SBA 3

19
Abu adalah zat anorganik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Danarti 2006). Terdapat dua jenis metode pengabuan yaitu metode pengabuan kering dan metode pengabuan basah, akan tetapi yang dilaksanakan dalam praktikum hanya pengabuan kering. Kadar abu dapat dianalisis dalam suatu bahan pangan. Kadar abu dianalisis dengan membakar bahan pangan atau mengabukannya dalam suhu yang sangat tinggi. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang ada dalam suatu bahan, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan (Persagi, 2009). Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar abu pada suhu yang terlalu tinggi menunjukkan bahan pangan telah tercemar oleh berbagai macam zat seperti tanah, pasir, dan lain-lain. Oleh karena itu ahli gizi perlu melakukan

description

unisba

Transcript of SBA 3

Abu adalah zat anorganik sisa suatu pembakaran zat organik dalam bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Danarti 2006). Terdapat dua jenis metode pengabuan yaitu metode pengabuan kering dan metode pengabuan basah, akan tetapi yang dilaksanakan dalam praktikum hanya pengabuan kering. Kadar abu dapat dianalisis dalam suatu bahan pangan. Kadar abu dianalisis dengan membakar bahan pangan atau mengabukannya dalam suhu yang sangat tinggi. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang ada dalam suatu bahan, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan (Persagi, 2009). Kadar abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Kadar abu pada suhu yang terlalu tinggi menunjukkan bahan pangan telah tercemar oleh berbagai macam zat seperti tanah, pasir, dan lain-lain. Oleh karena itu ahli gizi perlu melakukan analisis kadar abu dalam suatu bahan pangan. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena dengan melakukan analisis ini kita akan mengetahui kandungan mineral atau parameter nilai gizi yang ada dalam suatu bahan pangan. Abu merupakan residu dari suatu bahan pangan yang berupa bagian anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam makanan didestruksi atau dapat diartikan bahwa abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan pangan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003). Kadar abu yang diukur bermanfaat untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam sampel bahan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003). Fungsi dari kadar abu tersebut yaitu mengetahui bahwa semakin tinggi kadar abu suatu bahan pangan, maka semakin buruk kualitas dari bahan pangan tersebut (Sudarmadji 2003). Kandungan kadar abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar dalam tanur sejumlah berat makanan pada suhu 500-600 C sampai semua karbon hilang dari bahan makanan tersebut. Sisanya adalah abu dan dianggap mewakili bagian anorganik makanan. Abu dapat mengandung bahan yang berasal dari bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dari beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, fosfor dan sulfur akan hilang selama proses pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan anorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Prinsip penentuan kadar abu adalah dengan menimbang berat sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 500C keatas. Penentuan kadar abu dapat dilakukan secara langsung dengan membakar bahan pada suhu tinggi (500600C) selama 2-8 jam dan kemudian menimbang sisa pembakaran yang tertinggal sebagai ab (AOAC 2005). Terdapat beberapa kelemahan maupun kelebihan pada pengabuan secara langsung, Kelebihan dari cara langsung antara lain dapat digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, sample yang digunakan relatif banyak, digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, asam, serta tanpa menggunakan regensia, sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang bebahaya. Kelemahan dari cara langsung antara lain proses pengabuan membutuhkan waktu yang lebih lama, memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan adanya kemungkinan kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi (Apriantono 1989). Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu untuk menentukan baik atau tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dan memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan buah asli atau sintesis sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain (Irawati 2008). Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi yaitu sekitar 500-600C dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut. Waktu lamanya pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu cawan berisi abu yang ada dalam tanur harus lebih dahulu dimasukan ke dalam oven bersuhu 105C agar suhunya turun menyesuaikan dengan suhu didalam oven, barulah dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, barulah abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan (Sudarmadji 2003). Putri Malu (Mimosa pudica L. )Karakterisitik UmumPutri malu atau dalam bahasa latin disebut Mimosa pudica Linn.adalah tumbuhan dengan ciri daun yang dapat menutup dengan sendirinya saat disentuh dan membuka kembali setelah beberapa lama. Tanaman berduri ini termasuk dalam tanaman berbiji tertutup (angiospermae) dan terdapat pada kelompok tumbuhan berkeping dua atau dikotil.Tumbuhan berdaun majemuk menyirip dan daun bertepi rata ini memiliki letak daun yang berhadapan serta termasuk dalam suku polong-polongan. Daun kecil-kecil tersusun majemuk, bentuk lonjong dengan ujung lancip, warna hijau (ada yang kemerah-merahan). Bila daun disentuh akan menutup (sensitive plant). Bunga bulat seperti bola, warna merah muda, bertangkai.Gerak tanaman putri malu menutup daunnya disebut dengan seismonati, yang walaupun dipengaruhi rangsang sentuhan (tigmonasti), sebagai contoh, gerak tigmonasti daun putri malu menutup tidak peduli darimana datangnya arah rangsangan. Tanaman ini juga menguncup saat matahari terbenam dan merekah kembali setelah matahari terbit. Tanaman putri malu menutup daunnya untuk melindungi diri dari hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang ingin memakannya. Warna daun putri malu berwarna lebih pucat, dengan menunjukkan warna yang pucat, hewan yang tadinya ingin memakan tumbuhan ini akan berpikir bahwa tumbuhan tersebut telah layu dan menjadi tidak berminat lagi untuk memakannya. Sebutan lokal antara lain Putri malu, si kejut, rebah bangun, akan kaget; Han xiu cao (China).Deskripsi Morfologi1. DaunDaun berupa majemuk menyirip berganda dua yang sempurna. Jumlah anak daun setiap sirip 5 - 26 pasang. Helaian anak daun berbentuk memanjang sampai lanset, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, permukaan atas dan bawah licin, panjang 6 16 mm, lebar 1 - 3 mm, bewarna hijau, umumnya tepi daun berwarna ungu. Jika daun tersentuh akan melipatkan diri, menyirip rangkap. Sirip terkumpul rapat dengan panjang 4 - 5.5 cm.2. BatangBatang bulat, berambut dan berduri temple. Batang dengan rambut sikat yang mengarah miring ke bawah.3. AkarAkar berupa akar pena yang kuat4. BungaBunga berbentuk bulat seperti bola, bertangkai, berwarna ungu/merah. Kelopak sangat kecil, bergigi empat, seperti selaput putih. Tabung mahkota kecil, bertaju empat, seperti selaput putih.5. BuahBuah berbentuk polong, pipih seperti garis. 6. BijiBiji bulat dan pipih.

Taksonomi dan Kandungan Kimia Putri MaluSistematika taksonomi ini dapat dijelaskan sebagai berikut :Kingdom : PlantaeSubkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)Kelas : MagnoliopsidaOrdo : FabalesFamily : FabaceaeGenus : MimosaSpesies : Mimosa pudica L.Hasil penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak herba putri malu (Mimosa pudica Linn.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, tanin, polifenol, monoterpenoid, seskuiternoid, steroid, saponin, dan kuinon.Menurut seorang herbalis sekaligus terapis Natura Health Centre di Depok, Jawa Barat, putri malu mengandung melatonin. Menurutnya senyawa yang paling berkhasiat adalah melatonin yang memberi efek relaksasi pada syaraf otak kecil.

KegunaanTanaman putri malu mempunyai khasiat cukup besar untuk menyembuhkan, berbagai jenis penyakit. Dari daun hingga ke akarnya, tanaman ini berkhasiat untuk transquilizer (penenang), ekspektoran (peluruh dahak), diuretic (peluruh air seni), antitusif (antibatuk), antipiretik (penurun panas), dan antiradang.Para ahli pengobatan Cina dan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Indonesia mengindikasikan, putri malu bisa dipakai untuk mengobati berbagai penyakit lain seperti radang mata akut, kencing batu, panas tinggi pada anak-anak, cacingan, imsonia, peradangan saluran napas (bronchitis), dan herpes. Pemanfaatan untuk obat dapat dilakukan dengan cara diminum maupun sebagai obat luar.Hanya saja pemakaian akar putri malu dalam dosis yang tinggi bisa mengakibatkan keracunan dan muntah-muntah. Wanita hamil juga dilarang minum ramuan tersebut karena bisa membahayakan janin. Beberapa penelitian mengenai pengaruh tanaman putri malu (Mimosa pudica L.) terhadap aktivitas susunan saraf pusat telah dilakukan. Diantaranya pada tahun 1966 oleh Rindasari, telah dilakukan pengujian efek ekstrak methanol dan ekstrak air daun putri malu (Mimosa pudica Linn). Setiap ekstrak diberikan secara oral dengan dosis 100, 200, dan 400 mg/KgBB terhadap mencit yang telah diinduksi dengan fenobarbital dosis 125 mg/KgBB.Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak air, pada semua dosis yang digunakan, seluruhnya dapat menurunkan kecepatan waktu tidur secara signifikan dan memperpanjang waktu tiur secara signifikan. Ekstrak methanol pada dosis 400 mg/KgBB dapat menurunkan kecepatan waktu mulai tidur dengan perbedaan yang signifikan dengan kontrol, sedangkan dengan dosis 200 mg/KgBB hanya memperpanjang waktu tidur.Selanjutnya juga terdapat penelitian bahwa rebusan (decoction) putri malu (Mimosa pudica Linn.) yang diberikan secara intraperitoneal dengan dosis 1000-4000 mg/Kg mampu melindungi mencit melawan pentylentetrazol dan strychnin yang menginduksi kejang tetapi tidak berefek melawan picrotoxin yang menginduksi kejang. Ini juga merupakan antagonis N-metil-D-aspartat yang menginduksi perubahan perilaku (turning behavior).

Percobaan ini diawali dengan mencari berat cawan porselen yang akan dipakai dalam penetapan kadar abu. Pengukuran cawan porselen bertujuan untuk mendapat hasil presentase kadar abu. Perhitungannya adalah dengan mengurangkan cawan porselen berisi abu dengan berat cawan poselen kosong dibagi berat sampel dikali 100%. Prosedur ini dilakukan secara duplo yaitu pengambilan contoh kerja yang dilakukan dua kali. Tujuan duplo adalah agar didapat data yang dapat dibandingkan dan menghindari kesalahan sehingga harus mengulang prosedur dari awal (Sumarna 2009). Kedua, cawan dipanaskan di tungku pemanas. Pemanasan pada tungku pemanas bertujuan untuk mencegah cawan porselen pecah ketika dimasukkan kedalam tanur dan agar mikroba yang ada pada cawan porselen mati dan juga untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel pada cawan porselen, kemudian cawan dimasukkan kedalam desikator. Fungsi deksikator yaitu untuk menyerap air dan untuk mencegah cawan terkontaminasi uap air dari udara karena di dalam deksikator terdapat silika gell yang sifatnya higroskopis untuk menyerap air di sekitar (Kamal 1998). Setelah di desikator cawan ditimbang untuk mengetahui berat cawan kosong, berat cawan konstan yang diperoleh yaitu 36,3950 gram. Kemudian simplisia herba putri malu sebanyak 3,000 gram dimasukan kedalam cawan tersebut lalu ditanur dengan suhu 500-600 C selama 2-6 jam hingga arang habis atau yang tersisa abu berwarna putih. Pemanasan pada tungku pemanas bertujuan untuk menghilangkan karbon yang ada pada sampel. Karbon ini akan berupa asap, dikhawatirkan apabila cawan berisi sampel langsung dimasukkan ke dalam tanur tanpa dipanaskan terlebih dahulu tanur akan dipenuhi asap gas karbon tersebut. Pemanasan pada tungku pemanas ini juga membuat senyawa pada sampel lebih stabil (Fauzi 2006). Setelah mendapat abu berwarna putih, cawan didesikator kembali. Cawan yang berisi abu didinginkan lalu ditimbang sampai diperoleh berat konstan, yaitu sebesar 36,4860 gram. Dari berat cawan dan abu total di peroleh kadar abu total sebanyak 3,033% atau menurut WHO yaitu 30,3 mg/g. Selanjutnya hasil yang diperoleh dari kadar abu total tersebut digunakan untuk menentukan kadar abu tidak larut asam dengan cara abu total dilarutkan didalam HCL encer sehingga diperoleh kadar abu tidak larut asam sebesar 2,033% dan menurut WHO yaitu 20,333 mg/g. Selanjutnya hasil yang diperoleh dari kadar abu total juga digunakan untuk menentukan kadar abu larut air dengan cara abu total dilarutkan didalam air sehingga diperoleh kadar abu larut air sebesar 2,467% dan menurut WHO yaitu 24,666 mg/g. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan ini kadar abu larut air pada simplisia herba putrimalu tidak lebih dari 10% sehingga simplisia ini terlah memenuhi syarat standardisasi kadar abu.

DAFTAR PUSTAKA Apriantono A dan D Fardiaz. 1989. Analisa Pangan. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Association of OfficialAnalytical Chemist (AOAC). 1995-2005. Official Methods of Analysis : AOAC ArlingtonDanarti N S. 2006. Kopi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Jakarta (ID): PenebarSwadaya. Fauzi M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Jember (ID): FTP UNEJ Irawati. 2008. Modul Pengujian Mutu 1. Cianjur (ID): Diploma IV PDP PTK Vedca Kamal M. 1998. Nutrisi Ternak I, Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. Yogyakarta (ID): Fakultas PeternakanUGM. PERSAGI. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID): PT Kompas Media Nusantara SNI. Mutu & Cara Uji Biskuit. 01-29731992 Sudarmadji. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID)Liberti Sumarna A. 2009. Pengantar Kimia Analsis Titrimetri II. Bogor (ID): Pusdiklat

Tujuan Dapat memahami cara penetapan kadar abu total simplisia Dapat mengetahui manfaat penetapan kadar abu total

Tujuan Dapat mengenal dan memahami prinsip pengembangan (swelling indeks)

LEMBAR KINERJA KELOMPOK

NPMNAMAKINERJA

10060313144Dewi Sri Lestari Pembahasan & Tujuan kadar abu serta indeks pengembangan

10060313145Zidni HadyarrahmanPembahasan dan daftar pustaka kadar abu serta indeks pengembangan

10060313147Sitta FitriyatiData pengamatan & kesimpulan kadar abu dan indeks pengembangan

10060313148Keukeu NurdiantiPembahasan dan daftar pustaka kadar abu serta indeks pengembangan

10060313149Billy FajriangiCover, Alat bahan, dan pembahasan

10060313150Maida LismayantiData pengamatan & Prosedur kadar abu serta indeks pengembangan

LAPORAN STANDARISASI BAHAN ALAM PENETAPAN KADAR ABU TOTAL& PENETAPAN INDEKS PENGEMBANGAN

DISUSUN OLEH Nama NPMDewi Sri Lestari Ningsih10060313144Zidni Hadyarrahman10060313145 Sitta Fitriyati 10060313147Keukeu Nurdianti10060313148Billy Fajriangi Ahmadirono10060313149Maida Lismayanti10060313150Nama Asisten : Citra Annisa R., S.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG2015

ALAT DAN BAHAN1. Timbangan analitis2. Krus silikat3. Pemanas4. Tanur5. Gelas kimia 50 mL6. Corong7. Kertas saring8. Simplisia uji herba putri malu9. Aquadest

ALAT DAN BAHAN1. Silinder Bertutup 2. Aquadest3. Simplisia uji Buah Pare4. Timbangan analitis