saraf

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Poliomyelitis adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini sebuah virus yaitu polio virus (PV), masuk kedalam tubuh melalui mulut dan menginfeksi saluran usus, virus ini dapat memasuki aliran darah dan masuk ke sistem saraf pusat yang mengakibatkan terjadinya kelemahan otot dan terkadang menyebabkan kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi dalam saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfe regional terjadi sebagian kecil penyebaran ke sistem saraf. Sistem saraf yang diserang adalah saraf motorik otak bagian grey matter dan kadang – kadang menimbulkan kelumpuhan. 1,2,3,4 2.2. EPIDEMIOLOGI Goar 1955 dalam uraiannya tentang poliomyelitis di negara yang baru berkembang dengan sanitasi yang buruk berkesimpulan bahwa di daerah- daerah tersebut epidemi poliomyelitis ditemui 90% pada anak- anak dibawah umur 5 tahun. Ini disebabkan penduduk telah mendapatkan infeksi atau imunitas pada masa anak, poliomylitis jarang ditemukan pada orang dewasa. 3 2

description

poliomielitis

Transcript of saraf

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Poliomyelitis adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini sebuah virus yaitu polio virus (PV), masuk kedalam tubuh melalui mulut dan menginfeksi saluran usus, virus ini dapat memasuki aliran darah dan masuk ke sistem saraf pusat yang mengakibatkan terjadinya kelemahan otot dan terkadang menyebabkan kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi dalam saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfe regional terjadi sebagian kecil penyebaran ke sistem saraf. Sistem saraf yang diserang adalah saraf motorik otak bagian grey matter dan kadang kadang menimbulkan kelumpuhan. 1,2,3,4 2.2. EPIDEMIOLOGI

Goar 1955 dalam uraiannya tentang poliomyelitis di negara yang baru berkembang dengan sanitasi yang buruk berkesimpulan bahwa di daerah- daerah tersebut epidemi poliomyelitis ditemui 90% pada anak- anak dibawah umur 5 tahun. Ini disebabkan penduduk telah mendapatkan infeksi atau imunitas pada masa anak, poliomylitis jarang ditemukan pada orang dewasa.3 Di Indonesia, pemerintah merencanakan tujuan akhir program imunisasi menjelang tahun 2000 adalah eradikasi polio, eliminasi tetanus neonatorum, dan reduksi campak. Dengan tidak ditemukannya virus polio liar dalam tinja penderita acute flaccid paralysis atau lumpuh layu akut melalui survailans AFP pada tahun tahun berikutnya, badan kesehatan dunia bisa menyatakan Indonesia sudah termasuk negara bebas polio. Namun bangsa Indonesia dikejutkan dengan kejadian luar biasa di Sukabumi, dengan ditemukannya virus- virus polio liar sebagai penyebab lumpuh layu akut.32.3. ETIOLOGI

Poliomyelitis disebabkan oleh infeksi virus dari genus enterovirus yang dikenal sebagai poliovirus (PV) virus yang tergolong virus RNA ini biasanya berada di traktus digestivus. PV hanya menginfeksi dan menyebabkan manifestasi penyakit pada manusia. Strukturnya sederhana, tersusun oleh satu genom RNA yang terbungkus protein yang disebut kapsid memungkinkan PV untuk menyerang beberapa jenis sel lain. 5Ada 3 serotipe yang telah diidentifikasi yakni tipe 1 (PV1, Bruhilde), tipe 2 (PV2, Lansing) dan tipe 3 (PV3, Leon). Masing masing memiliki protein capsid yang sedikit berbeda. Ketiganya sangat virulen dan menyebabkan gejala yang sama. Walaupun demikian PV 1 adalah strain yang paling sering ditemukan, dan yang paling sering menyebabkan kelumpuhan. Suatu infeksi poliomielitis dapat disebabkan satu atau lebih tipe tersebut, yang dapat dibuktikan dengan 3 macam zat anti dalam serum penderita. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh tipe 1 , tipe 3 penyebab epidemi ringan, sedangkan tipe 2 menyebabkan epidemi sporadic.

Poliomielitis menyebar dari traktus intestinal ke sistem saraf pusat yang mengakibatkan meningitis aseptic dan poliomielitis. Polivirus cukup kuat dan bisa bertahan aktif selama beberapa hari dengan suhu kamar, dan bisa tersimpan dalam bentuk beku -200C. Polivirus menjadi tidak aktif bila terkena panas, formaldehid, klorin dan sinar ultraviolet. Virus ini juga tumbuh baik diberbagai biakan jaringan dan mengakibatkan efek sitopatik dengan cepat.

Virus ini dapat hidup dalam air untuk berbulan bulan dan bertahun tahun dalam deep freeze. Dapat tahan terhadap banyak bahan kimia termaksud sulfonamine, antibiotik, (streptomisin, penisilin, kloromisetin), eter, fenol, dan gliserin. Virus dapat dimusnahkan dengan cara pengeringan atau dengan pemberian zat oksidator kuat seperti peroksida atau kalium permanganate. Reservoir alamiah satu satunya ialah manusia, walaupun virus juga terdapat pada sampah dan lalat.

Masa inkubasi antara 7 10 hari, tetapi kadang kdang terdapat kasus dengan inkubasi antara 3 35 hari. 2,42.4. PATOFISIOLOGI

Kerusakan saraf merupakan ciri khas poliomyelitis, virus berkembang biak pertama kali di dalam dinding faring atau saluran cerna bagian bawah, virus tahan terhadap asam lamung, maka mencapai saluran cerna bawah tanpa melalui inaktivasi. Dari faring setelah bermutasi, menyebar ke jaringan limfe dan pembulu darah. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah 24 jam sampai 3-4 minggu.

Dalam keadaan ini timbul : 1. Perkembangan virus 2. Tubuh bereaksi membentuk antibodi spesifik. bila pembentukan zat anti tubuh mencukupi dan lebih cepat maka virus dinetralisasi, sehingga timbul gejala klinis yang ringan atau tidak terdapat sama sekali dan timbul imunitas terhadap virus tersebut. Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat maka akan timbul viremia dan gejala klinis

Infeksi pada susunan saraf pusat terjadi akibat replikasi cepat virus. Virus polio menempel dan berkembangbiak pada sel usus yang mengandung polioviruses receptor (PVR) dan telah berkoloni dalam waktu kurang dari 3 jam. Sekali terjadi perlekatan antara virion dan replikator, pelepasan virion hanya butuh 4 5 jam.

Virus yang bereplikasi secara lokal kemudian menyebar pada monosit dan kelenjar limfe yang terkait. Perlekatan dan penetrasian dapat dihambat oleh secretory IgA local. Kejadian neuropati pada poliomyelitis merupakan akibat langsung dari multivikasi virus di jaringan patognomonik, namun tidak semua saraf yang terkena akan mati. 1,5Daerah yang biasanya terkena lesi pada poliomyelitis adalah :

1. Medula spinalis terutama kornu anterior.2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti inti saraf kranial serta formation retikularis yang mengandung pusat vital.3. Serebelum terutama inti inti pada vermis.4. Midbrain terutama masa kelabu, substansia nigra dan kadang kadang nukleus rubra.5. Talamus dan hipotalamus6. Palidum7. Korteks serebri, hanya daerah motorikGambaran patologik menunjukan adanya reaksi peradangan pada sistem retikuloendotelial, terutama jaringan limfe, kerusakan terjadi pada sel motor neuron karena virus ini sangat neurotropik, tetapi tidak menyerang neuroglia, myelin, atau pembuluh darah besar. Tejadi peradangan pada sekitar sel yang terinfeksi sehingga kerusakan sel semakin luas. Kerusakan pada sumsum tulang belakang, terutama terjadi pada anterior horn cell, pada otak kerusakan terutama terjadi pada sel motor neuron formasi retikuler dari pons dan medula, nuclei vestibules, serebellum, sedangkan lesi pada korteks hanya merusak daerah motor dan premotor saja. Pada jenis bulber, lesi terutama mengenai medula yang berisi nucles motorik dari saraf otak. Replikasi pada sel motor neuron di SSP akan menyebabkan kerusakan permanen.

Secara mendasar, kerusakan saraf merupakan ciri khas pada poliomyelitis. Virus berkembang di dalam dindig faring saluran cerna bagian bawah, menyebar masuk kedalam aliran darah dan kelenjar getah bening menembus dan berkembang biak di jaringan saraf. Pada saat viremia pertama terdapat gejala klinik yang tidak spesifik berupa minor illnes. Invasi virus ke susunan saraf dapat melalui hematogen atau memalui perjalanan saraf. Tetapi yang lebih sering melalui hematogen. Virus masuk ke susunan saraf pusat melalui sawar darah otak dengan berbagai cara yaitu :1. Transport pasif dengan cara piknositosis

2. Infeksi dari endotel kapiler

3. Dengan bantuan sel mononuklear yang mengadakan transmisi ke dalam susunan saraf pusat

4. Kemungkinan lain melalui saraf perifer, transport melalui akson atau penyebaran melalui jaras olfaktorius. 1,3,4,52.5. GAMBARAN KLINIS

Masa inkubasi penyakit ini berkisar anatara 9 - 12 hari, tetapi kadang-kadang 3 - 35 hari. Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat, yaitu : 1. Infeksi tanpa gejala (asymptomatic, silent, anapparent)Kejadian infeksi yang asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang standar higine-nya jelek. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap penyakit tersebut. Bayi baru lahir mula-mula terlindungi karena adanya antibodi maternal yang kemudian akan menghilang setelah usia 6 bulan. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di tinja atau meningginya titer antibodi.

2. Infeksi abortif

Kejadiannya di perkirakan 4-8% dari jumlah penduduk pada suatu epidemi. Tidak dijumpai gejala khas Poliomielitis. Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dengan gejala "minor illnesss" seperti demam bisa sampai 39.50C, malaise, nyeri kepala, sakit tenggorok, anoreksia, filial, muntah, nyeri otot dan perut serta kadang-kadang diare . Penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit virus lainnya, hanya dapat diduga bila terjadi epidemi. Diagnosa pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan jaringan. Diagnosa banding adalah influenza atau infeksi tenggorokan lainnya.3. Poliomyelitis non paralitik

Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinik sama dengan infeksi abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi kemudian naik kembali (dromedary chart), disertai dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kemig dan Brudzinsky yang positip. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya keatas, sedangkan kedua lengan menunjang kebelakang. Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan dengan menarik pada kedua ketiak, akan menyebabkan kepala terjatuh kebelakang. Refleks tendon biasanya normal. Bila reflek tendon berubah maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik. Diagnosis banding adalah meningitis serosa , meningismus

4. Poliomyelitis paralitikGambaran klinis sama dengan poliomyelitis non paralitik disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial. Gejala ini bisa menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa flaccid paralysis yang biasanya unilateral dan simetris. Yang paling sering terkena adalah tungkai. Keadaan ini bisa disertai kelumpuhan vesika urinaria , atonia usus dan kadang- kadang ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan.

Secara klinis dapat dibedakan atas 4 bentuk sesuai tingginya lesi pada susunan saraf pusat yaitu :1. Bentuk spinal

Dengan gejala kelemahan otot leher, perut, punggung, diafgragma, ekstremitas, dimana yang terbanyak adalah ekstremitas bawah. Tersering yaitu otot-otot besar, pada tungkai bawah kuadriseps femoris, pada lengan otot deltoideus. Sifat kelumpuhan ini adalah asimetris. Refleks tendon menurun sampai menghilang dan tidak ada gangguan sensibilitas.2. Bentuk bulbar

Ditandai dengan kelemahan motorik dari satu atau lebih saraf kranial dengan atau tanpa gangguan pusat vital seperti pernafasan, sirkulasi dan tempratur tubuh. Bila kelemahan meliputi syaraf kranial IX, X dan XII maka akan menyebabkan paralisis faring, lidah, dan laring yang menyebabkan terjadinya sumbatan jalan napas.3. Bentuk bulbospinal

Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bulbar.4. Bentuk ensephalitis

Ditandai dengan kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.2.6. DIAGNOSTIK

Diagnostik polio dibuat berdasarkan :1. Pemeriksaan virologik dengan cara membiakan virus polio baik yang liar maupun vaksin. Virus poliomyelitis dapat diisolasi dan dibiakan secara biakan jaringan dari apusan tenggorokan, darah, likuor serebrospinaslis dan feses.

2. Pengamatan gejala dan perjalanan klinik

Banyak kasus yang menunjukan gejala lumpuh layu yang termaksud Acute Flaccid Paralysis. Bisa dilihat dari gejala gejala klinis diatas. Cara menegakkan ialah dengan menambahkan pola neurologik yang khas seperti proksimal, unilateral, tidak ada gangguan sensori.

3. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan hantaran saraf dan elektromiografi dapat merujuk secara lebih cepat kerusakan saraf secara anatomi. Cara ini akan dapat mempermudah mendiagnosis polio dengan kelainan lain akibat demielinisasi pada saraf tepi, sehingga dapat membedakan polio dengan kerusakan motor neuron lainnya misalnya sindrom Guilain Barre. Pemeriksaan lain seperti MRI dapat menunjukkan kerusakkan di daerah kolumna anterior.4. Pemeriksaan residual paralisis

Dilakukan 60 hari setelah kelumpuhan, untuk mencari defisit neurologik.52.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Virus polio dapat diisolasi dan dibiakan dari bahan hapusan tenggorokan pada minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Berbeda dengan enterovirus lainnya, virus polio jarang dapat diisolasi dari cairan serebrospinal. Bila pemeriksaan isolasi virus tidak mungkin dapat dilakukan, maka dipakai pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan memakai serum pada fase akut dan konvalesen. Dikatakan positif bila ada kenaikan titer 4 kali atau lebih. Tes netralisasi sangat spesifik dan bermanfaat untuk meneggakan diagnosa poliomielitis. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan CF (Complement Fixation), tetapi ditemukan reaksi silang diantara ketiga tipe virus ini.

Pemeriksaan likuor serebrospinal akan menunjukkan pleositosis biasanya kurang dari 500/mm3. Pada permulaan lebih banyak polimorfonukleus dari limfosit, tetapi kemudian segera berubah menjadi limfosit yang lebih dominan. 10-14 hari jumlah sel akan normal kembali. Pada stadium awal kadar protein normal, kemudian pada minggu kedua dapat naik sampai 100 mg%, dengan jumlah sel menurun sehingga disebut dissociation cytoalbuminique dan kembali mencapai normal dalam 4 6 minggu. Glukosa normal. Pada pemeriksaan darah tepi dalam batas normal dan pada urin terlihat gambaran yang bervariasi dan bisa ditemukan albuminuria ringan.

2.8. TERAPI DAN PENGOBATAN

Tidak ada obat untuk polio, hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin polio, diberikan beberapa kali, hampir selalu melindungi anak-anak seumur hidup. Imunisas lengkap mengurangi resiko terkena polio paralitik. Tidak ada antivirus yang efektif melawan poliovirus. Terapi utamanya adalah suportif.2Pada infeksi abortif, istirahat sampai beberapa hari setelah tempratur normal. Bila perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktifitas selama 2 minggu. Dua bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro muskuloskeletal untuk mengetahui adanya kelainan.Pada non paralitik, sama dengan tipe abortif pemberian analgetik sampai efektif bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15 30 menit setiap 2 4 jam dan kadang-kadang mandi air panas dapat membantu. Sebaiknya diberikan papan penahan pada telapak kaki, agar kaki terletak pada sudut yang sesuai dengan tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.Paralitik, harus dirawat di Rumah Sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki dan tangan, jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan parasimpatik seperti bethanechol oral 5-10 mg atau subkutan 2,5-5 mg.2.9. PROGNOSIS

Hasil akhir dari penyakit ini tergantung bentukya dan letak lesinya. Jika tidak mencapai korda spinalis dan otak, maka kesembuhan total sangat mungkin. Keterlibatan otak dan korda spinalis bisa berakibat pada paralysis atau kematian (biasanya dari kesulitan bernafas). Secara umum polio lebih sering mengakibatkan disabilitas daripada kematian.

Pasien dengan polio abortif bisa sembuh sepenuhnya. Pada pasien dengan polio non paralitik atau aseptic meningtis, gejala bisa menetap selama 2 10 hari, kemudian sembuh total.Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian yang terkena. Pada kasus polio spinal, sel saraf yang terinfeksi akan hancur sepenuhnya, paralysis akan permanent. Sel yang tidak hancur tapi kehilangan fungsi sementara akan kembali setelah 4 6 minggu setelah onset. 50% dari penderita polio spinal sembuh total, 25% dengan disabititas ringan, 25% dengan disabilitas berat. Perbedaan residual paralysis ini tergantung derajat viremia, dan imunitas pasien. Bentuk spinal dengan paralysis pernafasan dapat ditolong dengan bantuan pernapasan mekanik. Tanpa bantuan ventilasi, kasus yang melibatkan sistem pernapasan, menyebabkan kesulitan bernapas atau pneumoni aspirasi, 5 10% pasien dengan polio paralysis meninggal akibat paralysisis otot pernafasan. Angka kematian bervariasi tergantung usia 2-5% pada anak anak, dan hingga 15-30% pada dewasa.5Tipe bulbar prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder jalan napas. Polio bulbar sering mengakibatkan kematian bila alat bantu napas tidak tersedia, dengan alat bantu napas angka kematian berkisar antara 25 50%. Bila ventilator tekanan positif tersedia angka kematian dapat diturunkan hingga 15%. Otot otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukkan paralysis tipe flasid dengan atonia, arefleksia, dan degenerasi.5Komplikasi residual paralysis tersebut ialah kontraktur terutama sendi, subloksasi otot yang terkena sekitar sendi, perubahan tropik oleh sirkulasi yang kurang sempurna hingga mudah terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan pengobatan secara ortopedik.52.10.POST POLIO SYNDROM

Sekitar 25% individual yang pernah mengalami polio paralitik mendapatkan gejala tambahan beberapa dekade setelah sembuh dari infeksi akut, merupakan bentuk manifestasi lambat (15-40 tahun) sejak infeksi akut. Gejala utamanya kelemahan otot, kelemahan yang ekstrem, paralysis rekuren atau paralysis baru, nyeri otot yang luar biasa. Kondisi ini disebut post polio syndrome (PPS). Gejala PPS diduga akibat kegagalan pembentukan oversized motor unit pada tahap penyembuhan dari fase paralitiknya. Walau demikian patogenesisnya belum diketahui. Faktor yang meningkatkan resiko PPS antara lain jangka waktu sejak infeksi akutnya, kerusakan residual permanent setelah penyembuhan dari fase akut, dan kerja neuron yang berlebihan.3,42.11.PENCEGAHAN POLIO

Beberapa cara pencegahan penyakit polio yang harus dilakukan adalah :

1. Peningkatan higiene

Karena penyakit polio ditularkan per oral melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kotoran manusia yang mengandung virus, maka higiene makanan/ minuman sangat penting.2. Imunisasi Polio

Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan terhadap penyakit polio dengan mempergunakan vaksin polio oral (OPV) maupun injeksi (IPV). OVP sangat bermanfaat pada saat KLB, karena selain menimbulkan kekebalan humoral dan lokal pada usus resipen juga mempunyai community effect yaitu virus vaksin yang berbiak di usus akan ikut menyebar ke anak sekitarnya, sehingga jangkauan imunisasi makin meluas. Selain itu virus vaksin yang berbiak akan menutup PVR (Polio Virus Receptor) di usus selama 100 hari, sehingga virus polio liar tidak dapat menempel dan menimbulkan infeksi. Rekomendasi WHO semua anak harus mendapatkan imunisasi pada saat baru lahir, enam minggu, 10 minggu dan 14 minggu. 211