REFERAT SARAF

47
BAB I PENDAHULUAN Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan yang membahayakan kehidupan, dengan berpotensial menyebabkan kerusakan permanen pada pasien yang hidup. Infeksi ini juga merupakan penyebab tersering demam disertai tanda dan gejala kelaian susunan saraf pusat pada anak. Pada anak infeksi sebenarnya dapat disebabkan oleh mikroba apapun, patogen spesifik yang dipengaruhi oleh umur dan status imun hospes dan epidemiologi patogen. Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh lebih sering daripada infeksi bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur dan parasit. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori besar: yang utamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada parenkim (ensefalitis). 1,2,7 Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis (peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada durasi gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis (agak jarang) dan 1

Transcript of REFERAT SARAF

Page 1: REFERAT SARAF

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan yang

membahayakan kehidupan, dengan berpotensial menyebabkan kerusakan permanen pada

pasien yang hidup. Infeksi ini juga merupakan penyebab tersering demam disertai tanda dan

gejala kelaian susunan saraf pusat pada anak. Pada anak infeksi sebenarnya dapat disebabkan

oleh mikroba apapun, patogen spesifik yang dipengaruhi oleh umur dan status imun hospes

dan epidemiologi patogen. Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh lebih sering

daripada infeksi bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur dan parasit.

Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori besar: yang

utamanya melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada parenkim (ensefalitis).1,2,7

Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges

atau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang yang

terdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater. Secara klinis, meningitis bermanifestasi

dengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia), serta pleositosis

(peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS). Tergantung pada

durasi gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Meningitis secara

anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai pachymeningitis

(agak jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan sebagai peradangan

pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.2

Penyebab paling umum peradangan pada meningens adalah akibat iritasi oleh infeksi

bakteri atau virus. Organisme biasanya masuk meningens melalui aliran darah dari bagian

lain dari tubuh ataupun dapat secara langsung (perkontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan di dekat selaput otak.2

Meningitis piogenik (bakteri) terdiri dari peradangan meningens dan CSS

subarachnoid. Jika tidak diobati, meningitis bakteri dapat mengakibatkan kelemahan

(debility) seumur hidup atau kematian. Penyakit ini fatal sebelum era antimikroba, tapi

dengan munculnya terapi antimikroba, tingkat kematian secara keseluruhan dari meningitis

bakteri mengalami penurunan. Meskipun demikian, tetap sangat tinggi, mencapai sekitar

25%.  Munculnya strain bakteri resisten telah mendorong perubahan dalam protokol

antibiotik di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.  Para agen infektif spesifik yang

1

Page 2: REFERAT SARAF

terlibat pada meningitis bakteri bervariasi di antara berbagai kelompok umur pasien, dan

peradangan bisa berevolusi menjadi kondisi seperti ventriculitis, empiema, cerebritis.2

Meningitis akut bakteri, menunjukkan bakteri penyebab sindrom ini. Hal ini biasanya

ditandai dengan onset akut gejala meningeal dan pleositosis neutrophilic. Tergantung dari

bakteri spesifik penyebabnya, sindrom yang dapat disebut, misalnya, salah satu dari berikut:

meningitis Pneumococcal, meningitis Haemophilus influenzae, meningitis stafilokokus,

meningitis meningokokus , meningitis tuberkulosis. Tidak seperti subakut (1-7 hari) atau

kronis (> 7 hari) meningitis, yang memiliki etiologi infeksi dan non-infeksi yang sangat

banyak, meningitis akut (<1 hari) hampir selalu infeksi bakteri yang disebabkan oleh satu dari

beberapa organisme . Pasien dengan meningitis bakteri akut dapat dekompensasi sangat

cepat, sehingga mereka memerlukan perawatan darurat, termasuk terapi antimikroba,

idealnya dalam waktu 30 menit pada unit gawat darurat.2

2

Page 3: REFERAT SARAF

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI

1. LAPISAN SELAPUT OTAK/ MENINGES

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah

pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi

arachnoidea dan piamater.

a. Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang

kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal).

Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di

tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus

venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural),

dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian

otak.

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan

juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan

fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura

spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum

cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx

cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang

sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu

dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi

pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing

hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli terbentang

seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior.

Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir

atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan

lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-

saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.

3

Page 4: REFERAT SARAF

Gambar 1. Lapisan-lapisan selaput otak/meninges 13

b. Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan

hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural.

Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis,

cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan

septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system

rongga-rongga yang saling berhubungan.

Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip

jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni

(granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di

sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor

cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia

villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan

berinvaginasi ke dalam vena diploe.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater

yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum,

namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada

dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi

4

Page 5: REFERAT SARAF

nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara

bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.

Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas

subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena

ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang

terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa

vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus

temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma

opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna

interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus

frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis

(cisterna sylvii).

c. Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang

menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan

sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam

fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk

tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan

ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus

choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap

dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

2. LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)

a. Fungsi

LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket

pelindung dari air. Cairan ini mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur

komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai

pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap

perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal).

5

Page 6: REFERAT SARAF

b. Sirkulasi LCS

LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus

lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii

masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor

cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari

ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura

garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga

subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke

dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui

difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding

ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari

sinus atau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas konveksitas

superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk

mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan

cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi

dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.

Gambar 2. Sirkulasi Liquor Cerebrospinalis 14

6

Page 7: REFERAT SARAF

B. MENINGITIS BAKTERIALIS

1. Definisi

Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura,

arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang pada umumnya

disebabkan oleh bakteri banal.

2. Epidemiologi

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap

patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1

– 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi

pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen,

kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat

penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang

tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak

orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7

Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-

pneumococcal, insidens dari meningitis bakteri ± 6000 kasus per tahun; dan sekitar

setengahnya adalah pasien anak (≤18 tahun). N. meningitidis menyebabkan 4 kasus

per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Sedangkan S.pneumoniae menyebabkan 7 kasus

per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Angka ini menurun setelah pemberian rutin dari

vaksin conjugate-pneumoccal pad aana-anak. Pengenalan dari vaksin meningococcal

baru-baru ini di Amerika Serikat diharapkan dapat mengurangi insidens meningitis

bacterial di kemudian hari. Insidens dari meningitis bacterial pada neonatus sekitar

0,15 kasus per 1000 bayi lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir kurang

bulan (premature). Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis, berhubungan

dengan adanya meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasi

intrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi

GBS (Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada

tahun 1990 menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8

Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.

Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens

meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran

hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi

dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli

7

Page 8: REFERAT SARAF

merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit ini

menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya

mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.9-11

3. Etiologi

Penyebab paling sering adalah Neisseria meningitidis Selama usia bulan

pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal merefleksikan flora

ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili enterik gram

negatif, dan Listeria monocytogenes). Meningitis pada kelompok ini kadang -kadang

dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita

yang lebih tua.

Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan – 12 tahun biasanya karena H.

influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit

yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali

terjadi sebelum usia 2 tahun.

Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan

Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter

diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.

Risk and/or Predisposing Factor Bacterial Pathogen

Age 0-4 weeks Streptococcus agalactiae (group B streptococci)

E coli K1

Listeria monocytogenes

Age 4-12 weeks S agalactiae

E coli

H influenzae

S pneumoniae

N meningitides

Age 3 months to 18 years N meningitidis

S pneumoniae

H influenza

Age 18-50 years S pneumoniae

N meningitidis

H influenza

Age older than 50 years S pneumoniae

N meningitidis

8

Page 9: REFERAT SARAF

L monocytogenes

Aerobic gram-negative bacilli

Immunocompromised state S pneumoniae

N meningitidis

L monocytogenes

Aerobic gram-negative bacilli

Intracranial manipulation, including

neurosurgery

Staphylococcus aureus

Coagulase-negative staphylococci

Aerobic gram-negative bacilli, including

P aeruginosa

Basilar skull fracture S pneumoniae

H influenzae

Group A streptococci

CSF shunts Coagulase-negative staphylococci

S aureus

Aerobic gram-negative bacilli

Propionibacterium acnes

Tabel 1. Bakteri penyebab tersering menurut umur dan faktor predisposisi 2

4. PatogenesisInfeksi dapat mencapai selaput otak melalui :Alian darah (hematogen)

oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis,

pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang

positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak.

1. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi

dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

2. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal

dan mielokel.

3. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:

Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh

kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir

Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

9

Page 10: REFERAT SARAF

Gambar 3. Patogenesis Meningitis Bakterial

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran

hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab

meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen

mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)

2. Bakteri menembus rintangan mukosa

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan

aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.

4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

10

Page 11: REFERAT SARAF

Gambar 4. Patogenesis Meningitis Bakterial

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui

semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang

berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada

satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi

oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan

lingkungan yang menunjang.

4. Patofisiologi

Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis

bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen bakteri dan

mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak

11

Page 12: REFERAT SARAF

(meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan

tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan

tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik,

yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan jalan

menembus rintangan darah otak melalui tempat – tempat yang lemah, yaitu di

mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang

baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah

bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri

dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas

fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang

subaraknoid

Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan

melepaskan dinding sel atau komponen – komponen membran sel (endotoksin,

teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan

peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam

skema tersebut di bawah, sehingga timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada

waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif

akan melepaskan teichoic acid (asam teikoat).

Gambar 5. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial 1

12

Page 13: REFERAT SARAF

Produk – produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan

makrofag di susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator

inflamasi seperti Interleukin – 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator

inflamasi berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial, yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran

darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi syndrome inappropriate

antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh karena proses peradangan

akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopressin endogen

sistem supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini

menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun

osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu

mengantuk, iritabel dan kejang.

Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal

dan terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke kaudal ini

menyebabkan herniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau

keduanya. Perubahan intrakranial ini secara klinis menyebabkan terjadinya gangguan

kesadaran dan refleks postural. Pergeseran ke kaudal dari batang otak menyebabkan

lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika tidak diobati, perubahan ini akan

menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat dan progresif

menyebabkan henti nafas dan jantung.

Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak

yang juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan

adanya penurunan autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat

lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh

karena penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak

mudah mengalami iskemia, penurunan autoregulasi serebral dan vaskulopati.

Kelainan – kelainan inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga

menimbulkan gejala sisa. Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan

intrakranial dan kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik

yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan

penurunan pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme

anaerob, keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat dan berakibat

timbulnya hipoglikorakia.

13

Page 14: REFERAT SARAF

Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia

sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah

peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan – bahan toksis

bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris,

akibatnya terjadi refleks kontraksi otot – otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit,

sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku kuduk. Manifestasi klinis

lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu

makan menurun dan sakit kepala. Gejala – gejala tersebut dapat juga disebabkan

karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila disertai dnegan distorsi dari nerve

roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia.

Pada fase akut, bahan–bahan toksis bakteri mula–mula menimbulkan

hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang

subaraknoid, dan selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel

polimorfonuklear, serta merangsang sel polimorfonuklear untuk menembus endotel

pembuluh darah melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri bakteri,

sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang cepat

meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS diabsorpsi oleh

vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta sisterna basalis dan sekitar

serebelum.

Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang memfagosit

bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit, monosit dan

histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi eksudasi

fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan

dalam proses organisasi eksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput

otak yang menyebabkan perlekatan – perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah

sisterna basalis, maka akan menimbulkan hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di

aquaductus Sylvii, foramen Luschka dan Magendi maka terjadi hidrosefalus

obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga mengalami

pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan

adventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang

menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan

trombus dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah,

14

Page 15: REFERAT SARAF

sehingga keadaan tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat

menyebabkan terjadinya infark.

Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau

deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa hari

pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol,

kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama

dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan

menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang yang

berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh darah otak yang

serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat sering

menyebakna gangguan pendengaran atau tuli yang menetap.

Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik korteks

serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena hipoksia,

invasi kuman akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dang gangguan

fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang timbul

setelah minggu I-II; selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi

intelek berupa retardasi mental dan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek

merupakan akibat kerusakan otak karena proses infeksinya, syok dan hipoksia.

Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena di duramater atau arakhnoid yang

berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasan infeksi araknoid

menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruang

subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan

manifestasi neurologis fokal, demam yang lama, kejang dan muntah.

Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain

barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu

atau hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstitial.

Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi

dan penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan

vaskulitis; kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena adanya

peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf

cranial, terutama saraf VI, III dan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf

15

Page 16: REFERAT SARAF

kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput otak di basal otak,

sehingga menimbulkan kelainan batang otak.

Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke mastoid,

sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe

konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan

tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga

terjadi buta kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh

trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan peradangan yang

menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi ini merupakan petunjuk

prognosis buruk, karena meninggalakan manifestasi sisa dan retardasi mental.

5. Manifestasi Klinis

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam,

sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain,

seperti :

Mual

Muntah

Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)

Perubahan atau penurunan kesadaran

Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis

bakterial. Tanda dan manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga

sering didapatkan pada anak-anak baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda

dan gambaran klinis sangat bervariasi tergantung umur pasien, lama sakit di rumah

sebelum diagnosis dan respon tubuh terhadap infeksi.

Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis,

gambaran klinis sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir

hanya terjadi pada ½ dari jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas,

tidak mau makan, muntah-muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan

membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus kalau

sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis pada bayi baru lahir kita harus

mencurigai adanya meningitis.

16

Page 17: REFERAT SARAF

Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis.

Biasanya manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang

berulang, kadang-kadang didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang

tampak jelas adalah ubun-ubun tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan

Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena insidens meningitis pada umur ini sangat

tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat perlu dicurigai pada anak dengan

demam terus menerus yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran

klasik. Perjalanan klinis meningitis bakterialis pada orang dewasa biasanya diawali

dengan infeksi saluran napas atas. Gejala biasanya dimulai dengan demam,

menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadang-kadang gejala pertama adalah kejang,

gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti delirium, stupor, koma

dapat juga terjadi. Meningitis meningokous seringkali diawali dengan gejala dan

tanda septicemia dan syok septik. Keluhan yang dirasakan pasien adalah paas badan

disertai nyeri pada lengan dan atau tungkai, atau didapatkan tanda-tanda septicemia

seperti kulit yang teraba dingin atau kebiruan pada bibir, juga didapatkan rash (papula

sampai ekimosis) pada ekstremitas. Meningitis menningokokus seringkali

menyebabkan epidemic meningitis, sehingga jika didapatkan gejala-gejala diatas pada

sekelompok orang (misalnya siswa satu sekolah atau jamaah haji).

Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk, tanda Brudzinski dan

Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen, sering

disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal disebabkan

karena iritasi meningen serta radiks spinalis.

Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga

karena terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV

adalah yang paling sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena

nekrosis kortikal atau vaskulitis oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal.

Vaskulitis serebral menyebabkan kejang dan hemiparesis.1

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9

1. Gejala infeksi akut.

a. Lethargy.

b. Irritabilitas.

c. Demam ringan.

d. Muntah.

17

Page 18: REFERAT SARAF

e. Anoreksia.

f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).

g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.

a. Muntah.

b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).

c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.

e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.

f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.

g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.

h. Crack pot sign.

i. Pernafasan Cheyne Stokes.

j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.

a. Kaku kuduk positif.

b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas

terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.

Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan

sebagai diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal

untuk mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

Gambar 6. Tanda Brudzinski

18

Page 19: REFERAT SARAF

Gambar 7. Tanda Kernig

Gambar 8. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus

Gambar 9. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa

19

Page 20: REFERAT SARAF

Gambar 10. Opisthotonus dan Blank starring pada M.Meningococcus

1. Stadium prodromal

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak.

Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan

suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah

terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak

besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise, snoreksia, obstipasi, mual dan muntah

juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi kelainan neurologis.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala

diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh

tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi,

ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata

sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid.

Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.

Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter

(tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

3. Stadium terminal

20

Page 21: REFERAT SARAF

Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam,

pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak

teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam).

Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan

yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak

meninggal.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pungsi Lumbal 1

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering

dilakukan pada segala umur, dan relatif aman

Indikasi

1. Kejang atau twitching

2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

3. Koma

4. Ubun-ubun besar membonjol

5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

6. TBC milier

7. Leukemia

8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis

9. Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah

pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan

pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan

serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan

sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan

intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi lumbal juga

dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.

Kontraindikasi

21

Page 22: REFERAT SARAF

Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar

tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses

desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan

yang belum diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi

(meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati.

Gambar 11. Lumbal Pungsi

- Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi :

Didapatkan cairan keruh atau opalesens dengan Nonne (-)/(+) dan Pandy (+)/(++).

Jumlah sel 100-10.000/m3 dengan hitung jenis predominan polimorfonuklear,

protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl. Pada stadium dini jumlah sel dapat

normal dengan predominan limfosit.

Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS dapat tidak

spesifik.

- Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap diberikan pemberian

antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali

identifikasi kuman, itupun jika antibiotiknya senstitif)

- Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat tanda-tanda

peningkatan tekanan intracranial, pungsi lumbal masih dapat dilakukan asalkan

berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat meminimalkan komplikasi terjadinya

herniasi.

22

Page 23: REFERAT SARAF

- Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal hanya jika ditemukan tanda dan gejala

peningkatan tekanan intracranial oleh karena lesi desak ruang.

- Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI kepala (pada kasus berat atau curiga

ada komplikasi seperti empiema subdural, hidrosefalus dan abses otak)

- Pada pemeriksaan elektroensefalografi dapat ditemukan perlambatan umum.

- Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan elektrolit jika ada

indikasi.

7. Diagnosis

Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala

dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk

dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada

meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hampir semua penulis

mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan

cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap pasien dengan

kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.1

Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada

stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya

didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang

sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini

didapatkan jumlah sel hanya ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih

banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi

lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan diagnosis yang pasti.

Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium penyembuhan meningitis purulenta.

Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun tetapi tidak serendah pada

meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.9

Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat

ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi kuman

yang dapat dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan percobaan

binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah kontra-indikasi

terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi

dengan pergeseran ke kiri (Shift to the left). Umumnya terdapat anemia

megaloblastik.9

23

Page 24: REFERAT SARAF

8. Diagnosis Banding

Meningitis viral

Encephalitis

Herpes Simplex Encephalitis

Neoplasma

Subarachnoid Hemorrhage

9. KOMPLIKASI

Komplikasi dini :

Syok septik, termasuk DIC

Hidrocephalus

Kejang (30-40% pada anak)

Edema serebri

Efusi/abses subdural

Efusi pericardial

Gangguan pendengaran samapi tuli

Komplikasi lanjut :

Disfungsi saraf kranial

Kejang multipel

Paralisis fokal

Defisit intelektual

Ataksia

Buta

Kejang

Kejang merupakan komplikasi yang penting dan sering terjadi hampir 1 dari 5

pasien. Insidens lebih tinggi pada usia kurang dari 1 tahun, mencapai 40%. Pasien

meninggal akibat dari iskemik yang difus pada susunan saraf pusat atau dari

komplikasi sistemik.

Walaupun dengan terapi antibiotik yang efektif, komplikasi neurologis tetap

terjadi pada 30% pasien.

24

Page 25: REFERAT SARAF

Edema Serebral

Beberapa derajat dari edema serebral sering terjadi pada meningitis bakterial.

Komplikasi ini merupakan penyebab penting kematian.

Kelumpuhan saraf kranial dan infark serebri

Kelumpuhan saraf kranial dan efek dari terganggunya aliran darah otak, seperti

infark, merupakan penyebab dari peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus

tertentu, pungsi lumbal atau insersi drain ventrikular diperlukan untuk mengurangi

efek dari peningkatan ini.

Pada infark serebri, sel endotelial bengkak, proliferasi ke dalam lumen

pembuluh darah dan sel yang terinflamasi menginfiltrasi dinding pembuluh darah.

Nekrosis fokal pada dinding arteri dan vena memicu terjadinya trombosis. Trombosis

vena lebih sering terjadi dibandingakan arteri.

Gangguan cairan dan elektrolit

Pada pasien meningitis bacterial kadang disertai dengan hipervolemia (edema),

oliguria, gelisah, iritabel, dan kejang. Hal ini disebabkan oleh karena SIADH, sekresi

ADH berlebihan. Diagnosis ditegakkan dengan meninmbang ulang pasien, memeriksa

elektrolit serum, mengukur volume dan osmolaritas urin dan mengukur berat jenis

urin. Pengobatan dengan restriksi pemberian cairan, pemberian diuretic (furosemid).

Pada pasien berat dapat diberikan sedikit natrium.

10.TATA LAKSANA

Bayi dan anak

Antibiotic Dose (mg/kg/d) IV Maximum Daily Dose Dosing Interval

Ampicillin 400 6-12 g q6h

Vancomycin 60 2-4 g q6h

Penicillin G 400,000 U 24 million q6h

Cefotaxime 200-300 8-10 g q6h

Ceftriaxone 100 4 g q12h

Ceftazidime 150 6 g q8h

25

Page 26: REFERAT SARAF

Cefepime* 150 2-4 g q8h

Imipenem † 60 2-4 g q6h

Meropenem 120 4-6 g q8h

Rifampin 20 600 mg q12h

*Minimal experience in pediatrics and not licensed for treatment of meningitis.

† Caution in use for treatment of meningitis because of possible seizures.

Tabel 2. Dosis antibiotik pada bayi dan anak dengan meningitis bakterial 8

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi dan anak

dnegan meningitis bakterial sebagai berikut : 10

Usia 1 – 3 bulan :

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Sefotaksim 200-

300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Usia > 3 bulan :

- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + Kloramfenikol

100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil kultur

dan resistensi.

Terapi empirik pada meningitis bakterialis ditunjukkan pada tabel berikut:

Usia pasien Bakteri penyebab yang

sering

Antibiotik

Neonatus Strptococcus Grup B

Listeria monocytogenes

Escherichia Coli

Ampisilin + Cefotaxim

2 bulan – 18 tahun Neisseria meningitidis

Streptococcus pneumoniae

Haemophilus influenzae

Ceftriaksonb atau

Sefotaximc, dapat ditambah

vancomisind

18 – 50 tahun Streptococcus pneumoniae, Ceftriaksonb dapat ditambah

26

Page 27: REFERAT SARAF

Neisseria meningitidis vancomisind

>50 tahun Streptococcus pneumoniae,

Listeria monocytogenes,

bakteri gram positif

vancomisind ditambah

ampiciline ditambah

Ceftriaksonb

Tabel 3. Terapi empirik pada meningitis bakterialis

a. Dosis sesuai umur, berat, dan prematuritas

b. Anak : 1000mg/kgBB/hari IV atau IM dalam dosis terbagi q 12h, dosis maksimum 2

gram/hari. Dewasa: 2 gram IV atau IM q12h, dosis maksimum 4 gram sehari.

c. Anak: 200 mg/kgBB/hari IV dibagi q 6h. Dewasa: 2 gram/hari q4-6h. dosis

maksimum 12 gram/hari

d. Anak: 60 mg/kgBB/hari IV dibagi q6h. Dewasa: 1 gram IV q12h

e. Anak: 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi q4h. dewasa 2 gram IV q4h. dosis maksimum

12 gram/hari.

Terapi Deksametason

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang

menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema

serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8

Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae tipe B

yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa

neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran. Oleh

karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan deksametason pada kasus meningits oleh

H.influenza tipe B 10 – 20 menit sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 –

0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.1,8

Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke SSP. Oleh

karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang berdasarkan kasus, resiko dan

manfaatnya.8

11.Pencegahan

27

Page 28: REFERAT SARAF

Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal

merupakan pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat

yang cukup, tidak kontak langsung dengan penderita lain juga dapat membantu. Bila

hamil, resiko meningitis oleh bakteri Listeria (listeriosis) dapat dikurangi dengan

memasak daging dengan benar, hindari keju yang terbuat dari susu tanpa pasteurisasi.

Berikut beberapa vaksin untuk tiga bakteri penyebab meningitis: Neisseria

meningitidis, Streptococcus pneumoniae and Haemophilus influenzae type b (Hib):

Vaksin Meningococcus

Terdapat dua macam vaksin untuk Neisseria meningitidis yang tersedia di

America Serikat. Vaksin Meningococcus polisakarida (Menomune®). Vaksin

Meningococcus conjugate, Menactra® and Menveo®. Vaksin Meningococcus tidak

dapat mencegah semua tipe penyakit, namun dapat memberikan proteksi orang-orang

yang dapat sakit jika tidak diberi vaksin. Vaksin meningococcus conjugate di

rekomendasikan rutin untuk orang berusia 11 – 18 tahun dan anak serta dewasa yang

mempunyai resiko tinggi.

Vaksin Pneumococcal

Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin polisakarida

dan konjugasi. Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar®), yang diproduksi

akhir tahun 2000, merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia

kurang dari 2 tahun. PCV13 (Prevnar 13®), diproduksi awal tahun 2010,

menggantikan PCV7. Vaksin pneumococcus sebagai pencegahan penyakit pada anak-

anak usia 2 tahun atau lebih dan dewasa sudah digunakan sejak tahun 1977.

Pneumovax®, 23-valent polysaccharide vaccine (PPSV) di rekomendasikan untuk

dewasa usia 65 tahun atau lebih, untuk usia 2 tahun atau lebih yang mempunyai resiko

tinggi penyakit Pneumococcus (termasuk penyakit sel sabit, infeksi HIV, atau kondisi

imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun yang merokok dan mempunyai asma.

Vaksin Hib

Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang tinggi

melawan meningitis bakterial oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b. Vaksin Hib

dapat mencegah pneumonia, epiglottitis, dan infeksi serius lainnya yang disebabkan

oleh bakteri Hib. Vaksin ini di rekomendasikan untuk semua anak usia kurang dari 5

28

Page 29: REFERAT SARAF

tahun di Amerika Serikat, dan biasa diberikan pada bayi mulai usia 2 bulan. Vaksin

Hib dapat dikombinasikan dengan vaksin lainnya.

12.PROGNOSIS

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:

1. Umur pasien

2. Jenis mikroorganisme

3. Berat ringannya infeksi

4. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang

menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC

mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun

kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang

disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal

Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat

dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan.

Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih

sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti

H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-

60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu

pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang, selain

pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan

temuan klinis pada saat itu.1,9

29

Page 30: REFERAT SARAF

BAB III

KESIMPULAN

Meningitis adalah proses infeksi dan inflamasi yang terjadi pada selaput otak. Infeksi

ini disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang tinggi. Klinis

meningitis dan pola pengobatannya selama masa neonatus (0 – 28 hari) biasanya berbeda

dengan polanya pada bayi yang lebih tua dan anak – anak. Meningitis dapat terjadi karena

infeksi virus, bakteri, jamur maupun parasit. Meskipun demikian, pola klinis meningitis pada

masa neonatus dan pasca – neonatus dapat tumpang tindih, terutama pada penderita usia 1 – 2

bulan dimana Streptococcus group B, H. influenzae tipe B, meningococcus, dan

pneumococcus semuanya dapat menimbulkan meningitis.

Gejala – gejala yang lazim adalah : nyeri kepala, nausea, muntah, dan adanya tanda

rangsang meningeal. Tanda – tanda infeksi sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam

adalah : fotofobia, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang – kejang dan defisit neurologis

setempat. Keparahan dan tanda – tanda ditentukan oleh patogen spesifik, hospes dan

penyebaran infeksi secara anatomis

Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang signifikan di seluruh

dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan klinis meningitis

sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila tidak terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat

mengakibatkan kematian.

Selama pengobatan meningitis, perlu dimonitor efek samping penggunaan antiobiotik

dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji fungis ginjal. Perlu dilakukan

pemantauan ketat terhadap tumbuh kembang pasien yang sembuh dari meningitis.

30

Page 31: REFERAT SARAF

DAFTAR PUSTAKA

1. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May 29th,2011.

2. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric

Hospital Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins; 2003. h. 443-6.

3. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed December 29th,

2014.

4. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid

1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.

5. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta:

Badan Penerbit IDAI; 2010: 200 – 208.

6. Robert M. Kliegman, MD; Bonita F. Stanton, MD; Richard E. Behrman, MD. Nelson Textbook of pediatric 19 th edition. 2011

7. Allan. H. Ropper; Martin. A. Samuel. Adam’s and Victor Principal of Neurology 9 th

edition. 2009.

31