sda dan lingkungan
-
Upload
james-suwandi-massora -
Category
Documents
-
view
23 -
download
0
Transcript of sda dan lingkungan
I. Pendahuluan
Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang akan sumber
daya alamnya yang sangat beragam, baik itu sumber daya yang dapat diperbaharui
maupun yang tidak dapat diperbaharui meliputi tanah, air, dan ada lagi yang lebih terkenal
saat ini yaitu tanah galian yang biasa disebut pengusaha sebagai usaha pertambangan.
Mulai dari tambang emas, tembaga, perak, minyak , batu bara, gas bumi, industri semen
dan masih banyak lagi yang lainya. alam rangka menuju tahap industrialisasi di indonesia,
menjadi bagian untuk pelaksanaan pembangunan, dengan tujuan pemenuhan taraf hidup
dan kesejahteraan seluruh rakyat demi pemenuhan berkelanjutan di masa mendatang.
Untuk itu pelu adanya kaidah dasar yang menjadi landasan untuk pembangunan dan
melindungi lingkungan hidup.
Dimana aspek yang paling sensitif terhadap dampak era yang serba industri seperti
sekarang ini adalah lingkungan. Jadi besar kecilnya suatu kegiatan manusia tentu akan
berdampak pada kualitas lingkungan. Dengan demikian, manusia sebagai pelaku utama
lingkungan harus senantiasa mengendalikan dan menjaga lingkungan agar tidak
mengalami kerusakan. Di Indonesia pada umumnya, masalah lingkungan merupakan
masalah yang cukup serius yang harus diminimalisasi atau diatasi secara struktural.
Lingkungan hidup Indonesia yang dulu dikenal sangat ramah dan hijau kini seakan
berubah menjadi ancaaman bagi masyarakatnya. Betapa tidak, tingkat kerusakan
lingkungan di indonesia sangat besar intensitasnya. Pencemaran lingkungan dan aktifitas
penebangan hutan secara illegal merupakan penyebab utamanya.
Banyaknya bencana yang sering terjadi di tanah air seperti banjir dan tanah longsor
merupakan bukti betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di era globalisasi.
Masalah lingkungan yang terjadi diantarannya global warming, polusi dan pencemaran
lingkungan. Semua masalah itu berujung pada terjadinya degradasi lingkungan yang
mengancam aktifitas kehidupan manusia. Lingkungan yang terdegradasi tidak mampu lagi
menyokong aktifitas kehidupan manusia dengan baik.
Jadi dalam kaitannya dengan hal tersebut, menjadi suatu kewenangan dan tugas
pemerintah, baik itu pusat maupun daerah untuk melindungi sumber insani di negara
indonesia demi kesejahteraan bersama. Berdasarkan UU.No.23 Tahun1997 dijelaskan
bahwa, lingkungan hidup merupakan suatu kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan makhluk hidup, diantaranya manusia beserta perilakunya, yang dapat
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia itu sendiri, dan
makhluk hidup lainya. Lingkungan hidup di indonesia mempunyai sebuah sistem yang
meliputi lingkungan sosial , lingkungan alam, dan lingkungan buatan yang saling berkaitan
atau saling mempengaruhi antara satu sistem dengan sistem yang lainya.
II. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jadi kebijakan pemerintah merupakan suatu hal yang akan dilakukan maupun tidak
dilakukan pemerintah dengan tujuan tertentu, demi kpentingan bersama dan merupakan
bagian dari keputusan pemerintah itu sendiri.
Berdasarkan jenisnya kebijakan pemerintah atau publik policy, di bedakan menjadi
dua jenis yaitu, kebijakan yang berbentuk peraturan pemerintah yang tertulis seperti
halnya peraturan perundangan, dan peraturan pemerintah yang tidak tertulis yang di
sepakati bersama, ialah berbentuk konvensi kebijakan (Nugroho, 2002). Jadi meskipun di
Indonesia telah banyak kebijakan yang telah dicetuskan, namun program dan rencana
serta, peran dari berbagai pihak ternyata masih saja belum sepenuhnya terstruktur
sebagaimana rilisnya untuk kepentingan seluruh masyarakat. Namun, muncul
permasalahan terkait dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mana belum
juga berakhir atau bisa dikatakan tetap terjadi. Sehubungan dengan hal demikian,
kementrian Lingkungan Hidup telah mendorong untuk menyempurnakan kebijakan,
program serta rencana yang ada. Dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat
Kajian Lingkungan Strategis (KLS) terhadap kebijakan, rencana dan program yang telah
ada dan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Jadi secara
substansial, KLS merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam memberikan
landasan bagi terwujudnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara
berkelanjutan melalui proses pengambilan keputusan yang berwawasan lingkungan. Dari
beberapa kebijakan pemerintah di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup,
terdapat kebijakan di bidang air dan energi, yang dapat dipedomani dan disinergikan
dengan kebijakan-kebijakan pembangunan lingkungan hidup di daerah.
Dalam kaitannya dengan proses tersebut terdapat pokok-pokok kebijakan pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup dibidang air, yakni:
1. Kebijakan pelestarian air perlu menempatkan sub sistem produksi air, distribusi air,
dan konsumsi air dalam satu kesatuan yang meyeluruh dan terkait untuk menuju pada
pencapaian pola keseimbangan antar sub sistem tersebut.
2. Kebijakan sub sistem Produksi Air, meliputi:
(1) Konservasi ekosistem DAS dan sumber air untuk menjamin pasokan air;
(2) Mencegah dan memulihkan kerusakan lingkungan terutama pada ekosistem DAS,
(3) Mengendalikan pencemaran untuk menjaga dan meningkatkan mutu air;
(4) Optimalisasi pemanfaatan air hujan.
3. Kebijakan konsumsi air yang hemat dan efisien untuk mendukung pelestarian air.
4. Kebijakan sub sistem distribusi air, meliputi:
(1) merencanakan peruntukan air permukaan dan air tanah
(2) meningkatkan infrastruktur yang memadai.
5. Kebijakan penataan ruang, meliputi:
(1) Menetapkan rencana tata ruang sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan
(2) Konsistensi pemanfaatan ruang;
(3) pengawasan penataan ruang,
(4) Meningkatkan akses informasi.
6. Kebijakan kelembagaan, meliputi:
(1) membentuk lembaga pengelola air,
(2) mekanisme penyelesaian sengketa air
(3) Valuasi ekonomi,
(4) insentif ekonomi.
Pokok-pokok kebijakan sumber daya alam dan lingkungan hidup di bidang energi
adalah:
1. Kebijakan pencegahan pencemaran; Baku Mutu Limbah Cair penambangan batu
bara, Baku Mutu kualitas udara ambient dan emisi gas buang kendaraan bermotor, dan
pelaksanaan AMDAL pada setiap kegiatan penambangan.
2. Kebijakan produksi dan penyediaan energi yang ramah lingkungan.
3. Kebijakan penguatan security of supply, dengan upaya penyediaan bahan bakar
campuran BBM seperti gahosol, biodisel, dll.
4. Kebijakan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan.
5. Kebijakan pemanfaatan energi tak terbarukan dengan efisien dan hemat.
6. Kebijakan pemenfaatan energi terbarukan, dengan dorongan investasi dan inovasi
teknologi.
Dengan kondisi dan status lingkungan hidup di Indonesia, Pemerintah juga telah
menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, dengan
sasaran yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup. Tujuannya untuk mencapai keseimbangan antara aspek
pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor
perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PDB dengan aspek
perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem
kehidupan secara luas. Adanya keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan
pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di
seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah, menjadi suatu keharusan.
Jadi yang dimaksud dengan sustainable development disini adalah suatu upaya
memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi
yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara
seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara
sosial (socially acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip
tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan maupun investasi
pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan
sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti di bawah ini:
A. Bidang Pengairan
1. Meningkatnya kualitas air sungai khususnya di seluruh DAS kritis disertai
pengendalian dan pemantauan secara kontinyu;
2. Berkurangnya pencemaran air dan tanah di kota kota besar disertai pengendalian
dan pemantauan terpadu antar sektor;
3. Terkendalinya kualitas air laut melalui pendekatan terpadu antara kebijakan
konservasi wilayah darat dan laut;
4. membaiknya kualitas udara perkotaan khususnya di Jakarta, Surabaya, Bandung,
dan Medan, didukung oleh perbaikan manajemen dan sistem transportasi kota yang
ramah lingkungan;
5. Berkurangnya penggunaan bahan perusak ozon (ODS/Ozone Depleting
Substances) secara bertahap dan sama sekali dihapus pada tahun 2010;
6. Berkembangnya kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim global;
7. Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sesuai pedoman IBSAP
2003-2020 (Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan);
8. Meningkatnya upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam manajemen persampahan
untuk mengurangi beban TPA;
9. Mengupayakan berdirinya satu fasilitas pengelolaan limbah B3 yang baru di sekitar
pusat kegiatan industri;
10. Tersusunnya aturan pendanaan lingkungan yang inovatif sebagai terobosan untuk
mengatasi kecilnya pembiayaan sektor lingkungan hidup;
11. Sosialisasi berbagai perjanjian internasional kepada para pengambil keputusan di
tingkat pusat dan daerah;
12. Membaiknya sistem perwakilan Indonesia di berbagai konvensi internasional untuk
memperjuangkan kepentingan nasional; dan
13. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
B. Bidang Kehutanan
1. Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan illegal loging dan
penyelundupan kayu;
2. Pengukuhan kawasan hutan dalam tata ruang seluruh propinsi di Indonesia,
setidaknya 30 persen dari luas hutan yang telah ditata batas;
3. Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan dan kayu;
4. Meningkatnya hasil hutan non kayu sebesar 30 persen dari produksi (2004);
5. Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI), seluas 3 juta hektar, sebagai basis
pengembangan ekonomi hutan;
6. Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan di 141 DAS prioritas untuk menjamin
pasokan air dari sistem penopang kehidupan lainnya;
7. Desentralisasi kehutanan melalui pembagian wewenang dan tangghung jawab yang
disepakati oleh Pusat dan Daerah;
8. Berkembangnya kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam
pengelolaan hutan lestari; dan
9. Penerapan iptek yang inovatif pada sektor kehutanan.
C. Bidang Kelautan
1. Berkurangnya pelanggaran dan perusakan sumber daya kelautan;
2. Membaiknya pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil secara
terpadu;
3. Selesainya batas laut dengan negara tetangga; dan
4. Serasinya peraturan perundang di bidang kelautan.
D. Bidang Pertambangan dan Sumber Daya Mineral
1. Optimalisasi peran migas dalam penerimaan negara guna menunjang pertumbuhan
ekonomi;
2. Meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspor migas;
3. Terjaminnya pasokan migas dan produk-produknya untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri;
4. Terselesaikannya Undang undang Pertambangan sebagai pengganti Undang
undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pokok Pertambangan;
5. Meningkatnya investasi pertambangan dengan perluasan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha;
6 Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan;
7. Terjadinya alih teknologi dan kompetensi tenaga kerja;
8. Meningkatnya kualitas industri hilir yang berbasis sumber daya mineral,
9. Meningkatnya keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; dan
10. Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI).
III. Evaluasi Terhadap Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup
DASAR INSTITUSIONAL
Dalam tata perundangan akan kebijakan lingkungan hidup, sebenarnya tidak lari
dari konteks dasar institusionalnya, baik dalam UUD 45‟ pada alinea 4 dan pada pasal 33
ayat 3, yang fungsi utamanya untuk kesejahteraan rakyat, berikut adalah uraiannya:
1. Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 :
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”
2. Pasal 33 ayat 3
“ Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
UNDANG-UNDANG LINGKUNGAN HIDUP
UU no 4/1982 Tentang UULH
UU no 23/1997 Tentang UUPPLH
UU no.32/2009 Tentang UUPPLH
UNDANG-UNDANG LAIN SEBAGAI PENDUKUNG UNDANG-UNDANG
LINGKUNGAN HIDUP
UU no.5/1990 tentang konservasi SDA hayati dan ekosistemnya
UU no.24/1992 tentang penataan ruang
UU no.22/1999 tentang pemerintah daerah
UU no.25/1999 tengtang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah
PERATURAN PEMERINTAH
PP no.27/1999 tentang AMDAL
PP no.85/1999 tentang perubahan atas PP no.18/1999 ttg pengelolaan limbah
berbahaya dan beracun
PP no.19/1999 tentang pengendalian pencemaran dan/perusakan laut
PP no.41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara
Keppres RI no.10/2000 ttg badan pengendalian dampak lingkungan
KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DALAM KEBIJAKAN LINGKUNGAN HIDUP
1. Penetapan pedoman pengendalian SDA
2. Pengaturan pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya laut di luar
12 mil
3. Penilaian AMDAL bagi kegiatan berdampak negatif luas atau menyangkut
pertahanan dan ketahanan negara
4. Penetapan baku mutu lingkungan hidup dan penetapan pedoman tentang
pencemaran lingkungan hidup
5. Penetapan pedoman tentang konservasi SDA
KEWENANGAN DAERAH OTONOM PROVINSI DALAM KEBIJAKAN
LINGKUNGAN HIDUP
1. Pengendalian lingkungan hidup lintas Kab/Kota
2. Pengaturan pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya laut 4
sampai 12 mil
3. Pengaturan tentang pengamanan dan pelestarian SDA lintas kab/kota
4. Penilaian AMDAL bagi kegiatan berdampak negatif luas pada lokasi lebih dari satu
kab/kota
5. Pengawasan pelaksanaan konservasi lintas Kab/kota
6. Penetapan baku mutu lingkungan hidup berdasarkan BML nasional
Jadi pada proses pemaparan undang-undang diatas menjelaskan tentang
pengelolaan lingkungan hidup yang mana, dari tahun ke tahun yaitu mulai sejak tahun
1982 ke 1997 hingga Tahun 2009 mengalami perubahan yang cukup besar dan kompleks.
Dengan kata lain terdapat sistem yang berubah terutama basis yang sangat pokok
mengenai peraturan hukum yang semakin mengikat terhadap mereka para pelaku
perusak lingkungan baik itu berupa limbah cair, AMDAL yang tidak terpenuhi dan proses
pemanfaatan hutan-hutan produksi yang tidak tepat sasaran. Dimana peraturan
sebelumnya yaitu UU No.4 Tahun 1982 dan UU No. 23 Tahun 1997 memiliki kekurangan
yang amat signifikan karena tidak adanya unsur hukum didalamnya yang menindaklajuti
atau menegaskan semua pihak untuk tetap mematuhi Peraturan Perundang-undangan
dari Pemerintah. Sedangkan Kelebihan dari UU No.32 Tahun 2009 adalah menjelaskan
instrument-instrumen yang mendukung dalam pelaksanaan pengelolaan itu sendiri, serta
adanya unsur hukum untuk pengawasan dan penegakan hukum berkenaan dengan
masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Jadi dari beberapa hal yang diperluas tersebut maka UU No. 32 Tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mengalami perkembangan untuk
mekonversikan berbagai masalah yang semakin kompleks terkait dengan lingkungan yang
pengelolaannya tidak berdampak positif terhadap penggunaannya yang menimbulkan
degradasi lingkungan yang mana nantinya perkembangan ini dapat menjamin suatu
kepastian hukum terhadap lingkungan hidup dengan ganjaran sanksi yang berat sesuai
dengan pasal dan ketentuan yang tercantum dalam peraturan lingkungan hidup ini.
UU No.32 Tahun 2009 merupakan suatu “penyempurnaan” dari UU No.23 Tahun
1997 dan UU no. 4 Tahun 1982. “Penyempurnaan” terhadap UU No.23 Tahun 1997 yang
diperjelas pada Penjelasan UU No.32 Tahun 2009 pada point kedelapan yang berbunyi,
„selain itu, undang-undang ini juga mengatur beberapa point penting antara lain:
1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,
yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu
lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi
lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran
berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
5. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
6. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
7. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
8. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
9. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
10. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih
efektif dan responsif; dan
11. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai
negeri sipil lingkungan hidup.
Jika kita melihat secara seksama mengenai perbedaan yang paling mendasar dari
UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada UU
terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang
didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses
perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi,partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Bentuk
penguatan tersebut dilihat dari:
1. Penerapan ancaman pidana minimum disamping ancaman hukuman maksimum.
2. Perluasan alat bukti.
3. Penerapan asas Ultimum Remedium. Pada UU No. 4 Tahun 1982 tidak ada asas yang
mengatur dalam penegakkan hukumnya. Sedangkan dijelaskan Pada UU No 23 Tahun
1997 dikenal konsep asas Subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya
didayagunakan apabila sangsi bidang hukum lain,seperti sanksi administrasi dan sanksi
perdata,dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau
tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau
perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat.Sedangkan pada asas ultimum
remedium dikatakan bahwa mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana sebagai
upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum admnistrasi dianggap tidak
berhasil.Kaitan dengan hal ini,terlihat jelas bahwa pada UU No 23 Tahun 1997 memiliki
berbagai macam rintangan guna mencapai kepada penegakan hukum secara pidana,akan
tetapi hal ini di persempit ruang geraknya melalui penerapan asas Ultimum Remedium
pada UU No 32 tahun 2009, sehingga diharapkan dengan keluarnya UU No 32 Tahun
2009 ini bentuk pelanggaran pidana terhadap pencemaran dan perusakan Lingkungan
Hidup dapat ditegakan dengan seadil-adilnya.
Hal-hal baru mengenai AMDAL yang juga termuat pada undang-undang terbaru ini
antara lain:
1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
4. AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan;
Jadi dari proses evaluasi kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan lingkungan
hidup, jelas bahwa terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang telah
disempurnakan atau direvisi karena pemerintah melihat kajian dari implementasi UU
tersebut tidak bisa untuk dikembangkan demi terjaganya lingkungan hidup. Seperti halnya
dalam UU N0. 4 Tahun 1982 yang dirubah sistemnya ke UU No. 23 Tahun 1997. Dari
perspektif tersebut secara umum, terdapat kebebasan bagi para pelaku perusakan
lingkungan ini untuk meraup keuntungan semata dari eksploitasi tersebut tanpa didasari
hukum yang kuat. Maka dari itu dengan lahirnya UU No.32 Tahun 2009 menjadi akar dari
jawaban permasalahan dalam penggunaan lingkungan hidup, baik itu ditinjau dari segi
bidang energi, parairan, kehutanan, dan lain sebagainya.
Oleh karenanya diharapkan dengan keluarnya UU No 32 Tahun 2009 ini, bentuk
pelanggaran pidana terhadap pencemaran dan perusakan Lingkungan Hidup dapat
ditegakan dengan seadil-adilnya, sehingga proses penggunaan sumber daya alam dapat
terkontrol dengan sistematis, optimal, dan efektif. Dan tidak hanya itu diharapkan pula ada
suatu pembaharuan lain terhadap pencemaran produk rumah tangga yang dapat
menyebabkan menurunnya kualitas tanah, air, dan berbagai unsur hara yang terkandung
didalamnya, dan berbagai limbah pabrik, agar kedepannya proses pengelolaannya dapat
terealisasikan seperti pada sterilisasi pertambangan dengan pembuatan smelter, dan
untuk limbah pabrik dan rumah tangga ini, dapat dikelolah energitasnya dalam proses
reduksi yang dapat menghasilkan lingkungan yang sehat dan hijau dan kesejahteraan
bagi seluruh masyarakat berdasarkan pengunaannya dan pemakaiannya berdasarkan
asumsi sustineable developed.
.
(“EVALUASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP”)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN