SAP CKD

23
SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Gagal Ginjal Kronik Sasaran : Pasien dan keluarga pasien di ruang 28 Tempat : R. 28 RSSA Hari, tanggal : Jumat, 20 Maret 2015 Alokasi waktu : 60 menit Metode : ceramah, tanya jawab dan diskusi Pertemuan ke : 1 (satu) A. Tujuan Instruksional 1. Tujuan umum Setelah dilakukan penyuluhan selama 1x60 menit diharapkan sasaran mampu mengetahui tentang Gagal Ginjal Kronik. 2. Tujuan khusus Setelah mendapat penyuluhan tentang “Gagal Ginjal Kronik”, diharapkan peserta mampu: a. Mengetahui pengertian Gagal Ginjal Kronik b. Mengetahui tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik c. Mengetahui tentang patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik d. Mengetahui tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik e. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik f. Mengetahui penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik B. Materi Penyuluhan 1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik 2. Penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik 3. Patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik 4. Tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik

description

SAP CKDSAP CKDSAP CKDSAP CKDSAP CKDSAP CKDSAP CKDSAP CKD

Transcript of SAP CKD

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan: Gagal Ginjal KronikSasaran: Pasien dan keluarga pasien di ruang 28Tempat : R. 28 RSSAHari, tanggal : Jumat, 20 Maret 2015Alokasi waktu: 60 menitMetode: ceramah, tanya jawab dan diskusiPertemuan ke: 1 (satu)

A. Tujuan Instruksional1. Tujuan umumSetelah dilakukan penyuluhan selama 1x60 menit diharapkan sasaran mampu mengetahui tentang Gagal Ginjal Kronik.2. Tujuan khususSetelah mendapat penyuluhan tentang Gagal Ginjal Kronik, diharapkan peserta mampu:a. Mengetahui pengertian Gagal Ginjal Kronikb. Mengetahui tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronikc. Mengetahui tentang patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronikd. Mengetahui tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronike. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronikf. Mengetahui penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik

B. Materi Penyuluhan1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik2. Penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik3. Patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik4. Tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik5. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik6. Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik

7. Sasaran Sasaran penyuluhan adalah pasien dan keluarga yang dirawat di ruang 28

8. MetodeMetode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan tanya jawab

9. MediaMedia yang digunakan adalah leaflet, dan powerpoint

10. Kegiatan PenyuluhanTahapWaktuKegiatan PenyuluhanKegiatan PesertaMetodemedia

Pembukaan 5 menit1. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam.2. Memperkenalkan diri.3. Menjelaskan maksud dan tujuan dari penyuluhan.4. Kontrak waktu5. Membagikan leaflet1. Menjawab salam2. Mendengarkan penjelasan penyajiCeramahmicrophone

Penyajian 45 menit1. Menggali pengetahuan peserta sebelum diberi penyuluhan.2. Menjelaskan tentang : Pengertian Gagal Ginjal Kronik Penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronik Patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronik Tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronik Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronik Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik1. Mendengarkan dan memperhatikan2. Memberikan tanggapan dan pertanyaan mengenai hal yang kurang dimengerti.3. Mencatat hal-hal penting

Ceramah, Tanya jawabLeaflet dan ppt

Penutup 10 menit1. Mengulang informasi yang penting.2. Menggali pengetahuan peserta setelah dilakukan penyuluhan dalam bentuk tanya jawab.3. Meyimpulkan hasil kegiatan penyuluhan.4. Menutup dengan salam1. Mendengarkan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan.2. Memberikan tanggapan balik.Ceramah, diskusi, tanya jawabLeaflet

11. Evaluasi 1. Evaluasi proses:a) Sasaran mengikuti kegiatan penyuluhan dengan baikb) Sasaran terlibat aktif dan kooperatif dalam kegiatan penyuluhanc) Sasaran aktif bertanyad) Sasaran aktif dan antusias dalam mengikuti kegiatan penyuluhan

2. Evaluasi hasil:a. Jumlah peserta penyuluhan minimal 5 pesertab. Media yang digunakan adalah leaflet c. Waktu penyuluhan adalah 60 menitd. Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat kegiatan penyuluhan berlangsunge. Peserta aktif dan antusias dalam megikuti kegiatan penyuluhan

3. Hasila) Sasaran mampu memahami tentang pengertian Gagal Ginjal Kronikb) Sasaran mampu memahami tentang penyebab terjadinya Gagal Ginjal Kronikc) Sasaran mampu memahami tentang patofisiologi (proses terjadinya) Gagal Ginjal Kronikd) Sasaran mampu memahami tentang tanda dan gejala Gagal Ginjal Kronike) Sasaran mampu memahami tentang pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya Gagal Ginjal Kronikf) Sasaran mampu memahami tentang penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik

12. Materi Penyuluhan (lampiran 1)

Lampiran 1

CKD (Chronic Kidney Disease)

DEFINISIPenyakit ginjal kronis (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.1 Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.(Usu, 2008).

ETIOLOGIPGK memiliki etiologi yang bervariasi dan tiap negara memiliki data etiologi PGK yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat, diabetes melitus tipe 2 merupakan penyebab terbesar ESRD. Hipertensi menempati urutan kedua. Di Indonesia, menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2000), glomerulonefritis merupakan 46.39% penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Sedangkan diabetes melitus insidennya 18,65% disusul obstruksi / infeksi ginjal (12.85%) dan hipertensi (8.46%) (Firmansyah, 2010). Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Usu, 2008).1. GlomerulonefritisIstilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Usu, 2008).Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Usu, 2008).2. Diabetes melitusNefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal yang ditandai dengan adanya proteinuri (mula-mula intermiten kemudian persisten), penurunan GFR (glomerular filtration rate)peningkatan tekanan darah yang perjalanannya progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. Berbagai teori tentang patogenesis nefropati diabetik adalah peningkatan produk glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut AGEs (Advanced Glicosylation End Products), Peningkatan reaksi jalur poliol (polyol pathway), glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein kinase C memberikan kontribusi pada kerusakan ginjal.Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein karena tingginya kadar glukosa, hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan/perubahan terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-sel mesangium. Keadaan ini akan menyebabkan glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-perubahan pada permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya albuminuria (Arsono, 2008).3. HipertensiHipertensi menyebabkan CKD karena pada pasien dengan hipertensi maka kerja ginjal semakin berat, jika hal ini terus menerus terjadi maka akan terjadi gagal ginjal.4. Ginjal polikistikKista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (usu, 2008)

BATASAN DAN KLASIFIKASIPenyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 , seperti yang terlihat pada tabel Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: kelainan patalogik terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)2. laju filtrasi gromelurus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

Klasifikasi tersebut tampak pada table berikut :

PATOFISIOLOGIPatofisiologi penyakit ginjal kronik (CKD) pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Penyebab utama perburukan fungsi ginjal adalah adanya hiperfiltrasi glomerulus. Penurunan jumlah nefron (sebagai filter) dalam ginjal terjadi seiring perjalanan penyakit ginjal kronik. Nefron yang tersisa akan mengalami adaptasi struktural dan fungsional. Adaptasi ini menyebabkan perubahan hemodinamik dan non-hemodinamik yang akan menyebabkan glomerulosklerosis. Kondisi akan merusak nefron yang tersisa (Firmansyah, 2010). Aktifitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF- ). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik (CKD) adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial (Suwitra, 2006).Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik (CKD), terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reverse), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan serum kreatinin. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan serum kreatinin. Sampai pada LFG 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemas, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi penganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006).

TANDA DAN GEJALAMenurut Nursalam (2006), manifestasi klinis yang terjadi : Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan. Kardiovaskuler : hipertensi, perubahan EKG, perikarditis, efusi pericardium, tamponade pericardium. Respirasi : edema paru, efusi pleura, pleuritis. Neuromuskular: lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muskular, neuropati perifer, bingung dan koma. Metabolik/endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten dan ammenore. Cairan-elektrolit : gangguan asam basa menyebabkan kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, hipokelemia. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis, uremia frost. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalaisia. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat, perdarahan meningkat. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1) Gambaran KlinisGambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida) 2) Gambaran LaboratoriumGambaran laboratorium penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan krestinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremi, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic (Suwitra, 2006). Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25 mmol/liter), penurunan pH, dan peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun dapat meningkat atau menurun akibat masukan cairan inadekuat atau berlebihan. Hiperkalemia adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan berlebihan, asidosi tubular ginjal, atau hiperaldosteronisme. Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium plasma. Kemudian fosfatse alkali meningkat. Dapat ditemukan peningkatan parathormon pada hiperparatiroidisme (Pernefri, 2010).d. Kelainan urinalisis meliputi, proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria (Suwitra, 2006).

Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia normositik normokrom dan terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam batas normal.Pemeriksaan mikroskopik urin menunjukan kelainan sesuai penyakit yang mendasarinya.Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi glomerulus dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada ginjal terminal. Dapat ditemukan proteinuria 200-1.000 mg/hari.Permeriksaan biokimia plasma akan mengetahui fungsi ginjal dan gangguan elektrolit, mikroskopik urin, urinalisa, tes serologi untuk mengetahui penyebab glomerulonefritis, dan tes-ts penyaringan sebagai persiapan sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV) (Pernefri.2010).3) Gambaran RadiologisPemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik (CKD) meliputi:a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksis oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifiasi (Suwitra, 2006). USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab gagal ginjal, misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula dipakai foto polos abdomen. Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan besar tubuh pasien maka lebih cenderung ke arah gagal ginjal kronik (Pernefri, 2010).e. Pemerikasaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.4) Biopsi dan pemeriksaan Histopatologi ginjalBiposi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal kontra-indikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas (Suwitra, 2006).Selain itu munculnya keluhan pada CKD dikarenakan adanya sindrom uremia sebagai berikut :

PENATALAKSANAANRencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik (CKD) sesuai dengan derajatnya

DerajatLFG (ml/mnt/1,73m2)Rencana tatalaksana

1 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler

260-89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal

330-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

415-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5< 15 Terapi pengganti ginjal

a. Pembatasan asupan protein.Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kg.bb/hari, yang 0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK)/CKD akan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebihan (protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas perburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik

LFG ml/menitAsupan protein g/kg/hariFosfat (g/kg/hari)

>60Tidak dianjurkanTidakdibatasi

25-600,6-0,8/kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hr nilai biologi tinggi.10 g

5-250,6-0,8 kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hr protein nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3 g asam amino esensial atau asam keton10 g

6 mEq/L Ureum darah > 200 mg/dL pH darah < 7,1 Anuria berkepanjangan (> 5 hari) Fluid overloaded