Sejarah dan Pemikiran akuntansi Syariah
-
Upload
kakanda-kresna-rahmanto -
Category
Documents
-
view
68 -
download
1
description
Transcript of Sejarah dan Pemikiran akuntansi Syariah
Sejarah dan Pemikiran akuntansi Syariah
Pendahuluan
Akuntansi syariah menggabungkan dua keilmuan tersediri yaitu ilmu sains tentang akuntansi
dan ilmu tentang Islam (syariah). Akuntansi syariah pada dasarnya merupakan bentuk
aplikasi dari nilai-nilai Islam sebagai suatu agama yang tidak hanya mengatur masalah
keimanan tetapi juga mengatur masalah kehidupan sehari-hari (Nurhayati & Wasilah, 2009).
Akutansi Islam atau Akutansi Syariah pada hakekatnya adalah penggunaan akutansi
dalam menjalankan syariah Islam. Shahata (Harahap, 1997:272) misalnya mendefinisikan
Akutansi Islam sebagai berikut:
“ Postulat, standar, penjelasan dan prinsip akutansi yang menggambarkan semua hal…
sehingga akutansi Islam secara teoritis memiliki konsep, prinsip, dan tujuan Islam juga.
Semua ini secara serentak berjalan bersama bidang ekonomi, social, politik, idiologi, etika,
kehidupan, keadilan dan hukum Islam. Akutansi dan bidang lain itu adalah satu paket dan
tidak bisa dipisahkan satu sama lain,.”
Terhadap perbedaan pendapat ini, Chapra (2000) menjelaskan bahwa ilmu sains dan
agama memiliki tujuan yang selaras, yaitu untuk membuat kehidupan manusia menjadi lebih
baik. Sementara ilmu sains lebih menitikberatkan pada suatu yang bersifat fisik dan material,
agama lebih menitikberatkan pada suatu yang terkait dengan sosial, mental, emosional dan
spiritual. Dengan demikian, kombinasi antara ilmu sains dengan agama akan saling
melengkapi. Agama akan menjadi alat kontrol agar pencapaian-pencapaian yang bisa
dihasilkan oleh ilmu sains, misalnya akuntansi, teknologi, dll akan selalu berada dalam
koridor yang memberi manfaat dan bukan mudharat bagi manusia dan makhluk Allah SWT
lainnya.
Sesuai dengan penjelasan Hayashi (1989) Akutansi dalam bahasa Arab disebut
Muhasabah terdapat 48 kali disebut dalam Alquran. Kata Muhasabah memiliki 8 pengertian
Hayashi (1989):
1. Yahsaba yang berarti menghitung, to compute, atau mengukur atauto mensure.
2. Juga berarti pencatatan dan perhitungan perbuatan seseorang secara terus menerus
3. Hasaba adalah selesaikan tanggung jawab
4. Agar supaya bersifat netral
5. Tahasaba berarti menjaga
6. Mencoba mendapatkan
7. Mengharapkan pahala diakhirat.
8. Menjadikan perhatian atau mempertanggungjawabkan
Hal lain yang menguatkan bahwa sains dan agama merupakan dua ilmu yang dapat
digabungkan adalah banyaknya penjelasan di Al-Qur’an maupun al-Hadits yang mengajarkan
kita mengenai banyak hal yang lebih bersifat sains, seperti penciptaan langit dan bumi,
penciptaan manusia, manfaat ASI, manfaat madu, proses terjadinya hujan, dampak buruk
minuman keras, pelarangan atas riba, dan bahkan mengenai pencatatan transaksi yang
bersifat tangguh (terkait akuntansi). Selain itu, di masa kejayaaan Islam dulu, para ahli ilmu
seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Ibnu Khaldun dll adalah juga para ulama yang baik
pemahaman dan pengamalannya terhadap agama Islam. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa integrasi antara akuntansi dan syariah (Islam) bukanlah suatu yang bermasalah,
bahkan sebaliknya akan membuat akuntansi menjadi lebih sesuai dengan nilai-nilai yang
bermanfaat bagi kemanusiaan.
Perkembangan Awal Akuntansi
Sejarah mencatat bahwa akuntansi pada awalnya dikembangkan oleh paraahli matematika
seperti Luca Paciolli dan Musa Al-Khawarizmy. Oleh karena itulah pada awalnya akuntansi
disebut menjadi bagian dari ilmu pasti yang benar-salahnya bersifat mutlak. Namun
demikian, seiring dengan berkembangnya keilmuan, penerapan ilmu akuntansi seringkali
disesuaikan dengan kondisi masyarakat di daerah tempat ilmu akuntansi tersebut
dikembangkan. Inilah cikal bakal mengapa akuntansi kini lebih sering dikategorikan sebagai
bagian dari ilmu sosial yang benar-salahnya lebih bersifat relatif.
Islam sebagai agama yang bersifat universal tidak terlalu membahas mengenai
pemisahan keilmuan ini. Yang jelas, dalam Islam, akuntansi merupakan alat yang dapat
digunakan untuk mematuhi perintah Allah SWT agar manusia lebih bertanggungjawab dan
akuntabel. Ayat yang berisi perintah untuk melakukan pencatatan yang memadai dan
bertanggungjawab sebagaimana tertuang dalam QS 2: 282 adalah ayat yang terpanjang yang
ada dalam Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa Sang Pencipta dan Pemilik seluruh alam raya,
Allah SWT, pun memperhatikan mengenai akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban.
Bahkan, jika kita renungkan kembali, pencatatan tidak hanya dilakukan untuk transaksi
keuangan saja. Pencatatan bahkan selalu menyertai kita selama kita hidup karena setiap
detiknya, selalu ada malaikat yang berjaga mencatat semua yang kita lakukan, ucapkan dan
pikirkan. Inilah esensi akuntabilitas yang sesungguhnya, yang akan membuat manusia selalu
bertanggungjawab baik ada maupun tidak adanya atasan atau pihak lain yang mengawasinya.
Karena ia selalu yakin bahwa Allah SWT selalu melihat dan mengetahui apa yang lahir dan
yang batin.
Kini, dimasa dimana akuntansi lebih sering diartikan sebagai suatu proses
mengklasifikasikan, mencatat, dan melaporkan transaksi keuangan agar menjadi informasi
yang bermanfaat, banyak pihak menilai bahwa akuntansi dibawa oleh peradaban barat.
Luca Paciolli, seorang ilmuwan dan pengajar berkebangsaan Italia Bapak Akuntansi Moderen
karena dianggap merupakan orang yang pertama kali menemukan persamaan akuntansi (harta
= utang +modal) pada tahun 1494 dengan bukunya: Summa de Arithmetica Geometria et
Proportionalita (A Review of Arithmetic, Geometry and Proportions). Dalam buku tersebut,
beliau menerangkan mengenaidouble entry book keeping sebagai dasar perhitungan akuntansi
modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang kita kenal saat ini seperti
penggunaan jurnal, buku besar (ledger) dan memorandum. Pada penjelasan mengenai buku
besar telah termasuk mengenai aset, utang, modal, pendapatan dan beban. Ia juga telah
menjelaskan mengenai ayat jurnal penutup (closing entries) dan menggunakan neraca saldo
(trial balance) untuk mengetahui saldo buku besar (ledger). Penjelasan ini memberikan dasar
yang memadai untuk akuntansi, etika dan juga akuntansi biaya (Nurhayati & Wasilah, 2009).
Apakah benar demikian? Catatan sejarah ternyata juga mengungkap cerita yang lain,
Seperti yang dikutip dari Nurhayati dan Wasilah (2009), Luca Paciolli banyak membaca
banyak buku, termasuk buku ilmuan Muslim yang telah diterjemahkan dan disebarluaskan di
Eropa. Salah satu penerjemah yang terkenal pada masa itu adalah Leonardo Fibonacci of
Pisa. Salah satu buku yang diterjemahkannya dengan judulLiber Abacci, Verba
Filiorum dan Epistola de proportitione et proportionalitate menyarankan dan menerangkan
manfaat mengenai angka Arab termasuk dalam pencatatan transaksi. Paciolli yang tertarik
untuk mempelajari angka Arab lebih lanjutbelajar dari Alberti seorang ahli matematika
yang belajar dari pemikir Arab dan selalu menjadikan karya Pisa sebagai rujukan. Tahun
1484 M, Paciolli pergi dan bertemu dengan temannya Onofrio Dini Florence seorang
pedagang yang suka bepergian keAfrika Utara dan Konstantinopel, sehingga diduga Paciolli
mendapat ide tentang double entry tersebut dari temannya ini. Bahkan, Alfred Lieber (1968)
mendukung pendapat tersebut bahwa memang ada pengaruh dari pedagang Arab pada Italia,
walaupun Arab itu tidak berarti hanya muslim saja. Alasan teknis yang mendukung hal
tersebut adalah: Luca Paciolli mengatakan bahwa setiap transaksi harus dicatat dua kali di sisi
sebelah kredit dan di sisi sebelah debit. Dengan kata lain bahwa pencatatan harus diawali
dengan menulis sebelah kredit kemudian di sebelah debit. Hal ini memunculkan dugaan
bahwa Paciolli menerjemahkan hal tersebut dari bahasa Arab yang memang menulis dari
sebelah kanan. Tidak hanya itu, pencatatan yang disarankan oleh Paciolli pun dimulai dengan
kata-kata “in the name of God” yang mungkin berasal dari kata “Bismillah”.
Penelitian tentang sejarah dan perkembangan akuntansi memang perlu dikaji lebih
dalam lagi mengingat masih dipertanyakan bukti-bukti otentik/langsung mengingat bukti-
bukti otentik yang dapat menjelaskan kemungkinan sudah banyak yang hilang karena
perang (Nurhayati & Wasilah, 2009).
Perkembangan Akuntansi di Masa Rasulullah SAW
Praktik akuntansi di masa Rasulullah SAW dapat dicermati pada baitul maalyang didirkan
Rasulullah SAW sekitar awal abad ke-7. Pada masa itu, baitul maal berfungsi untuk
menampung dan mengelola seluruh penerimaan negara, baik berupa zakat, ‘ushr (pajak
pertanian dari muslim), jizyah (pajak perlindungan dari nonmuslim yang tinggal di daerah
yang diduduki umat Muslim) serta kharaj (pajak hasil pertanian dari nonmuslim). Semua
pengeluaran untuk kepentingan negara baru dapat dikeluarkan setelah masuk dan dicatat
di baitul maal.
Meskipun pengelolaan baitul maal saat itu masih sederhana, namun Nabi SAW telah
menunjuk petugas qadi, ditambah para sekretaris dan pencatat administrasi pemerintahan.
Mereka ini berjumlah 42 orang dan dibagi dalam empat bagian yaitu: sekretaris pernyataan,
sekretaris hubungan dan pencatatan tanah, sekretaris perjanjian dan sekretaris peperangan
(Nurhayati & Wasilah, 2009). Dari sini dapat dilihat betapa pemisahan tugas keuangan untuk
menjamin terciptanya akuntabilitas sudah dilaksanakan sejak masa Rasulullah SAW.
Perkembangan Akuntansi di Masa Kekhalifahan
Praktik baitul maal terus dilanjutkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a..
Hingga masa itu, manajemen baitul maal masih sederhana dimana penerimaan dan
pengeluaran dilakukan secara seimbang sehingga hampir tidak pernah ada sisa.
Perkembangan fungsi baitul maal mulai dilakukan dimasa kekhalifahan Umar bin Khattab
r.a.. Pada masa itu beliau memperluas fungsi baitul maal dengan
fungsi Diwan (dawwana yang berarti penulisan) yang juga mengurusi mengenai pembayaran
gaji. Pada masa itu baitul maal tidak lagi dipusatkan di Madinah tapi juga di daerah-daerah
yang dikuasai Islam. Khalifah Umar bin Khattab r.a. juga membentuk 14 departemen dan 17
kelompok, di mana pembagian departemen tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas
dalam sistem keuangan dan pelaporan keuangan yang baik.
Perkembangan baitul maal yang lebih pesat terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib r.a. dimana pada masa itu sistem administrasi baitul maal sudah berjalan dengan
baik di tingkat pusat dan lokal. Tidak hanya itu, di masa kekhalifahan beliau juga telah terjadi
surplus pada baitul maal yang kemudian dibagikan secara sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Adanya surplus ini menunjukkan bahwa proses pencatatan dan pelaporan telah berlangsung
dengan baik.
Laporan Akuntansi Pada Saat Itu
Masa Rasululah & Khaifah Abu Bakr Ash-Shiddiq
Kewajiban dalam menunaikan Zakat berdampak pada didirikannya institusi Baitul Maal oleh
Rasulullah SAW yang berfungsi sebagai lembaga penyimpan Zakat beserta pendapatan lain
yang diterima oleh negara. Pada pemerintaha Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang
digaji berdasarkan spesialisasi dalam peran dan tugas masing-masing. Adnan dan Labatjo
(2006) memandang bahwa praktik Akuntansi pada lembaga baitulmal di zaman Rasulullah
baru berada pada tahap penyiapan personal yang menangani fungsi-fungsi lembaga keuangan
negara. Pada masa tersebut, harta kekayaan yang diperoleh negara langsung didistribusikan
setelah harta tersebut diperoleh. Dengan demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas
penerimaan dan pengeluaran Baitulmaal. Hal sama pun berlanjut pada masa Khalifah Abu
Bakr Ash-Shiddiq.
Masa Khaifah Umar Ibn Khattab
Perkembangan pemerintahan Islam hingga meliputi Timur Tengah, Afrika dan Asia di Zaman
Khalifah Umar Ibn Khattab telah meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Dengan
demikian, kekayaan negara yang disimpan di Baitulmaal juga makin besar. Para sahabat
merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggung jawaban penerimaan dan
pengeluaran negara. Selanjutnya, Khalifah Umar Ibn Khattab mendirikan unit khusus
bernama Diwan, yang bertugas membuat laporan keuangan Baitulmaal sebgaii bentuk
akuntabilitas Khalifah atas dan Baitulmaal yang menjadi tanggung jawabnya (Zaid, 2001)
Masa Daulah Bani Umayyah
Pada masa khalifah Umar bin abdul Aziz (681-720 M), dikembangkannya reliabilitas laporan
keuangan Pemerintahan berupa praktik pengeluaran bukti penerimaan Uang. Kemudian pada
masa Khalifah Al Waleed bin Abdul Malik (705-715 M), mengenalkan catatan dan Register
yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001)
Masa Daulah Abbasiyah
Evolusi perkembangan pengelolaan buku Akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa
Daulah Abbasiyah. Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi, antara lain
Akuntansi Peternakan, akuntansi Pertanian, Akuntansi Bendahara, Akuntansi Konstruksi,
Akuntansi Mata Uang dan Pemeriksaan buku (auditing) (Zaid, 2001). Pada masa itu, sistem
pembukuan telah menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut :
1. Jaridah Al-Kharaj (mirip receivable subsidiary ledger), merupakan pembukuan
pemerintah terhadap piutang pada individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta
hewan ternak yang belum dibayar dan cicilan yang telah dibayar (Lasyin, 1973, dalam
Zaid, 2001). Piutang dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran dikolom yang lain.
2. Jaridah An-Nafaqaat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang digunakan
untuk mencatat pengeluaran Negara
3. Jaridah Al-Maal (Jurnal Dana), merupakan pembukuan yang digunakan untuk
mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
4. Jaridah Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk mencatat
penerimaan denda atau sita dari individu yang tidak sesuai dengan Syari’ah, termasuk
dari Pejabat yang korup.
Adapun untuk pelaporan, telah dikembangkan berbagai laporan akuntansi, antara lain sebagai
berikut :
1. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan
(Bin Jafar, 1981 dalam Zaid, 2001)
2. Al-Khitmah al-Jame’ah, laporan keuangan komprehensif yang berisikan gabungan
antara laporan laba-rugi dan neraca (pendapatan, pengeluaran, surplus dan defisit,
belanja untuk asset lancar maupun Asset Tetap) yang dilaporkan di Akhir Tahun.
Dalam perhitungan dan penerimaan zakat, utang zakat, diklasifikasikan dalam laporan
keuangan menjadi 3 Kategori, yaitu Collectable Debts dan Uncollectable Debts
(Lasyin, dalam Zaid, 2001
AKUNTANSI SYARIAH
Sejarah dan Pemikiran akuntansi Syariah
Kresnanda Rahmanto 108694217
Wisnu Waluyo 108694216
Agnes Manurung
Lukito Pamungkas 108694220
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Surabaya