CKD HBO.docx

47
REFERAT HUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN TERHADAP PROGRESIFITAS PENYAKIT GINJAL KRONIS Pembimbing: Mayor Laut (K) dr. Titut Harnanik, M.Kes Penyusun : Indra Wira Pratama 2015.04.2.0072 Ivan Sanjaya 2015.04.2.0073 Izzah Faidah 2015.04.2.0074 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH

Transcript of CKD HBO.docx

Page 1: CKD HBO.docx

REFERATHUBUNGAN TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN TERHADAP

PROGRESIFITAS PENYAKIT GINJAL KRONIS

Pembimbing:

Mayor Laut (K) dr. Titut Harnanik, M.Kes

Penyusun :

Indra Wira Pratama 2015.04.2.0072

Ivan Sanjaya 2015.04.2.0073

Izzah Faidah 2015.04.2.0074

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAHRSAL dr. RAMELAN SURABAYA

2015

Page 2: CKD HBO.docx

LEMBAR PENGESAHAN

Judul referat “Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap

Progresifitas Penyakit Ginjal Kronis” telah diperiksa dan disetujui sebagai

salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan

Dokter Muda di bagian LAKESLA.

Page 3: CKD HBO.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkah dan rahmatNya, kami bisa menyelesaikan referat dengan

topik “Hubungan Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Progresifitas

Penyakit Ginjal Kronis” dengan lancar. Referat ini disusun sebagai salah

satu tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian

LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya, dengan harapan dapat

dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan

penulis maupun pembaca.

Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari

bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan

terima kasih kepada:

a. Mayor Laut (K) dr. Titut Harnanik, M.Kes selaku Pembimbing

Referat.

b. Para dokter di bagian LAKESLA RSAL dr. RAMELAN Surabaya.

c. Para perawat dan pegawai di LAKESLA RSAL dr. RAMELAN

Surabaya.

d. Kelompok DM 39 K yang bertugas di LAKESLA RSAL dr.

RAMELAN Surabaya.

Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak

sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, November 2015

Penyusun

Page 4: CKD HBO.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................2

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal...........................................................................2

2.1.1. Aliran darah ginjal....................................................................................2

2.1.2. Nefron......................................................................................................3

2.1.3. Fenomena A-V shunt pada aliran darah ginjal........................................4

2.1.4. Kerentanan medula ginjal terhadap keadaan hipoxia..............................6

2.2 Penyakit Ginjal Kronis....................................................................................6

2.2.1. Definisi.....................................................................................................6

2.2.2. Kriteria.....................................................................................................7

2.2.3. Patofisiologi.............................................................................................7

2.2.4. Manifestasi Klinis...................................................................................10

2.3 Terapi Oksigen Hiperbarik...........................................................................10

2.3.1. Definisi...................................................................................................10

2.3.2. Aspek Fisika..........................................................................................11

2.3.3. Efek Fisiologis.......................................................................................13

2.3.4. Indikasi Terapi HBO..............................................................................17

2.3.5. Kontraindikasi Terapi HBO....................................................................18

2.3.6. Komplikasi Terapi HBO.........................................................................21

BAB 3 POTENSI TERAPI HBO DALAM MENGHAMBAT

PROGRESIFITAS CKD............................................................................22

3.1 HBOT memiliki peran dalam stabilisasi dan aktifasi HIF..............................22

Page 5: CKD HBO.docx

3.2 HBOT meningkatkan kadar NO melalui eNOS............................................23

3.3 HBOT memiliki peran penghambatan terhadap kerusakan ginjal................24

3.4 Hubungan Terapi HBO Dengan Anemia Pada Nefropati Diabetik.................26

BAB 4 KESIMPULAN...........................................................................................27

REFERENSI..............................................................................................................28

Page 6: CKD HBO.docx

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu keadaan dimana

terjadi penurunan fungsi dan kerusakan struktur ginjal secara progresif.

Berkurangnya fungsi ginjal ditentukan oleh laju filtrasi glomerulus (LFG),

atau kerusakan ginjal (dengan atau tanpa proteinuria)

PGK merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia.

The Third National Health and Examination Survey (NHANES III)

menunjukkan prevalensi PGK di Amerika Serikat meningkat dari 10%

pada tahun 1988-1994 menjadi 13,1% pada tahun 1999-2004. Penelitian

di Eropa, Australia, dan Asia juga mengkonfirmasikan meningkatnya

prevalensi dari penyakit ginjal kronik.

Penyebab PGK di Indonesia tersering yaitu, Glomerulonefritis

Kronik (40,12%), Obtruksi dan Infeksi (36,07 %), DM (6,13%), Idiopati

(5,52%), Sistemik Lupus Eritomatosus (4,17%), Ginjal Polikistik (2,21%),

Hipertensi Essensial (2,09%).

Pada salah satu studi mengatakan bahwa patofisiologi PGK

sebagian besar berkaitan dengan keadaan hipoksia. Sedangkan Terapi

Hiperbarik Oksigen (THBO) adalah terapi dengan pemberian masker

oksigen 100% murni yang diberikan pada ruangan bertekanan tinggi.

Sejauh ini HBOT sudah banyak diindikasikan sebagai terapi tambahan

pada berbagai penyakit seperti Diabetes Mellitus, wound healing, Buerger

disease, dll. Penggunaan terapi hiperbarik dalam pengobatan CKD masih

dapat terbilang asing. Beberapa penelitian pada hewan coba menunjukan

hasil yang dapat diaplikasikan pada pasien dengan PGK. Disini penulis

berusaha untuk menunjukan potensi terapi HBO terhadap progesifitas

penyakit ginjal kronis.

Page 7: CKD HBO.docx

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal(1,2)

2.1.1 Aliran darah ginjalAliran darah yang menuju pada kedua ginjal normal adalah sekitar

22 persen dari cardiac output (sekitar 1100 ml/menit). Arteri ginjal

(A.Renalis) masuk ke ginjal di bagian hilum kemudian bercabang

membentuk A.Interlobaris, A. Arcuata, A. Interlobularis, yang kemudian

membentuk arteriol afferen dan kapiler dari glomerulus, dimana

dimulailah proses fltrasi dari cairan dan solut untuk membentuk urine.

Ujung akhir dari kapiler glomerulus kemudian bergabung membentuk

arteriole efferen yang kemudian membentuk jaringan kapiler kedua yaitu

peritubular cappilaries yang mengelilingi tubulus renalis. Kapiler

peritubulus kemudian akan mengalirkan darahnya ke sistem vena ginjal

yang berjalan sejajar dengan arteriol dari ginjal dan secara perlahan

membentuk vena interlobularis vena arcuata, vena interlobaris dan vena

renalis.

Page 8: CKD HBO.docx

Kedua jaringan kapiler ginjal memiliki perbedaan tekanan

hidrostatik sesuai dengan fungsi dari kapiler tersebut. Jaringan kapiler

glomerulus memiliki tekanan hidrostatik yang besar (sebesar 60mmHg)

yang memungkinkan untuk terjadinya proses filtrasi, sedangkan jaringan

kapiler peritubular memiliki tekanan hidrostatik yang kecil (sebesar

13mmHg) yang menyebabkan terjadinya reabsorbsi daripada cairan.

Tekanan pada kedua jaringan kapiler (terutama kapiler glomerulus)

diregulasi secara ketat untuk mempertahankan keadaan stabil daripada

laju filtrasi glomerulus (GFR).

2.1.2 NefronNefron merupakan unit fungsional daripada ginjal, setiap nefron

dilewati oleh jaringan kapiler glomerulus di daerah Kapsula bowman,

cairan hasil filtrasi dari kapiler glomerulus akan menuju ke kapsula

bowman yang kemudian melewati tubulus proximal, dari tubulus proximal

kemudian cairan akan menuju lengkung henle (yang memiliki dua bagian

yaitu descending dan ascending) dengan bagian lengkungan bawahnya

yang mencapai medula daripada ginjal, pada ujung dari lengkung henle

terdapat segmen pendek yang dinamakan dengan macula densa yang

memiliki peran dalam pengaturan fungsi nefron. Cairan kemudian menuju

ke tubulus distal dan akhirnya berkhir pada ductus collectifus.

Page 9: CKD HBO.docx

Pada tubulus daripada ginjal terjadi transport solute dari lumen dari

tubulus menuju ke kapiler peritubulus dan sebaliknya. Transpor ini terjadi

melalui dua jalur yaitu, Paracellular transport dan Celullar

transport(membrane transport). Paracellular transport merupakan transpor

pasif dimana cairan dan solut berpindah melalui celah sempit diantara sel

(Tight junction) tergantung dari muatan dan gradien dariada solut dan

lumen dari tiap tiap daerah tubulus. Cellular transport merupakan

campuran proses transport aktif dan pasif dimana cairan dan solut

berpindah melalui protein membrane seperti chanel, pompa dan

transporter. Proses transport aktif yang membutuhkan ATP pada tubulus

ginjal terjadi secara luas di seluruh daerah ginjal dan merupakan salah

satu proses dengan konsumsi oksigen utama pada ginjal.

2.1.3 Fenomena A-V shunt pada aliran darah ginjal(3,4,5,6,7,8,9)

Fungsi utama ginjal sebagai unit filtrasi dan pembentukan urine

mengharuskan aliran darah ginjal harus lebih besar daripada kebutuhan

metabolik daripada ginjal itu sendiri. Hal ini mengakiatkan ginjal yang

hanya menyusun 1% dari total masa tubuh menerima 22% daripada

cardiac output jantung. Jika dibandingkan, aliran darah ginjal lebih besar

lima kali lipat dibandingkan aliran darah jantung, namun konsumsi oksigen

daripada ginjal hanya setengah dari konsumsi oksigen otot jantung. Tanpa

mekanisme pembatasan, sudah tentu akan terjadi proses keracunan

oksigen pada jaringan ginjal ( ditandai dengan produksi yang berlebihan

daripada reactive oxygen spesies dan radikal bebas). Namun ternyata hal

ini tidak terjadi, penelitian daripadamenunjukan bahwa struktur dari arteri

dan vena pada ginjal berperan sebagai faktor pertahanan terhadap

keracunan daripada oksigen.

Page 10: CKD HBO.docx

A-V shunt mengakibatkan tekanan parsial oksigen pada jaringan

ginjal (terutama cortex) relatif stabil pada berbagai kondisi aliran darah

ginjal. Peningkatan daripada aliran darah ginjal akan mengakibatkan

peningkatan daripada konsumsi oksigen daripada jaringan ginjal, hal ini

mengakibatkan peningkatan perbedaan gradien daripada arteri dan vena

renalis sehingga memperbesar shunt (agar tidak terjadi Hyperoxia).

Sebaliknya penurunan daripada aliran darah akan mengakibatkan

penurunan dari konsumsi oksigen jaringan ginjal yang kemudian

menurunkan perbedaan gradien arteri dan vena renalis yang menghambat

terjadinya shunt (sehingga mencegah terjadinya Hypoxia).

Page 11: CKD HBO.docx

2.1.4 Kerentanan medula ginjal terhadap keadaan hipoxia(10)

Fungsi dari struktur struktur(glomerulus dan tubulus proximal) yang

terdapat pada cortex mengakibatkan cortex ginjal kaya akan aliran darah,

hal ini berbeda dengan medula ginjal dimana struktur yang terdapat pada

medula ginjal (lengkung henle) membutuhkan aliran darah yang sedikit

( hanya 10% dari total aliran darah ginjal) agar dapat menjalankan

fungsinya (reabsorbsi). Beberapa struktur dari medula ginjal(seperti papila

ginjal) relatif tidak terpengaruh dengan kondisi ini karena dapat

menjalankan metabolisme anaerob, namun struktur seperti thick

ascending limb walaupun dapat menjalankan metabolisme anaerob tetap

membutuhkan aktifitas mitochondria yang membutuhkan oksigen, hal ini

bertolak belakang dengan kondisi medula yang relatif hypoxia jika

dibandingkan dengan struktur lain. Keadaan ini diperparah dengan

adanya A-V shunt, pada keadaan hypoxia berat, perbedaan gradien

oksigen yang besar antara arteri dan vena renalis justru akan

mengakibatkan shunt yang akhirnya menurunkan tekanan parsial O2

jaringan. Untuk mengatasi hal ini, medula ginjal menggunakan mekanisme

kompensasi melalui jalur HIF-HER yang terutama menghasilkan NO yang

memiliki efek vasodilatasi ketika kadar oksigen sangat hypoxic. Gangguan

keseimbangan sistem ini dapat mengakibatkan kerusakan daerah medula

ginjal dengan cepat.

2.2 Penyakit Ginjal Kronis

2.2.1 DefinisiPenyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu kondisi dimana ginjal

tidak dapat menjalankan fungsinya untuk ekskresi sisa metabolisme

secara normal sehingga terjadi penumpukan sisa metabolisme dan cairan

di dalam tubuh dan sebagai akibatnya terjadi kerusakan yang progresif

dari struktur ginjal.

Menurut Askandar PGK adalah sindroma klinis karena penurunan

fungsi ginjal secara menetap akibat kerusakan nefron lebih dari 3 bulan.

Page 12: CKD HBO.docx

2.2.2 Kriteria PGK Menurut K/DOQI1. Kerusakan ginjal (fungsional/struktural disertai atau tanpa

penurunan GFR) lebih dari atau sama dengan 3 bulan.

2. GFR <60ml/mt/1,73 m2 lebih dari atau sama dengan 3 bulan

dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

2.2.3 PatofisiologiStudi studi awal banyak mengaitkan kerusakan pada gagal ginjal

kronis dengan kerusakan pada daerah glomerulus dari nefron. Namun

studi terbaru menunjukan bahwa kerusakan dapat berawal dari daerah

tubulointerstitial hal ini semakin dibuktikan dengan kerentanan akan

medula dari ginjal terhadap keadaan hypoxia.

Pada keadaan hypoxia akan terjadi aktifasi dari jalur HIF oleh sel

sel endotel yag berfungsi sebagai mekanisme kompensasi. Aktifasi dari

jalur HIF akan menimbulkan respon HRE terutama pengeluaran dari NO

yang bersifat Vasodilator untuk meningkatkan aliran darah dan secara

langsung meningkatkan pengiriman oksigen ke bagian yang hypoxic.

Pada keadaan patologis terjadi gangguan pada sistem HIF-HRE,

sehingga hypoxia tidak teratasi.

Pada hipertensi keadaan vasokonstriksi sistemik akan menghalangi

respon NO yang bersifat vasodilator, akibatnya keadaan hypoxia jaringan

tidak dapat teratasi secara sepenuhnya. Diabetes Mellitus secara

langsung akan meningkatkan produksi radikal bebas melalui produksi

AGE, radikal bebas juga secara langsung berikatan dengan NO sehingga

mekanisme vasodilator tidak terjadi dan keadaan hypoxia tidak teratasi.

Keadaan hypoxia yang tidak teratasi akan mengaktifkan jalur redox

signaling intraselular. Jalur ini akan meningkatkan produksi dari radikal

bebas dan juga mengaktifkan endothel yang akan memproduksi faktor

faktor migrasi leukosit. Akibatnya akan terjadi perlekatan dari leukosit

pada endotel, yang malah makin mengurangi permeabilitas kapiler dan

memperparah keadaan hypoxia. Apabila regenerasi endotel (dan tubulus)

oleh sel progenitor sekitar tidak dapat mengatasi kerusakan yang

Page 13: CKD HBO.docx

ditimbulkan akibat hypoxia maka akan terjadi kerusakan struktural

permanen daerah tubulointersitial (dan kemudian nefron) yang ditandai

dengan penggantian jaringan tersebut dengan jaringan parut. Nefron yang

tersisa kemudian akan melakukan kompensasi berupa peningkatan

aktifitas (hiperfiltrasi) untuk mempertahankan fungsinya (stabilitas GFR)

namun hal ini akan semakin meningkatkan konsumsi oksigen dan

memperparah kondisi hypoxia, terjadilah suatu siklus yang semakin

memperparah kondisi ginjal.

Page 14: CKD HBO.docx

Hypoxia

Redox Signaling

HIF-1

Pembentukan

superoxida dan radikal

bebas

Disfungsi Endotel

dan aktifasi

endotelium

Migrasi leucocyte

menuju ke

endothelium

Gangguan struktur

kapiler

Peritubular

capilary loss

Fibrosis Nefron

DMHipertensi

Hiperfiltrasi Nefron

lain

Hypoxia nefron

lain

Hypoxia

Teratasi

t

-

ESRD

HBO

X

Page 15: CKD HBO.docx

2.2.4 Manifestasi KlinisPada dasarnya timbul karena penurunan fungsi ginjal, yaitu :

1. Kegagalan fungsi ekskresi, penurunan GFR, gangguan

reabsorbsi dan sekresi di tubulus. Akibatnya akan terjadi

penumpukan toksin uremik dan gangguan keseimbangan asam

basa.

2. Kegagalan fungsi hormonal

Penurunan eritropoetin

Penurunan vitamin D3 aktif

Gangguan sekresi renin

Umum : lemah, malaise, gangguan pertumbuhan, edema

Kulit : pucat,rapuh, gatal

KL : foetor uremi

Mata : fundus hipertensi, mata merah

CVS : hipertensi, sindroma overload, payah jantung

Respirasi : efusi pleura, edema paru, nafas Kussmaul

GI : anorexia, muntah, mual, gastritis, ulkus, kolitis,

perdarahan

Ginjal : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria

Reproduksi : penurunan libido, impotensi, ginekomasti

Saraf : letargi, malaise, penurunan kesadaran

Tulang : renal osteodistrofi (ROD)

Sendi : gout, pseudogout

Darah : anemia, defisiensi imun

Endokrin : intoleransi glukosa, penurunan kadar testosteron

dan estrogen

Farmasi : penurunan eksresi lewat ginjal

2.3 Terapi Oksigen Hiperbarik2.3.1 Definisi

Oksigen hiperbarik (OHB) adalah bernapas dengan oksigen 100%

di bawah peningkatan tekanan atmosfer (Emi, 2014). Terapi oksigen

Page 16: CKD HBO.docx

hiperbarik adalah pemberian oksigen bertekanan tinggi untuk pengobatan

yang dilaksanakan dalam RUBT (Rijadi, 2013). OHB merupakan

pengobatan yang dapat ditelusuri kembali ke tahun 1600-an. Pertama

ruang terkenal dibangun dan dijalankan oleh seorang pendeta Inggris

bernama Henshaw. Dia membangun sebuah struktur yang disebut

domicilium yang digunakan untuk mengobati banyak penyakit (Emi,

2014).

2.3.2 Aspek Fisika1. Tekanan

Berdasarkan percobaan Toricelli yang memutuskan untuk

mengukur berat udara yaitu sebanding dengan 760mmHg.

Selanjutnya Pascall mengembang percobaan Toricelli. Hasilnya

adalah tekanan yang dialami manusia sebagai akibat berat udara

dinamakan 1 atmosfer yang sebanding dengan tekanan sebesar

14.7 psi. Tekana dianggap konstan di atas permukaan laut.

2. Satuan Tekanan

Ada 4 istilah yang dipakai untuk menyebut tekanan gas :

1. Tekanan atmosfer :kg/cm2, Atmosfer Absolut (ATA), pounds

per square inch absolute (psia).

2. Tekanan barometer :mmHg

3. Tekanan manometer :Atmosfer gauge (ATG)

4. Tekanan absolut :tekanan kesuluruhan yang dialami,

besarnya adalah ATG+1. Persamaannya 1atm = 10,33 m air laut

= 33.07 feet air laut = 760 mmHg = 760 Torr

3. Hukum Fisika Dasar

1. Hukum Boyle

Volume suatu gas berbanding terbalik dengan tekanannya

pada temperatur tetap.

P1V1=P2V2=P3V3......=K

Page 17: CKD HBO.docx

2. Hukum Dalton

Tekanan suatu campuran gas sama dengan jumlah tekanan

parsial masing masing gas.

P= P1+P2+P3+P4+.....

3. Hukum Henry

Banyaknya gas yang larut dalam cairan berbanding lurus

dengan tekanan gas tersebut pada temperatur tetap.

4. Hukum Charles

Pada volume tetap, temperatur suatu gas berbanding lurus

dengan tekanannya.

PV/T= K

4. Kepadatan

Bila tekanan naik, maka kepadatan udara yang dihirup juga naik

sehingga menyebabkan meningkatnya kerja pernafasan. Pada

orang normal hal ini hampir tidak berarti, akan tetapi dapat

menimbulkan kesulitan pada orang dengan gangguan pernafasan,

trakeostomi atau memakai tuba endotrakeal.

5. Suara

Orang yang mendapatkan tekanan lebih tinggi dari normal akan

mengalami perubahan kualitas suaranya.

6. Temperatur

Selama kompresi temperatur akan meningkat sedangkan saat

dekompresi turun. Untuk membuat suasana di dalam RUBT

nyaman dan aman adalah dengan memperabiki rancangan RBUT

dan sistem kontrolnya.

7.Komposisi udara

1. Nitrogen (N2) 78,084%

2. Argon (Ar) 0,934%

3. Oksigen (O2) 20,946%

4. Karbondioksida (CO2) 0,033%

5. Helium (He)

6. Krypton (Kr)

Page 18: CKD HBO.docx

7. Hidrogen (H2)

8. Radon (Ra)

9. Xenon (Xe)

10.Karbonmonoksida (CO)

11.Neon (Ne)

Bila disederhanakan menjadi : nitrogen (N2) 79% , Oksigen (O2)

21% (Rijadi , 2013)

2.3.3 Efek Fisiologis1. Fase-fase respirasi

a. Fase Ventilasi

b. Fase Transportasi

c. Fase utilisasi

d. Fase difusi

2. Transportasi dan utilisasi oksigen

a. Hemoglobin

b. Oksigen Terlarut

c. Utilisasi Oksigen

d. Efek Kardiovaskular

e. Retensi CO2

Tabel 1.1 Mekanisme Fisiologi Hiperbarik Oksigen Terapi

Mechanism References Clinical Application

Hyperoxygenation* Boerema I[5] 

Bassett BE[6] 

Bird AD[7] 

DCS/AGE 

CO poisoning 

Central retinal artery

occlusion 

Page 19: CKD HBO.docx

Crush injury/compartment

syndrome 

Compromised grafts and

flaps 

Severe blood loss

anemia 

Decrease gas bubble size Boyle's law Air or gas embolism

Vasoconstriction †

Nylander G[8] 

Sukoff MH[9] 

Crush injury/compartment

syndrome

Thermal burns 

Angiogenesis Knighton DR[10] Problem wounds 

Page 20: CKD HBO.docx

Compromised grafts and

flaps

Delayed radiation injury 

Fibroblast

proliferation/collagen

synthesis

Hunt TK[11]

Problem wounds

Delayed radiation injury

Leukocyte oxidative killing ‡

Mader JT[12] 

Park MK[13] 

Mandell GL[14] 

Necrotizing soft tissue

infections 

Refractory osteomyelitis

Problem wounds

Reduces intravascular

leukocyte adherence

Zamboni

WA[15] 

Crush injury/compartment

syndrome

Page 21: CKD HBO.docx

Thom SR[16, 17] 

Reduces lipid peroxidation Thom SR[18]

CO poisoning

Crush injury/compartment

syndrome

Toxin inhibition Van Unnik A[19] Clostridial myonecrosis

Antibiotic synergy

Mirhij NJ[20] 

Keck PE[21] 

Mendel V[22] 

Muhvich KH[23]

Necrotizing soft tissue

infections

Refractory osteomyelitis

*Most oxygen carried in the blood is bound to hemoglobin, which is 97%

Page 22: CKD HBO.docx

saturated at standard pressure. Some oxygen, however, is carried in

solution, and this portion is increased under hyperbaric conditions due to

Henry's law. Tissues at rest extract 5-6 mL of oxygen per deciliter of

blood, assuming normal perfusion. Administering 100% oxygen at

normobaric pressure increases the amount of oxygen dissolved in the

blood to 1.5 mL/dL; at 3 atmospheres, the dissolved-oxygen content is

approximately 6 mL/dL, which is more than enough to meet resting

cellular requirements without any contribution from hemoglobin. Because

the oxygen is in solution, it can reach areas where red blood cells may not

be able to pass and can also provide tissue oxygenation in the setting of

impaired hemoglobin concentration or function.

† Hyperoxia in normal tissues causes vasoconstriction, but this is

compensated by increased plasma oxygen content and microvascular

blood flow. This vasoconstrictive effect does, however, reduce

posttraumatic tissue edema, which contributes to the treatment of crush

injuries, compartment syndromes, and burns

‡ HBOT increases the generation of oxygen free radicals, which oxidize

proteins and membrane lipids, damage DNA, and inhibit bacterial

metabolic functions. HBO is particularly effective against anaerobes and

facilitates the oxygen-dependent peroxidase system by which leukocytes

kill bacteria.

2.3.4 Indikasi Terapi HBOIndikasi terapi HBO yang diterima secara universal:

Kondisi akut (terapi HBO harus diberikan sedini mungkin

dikombinasi dengan terapi konvensional)

Page 23: CKD HBO.docx

1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan, luka

bermasalah, cangkok kulit yang mengalami reaksi

penolakan.

2. Crush injury, sindrom kompartemen dan penyakit

iskemi traumatik akut yang lain

3. Gas gangren/infeksi clostridium

4. Infeksi jaringan lunak yang necrotizing (jaringan

subkutan, otot, fascia)

5. Thermal burn

6. Anemia parah

7. Abses intrakranial

8. Post-anoxic encephalopathy

9. Luka bakar

10.Tuli mendadak

11. Iskemik okuler patologik

12. Emboli udara atau gas*

13.Penyakit dekompresi*

14.Keracunan karbon monoksida dan inhalasi asap.*

*Terapi kuratif/lini utama pengobatan

Kondisi kronis

1. Ulkus yang tidak mengalami penyembuhan / luka

bermasalah (diabetes / vena dll)

2. Kerusakan jaringan akibat radiasi

3. Cangkok kulit dan flap (yang mengalami reaksi

penolakan/rejection)

4. Osteomyelitis kronis (refrakter). (Sahni, 2003)

2.3.5 Kontraindikasi Terapi HBO Kontraindikasi absolut

Page 24: CKD HBO.docx

Pneumotoraks yang belum dirawat, kecuali bila sebelum pemberian

oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk

mengatasi pneumotoraks.

Kontraindikasi relatif

Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tapi bukan

merupakan kontraindikasi absolut pemakaian oksigen hiperbarik

adalah:

a. Infeksi saluran napas bagian atas

Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat

ditolong dengan penggunaan dekongestan atau melakukan

miringotomi bilateral.

b. Sinusitis kronis

Sama dengan ISPA dapat diberikan dekongestan atau dilakukan

miringotomi bilateral.

c . Penyakit kejang

Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi oksigen.

Bilamana perlu penderita dapat diberikan anti-konvulsan

sebelumnya.

d. Emfisema yang disertai retensi CO2

Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari normal

akan menyebabkan penderita secara spontan berhenti bernafas

akibat rangsangan hipoksik. Pada penderita dengan penyakit

paru yang disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik dapat

dikerjakan bila penderita diintubasi atau memakai ventilator.

e. Panas tinggi yang tidak terkontrol

Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen. Kemungkinan

ini dapat diperkecil dengan pemberian obat antipiretik juga dapat

dengan pemberian anti konvulsan.

f. Riwayat pneumotoraks spontan

Penderita yang mengalami pneumothorax spontan dalam RUBT

tunggal akan menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar

ganda dapat dilakukan pertolongan-pertolongan yang memadai.

Page 25: CKD HBO.docx

Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat pneumothorax

spontan harus dilakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi hal

tersebut.

g. Riwayat operasi dada

Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul saat

dekompresi. Setiap operasi dada harus diteliti kasus demi kasus

untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil. Tetapi

jelas dekompresi harus dilakukan secara lambat.

h. Riwayat operasi telinga

Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan

plastik di dalam telinga setelah stapedoktomi, mungkin suatu

kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik sebab perubahan

tekanan dapat mengganggu implan terseut konsultasi dengan

spesialis THT perlu dilakukan.

i. Kerusakan paru asimptomatik yang ditemukan pada penerangan

atau pemotretan dengan sinar x

Memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut

pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak

menimbulkan masalah

j. Infeksi virus

Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus akan lebih

hebat bila binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan

alasan ini dianjurkan agar penderita yang terkena salesma

(common cold) menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik

sampai gejala akut menghilang apabila tidak memerlukan

pengobaran sehera dengan oksigen hiperbarik

k. Spherosits kongenital

Pada keadaan ini butir-butir eritrosit sangat fragil dan pemberian

oksigen hiperbarik dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila

memang pengobatan hiperbarik mutlak diperlukan, keadaan ini

tidak boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan langkah-

Page 26: CKD HBO.docx

langkah yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin

timbul.

l. Riwayat neuritis optik

Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik terjadinya

kebutaan dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Namun

kasus yang terjadi sangat sedikit. Tetapi jika ada penderita dengan

riwayat neuritis optik diperkirakan mengalami gangguan

penglihatan yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun

kecilnya pemberian oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan

perlu konsultasi dengan ahli mata. (Riyadi, 2013)

2.3.6 Komplikasi HBO Middle ear barotrauma

Sinus pain

Myopia and cataract Pulmonary barotrauma Oxygen seizures

Decompression sickness

Genetic effects

Claustrophobia (Jain,2000)

Page 27: CKD HBO.docx

BAB 3POTENSI THBO DALAM MENGHAMBAT

PROGRESIFITAS PGK

3.1 HBOT memiliki peran dalam stabilisasi dan aktifasi HIFSeperti yang sudah djelaskan sebelumnya, HIF memiliki peran

dalam perlindungan terhadap kondisi hypoxia dari berbagai sel dalam

tubuh termasuk sel endotel dan tubulus. Pasien PGK (terutama dengan

diabetes) umumnya memiliki respon HIF yang terganggu. Penelitian

menunjukan bahwa HBOT dapat menstabilisasi dan mengaktifkan HIF

beserta responsya pada sel fibroblas. Pada penelitian ini digunakan sel

HDF yang dipaparkan dengan tekanan 2.5 ATA selama 1 jam kemudian

dilakukan observasi berturut turut selama 0,2,4 jam. Hasilnya pada

pengamatan pertama dan kedua dideteksi kadar HIF menurun namun

setelah 4 jam didapatkan peningkatan dan aktifasi dari HIF yang ditandai

dengan peningkatan pada kadar VEGF dan sdf 1 alpha.

(Peningkatan kadar HIF pada perlakuan hiperbarik tampaknya memiliki

efek yang berbeda antar jaringan, pada peneliitan yang menggunakan

jaringan saraf didapatkan kadar HIF yang menurun setelah perlakuan

hiperbarik)

Page 28: CKD HBO.docx

3.2 HBOT meningkatkan kadar NO melalui eNOSPeneliitan dari Gallagher dkk menunjukan bahwa HBOT

meningkatkan NO baik BM-NO maupun eNO, hal ini cukup menarik

karena NO merupakan mediator yang dihasilkan saat keadaan hypoxia ,

namun terbukti bahwa keadaan hyperoxia yang ditimbulkan oleh HBOT

dapat merangsang produksi NO melalui mekanisme yang mirip.

.

Page 29: CKD HBO.docx

Peningkatan kadar NO juga kemudian memiliki efek mobilisasi dari sel-sel

progenitor endothelial menuju ke bagian endotel yang rusak yang

kemudian dapat memperbaiki keadaan endotel tersebut (dimana

mekanisme ini sering terhambat pada pasien dengan keadaan diabetes).

Pada penelitian ini digunakan tikus yang dipaparkan pada keadaan 100%

oksien dengan tekanan 2.4 ATA selama 9- menit. Kadar NO diukur secara

langsung melalui elektroda yang ditanam dan secara tidak langsung

menggunakan Western Blot analysis

3.3 HBOT memiliki peran penghambatan terhadap kerusakan ginjalPeneliitan membandingkan antara 3 kelompok tikus yaitu tikus

yang diinduksi diabetes tanpa perlakuan HBOT, dengan HBOT tekanan

Page 30: CKD HBO.docx

1.5 ATA dan kelompok terakhir dengan tekanan 2.4 ATA. Kerusakan

ginjal secara anatomis diukur menggunakan biomarker Clusterin, NAG,

NGAL, Cystatin C, dan Caspace, sedangkan fungsi filtrasi ginjal diukur

menggunakan kadar serum Creatinine dan kebocoran albumin.

Kadar biomarker pada semua kelompok tikus pada awalnya

mengalami peningkatan kemudian mengalami penurunan setelah minggu

ke-20, namun jika dibandingkan maka tampak penurunan yang signifikan

pada kelompok HBOT terutama pada kelompok HBOT dengan tekanan

2.4 ATA. Fluktuasi dari kadar biomarker menandakan terjadinya turnover

dari sel sel ginjal yang mengalami kerusakan, hal ini mengisyaratkan

bahwa turnover dari sel ginjal pada tikus dengan perlakuan HBOT dengan

tekanan 1.5 ATA terjadi lebih cepat.

Pada pengukuran fungsi ginjal, kadar total eksresi albumin mengalami

penurunan yang bermakna pada kelompok tikus yang diterapi HBOT.

Page 31: CKD HBO.docx

3.4 Hubungan Terapi HBO Dengan Anemia Pada Nefropati Diabetik

Anemia lebih sering ditemukan pada penderita nefropati diabetik

atau end stage renal disease, penyebab utamanya yaitu penurunan

produksi eritropoietin. Pada penelitian yang dilakukan pada 20 penderita

nefropati diabetik stadium I dengan oksigen hiperbarik 2,4 ata, oksigen

100% 3x30 menit, interval 2x5 menit menghisap udara setiap hari selama

5 hari, hasilnya kadar eritropoietin sampel meningkat, kadar eritrosit

meningkat tetapi tidak bermakna, namun kadar hemoglobinnya belum

meningkat. Sehingga dapat diambil kesimpulan, pemberian terapi HBO

pada penderita nefropati diabetik stadium I sebagai terapi adjuvan

terhadap komplikasi anemia dapat meningkatkan kadar eritropoietin

sehingga berpotensi meningkatkan jumlah eritrosit tetapi belum dapat

meningkatkan kadar hemoglobin (Suyono, 2010).

Page 32: CKD HBO.docx

BAB 4KESIMPULAN

Bukti bukti yang ada membuktikan potensi hiperbarik dalam

menghambat progresifitas PGK. Terapi hiperbarik pada hewan coba

menunjukan hasil hasil yang mendukung terhadap penggunaan hiperbarik

dalam pengobatan terhadap PGK.

Page 33: CKD HBO.docx

REFERENSI

Bernadette P. Cabigas , Jidong Su , William Hutchins , Yang Shi , Richard B. Schaefer , René F. Recinos , Vani Nilakantan , Eric Kindwall , Jeffrey A. Niezgoda , John E. Baker. “Hyperoxic and hyperbaric-induced cardioprotection: Role of nitric oxide synthase 3” : http://dx.doi.org/10.1016/j.cardiores.2006.06.031 143-151

Gill, 2004. Hyperbaric oxygen: its uses, mechanisms of action and outcome. Oxford University Press Journal, 385-95.

Gullans SR, Hebert SC. Metabolic basis of ion transport. In: Brenner and Rector's The Kidney (5th ed.), edited by Brenner BM. Philadelphia, PA: WB Saunders, 1996, p. 211–246.

Guyton 2013, A. C Guyton, J E. Hall “Textbook of Medical Physiology”, 13th edition. Elsevier Saunders 2013

Harrison’s 2012, A. S. Fauci, D. L. Kasper, D. L. Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson and J. Loscalzo “Harrison’s Internal Medicine, 18th edition. McGraw-Hill Medical 2012

Irwanadi, C. Sindroma Glomerular dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi-2 Surabaya : Airlangga University Press 2015 Hal : 472

Katherine A. Gallagher, Stephen R. Thom, Omaida C. Velazquez, ”Diabetic impairments in NO-mediated endothelial progenitor cell mobilization and homing are reversed by hyperoxia and SDF-1α” J. Clin. Invest.117:1249–1259 (2007). doi:10.1172/JCI29710

Levy MN, Sauceda G. “Diffusion of oxygen from arterial to venous segments of renal capillaires”. Am J Physiol 196: 1336–1339, 1959

Levy MN. “Effect of variations of blood flow on renal oxygen extraction”. Am J Physiol 199: 13–18, 1960.

Liu KD, Chertow GM. Acute renal failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. Vol.2;1752-61.

Longo, D dkk. Nephrology dalam Harrison’s Manual of Medicine 18th ed. McGraw-Hill Companies 2013 Hal : 960, 968

Mimura, I. & Nangaku, M. Nat. Rev. “The suffocating kidney: tubulointerstitial hypoxia in end-stage renal disease”. Nephrol. 6, 667–678 2010.

Nunuk, M. Penyakit Ginjal Kronis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi-2 Surabaya : Airlangga University Press 2015 Hal : 484

O'Connor PM, Anderson WP, Kett MM, Evans RG. “Renal preglomerular arterial-venous O2 shunting is a structural anti-oxidant defence

Page 34: CKD HBO.docx

mechanism of the renal cortex”. Clin Exp Pharmacol Physiol 33: 637–641, 2006.

Rabelink, T. J., wijewickrama, D. C. & de Koning, E. J. Peritubular endothelium: the Achilles heel of the kidney? Kidney Int. 72,926–930 (2007).

Rajeev Verma & Avijeet Chopra & Charles Giardina & Venkata Sabbisetti & Joan A. Smyth & Lawrence E. Hightower & George A. Perdrizet. “Hyperbaric oxygen therapy (HBOT) suppresses biomarkers of cell stress and kidney injury in diabetic mice” Cell Stress and Chaperones (2015) 20:495–505 DOI 10.1007/s12192-015-0574-3

Riyadi, 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Lakesla.

Sahni T 2003 Hyperbaric Oxygen Therapy : Current Trends and Applications, JAPI vol 51

Schurek HJ, Jost U, Baumgartl H, Bertram H, Heckmann U. Evidence for a preglomerular oxygen diffusion shunt in rat renal cortex. Am J Renal Fluid Electrolyte Physiol 259: F910–F915, 1990.

Stevens LM. Kidney failure. JAMA 2009;301(6):686.

Sunkari, V. G., Lind, F., Botusan, I. R., Kashif, A., Liu, Z.-J., Ylä-Herttuala, S., Brismar, K., Velazquez, O. and Catrina, S.-B. (2015), Hyperbaric oxygen therapy activates hypoxia-inducible factor 1 (HIF-1), which contributes to improved wound healing in diabetic mice. Wound Repair and Regeneration, 23: 98–103. doi: 10.1111/wrr.12253

Suyono, Handi. “Pengaruh Oksigen Hiperbarik Sebagai Terapi Adjuvan Terhadap Kadar Eritropoietin, Jumlah Eritrosit, dan Kadar Hemoglobin Pada Penderita Nefropati Diabetik Stadium I”. 2010. Surabaya : Airlangga University Library.

Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga University Press 2007;221-33

Welch WJ, Baumgartl H, Lubbers D, Wilcox CS. Nephron pO2 and renal oxygen usage in the hypertensive rat kidney. Kidney Int 59: 230–237, 2001.