Sejarah Kesawan.docx

3
Kesawan, Kota "STW" ? Menjadikan kawasan melayu dimedan.. Kawasan Kesawan merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang dilindungi pemerintah kota. Menyimpan kejayaan bisnis masa lalu, kini kota yang terlihat STW alias setengah tua (sebagian gedung tua, sebagian gedung modern) ini semakin "kumuh" akibat sarang walet yang dibalut gedung modern. Parijs van Sumatera tinggal lembaran sejarah yang tidak (akan) diingat lagi. - - - Seorang teman, asal Jakarta, bertanya pada saya, "Di mana saya bisa lihat kota tua di sini (Kota Medan, red)?" Saya bingung. Pun saya ragu menyebut kawasan Kesawan. Bukan menyindir, tapi masa’ sih kawasan itu layak di sebut kota tua? Memang, di sana banyak bangunan gedung dan rumah yang layak disebut tua, bila diukur dari segi umur. Tapi ada juga yang bisa disebut kumuh, selain tak berpenghuni lagi, bangunannya pun jorok dan seperti "ladang jin". Saya agak tersenyum, karena pada malam harinya di sana berkumpul kelompok menengah ke atas yang makan di Kesawan Square, sejak kawasan itu diresmikan sebagai sebagai tempat makan sejak 15 Januari 2003 lalu. Tapi jelas, jalan Ahmad Yani yang ditutup sejak pukul 18.00 hingga 05.00 bukan hendak menjual pemandangan sebuah kota lama, tapi terlihat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Penasaran, saya pun kemudian membuka Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan di Kota Medan. Di situ, di antara 42 bangunan yang dilindungi di Kota Medan, termasuk toko-toko, kantor, dan bank di Jl. Ahmad Yani, Palang Merah, Raden Saleh. Jalan Ahmad Yani jelas merujuk pada kawasan Kesawan Medan, sesuatu yang disebut orang sebagai kota tua. Namun, ketika saya mengelilingi kawasan yang disebut dalam Perda itu, bisa ditarik kesimpulan, wilayah itu adalah sebuah kawasan yang dihitung mulai dari Jalan Ahmad Yani, Raden Saleh, Imam Bonjol, TD Pardede, Palang Merah, sampai ke Ahmad Yani. Sejenak berdiri di atas jembatan di antara Hotel Danau Toba Internasional dan sebuah gedung tinggi yang sedang dibangun di atas bekas lahan penjara Sukamulia, seperti terdapat sebuah asumsi bahwa kawasan yang termasuk Perda itu, mungkin, dibatasi oleh Sungai Deli. Pasalnya, Jalan Raden Saleh dan Palang Merah berbatas sungai itu. Bertambah penasaran, saya kembali membuka dokumen-dokumen soal kawasan ini. Sebuah versi, dari wikipedia.com menyebutkan, sebelum 1880 Kampung Kesawan dihuni oleh orang- orang Melayu. Namun kemudian orang-orang Tionghoa dari Malaka dan Tiongkok datang dan menetap di daerah ini sehingga Kesawan menjadi sebuah Pecinan. Setelah kebakaran besar melalap rumah-rumah kayu di Kesawan pada tahun 1889, para warga Tionghoa lalu mulai mendirikan ruko-ruko dua lantai yang sebagian masih tersisa hingga kini. Situs ini juga menyebutkan beberapa bangunan bersejarah yang masih eksis, seperti kantor Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij, Gedung South East Asia Bank , Gedung Bank Modern (dulunya kantor perwakilan Stork), rumah Tjong A Fie, Gedung Jakarta Lloyd (dulunya kantor perusahaan pelayaran The Netherlands Shipping Company dan sempat menjadi kantor Rotterdam's Lloyd), Gedung PT. London Sumatera (dulu kantor Harrison & Crossfield), sampai Cafe Tip Top. Namun, informasi ini menjadi basi. Pasalnya, eks Bank Modern yang dulu menjadi Kantor Perwakilan Stovk, sebuah perusahaan Belanda yang memproduksi dan menjual mesin- mesin

description

sejarah kesawan medan

Transcript of Sejarah Kesawan.docx

Page 1: Sejarah Kesawan.docx

Kesawan, Kota "STW" ? Menjadikan kawasan melayu dimedan..

Kawasan Kesawan merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang dilindungi pemerintah kota. Menyimpan kejayaan bisnis masa lalu, kini kota yang terlihat STW alias setengah tua (sebagian gedung tua, sebagian gedung modern) ini semakin "kumuh" akibat sarang walet yang dibalut gedung modern. Parijs van Sumatera tinggal lembaran sejarah yang tidak (akan) diingat lagi. 

- - -

Seorang teman, asal Jakarta, bertanya pada saya, "Di mana saya bisa lihat kota tua di sini (Kota Medan, red)?" Saya bingung. Pun saya ragu menyebut kawasan Kesawan. Bukan menyindir, tapi masa’ sih kawasan itu layak di sebut kota tua? Memang, di sana banyak bangunan gedung dan rumah yang layak disebut tua, bila diukur dari segi umur. Tapi ada juga yang bisa disebut kumuh, selain tak berpenghuni lagi, bangunannya pun jorok dan seperti "ladang jin". Saya agak tersenyum, karena pada malam harinya di sana berkumpul kelompok menengah ke atas yang makan di Kesawan Square, sejak kawasan itu diresmikan sebagai sebagai tempat makan sejak 15 Januari 2003 lalu. Tapi jelas, jalan Ahmad Yani yang ditutup sejak pukul 18.00 hingga 05.00 bukan hendak menjual pemandangan sebuah kota lama, tapi terlihat berbeda dari hari-hari sebelumnya. 

Penasaran, saya pun kemudian membuka Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Perlindungan Bangunan di Kota Medan. Di situ, di antara 42 bangunan yang dilindungi di Kota Medan, termasuk toko-toko, kantor, dan bank di Jl. Ahmad Yani, Palang Merah, Raden Saleh. Jalan Ahmad Yani jelas merujuk pada kawasan Kesawan Medan, sesuatu yang disebut orang sebagai kota tua. Namun, ketika saya mengelilingi kawasan yang disebut dalam Perda itu, bisa ditarik kesimpulan, wilayah itu adalah sebuah kawasan yang dihitung mulai dari Jalan Ahmad Yani, Raden Saleh, Imam Bonjol, TD Pardede, Palang Merah, sampai ke Ahmad Yani. Sejenak berdiri di atas jembatan di antara Hotel Danau Toba Internasional dan sebuah gedung tinggi yang sedang dibangun di atas bekas lahan penjara Sukamulia, seperti terdapat sebuah asumsi bahwa kawasan yang termasuk Perda itu, mungkin, dibatasi oleh Sungai Deli. Pasalnya, Jalan Raden Saleh dan Palang Merah berbatas sungai itu.

Bertambah penasaran, saya kembali membuka dokumen-dokumen soal kawasan ini. Sebuah versi, dari wikipedia.com menyebutkan, sebelum 1880 Kampung Kesawan dihuni oleh orang-orang Melayu. Namun kemudian orang-orang Tionghoa dari Malaka dan Tiongkok datang dan menetap di daerah ini sehingga Kesawan menjadi sebuah Pecinan. Setelah kebakaran besar melalap rumah-rumah kayu di Kesawan pada tahun 1889, para warga Tionghoa lalu mulai mendirikan ruko-ruko dua lantai yang sebagian masih tersisa hingga kini. Situs ini juga menyebutkan beberapa bangunan bersejarah yang masih eksis, seperti kantor Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij, Gedung South East Asia Bank , Gedung Bank Modern (dulunya kantor perwakilan Stork), rumah Tjong A Fie, Gedung Jakarta Lloyd (dulunya kantor perusahaan pelayaran The Netherlands Shipping Company dan sempat menjadi kantor Rotterdam's Lloyd), Gedung PT. London Sumatera (dulu kantor Harrison & Crossfield), sampai Cafe Tip Top.

Namun, informasi ini menjadi basi. Pasalnya, eks Bank Modern yang dulu menjadi Kantor Perwakilan Stovk, sebuah perusahaan Belanda yang memproduksi dan menjual mesin- mesin industri perkebunan, sudah kiamat dan berganti dengan ruko. Pemko Medan, pada 2004 lalu telah mengeluarkan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor 01581/644.4/655/04.01, tanggal 14 April 2004, untuk pendirian satu unit ruko. Dulu, ruko itu sempat ditawar Rp 1,4 miliar. Saya pun agak bergidik melihat angka yang tertulis di arsitekturindis.com itu, pasalnya, itu harga di tahun 2004, dan

Page 2: Sejarah Kesawan.docx

pasti sudah melonjak jauh pada 2006 ini. Apa mau dikata, ketika melewati kawasan Kesawan – dan pastinya melewati kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumut yang juga menempati sebuah gedung lama di sebelah rumah Tjong A Fie – sekali lagi, ruko itu sudah berdiri megah di situ.

Walet dan Sejarah BudayaNamun, yang menarik di Kesawan adalah burung walet. Setiap sore burung-burung yang telah "melahirkan" banyak konglomerat itu berbunyi riuh di sepanjang kawasan Ahmad Yani. Dan, feeling bisnis kota Medan yang lapar pun menyambut riuh-rendah burung walet itu. Di sepanjang jalan itu, dapat ditemui dengan mudah gedung-gedung yang berkedok modern, tinggi (lebih dari empat tingkat) hanya untuk menampung liur burung walet itu. Entah milik siapa gedung-gedung walet itu, tidak bisa dipastikan. Seorang penjaga gedung walet itu menatap tajam pada saya ketika saya memotret gedung-gedung itu.

Tak habis pikir memang, karena di lantai bawah gedung walet itu, dibuat toko. Padahal, penelitian ilmiah menyebutkan, selain bisa menyimpan bibit malaria dan demam berdarah di sarangnya, burung walet juga cenderung menyebarkan toksin (racun) yang bisa mengakibatkan kemandulan baik pada pria dan wanita. "Wah aku tidak tahu itu. Yang penting, udah lamanya walet itu ada di Kesawan ini, dan bangunan itu memang baru," kata Husin, seorang pedagang rokok di dekat Bank Syariah Mandiri jalan Ahmad Yani.

Pada tahun 2003, Departemen Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung, pernah merancang sebuah penelitian mengenai kawasan ini. Seorang peneliti ITB, JP Marthin Sibarani, pernah berasumsi, kawasan Kesawan di Kota Medan merupakan kawasan kota lama yang semakin ditinggalkan. Ia menyebutkan, konflik yang terjadi di dalam kawasan ini bersumber dari bentuk fisik yang tidak lagi mendukung kegiatan maupun kehidupan publik di kawasan ini. Hal itu mengakibatkan berbagai persoalan ikutan di dalamnya yang berkaitan dengan adanya berbagai kepentingan pemanfaatan yang saling berbenturan. Entah bagaimana nasib penelitian ini, yang pasti pengelolaan di kawasan bersejarah ini bisa dilihat kasat mata oleh warga Kota Medan.

Bagaimanapun, sejarah dan budaya memang tidak bisa disembunyikan dari kawasan ini. Kawasan ini memang mempunyai perangkat yang cukup lengkap untuk sebuah kota. Ada Pajak Ikan lama – yang sekitar tahun 1950-an menjadi pusat penjualan grosir ikan asin sebelum di bawa ke Belawan dan digantikan pedagang tekstil pada tahun 1970– , mesjid (mesjid gang bengkok), kantor pemerintahan, dan kantor perdagangan, tersedia di sini.

Dirk A. Buiskool, seorang peneliti asing dalam sebuah papernya yang berjudul "Kota Perkebunan di Sumatera Timur 1870 – 1942" yang disampaikan dalam The 1st Internatinal Urban Confrence di Surabaya tahun 2004 lalu, menyatakan Kota Medan dibangun pertama kali bersamaan dengan berdirinya Kampung Melayu Medan Putri dan Kampung Kesawan. Kawasan ini dipilih karena daerah Labuhan dan perkebunan tembakau di daerah tersebut adalah daerah rawa-rawa yang merupakan iklim yang bagus untuk penyakit malaria. Pengelola perkebunan kemudian memutuskan untuk membuka sebuah kawasan untuk mendirikan kantornya lebih ke dalam, itulah kawasan Kesawan. Tahun 1869, Deli Company didirikan oleh Sultan bekerja dengan GC Clemen, PW Jannssen dan J Nienhuy yang tergabung dalam the Netherlands Trading Company. Mulai saat itulah, pembangunan gedung-gedung di dirikan di Kesawan dan daerah lainnya di Kota Medan. Salah satu bangunan yang paling bagus dibangun pada tahun 1909 yaitu Perusahaan Perkebunan Inggris Harrisons & Crsofield, tepat di sudut Kesawan (gedung London Sumatera), yang kemudian berubah nama menjadi Gedung Juliana dan merupakan gedung pertama di Sumatera yang memakai lift.

Gedung yang telah hancur, gedung Bank Modern punya cerita sendiri. The Dutch company Van Nie & Co., yang didirikan pada 1885, merupakan perwakilan dari perusahaan perkapalan KPM atau Royal Dutch Package Company. Pada tahun 1915, kantor itu berganti tangan menjadi milik kantor Lindeteves

Page 3: Sejarah Kesawan.docx

Stokvis, yang merupakan kantor industri dan perdagangan milik Jerman. Perusahaan ini kemudian membeli tanah seluas 14.000 meter persegi di Palesweig (jalan Katamso sekarang) dan kemudian membangun sebuah gedung yang selesai pada 1921. Gedung ini kemudian dikenal masyarakat Medan sebagai Gedung Mega Eltra, yang kemudian hancur pada 2002 lalu.

Selain itu, Kesawan dulu juga terkenal dengan Pecinan. Jejak-jejak budaya Cina tak cuma diwakili oleh rumah Tjong A Fie. Tahun 1915, sebuah usaha perdagangan ekspor impor milik etnis Tionghoa, Banlian, berdiri. Di Kesawan, toko milik etnis Tionghoa yang juga terkenal adalah Seng Hap milik Tan Tang Ho. Toko obat Cina yang pertama yaitu Hiu Ngi Fen's Moon Pharmacy juga didirikan di daerah ini.

Paper yang dibuat Dirk ini memang cukup lengkap menerangkan soal kota tua bernama Medan yang didirikan sejak 1590 ini. Sayang memang, teman saya itu membaca sejarah dan budaya kota tua Kesawan, yang pernah disebut Parijs van Sumatera karena bangunan tuanya itu, justru dari paper milik orang asing. Kesawan memang tidak bisa menyembunyikan sejarah, tapi ia juga tidak bisa bercerita banyak …

By: Muhammad Ihsan, ST