SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH...

99
SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGA (Studi Komparatif Perundang-Undangan Hukum Keluarga Indonesia dan Tunisia) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) PENULIS: JULHIJAH NIM. 1112044200007 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M

Transcript of SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH...

Page 1: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN

NAFKAH KELUARGA

(Studi Komparatif Perundang-Undangan Hukum Keluarga

Indonesia dan Tunisia)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

PENULIS:

JULHIJAH

NIM. 1112044200007

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

Page 2: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga
Page 3: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga
Page 4: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga
Page 5: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

ABSTRAK

Julhijah, NIM 1112044200007, SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK

MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGA (Studi Komparatif Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 dan Perundang-undangan Hukum Keluarga Tunisia). Konsentrasi

Administrasi Keperdataan Islam. Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal As-

Syakhsiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2016 M.

Sebuah pernikahan tidak luput dengan keharusan masing-masing pasangan

untuk menjalani kewajiban dan hak dalam berumah tangga. Salah satu dari

kewajiban itu adalah masalah nafkah yang harus dipenuhi oleh seoarng suami

kepada isterinya. Dalam undang-undang perkawinan di Indonesia maupun Tunisia

telah mengatur kewajiban nafkah tersebut. Tetapi dalam peraturan terdapat

perbedaan antara ketentuan perundangan di Indonesia maupun Tunisia soal nafkah

tersebut.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum tentang

kewajiban nafkah bagi suami dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan

hukum keluarga di Tunisia, dan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan

ketentuan hukum persoalan kewajiban suami dalam memberi nafkah keluarga di

Tunisia dan Indonesia. Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian kualitatif, penulis melakukan penelitian dengan cara teknik

pengumpulan data dengan studi dokumentasi naskah (studi pustaka) lalu setelah

memperoleh data-data dari berbagai sumber, penulis melakukan teknik

pengolahan data dengan metode deskriptif dan komparatif lalu kemudian penulis

anilisis dengan melakukan metode analisis kualitatif.

Kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan adalah pada

dasarnya nafkah keluarga yang dibebankan kepada suami di Indonesia maupun

Tunisia sama-sama diatur. Tetapi dalam peraturan hukum keluarganya Tunisia

selangkah lebih maju dibanding peraturan di Negara Indonesia. Di Negara Tunisia

telah mengatur secara tegas persoalan nafkah tersebut dengan memberikan

ketentuan dan sanksi secara tegas sedangkan pada Negara Indonesia belum begitu

tegas ketentuan dan penetapan tentang persoalan nafkah tersebut. Dalam

ketentuan hukum soal kewajiban suami dalam memberikan nafkah di Tunisia

maupun Indonesia pun mempunyai pesamaan dan perbedaan, salah satu alasan

yang mencolok peraturan hukum keluarga Tunisia lebih maju dibandingkan

dengan Indonesia yaitu adanya pengaruh mazhab dan prinsip-prinsip hukum

perancis yang lebih progresif dalam pembentukan peraturan hukum keluarganya.

Kata kunci, Sanksi, Hak, Kewajiban, Nafkah.

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Abdul Wahab Abd Muhaimin, MA.

Daftar Pustaka : 1972-2015

Page 6: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

vi

بسم ا للة ا لر حمن الر حيم

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah

mencurahkan nikmat jasmani dan rohani kepada kita semua. Salawat serta salam

semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, suri tauladan bagi

umat manusia. Sungguh, penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan

moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis

menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. dan Arip Purqon, M.Ag., Ketua dan Sekretaris

Program Studi Hukum Keluarga yang senantiasa mengarahkan, membimbing

serta membina para mahasiswa/i dengan semangat juang yang tinggi.

3. Prof. Dr. H. Abdul Wahab Abd Muhaimin, M.A., Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah banyak memberi arahan, serta petunjuk dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Dr. H. A. Djuaini Syukri, Lc., MA dan Mara Sutan Rambe, S.HI, MH , Dosen

Penguji I dan Penguji II yang senantiasa menyemangati penulis serta

memberikan arahan, bimbingan, dan konsultasi bagi penulis untuk

menghasilkan karya yang lebih baik.

Page 7: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

vii

5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum yang telah memberikan fasilitas yang memadai, sehingga penulis

dapat melalukan studi kepustakaan dengan baik.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

banyak ilmu dan wawasan yang akan menjadi bekal bagi penulis untuk

melanjutkan studi ke tingkat yang lebih tinggi serta terjun langsung ke

masyakarat.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yaitu H. Chubaidi dan ibunda Hj, Casanah

yang telah memberikan amanah dan kepercayaan kepada penulis untuk

menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Keduanya tidak pernah patah semangat untuk selalu

berusaha memberikan pendidikan yang lebih baik bagi putra putrinya, serta

tidak putus-putusnya memanjatkan doa demi kesuksesan penulis dan saudara-

saudaranya. Tidak lupa, penulis juga ucapkan rasa terimakasih kepada kakak-

kakak penulis Erna, Nurhayati, Iklimah, Iis, Ghofur, Hairudin, Aziz, Vicka

dan adik serta ponakan yang paling penulis sayangi Zilly dan Labib yang

selalu memberikan doa, dukungan, semangat dengan penuh keikhlasan dan

kesabaran yang tiada tara.

8. Kepada sahabat yang terbaik Clara, Witri, Dwi, Dea, Mita, Lina, Jenny, Putri,

Habibah, Nurul, Alfian, Reynaldi, Naufal, Fathi, Munawir, Ahmed, Ican dan

Hasan. Yang senantiasa meluangkan waktunya untuk menjadi teman diskusi

penulis serta mengarahkan dan memotivasi penulis untuk menghasilkan karya

yang lebih baik.

Page 8: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

viii

9. Seluruh rekan mahasiswa/i angkatan 2012. Terkhusus kawan-kawan

mahasiswa/i Kelas Islamic Family Law 2012, penulis ucapkan terimakasih

karena telah menemani dan mengiringi penulis dalam suka dan duka selama

empat tahun menempuh studi di Program Studi Hukum Keluarga.

10. Teman-teman KKN Kebangsaan “INI KKN” 2015.

11. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak

bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa meridhoi setiap langkah

kita.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak

yang perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis

harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan umumnya serta

menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang

dapat penulis berikan, semoga setiap banyuan, do’a, motivasi yang telah diberikan

kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT dan menjadi

catatan kebaikan di akhirat kelak.

Jakarta: 15 Agustus 2016 M

11 Dzulqo’dah 1438 H

Penulis

Page 9: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... .... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEBIMBING ............................................... .... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...................................................... ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ .... iv

ABSTRAK ................................................................................................... .... v

KATA PENGANTAR ................................................................................. .... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ .... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. .... 1

B. Permasalahan................................................................... .... 8

1. Identifikasi Masalah................................................... .... 8

2. Pembatasan Masalah .................................................. .... 9

3. Perumusan Masalah ................................................... .... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... .... 10

D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu ............................... .... 11

E. Metode Penelitian........................................................... .... 13

F. Sistematika Penulisan ..................................................... .... 16

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM HUKUM

ISLAM

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri .................. .... 18

B. Dasar Hukum Hak dan Kewajiban Suami Isteri ............. .... 21

C. Bentuk Hak dan Kewajiban suami Isteri ......................... .... 26

BAB III KETENTUAN NAFKAH DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA DAN TUNUSIA

A. Nafkah dalam Perspektif Hukum Islam .......................... .... 41

B. Nafkah Suami terhadap Isteri di Indonesia ..................... .... 45

1. Sekilas Gambaran Umum Hukum Islam Indonesia ... .... 45

2. Sejarah Hukum Keluarga di Indonesia ...................... .... 47

3. Nafkah Menurut Undang-undang Perkawinan Nomor 1

Tahun 1974 ................................................................ .... 50

Page 10: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

x

4. Nafkah Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004.. 52

C. Nafkah Suami terhadap Isteri di Tunisia ......................... .... 53

1. Sekilas tentang Negara Tunisia ................................. .... 53

2. Sistem Politik dan Pemerintahan di Tunisia .............. .... 55

3. Sejarah Hukum Keluarga di Tunisia.......................... .... 57

4. Nafkah Menurut Majallah al-Ahwal al-Syakhshiyah .... 61

BAB IV KOMPARASI PERUNDANG-UNDANGAN HUKUM

KELUARGA DI INDONESIA DAN TUNISIA

A. Ketentuan Nafkah dalam Hukum Keluarga di Indonesia dan

Tunisia ........................................................................... .... 66

B. Persamaan Peraturan Perundangan Tentang nafkah di

Indonesia dan Tunisia ..................................................... .... 67

C. Perbedaan Peraturan Perundangan Tentang Nafkah di

Indonesia dan Tunisia ..................................................... .... 71

D. Analisa Perbandingan Nafkah Wajib di Indonesia dan

Tunisia ............................................................................ .... 74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................... .... 81

B. Saran ............................................................................... .... 83

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. .... 85

Page 11: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah pernikahan, ada beberapa hal yang harus dijalani oleh

pasangan yang menjalani pernikahan itu, diantaranya adalah keharusan

masing-masing pasangan untuk menjalani kewajiban dan hak mereka dalam

rumah tangga.1 Salah satu dari kewajiban itu adalah masalah nafkah yang

harus dipenuhi oleh seorang suami kepada isterinya.2

Kata nafkah berasal dari kata anfaqa, al infaq, yang artinya

mengeluarkan. Jadi, nafkah artinya memenuhi semua kebutuhan dan

keperluan hidup meliputi: makanan, pakaian, termpat tinggal, serta biaya

rumah tangga dan pengobatan bagi isteri sesuai dengan keadaan, termasuk

juga biaya pendidikan anak.3 Dari pengertian nafkah tersebut dengan beberapa

karakterisitiknya, maka nafkah dapat dirumuskan dalam pengertian kewajiban

seseorang yang timbul sebagai akibat perbuatannya yang mengandung beban

tanggung jawab, berupa pembayaran sejumlah biaya guna memenuhi

kebutuhan baik pokok ataupun sekunder terhadap sesuatu yang berada dalam

tanggungannya itu.4

1 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Prenada

Media, 2006), h. 159. 2 Zubair Ahmad, Relasi Suami Isteri dalam Islam (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN

Syahid Jakarta,2000), h. 61. 3 Slamet Abidin, Fiqh Munakahat (Bandung: Pustaka Setia,1999), h. 171.

4 Khoirudin Nasution, Islam tentang Relasi Suami dan Isteri (Hukum Perkawinan I)

dilengkapi perbandingan undang-undang Negara muslim, (Yogyakarta: Tazzafa Academia,

2004), h. 181.

Page 12: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

2

Legitimasi Nash tentang Hukum Nafkah tercantum dalam beberapa

ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar legitimasi hukum nafkah secara umum,

khususnya dalam kewajiban-kewajiban yang timbul sebagai akibat terjadinya

hubungan perkawinan. Dasar hukum memberi nafkah dalam keluarga wajib

atas suami, telah diatur berdasarkan nash-nash Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan

Ijma’ Ulama.5 Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah:233:

233) / 2: ) البقرة

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua

tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan

penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan

pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang

tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena

anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun

berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih

(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan

permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka

tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan

pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada

Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang

kamu kerjakan”. (QS.Al-Baqarah: 233)

Ayat ini menjelaskan bahwa suami mempunyai kewajiban dan isteri

mempunyai hak atas suami yang diberikan sesuai dengan kemampuan suami.

5 Muhammad Thalib, Ketentuan Nafkah Isteri dan Anak, cet I., (Bandung: Irsyad

Baitus Salam, 2000), h.19.

Page 13: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

3

Dengan kata lain, tidak adanya batas minimal terhadap ketentuan besarnya

nafkah untuk isteri yang diberikan suami.

Sedangkan mengenai kewajiban nafkah suami menurut para fuqaha

yaitu keempat Imam Madzhab (Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hambali) sepakat

bahwa memberikan nafkah itu hukumnya wajib setelah adanya ikatan sebuah

perkawinan. Akan tetapi keempat imam madzhab memiliki perbedaan

mengenai waktu memberi nafkah. Imam Malik berpendapat bahwa nafkah itu

menjadi wajib apabila suami telah menggauli atau mengajak bergaul dan isteri

termasuk orang yang dapat digauli dan suami telah dewasa. Imam Abu

Hanifah dan Syafi’i berpendapat bahwa suami yang belum dewasa wajib

memberi nafkah apabila isteri telah dewasa, sedang apabila isteri belum

dewasa, dalam hal ini menurut Imam Syafi’i terdapat dua pendapat: Pertama,

sama dengan pendapat Imam Malik. Pendapat kedua, bahwa isteri berhak

memperoleh nafkah dan hak suami atas isteri adalah mendapatkan pemenuhan

kebutuhan seksual, dimana masing-masing dari keduanya memiliki hak dan

kewajiban.6

Salah satu fenomena abad ke 20 di dunia Muslim adalah adanya usaha

pembaruan hukum keluarga (perkawinan, perceraian dan warisan).7 Hasil

usaha pembaruan hukum keluarga diantaranya adalah adanya pembatasan

6 Abu Abdullah Muhammad bin Idris Al Syafi’I, “Al Mukhtasar Kitab Al Umm Fii Al

Fi: Ringkasan Kitab Al Umm”, Penerjemah: Imam Rosadi (Jakarta: Pustaka Azzam,2004), h.

433. 7 M. Atho’ Muzdhar dan Khairuddin Nasution, ed., Hukum Keluarga di Dunia Islam

Modern: Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-kitab Fikih, (Jakarta:

Ciputat Press, 2003), h.10.

Page 14: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

4

praktek poligami, pembatasan hak talak sepihak suami, keharusan pencatatan

perkawinan, jaminan hak isteri, jaminan hak anak yang orang tuanya bercerai.8

Negara-negara muslim di dunia ini dalam hubungannya dengan

reformasi hukum keluarga dapat dikategorikan menjadi (1) Negara muslim

yang sama sekali tidak mau melakukan pembaruan dan masih tetap

memberlakukan hukum keluarga sebagaimana yang tertuang dalam kitab-

kitab fiqh dari mazhab yang dianut. Saudi Arabia merupakan contoh dari

Negara muslim yang termasuk kategori ini, (2) Negara muslim yang sama

sekali telah meninggalkan hukum keluarga Islam (fiqh) dan sebagai gantinya

mengambil hukum sipil Eropa. Turki adalah contoh Negara yang termasuk

kelompok ini, (3) Negara-negara muslim yang berusaha memberlakukan

hukum keluarga Islam setelah mengadakan pembaruan. Diantara Negara yang

termasuk kelompok ini adalah Mesir, Tunisia, Pakistan dan Indonesia.

Pembaruan dalam bidang hukum keluarga di dunia muslim ditandai

tidak saja oleh penggantian hukum keluarga Islam (fiqh) dengan hukum-

hukum Barat, tetapi juga oleh perubahan-perubahan dalam hukum Islam itu

sendiri yang didasarkan atas reinterpretasi (penafsiran kembali) terhadap

hukum Islam sesuai dengan perkembangan penalaran dan pengamalannya.

Dengan cara inilah hukum keluarga di dunia muslim mengalami perubahan.

Tujuan utama pembaruan hukum keluarga tersebut adalah meningkatkan

status atau kedudukan kaum wanita dan memperkuat hak-hak anggota

keluarga.

8 M. Atho’ Muzdhar dan Khairuddin Nasution, ed., Hukum Keluarga di Dunia Islam

Modern: Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-kitab Fikih, (Jakarta:

Ciputat Press, 2003), h.11.

Page 15: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

5

Di samping itu, ada juga pembahasan persoalan gender dan

dampaknya terhadap perkembangan hukum Islam yang memfokuskan pada

permasalahan bahwa pembaruan hukum keluarga di dunia muslim bertujuan

untuk melindungi dan meningkatkan derajat kaum wanita.9

Salah satu trend reformasi hukum keluarga di Dunia Islam modern

adalah diberlakukannya sanksi hukum (kriminalisasi). Keberanjakan dari

hukum klasik cenderung tidak memiliki sanksi hukum, misalnya beralih

kepada aturan-aturan dan hukum produk negara yang tidak saja membatasi

dan mempersulit, namun bahkan melarang dan mengkategorikan suatu

masalah seputar hukum keluarga sebagai perbuatan kriminal. Menarik jika

persoalan nafkah wajib suami terhadap isteri ini dapat ditelaah lebih dekat dan

melihat bagaimana sebagian negara Muslim lain memberlakukannya,

kemudian dikomparasikan satu sama lain dalam konteks doktrin Hukum Islam

konvensional, antar negara, dan posisinya sebagai salah satu citra dinamisasi

dalam hukum Islam, khususnya hukum keluarga Negara Muslim modern.10

Salah satu Negara yang memberlakukan ketentuan tegas tentang hal

nafkah wajib untuk isteri yaitu Negara Tunisia. Negara Tunisia merupakan

Negara berpenduduk mayoritas agama Islam mutlak memberlakukan

ketentuan hal nafkah istri dengan menggunakan prinsip-prinsip mazhab

Maliki. Undang-undang hukum Keluarga yang pertama kali berlaku di

9 Yusdani, “Pembaruan Hukum Keluarga di Dunia Muslim: Sejarah, Gerakan dan

Perbandingan”, artikel diakses pada 10 Februari 2016 dari

http://vantovich.blogspot.co.id/2009/02/pembaruan-hukum-keluarga-di-dunia-muslim.html. 10

Zaki Saleh, Kriminalisasi Trend Reformasi Hukum Islam. Artikel di akses pada 22

Januari 2016, dari http://publik–syariah.blogspot.com/2011/04/Kriminalisasi-trend-

reformasi.html.

Page 16: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

6

Tunisia, yang mayoritasnya pengikut Mazhab Maliki, adalah Code Of

Personal Status (Majallat al-ahwal AL-syakhsiyah) yang dideklarasikan pada

tahun 1956, diamandemen pada 4 Juli 1958 dengan Undang-undang Nomor

70 tahun 1958, 19 Juni 1959 dengan Undang-undang Nomor 77 tahun 1959,

21 april 1964 dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1964, 3 Juni 1966

dengan Undang-undang Nomor 49 tahun 1966, 18 february 1981 dengan

Undang-undang Nomor 7 tahun 1981, dan Undang-undang Tunisia terakhir

kali di amandemen yaitu pada tahun 1993 melalui Undang-undang Nomor 74

Tahun 1993. “Law No. 74/1993 of 12 July 1993 amending certain provisions

of the code of personal status”.11

Dalam Undang-Undang Hukum Keluarga di Tunisia dalam hal nafkah

ini bahwa suami yang menghindar dari kewajiban memberi nafkah atau

kompensasi selama 1 bulan dapat dikenakan hukuman penjara 3 hingga 12

bulan dan denda antara 100 hingga 1000 dinar berdasarkan pasal 53 A Code

Of Personal Status 1956-1981. 12

Any person ordered to pay maintenance or compensation under

article 31 or 32 of this Code who deliberately avoids to pay it for one

month shall be liable to punishment with imprisonment between three

to twelve months and fine between one hundred to one thousand

dinars.

Adapun besarnya jumlah nafkah, tergantung pada kemampuan suami

dan status istri, serta biaya hidup yang wajar (pasal 52). Lebih menariknya,

11

Lynn Welchman, Woman and Muslim Family Laws in Arab States: A

Comparative Overview of Textual Development and Advocacy, (Amsterdam: Amsterdam

University Press, 2007),h. 160 12

Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, First Edition (India: Times

Press, 1987), h. 169.

Page 17: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

7

pada pasal 39 dijelaskan bahwa suami miskin tidak wajib memberikan nafkah,

2 bulan tenggang waktunya. Jika ia (suami) tidak dapat memberi nafkah pada

masa yang telah ditentukan tersebut, maka hakim menceraikan pernikahan

mereka13

.

Akan halnya dengan Indonesia, persoalan nafkah suami untuk isteri

diatur secara tuntas dalam UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia dalam

suatu bab yaitu Bab VI yang materinya secara esensial telah sejalan dengan

apa yang digariskan dengan dalam kitab-kitab fiqh14

dan diatur pula dalam

Kompilasi Hukum Islam Bab XII Pasal 77 sampai Pasal 84 tentang hak dan

kewajiban suami isteri. Pada pasal 80 dari Kompilasi Hukum Islam tersebut

menjelaskan bahwa prinsipnya kewajiban suami adalah melindungi isterinya

dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai

dengan kemampuannya. Lalu pada pasal 80 ayat 4 dijelaskan bahwa sesuai

dengan penghasilannya suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri

dan anak;

c. Biaya pendidikan bagi anak.

Meskipun demikian dalam peraturan yang diatur tidak mencantumkan

sanksi hukum terhadap pihak yang melakukan pelanggaran, hanya

menjelaskan jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing

13

Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, First Edition (India: Times

Press, 1987), h. 156. 14

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2006),

h.159.

Page 18: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

8

dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama sesuai pasal 77

Kompilasi Hukum Islam tentang hak dan kewajiban suami isteri. 15

Walaupun sudah diatur dalam berbagai peraturan, nampaknya

masyarakat Indonesia belum mematuhi peraturan ini sebagaimana meskinya.

Namun kenyataannya dilapangan, masih banyak orang Islam yang melalaikan

tugas kewajibannya baik isteri maupun suami dengan berbagai alasan

kepentingan.16

Inilah yang menarik dari Negara Tunisia dan Indonesia. Negara

Tunisia telah mengatur tegas persoalan nafkah tersebut dengan memberikan

ketentuan dan sanksi secara tegas sedangkan pada Negara Indonesia belum

begitu tegas ketentuan dan penetapannya tentang persoalan nafkah tersebut.

Apa yang melatarbelakangi perbedaan ketentuan penetapan hukum antara

negara Tunisia dengan Indonesia tersebut, untuk itu penulis tertarik dengan

masalah tersebut diatas maka penulis akan menuangkan dalam bentuk karya

ilmiah dengan judul: “Sanksi Bagi Suami Yang Tidak Memberikan Nafkah

Keluarga (Studi Komparatif Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan

Perundang-undangan Hukum Keluarga Tunisia).”

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas maka dapat di identifikasikan

masalah-masalah tersebut sebagai berikut:

15

Kompilasi Hukum Islam, cetakan Februari 2013, (Bandung: Fokusindo Mandiri) 16

Yayan Sopyan, Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional), cet.II, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia), h. 166.

Page 19: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

9

a. Bagaimana sejarah perkembangan hukum keluarga di dunia Islam

b. Apa saja komponen yang dibahas pada hukum keluarga di dunia Islam

c. Apa Hak dan kewajiban dalam konteks hukum Islam

d. Apa dasar hukum hak dan kewajiban suami isteri dalam hukum Islam

e. Bagaimana sejarah perkembangan hukum keluarga di Indonesia dan

Tunisia

f. Bagaimana bentuk pengaturan mengenai hak dan kewajiban nafkah

suami untuk isteri di Indonesia dan Tunisia

g. Apa dasar hukum hak dan kewajiban nafkah suami untuk isteri di

Indonesia dan Tunisia

h. Bagaimana sanksi bagi suami yang tidak memberikan nafkah keluarga

i. Apa persamaan dan perbedaan ketentuan hukum persoalan kewajiban

suami dalam memberikan nafkah keluarga di Indonesia dan Tunisia.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,

penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya

lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Disini

penulis hanya akan membahas tentang nafkah wajib dan beberapa pasal

aturan tentang nafkah yang bermasalah dan menarik dalam undang-undang

hukum keluarga antara Negara Indonesia dengan Tunisia, diantaranya

pada UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 30 sampai pasal 34

dan Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyah (1956-1981) pasal 37-53, serta

Page 20: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

10

sanksi bagi suami yang tidak memberi nafkah dan persamaan serta

perbedaan ketentuan khusus persoalan tersebut diatas.

3. Perumusan Masalah

Perumusan tersebut di atas dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

a. Bagaimanakah ketentuan hukum kewajiban nafkah bagi suami dalam

Perundang-Undangan hukum keluarga di Indonesia dan Tunisia?

b. Apa persamaan dan perbedaan ketentuan-ketentuan hukum persoalan

kewajiban suami dalam memberikan nafkah keluarga di Indonesia dan

Tunisia?

C. Tujuan daan Manfaat Penelitan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum tentang kewajiban nafkah bagi suami

dalam Perundang-Undangan hukum keluarga di Indonesia dan Tunisia.

2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan ketentuan hukum persoalan

kewajiban suami dalam memberi nafkah keluarga di Tunisia dan Indonesia

Dan adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagi penulis sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar strata satu (S1)

dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ini.

2. Bagi para akademisi, agar penelitian ini bermanfaat dan mampu

mengembangkan ilmu pengetahuan, serta sebagai bahan tambahan

khazanah khususnya ilmu Hukum Keluarga dan ilmu pengetahuan

umumnya.

Page 21: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

11

3. Kajian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi positif dalam

perbaikan penyempurnaan perundang-undangan hukum perkawinan di

Indonesia

D. Tinjauan (Rivew) Kajian Terdahulu

NO Nama penulis/ Judul

skripsi, Jurnal/ Tahun

Substansi Perbedaan dengan

Penulis

1. Masnun Tahir/Hak-

hak perempuan

dalam hukum

keluarga Syiria dan

Tunisia/Artikel Al-

Mawarid Edisi XVIII

Tahun 2008

Artikel Al-Mawarid

Edisi XVIII ini

menjelaskan secara

rinci tentang bagaimana

kedudukan wanita

beserta hak-haknya

dalam hukum keluarga

yang diatur dalam

Negara Tunisia. Tidak

hanya itu didalam

artikel ini juga

dipaparkan secara jelas

tentang substansi-

substansi aturan

Nafkah, Poligami dan

Perceraian pada Hukum

Persamaannya dengan

penulis yaitu sama-

sama membahas

tentang hak

perempuan di Negara

Tunisia. Perbedaannya

dengan skrispsi ini

yaitu didalam skripsi

ini tidak hanya

menjelaskan tentang

nafkah tetapi

membandingkan

ketentuan yang

mengatur dan

substansi-substansi

aturan nafkah

Page 22: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

12

Keluarga Tunisia. ketentuan hukum

keluarga di Tunisia

dengan hukum

keluarga di Indonesia

tentang nafkah dan

hak-hak isteri didalam

keluarga.

2. Dwi

Rahmanta/Konsekue

nsi yuridis harta

bersama terhadap

kewajiban suami

member nafkah

dalam KHI dan UU

No.1 tahun

1974/Skripsi

Fakultas Syariah-

Universitas Islam

Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta,

2009

Skripsi ini menjelaskan

tentang ketentuan dan

konsekuensi yuridis

terhadap pelaksanaan

kewajiban suami

memberi nafkah dalam

KHI dan UU No.1

Tahun 1974.

Persamaannya dengan

penulisan ini sama-

sama membahas

tentang kewajiban

suami memberi nafkah

dalam perundang-

undangan di

Indonesia, sedangkan

perbedaannya dengan

skrispsi ini yaitu

penulis meneliti

tentang sanksi

terhadap suami yang

tidak memberikan

nafkah keluarga

dengan melakukan

Page 23: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

13

studi perbandingan

dan mengkaji Undang-

undang hukum

keluarga di Negara

Indonesia dan Tunisia.

E. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa aspek-aspek metode

penelitian yang akan digunakan yaitu:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

yuridis normatif , artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang ada dan literature-literatur yang ada

kaitannya.17

Dengan pendekatan ini dilakukan pengkajian peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian

ini.18

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif yakni proses penelitian yang difokuskan untuk

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

17

Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jarimetri (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1990), h.11. 18

Johnmy Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Jakarta:

Bayumedia, 2008), h.295 dan 302.

Page 24: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

14

orang-orang yang dijadikan sumber informasi dan perilaku yang dapat

diamati19

, untuk penganalisaan data secara non-statistik.

3. Sumber dan Kriteria Data Penelitian

a. Sumber Data

Sumber data pada penelitian yuridis normative terbagi menjadi 3

(tiga) macam, yakni sumber primer, sekunder, dan tersier. Dimana sumber

primer merupakan bahan hukum yang diurut berdasar hierarki perundang-

undangan, sumber sekunder adalah bahan dan data yang didapatkan dari

buku-buku, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum,

yurisprudensi, dan hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik

penelitian. Adapun sumber tersier merupakan bahan hukum yang memberi

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga

sekunder.20

b. Jenis Data

1) Data Primer: yaitu data yang berasal dari al-Qur’an, kitab hadist, dan

buku-buku yang membahas masalah hak dan kewajiban suami isteri

dan aturan hukum mengenai nafkah wajib suami untuk isteri.

2) Data Sekunder: yaitu data berupa dokumen-dokumen yang terdapat

dalam majalah, surat kabar, jurnal ilmiah, dan artikel yang relevan

dengan tema dalam skripsi ini.

19

Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan:Teori-Aplikasi

(Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2007), h.92. 20

Johnmy Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Jakarta:

Bayumedia, 2008), h.295-296.

Page 25: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

15

3) Data Tersier: bahan hukum tersier untuk penelitian ini meliputi

Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah studi

dokumentasi naskah (studi pustaka), yaitu dengan mengumpulkan data

terhadap berbagai sumber bacaan yang membahas tentang nafkah wajib

suami untuk isteri dan aturan hukumnya, serta sanksi hukum bagi suami

yang tidak memberikan nafkah keluarga di Negara Indonesia dan Tunisia.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah memperoleh data-data dari berbagai sumber, maka penulis

akan mengolah data dengan metode deskriptif dan komparatif. Dan

kemudian dalam penyajian tersebut akan memaparkan data yang diperoleh

tersebut kemudian dikomparatifkan antara data yang tertera pada teori

yang diambil dari studi pustaka lalu penulis analisa.

6. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan adalah

analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisi yang dilakukan terhadap

data yang diolah dengan menggunakan uraian-uraian untuk memberi

gambaran (deskriptif). Analisis kualitatif ini dapat juga disebut sebagai

analisis non-statistik yang berisi analisis deskriptif, infrensial dan analitik.21

21

Tommy Hendra Purwaka, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas

Atma Jaya,2007), h.91.

Page 26: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

16

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempermudah penambahan dan penulisan pada skripsi

ini, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab

dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Penulis membahas tentang hak dan kewajiban suami isteri dalam

hukum Islam. Bab ini menguraikan tentang pengertian hak dan kewajiban

suami isteri dalam hukum Islam, dasar hukum hak dan kewajiban suami isteri

dalam hukum Islam, dan apa saja bentuk hak dan kewajiban suami isteri

Bab III Merupakan pembahasan mengenai ketentuan nafkah dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia dan Tunisia. Hal ini mencakup

dalam sejarah hukum keluarga di Indonesia maupun Tunisia, dan penjelasan

tentang nafkah menurut perundang-undangan di Indonesia yaitu Kompilasi

Hukum Islam dan nafkah menurut perundang-undangan hukum keluarga di

Tunisia yaitu Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyah (1956-1981.

Bab IV Dalam bab ini merupakan komparasi perundang-undangan

hukum keluarga di Indonesia dan Tunisia terhadap sanksi bagi suami yang

tidak memberikan nafkah keluarga. Diantaranya meliputi persamaan dan

perbedaan tentang nafkah di Indonesia dan Tunisia.

Page 27: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

17

Bab V Merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi yang berupa

penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari beberapa persoalan

yang dibahas.

Page 28: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

18

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Perkawinan adalah perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria

dengan seorang wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah kepada

Allah di satu pihak dan pihak lainnya mengandung aspek keperdataan yang

menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri. Oleh karena itu, antara hak

dan kewajiban merupakan hubungan timbal balik antara suami dengan istrinya.1

Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai

kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.2 Sedangkan

kewajiban diartikan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan.3 Hak-

hak suami terhadap istrinya yang diwajibkan oleh Islam memungkinkan

perempuan melaksanakan tanggung jawabnya yang pokok dalam rumah dan

masyarakat. Memberi kemampuan bagi laki-laki untuk membangun rumahnya

dan keluarganya.4

1 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),

h.51. 2

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa

Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1994) h. 474. 3

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa

Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1994) h. 1553. 4 Ali Yusuf, Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga dalam Islam, (Jakarta: Amzah,

2010), h.144.

Page 29: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

19

Sebagai suatu hubungan hukum, perkawinan menimbulkan hak dan

kewajiban bagi suami istri. Yang dimaksud “hak” ialah suatu yang merupakan

milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri yang timbul karena perkawinannya.

Sedangkan “kewajiban” ialah sesuatu yang harus dilakukan atau diadakan oleh

suami atau istri untuk memenuhi hak dan dari pihak yang lain. Hak dan kewajiban

dalam hukum keluarga dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (a) Hak dan

kewajiban suami istri; (b) Hak dan kewajiban antara orang tua dengan anaknya;

(c) Hak dan kewajiban antara anak dengan orang tuanya manakala orang tuanya

telah mengalami proses penuaan. Hak dan kewajiban suami istri adalah hak dan

kewajiban yang timbul karena adanya perkawinan.5

Suami-istri sebenarnya mempunyai tanggung jawab moril maupun

materiil. Masing-masing suami-istri harus mengetahui kewajibannya di samping

haknya. Sebab, banyak manusia yang hanya tahu haknya saja, tetapi mengabaikan

kewajibannya.6

Adanya hak dan kewajiban antara suami istri dalam kehidupan rumah

tangga itu dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan beberapa hadis Nabi.

Contoh dalam Al-Qur’an, umpamanya pada surah Al-Baqarah ayat 228:

228) / 2:) البقرة

5 Eko Setiawan, “Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia” artikel

diakses pada hari Minggu tanggal 20 Maret tahun 2016 dari website

http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/syariah/article/download/3207/5040. 6 M. Ali Hasan, Pedoman HIdup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada

Media, 2003), h.151.

Page 30: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

20

Artinya : “Bagi istri itu ada hak-hak berimbang dengan kewajiban-

kewajibannya secara makruf dan bagi suami setingkat lebih

dari istri.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri juga

mempunyai kewajiban, kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Hak istri

semisal hak suami yang dikatakan dalam ayat ini mengandung hak dan

kedudukan istri semisal atau setara atau seimbang dengan hak dan kedudukan

suami. Meskipun demikian, suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi,

yaitu sebagai kepala keluarga, sebagaimana diisyaratkan oleh ujung ayat tersebut

diatas.7

Di antara hak-hak istri yang wajib ditunaikan suami adalah:

1. Hak-hak yang berkaitan dengan materi, yaitu mahar dan nafkah.

2. Hak-hak yang tidak berkaitan dengan materi, seperti berlaku adil di antara

istri-istri jika suami menikahi lebih dari satu istri, dan tidak melakukan

tindakan yang berdampak buruk terhadap istri8

Dapat disimpulkan dari pengertian hak dan kewajiban diatas, bahwa hak

adalah sesuatu yang harus diterima sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang

harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah kehidupan antara suami istri dalam

setiap rumah tangga, apabila dua hal itu tidak seimbang niscaya akan timbul

percekcokkan dan perselisihan dalam rumah tangga. Sebaliknya, jika antara hak

7 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Prenada

Media, 2006), h. 159. 8

As-Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Penerjemah:Khairul Amru Harahap, Aisyah

Syaefuddin dan Masrukhin, , cet.III., (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012), h. 408.

Page 31: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

21

dan kewajiban itu seimbang atau sejalan, terwujudlah keserasian dan

keharmonisan dalam rumah tangga, rasa kebahagiaan semakin terasa dan kasih

sayang akan terjalin dengan baik. Anak menghormati orang tuanya, orang tua

sayang kepada anaknya, suami menghargai isterinya dan isteri pun menghormati

suami dan setererusnya.9

B. Dasar Hukum Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Perkawinan sebagai perbuatan hukum antara suami dan istri, bukan saja

bermakna untuk merealisasikan ibadah kepada-Nya, tetapi sekaligus

menimbulkan akibat hukum keperdataan di antara keduanya. Namun demikian,

karena tujuan perkawinan yang begitu mulia, yaitu membina keluarga yang

bahagia, kekal, abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perlu diatur

hak dan kewajiban suami dan istri masing-masing. Apabila hak dan kewajiban

masing-masing suami dan istri terpenuhi, maka dambaan suami istri dalam

bahtera rumah tangganya akan dapat terwujud, didasari rasa cinta dan kasih

sayang.10

Allah menegaskan dalam Al-Quran surat al-Rūm ayat 21:

21) / 30: روم) ال

9 Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya,

1993), h.37. 10

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003)

Ed.1. cet.6 h.181

Page 32: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

22

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,

supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,

dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Al-Rūm: 21)

Konsep hak pada dasarnya sama, bahwa pria dan wanita sama dalam

segala sesuatu. Wanita mempunyai hak seperti yang dimiliki pria, dan wanita

mempunyai kewajiban seperti kewajiban pria. Kemudian, bahwa laki-laki dilebihi

dengan satu derajat, yaitu sebagai pemimpin yang telah ditetapkan dengan

fitrahnya. Dalam hal ini bukan berarti keluar dari konsep persamaan yang telah

disamakan dalam hak dan kewajiban, sebab setiap tambahan hak diimbangi

dengan tambahan serupa dalam kewajiban.11

Sebagaimana dalam Al-Qur’an juga

telah menentukan hak istri dari suaminya, yaitu persamaan dalam hak dan

kewajiban, sesuai dengan surat Al-Baqarah:

.... 233) / 2:) البقرة

Artinya : “... Dan para wanita mempunyai hak yang berimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para

suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada

istrinya.” (QS Al-Baqarah: 228).

Ayat diatas menyebutkan bahwa hak yang dimiliki istri seimbang dengan

kewajiban yang harus di tunaikan istri; dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh

istri itu adalah hak suami. Dengan demikian, kalimat

11

Muhammad Albar, Wanita dalam Timbangan Islam I, cet.1, (Jakarta: Daar Al-

Muslim, Beirut), h.18.

Page 33: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

23

sebenarnya ingin menunjukkan bahwa hak yang dimiliki istri itu seimbang

dengan hak yan dimiliki suami. Kemudian, dengan adanya kalimat

لثكلیف yang oleh para mufasir dipahami dengan kelebihan وللرجالعلیھندرجت

(tanggung-jawab/kewajiban) bukan kelebihan تشرئف (kemuliaan), menunjukkan

ada satu kewajiban yang dibebankan kepada suami tetapi tidak dibebankan

kepada istri. Karena dalam logika keadilan “Di mana ada kewajiban, disitu ada

hak”, maka secara otomatis suami memiliki satu kelebihan hak yang tidak

dimiliki oleh istri12

Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan, “Allah Swt. Kemudian

menjelaskan, keutamaan laki-laki dibandingkan perempuan dalam hal warisan

karena laki-laki wajib membayar mahar dan memberi nafkah kepada keluarga,

selain karena keutamaan laki-laki itu pada akhirnya juga akan memberi

keuntungan bagi perempuan. Dikatakan bahwa laki-laki memiliki akal dan daya

nalar yang lebih kuat, karena itu mereka berhak memegang kendali atas

kehidupan perempuan. Dikatan pula laki-laki memiliki jiwa dan karakter yang

lebih kuat ketimbang perempuan. Karakter laki-laki didominasi oleh hawa panas

dan kering yang membuatnya menjadi keras dan kuat, sedangkan karakter

perempuan didominasi hawa dingin dan lembap yang membuatnya lembut dan

12

Mesraini, Membangun Keluarga Sakinah, cet.I., (Jakarta: Makmur Abadi Press (MA

Press), 2010), h.71.

Page 34: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

24

lemah. Karena itu semua firman Allah, mereka (laki-laki) telah menafkahkan

sebagian hartanya, laki-laki lalu memiliki hak kepemimpinan atas perempuan.”13

Islam telah menetapkan keutamaan usaha yang disyukuri ini dan

menjadikannya sebab-sebab tanggung jawab laki-laki atas perempuan. Allah

berfirman dalam QS An- Nisā’ ayat 34

34) / 4: نساء) ال

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)

atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-

laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab

itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah

lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena

Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan

pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah

mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah

kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS An-

Nisā’: 34).

Penjelasan dari ayat tersebut adalah, laki-laki menanggung keperluannya

berupa ketetapan untuk melaksanakan kewajiban dan menguatkannya dengan

menanggung beban. Ia memenuhi dirinya dengan kerelaan dan tanggungan. Ia

13

Abd al-Qadri Manshur, Buku Pintar Fiqh Wanita, cet.1., (Jakarta: Penerbitzaman,

2009), h.306.

Page 35: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

25

pula menyiapkan dengan mengharap pahala Allah Swt. dan kebaikan-Nya.14

Jadi

jelas, kewajiban nafkah hanya diberikan kepada yang berhak, yaitu dengan

memberikan sesuai dengan kebutuhan bukan menentukan jumlah nafkah yang

harus diberikan karena dikhawatirkan terjadinya keborosan penggunaan dalam

keadaan tertentu. Maksudnya, pemberian belanja secukupnya dalam arti sesuai

dengan besarnya kebutuhan hidup yang wajar bagi istri. Demikianlah maksud dari

sabda Rasulullah “Dengan cara yang baik” bukan sebaliknya, seperti boros atau

kikir. Apabila suami tidak memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya, maka

istrinya boleh mengambil apa yang dapat mencukupi dirinya jika ia seorang

dewasa dan berakal sehat, bukan seorang pemboros atau orang yang gemar

mubazir. Sebab, orang-orang seperti ini tidak boleh diserahi harta benda,15

sebagaimana firman Allah Swt dalam QS Al-Nisa ayat 5:

5) / 4: نساء) ال

Artinya : “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang

belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam

kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok

kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil

harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang

baik. (QS Al-Nisa: 5).

14

Ali Yusuf, Fiqh Keluarga, cet.1., ( Jakarta: AMZAH, 2010), h.186. 15

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.166.

Page 36: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

26

Dengan demikian, dapat pula diartikan bahwa suami memiliki kewajiban

kepada istri berupa nafkah sedangkan tugas istri terhadap suami yaitu diantaranya

memelihara serta patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh

norma agama dan menjaga kehormatan serta melindungi harta beda keluarga

dengan baik demi mewujdukan kesejahteraan keluarga.

C. Bentuk Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Dalam hubungan suami isteri dalam rumah tangga suami mempunyai hak

dan begitu pula istri mempunyai hak. Dibalik itu suami mempunyai beberapa

kewajiban dan begitu pula istri mempunyai beberapa kewajiban.16

Demikian pula

kaum wanita mempunyai hak atas suami mereka, dan tidak akan berlanjut

kehidupan suami istri di atas keadilan yang diperintahkan oleh Allah, kecuali jika

suami dan istri memenuhi hak-hak diantara mereka.17

Jika suami dan istri sama-

sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan terwujudlah

ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup

berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud

16

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,

2007), h.160. 17

Abu Musa Abdurrahim, Kitab Cinta Berjalan, cet.I, (Jakarta: Gema Insani 2011),

h.233.

Page 37: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

27

sesuai dengan tuntutan agama, yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah.18

Adapun

bentuk hak dan kewajiban suami istri adalah sebagai berikut:

A. Hak dan Kewajian Suami Istri

1. Hak Bersama Suami Istri

Dengan adanya akad nikah, maka antara suami dan istri

mempunyai hak dan tanggung jawab secara bersama, yaitu sebagai

berikut:

a. Suami istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual. Perbuatan ini

merupakan kebutuhan suami istri yang dihalalkan secara timbal balik.

Suami istri halal melakukan apa saja terhadap istrinya, demikian pula

bagi istri terhadap suaminya. Mengadakan kenikmatan hubungan

merupakan hak bagi suami istri yang dilakukan secara bersamaan.

b. Haram melakukan pernikahan, artinya baik suami maupun istri tidak

boleh melakukan pernikahan dengan saudaranya masing-masing.

c. Dengan adanya ikatan pernikahan, kedua belah pihak saling mewarisi

apabila salah seorang dari keduanya telah meninggal meskipun belum

bersetubuh.

d. Anak mempunyai nasab yang jelas.

18

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.

131.

Page 38: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

28

e. Kedua belah pihak wajib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat

melahirkan kemesraan dalam kedamaian hidup. 19

Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Nisa ayat 19:

... ... 19) / 4: نساء) ال

Artinya: “… Dan bergaullah dengan mereka (istri) secara patut…” (QS Al-

Nisa: 19)

2. Kewajiban Suami Istri

Dalam kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa, kewajiban suami istri,

secara rinci, adalah sebagai berikut:

a. Suami Istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang sakinah, mawadah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan

masyarakat.

b. Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan memberi bantuan

lahir batin.

c. Suami Istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak

mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasannya,

serta pendidikan agamanya.

d. Suami Istri wajib memelihara kehormatannya.

e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat

mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama.20

19

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III.,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.154.

Page 39: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

29

B. Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Istri

1. Hak Suami Atas Istri

Diantara beberapa hak suami terhadap istrinya, yang paling pokok

adalah:

a. Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat;

b. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami;

c. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan

suami;

d. Tidak bermuka masam di hadapan suami; dan

e. Tidak menunjukkan keadaan yang tidak disenangi suami.21

Dalam Al-Qur’an Allah Saw. Menjelaskan bahwa istri harus bisa

menjaga dirinya, baik ketika berada di depan maupun di belakang suaminya,

dan ini merupakan salah satu ciri istri yang shalehah.

... ...34) / 4: نساء) ال

Artinya: “Sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada

Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh

karena Allah telah memelihara.” (QS Al-Nisa: 34)

Maksud memelihara diri di balik pembelakangan suaminya, dalam

ayat tersebut adalah istri dapat menjaga dirinya ketika suaminya tidak ada

20

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III.,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.157. 21

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III.,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.158.

Page 40: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

30

dan tidak berbuat khianat kepadanya, baik mengenai diri maupun harta

bendanya. Inilah merupakan kewajiban tertinggi bagi seorang istri terhadap

suami.22

2. Kewajiban Suami Terhadap Istri

Kewajiban suami terhadap istri mencakup kewajiban materi berupa

kebendaan dan kewajiban yang bukan berupa kebendaan.

a. Kewajiban materi berupa kebendaan

Sesuai dengan penghasilannya, suami mempunyai kewajiban terhadap

istri:23

1) Memberi nafkah, kiswah dan tempat tinggal.

Seorang suami diberi beban untuk memberikan nafkah kepada istri

berupa sandang, pangan, papan dan pengobatan yang sesuai dengan

lingkungan, zaman dan kondisinya.

2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan

anak.

3) Biaya pendidikan bagi anak. 24

22

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III.,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.160. 23

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III.,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.161. 24

Yusuf Al Qardhawi, Panduan Fikih Perempuan, Penerjemah: Ghazali Mukri, Salma

Pustaka, h.152.

Page 41: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

31

C. Hak dan Kewajiban Istri Terhadap Suami

1. Hak istri terhadap suami

Demikian pula kaum wanita wanita mempunyai hak atas suami mereka,

dan tidak akan berlanjut kehidupan suami istri di atas keadilan yang

diperintahkan oleh Allah, kecuali jika setiap suami dan istri memenuhi hak-hak

diantara mereka. Adapun hak-hak istri adalah sebagai berikut:25

a. Hak isteri yang bersifat materi meliputi:

1) Hak mengenai harta, yaitu mahar atau mas kawin dan nafkah.

Sebagaimana firman Allah surat An-Nisa ayat 4:

4) / 4: نساء) ال

Artinya:“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu

nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267].

kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari

maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah)

pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik

akibatnya. (QS An Nisa: 4).

Makna kata an nihlah dalam ayat di atas, adalah pemberian dan hadiah. Ia

bukan merupakan imbalan yang diberikan laki-laki karena boleh menikmati

perempuan, sebagaimana persepsi yang telah berkembang di sebagian

masyarakat. Sebenarnya dalam hukum sipil juga kita dapatkan bahwa perempuan

harus menyerahkan sebagian hartanya kepada laki-laki. Namun fitrah Allah telah

25

Abu Musa Abdurrahim, Kitab Cinta Berjalan. cet.I, (Jakarta: Gema Insani, 2011),

h.233.

Page 42: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

32

menjadikan perempuan sebagai pihak menerima, bukan pihak yang harus

memberi.26

Penganut Mazhab Hanafi menetapkan batas minimal mahar adalah

sepuluh dirham. Sementara penganut Mazhab Maliki menetapkan tiga dirham,

tapi penetapan ini tidak mendasar pada dalil yang layak dijadikan sebagai

landasan, tidak pula hujjah yang dapat diperhitungkan.27

Mazhab hanafi

berpendapat bahwasanya tidak ada ketentuan syariat terkait besaran nafkah, dan

bahwasanya suami berkewajiban memenuhi kebutuhan istri secukupnya yang

terdiri dari makanan, lauk-pauk, daging, sayur-mayur, buah, minyal, mentega,

dan semua yang dikonsumsi untuk menopang hidup sesuai dengan ketentuan

yang berlaku secara umum, dan bahwasanya itu berbeda-beda sesuai dengan

perbedaan tempat, zaman, dan keadaan. Mereka berpendapat bahwa besaran

nafkah yang ditanggung suami disesuaikan dengan kondisi suami dari segi

kelapangan atau kesulitan, terlepas bagaimanapun keadaan istri.28

Berbeda dengan pendapat mazhab Syafi’i mengenai besaran nafkah

mengaitkan penetapan besaran nafkah dengan batas kecukupan. Mereka

mengatakan, besaran nafkah ditetapkan berdasarkan ketentuan syariat. Meskipun

26

Yusuf Al Qardawi, Panduan Fiqh Perempuan, cet I, (Yogyakarta: Salma Pustaka,

2004), h.151. 27

Raden Nugraha, “Istri Memberi Nafkah Keluarga dalam Perspektif Hukum Islam,”

(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009),h.23 28

As- Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, cet.II, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h.

436.

Page 43: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

33

demikian, mereka sepakat dengan mazhab Hanafi dalam mempertimbangkan

keadaan suami dari segi kelapangan atau kesulitan, dan bahwasanya suami yang

mengalami kondisi lapang, yaitu yang mampu memberikan nafkah dengan harta

dan penghasilannya, harus menafkahi sebanyak dua mud setiap hari (satu mud

kurang lebih setara dengan 543 gram). Sedangkan orang yang mengalami

kesulitan, yaitu yang tidak mampu memberikan nafkah dengan harta tidak pula

dengan penghasilan, harus menafkahi sebanyak satu mud setiap hari. Adapun

yang berada dalam kondisi pertengahan, maka dia harus menafkahi sebanyak

satu setengah mud. Sebagai dasarnya mereka berhujjah dengan Firman Allah

swt.,

65) / 7: االقط) ال

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberikan nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya

hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah

kepadanya.” (QS Ath-Thalâq : 7)

Mereka mengatakan, terdapat perbedaan antara orang yang memeliki

kelapangan rezeki dengan orang yang mengalami kesulitan, dan masing-masing

dari keduanya dibebani kewajiban sesuai dengan keadaannya namun tidak

Page 44: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

34

dijelaskan besarannya. Dengan demikian, penetapan besaran nafkah ditentukan

melalui ijtihad29

b. Hak-Hak istri yang bersifat non materi

1) Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami

Sebagaimana Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 19:

19) / 4: نساء) ال

Artinya : “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila

kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena

mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah

menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S. An-Nisa:

19)

Kewajiban isteri terhadap suami tidak berdasarkan pradigma lama dimana

posisi wanita lemah sehingga bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh pria

(suami). Sebaiknya cara melihat wanita tetap berdasarkan pada pengakuan atas

harkat dan martabat wanita yang mulia, selaras dengan hak-hak yang harus

diterima dari suaminya, kewajiban istri pun tidak terlepas dari upaya yang

bersangkutan mendukung terciptanya kehidupan keluarga yang sakinah,

mawaddah, wa rahmah.30

Adapun tujuan dari hak dan kewajiban suami istri

adalah suami istri dapat menegakkan rumah tangga yang merupakan sendi dasar

29

As- Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, cet.II, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h. 437. 30

Hasbi Indra, Potret Wanita Sholehah, cet.III., (Jakarta: Penamadani, 2004), h.188.

Page 45: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

35

dari susunan masyarakat, oleh karena itu suami istri wajib untuk saling

mencintai, saling menghormati, saling setia.31

2) Agar suami menjaga dan memelihara istrinya

Maksudnya ialah emnjaga kehormatan istri, tidak menyia-nyiakan, agar

selalu melaksankan perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

Sebagaimana Firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat 6:

... 6) / 28: تحرىن) ال

Artinya : “Hai orang-orang yangberiman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka”. (QS At-Tahrim: 6).

3) Sabar dan kuat menghadapi masalah

Wanita hanyalah manusia biasa yang bisa saja baik dan jahat, benar dan

salah. Karena itu, suami harus sabar dan kuat menghadapi masalah dalam rangka

menjaga keutuhan hidup suami istri agar tidak hancur. Laki-laki muslim sejati

adalah yang bijaksana dan menerima kenyataan atas apa yang dikhayalkan,

sehingga akal sehatnya lebih dikedepankan dari perasannya. Mampu menahan

dan mengendalikan emosional tatkala perasaannya merasa tidak simpati kepada

sikap istrinya. Hal itu demi melanjutkan kehidupan rumah tangga sebagai respon

terhadap firman Allah dalam surat An-nisa ayat 19:

31

Wibowo Turnady, “Hak dan Kewajiban Istri”, artikel diakses pada 9 April 2016, jam

15.03 dari http://www.jurnalhukum.com/hak-dan-kewajiban-suami-istri/.

Page 46: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

36

19) / 4: نساء) ال

Artinya : “Dan bergaul lah dengan mereka (istri) dengan cara yang

patut,Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka

sabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,

padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

(QS An-Nisa: 19).

2. Kewajiban Istri Terhadap Suami

Di antara beberapa kewajiban seorang istri terhadap suami adalah sebagai

berikut:32

1) Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh

norma agama dan susila.

Sebagaimana Firman Allah di dalam surat An-Nisa [4] ayat 34:

34) / 4: نساء) ال

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)

atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-

laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu

Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi

memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah

telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan

32

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III.,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.161.

Page 47: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

37

pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah

mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah

kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS An-

Nisa: 34).

Kewajiban istri terhadap suami yaitu bersikap taat dan patuh terhadap

suami dalam segala sesuatunya selama tidak merupakan hal yang dilarang Allah,

memelihara kepentingan suami berkaitan dengan kehormatan dirinya,

menghindari dari segala sesuatu yang akan menyakiti hati suami seperti bersikap

angkuh, menampakkan wajah cemberut atau penampilan buruk lainnya. Tetapi

kewajiban yang paling penting (hakiki) yang harus dijalankan dengan baik oleh

seorang istri adalah melayani dan mematuhi suaminya dalam hal yang

berhubungan dengan sebuah “kede33

katan keluarga antara suami dan istri,

sehingga suami benar-benar terhibur dan hatinya selalu bahagia memiliki istri

yang dapat dipertanggung jawabkan.”

Adapun kewajiban istri terhadap suami dalam persoalan nafkah batin

yaitu jika suami memperintahkan istri untuk segera mendatangi suaminya jika

suaminya sedang membutuhkannya. Dari Thalq bin Ali bahwasanya Rasulullah

SAW bersabda:

33

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

(Jakarta: Prenada Media, 2004), h.185.

Page 48: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

38

Artinya: “Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan

badan, lalu si istri menolak sehingga malam itu suaminya

jengkel terhadapnya, maka si istri dilaknat oleh para malaikat

hingga menjelang pagi.'" (HR. Muslim)

2) Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga keselamatan dan mewujudkan

kesejahteraan keluarga.

Sebagaimana Firman Allah dalam surat Adz-Dzāriyāt ayat 29:

Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan

supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (QS. Adz-

Dzāriyāt: 29).

Islam telah menyadari bahwa membina rumah tangga merupakan

kesepakatan dua belah pihak antara suami dan istri, oleh karena itu segala

sesuatunya harus dimusyawarahkan bersama. Termasuk pula dalam hal ini

adalah tata cara pembagian kerja rumah tangga. Pembagian kerja yang

bagaimana yang harus dilakukan agar suami dan istri bisa mencapai ketentraman

dalam rumah tangga harus dimusyawarhkan bersama. Kesepakatan harus dibuat

agar tidak ada satu pihak yang dirugikan. Dengan menyadari bahwa perkawinan

bertujuan untuk mencapau ketentraman kedua belah pihak yang menjalaninya,

Page 49: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

39

maka tidaklah mungkin ini dicapai apabila pembagian kerja dalam rumah tangga

tidak adil.34

3) Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah

Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 46:

46) / 18: كھف) ال

Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan.” (QS.

Al-Kahfi: 46).

Dari ayat di atas menjelaskan bahwa wanita mempunyai peranan yang

penting dalam melahirkan umat terbaik, wanita harus menjadi istri yang baik, ibu

yang baik dan sekolah yang baik. Betapa banyak wanita baik di umat ini yang

telah dilahirkan ke dunia ini oleh keberadaan para ibu yang kompeten, yaitu para

ibu yang mendidik dan mengajari anak-anaknya. Tidak diragukan lagi, andaikan

umat ini ingin bangkit, sebagaimana kebangkitan sebelumnya, dan ingin kembali

menempati kedudukannya yang dengan itu akan dimuliakan Allah, maka yang

pertama-tama adalah hendaknya memperbaiki didikan pertama, menerapkan

adab-adab Islam dan mengajarkan ilmu-ilmunya, sehingga dengan begitu,

seorang ibu betul-betul menjadi sekolah, sebagaimana yang telah diungkapkan

oleh Ibrahim rahimahullah: “Ibu adalah sekolah, jika engkau mempersiapkannya

34

Istiadah,“Membangun Bahtera Keluarga yang Kokoh, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama), h.36.

Page 50: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

40

maka ia akan mempersiapkan generasi yang bermoral baik.”35

Pengaruh

perempuan dalam keluarga tidak terbatasi hanya untuk mendidik anaknya, tetapi

termasuk juga pengaruh yangia miliki atas kehidupan laki-laki. Pengaruh ini

sungguh nyata, dan merefleksikan perhatian perempuan yang memfasilitasi

langkah suami mereka untuk meraih kesuksesan dalam kerja, atau telah

mendampingi suami mereka saat istirahat dan bersantai dari tuntutan kerja. 36

4) Memelihara dan menjaga kehormatan serta melindungi harta benda keluarga

Sebagimana Firman Allah dalam surat Al-Ahzāb [33] ayat 35:

...

35) / 33: ذحاا ) اال

Artinya : “…Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,

laki-laki dan perempuan yang menyebut (nama) Allah, Allah

telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang

besar.” (QS. Al-Ahzāb: 35).

5) Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan nafkah yang

diberikannya dengan baik, hemat dan bijaksana. 37

Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Furqān [25] ayat 67:

67) / 25: فرقان) ال

Artinya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka

berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, tapi adalah

(pembelanjaan itu) tengah tengah antara yang demikian. (QS.

Al-Furqān: 67).

35 Muhammad Albar, Wanita Karir dalam Timbangan Islam, cert. 1, (Jakarta: Daar Al-

Muslim, Beirut), h.61. 36

Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, cet. I, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003),

h.127 37

Departemen Agama RI, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah, (Jakarta: Dirjen Bimas

dan Haji, 2000), h.145.

Page 51: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

41

6) Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman;

7) Mengatur rumah dengan baik;

8) Menghormati keluarga suami;

9) Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami;

10) Tidak mempersulit suami, dan selalu mendorong suami untuk maju;

11) Rida dan syukur terhadap apa yang diberikan suami;

12) Selalu berhemat dan suka menabung;

13) Selalu berhias, bersolek untuk atau dihadapan suami;

14) Jangan selalu cemburu buta.38

38

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet.III.,

(Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.162.

Page 52: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

42

BAB III

KETENTUAN NAFKAH DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DI INDONESIA DAN TUNISIA

A. Nafkah Dalam Perspektif Hukum Islam

Secara etimologis (bahasa), nafkah adalah nama untuk sesuatu yang

dinafkahkan seseorang kepada orang lain. Secara terminologis (istilah), syariat

adalah suatu yang dibutuhkan oleh istri, seperti; makanan, pakaian, perobatan,

pelayanan, dan segala sesuatu yang ia butuhkan menurut adat.1

Dalam perkawinan, wanita ditempatkan pada kedudukan yang terhormat,

dia diperlukan sebagai manusia yang mempunyai hak-hak kemanusiaan yang

sempurna. Selain mempunyai hak mahar, dia juga mempunyai hak nafkah yang

pada dasarnya adalah menjadi tanggung jawab suami.

Legitimasi Nash tentang hukum nafkah tercantum dalam beberapa ayat al-

Quran yang menjadi dasar legitimasi hukum nafkah secara umum, khususnya

dalam kewajiban-kewajiban yang timbul sebagai akibat terjadinya hubungan

perkawinan.2

1 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, (Surakarta: Era

Intermedia, 2005), h.262. 2 Muhammad Thalib, Ketentuan Nafkah Istri dan Anak, cet.I, (Bandung: Irsyad Baitus

Salam, 2000) h.19.

Page 53: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

43

Firman Allah SWT:

… ...

233) / 2: بقرة) ال

Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada

Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani

melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah:

233)

Ayat tersebut menegaskan bahwa ayah diwajibkan menanggung segala

kebutuhan makan dan pakaian ibu yang menyusui anaknya sekalipun telah

diceraikan oleh ayah anaknya. Jika terhadap mantan istri yang masih menyusui

anaknya seoarng laki-laki diwajibkan menafkahinya, apalagi terhadap perempuan

yang masih jadi istrinya, sudah tentu lebih patut untuk diberi nafkah.3

Syarat mewajibkan suami memberi nafkah kepada istri tidak lain karena

berdasarkan akad nikah yang sah, istri telah menjadi pihak yang berkaitan erat

dengan suaminya dan terikat dengan hak suaminya lantaran suami berhak untuk

menikmati kesenangan dirinya, wajib mematuhi suaminya, tinggal di rumahnya,

mengurus rumahnya, mengasuh bayi, dan mendidik anak. Suami pun memiliki

kewajiban yang sama. Suami harus memenuhi kebutuhan istrinya dan memberi

nafkah kepadanya selama masih terjalin hubungan suami istri di antara keduanya

dan tidak ada pembangkangan atau sebab lain yang menghalangi pemberian

nafkah sebagai pengalaman terhadap ketentuan dasar secara umum, yaitu setiap

3 Muhammad Thalib, Ketentuan Nafkah Istri dan Anak, cet.I, (Bandung: Irsyad Baitus

Salam, 2000) h.21.

Page 54: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

44

orang yang tertahan lantaran hak dan manfaat orang lain, maka nafkahnya

ditanggug oleh orang yang menyebabkan tertahan.4

Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Daud,

dan Nasai, dari Aisyah ra. Bahwasanya Hindun berkata, “wahai Rasulullah, Abu

Sufyan adalah sosok orang yang kikir. Dia tidak memberiku nafkah yang

mencukupiku dan juga anakku selain yang aku ambil darinya tanpa

sepengetahuannya? Beliau kemudian bersabda, “Ambilah yang mencukupimu dan

juga anakmu dengan sepatutnya.”

Dalam hadis ini terdapat indikasi dalil bahwa besaran nafkah disesuaikan

dengan kebutuhan istri dengan tetap mengacu pada asas kepatutan. Maksudnya,

sesuai dengan kepatutan yang umum yang diketahui diantara masing-masing

pihak dengan pertimbangan bahwa itulah yang terjadi secara umum dalam

keluarganya. Hal ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan zaman, tempat,

keadaan, dan masing-masing orang yang bersangkutan. Penulis ar-Raudhah an-

Nadiyah berpendapat bahwa kecukupan dalam hal makanan mencakup berbagai

macam makanan yang dibutuhkan istri, termasuk buah-buahan, dan pada

perayaan-perayaan hari besar kebutuhan itu semakin bertambah, termasuk

berbagai kebutuhan yang biasa dikonsumsi secara berkelanjutan, dimana jika

tidak terpenuhi maka akan menimbulkan dampak buruk, kebosanan atau kondisi

yang tidak stabil. Lebih lanjut penulis buku tersebut mengatakan, termasuk di

4 As-Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, cet.II, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h. 429-

430.

Page 55: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

45

dalamnya adalah obat-obatan dan yang semacamnya. Inilah yang disinyalir dalam

firman Allah swt, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada

para ibu dengan secara ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut

kadar kesanggupannya.” (Al-Baqarah [2]: 233)

Ini merupakan ketentuan terkait salah satu bentuk nafkah yang berarti

bahwa orang yang menanggung nafkah harus memenihi kebutuhan pihak yang

ditanggung nafkahnya, dan makanan mencakup apa-apa yang telah kami

sebetukan sebelumnya.5

Pendapat yang dikemukakan oleh pengikut Mazhab Syafi’i dan sebagian

penganut Mazhab Hambali berkenaan dengan pertimbangan terhadap kondisi

suami dari segi materi saat kewajiban nafkah ditetapkan kepadanya, dan pendapat

inilah yang diterapkan sekarang di instansi-instansi pengadilan sebagai

implementasi terhadap butir 16 dari undang-undang nomor 25 tahun 1929 yang

berbunyi: Besaran nafkah istri ditanggung suaminya ditetapkan sesuai dengan

keadaan suami dari segi kelapangan dan kesulitan, apapun keadaan istri. Inilah

yang mungkin lebih adil, karena mempertemukan kesesuaian makna dalam dua

ayat yang telah disebutkan sebelum ini.6

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum nafkah memang harus

wajib ditunaikan oleh seorang suami terhadap istrinya. Hal tersebut juga telah

diatur dalam beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis yang menjadi dasar legitimasi

5 As-Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, cet.II, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h. 434-

435. 6 As-Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, cet.II, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h. 439.

Page 56: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

46

hukum nafkah. Syarat mewajbkan suami memberi nafkah kepada istri tidak lain

karena berdasarkan akad nikah yang sah. Dalam besaran nafkah pula para ulama

mazhab berbeda-beda pendapat tentang batasan atau ketentuan batas minimal

nafkah yang harus dikeluarkan suami.

B. Nafkah Suami terhadap Isteri di Indonesia

1. Sekilas Gambaran Umum Hukum Islam di Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara yang secara konstitusional tidak

menyatakan diri sebagai negara Islam tetapi mayoritas penduduknya menganut

agama Islam. Secara sosiologis, hukum Islam dapat dikatakan telah berlaku di

Indonesia, sebab sebagian hukum Islam telah hidup dan berkembang di

masyarakat sejak zaman kerajaan-kerajaan Islam, kemudian berlaku pada masa

penjajahan kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan. Secara yuridis,

sebagian hukum Islam telah dilaksanakan. Namun, perlu diketahui penerapan

prinsip berangsur-angsur dalam pengundangan hukum Islam di Indonesia.7

Para ahli sejarah telah banyak mengemukakan pendapatnya tentang kapan

tepatnya Islam datang ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang

ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah (abad ke 7 Masehi), namun ada yang

mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia sekitar abad keempat Hijriyah.

Dugaan bahwa Islam telah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah,

7 Supriyadi, Dedi dan Mustofa. Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam,

(Bandung: Pustaka Al-Fikriis,2009), h.183-184.

Page 57: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

47

karena pada tahun 650 M, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin

Affan sudah ada orang Islam yang datang ke Sumatera.8

Sedang masuknya Islam ke tanah Jawa diperkirakan sudah terjadi pada

sekitar abad ke 10 M, melalui kota-kota pesisir. Islam telah masuk ke tanah Jawa

jauh sebelum kedatangan Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419

M, dan dimakamkan di Gresik. Hal ini antara lain dibuktikan oleh adanya makam

seorang wanita Islam di kota Gresik yang bernama Fatimah binti Maimun bin

Hibbatallah yang berangka tahun 475/485 H, bertepatan dengan tahun 1082/1102

M. Sebelum raja Kediri terakhir Kertajaya (1200-1222) sudah ada pedagang-

pedagang Islam yang datang ke tanah Jawa, bahkan dalam permulaan abad ke 13

agama Islam sudah tersiar luas di kalangan rakyat, hanya belum ada perhatian

para ahli sejarah, oleh karena rajanya masih beragama Hindu dan Budha.

Dari uraian singkat di atas, Nampak bahwa Islam datang ke kepulauan

Nusantara dan dipeluk sebagai agama oleh bangsa Indonesia, telah terjadi jauh

sebelum penjajah Belanda datang ke negeri ini, pada sekitar abad ke 15 M.9

Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang

ke Indonesia. Waktu penjajah Belanda datang di Indonesia (Hindia Belanda),

mereka menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda sudah ada hukum

yang berlaku, yaitu agama yang dianut oleh penduduk Hindia Belanda, seperti

8 Suparman Usman, Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam

Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2001), h. 105. 9 Suparman Usman, Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam

Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2001), h. 106.

Page 58: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

48

Islam. Hindu, Budha, dan Nasrani, di samping hukum adat bangsa Indonesia

(adatrecht).10

2. Sejarah Hukum Keluarga di Indonesia

Hukum keluarga dalam pengertian sempit yakni hukum perkawinan dan

perceraian, terdapat dalam berbagai kitab fiqih di suatu negara. Pada umumnya

kitab-kitab itu adalah hasil ijtihad pada mujâhid dari berbagai tingkatan untuk

memenuhi kebutuhan hukum masyarakat muslim pada masanya.

Sejarah hukum perkawinan di Indonesia, dapat ditegaskan pada

keyakinan atas hukum perkawinan sebagai bagian integral dari hukum islam.

Jadi, hukum islam mulai berlaku dan dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia,

bermula dari sifat hukum Islam yang melekat pada setiap diri seorang muslim.

Hukum Islam ada ketika pertama kali orang Islam menginjakkan kakinya di

Indonesia11

Dalam catatan sejarah di Indonesia, isu pembaharuan hukum keluarga

telah muncul sejak lama, sebelum kemerdakaan diraih. Pada momen Kongress

Perempuan 1928, isu ini muncul karena banyaknya kasus yang menimpa kaum

perempuan selama dalam kehidupan perkawinan. Seperti, terjadinya perkawinan

di bawah umur, kawin paksa, poligami, talak yang sewenang-wenang dan

mengabaikan hak-hak perempuan dan sebagainya.

10

Suparman Usman, Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam

Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2001), h. 111. 11

Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, cet.I, (Tangerang Selatan: UIN SyarifHidayatullah, 2011) h. 78.

Page 59: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

49

Pada tahun 1937, pemerintah kolonial Belanda pernah menyusun

rancangan undang-undang perkawinan modern yang disebut ordonansi

pencatatan perkawinan. Langkah ini diambil atas desakan kuat dari organisasi-

organisasi perempuan yang ada pada saat itu.12

Dalam pembaharuan hukum Islam, Indonesia cenderung menempuh jalan

kompromi antara syariah dan hukum sekuler. Hukum keluarga di Indonesia

dalam upaya perumusannya selain mengacu pada kitab-kitab fikih klasik, fikih

modern, himpunan fatwa, keputusan pengadilan (yurisprudensi), juga ditempuh

wawancara kepada seluruh ulama Indonesia. Pengambilan terhadap hukum barat

sekuler memang tidak secara langsung dapat dibuktikan, tetapi karena di

Indonesia berjalan cukup lama hukum perdata (Burgelijk Wetbook) yang

diterjemahkan menjadi kitab undang-undang hukum perdata, hukum acara

perdata (reglemen Indonesia yang diperbarui) warisan Belanda, dan hukum-

hukum lain, berdasarkan asas konkordansi, adanya pengaruh hukum Barat yang

tidak bisa dinaifkan begitu saja. Seperti halnya dalam bidang pencatatan

perkawinan, kewarisan, perwakafan, wasiat, dan sebagainya. Upaya akomodasi

atau rekonsiliasi hukum keluarga Islam agar sesuai dengan perkembangan zaman

demi menciptakan ketertiban masyarakat menjadi salah satu bukti dari keunikan

tersebut.13

12

Eko Setiawan, “Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia”

Volume 6 No.2, (Desember 2014): h.142. 13

Eko Setiawan, “Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia”

Volume 6 No.2, (Desember 2014): h.140.

Page 60: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

50

Hukum Perdata Islam dilihat dari aspek keberadaannya dalam perumusan

dasar negara yang dilakukan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia), yaitu para pemimpin Islam berusaha memulihkan dan

mendudukkan hukum Islam dalam negara Indonesia merdeka. Dalam tahap awal,

usaha para pemimpin dimaksud tidak sia-sia, yaitu lahirnya Piagam Jakarta pada

tanggal 22 Juni 1945 telah disepakati oleh pendiri negara bahwa negara berdasar

kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para

pemeluknya.14

Masa awal penjajahan Belanda, hukum perkawinan yang berlaku adalah

hukum perkawinan Islam khususnya yang berasal dari kitab-kitab fikih berbahasa

Arab atau dari kitab UU yang dibuat oleh beberapa kerajaan Islam. Kemudian

Belanda menterjemahkannya ke dalam bahasa Belanda. Compendium Freijer

adalah kitab hukum yang berisi aturan-aturan hukum Perkawinan dan Hukum

Waris menurut Islam.15

Apabila hukum perdata Islam dan kekuatan hukumnya dianalisis secara

ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia, dapat dikatakan bahwa asasnya

adalah Pancasila dan UUD 1945. Kemudian dijabarkan melalui Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama dan beberapa instruksi Pemerintah; demikian juga

14

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.1-

2. 15

Yayan Sopyan, Islam Negara; Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, cet.I., (Tangerang Selatan: UIN SyarifHidayatullah, 2011) h. 79.

Page 61: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

51

munculnya Kompilasi Hukum Islam yang menjadi pedoman bagi para hakim di

peradilan khusus (Peradilan Agama) di Indonesia. Hal ini merupakan pancaran

dari norma hukum yang tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945. Oleh karena itu,

pemberlakuan dan ketentuan hukum Islam secara ketatanegaraan di Negara

Republik Indonesia adalah Pancasila dan Pasal 29 UUD 1945.16

3. Nafkah Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah pemenuhan kebutuhan istri

berupa makanan, tempat tinggal, pelayanan, dan pengobatan meskipun istri

berkecukupan. Nafkah merupakan kewajiban (yang harus ditunaikan oleh suami)

dengan ketentuan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’.

Syarat-syarat wajib nafkah Perkawinan yang telah memenuhi rukun dan

syarat menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban. Artinya istri berhak

mendapatkan nafkah sesuai dengan ketentuan ayat dan hadist sebagaimana telah

penulis kemukakan sebelumnya. Para ulama sepakat bahwa setelah terjadinya

akad nikah istri berhak mendapatkan nafkah.

Undang-undang maupun KHI telah merumuskan secarajelas mengenai

tujuan perkawinan yaitu untuk membina keluarga yang bahagia, kekal dan abadi

berdasarkan tuntunan syari’at dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika tujuan

perkawinan tersebut ingin terwujud, sudah barang tentu tergantung pada

kesungguhan dari kedua pihak, baik itu dari suami maupun istri. Oleh karena itu

16

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.4.

Page 62: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

52

perkawinan tidak hanya dipandang sebagai media untuk merealisasikan syari’at

Allah agar mendapatkan kebaikan di dunia dan diakhirat.17

Adapun dalam hal nafkah atas kewajiban suami terhadap istri mencakup

kewajiban materi berupa kebendaan dan kewajiban non materi yang bukan

berupa kebendaan18

secara khusus Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun

1974 telah merinci sebagai berikut:

Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Bab VI

Pasal 30

Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

Pasal 31

(1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat

(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum

(3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga

17

Amir Syarifuddim, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,

2007), h.159. 18

Slamet Abidin, Fiqh Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 157.

Page 63: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

53

Pasal 32

(1) Sumai istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap

(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini

ditentukan oleh suami istri bersama

Pasal 33

Suami Istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34

(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan.

4. Nafkah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

Selain merujuk Undang-undang Perkawinan, kewajiban suami dalam

rumah tangga juga terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang

mengatakan bahwa setiap orang yang dilarang menelantarkan dalam lingkup

rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau

pemeliharaan kepada tersebut.

Page 64: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

54

Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah

tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PDKRT

berdasarkan berdasarkan pasal 49 huruf a UU PDKRT adalah pidana penjara

paling lama (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.0000

C. Nafkah Suami terhadap isteri di Tunisia

1. Sekilas tentang Negara Tunisia

Tunisia adalah sebuah negara yang terletak di pantai utara Afrika, di

sebelah selatan berbatasan dengan Libya, sebelah barat dengan Al-Jazair, dan di

sebelah utara dan timur dengan laut Mediteranian. Tunisia adalah Negara

berbentuk republik, Al-Jumhuriyyah at-Tunisiyyah, dengan ibukota Tunis. Motto

negaranya berbunyi: Hurriyyah, Nizham, „Adalah (Kebebasan, Ketertiban,

Keadilan), dan lagu kebangsaannya berjudul: Himat al-Hima. Sebagian

wilayahnya (40%) berupa padang pasir dan selebihnya merupakan tanah subur.

Pada 2012 penduduknya diperkirakan berjumlah 11 juta jiwa dengan usia

harapan hidup 75 tahun. Mata uangnya bernama Dinar Tunisia dan jumlah

income percapita Tunisia pada tahun 2012 adalah 9.774 dolar Amerika pertahun.

Sebagian terbesar penduduk Tunisia (98%) beretnik Arab dan beragama Islam,

selebihnya (1%) beragama Kristen dan lainnya (1%) Yahudi dan lain-lain.

Bahasa resminya adalah bahasa Arab dan banyak sekali orang (terutama yang

berpendidikan) berkemampuan Prancis.

Page 65: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

55

Negara Tunisia terdiri dari 23 provinsi. Pada awalnya, negara Tunisia

merupakan provinsi otonom pada masa pemerintahan Turki Utsmani semenjak

tahun 1574. Pada tahun 1880-an, negara ini menjadi anggota persemakmuran

Perancis berdasarkan perjanjian La Marsa.19

Langkah nasionalisme bangsa Tunisia dipelopori gerakan kalangan elit

intelektual yang dikenal dengan Young Tunisians, yang bertujuan mengasimilasi

(memadukan) peradaban Perancis sampai akhirnya mereka dapat mengatur

negara mereka sendiri. Mereka menggerakkan semangat egalitarisme, namun

Perancis tidak menanggapinya secara serius. Langkah yang lebih serius dalam

gerakan dasar nasionalis yang terjadi hanya sesaat sebelum dan sesudah Perang

Dunia I dalam sebuah gerakan yang dipimpin oleh Abd al-Aziz Thaalbi. Langkah

ketiga datang pada tahun 1930-an saat seorang pengacara muda, Habib

Bourguiba, memutuskan hubungan dengan DESTOUR PARTY dan

memproklamasikan Neo-Destour. Prancis mengakui otonomi Tunisia pada tahun

1955 dan kemerdekaannya pada Maret 1956. Pada tahun 1957 negara Tunisia

memilih Bourguiba sebagai presiden pertamanya.20

Tunisia memperoleh kemerdekaan dari Prancis pada 20 Maret 1956. Pada

25 Juli 1957 Tunisia menyatakan diri sebagai negara Republik. Presiden pertama

Tunisia ialah Habib Bourguiba (dalam bahasa Arab: Abu Ruqaibah) yang juga

19

Aulia Rahmat, “Kompleksitas Hukum Keluarga Islam di Republik Tunisia”, Al

Muqaranah Volume 5, no.1 (2014): h.30. 20

Muhammad Zaki Saleh, “Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-negara

Muslim”, Al-Risalah, Volume 11, no.1 (Mei 2011): h.335.

Page 66: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

56

adalah pejuang dan pendiri Republik Tunisia.21

Undang-undang dasarnya

disahkan pada tanggal 1 Juni 1959, yang secara tegas dalam pasal 1 menyebutkan

bahwa Tunisia adalah Negara yang berdasarkan agama Islam. Bahkan lebih jauh

lagi, dalam pasal 38 dinyatakan bahwa presiden Republik Tunisia haruslah

seorang muslim.22

2. Sistem Politik dan Pemerintahan di Tunisia

Tunisia adalah negara republik yang menganut sistem hukum civil law.

Hal ini dipengaruhi karena Tunisia pernah dijajah oleh Perancis dari tahun 1881-

1883M.23

Bentuk negara serta pola struktur kekuasaan politik dan pemerintahan

di Tunisia tercemin dengan jelas dalam konstitusinya yang pertama kali

diberlakukan pada tanggal 1 Juni 1959. Pada perkembangan selanjutnya,

Konstitusi yang berisi 10 Bab dan 74 Pasal ini telah mengalami beberapa proses

amandemen yang kesemuanya terjadi pasca lengsernya Buorguiba dari kursi

kepresidenan. Amandemen pertama disahkan tanggal 12 Juli 1988, selanjutnya

berturut-turut tanggal 29 Juni 1991, tanggal 1 juni 2002, tanggal 13 Mei 2003

dan tanggal 28 Juli 2008.

Sebelum tahun 2002, badan legislatif Tunisia menganut sistem Uni-

kameral, dimana 214 kursi anggota parlemen hanya diduduki oleh perwakilan

21

M. Atho Mudzhar, Esai-esai Sejarah Sosial Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2014), h.50 22

Aulia Rahmat, “Kompleksitas Hukum Keluarga Islam di Republik Tunisia”, Al

Muqaranah Volume 5, no.1 (2014): h.32. 23

http//:www.indfoprof.co.il/country/tunis2a.htm diakses pada tanggal 15 Juli

2015.

Page 67: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

57

dari partai politik yang ikut serta dalam pemilu. Kekuasaan eksekutif berada di

tangan Presiden yang bertanggung jawab dalam semua penyelenggaraan

pemerintahan dan penetapan dasar-dasar fundamental pembangunan. Presiden

juga berperan sebagai kepala negara sebagaimana tercermin dalam fungsi

diplomatik dan posisinya sebagai pimpinan tertinggi militer.

Walaupun sepanjang sejarah berdirinya Republik Tunisia hanya memiliki

dua Presiden, Konstitusi menyebutkan bahwa jabatan tertinggi eksekutif ini

hanya dipegang selama lima tahun dan melalui proses pemilihan umum.

Seperti disebutkan di atas, Konstitusi Tunisia memberikan kekuasaan

yang begitu luas kepada Presiden yang jauh melampaui kekuasaan legislatif dan

judikatif. Kekuasaan Judikatif dipimpin oleh sebuah lembaga mirip Mahkamah

Agung yang bernama Superior Council of Magistrature yang diduduki oleh

hakim-hakim agung. Fungsi kehakiman di Tunisia menjalankan dua jenis

peradilan, umum (Court of Accounts) dan Administratif (Administrative

Tribunal), dan terdiri dari tiga level tingkatan berupa District Court, Court of

Appeal dan Highest Court (Cour de Cassation). Di atas kertas, kekuasaan

judikatif ini berdiri secara independent. Tetapi karena status hakim-hakim yang

dilantik dan diberhentikan oleh pemerintah, independensi mereka sangat rentan

terhadap “petunjuk” pemerintah terutama dalam kasus-kasus politis yang

sensitive.24

24

Ridwan Rosdiawan, “Revolusi Menuju Demokratisasi: Pengalaman Tunisia”, artikel

diakses pada 15 Juli 2016 dari http://www.academia.edu/5728612/Demokratisasi_di_tunisia.

Page 68: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

58

3. Sejarah Hukum Keluarga di Tunisia

Untuk mengikuti perkembangan pemikiran mengenai hukum keluarga

di Tunisia, diperlukan pemahaman latar belakang mengenai sejarah Tunisia itu

sendiri sebagai bangsa dan Negara.25

Sejak masuk dan berkembangnya Islam di

Tunisia, mayoritas penduduknya menganut mazhab Maliki. Namun demikian,

Tunisia juga dipengaruhi oleh mazhab Hanafi sebagai konsekuensi dari posisinya

yang merupakan salah satu daerah otonom dinasti Usmaniyah (sejak tahun 1574).

Ketika bangsa Prancis menguasai Tunisia, mereka memberikan otoritas

berimbang kepada hakim-hakim kedua mazhab tersebut untuk menyelesaikan

kasus-kasus perkawinan, perceraian, warisan, dan kepemilikan tanah.

Dalam perjalanannya, secara perlahan-lahan mereka juga mengadopsi

prinsip-prinsip hukum Prancis. Sehingga output system hukum yang dihasilkan

merupakan perpaduan sinergis antara prinsip-prinsip hukum Islam (Maliki dan

Hanafi) dan prinsip-prinsip hukum sipil Prancis (French civil law).

Dimulai pada abad ke 20 negara negara muslim mulai memperbaharui

hukum keluargsanya dan beranjak dari hukum yang klasik kepada hukum yang

progresif, setidaknya ada 11 pokok persoalan yang dibahas pada pembaharuan

hukum keluarga di dunia Islam. Diantaranya, batas usia nikah, pengaturan hak

25

M. Atho Mudzhar, Esai-esai Sejarah Sosial Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2014), h.50.

Page 69: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

59

asuh anak, pencatatan perkawinan, mahar, poligami, nafkah istri, perceraian di

pengadilan, hak-hak setelah perceraian.26

Pada tanggal 20 Maret 1956, Tunisia resmi merdeka.27

Setelah merdeka

pada 20 Maret 1956, Tunisia segera menyusun berbagai pembaharuan dan

kodifikasi hukum berdasarkan mazhab Maliki dan Hanafi. Upaya pembaharuan

ini didasarkan pada penafsiran liberal terhadap Syariah, terutama yang berkaitan

dengan hukum keluarga. Lahirlah Majallat al-Ahwal asy-Syakhshiyyah yang

kontroversial.28

Oleh banyak pengamat, hukum keluarga tersebut dianggap cukup

maju dalam mengiterprestasikan syariat Islam, terutama dalam membela hak-hak

perempuan, namun bagi kalangan tertentu hukum keluarga itu dianggap

menyalahi bahkan menentang syariat Islam.29

Hukum keluarga Tunisia diatur dengan UU Status Pribadi (Law of

Personal Status) tahun 1956 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1957. UU ini

dimaksudkan menggabungkan pendapat-pendapat hukum keluarga Mazhab

Maliki yang telah berkembang di sana sejak lama dan mazhab Hanafi yang

dibawa oleh penguasa Kerajaan Turki Usmani. UU itu berawal dari draft yang

dipersiapkan oleh sebuah kelompok ahli hukum pada sekitar tahun 1956 yang

mencoba membuat perbandingan antara pendapat mazhab Maliki dan Hanafi

26 M Atho Muzhar, Islam dan Islamic Law in Indonesia a Socio-Historical Approach.

(Jakarta,:Office of Religious Research and Development, and Training Ministry of Religious

Affairs Republic of Indonesia,2013), h. 158-159. 27

Aulia Rahmat, “Kompleksitas Hukum Keluarga Islam di Republik Tunisia”, Al

Muqaranah Volume 5, no.1 (2014): h.33 28

Muhammad Zaki Saleh, “Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-negara

Muslim”, Al-Risalah, Volume 11, no.1 (Mei 2011): h.336. 29

Dedi Supriyadi, Perbandingan Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam, h. 108.

Page 70: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

60

yang kemudian diberi judul Laihat Majallat Alhkam Al-Shariyyah. Setelah

Tunisia merdeka, kemudian dibentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Syaikh

al-Islam Tunisia, Muhammad Juait, dan dibantu oleh Rektor Universitas

Zaytunah, Tahir bin Asyur, untuk mempersiapkan draft UU Hukum Keluarga.

Bahan yang digunakan komite itu ialah naskah Laihat yang disebutkan di atas

dan berbagai UU Hukum Keluarga yang telah diberlakukan di Turki (1917),

Mesir (1929), Yordan (1951), dan Syria (1953). Hasil akhir komite itu kemudian

diserahkan kepada pemerintah dan disahkan menjadi UU dengan judul Majallat

Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (The Code of Personal Status) tahun 1956 yang berisi

170 Pasal.30

Menurut catatan Tahir Mahmood di dalam bukunya yang berjudul

“Family Law Reform in The Muslim World”, The Code of Personal Law Tunisia

1956 (Majallat al-Ahwal al-Syakhsiyyah) yang berisikan 170 pasal dengan 10

buku yang mulai berlaku ke seluruh Tunisia pada tanggal 1 Januari 1957 tersebut

telah mengalami kodifikasi dan perubahan (amandemen) beberapa kali yakni

melalui Undang-Undang Nomor 70 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1962, Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1964, Undang-Undang Nomor

77 Tahun 1969 dan terakhir mengalami amandemen pada tahun 1981 melalui

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981.31

30

M. Atho Mudzhar, Esai-esai Sejarah Sosial Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2014), h.53. 31

Tahir Mahmood, Family Law Reform in The Muslim World, (New Delhi: Bombay,

1972), h.99

Page 71: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

61

Sedangkan menurut catatan Lynn Welchman di dalam bukunya “Women

And Muslim Family Laws In Arab States: A Comparative Overview Of Textual

Development And Advocacy”. Undang-Undang Tunisia terakhir kali di

amandemen yaitu pada tahun 1993 melalui Undang-Undang Nomor 74 Tahun

1993. “Law No. 74/1993 of 12 July 1993 amending certain provisions of the

code of personal status”.32

Meskipun undang-undang hukum keluarga yang dikeluarkan oleh

Presiden Bourguiba menuai kritik dan kecaman, tetapi pembaharuan hukum

keluarga tidak sempat membuat goncang sosial dan politik di negara tersebut.

Atas saran dan dukungan beberapa elit ulama pembaharu, Bourguiba tetap

memberlakukan hukum keluarga tersebut. Ini tidak menutup kenyataan bahwa

beberapa ulama negara Timur Tengah terus melakukan kritik dan tetap

menyuarakan penolakan terhadap hukum ini. Bahkan, mereka menjadikannya

sebagai tolok ukur serta menggolongkan Tunisia sebagai negara sekuler yang

anti Islam padahal dalam konstitusinya Islam merupakan dasar negara.33

Ada sejumlah alasan pembentukan dan pemberlakuan UU baru Tunisia

tersebut, sebagai berikut:

a. Untuk menghindari pertentangan antara pemikir mazhab Hanafi dan Maliki;

32

Lynn Welchman, Woman and Muslim Family Laws in Arab States: A Comparative

Overview of Textual Development and Advocacy, (Amsterdam: Amsterdam University Press,

2007),h. 160 33

Dedi Supriyadi, Perbandingan Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam, h. 108.

Page 72: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

62

b. Untuk penyatuan pengadilan menjadi pengadilan nasional, sehingga tidak

ada lagi perbedaan antara pengadilan agama dan pengadilan negeri;

c. Untuk membentuk undang-undang modern, sebagai referensi para hakim;

d. Untuk menyatukan pandangan masyarakat secara keseluruhan yang

diakibatkan adanya perbedaan dari mazhab klasik;

e. Untuk memperkenalkan undang-undang baru yang sesuai dengan tuntutan

modernitas.34

4. Nafkah Menurut Majallah al-Ahwal al-Syakhshiyah

Dalam perkawinan, wanita ditempatkan pada kedudukan yang terhormat,

dia diperlukan sebagai manusia yang mempunyai hak-hak kemanusiaan yang

sempurna. Selain mempunyai hak mahar, dia juga mempunyai hak nafkah yang

pada dasarnya adalah menjadi tanggung jawab suami. Dalam kasus Negara Syiria

dan Tunisia, Undang-undang Hukum Keluarga kedua negara ini telah

melakukan begitu mendetail masalah nafkah ini. Lingkup pembiayaan nafkah

tidak hanya terbatas pada sandang, pangan, papan melainkan juga meliputi biaya-

biaya pengobatan. Bahkan perbedaan agama istri tidak menjadi penghalang akan

wajibnya nafkah ini. Selain itu juga istri mempunyai hak untuk menolak untuk

mendampingi suami jika suami mengabaikan kewajiban ini. Lebih ekstrim lagi

bahwa pengabdian kewajiban ini bisa menjadi salah satu alasan istri untuk

memohon perceraian.

34

Muhammad Zaki saleh, “Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-negara

Muslim”, Al-Risalah, Volume 11, no.1 (Mei 2011): h.337.

Page 73: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

63

Dalam masalah ini, kedua negara ini telah melakukan terobosan yang

signifikan dalam memberikan wewenang kepada istri untuk menuntut hak

nafkahnya yang begitu luas.35

Undang-undang Hukum Keluarga Tunisia menerapkan prinsip-prinsip

mazhab Maliki dalam hal hak isteri untuk mendapatkan nafkah dari suaminya.

Hal ini secara rinci diatur dalam Undang-Undang Hukum Keluarga Tunisia yaitu

Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyah di buku ke empat tentang nafkah wajib

tertuang pada pasal 37 sampai pasal 53. Adapun inti sari dari pasal yang tertuang

dalam Undang-Undang Hukum Keluarga Tunisia tersebut telah penulis rangkum

dan rincikan sebagai berikut:

Pasal 37

Nafkah menjadi wajib karena nikah, orang tua dan janji

Pasal 38

Suami sudah diwajibkan memberi nafkah jika sudah terjadi dukhul dan selama

Iddah

Pasal 39

Suami yang miskin tidak diwajibkan memberi nafkah tetapi diberi kompensasi

selama 2 bulan tenggang waktunya. Jika dalam waktu kompensasi tidak dapat

memberikan nafkah juga, maka hakim akan menceraikan.

35

Masnun Tahir, “Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia”, Al

Mawarid Edisi XVIII (2008): h.220.

Page 74: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

64

Pasal 40

Suami yang tidak berpendapatan dalam waktu 1 bulan, istri dapat mengajukan

gugat cerai.

Pasal 41

Isteri diizinkan membelanjakan harta pribadinya yang digunakan sebagai biaya

hidup dengan maksud untuk diminta ganti dari suaminya.

Pasal 43

Yang mempunyai hak nafkah yaitu diantaranya:

a) Orang tua dan kakek nenek dari kedua belah pihak

b) Keturunan; anak, cucu

Pasal 44

Anak yang sudah mampu, wajib menafkahi orang tua maupun kakek/nenek yang

tidak mampu

Pasal 46

Orang tua wajib memberi nafkah kepada anak hingga dewasa atau sampai selesai

masa belajar mereka atau tidak sampai umur 25 tahun. Untuk anak perempuan

mempunyai hak nafkah lebih lama selama tidak mempunyai sumber pendapatan

atau tidak ditanggung suami (belum nikah). Untuk anak cacat mempunyai hak

nafkah hingga seumur hidup.

Pasal 48

Bagi istri yang tidak bisa menyusui, suami diwajibkan membayar biaya susu

Pasal 50

Page 75: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

65

Nafkah terdiri dari: baju, tempat tinggal dan yang dianggap perlu menurut adat

dan kebiasaan.

Pasal 52

Adapun besarnya jumlah nafkah, tergantung kemampuan suami (pembayar) dan

status isteri, serta biaya hidup yang wajar (kepantasan).

Pasal 53

Setiap suami diperintahkan untuk wajib membayar pemeliharaan (nafkah). Jika

suami menghindari kewajibannya untuk memberi nafkah selama 1 bulan atau

batas kompensasi yang telah ditentukan, maka dikenakan hukuman penjara 3-12

bulan dan denda sebanyak 100-1000 dinar.36

Fiqh mazhab Maliki yang banyak dijadikan sumber rumusan undang-

undang Tunisia menyatakan bahwa nafkah wajib dibayar suami jika suami telah

terjadi dukhul dan suami telah balig. Pandangan ini berbeda dengan pendapat

Abu Hanifah dan salah satu pendapat Imam Syafi’i yang tidak menyaratkan

suami harus balig.37

Kesimpulannya dari paparan di atas ialah mengenai ketentuan nafkah

yang telah diatur dalam undang-undang perkawinan di Indonesia maupun Tunisia

mengalami perbedaan dan persamaan dalam peraturan perundang-undangannya.

Dapat dilihat bahwa dalam peraturan perundang-undangannya di Tunisia maupun

36

Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries; History, Text and Comparative

Analysis, (New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987),h.158-159.

37

Atho Muzdhar, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, (Jakarta: Ciputat Press,

2003). h.91

Page 76: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

66

di Indonesia sama-sama mengatur ketentuan nafkah dikarenakan lebih

melindungi hak-hak dan meningkatkan derajat kaum perempuan.

Page 77: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

67

BAB IV

KOMPARASI PERUNDANG-UNDANGAN HUKUM KELUARGA DI

INDONESIA DAN TUNISA

A. Ketentuan Nafkah dalam Hukum Keluarga di Indonesia dan Tunisia

Berdasarkan pemaparan materi yang telah disampaikan pada bab

sebelumnya, dalam sebuah pernikahan, ada beberapa hal yang harus dijalani oleh

pasangan yang menjalani pernikahan itu, diantaranya adalah keharusan masing-

masing pasangan untuk menjalani kewajiban dan hak mereka dalam rumah

tangga.1

Salah satu dari kewajiban itu adalah masalah nafkah yang harus

dipenuhi oleh seorang suami kepada istrinya. Mengenai hak kewajiban suami

istri dalam persoalan nafkah, perundang-undangan perkawinan di Indonesia telah

mengatur secara tuntas dalam UU Perkawinan yang berlaku di Indonesia dalam

satu bab yaitu Bab VI yang materinya secara esensial telah sejalan dengan apa

yang digariskan dengan dalam kitab-kitab fiqh2

serta diatur pula dalam

Kompilasi Hukum Islam sebagai penyempurna perundang-undangan hukum

Islam pada Bab XII Pasal 77 sampai 84 dan diatur pula pada Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Sedangkan di negara Tunisia yang merupakan salah satu negara yang melakukan

unifikasi hukum. Pada undang-undang hukum keluarganya di Tunisia yaitu Code

1 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet.I., (Jakarta: Prenada

Media, 2006), h.159. 2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2006), h.159.

Page 78: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

68

Of Personal Status (Majallat al-ahwal Al-Syakshsiyah) dalam hal nafkah wajib

telah diatur secara rinci yang tertuang pada buku ke empat pasal 37-53.

B. Persamaan Peraturan Perundangan tentang Nafkah di Indonesia dan

Tunisia

1. Wajib nafkah

Al-Qur’an meletakkan tanggung jawab kepada suami untuk memberi

nafkah kepada istrinya, meskipun istri mempunyai kekayaan dan pendapatan. Istri

tidak diwajibkan memberi suaminya apa yang didapatkan atas jerihnya sendiri.

Adapun sebab wajib nafkah atas suami kepada istri adalah, karena dengan

selesainya akad yang sah, wanita menjadi terikat dengan hak suaminya.3

Dalam hukum di Indonesia maupun Tunisia kewajiban memberi nafkah

sama-sama berada pada tanggungan suami, seperti yang tertera dalam pasal 34

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Dikuatkan lagi pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) khusus bagi yang

beragama Islam, kewajiban suami terkait dengan nafkah diatur dalam Pasal 80

ayat (4).

Dalam pasal itu diatur bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami

menanggung:

3 Masnun Tahir, “Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan Tunisia”, Al

Mawarid Edisi XVIII (2008): h.211.

Page 79: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

69

a. Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi isteri;

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;

c. Biaya pendidikan bagi anak.

Sedangkan menurut perundang-undangan hukum keluarga di Tunisia

pun tidak jauh berbeda dengan Indonesia seperti yang tertera dalam pasal 23

Undang-undang Hukum keluarga Tunisia sebagaimana telah diubah menjadi

Undang-undang No.74 Tahun 1993

Tunisia 1956 as amended 1993;

[Article 23: Each spouse shall treat the other well and avoid injuring

the other. The spouses shall fulfill their conjugal duties according to

custom and usage. They shall cooperate in running family affairs and

bringing up the children and managing their affairs including their

education, travel and financial affairs. The husband, as head of the

family, shall provide for the maintenance of his spouse and the children

according to his means and their circumstances. The wife shall

contribute to maintaining the family if she has means.]

Inti sari dari maksud pasal di atas adalah: “Setiap pasangan harus

memperlakukan dengan baik dan menghindari dari perbuatan melukai satu sama

lain. Pasangan juga harus memenuhi tugas-tugas suami-istri sesuai dengan adat

dan kebiasaan yang telah ditentukan sebelumnya. Pasangan pula harus

menjalankan urusan rumah tangga dan membesarkan anak-anak termasuk

mengelola kewajiban pendidikannya, perjalanannya dan urusan keuangannya.

Suami yang menjadi kepala rumah tangga pula harus menyediakan

pemeliharaannya terhadap pasangannya (istri) serta anak-anaknya sesuai dengan

cara dan keadaan mereka. Peran istri pula harus berkontribusi untuk kerjasama

Page 80: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

70

pada suami untuk melindungi keluarga dan mengatur segala sarana prasarana jika

ada”.

Disambung lagi pada Hukum Keluarga Tunisia yaitu Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1981 yang menjelaskan mengenai sebab wajib nafkah dan mulai

berlakunya kewajiban nafkah itu ditanggung oleh suami.

Pasal 37: nafkah menjadi wajib dikarenakan 3 alasan: yaitu karena pernikahan,

orang tua dan janji.

Pasal 38: Mulai berlakunya kewajiban suami untuk memberi nafkah itu jika

sudah terjadi dukhul dan selama Iddah

Pasal 50: Adapun tanggungan kewajiban nafkah yang diberikan kepada suami itu

terdiri dari: baju, tempat tinggal dan yang dianggap perlu menurut adat dan

kebiasaan.

2. Besaran Jumlah Nafkah

Nafkah suami terhadap istri selama perkawinannya itu dibangun atas akad

yang sah, kewajiban ini sudah menjadi kesepakatan maupun sudah menjadi

ketentuan para ulama maupun Al-Qur’an maupun Hadist dan aturan positif yang

mengaturnya. Untuk persoalan besaran nafkah negara Tunisia maupun Indonesia

dalam aturan perundang-undangan perkawinan nya sama-sama tidak membatasi

atau meminimalkan jumlah besaran nafkah yang harus dikeluarkan oleh suami.

Di Negara Indonesia yang terkenal sebagai negara muslim terbesar, dalam

hal besaran nafkah telah diatur secara khusus dalam perundang-undangan hukum

Page 81: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

71

keluarganya yaitu pada Kompilasi Hukum Islam dan UU Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan.

Pada UU Nomor 1 Tahun 1974 Bab VI tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri

Pasal 34

(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Pada Kompilasi Hukum Islam diatur pada Bab XII tentang Hak dan Kewajiban

Suami Istri Pasal 80 ayat (2)

(2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

Ketentuan perundang-undangan di Indonesia di atas menyebutkan bahwa pada

asasnya jumlah nafkah yang berhak diterima istri dan jumlah sandang dan pangan

yang wajib ditunaikan tidak ditentukan dan disesuaikan dengan kemampuan

suami.

Adapun tentang besaran jumlah nafkah di Tunisia ini juga tergantung pada

kemampuan suami dan status istri serta biaya hidup yang wajar. Hal tersebut

sesuai dengan aturan perundang-undangan Hukum Keluarganya yang bernama

Majallat al-Ahwal al-Syakshshiyah (1956-1981) pada Undang-undang Nomor 7

Tahun 1981 pasal 52.

Dari uraian di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa besaran jumlah

nafkah antara kedua negara tersebut sama-sama tidak ditentukan dengan aturan

Page 82: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

72

hukum keluarga masing-masing negara. Walaupun antara Indonesia dan Tunisia

berbeda mazhab yang dianut.

Dalam Al-Qur’an pula dijelaskan dalam surah At-Thalaq ayat 7 tentang

besaran nafkah yang harus diterima oleh istri :

7) / 65: طاالق) ال

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang disempitkan rezekinya hendaklah

memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.

Allah tidak memikulkan kepada seseorang melainkan (sekedar)

apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan

memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS.Ath-

Thalâq: 7)

Dari ayat di atas hendaknya dipahami, bahwa nafkah yang harus diterima,

jangan ditargetkan atau ditentukan jumlahnya, tetapi disesuaikan dengan

pemasukan (income), sehingga tidak menjadi beban bagi suami.4

C. Perbedaan Peraturan Perundangan tentang Nafkah di Indonesia dan

Tunisia

Hal Ketentuan

Indonesia Tunisia

Mazhab Syafi’i Maliki

Kompensasi Tidak ditemukan adanya Pasal 40 Undang-undang

4 M. Ali Hasan, Pedoman HIdup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada

Media, 2003), h.215

Page 83: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

73

pemberian nafkah ketentuan yang tegas

dalam hal kompensasi

untuk suami yang tidak

dapat memberi nafkah,

hanya saja dalam

Kompilasi Hukum Islam

(KHI) menjelaskan bahwa

istri dapat mengajukan

cerai gugat jika suami

tidak memberi nafkah

maksimal 2 tahun secara

berturut-turut yang sesuai

dengan KHI Bab XVI

Pasal 116.

Nomor 7 Tahun 1981

menyebutkan bahwa jika

suami meninggalkan istri

dan tidak memberikan

hak istri (nafkah,

perawatan,dsb) maka

pengadilan memberikan

waktu 1 bulan tenggang

waktunya, jika dalam

waktu tersebut suami

tidak kembali dan

menunaikan

kewajibannya dalam

jangka waktu yang

ditentukan maka

pernikahan akan

dibubarkan oleh

Pengadilan setelah istri

membuktikan tuduhan

tersebut dengan sumpah.

Berlakunya nafkah Undang-undang Nomor 1 Pasal 38 Undang-undang

Page 84: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

74

Tahun 1974 tidak

mengatur secara rinci

tentang mulai berlakunya

suami untuk memberi

nafkah

Nomor 7 Tahun 1981

menyatakan bahwa

kewajiban suami

memberi nafkah tersebut

dimulai setelah dukhul

dan selama iddah.

Yang mempunyai hak

nafkah

Tidak diatur Pasal 34 Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1981

menjelaskan bahwa yang

mempnyai hak nafkah:

a. Orang tua dan kakek-

nenek dari kedua

belah pihak

b. Keturunan: anak, cucu

Sanksi bagi suami

yang tidak

memberikan nafkah

Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 belum ada

ketentuan mengenai sanksi

terhadap suami yang tidak

memberi nafkah keluarga,

hanya saja pada Kompilasi

Hukum Islam menjelaskan

Pasal 53 A Undang-

undang Nomor 7 Tahun

1981 menjelaskan bahwa

setiap orang (suami)

diperintahkan untuk

membayar pemeliharaan

(nafkah) berdasarkan

Page 85: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

75

bahwa istri dapat

mengajukan gugatan cerai

ke Pengadilan dalam

perkara Fasakh yang

dikarenakan suami tidak

memberi nafkah. Lebih

jauh lagi dalam UU

PDKRT Pasal 49 huruf a

menyatakan sanksi bagi

suami yang menelantarkan

orang lain dalam lingkup

rumah tangganya adalah

pidana paling lama (tiga)

tahun atau denda paling

banyak Rp.15.000.000,-.

pasal 31 dan 32 yang

menghindari

kewajibannya selama 1

bulan tenggang

waktunya, maka

dikenakan hukuman

penjara selama 3-12

bulan dan denda 100-

1000 dinar.

D. Analisisa Penulis

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa aturan nafkah di Tunisia

maupun Indonesia lebih progresif dalam persoalan nafkah, negara Tunisia

melakukan terobosan yang signifikan dalam memberikan wewenang kepada istri

untuk menuntut hak nafkahnya yang begitu luas. Hal ini berdasarkan adanya

Page 86: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

76

peraturan mengenai sanksi yang diberikan kepada suami yang melalaikan

kewajibannya sebagai kepala rumah tangga yang diwajibkan untuk memberi

nafkah keluarga dalam Undang-undang hukum keluarganya tersebut. Hal

tersebut juga merupakan perbedaan yang mencolok apabila kita membandingkan

dengan peraturan hukum perkawinan di Indonesia, karena didalam peraturan

perundangan perkawinan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tidak diatur secara tegas dan menjelaskan tentang sanksi bagi suami yang

lalai dalam kewajibannya untuk memberi nafkah, hanya saja pada Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Tangga pasal 9 yang mengatakan bahwa setiap orang dilarang menelantarkan

dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya

atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,

perawatan, atau pemeliharaan.

Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah

tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PDKRT

berdasarkan berdasarkan pasal 49 huruf a UU PDKRT adalah pidana penjara

paling lama (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.0000

Di indonesia juga mengatur aturan tentang pengajuan cerai gugat ke

Pengadilan yang diajukan oleh istri jika ditinggal suami selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

yang diluar kemampuannya yang otomatis suami tidak memberikan nafkahnya

Page 87: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

77

kepada keluarga. Hal tersebut sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam Bab XVI

Pasal 116 butir a.

Dari uraian di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa langkah

kedudukan wanita di dua negara muslim Indonesia dan Tunisia di atas telah

menunjukan suatu keberanjakan Hukum Keluarga dari aturan doktrin hukum

Islam konvensional. Pemberlakuan sanksi hukum tersebut menjadi salah satu ciri

dalam Undang-undang hukum keluarga di negara-negara modern.

Salah satu langkah reformasi Hukum Keluarga di negara-negara Muslim

modern adalah meninjau kembali sejumlah ketentuan hukum Islam klasik yang

dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi sosial dan tuntutan perubahan

zaman.5 Jadi, terobosan yang dilakukan Tunisia maupun Indonesia tampaknya tak

lebih dari revolusi interprestasi “fikih baru” dari sebuah negara yang sedang

gencar-gencarnya mengadakan pembaharuan di berbagai dimensi kehidupan

masyarakatnya.

Demikian pula halnya dalam masalah nafkah keluarga. Aturan fikih

konvensional yang menjadi referensi selama berabad-abad kini ditinjau kembali

dan digantikan dengan produk legislasi yang tampaknya diarahkan pada upaya

mengangkat status wanita dan merespon tuntutan dan perkembangan zaman.

Beberapa faktor penyebab negara Tunisia mengalami perbedaan dalam

hukum keluarganya dengan Hukum Keluarga Indonesia adalah karena adanya

5 Dinda Khairul Ummah, “ Kriminalisasi Poligami dalam Hukum Keluarga di dunia

Islam (Studi Komparatif Undang-Undang Hukum Keluarga Indonesia-Tunisia),” (Skripsi S1

Fakultas Syariah dan hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2014), h.61..

Page 88: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

78

perbedaan mazhab yang dianut. Mazhab yang dianut oleh negara Tunisia adalah

mazhab Maliki dan Hanafi yang menjadi faktor terpenting dalam pembentukan

hukum keluarganya. Imam Malik itu sendiri merupakan seorang mujtahid dan

ahli ibadah sebagaimana halnya imam Abu Hanifah. Dalam menetapkan

hukumnya dan ketika memberi fatwa, beliau sangat berhati-hati.6 Fikih mazhab

Maliki yang banyak dijadikan rujukan dalam regulasi ini menyatakan bahwa

nafkah wajib dibayar suami jika telah terjadi dukhul dan suami telah baligh.7 Hal

tersebut pula tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 pasal 38 yang

menyebutkan bahwa Suami sudah diwajibkan memberi nafkah jika sudah terjadi

dukhul dan selama Iddah. Pasal 39 menyebutkan bahwa suami yang miskin tidak

diwajibkan memberi nafkah tetapi diberi kompensasi selama 2 bulan tenggang

waktunya. Jika dalam waktu kompensasi tidak dapat memberikan nafkah juga,

maka hakim akan menceraikan. Lebih jauh lagi, pada pasal 53 menyebutkan

bahwa setiap suami diperintahkan untuk wajib membayar pemeliharaan (nafkah).

Jika suami menghindari kewajibannya untuk memberi nafkah selama 1 bulan atau

batas kompensasi yang telah ditentukan, maka dikenakan hukuman penjara 3-12

bulan dan denda sebanyak 100-1000 dinar. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa

negara Tunisia ini cenderung lebih menghargai perempuan dan anak-anak serta

melindungi istrinya.

6

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar :Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos,

1997),h.104. 7 Aulia Rahmat, “Kompleksitas Hukum Keluarga Islam di Republik Tunisia”, Al

Muqaranah, Volume V, no.1 (2014): h 45.

Page 89: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

79

Sedangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut Mazhab

Syari’i dan sekaligus dalam pembentukan undang-undang perkawinannya

Indonesia memakai pemikiran dan pendapat dari Mazhab Syafi’i yang memiliki

pengaruh kuat dalam pembentukan undang-undangnya. Diantaranya pada

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa

suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Mazhab Syafi’i yang menyatakan bahwa tentang persoalan nafkah ini tidak

mengaitkan pendapat besaran nafkah dengan batas kecukupan. Beliau

mengatakan nafkah ditetapkan berdasarkan ketentuan syarat. Lebih jauh lagi di

Indonesia diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang mengatakan bahwa

setiap orang yang dilarang menelantarkan dalam lingkup rumah tangganya,

padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau

perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada

tersebut. Lalu Indonesia pun juga memberlakukan sanksi hukum terhadap suami

yang tidak memberi nafkah. Sanksi bagi suami yang menelantarkan orang lain

dalam ruang lingkup rumah tangganya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal

9 ayat (1) UU PDKRT tertuang dalam pasal 49 huruf a UU PDKRT adalah

pidana paling lama (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,-.

Adapun faktor lain yang dapat berpengaruh membandingkan antara

peraturan undang-undang perkawinan di Indonesia maupun Tunisia yaitu faktor

Page 90: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

80

politik. Sejak tahun 1883 Tunisia berada dalam dominasi politik Perancis, yang

ternyata berpengaruh pula dalam bidang hukum. Selama periode ini, budaya

hukum di Tunisia mengalami pem-Barat-an secara luas. Hukum perdata, hukum

pidana, hukum dagang, dan hukum acara berlaku sampai tahun 1956

menggambarkan secara jelas prinsip-prinsip yurisprudensial dan hukum perdata

Perancis.8

Dalam perjalanannya, secara perlahan-lahan Tunisia mengadopsi

prinsip-prinsip Prancis, sehingga output sistem hukum yang dihasilkan

merupakan perpaduan sinergis antara prinsip-prinsip hukum Islam (Maliki dan

Hanafi) dan prinsip-prinsip hukum sipil Prancis (French civil law).

Sedangkan di Indonesia saat ini berlaku berbagai sistem hukum yang

diantaranya hukum adat, hukum Islam serta hukum Barat (civil law dan common

law). Hal ini menunjukkan bahwasanya di Indonesia di dalam tata peraturan

perundang-undangannya Indonesia dipengaruhi oleh faktor sejarah (historis) dan

perkembangan masyarakatnya baik pada masa setelah kemerdekaan maupun

sebelum kemerdekaan yakni pada masa penjajahan kolonial. Walaupun Indonesia

tidak menyatakan diri sebagai Negara Islam namun di Indonesia peraturan hukum

keluarganya berpedoman terhadap hukum islam Khususnya dalam hukum

keluarga Islam di Indonesia. Sebab hukum Islam telah hidup dan berkembang di

Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka dan secara yuridis formisnya hukum

8

M Atho Mudzhar dan Khairudin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam

Modern:Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fikih, (Jakarta:

Ciputat Press, 2003), h.85.

Page 91: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

81

Islam secara berangsur-angsur prinsipnya telah diterapkan di dalam tata peraturan

perundang-undangan di Indonesia.

Dengan paparan yang telah dijelaskan di atas dapat menunjukkan

bahwasanya dengan diberlakukannya sanksi pada peraturan perundang-undangan

hukum keluarga di Tunisia pada masalah nafkah ini menjadi bagian inheren

dalam reformasi Hukum Keluarga di negeri-negeri Muslim modern. Hal tersebut

juga menjadi bagian dari implementasi semangat dasar Hukum Keluarga negara-

negara muslim yaitu melindungi hak-hak dan meningkatkan derajat kaum

perempuan. Pengaruh pemikiran yang digagas sejumlah tokoh cendikiawan

Muslim modern dalam mereinterpretasi sumber ajaran/nash menjadi sisi lain

bagaimana negara dapat memberlakukan suatu ketentuan keluar dari konsepsi

khazanah klasik. Hubungan antara ijtihad yang mengusung prinsip maslahat dan

siyasah syariah menjadi trend penting dalam pembangungan dan penerapan

Hukum Islam di negeri Muslim modern ini.

Page 92: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

81

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya

maka sebagai akhir ini dari bagian penelitian ini penulis akan menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Nafkah menurut aturan hukum di Indonesia telah menjadi kewajiban

suami terhadap hak istri. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 Bab VI Pasal 30-34. Serta diatur pula dalam

Kompilasi Hukum Islam pada Bab XII Pasal 77-84. Sama halnya

dengan Negara Tunisia juga telah mengatur ketentuan tentang

kewajiban nafkah bagi suami. Aturan tentang nafkah di Indonesia

dalam ketentuan yang telah diatur di Tunisia terlihat berbeda, dalam

aturannya negara Tunisia sedikit lebih maju dan tegas atas undang-

undang perkawinannya yang tertuang dalam Majallat al-ahwal Al-

Syakshiyah Pasal 37-53.

2. Dalam ketentuan-ketentuan hukum persoalan kewajiban suami dalam

memberikan nafkah keluarga di Indonesia dengan tunisia itu terdapat

persamaan. Pertama, antara Indonesia dengan Tunisia dalam undang-

undang hukum keluarganya sama-sama mengatur wajib nafkah yang

menjadi tanggungan suami. Kedua, dalam hal besaran jumlah nafkah

negara Indonesia maupun Tunisia sama-sama tidak mengatur batasan

nominal yang dibebankan suami untuk memberi nafkahnya kepada

Page 93: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

82

keluarga. Adapun perbedaannya antara aturan tentang nafkah di

Indonesia maupun Tunisia yaitu diantaranya, pertama, dalam hal

mazhabnya yang sangat berpengaruh pula dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan hukum keluarga. Di indonesia

menganut mazhab Syafi’i sedangkan di Tunisia Maliki. Kedua, dalam

hal kompensasi nafkah. Di Indonesia tidak ditemukan adanya ketentuan

tegas dalam hal kompensasi untuk suami yang tidak dapat memberi

nafkah, sedangkan di Tunisia diatur jelas dalam Pasal 40 Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1981. Ketiga, prihal berlakunya nafkah mulai

menjadi tanggung jawab suami di perundang-undangan hukum keluarga

Indonesia tidak mengatur secara rinci hal tersebut tetapi di Indonesia

dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 diatur. Keempat,

di Indonesia tidak adanya penjelasan aturan tentang yang mempunyai

hak nafkah. Sedangkan di Tunisia diatur dalam Pasal 34 Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1981. Kelima, dalam aturan sanksi yang tidak

dapat memberikan nafkah di perundangan hukum perkawinan di

Indonesia sama sekali tidak ada aturan sanksi yang mengatur, hanya

saja jika dilihat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 9 ayat (1), serta

pemberlakuan sanksi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat

(1) tertuang dalam pasal 49 huruf a UU PDKRT. Sedangkan di Tunisia

selangkah lebih maju menjelaskan secara rinci aturan hukum

Page 94: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

83

keluarganya yang tertuang pada Pasal 53 Undang-undang Nomor 7

Tahun 1981.

B. Saran

Sebagai catatan akhir maka penulis akan memberikan saran:

1. Aturan perkawinan khususnya persoalan nafkah di Indonesia ini

diharapakan bisa menampung semua aspirasi berbagai pihak,

khususnya penetapan sanksi terhadap suami yang tidak memberi

nafkah haruslah berdasarkan kemaslahatan bagi istri.

2. Pengetahuan perbandingan hukum keluarga Islam ini sangat penting di

Indonesia karena seringkali kita memperdebatkan masalah yang di

negara lain sudah selesai, contohnya di Indonesia tidak ada hukuman

bagi suami yang tidak memberi nafkah keluarga sedangkan di Tunisia

sudah ada hukumannya.

3. Agar Indonesia segera meng-amandemen undang-undang hukum

keluarganya yang sejak tahun 1974 belum pernah diamandemen

sedangkan peraturan mengenai Hukum Keluarga di Tunisia sudah

mengalami 6 kali amandemen. Agar peraturan hukum keluarga

khususnya nafkah lebih sesuai dengan perkembangan zaman.

4. Masalah sanksi hukuman bagi suami yang melalaikan kewajibannya

memberi nafkah di negara Tunisia haruslah diadopsi oleh Indonesia

karena selama ini Undang-undang Hukum keluarga di Indonesia hanya

sebatas pedoman karena tidak ada hukuman bagi orang yang

Page 95: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

84

melanggar. Karena hal tersebut juga dapat membantu meningkatkan

derajat kaum perempan dan melindungi hak-haknya.

Page 96: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

85

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim, Abu Musa. Kitab Cinta Berjalan. cet.I. Jakarta: Gema Insani 2011.

Abidin, Slamet. Fiqh Munakahat. Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Ahmad, Zubair. Relasi Suami Isteri Dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita

UIN Syahid Jakarta, 2000.

Al qardhawi, Yusuf. Panduan Fikih Perempuan. Penerjemah: Ghazali Mukri,

Salma Pustaka.

Albar, Muhammad Wanita Karir dalam Timbangan Islam I, cet.1, Jakarta: Daar

Al-Muslim, Beirut.

Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Amin, Qasim. Sejarah Penindasan Perempuan, cet. I. Yogyakarta: IRCiSoD,

2003.

Al Syafi’I, Abu Abdullah Muhammad bin Idris Al Mukhtasar Kitab Al Umm Fii

Al Fi: Ringkasan Kitab Al Umm. Penerjemah. Imam Rosadi. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2004.

Bakry, Sidi Nazar. Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu

Jaya, 1993.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia

Departemen Agama RI, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah. Jakarta: Dirjen

Bimas dan Haji, 2000.

Hasan, M. Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: Prenada

Media, 2003.

Ibrahim, Johnmy. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:

Bayumedia, 2008.

Indra, Hasbi. Potret Wanita Sholehah, cet.III. Jakarta: Penamadani, 2004.

Istiadah. Membangun Bahtera Keluarga yang Kokoh, Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Mahmood, Tahir. Family Law Reform in The Muslim World. New Delhi:

Bombay, 1972.

Page 97: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

86

Mahmood, Tahir. Personal Law in Islamic Countries , First Edition. India: Times

Press, 1987.

Mahmood, Tahir. Personal Law in Islamic Countries; History, Text and

Comparative Analysis. New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987.

Manshur, Abd al-Qadri. Buku Pintar Fiqh Wanita, cet.1. Jakarta: Penerbit Zaman,

2009

Mathlub, Abdul Majid Mahmud Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Surakarta:

Era Intermedia, 2005.

Mesraini, Membangun Keluarga Sakinah, cet.I. Jakarta: Makmur Abadi Press

(MA Press), 2010.

Mudzhar, M. Atho. Esai-esai Sejarah Sosial Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2014.

Muzdhar, M. Atho’ dan Khairuddin Nasution, ed., Hukum Keluarga di Dunia

Islam Modern: Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari

Kitab-kitab Fikih, Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Muzhar, M Atho. Islam dan Islamic Law in Indonesia a Socio-Historical

Approach. Jakarta,: Office of Religious Research and Development, and

Training Ministry of Religious Affairs Republic of Indonesia, 2013).

Nasution, Khoirudin. Islam tentang Relasi Suami dan Isteri (Hukum Perkawinan

I) dilengkapi perbandingan undang-undang Negara muslim, Yogyakarta:

Tazzafa Academia, 2004

Nugraha, Raden. Istri Memberi Nafkah Keluarga dalam Perspektif Hukum Islam.

Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2009.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Jakarta: PRENADA MEDIA, 2004.

Purwaka, Tommy Hendra. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas

Atma Jaya, 2007.

Rofiq, Ahmad Hukum Islam di Indonesia, Ed.1. Cet.6. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2003.

Sabiq, Sayyid Fikih Sunnah, Penerjemah:Khairul Amru Harahap, Aisyah

Syaefuddin dan Masrukhin. cet.III. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012.

Soemitro, Roni Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jarimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1990.

Page 98: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

87

Sopyan, Yayan. Islam Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional), cet.II. Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia.

Supriyadi, Dedi dan Mustofa. Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam.

Bandung: Pustaka Al-Fikriis, 2009.

Syarifudin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet.I, Jakarta: Prenada

Media, 2006.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada

Media, 2007.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Edisi Pertama. Jakarta:

Kencana Prenadamedia, 2006.

Thalib, Muhammad. Ketentuan Nafkah Isteri dan Anak, cet I., Bandung: Irsyad

Baitus Salam, 2000.

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fikih Nikah Lengkap,

cet.III, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Ummah, Dinda Khairul. Kriminalisasi Poligami dalam Hukum Keluarga di dunia

Islam (Studi Komparatif Undang-Undang Hukum Keluarga Indonesia-

Tunisia. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Usman, Suparman. Hukum Islam; Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam

dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2001.

Yanggo, Huzaemah Tahido. Pengantar :Perbandingan Mazhab, Jakarta: Logos,

1997.

Yusuf, Ali. Fiqh Keluarga (Pedoman Berkeluarga dalam Islam). Jakarta: Amzah,

2010.

Zuhriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan:Teori-Aplikas.

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.

Perundang-Undangan

Instruksi Presiden R.I No. 1 tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Perkawinan di Tunisia

Page 99: SANKSI BAGI SUAMI YANG TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42285/1/JULHIJAH-FSH.pdf · menempuh pendidikan di Program Studi Hukum Keluarga

88

Undang-undang Nomor 74 Tahun 1993 tentang Perkawinan di Tunisia

Sumber Internet

Rosdiawan, Ridwan. “Revolusi Menuju Demokratisasi: Pengalaman Tunisia”,

artikeldiaksespada15Juli2016darihttp://www.academia.edu/5728612/Dem

okratisasi_di_tunisia.

Turnady, Wibowo. “Hak dan Kewajiban Istri”, artikel diakses pada 9 April 2016,

jam 15.03 dari http://www.jurnalhukum.com/hak-dan-kewajiban-suami-

istri/.

Yusdani, “Pembaruan Hukum Keluarga di Dunia Muslim: Sejarah, Gerakan dan

Perbandingan”, artikel diakses pada 10 Februari 2016 dari

http://vantovich.blogspot.co.id/2009/02/pembaruan-hukum-keluarga-di-

dunia-muslim.html.

http//:www.indfoprof.co.il/country/tunis2a.htm diakses pada tanggal 15 Juli 2015.

Jurnal

Rahmat, Aulia. “Kompleksitas Hukum Keluarga Islam di Republik Tunisia”, Al

Muqaranah, Volume V, no.1 (2014): h 45.

Saleh, Muhammad Zaki. “Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-

negara Muslim”, Al-Risalah, Volume 11, no.1 (Mei 2011): h.337.

Setiawan, Eko. “Dinamika Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia”

Volume 6 No.2, (Desember 2014): h.140.

Tahir, Masnun. “Hak-hak Perempuan dalam Hukum Keluarga Syiria dan

Tunisia”, Al Mawarid Edisi XVIII (2008): h.211.

Welchman, Lynn. Woman and Muslim Family Laws in Arab States: A

Comparative Overview of Textual Development and Advocacy,

(Amsterdam: Amsterdam University Press, 2007),h. 160