.
3) Rakyat tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi 1/5
tahun.
4) Waktu pelaksanaan tanaman ternyata melebihi waktu
tanam padi (tiga bulan) sebab tanaman-tanaman perkebunan
memerlukan perawatan yang terus-menerus.
5) Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus
dibayarkan kembali kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan
kepada rakyat.
![Page 24: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/24.jpg)
6) Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab
rakyat/petani.
c. Akibat tanam paksa
1) Bagi Belanda
Bagi Belanda tanam paksa membawa keuntungan
melimpah, di antaranya:
a) Kas Belanda menjadi surplus (berlebihan).
b) Belanda bebas dari kesulitan keuangan.
2) Bagi Indonesia
Akibat adanya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan
tanam paksa, maka membawa akibat yang memberatkan
rakyat Indonesia, yaitu:
masa pemerintah kolonial belanda johanes van den bosch
a) Banyak tanah yang terbengkalai, sehingga panen gagal.
b) Rakyat makin menderita.
c) Wabah penyakit merajalela.
d) Bahaya kelaparan yang melanda Cirebon memaksa rakyat
mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan diri.
e) Kelaparan hebat di Grobogan, sehingga banyak yang
![Page 25: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/25.jpg)
mengalami kematian dan menyebabkan jumlah penduduk
menurun tajam.
d. Penentangan tanam paksa
Tanam paksa yang diterapkan Belanda di Indonesia
ternyata mengakibatkan aksi penentangan. Orang yang
menentang tanam paksa terdiri dari:
1) Golongan pendeta
Golongan ini menentang atas dasar kemanusiaan. Adapun
tokoh yang mempelopori penentangan ini adalah Baron Van
Hovel.
2) Golongan liberal
Golongan liberal terdiri dari pengusaha dan pedagang, di
antaranya:
a) Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli yang
menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul
Max Havelaar.
b) Frans Van de Pute dengan mengarang buku berjudul
Suiker Constracten (Kontrak Kerja).
e. Penghapusan pelaksanaan tanam paksa secara bertahap
Di Sumatra Barat ,sistem tanam paksa dimulai sejak tahun
![Page 26: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/26.jpg)
1847, ketika penduduk yang telah lama menanam kopi secara
bebas dipaksa untuk menanam kopi untuk diserahkan kepada
pemerintah kolonial. Begitu juga di Jawa, pelaksanaan sistem
tanam paksa ini dilakukan melalui jaringan birokrasi lokal.
Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya
pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap:
1) Tahun 1860 tanam paksa lada dihapus.
2) Tahun 1865 tanam paksa nila dan teh dihapus.
3) Tahun 1870 tanam paksa semua jenis tanaman, dihapus
kecuali kopi di Priangan.
Selain di Pulau Jawa, kebijaksanaan yang hampir sama
juga dilaksanakan di tempat lain seperti Sumatra Barat,
Minahasa, Lampung, dan Palembang. Kopi merupakan tanaman
utama di dua tempat pertama. Adapun lada merupakan tanaman
utama di dua wilayah yang kedua. Di Minahasa, kebijakan
yang sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa.
masa pemerintah kolonial belanda johanes van den bosch
jjjjjjjjjjjjjjjjjj
pemerintahan van den bosch
![Page 27: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/27.jpg)
MASA PEMERINTAHAN Van Den Bosch Ketentuan Tanam Paksa (culture Stelsel), adalah :1. penyediaan tanah untuk tanam paksa berdasarkan persetujuan penduduk.2. Tanah yang diberikan tidak lebih dari seperlima3. Tanah tersebut bebas pajak4. Kelebihan hasil panen akan diberikan kepada petani5. Pekerjaan menanam padi tidak lebih dari waktu menanm padi.6. Kegagalan panen yang bukan kesalahan petani merupakan tanggungjawab pemerintah.7. Bagi yang tidak memiliki tanah dipekerjakan dipabrik atau perkebunan pemerintah.8. Pelaksanaannya oleh pemimpin pribumi.Penyimpangan-penyimpangan kebijakan tanam paksa :1. Perjanjian penyediaan tanah dilakukan dengan paksaan.2. Tanah yang digunakan lebih dari seperlima.3. Pengerjaan tanah untuk tanam paksa melebihi waktu tanam padi.4. Tanah tersebut masih dikenai pajak.5. Kelebihan hasil panen tidak diberikan kepada petani.6. Kegagalan panen menjadi tanggungan petani.7. Buruh dijadikan tenaga paksaan1. Politik Pintu Terbuka.Latar belakang pemberlakuan kebijakan tersebut :a. tanam Paksab. berkembangnya paham liberalism di Eropa.c. Kemenangan partai liberal di Belandad. Traktat Sumatra 1871Landasan utama pelaksanaan kebijakan adalah pembebasan lahan tidak lagi dimiliki oleh Negara belanda saja namun di tuntut untuk di buka bagi pihak swasta dan pemilik modal yang ingin beriventasi di Indonesia.Akibat system politik liberal colonial.a. Bagi Belanda1. Memberikan keuntungan besar bagi kaum swasta Belanda dan colonial Belanda2. Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalami kemajuan.3. Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan.
![Page 28: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/28.jpg)
b. Bagi Indonesia1. Kemerosotan kesejahteraan penduduk.2. Adanya krisis perkebunan tahun 18853. Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras.4. Menurunnya usaha kerajinan rakyat5. Rakyat menderita dengan diterapkannya kerja rodi.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Johannes van den BoschDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Graaf Johannes van den Bosch. Lukisan potret dibuat oleh Raden Saleh.
Untuk Menteri Perang Belanda pada tahun 1860-an, lihat Johannes Adrianus van den Bosch.
Johannes graaf van den Bosch (lahir di Herwijnen, Lingewaal, 1 Februari 1780 – meninggal di Den Haag, 28 Januari 1844 pada umur 63 tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda yang ke-43. Ia memerintah antara tahun 1830 – 1834. Pada masa pemerintahannya Tanam Paksa (Cultuurstelsel) mulai direalisasi,
![Page 29: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/29.jpg)
setelah sebelumnya hanya merupakan konsep kajian yang dibuat untuk menambah kas pemerintah kolonial maupun negara induk Belanda yang kehabisan dana karena peperangan di Eropa maupun daerah koloni (terutama di Jawa dan Pulau Sumatera).
Biografi
Van den Bosch dilahirkan di Herwijnen, Provinsi Gelderland, Belanda. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa tahun 1797, sebagai seorang letnan; tetapi pangkatnya cepat dinaikkan menjadi kolonel. Pada tahun 1810 sempat dipulangkan ke Belanda karena perbedaan pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Setelah kepulangannya ke Belanda pada bulan November 1813, Van den Bosch beragitasi untuk kembalinya Wangsa Oranje. Dia diangkat kembali sebagai kolonel di ketentaraan dan menjadi Panglima Maastricht. Di Belanda karier militernya membuatnya terlibat sebagai komandan di Maastricht dengan pangkat sebagai mayor jenderal. Di luar kegiatan karier, Van den Bosch banyak membantu menyadarkan warga Belanda akan kemiskinan akut di wilayah koloni. Pada tahun 1827, dia diangkat menjadi jenderal komisaris dan dikembalikan ke Batavia (kini Jakarta), hingga akhirnya menjadi Gubernur Jenderal pada tahun 1830. Van den Bosch kembali ke Belanda sesudah lima tahun. Dia pensiun secara sukarela pada tahun 1839.
![Page 30: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/30.jpg)
kebijakan van deventer di indonesia, dikenal dengan nama politik etis.
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam
![Page 31: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/31.jpg)
kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:
1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan
Perubahan kebijakan pendidikan pada zaman penjajahan kolonial Belanda secara ringkas telah diikhtisarkan oleh Dedi Supriadi sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1: Iktisar Perubahan Kebijakan Pendidikan Pada Zaman Belanda, Dari Abad Ke-17 s.d. Abad Ke-20
Periode Penyelenggara
Pendidikan
Arah dan Sifat Kebijakan Pendidikan
VOC, Abad ke-17-18
Gereja melalui NZG, VOC membiayai
Sekolah didirikan di daerah VOC, Inlands Onderwijs untuk mendukung kepentingan VOC;· Pendidikan satu paket dengan misi agama Kristen;
Materi pelajaran adalah membaca, menulis, bahasa Melayu dan Portugis, Bible;
Pendidikan tradisional tidak disentuh VOC;
Guru dari kalangan gereja dan orang-orang Ambon yang disebar di daerah VOC.
Hindia Belanda Abad ke-19
Pemerintah dan swasta, peran NZG
Pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta Belanda;· NZG menyerahkan sekolahnya
![Page 32: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/32.jpg)
berakhir tahun 1870
kepada Pemerintah Hindia Belanda;
Pengaruh Kristen dalam pendidikan berkurang;
Prioritas masih untuk orang Eropa dan Indo-Eropa mengikuti sistem dan kurikulum di Belanda;
Pendidikan elitis bagi Bumiputera dan Melayu untuk mendukung pemerintah colonial;
Sekolah guru, kejuruan, dan pamong praja mulai didirikan.
Politik Etis, Abad ke-20
Pemerintah Hindia Belanda
Pendidikan berubah dari elitis ke populis;· Banyak sekolah didirikan;
Jumlah siswa meningkat tajam;
Akses ke sekolah lanjutan diperluas;
Anggaran untuk pendidikan Bumiputera disediakan secara khusus.
Sumber: Dedi Supriadi, 2003: 14
Refleksi
Conrad Theodore van DeventerDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
![Page 33: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/33.jpg)
Conrad Theodor van Deventer
Pada sebuah surat tertanggal 30 April 1886 yang ditujukan untuk orang tuanya, Deventer mengemukakan perlunya sebuah tindakan yang lebih manusiawi bagi pribumi karena mengkhawatirkan akan kebangkrutan yang dialami Spanyol akibat salah pengelolaan tanah jajahan.
Lalu pada 1899 Deventer menulis dalam majalah De Gids (Panduan), berjudul Een Eereschuld (Hutang kehormatan). Pengertian Eereschuld secara substasial adalah "Hutang yang demi kehormatan harus dibayar, walaupun tidak dapat di tuntut dimuka hakim". Tulisan itu berisi angka-angka konkret yang menjelaskan pada publik Belanda bagaimana mereka menjadi negara yang makmur dan aman (adanya kereta api, bendungan-bendungan, dst) adalah hasil kolonialisasi yang datang dari daerah jajahan di Hindia Belanda ("Indonesia"), sementara Hindia Belanda saat itu miskin dan terbelakang. Jadi sudah sepantasnya jika kekayaan tersebut dikembalikan.
Ketika Deventer menjadi anggota Parlemen Belanda, ia menerima tugas dari menteri daerah jajahan Idenburg untuk menyusun sebuah laporan mengenai keadaan ekonomi rakyat pribumi di Jawa dan
![Page 34: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/34.jpg)
vv
v
atu dan Cina di strata kedua.
![Page 35: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/35.jpg)
![Page 36: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/36.jpg)
![Page 37: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/37.jpg)
v
![Page 38: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/38.jpg)
Kerja paksa
![Page 39: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/39.jpg)
![Page 40: sejarah nurhayati1](https://reader033.fdokumen.com/reader033/viewer/2022061614/55cf8efe550346703b97d5cb/html5/thumbnails/40.jpg)
Kaum kapitalis memandang kebebasan adl suatu kebutuhan bagi individu utk menciptakan keserasian antara dirinya dan masyarakat. Sebab kebebasan itu adl suatu kekuatan pendorong bagi produksi krn ia benar-benar menjadi hak manusia yg menggambarkan kehormatan kemanusiaan.