SISTEM PEMBERIAN NAFKAH STUDI PADA MASYARAKAT...
Transcript of SISTEM PEMBERIAN NAFKAH STUDI PADA MASYARAKAT...
SISTEM PEMBERIAN NAFKAH
(STUDI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN SOOKO KABUPATEN
MOJOKERTO)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Putri Permata Raminingsih
NIM : 11140440000026
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H /2018 M
SISTEM PEMBERIAN NAFKAH
(STUDI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN SOOKO KABUPATEN
MOJOKERTO)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Putri Permata Raminingsih
NIM : 11140440000026
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H /2018 M
iv
ABSTRAK
Putri Permata Raminingsih. NIM 11140440000026. “SISTEM PEMBERIAN
NAFKAH (STUDI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN SOOKO
KABUPATEN MOJOKERTO)”. Skripsi Program Studi Hukum Keluarga,
Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1440 H/2018 M. (88 Halaman, 32 halaman lampiran).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan nafkah
didalam hukum Islam (fiqh) dan hukum positif baik Undang-Undang Perkawinan
maupun Kompilasi Hukum Islam, serta untuk mengetahui pula bagaimana sistem
pemberian nafkah pada masyarakat di Kecamatan Sooko Mojokerto dan
bagaimana pula pandangan tokoh masyarakat terkait sistem pemberian nafkah
tersebut.
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field research),
dan merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode penulisan yang digunakan
adalah deskriptif analisis yaitu suatu penelitian untuk memberikan gambaran
tentang suatu gejala/keadaan suatu masyarakat tertentu, yang didasari oleh data-
data yang didapat. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan normatif empiris yang mana merupakan penelitian yang
bertitik tolak pada data primer. Kriteria data yang didapatkan berupa data primer
dan data sekunder. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah berupa
observasi, wawancara secara mendalam, dan studi pustaka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga macam sistem
pemberian nafkah pada masyarakat di Kecamatan Sooko yang pertama adalah
isteri menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga menggantikan peran suami,
kedua isteri ikut mencari nafkah untuk membantu penghasilan suami dan yang
ketiga adalah nafkah yang masih didapat dari orang tua. Ketiga sistem pemberian
nafkah tersebut mayoritas memang menunjukkan bahwa masih banyak suami
yang lalai akan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk memberikan nafkah
dengan berbagai faktor, diantaranya (1) Karena ketidakmampuan suami untuk
mencari nafkah, baik karena faktor kesehatan atau usia yang sudah terlalu tua. (2)
Karena kemampuan atau pendidikan isteri lebih unggul atau lebih mumpuni dari
suami, sehingga lebih banyak isteri yang dibutuhkan diluar untuk bekerja. (3)
Karena memang kurang kesadarannya para suami akan tanggung jawab terutama
dalam hal pemenuhan nafkah.
Kata Kunci : Sistem Pemberian Nafkah, Masyarakat Kecamatan Sooko
Pembimbing : Dr. H. Moh. Ali Wafa, SH, S.Ag, M.Ag
Daftar Pustaka : 1974-2015
v
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat dan hidayah
serta inayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Shalawat serta salam
semoga selalu dilimpahkan Allah SWT kepada Rasul-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW
serta seluruh keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih atas
keterlibatan semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil Dekan
I, II, dan III fakultas Syariah dan Hukum.
2. Dr. H. Abdul Halim, MA. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga beserta
Sekretaris Prodi Hukum Keluarga, Indra Rahmatullah, SHI.,MH yang senantiasa
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan skripsi
ini.
3. Dr.Moh Ali Wafa, SH.,S.Ag.,M.Ag, dosen pembimbing skripsi penulis, yang
telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam
proses penyusunan skripsi ini.
4. Sri Hidayati, M.A., selaku dosen penasihat akademik penulis, yang telah sabar
mendampingi hingga akhir semester dan memberikan arahan kepada penulis
terkait desain judul skripsi ini dan untuk seluruh Dosen Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing
penulis selama masa perkuliahan, yang tidak bisa penulis sebut semuanya tanpa
mengurangi rasa hormat penulis.
5. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staf Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah memberikan pelayanan kepada penulis
serta memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
6. Para narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan data data
terkait penelitian ini, diantaranya Pengadilan Agama Mojokerto, Ibu Husnul
vi
Alfiah, Ibu Sari’ah, Ibu Lailatul Maghfiroh, Ibu Iswahyuni, Ibu Merry Andriatik,
Ibu Nila, Ibu Atik, Ibu Sutiyah, Bapak Ahirizzen selaku Kepala KUA Kecamatan
Sooko dan Bapak H.Salim Udin selaku Kepala Lurah Japan.
7. Teruntuk yang Teristimewa buat keluarga, Ayahanda Agus Supriyanto, Dwi Tutik
Raminingsih dan Edi Suhardi, yang tak pernah berhenti untuk memberi dukungan
dan mendoakan penulis dalam menempuh pendidikan. Kakak ku Cakra Panca
Mustika dan Wisnu Ramadhan serta adik tercinta Yoga Randiansyah, terima kasih
atas segala bentuk bantuannya, baik bantuan moril maupun materiil yang
diberikan untuk penulis.
8. Terkhusus untuk teman dan sahabat seperjuangan penulis, Masgiwang, Catik,
Midut, Vera, Lutfah, Onah, Sary, Isty, Bundo, Suci, Mba Say, Mawar, Yunita,
Apu, Adli, Arip, Ridho, Alim yang senantiasa memberikan semangat dan
bantuannya kepada penulis.
9. Teman dan sahabat seperjuangan di pesantren Darul Ulum Jombang untuk Rifqi,
Nia dan Puput. Terima kasih walaupun jarak memisahkan tapi tentunya do’a dan
dukungannya tidak pernah terputus untuk penulis.
10. Untuk senior terbaik Kholis Bidayati yang telah memberikan bantuan, bersedia
memberikan masukan, kritik dan lainnya demi membantu penulis dalam
menyusun penulisan skripsi ini.
11. Teman-teman Hukum Keluarga UIN Jakarta khususnya angkatan 2014, yang telah
berbagi ilmu dan bertukar pikiran dengan penulis. Semoga ilmu yang kita
dapatkan menjadi ilmu yang bermanfaat.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk mahasiswa/i
Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta, 13 Oktober 2018
Penulis
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................... 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 8
E. Metode Penelitian.............................................................. 9
1. Jenis Penelitian ............................................................ 9
2. Metode Analisis Data .................................................. 10
3. Sumber Data ................................................................ 10
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................... 11
F. Studi Review Terdahulu .................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ....................................................... 13
BAB II KEDUDUKAN NAFKAH DALAM HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
A. Pengertian Nafkah dan Dasar Hukumnya ............................ 15
B. Konsep Nafkah dalam Hukum Islam................................... 18
D. Konsep Nafkah dalam Hukum Positif............................... 26
1. Nafkah Menurut UU No.1 Tahun 1974 ...................... 26
2. Nafkah Menurut Kompilasi Hukum Islam .................. 27
3. Nafkah Menurut KUHPerdata..................................... 29
E. Hak dan Kewajiban Isteri dalam Rumah Tangga ............. 31
viii
BAB III GAMBARAN UMUM KECAMATAN SOOKO
A. Sejarah Singkat dan Latar Belakang ................................ 42
B. Kebudayaan dan Adat Istiadat .......................................... 43
C. Letak Geografis Kecamatan Sooko .................................. 48
D. Sistem Kemasyarakatan .................................................... 49
BAB IV SISTEM PEMBERIAN NAFKAH
A. Kedudukan Nafkah Dalam Hukum Islam dan
Hukum Positif ................................................................... 54
B. Sistem Pemberian Nafkah pada Suami Isteri
di Kecamatan Sooko ........................................................ 62
C. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif ..................... 72
D. Pandangan Tokoh Masyarakat Terkait Sistem Pemberian
Nafkah di Kecamatan Sooko ............................................. 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 85
B. Saran-Saran ....................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan di dalam UU No.1 Tahun 1974 pasal 1 ayat 2 didefinisikan
sebagai “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Terwujudnya tujuan perkawinan
tersebut sudah tentu sangat bergantung pada maksimalisasi peran dan tanggung
jawab masing-masing pihak, istri dan suami. Oleh sebab itu, perkawinan tidak
saja dipandang sebagai media merealisasikan syari’at Allah agar memperoleh
kebaikan di dunia dan di akhirat, tetapi juga merupakan sebuah kontrak perdata
yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya.1
Agama Islam sangat menganjurkan kepada para pemeluknya untuk segera
melangsungkan pernikahan bagi yang merasa sudah mampu, baik secara lahir
maupun batin. Akan tetapi bagi yang belum mampu untuk melakukannya, maka
dianjurkan untuk melakukan ibadah yang dapat meredam gejolak hawa nafsu
salah satunya dengan berpuasa. Karena dengan berpuasa dapat menurunkan
tekanan biologis atau hawa nafsu dari seseorang tersebut. Selain puasa, shalat juga
ikut andil dalam meredam hawa nafsu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surah Al-Ankabut ayat 45 yang berbunyi :
لوة تنحى عن الفحشاء والمنكر لوة إن الص وأقم الص
Artinya:“Dan Dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu
mencegah perbuatan keji dan mungkar.” (QS.Al-ankabut:45)
Perkawinan yang disyariatkan agama Islam adalah merupakan ibadah
kepada Allah dan mengikuti Sunnah Rasul, untuk membangun rumah
tangga/keluarga bahagia dan kekal yang dijalin dengan mawaddah dan rahmah
menuju keluarga sakinah, guna melahirkan generasi manusia yang baik dan
1Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), h.126.
2
berkualitas agar mampu memenuhi tugasnya sebagai khalifah Allah di muka
bumi. Untuk mencapai tujuan perkawinan tersebut diperlukan persyaratan-
persyaratan tertentu dan persiapan yang cukup bagi kedua calon mempelai.
Agama Islam menekankan pada segi kesanggupan memikul beban keluarga.
Kemampuan memikul keluarga dan kemampuan untuk menikah mengandung arti
yang luas, tentu tidak hanya dari segi materi atau nafkah, tetapi juga kemampuan
menunaikan tugas tanggung jawab ayah dan ibu dalam membangun keluarga,
termasuk kesehatan serta perawatan dan pendidikan anak-anaknya.2
Bagi seseorang yang akan menikah, selain kesiapan fisik tentunya
kesiapan mental juga harus dipertimbangkan. Pernikahan dapat berakibat pada
munculnya hak dan kewajiban sebagai suami istri sehingga membutuhkan
kesiapan mental untuk saling menghormati dan menghargai hak pasangannya.
Jika suami dan istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing,
maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah
kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga
akan terwujud sesuai dengan tuntunan agama, yaitu sakinah, mawaddah dan
rahmah. Berikut akibat hukum yang ditimbulkan ketika akad nikah telah
berlangsung, diantaranya :
1. Hak dan Kewajiban Suami Istri
a. Hak Bersama Suami Istri
b. Kewajiban Suami Istri
2. Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Istri
a. Hak Suami Atas Istri
b. Kewajiban Suami Terhadap Istri
Kewajiban suami terhadap istri mencakup kewajiban materi berupa
kebendaan dan kewajiban nonmateri yang bukan berupa kebendaan. Dan
2Abdul Wahab Abd.Muhaimin, Hukum Islam dan Kedudukan Perempuan dalam
Perkawinan dan Perceraian, (Ciputat: GP Press Jakarta, 2013), h.121.
3
salah satu kewajiban materi berupa kebendaan yang dibebankan kepada
suami adalah memberi nafkah.3
3. Kewajiban Istri Terhadap Suami
Nafkah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam bentuk
materi, karena kata nafaqah itu sendiri memiliki pengertian lebih ke materi.
Sedangkan kewajiban dalam bentuk nonmateri, seperti memuaskan hajat seksual
istri tidak termasuk dalam artian nafaqah, meskipun dilakukan suami terhadap
istrinya. Kata yang selama ini digunakan secara tidak tepat untuk maksud ini
adalah nafkah batin sedangkan dalam bentuk materi disebut nafkah lahir. Dalam
bahasa yang tepat nafkah itu tidak ada lahir atau batin. Yang ada adalah nafkah
yang maksudnya adalah hal-hal yang bersifat lahiriah atau materi.4 Kewajiban
suami terhadap istri yang paling pokok adalah kewajiban memberi nafkah, baik
berupa makanan, pakaian, maupun tempat tinggal bersama. Nafkah menjadi hak
dari berbagai hak istri atas suaminya sejak mendirikan kehidupan rumah tangga.
Hak dan kewajiban suami istri ini diatur di dalam pasal 34 ayat (1)
undang-undang No.1 Tahun 1974 disebutkan “suami wajib melindungi istrinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.”5 Dari bunyi pasal diatas jelas bahwasannya memang suami
wajib memberikan segala biaya keperluan rumah tangga bagi istri dan anak-
anaknya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jadi jelas menurut bunyi pasal
diatas suami memang memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepada
keluarganya, tetapi dengan batas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
suami. Ketika suami telah memberikan nafkah, maka telah gugur salah satu
kewajibannya.
Beberapa pasal yang mengatur tentang hak dan kewajiban istri di dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sudah sangat jelas mengatur kedudukan suami
3Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), h.161. 4Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Jakarta: Prenada Media,
2006), h.165. 5 Lihat Pasal 34 ayat (1) Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: “Suami
wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya.”
4
istri, serta kewajiban antara suami istri. Pada sisi lain KHI begitu merinci hal-hal
yang dijelaskan secara umum di Undang-Undang Perkawinan seperti bentuk
kebutuhan yang harus dipenuhi suami, nafkah, kiswah dan kediaman atau
sandang, pangan dan papan. Demikian juga dengan biaya perawatan, pengobatan
istri dan anak serta pendidikan seperti yang telah disebutkan diatas.
Ketika akad nikah telah diucapkan, maka masing masing pihak yaitu
suami dan istri akan menanggung hak dan kewajiban yang berbeda. istri juga
memiliki kewajiban yang mana secara universal diantaranya mengandung,
melahirkan, menyusui serta merawat anak-anaknya. Tentunya itu menjadi tugas
dan kewajiban yang tidak mudah untuk dijalankan. Karena memang sudah
kodratnya wanita dianugerahi oleh Allah sifat kelembutan dan kasih sayang.
Maka inilah dasar mengapa seorang istri dibebankan tanggung jawab dan
kewajiban itu. Sehingga memang sudah adil untuk kewajiban dan tanggung jawab
yang lainnya seperti diantaranya menjaga, mengayomi serta membimbing istri dan
anak-anaknya dibebankan kepada sang suami. Inilah yang menjadi salah satu hak
istri yaitu merasa terlindungi.
Ketika memulai kehidupan berumah tangga, sepasang suami isteri hidup
penuh kasih sayang, rukun dan damai, tetapi tidak menutup kemungkinan, bahkan
sering terjadi rasa kasih sayang tersebut menjadi pudar dan berakhir dengan
cekcok dan kebencian bila tidak ada saling pengertian dalam rumah tangga. Agar
dapat memulihkan dan mengembalikan kasih sayang, serta ketenangan dan
ketentraman dalam rumah tangga, agar tidak berakhir pada perceraian, yang
dalam hal ini akan berdampak negatif bagi pemeliharaan dan pendidikan anak-
anak mereka. Oleh karena itu, perlu adanya saling pengertian dari suami isteri,
sebagai upaya untuk memulihkan kasih sayang, mawaddah dan rahmah diantara
mereka.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di dalam Undang-Undang No.1
Tahun 1974 pasal 34 ayat (3) bahwasannya memang masing-masing pihak, baik
pihak suami maupun isteri dapat melakukan perbuatan hukum ketika ada hak dan
5
kewajiban yang tidak terpenuhi.6 Inilah yang menjadi dasar mengapa sampai
sekarang ini di berbagai daerah tingkat perceraian masih tergolong tinggi. Salah
satunya adalah di Kabupaten Mojokerto. Angka perceraian di Kabupaten
Mojokerto mengalami peningkatan, walaupun memang peningkatan tersebut tidak
signifikan. Data di Pengadilan Agama (PA) Mojokerto menyatakan pada tahun
2016 ada 2.671 kasus perceraian atau naik sekitar 0,98% dibanding tahun
sebelumnya. Pada tahun 2015 kasus perceraian yang masuk dan telah diputus oleh
Pengadilan Agama Mojokerto sebanyak 2.086 kasus. Sofyan Zery selaku humas
Pengadilan Agama Mojokerto menyatakan bahwasannya dari 2.671 kasus
perceraian yang masuk, sekitar 2.245 kasus itu didominasi oleh isteri (cerai gugat)
sisanya itu diajukan oleh suami (cerai talak). Sedangkan pada tahun 2017 sendiri
kasus perceraian di Pengadilan Agama Mojokerto menurun menjadi 2.640 kasus.7
Sofyan Zery juga menambahkan bahwasannya faktor penyebab
meningkatnya perceraian di Kabupaten Mojokerto ini didominasi oleh masalah
ekonomi keluarga, yaitu sebanyak 52,00% dengan alasan lalainya hak dan
kewajiban dalam rumah tangga dengan kategori 46,16% karena masalah ekonomi
atau nafkah sedangkan 5,84% tidak adanya tanggung jawab. Kecamatan sooko ini
menjadi salah satu kecamatan penyumbang terbanyak untuk kasus perceraian
dibanding dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Mojokerto. Selama tahun
2016, di kecamatan sooko terdapat sebanyak 91 kasus perceraian, baik cerai gugat
maupun cerai talak.8 Banyak para isteri yang merasa tidak puas dengan nafkah
yang telah diberikan oleh suami mereka, mengingat bahwasannya kebutuhan di
zaman sekarang ini terus meningkat. Beberapa juga mengatakan bahwasannya
banyaknya suami yang lalai tidak memberikan nafkah. Begitu jugaa dengan
suami, beberapa diantaranya merasa tidak sanggup lagi memenuhi tuntutan para
isteri terkait nafkah.9
6 UU No.1 Tahun 1974 pasal 34 ayat (3) tentang Perkawinan: “Jika suami atau isteri
melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.” 7Laporan Pengadilan Agama Mojokerto Tahun 2015-2017 8Badan Pusat Statistik, Kecamatan Sooko dalam Angka 2017, (Mojokerto: Badan Pusat
Statistik, 2017), h.70 9Interview Pribadi, Sofyan Zery, Humas Pengadilan Agama Mojokerto, Mojokerto, 06
Juni 2018.
6
Selain itu, alasan penulis mengambil lokal penelitian di Kecamatan Sooko,
karena Kecamatan Sooko ini adalah kecamatan yang letaknya diperbatasan.
Maksudnya perbatasan disini adalah ada beberapa dari bagian kecamatan sooko
yang terletak di kawasan pedesaan dan sebagian lagi dekat dengan kawasan
perkotaan. Disini untuk kawasan pedesaan, kebanyakan wanita atau para isteri
bekerja sebagai buruh tani atau ada juga yang berdagang. Sedangkan untuk yang
kawasan dekat perkotaan, mayoritas wanita atau para isteri bekerja sebagai buruh
pabrik atau buruh dari home industri sepatu. Karena memang beberapa desa di
kawasan perkotaan, terkenal dengan home industri sepatu. Kecamatan sooko ini
terkenal dengan industri sandal dan sepatu yang mana ini menjadi salah satu ciri
khas dari kota/kabupaten Mojokerto. Adapun banyaknya bekerja home industri
adalah para ibu rumah tangga.10
Berdasarkan masalah yang telah disebutkan diatas, penulis merasa tertarik
untuk menulis skripsi dan melakukan penelitian di Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto. Mengenai bagaimana sistem pemberian nafkah pada pasangan suami
isteri di daerah tersebut dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
sistem pemberian nafkah tersebut dengan mengambil judul “Sistem Pemberian
Nafkah (Studi pada Masayarakatdi Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah penulis buat diatas, maka
dapat mengidentifikasi pembahasan tema skripsi ini kedalam beberapa pertanyaan
guna mengidentifikasi permasalahan yang akan saya bahas, diantaranya:
1. Apa saja hak dan kewajiban seseorang ketika sudah menikah ?
2. Seperti apa kedudukan nafkah didalam hukum Islam dan hukum positif ?
3. Bagaimana sistem pemberian nafkah pada pasangan suami isteri di
Kecamatan SookoMojokerto ?
10 Arsip Kecamatan Sooko
7
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam sistem pemberian
nafkah tersebut?
5. Sejauh mana pemberian nafkah menjadi aspek penting dalam mewujudkan
keluarga sakinah ?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Seperti apa yang sudah dipaparkan diatas di dalam Undang-Undang
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai hak dan kewajiban suami
dan isteri, nafkah menjadi tanggung jawab dan kewajiban dari suami dan
menjadi hak seorang istri yang harus dipenuhi. Ini berbeda dengan
kenyataannya yang terjadi di masyarakat Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto, di Mojokerto terutama Kecamatan Sooko angka perceraiannya
meningkat dari tahun ke tahun, yang mana memang faktor perceraiannya
didominasi oleh masalah nafkah atau ekonomi keluarga.
Rumusan tersebut penulis dapat rincikan dalam bentuk beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
1.) Bagaimana kedudukan nafkah di dalam hukum Islam dan hukum
positif ?
2.) Bagaimana sistem pemberian nafkah pada pasangan suami isteri di
Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto?
3.) Bagaimana pandangan tokoh masyarakat pada sistem pemberian
nafkah di Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penulis melakukan penelitian ini tentunya memiliki beberapa tujuan,
diantaranya untuk mengetahui bagaimana sistem pemberian nafkah pada
masyarakat di Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto, serta faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi dalam sistem pemberian nafkah tersebut.
Mengingat data di Pengadilan Agama (PA) Mojokerto perceraian di
8
Mojokerto meningkat dengan faktor penyebabnya didominasi karena masalah
nafkah atau ekonomi keluarga.
Secara garis besarnya, tujuan penelitian ini dapat saya jabarkan sebagai
berikut :
a. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum (S.H) pada Fakultas Syari’ah dan Hukum.
b. Mengetahui kedudukan nafkah menurut hukum Islam (fikih) dan
Undang-Undang Perkawinan.
c. Mengetahui bagaimana sistem pemberian nafkah pada pasangan
suami isteri di Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto beserta faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
d. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh masyarakat terkait
sistem pemberian nafkah di Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi
untuk para pembacanya terutama untuk para mahasiswa UIN.
b. Manfaat praktis
Sebagai bahan referensi untuk para pasangan suami isteri mengenai
aspek pendukung kelurga sakinah, terutama dalam masalah
pemenuhan hak dan kewajiban. Dan diharapkan dari hasil penelitian
ini dapat meminimalisir meningkatnya angka perceraian dengan
memahami situasi dan kondisi dari masing masing pihak, baik suami
maupun isteri terutama dalam masalah pemberian nafkah.
E. Metode Penelitian
Tentunya dalam suatu penelitian atau penulisan karya tulis ilmiah dibutuhkan
jugaa metode penelitian. Ini bertujuan agar penelitian dapat terlaksana secara
terarah, rasional dan objektif serta hasil yang dicapai bisa semaksimal mungkin.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan
pendekatan normatif empiris atau sering juga disebut penelitian non doctrinal
9
yang mana merupakan penelitian yang bertitik tolak pada data primer, yakni data
yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian, seperti masyarakat sebagai
sumber utama dalam suatu penelitian. Penelitian ini pada umumnya mencari tahu
jawaban terhadap kesenjangan antara hukum yang seharusnya (das sollen) dengan
hukum kenyataannya (das sein).11
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dan
penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistik atau ilmiah
yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari prosedur perhitungan secara
statistik.12 Untuk metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis
yaitu penelitian untuk menggambarkan tentang suatu gejala/suatu masyarakat
tertentu, atau bisa juga dikatakan penulisan terhadap suatu masalah
dimasyarakat yang didasari dengan data-data yang telah diperoleh, kemudian
dianalisa untuk mendapat kesimpulan dari masalah tersebut.13 Tujuan
penelitian kualitatif ini untuk mengambarkan secara mendalam terhadap
sistem pemberian nafkah pada pasangan suami isteri yang terjadi di
Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto.
2. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif-kualitatif yaitu
menganalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan hasil
wawancara yang diperoleh, sehingga didapat suatu kesimpulan obyektif,
logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis
dalam penelitian ini. Data yang telah dikumpulkan akan diolah, dianalisa dan
diinterpretasikan untuk dapat menggali dan menjawab bagaimana sistem
11 Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: t.p,2010), h.32 12 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
h.22. 13Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula,
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), h.104.
10
pemberian nafkah di Kecamatan SookoMojokerto dan faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi sistem pemberian nafkah tersebut.
Penulisan skripsi ini juga bersumber dari buku pedoman penulisan skripsi
yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2017.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data ini adalah sumber data yang utama yang mana data ini
diperoleh secara langsung dari masyarakat.14 Data ini biasanya
didapatkan dengan cara wawancara. Sumber data primer dalam penelitian
ini adalah data hasil wawancara dengan beberapa pasangan suami isteri
di Kecamatan Sooko Mojokerto serta wawancara dengan beberapa tokoh
masyarakat di Kecamatan Sooko Mojokerto. Jumlah pasangan suami
isteri yang penulis wawancarai adalah berjumlah 8 orang pasangan suami
isteri. Sedangkan untuk tokoh masyarakat penulis mewawancarai 2 orang
tokoh masyarakat di Kecamatan Sooko. Tentunya suami isteri yang
penulis wawancarai disini adalah dimana pasangan suami isteri yang
mana baik suami yang masih lalai dengan tanggung jawabnya akan
nafkah dan isteri yang ikut mencari nafkah untuk keluarga.
b. Data Sekunder
Jenis data ini adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dengan membandingkan beberapa sumber studi kepustakaan. Yang mana
tentu sumber-sumber studi pustaka tersebut yang berkaitan dengan
masalah yang diajukan. Studi kepustakaan yang dimaksud diantaranya
adalah Al-Qur’an, Al-Hadist, Undang-Undang Perkawinan, Kompilasi
Hukum Islam, Buku-Buku Bacaan, Jurnal-Jurnal, Skripsi, Pendapat para
ahli dan masih banyak yang lainnya.
4. Tekhnik Pengumpulan Data
a. Wawancara
14 Soerjono Soekanto, PengantarPenelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1986), h.51.
11
Wawancara yaitu suatu alat pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat yang berkaitan
dengan hal yang diteliti. Wawancara dilakukan dengan cara mengadakan
tanya jawab secara langsung dengan para pihak yang terkait. Wawancara
merupakan alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi atau
keterangan yang diperoleh sebelumnya. Perihal penelitian ini penulis
akan mewawancarai beberapa pasangan suami isteri di Kecamatan Sooko
Mojokerto. Terutama pasangan suami isteri yang mana suami lalai dalam
memenuhi tanggung jawabnya, isteri yang ikut bekerja mencari nafkah.
Teknik menentukan narasumber yang diwawancarai dengan teknik
snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel
yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar, dalam penentuan
sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan
dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka
peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat
melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya.15
Penulis juga mewawancarai beberapa tokoh masyarakat perihal
pandangan mereka terhadap sistem pemberian nafkah tersebut, serta
penulis juga akan mewawancarai kepala KUA Kecamatan Sooko untuk
meminta pendapat perihal sistem pemberian nafkah yang terjadi di
Kecamatan Sooko Mojokerto.
b. Studi Pustaka
Dilakukan untuk mendapatkan data diluar wawancara atau bisa juga
mendapatkan data tentang teori-teori yang masih berkaitan dengan
masalah yang sedang diteliti yaitu mengenai apa itu nafkah, bagaimana
kedudukan nafkah dalam konsep hukum Islam dan hukum positif.
Diperlukan juga teori-teori mengenai hak dan kewajiban masing masing
dan bersama suami isteri dalam sebuah keluarga.
F. Studi Review Terdahulu
15 Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, (Bandung: Alfabeta, 2015, Cet-Ke4), h.157.
12
Disini penulis melakukan studi review terdahulu yang mana berguna untuk
mengetahui apakah tema penelitian ini sudah pernah dibahas sebelumnya atau
belum sama sekali. Disini penulis sudah melakukan studi review terhadap skripsi
skripsi di Fakultas Syari’ah dan Hukum, dan hasil studi review sebagai berikut :
Darmawati. “Nafkah Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam
(Studi Kasus di Kelurahan Gunung Sari Makassar)”. Fakultas Syariah dan
Hukum. Thesis ini membahas tentang nafkah dalam rumah tangga perspektif
hukum Islam, studi kasus yang dilakukan di Kelurahan Gunung Sari Makassar.
Yang mana penelitian ini dibahas menjadi dua permasalahan yaitu bagaimana
nafkah dalam rumah tangga menurut hukum Islam dan faktor apa saja yang
mempengaruhi sehingga istri ikut bekerja di luar rumah.
Rima Hidayati.“Nafkah Sebagai Alasan Perceraian (Studi Kasus di PA
Sukoharjo Tahun 2005-2006)”. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2009. Skripsi ini membahas tentang tingkat perceraian di
Pengadilan Agama Sukoharjo itu masih terbilang tinggi dengan dilatarbelakangi
faktor nafkah. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengapa hal itu bisa terjadi.
Penelitian ini membahas mengapa perceraian dengan alasan nafkah lebih dominan
dari pada perkara lain. Dan penelitian ini lebih terfokus pada Pengadilan Agama ,
sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih ke masyarakatnya.
Desi Amalia.“Peranan Isteri Dalam Memenuhi Nafkah Keluarga (Studi
Kasus di Desa Gunung Sugih, Kecamatan Kedondong, Kabupaten
Pesawaran, Propinsi Lampung).”Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,2011. Skripsi ini membahas mengenai peran isteri dalam
memenuhi nafkah keluarga dimana studi kasus yang dilakukan adalah di Desa
Gunung Sugih, Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.
Dibahas mengenai sejauh mana peran isteri di desa Gunung sugih dalam
menafkahi keluarganya, kemudian dibahas pula bagaimana pandangan KHI &
Undang-Undang Perkawinan mengenai hal tersebut dan membahas pula faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi isteri dalam menafkahi keluarganya.
Ketiga skripsi diatas tentunya berbeda dengan yang penulis bahas, di dalam
skripsi yang penulis bahas adalah mengenai bagaimana sistem pemberian nafkah
13
yang dilakukan oleh pasangan suami isteri yang terjadi di Kecamatan Sooko
Mojokerto, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pemberian nafkah
tersebut,dan bagaimana sistem pemberian nafkah tersebut jika ditinjau dari
Hukum Islam dan Hukum Positif. Rumusan masalah dan lokal penelitian yang
dipilih oleh penulis pun berbeda dengan ketiga skripsi diatas.
G. Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini akan dibagi dibagi ke dalam sistematika penulisan menjadi
lima bab, yaitu:
Bab pertama berisi pendahuluan yang mana menjelaskan latar belakang
mengapa penulis memilih judul atau mengangkat masalah ini untuk diteliti.
Dalam bab ini juga berisi perumusan masalah dan pembatasan masalah agar
penelitian ini terfokus pada masalah dan tidak menyinggung dengan masalah
diluar tema. Selain itu jugaa terdapat manfaat dan tujuan dari penelitian,
metodologi serta sistematika penulisan dari penelitian ini. Kemudian, di dalam
bab dua berisi tentang teori teori tentang nafkah. Apa itu pengertian nafkah,
bagaimana konsep nafkah dalam hukum Islam. Bagaimana pula hukum positif
mengatur tentang nafkah dalam keluarga, dan apa saja tanggung jawab atau hak
dan kewajiban dari masing masing pihak yaitu suami istri ketika mereka sudah
melakukan suatu perkawinan.
Selanjutnya di dalam bab ketiga berisi tentang gambaran umum lokasi
penelitian. Bagian bab ini ada beberapa komponen yang akan dibahas, yakni letak
geografis kecamatan Sooko, serta penjelasan demografi di Kecamatan Sooko, dan
komponen komponen pendukung lainnya yang terkait dengan lokasi penelitian
yang dipilih. Kemudian masuk di bab keempat akan dibahas mengenai sistem
pemberian nafkah di Kecamatan SookoMojokerto, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi sistem pemberian nafkah tersebut, dan juga akan menguraikan
bagaimana pandangan tokoh masyarakat terkait terhadap sistem pemberian nafkah
tersebut, serta terdapat juga analisis penulis terhadap sistem pemberian nafkah
tersebut. Terakhir pada bab kelima berisi tentang penutup yang mana dalam bab
14
ini akan dirinci menjadi beberapa bagian yaitu, kesimpulan, saran-saran dan
penutup.
15
BAB II
KEDUDUKAN NAFKAH DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF
A. Pengertian Nafkah dan Dasar Hukumnya
Nafkah adalah konsekuensi yang timbul akibat suatu akad pernikahan,
yang mana itu menjadi kewajiban seorang suami kepada isterinya. Dengan adanya
hubungan perkawinan, maka akan muncul hak-hak dan kewajiban-kewajiban baru
dari masing masing pihak suami dan isteri. Nafkah secara etimologi berasal dari
kata (النفقة) yang berarti “belanja”, “kebutuhan pokok”, dan juga biaya atau
pengeluaran uang.1Yang dimaksud “belanja” adalah sesuatu yang diberikan oleh
suami kepada isteri, seorang bapak kepada anak, dan kerabat dari miliknya
sebagai keperluan pokok bagi mereka.2 Sedangkan di dalam Madzahib Al-
Arba’ah disebutkan النفقة في اللغة اإلخراجyaitu pengeluaran.3 Beberapa pengertian
diatas menunjukkan bahwa arti nafkah dalam kamus berbahasa Arab tidak lepas
dari konsep nafkah yang bersifat materi yang diberikan suami kepada isteri yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemberian tersebut bersifat
wajib sebagai tanggung jawab suami kepada keluarganya. Nafkah merupakan
jaminan hidup bagi seorang isteri setelah ia lepas dari tanggung jawab wali atau
keluarganya.
Banyak sekali pengertian nafkah salah satunya dalam terminologi fikih,
para fuqaha memberikan definisi nafkah sebagai biaya yang wajib dikeluarkan
oleh seseorang terhadap sesuatu yang sedang berada dalam tanggungannya yang
meliputi, biaya untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan termasuk jugaa
kebutuhan sekunder penunjangnya seperti alat-alat rumah tangga, kesehatan,
kecantikan dan lain sebagainya. Tetapi ada juga beberapa ulama fuqaha yang
hanya membatasi nafkah itu sebatas kebutuhan sandang, pangan dan papan.
1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawir, Cet-1, (Yogyakarta: upbk.PP.al-
Munawir, 1987), h.1548. 2 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Ilmu
Fiqh, Jilid II, Cet, II,(Jakarta: 1984/1985), h.184. 3Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqih Ala Madzahib Al-Arba’ah Juz IV, (Beirut: Darut Kutub Al
Ilmiyah ,1990), h.485
16
Kemudian Sayyid Sabiq dalam bukunya Fikih As-Sunnah menyebutkan nafkah
merupakan hak seorang isteri dan anak-anak untuk mendapatkan makanan,
pakaian, dan kediaman serta beberapa kebutuhan pokok lainnya dan pengobatan.
Nafkah tetap menjadi hak seorang isteri sekalipun isteri adalah seorang yang kaya
raya.Wahbah al-Zuhaili mengemukakan bahwa nafkah yang harus dipenuhi
tersebut berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Pengertian nafkah dalam kamus bahasa Indonesia, kata nafkah diartikan
dengan bekal hidup sehari-hari atau belanja untuk memelihara kehidupan.4 Secara
material nafkah adalah semua kebutuhan dan keperluan yang berlaku menurut
keadaan dan tempat, seperti makanan, minuman, pakaian, rumah dan lain-lain.
Nafkah merupakan kewajiban suami terhadap isterinya. Dalam bentuk materi,
karena kata nafaqa sendiri itu berkonotasi materi. Sedangkan kewajiban dalam
bentuk non materi, seperti memuaskan hajat seksual isteri itu tidak termasuk
dalam artian nafkah, meskipun dilakukan suami terhadap isterinya.5
Hukum memberi nafkah untuk isteri dalam bentuk makan, minum, tempat
tinggal dan pakaian, baik yang bersifat umum maupun khusus, serta sarana-sarana
yang berkaitan dengan hubungan dalam masyarakat yang diperlukan hukumnya
adalah wajib. Kewajiban suami memberi nafkah ini tidak memandang status
sosial dari si suami, baik dia dari orang kaya maupun dari orang miskin kewajiban
memberi nafkah itu mutlak kewajiban suami.
Kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada isterinya ini terdapat dalam
beberapa ayat Al-Qur’an dan al-Hadits. Ini menjadi bukti bahwasannya memang
masalah nafkah sangat diperhatikan dalam agama Islam. Beberapa dalil Al-Quran
yang mewajibkan memberikan nafkah, diantaranya:
4 Tim Penyusun Pusat Kamus Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), h.267. 5 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2014), h.165.
17
1. At-Talaq: 6
اسكنو جدكم و من سكنتم حيث من تضهن وآروال حمل هن اوالت كن وان عليهن لتضي قوا
عف حملهانفقوا يضعن حتى اجورهنجنليهن فآتوهن لكم ارضعن بينكمجفان وأتمروا
وانتعاسرتمفسترضعلها (٦)خرىبمعروف
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka
melahirkan kandungannya,kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu,
maka berikanlah imbalannya kepada mereka, dan musyawarahkanlah di antara
kamu (segala sesuatu) dengan baik, dan jika kamu menemui kesulitan, maka
perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”(QS.At-Thalaq:6)
2. Hadist Nabi
بكلمةاللهوانلكمعليهن بامانةاللهواستحللتمفروجهن كماخذتموهن فاتقوااللهفيالنساءفإن
جهن فإنفعلنذللكفاضربوهونهراناليؤطئنفرشكماحداتك نعليكمولهضرباغيرمبر
)رواهمسلم(رزقهنوكسوتهنبالمعروف
Artinya: “Hendakah kamu bertakwa kepada Allah dalam urusan perempuan.
Karena sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan menggunakan
kalimat Allah, kamu menghalalkan kemaluan (kehormatan) mereka dengan
menggunakan kalimat Allah. Wajib bagi mereka (isteri-isteri) untuk tidak
memasukkan kedalam rumahmu orang yang tidak kamu sukai. Jika melanggar
yang tersebut pukullah mereka, tetapi jangan sampai melukai. Mereka berhak
mendapatkan belanja (nafkah) dari kamu dan pakaian dengan cara yang
ma’ruf.” (HR.Muslim)
Kewajiban suami memberi nafkah kepada isteri yang berlaku di dalam
ilmu fikih didasarkan kepada prinsip pemisahan harta antara suami dan isteri.
Prinsip ini adalah mengikuti alur pikir yang mana suami adalah seorang pencari
rezeki, rezeki yang ia dapatkan menjadi haknya secara penuh dan kedudukan
suami adalah seorang pemberi nafkah. Sebaliknya isteri kedudukannya bukan
sebagai pencari rezeki, dan untuk pemenuhan kebutuhannya isteri berkedudukan
18
sebagai penerima nafkah. Kemudian dalam kehidupan berumah tangga,
hendaknya suami melakukan hal-hal sebagai berikut kepada isteri:
1. Memberikan wasiat, memerintahkan, mengingatkan, dan menyenangkan
hati isteri;
2. Suami hendaknya memberikan nafkah isterinya sesuai kemampuan, usaha
dan kekuatannya;
3. Suami hendaknya dapat menahan diri untuk tidak mudah marah, apabila
isteri menyakitinya;
4. Suami hendaknya menundukkan dan menyenangkan hati isteri dengan
menuruti kehendaknya dengan baik;
5. Suami hendaknya menyuruh isteri melakukan hal-hal yang baik;
6. Suami hendaknya mengajar isterinya apa yang menjadi kebutuhan agama
dari hukum bersuci;
7. Suami harus mengajarkan berbagai macam ibadah kepada isterinya;
8. Suami hendaknya mengajarkan berbagai macam budi pekerti yang baik
kepada keluarganya;6
B. Konsep Nafkah Dalam Hukum Islam
Setiap orang pasti mendambakan keluarga yang bahagia dan harmonis.
Untuk menciptakan suasana rumah tangga yang harmonis dan penuh keterbukaan
sehingga benar-benar tercipta sebuah rumah tangga yang sakinah, Islam
menjelaskan secara lengkap dan detail tentang peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan fungsi suami terhadap isterinya, demikian juga sebaliknya. Serta tidak
lupa dijelaskan pula hak dan tanggung jawab suami dan isteri dalam membina
kehidupan rumah tangganya. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, suami
istri harus mendahulukan kebersamaan, tetapi tugas dan tanggung jawabnya
memegang peranan yang berbeda-beda sehingga satu sama lainnya saling mengisi
dan saling melengkapi serta saling membutuhkan. Tanggung jawab yang diemban
seorang suami tentu sangat banyak sekali, tetapi ada yang terpenting dari kesekian
itu yang harus dilakukan, yaitu kewajiban suami yang hakiki dalam membina
6 Syaikh Mahmud al-Mashri, Perkawinan Idaman,(Jakarta:Qisti Press,2010),h.122
19
rumah tangga sehingga tercipta suasana yang harmonis. Kewajiban yang hakiki
tersebut yang benar-benar menjadi tanggung jawab yang besar yang harus dipikul
dipundaknya adalah kewajiban memberi nafkah kepada isteri dan anak-anaknya,
baik isterinya berasal dari keluarga kaya apalagi berasal dari keluarga miskin.
Seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT:
بالمعروف.......... وكسوتهن وعلىالمولودلهرزقهن
Artinya : “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu
dengan cara yang ma’ruf.” (Q.S Al-Baqarah:233)
,
Dari ayat Al-Qur’an dan hadist diatas sangat jelas mengenai tanggung jawab
seorang suami kepada isterinya. Dalam ayat lain juga dijelaskan mengenai
kewajiban suami memberi nafkah, seperti firman Allah SWT yang berbunyi :
امونعلىالن سا جالقو لاللهبعضهمعلىالر بماأنفقوامنأموالهم.ءبمافض ........بعض
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (Q.S An-Nisa’:34)
Selain didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an, kewajiban nafkah juga dapat
ditemukan dalam beberapa hadist Rasulullah SAW, antara lain :
ةالوداع:".........ولهن بالمعروفقالرسولاللهفيحج وكسوتهن "عليكمرزقهن
()رواهمسلم
Artinya: “......... Mereka mempunyai hak atas kamu, yaitu memberi rezeki atau
menafkahi mereka dan memberi pakaian dengan cara yang ma’ruf.”
(HR.Muslim)
20
Para ahli tafsir seperti Ibn Katsir dan Al-Qurthubi menjelaskan bahwasannya
kelebihan suami atas isteri adalah bahwa suami bertanggung jawab atas nafkah
isterinya. Quraish Shihab menjelaskan penggunaan bahwa penggunaan kata kerja
lampau (past tense) pada Q.S An-Nisa’:34, ‘anfaqu’ (telah menafkahkan)
menunjukkan bahwa memberi nafkah kepada perempuan telah menjadi suatu
kelaziman bagi laki-laki dan merupakan kenyataan umum dalam berbagai
masyarakat sejak dahulu hingga kini.7
Dari ayat di atas jelas bahwa, tanggung jawab nafkah dibebankan kepada
suami, termasuk jika isteri adalah orang yang memiliki kekayaan. Isteri tidak
berkewajiban memberikan apa yang didapatkan dari hasil jerih payahnya. Bahkan
jika sang isteri seseorang yang kaya dan ternyata suami adalah seorang yang
miskin, tidak menggugurkan kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada
isterinya, sang suami tetap berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya sesuai
dengan kemampuannya. Kemudian Ibnu Kudamah mengatakan bahwa para ulama
telah sepakat tentang wajibnya suami memberikan nafkah kepada isterinya bila
sang suami telah baligh dan isteri tidak nusyuz (membangkang).
Syariat mewajibkan memberikan nafkah bagi isteri atas suami karena berdasarkan
akad pernikahan yang sah. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqh al Islam Wa
Adilatuhu mengemukakan penyebab pemberian nafkah kepada isteri, dalam
bukunya ulama mengalami perbedaan pendapat.8
Kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi alasan mengapa
seorang suami diwajibkan menafkahi isterinya sebagai imbalan dari hak suami
untuk membatasi kebebasan gerak-gerik si isteri, dan pihak isteri memberikan
loyalitasnya kepada ketentuan suami. Begitu akad nikah diucapkan secara sah,
kebebasan seorang isteri menjadi terbatas oleh beberapa ketentuan sebagai
seorang isteri. Isteri tidak lagi dibebaskan pergi kemana-mana dan mengambil
suatu keputusan dan kebijakan tanpa adanya izin, persetujuan dan musyawarah
dengan suami. Atas dasar itulah, maka isteri berhak untuk mendapatkan nafkah
7Sri Mulyati,Editor,Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN
Syarif Hidayatullah, 2004), h.63 8 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al
Khatani dkk (Jakarta: Gema Insani, 2011), h.111
21
dari suaminya. Hak nafkah menjadi gugur apabila isteri tidak lagi memberikan
loyalitasnya kepada suami, dalam artian sudah tidak lagi mematuhi aturan atau
membangkang kepada suami yang sering disebut dengan nusyuz.
Mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah
berpendapat bahwa alasan mengapa pihak suami diwajibkan menafkahi isterinya
adalah karena adanya hubungan timbal balik antara suami isteri, atau dengan kata
lain yang menjadi sebab adalah posisi suami sebagai kepala rumah tangga dan
posisi isteri sebagai pengatur rumah tangga, termasuk kewajiban isteri untuk
menyerahkan dirinya kepada suami secara sukarela untuk diperlakukan sebagai
isteri. Hubungan suami isteri telah diikat dengan ikatan perkawinan yang sah
disamping mempunyai konsekuensi dimana isteri wajib bersedia menyerahkan
dirinya kepada suaminya untuk diperlakukan sebagai isterinya.
Agar kewajiban suami untuk memberi nafkah berhak untuk didapatkan oleh isteri
maka harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya :9
1. Akad pernikahan yang dilakukan adalah sah (legal). Jika tidak, maka suami tidak
wajib menafkahinya, dan isteri tidak bisa dianggap sebagai pengabdi pada suami
sebab ia tidak bisa tinggal serumah dengan suami mengingat akad nikahnya tidak
sah, sehingga konsekuensinya ia pun tidak berhak untuk menerima nafkah.
2. Isteri menyerahkan dirinya kepada suaminya.
3. Isteri memungkinkan suami untuk menikmatinya. Dalam artian isteri bukan anak
kecil atau memiliki kehalangan yang tidak mungkin untuk disenggamainya.
4. Isteri tidak menolak untuk berpindah ke tempat manapun yang dikehendaki oleh
suami.
5. Kondisi keuangan suami baik. Seandainya ia sedang mengalami kesulitan
ekonomi dan tidak mampu memberi nafkah, maka ia tidak wajib memberi nafkah
selama kesulitan ekonomi tersebut.10
6. Isteri setia sepenuhnya pada suami dan tidak membangkang. Jika isteri sudah
enggan menaati suami, maka tidak ada kewajiban nafkah untuknya.
9 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, h.432 10 Abu Malik Kamal, Shahih Fikih Sunnah Jilid 3, h.317
22
Mengenai ukuran/kadar nafkah ulama mazhab berbeda pendapat dalam
menentukannya. Menurut Imam Syafi’i, nafkah yang harus diberikan itu
ditentukan menurut kemampuan suaminya. Kalau suaminya seseorang yang kaya,
maka nafkah yang harus diberikan kepada isterinya harus mengikuti kebutuhan
hidup yang biasa dikonsumsi orang-orang kaya pada umumnya. Kalau suaminya
termasuk orang yang miskin maka nafkah yang harus diterima isterinya sesuai
dengan kebutuhan sehari-hari orang-orang miskin. Demikian juga, kalau
suaminya termasuk dalam kategori kelas ekonomi menengah maka nafkah yang
harus diberikan kepada isterinya disesuaikan dengan kondisi kehidupan kalangan
ekonomi menengah. Dalil yang dikemukakan Syafi’i bahwa kadar besarnya
nafkah harus disesuaikan dengan keadaan ekonomi pihak laki-laki adalah firman
Allah SWT :11
اءاتهالله......... نسعتهومنقدرعليهرزقهفلينفقمم م .........لينفقذوسعة
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan
orang yang disempitkan rejekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya.” (Q.S At-Thalaq:7)
Menurut Maliki dan Hanafi, bahwa nafkah yang menjadi tanggung jawab
seorang suami adalah disesuaikan dengan keberadaan ekonomi isterinya. Kalau
isterinya berasal dari kalangan ekonomi yang mapan atau kaya maka nafkah yang
harus diterima dari suami (setidak-tidaknya) mengikuti pola kehidupan yang biasa
dikonsumsi orang-orang kaya sehari-hari. Kalau isteri dari keluarga yang
ekonominya miskin maka nafkah yang yang diterimanya sesuai dengan
keberadaan ekonomi keluarganya. Demikian pula, jika isterinya dari keluarga
ekonomi menengah maka nafkah yang harus diterima disesuaikan dengan
kehidupan kalangan ekonomi menengah. Imam Maliki dan Imam Hanafi
menggunakan hadist Rasulullah SAW sebagai dasar argumentasinya, Sabda
Rasulullah SAW:
خذيمايكفيكوولدكبالمعروف
11Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam, Cet. IV, Jakarta: Bulan
Bintang, t.t hlm. 268
23
Artinya:”Ambillah (nafkah itu) sekedar mencukupi (kebutuhan) kamu dan
anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari dan Muslim)12
Hadist ini menjelaskan bahwa nafkah yang harus diterima oleh seorang
isteri disesuaikan dengan kebutuhan dirinya dan anaknya, bukan disesuaikan
dengan keberadaan ekonomi suaminya. Sedangkan pendapat Hanbali, nafkah
yang menjadi tanggung jawab semua itu sebaiknya ditentukan menurut keadaan
keberadaan ekonomi masing-masing kedua belah pihak (suami isteri). Kalau
keduanya sama-sama berasal dari keluarga kaya maka nafkah yang harus diterima
istrinya sesuai dengan kebutuhan sehari-hari orang-orang kaya. Kalau keduanya
berasal dari berasal dari kalangan ekomoni bawah (miskin) maka nafkah yang
harus dikeluarkan suaminya disesuaikan dengan kondisi kebutuhan orang-orang
miskin. Kalau salah satu diantara keduanya dari kalangan ekonomi atas (baik
suami maupun isterinya), maka nafkah yang yang harus diterima isterinya
disesuaikan dengan kebutuhan orang-orang yang ekonominya kelas menengah.
Ulama Syafi’i memberikan kadar ukuran memberi nafkah kepada isteri itu
dengan menggunakan sistem kadar ukuran makanan sehari-hari, yaitu dengan
ukuran dua cupak beras, satu cupak beras, dan satu setengan cupak beras. Berbeda
dengan Imam Maliki, Hanafi dan Hanbali, menurut ketiga ulama tersebut nafkah
yang harus dibayar oleh seorang suami tidak bisa ditentukan dengan sistem kadar
ukuran makanan sehari-hari. Yang terpenting bagi pendapat ketiga ulama ternama
ini asalkan memenuhi syarat mencukupi kebutuhan rumah tangga yang berlaku
pada masyarakat pada umumnya. Dalil yang dipakai ketiga ulama ini adalah sabda
Nabi Muhammad SAW, “Ambillah (nafkah itu) sekedar mencukupi (kebutuhan)
kamu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.” Dengan tidak menentukan jumlah
nafkah yang wajib dibayar oleh seorang suami, bisa jadi ukuran nilai cukup bagi
seorang isteri itu lebih besar atau lebih kecil dari batasan yang ditetapkan oleh
Syafi’i. Karena nilai cukup antara orang yang satu dengan orang yang lain
berbeda-beda dan tergantung situasi dan kondisi dimana orang yang bersangkutan
bertempat tinggal. Kebutuhan sehari-hari orang kota berbeda dengan kebutuhan
12 M.Hamidy, Terjemahan Nailul Authar, Himpunan Hadis-Hadis hukum, (Surabaya:
T.Bina Ilmu) cet ke-5, h.2466
24
sehari-hari orang yang tinggal di pedesaan. Pengertian cara yang ma’ruf adalah
disesuaikan dengan kondisi zaman, karena nilai barang pada suatu zaman
harganya tentu tidak sama dengan zaman berikutnya.13
Pada sebuah riwayat yang menerangkan bahwa Nabi Saw. Tidak memberi
nafkah kepada Aisyah selama dua tahun sejak dinikahinya karena belum
bercampur dengannya. Menurut Abu Hanifah, Maliki, dan Syafi’i, seorang suami
tidak berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya yang belum baligh karena ia
belum dapat digauli meskipun telah menyerahkan diri dan tinggal bersama
suaminya. Sebaliknya, bila suami yang belum dewasa tetapi isterinya sudah
dewasa, maka ia tetap berkewajiban memberikan nafkah. Sedangkan Abu Yusuf,
sahabat Abu Hanifah, berpendapat bahwa bila isteri yang masih kecil tetap tinggal
dirumah suaminya, maka ia berhak mendapatkan nafkah, meskipun belum
dicampuri. Bahkan, pasangan suami isteri yang kafir dan setelah bercampur
isterinya masuk Islam maka suami tetap berkewajiban untuk menafkahinya.
Demikian halnya jika suami murtad maka kewajiban nafkah atas isterinya yang
telah dicampuri tetap berlaku. 14
Sedangkan bagi golongan Zahiri, kewajiban suami memberi nafkah sama
sekali tidak ada kaitannya dengan persyaratan seperti yang disebutkan diatas.
Menurut golongan ini alasan wajibnya suami memberikan nafkah hanya karena
perkawinan yang sah. Terlepas dari apakah isteri itu menyerahkan dirinya atau
tidak, dewasa maupun anak kecil, kaya maupun miskin, telah dicampuri maupun
tidak, melakukan nusyuz atau tidak, dan lain sebagainya. Dari beberapa pendapat
ulama diatas, pendapat yang lebih realistis adalah apa yang dikemukakan oleh
Zahiri. Alasannya, karena akad nikah yang telah dilakukan merupakan kontrak
sosial seorang suami dengan orang tua/wali yang memutuskan seluruh tanggung
jawab bagi kehidupan seorang wanita dari orang tua atau walinya. Maka sangat
wajar bila segala kebutuhan wanita yang berstatus isteri tersebut dipenuhi oleh
13Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan,(Yogyakarta:Penerbit
Darussalam,2004),h.205 14Sri Mulyati, Editor, Relasi Suami Isteri dalam Islam,(Jakarta:Pusat Studi Wanita (PSW)
UIN Syarif Hidayatullah,2004),h.65
25
suaminya.15 Sementara itu, Prof.Huzaimah T.Yanggo lebih menekankan kepada
bahwa suami bertugas untuk mencari dan memenuhi nafkah sementara isteri
bertugas untuk mengaturnya. Lebih lanjut, sebagai penata ekonomi keluarga isteri
harus mempunyai kecakapan, keterampilan, kreatifitas, agar penerimaan dan
penggunaan nafkah dapat mengarah kepada peningkatan rumah tangga. Selain itu
isteri harus tetap bersyukur dan bersikap qana’ah atas apa yang diberikan oleh
suaminya.16
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya memang bahwa
kewajiban suami memberi nafkah itu tidak sebatas hanya memberi makan isteri
dan anak-anaknya, membelikan pakaian itu juga merupakan kewajiban suami
memberi nafkah. Bentuk pemenuhan nafkah lainnya itu juga termasuk menjadi
kewajiban suami, seperti menyediakan tempat tinggal beserta alat-alat rumah
tangga, serta segala sesuatu yang dapat menunjang kebersihan dan kecantikan dari
penampilan seorang isteri. Tetapi memang untuk kadar atau ukuran dari nafkah
tersebut tidak ditentukan oleh syara’, dan masalah ini dikembalikan kepada ‘urf
(adat istiadat atau tradisi) yang berlaku, dan tiap daerah atau negeri mempunyai
tradisi yang berbeda.
Meskipun memang pada dasarnya kewajiban suami adalah mencari
nafkah, tetapi pada kondisi tertentu bisa saja tanggung jawab tersebut bisa diganti,
yang mencari nafkah adalah isteri. Tentunya ini didasari dengan alasan-alasan
kuat seperti memang kesempatan kerja yang dimiliki oleh istri lebih besar dari
pada suami, atau bisa juga karena suami tidak mampu bekerja karena sakit,
kemudian bisa juga karena penghasilan yang didapat suami belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga atau dengan alasan ekonomi lainnya. Islam tidak
melarang jika yang bertugas mencari nafkah keluarga adalah perempuan. Tetapi
memang, selama suami masih dalam keadaan sehat dan mampu, tanggunga jawab
sebagai pencari nafkah adalah menjadi tanggung jawabnya. Pada intinya suami-
isteri sesungguhnya sama-sama memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi
15Sri Mulyati, Editor, Relasi Suami Isteri dalam Islam,(Jakarta:Pusat Studi Wanita (PSW)
UIN Syarif Hidayatullah,2004), h.66 16Huzaimah T.Yanggo , Fiqh Perempuan Kontemporer,(Jakarta:Al-Mawardi
Prima,2001),h.59
26
kebutuhan keluarga. Disinilah kerja sama dan upaya keduanya (suami-isteri)
sangat dipuji oleh Allah SWT. Jadi pada realita modern saat ini, tidak menutup
kemungkinan bagi perempuan untuk saling bekerja sama, sama sama berkiprah,
berbagi peran untuk mencari nafkah, memenuhi kebutuhan keluarga, mengurus
dan merawat seluruh anggota keluarga, selama semuanya dibicarakan, ada
komitmen-komitmen yang disepakati dan dipegang bersama dan ikhlas menerima
satu sama lain dan tentunya tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
C. Konsep Nafkah Dalam Hukum Positif
1. Nafkah Menurut UU No.1 Tahun 1974
Mengenai nafkah di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan hanya mengatur secara umum tentang hak dan kewajiban suami isteri.
Pengaturan itu terdapat di dalam pasal 30 sampai dengan pasal 34. Di dalam pasal
30 sampai 34 ini memang lebih menjelaskan dan menekankan kepada pemenuhan
hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Tetapi disini, di dalam pasal 34
UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan mulai mengarah ke dalam masalah
nafkah. Bunyi dalam pasal 34 adalah17 :
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
Pada pasal ini memang tidak menyebutkan kewajiban suami yang bersifat
kebutuhan lahir dengan sebutan “nafkah” , tetapi menggunakan kata “keperluan
rumah tangga”. Namun memang secara jelas di dalam pasal tersebut bahwasannya
segala sesuatu keperluan isteri untuk kelangsungan hidupnya, dan memang tidak
disebutkan dan ditentukan kadar atau ukuran nafkah yang wajib diberikan suami
kepada isteri, nafkah wajib diberikan kepada isteri sesuai dengan kemampuan
suami. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan hak
dan kewajiban suami dan isteri baik yang bersifat materiil maupun immateril.
Kewajiban yang bersifat materiil ini hak isteri untuk dapat memperoleh tempat
tinggal dan kebutuhan rumah tangga dan penunjang kebutuhan hidup lainnya,
17Lihat UU No.1 Tahun 1974 Tentang PerkawinanPasal 34
27
sedangkan kewajiban yang bersifat immateril ini meliputi hak isteri untuk dapat
diperlakukan secara seimbang dan baik.
2. Nafkah Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang digunakan dasar
Hukum seseorang dalam bidang perkawinan, kemudian muncul Kompilasi
Hukum Islam (KHI) sebagai pedoman dan pijakan hakim dalam mengambil
sebuah keputusan. Yang mana, Kompilasi Hukum Islam (KHI) ini muncul dari
beberapa kitab mazhab yang kemudian dilakukan perbandingan dengan
yurisprudensi Peradilan Agama dan fatwa ulama. Diantara hal-hal yang diatur di
dalam Kompilasi Hukum Islam yaitu hak dan kewajiban suami isteri yang diatur
secara rinci dari yang ada di Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Karena Kompilasi Hukum Islam dibuat untuk menegaskan dan
melengkapi hukum materiil yang sudah ada sebelumnya sehingga KHI ini
diharapkan bisa menjadi hukum terapan yang diberlakukan untuk umat Islam. Di
dalam KHI ini telah dikelompokkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban
suami isteri, hak suami, hak isteri serta diatur pula kedudukan dari masing-masing
suami dan isteri. Adapun ketentuan tersebut diatur di dalam KHI pasal 77 sampai
dengan pasal 84.18
Berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang ada di dalam pasal 34
mengenai kewajiban suami yang harus memenuhi segala keperluan rumah tangga,
maka di dalam Kompilasi Hukum Islam ini dijelaskan secara rinci apa saja nafkah
yang memang menjadi kewajiban suami, di dalam KHI pasal 80 dijelaskan:
“Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
(1) Nafkah, tempat dan kediaman bagi isteri,
(2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan
anak,
(3) Biaya pendidikan bagi anak.”
Melalui ketentuan pasal ini dapat disimpulkan bahwasannya keperluan
berumah tangga yang harus ditanggung suami mencakup nafkah, kiswah, tempat
18 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Akademik Pressindo, 2007), h. 132-
133.
28
kediaman bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan.
Ketentuan pasal ini juga mempertegas anggapan bahwa nafkah itu hanya sebatas
uang untuk biaya makan, karena disamping nafkah masih ada biaya rumah tangga,
dan tentu hal ini tentu tidak sejalan dengan ketentuan etimologi dari nafkah itu
sendiri yang telah menjadi bagian dari bahasa Indonesia yang berarti pengeluaran.
Mengenai kewajiban suami terhadap isteri terutama masalah pemberian nafkah,
Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa kewajiban tersebut mulai berlaku sejak
adanya tamkin sempurna, artinya sejak akad nikah itu diucapkan. Ketentuan ayat
ini menjelaskan bahwa secara yuridis formal suami berkewajiban memenuhi
bentuk bentuk nafkah yang telah ditentukan( di dalam pasal 80 ayat 4) dan apabila
isteri telah terikat oleh perkawinan yang sah, serta isteri mempunyai kapasitas
serta telah berperan sebagai isteri. Apabila ternyata isteri tidak berperan
sebagaimana mestinya, tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya
seorang isteri, baik karena ia kurang atau memang tidak mempunyai kapasitas
untuk itu, atau ia sebenarnya ia mempunyai kapasitas yang dimaksud tetapi tidak
mau berperan sebagai isteri maka kewajiban suami untuk memberikan nafkah
kepada isterinya menjadi gugur karena sang isteri sudah nusyuz. Pasal 80 ayat (7)
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwasannya kewajiban suami untuk
memberi nafkah gugur apabila isteri nusyuz.
3. Nafkah Menurut KUHPerdata
Peraturan hukum materiil tentang perkawinan yang dibuat dan
ditinggalkan oleh pemerintah kolonial, peraturan tentang perkawinan yang hanya
berlaku untuk golongan tertentu, yaitu: Ordonansi Perkawinan Kristen (HOCI)
yang berlaku bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yang berlaku bagi warga keturunan Eropa
dan Cina, kemudian peraturan perkawinan campuran ( Staatsblad 1898 No.158)
29
atau GHR.19 Sedangkan peraturan hukum perkawinan bagi umat Islam yang
sempat ditinggalkan oleh pemerintah kolonial hanyalah berupa peraturan hukum
formal yang mengatur tata cara perkawinan sebagaimana terdapat dalam kitab-
kitab fikih yang dikarang oleh ulama-ulama dikalangan umat Islam. Sampai
akhirnya muncullah masalah-masalah perkawinan yang memang seharusnya
mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Sehingga pada tahun 1946 atau
tepatnya satu tahun setelah kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Republik
Indonesia menetapkan Undang-Undang No.22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan
Nikah, Talak dan Rujuk yang berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Kemudian
oleh Pemerintah Darurat Sumatera dinyatakan pula berlaku untuk wilayah
Sumatera. Sampai pada akhirnya pada masa orde baru, Pemerintah Republik
Indonesai pada Tanggal 2 Januari 1974 resmi mengesahkan UU No.1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan. Dengan adanya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ini,
maka pasal-pasal yang mengatur tentang perkawinan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan perkawinan dalam Buku I KUHPerdata/BW, sepanjang telah
diatur dalam undang-undang Perkawinan Nasional tersebut dinyatakan tidak
berlaku lagi.20
Akibat yang timbul dengan dilangsungkannya suatu perkawinan baik
menurut KUHPerdata maupun menurut UU No.1 Tahun 1974 pada umumnya
terkait dengan bagaimana hubungan yang timbul antara para pihak dalam hal ini
suami dan isteri. Hal itu akan menimbulkan hubungan hak dan kewajiban antara
suami isteri, selain itu akan menimbulkan hubungan suami isteri dengan anak
yang dilahirkan sehingga menimbulkan adanya kekuasaan orang tua, selanjutnya
akan timbul hubungan antara orang tua dan anak terhadap harta perkawinan.
Menurut KUHperdata, setelah dilangsungkannya peristiwa perkawinan maka
otomatis timbul bermacam-macam akibat hukum, diantaranya:
19Taufiqurrahman Syahuri,Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta :
Kencana,2013), hal. 100.
20KUHperdata memang sudah tidak berlaku lagi, penulis hanya ingin menguraikan untuk
sekedar informasi
30
a. Hubungan hukum suami dan isteri itu sendiri yang menimbulkan hak
dan kewajiban dalam perkawinan.
b. Hubungan hukum suami isteri terhadap harta yang menimbulkan hak
penguasaan harta bersama.
c. Hubungan hukum suami isteri terhadap anak yang menimbulkan
kekuasaan orang tua terhadap anak.
d. Hubungan hukum suami isteri terhadap masyarakat. Menimbulkan hak
suami melindungi isterinya terhadap pihak ketiga.
Pada KUHPerdata/BW di Bab V, Buku I, pasal 103 sampai dengan 118
mengatur mengenai akibat hukum perkawinan terhadap suami isteri. Pada pasal
103 KUHPerdata/BW mengatakan bahwasannya memang perkawinan
menimbulkan akibat hukum bagi suami isteri, mereka harus saling setia, tolong-
menolong dan bantu-membantu.21 Hal ini merupakan salah satu konsekuensi
(akibat) yang timbul dari hubungan suami isteri itu sendiri. Akibat lain yang
timbul dari hubungan suami isteri adalah :
1. Suami isteri wajib tinggal bersama dalam satu rumah. Isteri harus
tunduk patuh kepada suaminya; ia wajib mengikuti suami kemana
suami memandang baik untuk bertempat tinggal.
2. Suami wajib menerima isterinya dalam satu rumah, yang ia diami.
Suami juga wajib melindungi isterinya dan memberi padanya segala
apa yang perlu dan berpanutan dengan kedudukan dan
kemampuannya. Ini terdapat dalam pasal 107 KUHPerdata/BW
3. Suami isteri saling mengikatkan diri secara timbal balik untuk
memelihara dan mendidik anak-anak. Ini terdapat dalam pasal 104
KUHPerdata/BW.
4. Pasal 105 KUHPerdata menentukan 5 (lima) hal, yaitu:
a) Suami adalah kepala dari persatuan suami-isteri.
b) Suami harus memberi bantuan kepada isterinya.
21Pasal 103 KUHPerdata :”Suami isteri wajib setia satu sama lain, saling menolong, dan
saling membantu.”
31
c) Suami harus mengemudikan urusan harta kekayaan milik pribadi
isterinya.
d) Suami harus mengurus harta kekayaan itu sebagai bapak rumah
tangga yang baik.
e) Suami tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebani
harta kekayaan tak bergerak milik isterinya, tanpa persetujuan si
isteri.
Jadi menurut penulis memang di dalam KUHPerdata/BW diatur mengenai
pemberian nafkah, yang mana terdapat dalam pasal 107 KUHPerdata/BW, suami
wajib memberi padanya (isteri) segala apa yang diperlukan oleh sang isteri dan
keluarga sesuai dengan kedudukan dan kemampuan suaminya. Selain itu, masalah
nafkah ini kita juga dapat membaca dalam ketentuan mengenai perjanjian kawin,
sebetulnya di dalamnya tersimpul adanya kewajiban timbal balik antara suami
isteri dalam hal pemberian nafkah.22 Salah satu pihak dapat mengajukan
permohonan pembatalan atau pisah meja dan tempat tidur, jika ternyata kesetiaan
dalam perkawinan dilanggar. Bahkan hal itu dapat pula merupakan salah satu
alasan untuk mengajukan perceraian. Ketentuan ini terdapat dalam pasal 207, 209,
233 pada KUHPerdata/BW.
D. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah Tangga
Kita tinggal di negara Indonesia yang mana adalah negara hukum. Segala
tindakan harus berdasarkan peraturan yang berlaku, salah satunya adalah
mengenai perkawinan. Di Indonesia dasar dan pedoman dalam bidang Perkawinan
yang digunakan adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Inpres No.1 Tahun 1991 atau yang biasa dikenal dengan Kompilasi Hukum
Islam (KHI). Baik undang-undang Perkawinan maupun KHI telah merumuskan
dengan jelas bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membina keluarga yang
bahagia, kekal dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Terwujudnya tujuan perkawinan tersebut sudah pasti sangat bergantung
pada maksimalisasi peran dan tanggung jawab dari masing-masing pihak baik dari
pihak suami maupun isteri. Sehingga, perkawinan itu pada hakikatnya tidak hanya
22 F.X Suhardana, Hukum Perdata I, (Jakarta:Prenhallindo, 1992), h. 103
32
dipandang sebagai media merealisasikan syari’at agama agar dapat memperoleh
kebaikan di dunia dan akhirat, tetapi perkawinan itu juga dapat menimbulkan
kontrak perdata yang akhirnya muncul hak dan kewajiban diantara keduanya. 23
Secara pengertian hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang
untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu. Sedangkan maksud hak disini adalah
suatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau isteri dari hasil
perkawinannya. Hak ini juga dapat hapus apabila yang berhak rela apabila haknya
tidak dipenuhi atau dibayar oleh pihak lain. Sedangkan kewajiban sendiri
memiliki makna hal-hal yang wajib dilakukan atau diadakan oleh salah seorang
dari suami-isteri untuk memenuhi hak dari pihak lain.24 Ketika masing-masing
pihak suami dan isteri sadar akan peran dan tanggung jawabnya masing-masing,
maka tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntutan agama yaitu
sakinah, mawaddah wa rahmah. Sebelum kita mengetahui apa saja hak dan
kewajiban suami isteri di dalam Undang-Undang perkawinan, tentunya ada pula
ketentuan di dalam Hukum Islam mengenai hak dan kewajiban suami istri,
diantaranya :25
a. Hak isteri , diantaranya:
1.) Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah,
2.) Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami,
3.) Agar suami menjaga dan memelihara istrinya. Yaitu menjaga kehormatan
istri, tidak menyia-nyiakannya, dan agar selalu membimbing istri untuk
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, sesuai
dengan firman Allah SWT :
23Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di
Indonesia,(Jakarta:Prenada Media Group,2004),h.80 24Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,(Yogyakarta:
Liberty, 1986),h. 87. 25 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Modul Pembinaan
Keluarga Sakinah, h.143
33
يأيهاالذينءامنواقواأنفسكموأهليكمناراوقودهاالناسوالحجارةعليهاملئ غ كة
أمرهم ما الله اليعصون يؤمرونشداد ما ويفعلون
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim[66] : 6)
b. Hak suami
Suami berhak untuk ditaati oleh sang isteri. Ketaatan isteri kepada suami
perihal dalam melaksanakan urusan rumah tangga termasuk di dalamnya
memelihara dan mendidik anak, selama sang suami menjalankan ketentuan yang
sesuai dengan syari’at agama dan tidak keluar dari apa yang sudah ditentukan oleh
agama yang berhubungan dengan kehidupan suami isteri.
c. Hak bersama suami isteri, diantaranya :
1.) Halalnya pergaulan sebagai suami-isteri dan kesempatan saling
menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan,
2.) Sucinya hubungan perbesanan. Dalam hal ini isteri haram bagi laki-laki
dalam pihak keluarga suami. Berlaku juga sebaliknya, suami haram bagi
perempuan dalam pihak keluarga isteri,
3.) Berlaku hak saling mewarisi. Apabila salah seorang diantara suami isteri
meninggal maka salah satu berhak untuk mewarisi, walaupun memang
keduanya belum bercampur,
4.) Perlakuan dan pergaulan yang terbaik. Menjadi kewajiban suami-isteri
untuk saling berlaku dan bergaul dengan baik, sehingga dalam keluarga
tercipta suasana yang tenteram, rukun, dan penuh dengan kedamaian.
d. Kewajiban isteri, diantaranya:
1.) Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh
norma agama dan susila,
34
2.) Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga keselamatan dan
mewujudkan kesejahteraan keluarga,
3.) Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah,
4.) Memelihara dan menjaga kehormatan serta melindungi harta benda
keluarga,
5.) Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan nafkah
yang diberikannya dengan baik, hemat dan bijaksana.
e. Kewajiban suami, diantaranya:
1.) Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir batin, serta
menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraannya,
2.) Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan serta mengusahakan
keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan,
3.) Membantu tugas-tugas isteri terutama dalam hal memelihara dan
mendidik anak dengan penuh rasa tanggung jawab,
4.) Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada isteri sesuai dengan
ajaran agama, dan tidak mempersulit apalagi membuat isteri menderita
lahir batin yang dapat mendorong isteri berbuat salah,
5.) Dapat mengatasi keadaan, mencari penyelesaian dengan bijaksana dan
tidak berbuat sewenang-wenang.
Menurut hukum Islam, di dalam hubungan suami isteri maka suamilah
yang menjadi kepala keluarga. Pengurus rumah tangga dan mengurus anak adalah
kewajiban dari seorang isteri. Hal ini disebabkan pada umumnya keadaan jiwa
laki-laki lebih stabil dari pada wanita, demikian juga dalam hal fisik laki-laki itu
lebih kuat dari wanita. Menurut Wahbah Zuhaili hak kepemimpinan keluarga
yang diberikan kepada suami itu karena suami memiliki kecerdasan, fisik kuat,
serta memiliki kewajiban memberi mahar dan nafkah terhadap isterinya. Sehingga
dalam implementasi kehidupan rumah tangga suami sebagai kepala rumah tangga
dan isteri sebagai ibu rumah tangga. Hal yang sama pun dikemukakan oleh
Hamka yang mana menurutnya laki-laki wajib memimpin perempuan, dan kalau
35
tidak dipimpin maka berdosa. Argumen Hamka tersebut karena menurutnya laki-
laki itu dilebihkan Tuhan dari pada perempuan.26
f. Kewajiban bersama antara suami istri, diantaranya:
1.) Saling menghormati orang tua dan keluarga dari kedua belah pihak,
2.) Memupuk rasa cinta dan kasih sayang,
3.) Saling menghormati, sopan santun dan penuh pengertian serta bergaul
dengan baik,
4.) Matang dalam berbuat dan berpikir serta tidak bersikap emosional dalam
persoalan yang dihadapi,
5.) Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka rahasia pribadi,
6.) Sabar dan rela atas kekurangan dan kelemahan masing-masing.
Itulah tadi beberapa hak dan kewajiban suami isteri serta hak bersama
suami isteri menurut hukum Islam. Secara perdata, di dalam Undang-Undang
No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pun telah diatur mengenai hak dan
kewajiban suami isteri. Pada pasal 30-34 mengatur secara khusus mengenai hak
dan kewajiban suami dan isteri. Selain undang-undang perkawinan, diatur pula di
dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai hal tersebut, yaitu terdapat di dalam
pasal 77-83. Yang mana secara rinci dijelaskan sebagai berikut :
1. Kewajiban suami, diantaranya :
a. Terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 34 ayat (1) yang
berbunyi “ suami wajib melindungi isterinya dan memberi segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.”
b. Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80, yaitu:
(1.) Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya,
akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-
penting diputuskan oleh suami isteri bersama,
26 Paparan dari Wahbah Zuhaili, Kedudukan Perempuan Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983),h. 69
36
(2.) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya,
(3.) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan
memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa,
(4.) Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung:
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri,
b. Biaya ruma tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan
bagi isteri dan anak,
c. Biaya pendidikan bagi anak.
(5.) Kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada ayat (4) huruf a
dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari
isterinya.
(6.) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(7.) Kewajiban suami sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) gugur
apabila isteri nusyuz.
Kemudian di dalam pasal 82 nya diatur mengenai kewajiban suami yang beristeri
lebih dari seorang.
2. Kewajiban isteri, diantaranya:
a. Terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 34 ayat (2) yang
berbunyi “Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-
baiknya.”
b. Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 83 dan 84,yaitu:
Pasal 83
(1.) Kewajiban utama seorang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada
suami didalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum Islam,
(2.) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-
hari dengan sebaik-baiknya.
37
Pasal 84
(1.) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah,
(2.) Selama isteri nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada
pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk
kepentingan anaknya,
(3.) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah
isteri tidak nusyuz,
(4.) Ketentuan ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus didasarkan pada
bukti yang sah.
3. Kewajiban dan hak bersama suami isteri
a. Terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal 30-33, yaitu :
Pasal 30
“Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.”
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup bersama
dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga.
Ketentuan dalam pasal 31 ayat (3) ini tidak bersifat mutlak. Bisa dilakukan
pendekatan non hukum yang mana di dalam Al-Qur’am diistilahkan dengan al-
mu’asyarah bi al-ma’ruf. Sebuah pendekatan yang senantiasa mengutamakan
sikap demokratis, manusiawi, demi kemaslahatan bersama.27 Jadi, ketika keadaan
memang memaksa isteri untuk ikut mencari nafkah, dengan alasan yang
mendukung. Agama tidak melarang secara jelas bahwa isteri tidak boleh ikut
mencari nafkah, dengan syarat sudah berkomitmen dengan suami, sudah
27Sri Mulyati, Editor, Relasi Suami Isteri dalam Islam,(Jakarta:Pusat Studi Wanita (PSW)
UIN Syarif Hidayatullah,2004), h.67
38
bermusyawarah dan segala sesuatunya sudah mendapat izin suami dan yang
paling penting tidak melanggar syariat agama. Sayyid Sabiq yang mengutip
pendapat Ibnu Abidin, salah satu ulama Imam Hanafi berpendapat bahwa apabila
isteri bekerja untuk mencari nafkah keluarga selama tidak merugikan hak suami
maka hal itu diperbolehkan.28
Sesuai dengan prinsip perkawinan yang terkandung di dalam Undang-
Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 diatas pada pasal 31,29 sangat jelas
disebutkan bahwasannya memang kedudukan suami dan isteri adalah sama dan
seimbang, baik dalam kehidupan berumah tangga maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan menurut Yahya Harahap khusus menyangkut
mengenai pasal 31 ayat (1) merupakan hal yang sangat wajar mendudukkan
suasana harmonis dalam kehidupan berumah tangga. Dan ini merupakan
perjuangan emansipasi yang sudah lama berlangsung.
Pasal 32
(1) Suami isteri mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
ditentukan oleh suami isteri bersama.
Pasal 33
“Suami isteri wajib saling mencintai, saling menghormati, saling setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lainnya.”
Seorang suami dan isteri yang saling mencintai dan saling menghormati
tidak mungkin akan mencemarkan nama baik mereka masing-masing. Pasangan
suami isteri sudah seharusnya menjadi “pakaian” satu sama lain, saling
melindungi dan menjaga nama baik dari pasangannya. Sedangkan membuka
rahasia orang lain sama hukumnya dengan fitnah, fitnah itu suatu tindakan yang
lebih keji dari pembunuhan. Apabila pasangan suami isteri itu membuka rahasia
28 Sayyid Sabiq., Fiqh Sunnah, Jilid 2, Alih bahasa:Moh.Thalib, (Bandung: PT.Al-
Ma’arif), h.131 29Pasal 31 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 : “(1) Hak dan kedudukan isteri adalah
seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.”
39
pasangannya kepada pihak ketiga, maka tidak ada lagi unsur saling menghornati
dan saling memberi bantuan satu sama lain.
b. Terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 77-79
Pasal 77
(1.) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar
dari susunan masyarakat.
(2.) Suami isteri wajib saling mencintai, saling menghormati, saling setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada lainnya.
(3.) Suami isteri memikul kewajiban untk mengasuh dan memelihara anak-
anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun
kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
(4.) Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
(5.) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Pasal 78.
(1.) Suami isteri harus mempunyai tempat tinggal yang tetap,
(2.) Rumah kediaman yang dimaksud pada ayat (1), ditentukan oleh suami
isteri bersama.
Pasal 79.
(1.) Suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga.
(2.) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama
dalam masyarakat.
(3.) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Sayuti Thalib berpendapat bahwa setidaknya ada lima hal penting dalam
kehidupan berkeluarga, yang pertama pergaulan hidup suami isteri yang baik dan
tenteram dengan rasa saling mencintai, menghormati dan santun menyantuni.
Artinya setiap pasangan suami isteri wajib mewujudkaan pergaulan yang makruf
40
baik kedalam kehidupan rumah tangga maupun kehidupan bermasyarakat. Kedua,
suami memiliki kewajiban yang mana kedudukannya sebagai kepala keluarga
begitupun seorang isteri yang memiliki kewajiban yaitu menyangkut dengan
kedudukannya sebagai ibu rumah tangga. Ketiga, tempat kediaman itu harus
disediakan oleh suami dan pasangan suami isteri itu harus tinggal bersama di
dalam tempat kediaman yang telah ditentukan. Keempat, belanja kehidupan
merupakan kewajiban suami yang harus dipenuhi, dan sang isteri harus membantu
suami mencukupi kebutuhan keluarga. Kelima, isteri bertanggung jawab
mengurus rumah tangga dan membelanjakan biaya rumah tangga yang telah
diusakan oleh suaminya dengan cara yang benar, wajar dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Menurut Martiman hak dan kewajiban suami isteri adalah :
1. Saling mencintai satu sama lain
2. Saling menghormati satu sama lain.
3. Saling setia satu sama lain
4. Saling memberi dan menerima bantuan baik lahir maupun batin terhadap
satu sama lain
5. Sebagai suami berkewajiban memberikan nafkah, memberikan
perlindungan, dan memenuhi segala keperluan rumah tangga, lahir batin,
sesuai dengan kemampuan.
6. Sedangkan sebagai isteri berkewajiban mengatur rumah tangga dengan
sebaik-baiknya.30
30Martiman Projohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia , (Jakarta: Indinesia Legal
Center Publishing, 2002),h.34.
42
BAB III
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SOOKO
A. Sejarah Singkat dan Latar Belakang
Sooko adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Selain nama kecamatan, di dalam kecamatan sooko juga terdapat desa yang
bernama Desa Sooko. Kabupaten Mojokerto sendiri adalah salah satu kabupaten
yang berada di Provinsi Jawa Timur, merupakan wilayah tertua ke-10 di Provinsi
Jawa Timur. Kabupaten Mojokerto terdiri dari beberapa kecamatan, salah satunya
adalah kecamatan sooko. Mojokerto sendiri mempunyai akar sejarah yang
berkaitan erat dengan kebesaran kerajaan majapahit. Pada zaman dahulu,
Mojokerto merupakan pusat dari pemerintahan kerajaan majapahit. Lokasi dari
kerajaan majapahit sendiri diperkirakan sekitar 10 km dari letak Mojokerto
sekarang. Perkiraan ini diambil karena banyaknya peninggalan-peninggalan
kerajaan majapahit seperti candi, umpak-umpak, gapura, saluran air dan
sebagainya.
Masa kejayaan Majapahit merupakan periode yang sangat mengesankan
dalam sejarah Indonesia. Karena pada masa ini, Majapahit menjadi kerajaan
yang paling besar dan mempunyai pengaruh yang begitu luar biasa. Tak hanya di
nusantara, di luar negeri pun nama kerajaan majapahit ini dikenal. Mojokerto
yang memiliki banyak peninggalan bersejarah dari kerajaan majapahit ini sering
dikait-kaitkan dengan kerajaan tersebut. Sehingga penetapan hari jadi Mojokerto
pun sering dikait-kaitkan dengan Majapahit. Konon, hari jadi Mojokerto yaitu
pada tanggal 9 Mei tahun 1923, dari sinilah kemudian tanggal tersebut dijadikan
hari jadi Mojokerto dan diperingati setiap tahun sampai saat ini. Di Mojokerto
terdapat kecamatan Trowulan, yang mana kecamatan ini pernah menjadi pusat
kerajaan Majapahit. Terbukti dengan banyaknya sisa peninggalan sejarah kerjaan
tersebut disana yang ditemukan, yaitu terdapat puluhan candi peninggalan
kerajaan majapahit, makam raja-raja Majapahit, serta pendopo Agung yang
diperkirakan tepat di pusat istana Majapahit.
43
Tidak hanya di masa kerajaan majapahit, di era sekarang ini pun masih
ditemukan beberapa benda yang diduga peninggalan kerajaan majapahit. Edhi
Widodo selaku Kasi Perlindungan Pengembangan dan Pemanfaatan Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur di Trowulan mengatakan
bahwasannya pada tanggal 31 Maret 2018 sebuah prasasti ditemukan warga di
sungai tempuran, Dusun Tempuran, Desa Tempuran, Kecamatan Sooko,
Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Batu itu ditemukan di bawah tanggul
sungai Dusun Tempuran. Batu berukir itu diperkirakan sebagai peninggalan awal
kerajaan majapahit. Batu berbentuk segi enam yang memiliki diameter sekitar 80
cm hanya terlihat jelas sebagian, sementara bagian yang lain masih tertanam di
tanggul sungai. 1 Selain itu jugaa , di Desa Tegalsari, Kecamatan Puri Kabupaten
Mojokerto pernah ditemukan oleh salah satu warga sejumlah benda yang
dianggap sebagai peninggalan kerajaan majapahit.
Wahyudin, warga yang mengaku menemukan barang yang diduga sebagai
peninggalan kerajaan majapahit. Saat itu dia sedang menggali lubang yang
digunakan sebagai resapan air untuk di depan rumahnya. Tetapi sampai pada
kedalaman tiga meter ketika dia menggali, dia menemukan benda-benda yang
diduga sebagai peninggalan kerajaan majapahit. Wahyudin mengatakan, bentuk
benda itu melingkar dengan diameter sekitar 75 cm dengan ketinggian sekitar 50
cm, serta memiliki ketebalan sekitar 3 cm.2 Itulah beberapa penemuan benda
benda yang dianggap sebagai benda peninggalan dari kerajaan majapahit. Dimana
kita tau bahwa kerajaan majapahit ada beberapa ratus tahun lalu. Ini membuktikan
bahwasannya memang Mojokerto terkenal dengan bumi mapahit, terutama
Kecamatan Trowulan yang terkenal dengan sebutan “Pusat Kerajaan Majapahit”.
B. Kebudayan dan Adat Istiadat
Berbicara mengenai adat-istiadat pada masyarakat Mojokerto termasuk
kecamatan sooko, memang tidak terlepas pada adat-istiadat yang ada. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasannya memang, Mojokerto ini
1Batu Prasasti Peninggalan Majapahit Ditemukan Warga Mojokerto, detik
news.com/konten/2018/03/28/m.detik.com-berita-jawa-timur 2Warga Puri Temukan Benda Kuno Diduga Peninggalan Majapahit,
Beritajatim.com/konten/2018/06/05 m.beritajatim.com-pendidikan_kesehatan
44
merupakan pusat peninggalan kerajaan Majapahit, sehingga tata cara pernikahan
masyarakat Mojokerto ini, tidak terlepas dari pengaruh peninggalan kerajaan
Majapahit yang memang telah mengalami proses modernisasi.3 Berikut ini
beberapa adat perkawinan yang memang masih banyak dilakukan oleh masyarakat
Mojokerto termasuk Masyarakat Kecamatan Sooko, diantaranya:
1. Nontoni, Nakokno dan Mbalesi
Melakukan penjajakan dan bersilaturahmi antara dua pihak keluarga
calon pengantin merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam suatu
proses menuju pernikahan. Calon mempelai pria akan bersilaturahmi ke
rumah calon mempelai wanita untuk melihat (nontoni) dan menanyakan
(nakokno) apakah putri dari keluarga wanita bersedia untuk diminta sebagai
menantu. Dan sebagai balasan (mbalesi), keluarga calon mempelai wanita
akan bersilaturahmi ke keluarga calon mempelai pria untuk menyatakan
kesediaannya menjadi besan, setelah mendapat persetujuan putrinya.
2. Lamaran, Peningsetan dan Srahsahan
Lamaran dan peningsetan bisa dilangsungkan secara terpisah maupun
bersamaan. Calon mempelai pria beserta keluarganya datang ke rumah calon
mempelai wanita dengan membawa peningset atau pengikat berupa: pakaian,
perhiasan serta bahan makanan. Peningsetan ini merupakan tanda bahwa telah
terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menjalin ikatan keluarga.
Selanjutnya kedua pihak berunding bersama untuk mencari hari yang
dianggap baik untuk melangsungkan pernikahan. Tahapan ini mungkin terjadi
di setiap daerah, dan bisa jadi penamaannya atau sebutannya yang berbeda-
beda dan tata caranya yang berbeda yang menjadi sebuah ciri khas dari
masing-masing daerah.
3Modernisasi atau pengayaan adalah sebuah bentuk tranformasi dari keadaan yang kurang
maju atau kurang berkembang ke arah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan
masyarakat yang lebih maju, berkembang dan makmur.
45
3. Pasung Tarub atau Tratak
Sehari sebelum dilakukan akad nikah, di rumah calon mempelai wanita
didirikan tarub atau tratak berupa anyaman daun kelapa atau nipah untuk
persiapan menerima tamu. Pada bagian kanan dan kiri pintu masuk dipasang
tuwuhan (tumbuh-tumbuhan) antara lain pohon pisang raja, kelapa hijau,
tebu, padi dan jagung, daun-daun alang-alang dan seterusnya, di mana
kesemuanya memiliki makna sebagai perlambang menuju kebaikan. Di depan
pintu juga diberi janur kuning sebagai tanda akan melangsungkan hajad
mantu. Beberapa desa di Mojokerto juga ada yang memang memasang Tarub
atau Tratak ini beberapa hari sebelum akad nikah akan dilaksanakan, bisa
3,4,5 atau bahkan satu minggu sebelum akad dan hajat pernikahan akan
dilaksanakan. Konon, ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada
para sesepuh kerajaan majapahit, agar segalanya dapat dilancarkan.
4. Siraman
Siraman ini berlangsung di rumah masing-masing calon mempelai pria
dan wanita. Upacara Siraman menggunakan air dicampur bunga tujuh rupa ini
memiliki makna menyucikan diri secara jasmani dan rohani, agar bersih
dalam menuju hidup baru. Sesuai tradisi Jawa Kuno, prosesi siraman
dilengkapi dengan sesajen yang bermakna permohonan keselamatan. Sesajen
ini dimaksudkan sama dengan Tarub atau Tratak yang mana sebagai bentuk
penghormatan dan harapan agar segala acara yang berlangsung mendapat
kelancaran.
5. Walimahan atau Manggulan
46
Setelah siraman dilanjutkan dengan walimahan dan mengundang sanak
keluarga untuk melekan4, yang bermakna mempersiapkan segala sesuatu agar
tidak ada yang terlupa untuk perhelatan besar keesokan harinya. Di beberapan
daerah seperti Bojonegoro, malam ini dinamakan malam midodareni di mana
calon pengantin wanita diharuskan mengenakan kebaya hijau pupus tanpa
perhiasan sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran. Di Malang malam ini
disebut Manggulan, sedangkan calon pengantin wanita mengenakan kain
panjang gringsing kebaya berenda malangan.
6. Upacara Pernikahan Agama
Tahapan yang terakhir ini adalah upacara pernikahan agama. Upacara
pernikahan agama dilakukan menurut aturan agama yang dianut kedua calon
mempelai. Calon pengantin pria beserta keluarga datang ke rumah calon
pengantin wanita atau ke tempat lain yang dianggap sah untuk melaksanakan
upacara pernikahan. Biasanya ini juga dilakukan di beberapa daerah dengan
nama atau sebutan yang berbeda. Ada yang bilang dengan resepsi pernikahan,
pesta pernikahan atau ada juga yang menyebutnya dengan Walimatul ‘Ursy.5
Itu tadi adalah beberapa adat pernikahan yang biasanya dilakukan di
Mojokerto, beberapa masyarakat mojokerto memang masih memegang teguh adat
tersebut. Selain adat perkawinan, di Mojokerto juga terdapat adat lainnya dalam
suatu perayaan. Salah satunya adalah perayaan peringatan Kelahiran Nabi
Muhammad SAW (Maulid Nabi). Setiap perayaan maulid nabi tiap tahun
masyarakat mojokerto mengadakan tradisi ‘Keresan’.6 Seperti yang dilakukan
oleh masyarakat Dusun Mengelo Desa Sooko Kecamatan Mojokerto, mereka
4Melekan/melek bengi itu biasa disebut begadang. Kebiasaan ini tidak hanya sekedar tidak
tidur atau melek sampai pagi saja, dengan tujuan menemani keluarga yang mempunyai hajat, ikut
menjaga harta benda milik tuan rumah, untuk menjaga sawan/hal-hal ghaib yang kurang baik yang
kemungkinan datang kepada calon pengantin dan keluarga, dan lainnya. 5Walimatul ‘Ursy atau yang lazim dikenal sebagai pesta pernikahan, adalah jamuan makan
yang diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan. biasanya walimatul ‘ursy dilaksanakan
setelah akad nikah. 6Tradisi berebut aneka hasil bumi Dan pakaian yang mana perebutannya dilakukan di
pohon keres.
47
mengadakan tradisi ‘Keresan’. Tradisi ini dimaksudkan sebagai rasa syukur atas
kelahiran nabi umat Islam.
Di bawah langit mendung, ribuan warga dari berbagai desa di Kecamatan
Sooko tumpah ruah di halaman Masjid Darussalam, Dusun Mengelo. Dua pohon
Keres atau pohon talok berdiri tegak di halaman masjid. Pohon tidak berakar ini
nampak berbuah lebat. Namun bukan buah keres berbentuk bulat kecil berasa
manis yang terlihat. Tetapi berbagai buah dan hasil bumi yang diikat di setiap
ranting pohon seribu cabang ini. Tak hanya itu, bermacam-macam pakaian pria
dan wanita, topi, kaos kaki, sepatu, serta pakaian anak-anak juga diikat di ranting
pohon talok ini. Salah satu tokoh masyarakat desa sooko menjelaskan
bahwasannya memang masyarakat setempat menyebut tradisi ini sebagai tradisi
keresan karena menggunakan pohon keres untuk memasang aneka barang yang
diperebutkan oleh warga. 7
Bapak Sholeh juga menuturkan, tradisi Keresan ini digelar setiap tahun
untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad. Pohon keres berbuah lebat
oleh aneka hasil bumi sebagai simbol kelahiran Muhammad membawa berkah
bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain itu, tradisi keresan ini juga sebagai rasa
syukur warga atas lahirnya Nabi Muhammad yang memberikan petunjuk ke jalan
yang benar yakni berupa ajaran Agama Islam.
Ribuan pasang mata tertuju pada kedua pohon keres itu. Usai di doakan,
kedua pohon yang sarat berbagai hadiah itu pun menjadi bulan-bulanan warga.
Tak hanya kaum pria, ibu-ibu sampai anak-anak pun terlihat saling tumpah ruah
demi mendapatkan hadiah maulid nabi itu. Andre, salah seorang warga
menuturkan, dirinya datang bersama 3 orang saudaranya untuk mendapatkan
barang-barang tersebut. Pemuda asal Desa Jampirogo ini bahkan membawa
karung plastik agar mampu membawa pulang sebanyak mungkin barang di pohon
keres. Dia mengatakan bahwa ingin membawa pulang barang-barang tersebut
untuk dibawa pulang untuk keluarganya dan dimakan agar mendapat berkah
Maulid Nabi. Tidak membutuhkan waktu yang lama, ribuan hasil bumi, pakaian,
7Menengok Tradisi Keresan di Mojokerto, detiknews/konten/2015/01/03/m.detik.com-
berita-jawa-timur
48
sepatu, kaos kaki dan barang lainnya yang diikat di pohon keres ludes
diperebutkan warga. Meski demikian, tradisi Keresan ini berlangsung damai.
Warga berangsur meninggalkan lokasi setelah puas berebut buah keres.
Yang demikian tadi adalah hanya beberapa adat yang dilakukan masyarakat
Mojokerto pada beberapa peringatan. Tentunya masih banyak lagi adat di
masyarakat Mojokerto yang tidak bisa disebutkan satu-satu. Meskipun saat ini
sudah jaman tekhnologi maju, tetapi sebagian masyarakat masih memegang teguh
sejumlah kebiasaan yang sudah dilakukan sejak para tetua/simbah-simbah buyut
atau turun temurun dari para nenek moyang.
C. Letak Geografis Kecamatan Sooko
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Kecamatan Sooko ini adalah
salah satu kecamatan di Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur. Kecamatan
Sooko merupakan salah satu dari 18 Kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Jarak
kecamatan sooko dengan pusat pemerintahan Kabupaten Mojokerto adalah sekitar
8 KM.. Wilayah kecamatan sooko ini terletak pada ketinggian antara 25 meter
sampai dengan 88 meter diatas permukaan laut. Luas Kecamatan Sooko adalah
23.460 Km2, yang terdiri dari 15 desa, 42 Dusun, 119 RW, dan 406 RT dengan
rincian sebagai berikut:8
Desa Gemekan terdapat 3 Dusun, 7 RW dan 23 RT. Kemudian di Desa
Blimbingsari terdapat 3 Dusun, 8 RW, dan 33 RT. Desa Brangkal terdiri dari 1
Dusun, 4 RW dan 18 RT. Selanjutnya di Desa Kedungmaling terdapat 3 Dusun, 9
RW dan 25 RT. Desa Klinterejo terdapat 3 Dusun, 10 RW, dan 21 RT. Memasuki
Desa Modongan ada 5 Dusun, 17 RW dan 27 RT. Berpindah ke Desa Sambiroto
disana ada 1 Dusun, 2 RW dan 12 RT. Di desa Japan ada 4 Dusun, 14 RW serta
61 RT. Kemudian di Desa Jampirogo ada 2 Dusun, 3 RW dan 12 RT. Di Desa
Wringinrejo terdapat 3 Dusun, 6 RW dan 19 RT. Setelah itu di Desa
Karangkedawang terdapat 3 Dusun, 5 RW dan 28 RT. Memasuki Desa Mojoranu
terdiri dari 3 Dusun, 6 RW dan 14 RT. Di Desa Tempuran terdapat 2 Dusun, 4
RW dan 16 RT, setelah itu di Desa Ngingasrembyong terdapat 4 Dusun, 8 RT dan
8 Arsip Kecamatan Sooko
49
27 RT. Dan yang paling banyak jumlah RT dan RW nya ada di Desa Sooko yaitu
terdiri dari 2 Dusun, 16 RW dan 70 RT.
Berdasarkan data monografi kecamatan sooko pada tahun 2017, kecamatan sooko
berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Gedeg & Kota Mojokerto
Sebelah Selatan : Kecamatan Trowulan & Kecamatan Puri
Sebelah Barat : Kecamatan Trowulan & Kabupaten Jombang
Sebelah Timur : Kecamatan Puri
D. Sistem Kemasyarakatan
Jumlah penduduk Kecamatan Sooko berdasarkan hasil sensus penduduk
2010 adalah sekitar 68.759 jiwa, 17.043 KK dengan jumlah penduduk laki-laki
34.496 dan jumlah penduduk perempuan 68.759 jiwa.9 Dengan rincian jumlah
kepala keluarga dan penduduk wanita dan laki-laki berdasarka desa sebagai
berikut :
Desa Gemekan terdapat 1.027 rumah tangga, jumlah penduduk laki-laki
2.156 dan 2.139 jumlah penduduk perempuan. Kemudian di desa Blimbingsari
terdapat 867 rumah tangga, dengan jumlah 1.729 penduduk laki-laki dan 1.757
penduduk perempuan. Di desa Brangkal ada 989 rumah tangga, dengan jumlah
2.032 penduduk laki-laki dan 2.027 penduduk perempuan. Sedangkan di desa
Kedungmaling ada 1.667 rumah tangga, dengan jumlah 3.598 penduduk laki-laki
dan 3.510 penduduk perempuan. Memasuki desa Klinterejo ada 666 rumah tangga
dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.311 dan 1.288 penduduk
perempuan.
9 Arsip Kecamatan Sooko
50
Berpindah ke Desa Modongan terdapat 1.389 rumah tangga dengan jumlah
2.715 orang penduduk laki-laki dan 2.603 orang penduduk perempuan. Di desa
Sambiroto ada 806 rumah tangga dengan jumlah penduduk laki-laki 1.713 orang
dan penduduk perempuan 1.692 orang, desa Jampirogo ada 716 rumah tangga
dengan jumlah 1.486 orang penduduk laki-laki dan 1.462 orang penduduk
perempuan. Sedangkan di desa Japan ada 2.262 rumah tangga dengan jumlah
4.573 orang penduduk laki-laki dan 4.624 orang penduduk perempuan. Kemudian
di desa Sooko terdapat 2.925 rumah tangga dengan jumlah 5.874 orang penduduk
laki-laki dan 6.053 orang penduduk perempuan. Di desa Wringinrejo ada 604
rumah tangga dengan jumlah penduduk laki-laki 1.320 orang dan 1.295 orang
penduduk perempuan. Berpindah ke desa karangkedawang ada 833 rumah tangga
dengan 1.681 orang penduduk laki-laki dan 1.562 orang penduduk perempuan. Di
desa Mojoranu ada 731 rumah tangga dengan jumlah 1.504 orang penduduk laki-
laki dan 1.375 orang penduduk perempuan. Terakhir di desa Tempuran ada 576
rumah tangga dengan jumlah penduduk laki-laki 576 orang dan penduduk
perempuan 1.132 orang.
Untuk kepercayaan penduduk kecamatan sooko, penduduk yang beragama
Islam berjumlah 71.206 jiwa, sedangkan untuk kristen protestan 460 jiwa, untuk
kristen katolik ada 221 jiwa. Kemudian untuk penduduk beragama hindu ada 29
jiwa, dan untuk penduduk yang beragama budha ada 18 jiwa. Dengan rincian
sebagai berikut : untuk desa gemekan jumlah penduduk yang beragama Islam ada
4.512 jiwa, Desa Blimbingsari 3.599 jiwa, Desa Brangkal 3.988 jiwa, Desa
Kedungmaling 7.325 jiwa, Desa Klinterejo 2.717 jiwa, Desa Modongan 5.358,
Desa Sambiroto 3.748 jiwa, Desa Jampirogo3.226 jiwa, Desa Japan 8.555 jiwa,
Desa Sooko 13.025 jiwa, Desa Wringinrejo 2.793 jiwa, Desa karangkedawang
3.320 jiwa, Desa Mojoranu 2.878 jiwa, Desa Tempuran 2.573 jiwa, dan untuk
Desa Ngingasrembyong 3.589 jiwa.
Sedangkan untuk penduduk kecamatan sooko yang beragama Kristen
Protestan dengan rincian sebagai berikut : untuk Desa Gemekan 2 jiwa, Desa
Blimbingsari 3 jiwa, Desa Brangkal 54 jiwa, Desa Kedungmaling 69 jiwa, Desa
Modongan 5 jiwa, Desa Sambiroto 10 jiwa, Desa Jampirogo 13 jiwa, Desa Japan
51
120 jiwa, Desa Sooko 120 jiwa, Desa Tempuran 28 jiwa, Desa Ngingasrembyong
36 jiwa, sedangkan untuk Desa Klinterejo, Desa Wringinrejo, Desa
Karangkedawang dan Desa Mojoranu tidak ada penduduk yang beragama Kristen
Protestan.
Kemudian untuk penduduk kecamatan sooko yang beragama Hindu dengan
rincian sebagai berikut : Desa Brangkal 15 jiwa, Desa Jampirogo 2 jiwa, Desa
Sooko 12 jiwa, selain itu tidak terdapat penduduk yang beragama hindu. Dan
untuk penduduk yang beragama Budha dengan rincian: Desa Gemekan 4 jiwa,
Desa Brangkal 9 jiwa dan untuk Desa sooko 5 jiwa, selain desa tersebut tidak
ada.10
Berbicara mengenai luas kecamatan sooko. Kecamatan sooko memiliki luas
sekitar 23.460 Km2, dengan rincian penggunaan lahan pada tahun 2015 sebagai
berikut :
Di desa Gemekan luas desanya sebesar 1,10 Km2 dengan luas lahan sawah
sebesar 33 Ha dan luas lahan non sawah sebeaar 8 Ha. Kemudian di desa
Blimbingsari luas desanya sebesar 2,12 Km2 dengan luas lahan sawahnya sebesar
146 Ha dan luas lahan non sawahnya sebesar 1 Ha. Di desa Brangkal luas desanya
sebesar 1,22 Km2 dengan luas lahan sawahnya sebesae 77 Km2 dan luas lahan
non sawahnya tidak ada. Berpindah ke desa Kedungmaling luas desanya sebesar
1,46 Km2 dengan luas lahan sawahnya sebesar 68 Ha sedangkan luas lahan non
sawahnya tidak ada. Di desa Klinterejo luas desanya sebesar 1,39 Km2 dengan
luas lahan sawahnya sebesar 78 Ha dan luas lahan non sawahnya tidak ada.
Kemudian di desa Modongan luas desanya sebesar 2,67 Km2 dengan luas lahan
sawahnya sebesar 141 Ha dan luas lahan non sawahnya sebesar 1 Ha.
Desa Sambiroto memiliki luas desa sebesar 1,46 Km2 dengan luas lahan
sawahnya sebesar 99 Ha dan luas lahan non sawahnya tidak ada. Berpindah ke
desa Jampirogo luas desanya sebesar 1,14 Km2 dengan luas lahan sawahnya
sebesar 47 Ha dan luas lahan non sawahnya 16 Ha. Di desa Japan luas desanya
sebesar 1,40 Km2 dengan luas lahan sawahnya sebesar 23 Ha dan luas lahan non
sawahnya tidak ada. Setelah itu di desa Sooko luas desanya sebesar 1,47 Km2
10 Arsip Kecamatan Sooko
52
dengan luas lahan sawahnya sebesar 22 Ha dan luas lahan non sawahnya 2 Ha. Di
desa Wringinrejo luas desanya sebesar 1,50 Km2 dengan luas lahan sawahnya
sebesar 105 Ha dan luas lahan non sawahnya tidak ada. Desa Karangkedawang
luas desanya sebesar 1,26 Km2 dengan luas lahan sawahnya sebesar 89 Ha dan
luas lahan non sawahnya sebesar 1 Ha. Desa Mojoranu luas desanya sebesar 1,76
Km2 dengan luas lahan sawahnya sebesar 155 Ha sedangkan luas lahan non
sawahnya tidak ada. Di desa Tempuran luas desanya sebesar 1,68 Km2 dengan
luas lahan sawahnya sebesar 102 Ha dan luas lahan non sawahnya sebesar 37 Ha.
Yang terakhir desa Ngingasrembyong luas desanya sebesar 1,83 Km2 dengan luas
lahan sawahnya sebesar 67 Ha dan luas lahan non sawahnya sebesar 27 Ha.
Berbicara mengenai industri dan perdagangan di kecamatan sooko, ada
beberapa perusahaan industri besar maupun sedang menurut sub sektor industri
yang terdapat di kecamatan sooko pada tahun 2016, diantaranya adalah : sub
sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Di kecamatan sooko sub sektor
industri ini terdapat 2 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sekitar 44 orang.
Selain itu sub sektor industri lainnya yang ada di kecamatan sooko adalah tekstil,
pakaian jadi, kulit dan alas kaki. Di kecamatan sooko sub sektor industri terdapat
12 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sekitar 357 orang.11 Memang
kecamatan sooko ini terkenal sebagai sentra industri sepatu dan sendal dan
industri sepatu dan sendal ini bisa dikatakan sebagai industri utama di kota
Mojokerto. Tercatat lebih dari 100 unit industri sepatu dan sendal yang ada di
Kota Mojokerto baik formal maupun informal, baik yang berskala kecil, sedang
maupun besar, produksinya sudah dipasarkan ke berbagai daerah di nusantara
bahkan tidak sedikit yang telah diekspor ke berbagai negara terutama ke negara-
negara Eropa, Amerika dan Timur Tengah. Terhadap keberadaan industri sandal
sepatu ini pemerintah Kota Mojokerto mendukung penuh melalui berbagai upaya
diantaranya penguatan modal, peningkatan keterampilan tekhnis, penguatan
kelembagaan serta merek dan hak cipta. Sebagai pendukung Industri Kecil dan
Menengah (IKM) di Mojokerto yang paling menonjol yaitu IKM sepatu (anggota
cluster alas kaki), dibangunlah Pusat Perkulakan Sepatu Trowulan (PPST) yang
11 Arsip Kecamatan Sooko
53
merupakan pasar sepatu pertama terbesar di Indonesia, yang melayani pembelian
partai maupun eceran, serta spesifikasi produk alas kaki terlengkap termasuk
sepatu dan sandal casual, sepatu olahraga, sepatu safety for industry, dan
sebagainya.
54
BAB IV
SISTEM PEMBERIAN NAFKAH
A. Kedudukan Nafkah Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif
Tujuan perkawinan adalah untuk membina keluarga yang bahagia, kekal
abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan tersebut sudah
jelas sangat tergantung pada peran dan tanggung jawab masing-masing pihak
antara suami dan isteri. Suami memiliki kewajiban dan dapat menuntut haknya.
Begitu juga sebaliknya, isteri mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan dan
mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satu kewajiban suami yang harus
dijalankan dan hak isteri yang harus dipenuhi adalah masalah nafkah. Ketika telah
terjadi akad nikah, maka suami wajib memberi nafkah untuk isterinya dan anak-
anaknya. Hak yang dimiliki oleh isteri ini harus dilakukan oleh suami, karena
suami bertanggung jawab penuh dalam terselenggaranya rumah tangga yang
bahagia dan sejahtera. Nafkah menjadi suatu hal yang sangat penting dalam
sebuah pernikahan, karena nafkah berkaitan dengan keberlangsungan kehidupan
berumah tangga. Dengan adanya nafkah yang cukup, maka kebutuhan hidup isteri
maupun anak-anak dapat dipenuhi terlebih untuk keperluan sandang, pangan dan
papan.
Nafkah menjadi suatu hal yang bersifat elastis dan fleksibel tergantung
kondisi yang melingkupinya berupa kenyataan sosial dan perkembangan
kebutuhan hidup manusia serta kondisi riil dari kehidupan pasangan suami isteri
dalam perkawinan. dalam rumah tangga, suami berkedudukan sebagai kepala
rumah tangga. Kepala rumah tanggalah yang mempunya kewajiban untuk
memenuhi nafkah keluarga. Segala hal yang berkaitan dengan nafkah juga telah
diatur didalam Hukum Islam dan hukum positif, ini menunjukkan memang nafkah
ini masalah penting yang harus diatur agar kehidupan rumah tangga dalam
berjalan sebagaimana mestinya.
1. Nafkah Menurut Hukum Islam
55
a. Hukum Memberikan Nafkah
Selain bersifat ilahiah, perkawinan merupakan lembaga sosial yang
menghasilkan konsekuensi hukum, terkait dengan hak dan kewajiban suami
isteri.1 Dalam kaitan ini di dalam QS. Al-Baqarah ayat 233 mengajarkan bahwa
ayah berkewajiban memberi nafkah kepada ibu anak anak dengan cara yang
ma’ruf. Maksud ma’ruf disini adalah sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di
daerah atau negara tersebut, atau bisa juga diartikan sesuai dengan kebutuhan.
Suami memberikan belanja secukupnya kepada isteri dalam arti sesuai dengan
besarnya kebutuhan hidup yang wajar dari isteri. Di dalam ayat tersebut juga
dapat disimpulkan bahwasannya ketentuan nafkah yang ditetapkan di dalam Al-
Qur;an memberikan pemahaman bahwa suami wajib memberikan nafkah
keluarganya sesuai dengan kemampuannya.
Bagi orang yang mampu diberikan kemudahan rezeki atau mampu harus
menafkahi keluarganya sesuai dengan kemampuannya, sedangkan orang yang
kurang mampu sesuai dengan keadaannya. Nafkah adalah kewajiban suami yang
harus diberikan terhadap isterinya. Kewajiban agama itu merupakan beban hukum
yang harus dilaksanakan, sedangkan prinsip pembebanan hukum nafkah ini
tergantung kepada kemampuan suami untuk memberikannya. Dalam hal
pemberian nafkah ini, mungkin ada satu waktu suami ini mampu memberikan
nafkah namun diwaktu lain ternyata sang suami tidak mampu menjalankan
kewajibannya yaitu memberikan nafkah. Jadi ketika disuatu waktu sang suami
tidak memberikan nafkah karena ketidaksanggupannya maka itu terhitung hutang
kepada isterinya.
Jumhur ulama sepakat bahwa pemberian nafkah itu bersifat tetap atau
permanen. Maksudnya jika sang suami memiliki kesanggupan untuk memberikan
nafkah tapi dia tidak melaksanakan itu, maka sang isteri boleh mengambil harta
suaminya sebanyak kewajiban yang dipikul oleh sang suami untuk memberikan
nafkah. tetapi jika keadaannya sang suami dalam keadaan tertentu tidak bisa
menjalankan kewajibannya karena ketidakmampuannya maka itu terhitung hutang
olehnya yang tetap harus dibayar setelah dia memiliki kemampuan untuk
1Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2013), h.248.
56
menjalankan atau memenuhinya. Nafkah merupakan suatu pemberian suami
terhadap isteri.
b. Jenis dan Ukuran Nafkah
Kewajiban memberikan nafkah yang ditanggung oleh suami tidak hanya
terbatas oleh nafkah lahiriah (materi), namun juga mencakup nafkah batiniyah
(non materi). Nafkah lahiriah (materi) adalah segala bentuk pemberian suami yang
diberikan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Nafkah utama yang harus
dipenuhi adalah berupa sandang, pangan dan papan dan kebutuhan rumah tangga
lainnya yang mana pemenuhannya disesuaikan dengan kondisi ekonomi suami
serta adat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat tersebut. Nafkah lahiriah
(materi) yang harus diberikan oleh isteri selain kebutuhan pokok diatas tentunya
masih ada yang mana berupa kebutuhan rumah tangga, biaya perawatan, biaya
pengobatan, dan biaya pendidikan anak-anak, yang mana kembali lagi pemenuhan
kebutuhan tersebut disesuaikan dengan lingkungan, zaman dan kondisinya.
Sedangkan berbicara mengenai nafkah batiniah (non materi), maka suami wajib
berlaku sopan terhadap isterinya, menghormatinya serta memperlakukannya
dengan wajar. Selain itu suami juga harus memberi perhatian penuh kepada isteri,
setia kepada isteri dengan cara menjaga kesucian pernikahan dimanapun berada,
berusaha semaksimal mungkin untuk dapat meningkatkan keimanan, ibadah dan
kecerdasan seorang isteri, membimbing isteri dengan sebaik-baiknya, memberi
kebebasan kepada isteri untuk berbuat, bergaul ditengah-tengah masyarakat, dan
yang terakhir suami hendaknya dapat memaafkan kekurangan isteri dan suami
juga harus melindungi isteri dan memberikan segala keperluan hidupnya sesuai
dengan kemampuannya.2
Dalam kitab Raudhah Al-Nadiyyah, yang dikutip oleh Slamet Abidin dan
H.Aminuddin, disebutkan bahwa kecukupan dalam hal makanan meliputi semua
yang dibutuhkan oleh isteri, termasuk buah-buahan, makanan yang bisa
dihidangkan dalam pesta dan segala jenis makanan menurut ukuran yang wajar.
Selanjutnya dikatakan bahwa termasuk dalam pengertian kebutuhan adalah obat-
obatan dan sebagainya. Jadi, jelas kewajiban memberikan nafkah hanya diberikan
2 Slamet Abidin, Fikih Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia,1999), h. 171.
57
kepada yang berhak, yaitu dengan memberikan sesuai dengan kebutuhan bukan
dengan menentukan jumlah nafkah yang harus diberikan karena dikhawatirkan
terjadi keborosan penggunaan dalam keadaan tertentu. Maksudnya disini adalah
pemberian belanja secukupnya kepada isteri sesuai dengan kebutuhan hidup yang
wajar bagi sang isteri. Bukan malah sang isteri menuntut yang berlebihan
sehingga ia bersikap boros dan kikir. Apabila suami tidak memberikan nafkah
yang menjadi kewajibannya, maka sang isteri boleh mengambil harta sang suami
untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Dengan syarat sang isteri adalah
seseorang yang sudah dewasa dan berakal sehat, bukan seorang pemboros atau
orang yang gemar berbuat mubadzir. Sebab, orang-orang seperti itu tidak boleh
diserahi harta benda.
c. Gugurnya Nafkah
Suami memang memiliki kewajiban memberikan nafkah untuk isterinya,
tetapi ada beberapa hal disini yang dapat menggugurkan kewajiban suami
memberikan nafkah untuk isterinya, diantaranya:
1.) Wafatnya salah satu pihak
Jika suami wafat dan belum sempat untuk memenuhi nafkahnya, maka
isteri tidak boleh mengambil nafkah yang belum terbayarkan dari harta
suaminya. Berlaku juga sebaliknya, ketika isteri yang wafat, maka ahli
warisnya tidak bisa mengambil nafkahnya
2.) Nusyuz
Nafkah wajib bagi isteri selama ia menunaikan berbagai tanggungan. Ia
memenuhi batasan-batasan fitrahnya. Jika ia sombong dengan fitrahnya,
menyimpang dari aturan, berpaling pada jalan, melampaui suami dalam
tujuan kehidupan rumah tangga maka ia tidak mendapatkan hak ini.
Terjadinya nusyuz isteri mengharamkannya dari hak untuk mendapatkan
nafkah. Ini pendapat dari para jumhur ulama, berbeda dengan pendapat
ulama Zahiriyah yang tetap mewajibkan pemenuhan nafkah kepada
isterinya walaupun ia nusyuz.
3.) Isteri Murtad
58
Ketika isteri murtad, maka suami tidak lagi mempunyai kewajiban untuk
menafkahinya. Kewajiban untuk menafkahi isterinya gugur dengan
sendirinya setelah sang isteri murtad. Karena dengan murtadnya isteri
tersebut dapat mengharamkan hubungan suami isteri dan dapat merusak
akad.
d. Nafkah Menurut Hukum Positif
Selain diatur di hukum Islam, ketentuan nafkah ini juga tentunya diatur
didalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Di dalam UU Perkawinan
No.1 Tahun 1974 dalam pasal 34 ayat (1) disebutkan bahwa suami wajib
melindungi isterinya dan memberi segala keperluan hidup berumah tangga sesuai
dengan kemampuannya.3 Di dalam pasal tersebut memang tidak menyebutkan
kewajiban suami isteri bersifat kebutuhan lahir dengan menggunakan
kata”nafkah”,4 tetapi menggunakan keperluan hidup berumah tangga. Tetapi
disini tetap jelas bahwa apa yang dimaksud di dalam pasal tersebut adalah suami
wajib memenuhi segala apa yang dibutuhkan isteri untuk kelangsungan hidupnya.
Di dalam pasal ini juga tidak ditetapkan berapa batas minimal dan maksimal
nafkah yang menjadi kewajiban suami terhadap isteri. Tetapi dapat didasarkan
pada keadaan masing-masing suami istri. Hal ini agar ketentuan ini tetap dapat
digunakan dan menjadi pemenuhan kebutuhan rasa keadilan yang diharapkan oleh
masyarakat.
Selain itu di dalam Kompilasi Hukum Islam juga diatur mengenai nafkah adalah
sebagai suatu kewajiban dari suami. ini terdapat di dalam pasal 80 ayat 2 dan 4 :
Ayat 2
Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Di dalam undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang
terkait dengan masalah nafkah, hanya dijelaskan kewajiban suami untuk
memenuhi segala kebutuhan hidup isterinya. Sedangkan di dalam Kompilasi
3 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 34 ayat (1) 4 Anton M.Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.93
59
Hukum Islam pasal 80 ayat 4 nya disebutkan secara rinci bentuk atau macam-
macam nafkah apa saja yang harus dipenuhi oleh suami (nafkah materi).
Ayat 4:
1.) Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi isteri.
2.) Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi isteri
dan anak.
3.) Biaya pendidikan bagi anak.5
Kewajiban suami terhadap isteri yang terdapat pada ayat 4 point (1) dan
(2) mulai berlaku ketika sudah ada tamkin sempurna dari isteri. Artinya isteri
telah taat dan patuh terhadap suami, tidak membangkang. Suami tidak lagi
diwajibkan memenuhi nafkah bagi isterinya ketika isterinya nusyuz. Sebagaimana
kita ketahui setiap rumah tangga pasti menginginkan keluarga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah. Sedangkan untuk bisa mencapai itu semua tentunya ada
beberapa hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah kesadaran para pihak,
baik suami dan isteri untuk mengetahui dan menjalankan kewajibannya. Sehingga
semua hak dan kewajiban dari suami isteri bisa dijalankan dan terpenuhi. Itu
semua agar ketentraman dalam rumah tangga bisa bisa berjalan secara harmonis
dan tentram.
Diatas telah disebutkan secara rinci, bentuk nafkah apa saja yang menjadi
kewajiban suami, yang dimaksud dengan nafkah kiswah artinya nafkah berupa
pakaian atau sandang. Nafkah kiswah ini sebagai salah satu nafkah yang menjadi
kewajiban suami terhadap isteri. Sehingga isteri berhak untuk mendapatkan
nafkah kiswah. pakaian atau sandang yang dimaksud disini adalah segala
kebutuhan yang berkaitan erat dengan anggota badan. Suami wajib memberikan
kiswah ini kepada isterinya berupa pakaian yang dapat menutupi aurat dan
berbagai macam kebutuhan lahiriah lainnya.6
Selain pakaian atau sandang, nafkah kiswah juga mencakup beberapa hal,
diantaranya:
1.) Biaya pemeliharaan jasmaniah isteri.
5Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 80 6 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung : Pustaka Setis, 2010),cet. ke-6, h.
44.
60
2.) Biaya pemeliharaan kesehatan
3.) Biaya kebutuhan perhiasan
4.) Biaya kebutuhan rekreasi
5.) Biaya pendidikan anak
6.) Biaya lain yang tidak terduga.
Ketika suami telah melaksanakan kewajiban memenuhi segala nafkah bagi
isterinya, maka sang isteri wajib untuk taat dan patuh kepada suaminya. Isteri
wajib menutup auratnya, menjaga kemaluannya, tidak keluar rumah tanpa
sepengetahuan dan tanpa seizin suami, taat dalam beribadah, mengelola keuangan
dengan sebaik-baiknya, serta menjaga dan mendidik anak dengan akhlak dan budi
pekerti yang baik. Mengenai masalah hak dan kewajiban suami isteri diatur pula
mengenai kelalaian suami dan isteri terhadap kewajibannya. Di dalam pasal 34
UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan diatur sebagai berikut:
Ayat 3:
Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada pengadilan.
Hal itu merupakan jaminan terhadap masing-masing pihak, baik suami atau isteri
terhadap hak mereka apabila terabaikan. Artinya di dalam pasal tersebut diatur
apabila suami atau isteri melalaikan kewajibannya maka masing-masing baik
suami atau isteri dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan. Begitu
pentingnya masalah nafkah. Bahkan ketika suami atau isteri itu putus ikatan
perkawinannya maka akan ada akibat yang muncul. Salah satunya yang telah
diatur di dalam pasal 41 Undang-Undang No.1 Tahun 1974:
Huruf c:
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi isteri.
Di dalam pasal tersebut sudah jelas. Bahwasannya ketika ikatan perkawinan itu
putus, bekas suami masih mempunya kewajiban untuk memberikan sesuatu
kepada bekas isterinya berdasarkan putusan pengadilan. Biasanya pemberian itu
mempunyai batasan jumlah dan waktu yang nantinya telah disetujui dan
ditetapkan oleh pengadilan.
61
Dari beberapa penjelasan tadi dapat disimpulkan bahwasannya kedudukan
nafkah telah diatur didalam hukum Islam maupun hukum positif. Di dalam hukum
Islam, nafkah merupakan kewajiban suami yang harus dipenuhi kepada isteri,
bahkan ketika suami tidak memberikan nafkah itu terhitung hutang kepada
isterinya. Dan ketika suami mampu memberikan nafkah tetapi dia tidak
menjalankan kewajibannya, maka isteri boleh mengambil harta suaminya sesuai
dengan nafkah yang diperlukan tanpa sepengetahuan suami. Untuk besaran dan
kadar nafkah memang tidak ditentukan secara jelas dan pasti, tetapi itu semua
disesuaikan dengan keadaan suami dan kebiasaan dari masyarakat tempat tinggal
mereka. Sedangkan di dalam hukum positif , baik di dalam UU No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan maupun di dalam Kompilasi Hukum Islam diatur pula
mengenai nafkah. Di dalam UU No.1 Tahun 1974 disebutkan bahwasannya
memang kewajiban memberikan nafkah adalah kewajiban suami, bahkan dibagian
pasal 34 di dalam UU tersebut yang menjelaskan bahwa ketika suami atau isteri
lalai dalam melakukan kewajibannya, maka salah satu pihak dapat mengajukan
gugatan ke pengadilan. Ini tentu sebagai dasar bahwa memang nafkah ini sangat
penting. Kemudian diperkuat didalam Kompilasi Hukum Islam mengenai nafkah
yang menjadi hak isteri untuk dipenuhi oleh suami, diantaranya seperti Nafkah,
kiswah, dan tempat kediaman bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya perawatan,
biaya pengobatan bagi isteri dan anak, dan biaya pendidikan bagi anak
B. Sistem Pemberian Nafkah pada Pasangan Suami Isteri
Seperti yang telah disebutkan di BAB I bahwasannya memang perceraian
di Mojokerto ini mengalami peningkatan. Perceraian di Mojokerto ini didominasi
oleh faktor ekonomi atau nafkah dan tidak adanya tanggung jawab. Data di
Pengadilan Agama (PA) Mojokerto menyatakan pada tahun 2016 ada 2.671 kasus
perceraian atau naik sekitar 0,98% dibanding tahun sebelumnya. Dimana pada
tahun 2015 kasus perceraian di Mojokerto sebesar 2.086 kasus. Menurut data pada
tahun 2016 di Pengadilan Agama Mojokerto, yaitu sebanyak 52,00% dengan
alasan lalainya hak dan kewajiban dalam rumah tangga dengan kategori 46,16%
62
karena masalah ekonomi atau nafkah sedangkan 5,84% tidak adanya tanggung
jawab.7
Kecamatan sooko ini menjadi salah satu kecamatan penyumbang
terbanyak untuk kasus perceraian dibanding dengan kecamatan lainnya di
Kabupaten Mojokerto. Selama tahun 2016, di kecamatan sooko terdapat sebanyak
91 kasus perceraian, baik cerai gugat maupun cerai talak.8 Selain itu, alasan
penulis mengambil lokal penelitian di Kecamatan Sooko, karena Kecamatan
Sooko ini adalah kecamatan yang letaknya diperbatasan. Maksudnya perbatasan
disini adalah ada beberapa dari bagian kecamatan sooko yang terletak di kawasan
pedesaan dan sebagian lagi dekat dengan kawasan perkotaan. Disini untuk
kawasan pedesaan, kebanyakan wanita atau para isteri bekerja sebagai buruh tani
atau ada juga yang berdagang. Sedangkan untuk yang kawasan dekat perkotaan,
kebanyakan wanita atau para isteri bekerja sebagai buruh pabrik atau buruh dari
home industri sepatu. Karena memang beberapa desa di kawasan perkotaan,
terkenal dengan home industri sepatu. Kecamatan sooko ini terkenal dengan
industri sendal dan sepatu yang mana ini menjadi salah satu icon dari
kota/kabupaten Mojokerto. Memang kebanyakan dari karyawannya adalah para
ibu rumah tangga.9
Berdasarkan wawancara dengan masyarakat kecamatan sooko kabupaten
Mojokerto terkait sistem pemberian nafkah pada pasangan suami isteri, ditemukan
beberapa sistem pemberian nafkah yang ada di Kecamatan Sooko Kabupaten
Mojokerto, diantaranya:
1. Isteri Menjadi Pencari Nafkah Utama
Pertama, Keluarga Ibu Husnul Alfiah. Ibu Husnul Alfiah adalah isteri dari
bapak Gufron. Pasangan ini sudah menikah dari tahun 1992, berarti umur
pernikahan mereka sudah 26 tahun. Pasangan ini terlihat rukun dan harmonis.
Walaupun Semenjak 4-5 tahun lalu pak Gufron menderita sakit yang
7Laporan Pengadilan Agama Mojokerto Tahun 2015-2016 8Badan Pusat Statistik, Kecamatan Sooko dalam Angka 2017, (Mojokerto: Badan Pusat
Statistik,2017), h.70
9 Arsip Kecamatan Sooko
63
bermasalah dengan ginjalnya. Penyakit yang akhirnya sampai sekarang
membuat kondisi kesehatannya tidak sebaik sebelumnya. Ibu Husnul
mengatakan bahwsaannya dulu suaminya bekerja sebagai buruh pembuat
sepatu, karena memang di Desa Japan ini terkenal dengan home industri sepatu
dan sandal. Karena proses membuat sepatu itu banyak, pak Ghufron dan Ibu
Husnul ini biasanya diberikan bagian menjahit dan membuat pola sepatu dan
sendal . Karena memang bagiaan itu yang bisa dikerjakan, yang mana memang
buruh pembuat sepatu ini per kodinya dihargai sekitar 13.000 rupiah.
Tergantung pengerjaan proses yang mana. Setelah bapak sakit, kemudian
keadaan sudah membaik, pak Gufron tidak bisa lagi menjadi buruh pembuat
sepatu dikarenakan kondisi tubuhnya yang tidak sebaik sebelum sakit.
Akhirmnya pak Gufron hanya berdiam diri dirumah sambil sekali kali mencari
barang bekas disekitar rumahnya.
Barang bekas yang tidak langsung dijual ini dikumpulkan terlebih dahulu
di rumahnya. Kemudian setelah dirasa banyak, akan dipanggil penggepul
kerumah, itupun terkadang satu karung dihargai tidak sampai dengan lima ribu
rupiah. Sekarang ini pencari nafkah utama adalah ibu husnul. Ibu husnul yang
hanya mempunyai kemampuan mengerjakan sepatu dibagian menjahit dan
tidak bisa bekerja dengan cepat hanya bisa mendapatkan penghasilan 200
perminggu atau dibawahnya, tergantung pengiriman pengerjaan yang datang
kepadanya dan tergantung lama atau cepatnya pengerjaan yang dilakukan ibu
Husnul.
Tentunya ibu Husnul bekerja pun atas izin suaminya, karena bekerja
sebagai buruh pembuat sepatu bukan paksaan dari sang suami, itu atas dasar
kemauan ibu Husnul sendiri agar bisa membantu perekonomian keluarga.
Karena dengan bekerjanya ibu Husnul dapat membantu perekonomian keluarga
walaupun memang masih sangat kurang. Terkadang jugaa ketika tidak ada
pengerjaan sepatu ibu Husnul tidak mendapatkan uang dan biasa meminjam
uang kepada tetangga atau saudara sudaranya. Selain itu bekerja sebagai buruh
pembuat sepatu pun masih bisa membuat ibu Husnul menjalankan
kewajibannya sebagai isteri. Karena tempat bekerja bu Husnul yang masih
64
dekat dengan rumah. Walaupun memang terkadang bergantian dengan sang
suami dalam pengerjaan pekerjaan rumah ketika ibu Husnul merasa lelah
dengan pekerjaannya. Ibu husnul sendiri pun mengerti seharusnya memang
mencari nafkah adalah kewajiban suami, tetapi ketika suami itu mengalami
kesulitan, maka isteri pun harus siap membantu, termasuk masalah dalam
ekonomi keluarga. Apalagi memang bukan kemauan suami untuk tidak
mencari nafkah tetapi memang karena faktor usia yang semakin tua sehingga
membuat kekuatan fisiknya pun juga ikut menurun.10
Kedua ada Ibu Laila adalah isteri dari bapak Antok. Ibu Laila sudah
menikah hampir 3 tahun. Tetapi sayangnya pernikahannya hanya bertahan
sampai dengan umur 3 tahun, karena sekarang ibu Laila sedang menunggu
proses gugatan cerai yang sudah dimasukkan ke Pengadilan Agama Mojokerto.
Sebelum ibu Laila memutuskan bercerai, memang kehidupan mereka sangat
harmonis. Dulu bapak Antok bekerja di sebuah rental mobil. Penghasilannya
pun lumayan, bisa dapat sekitar 300-400 perminggu bahkan bisa lebih dari itu.
Namun itu hanya bertahan di beberapa bulan awal menikah, setelah itu pak
Antok tidak lagi memberikan nafkah untuk sang isteri. Ketika pulang kerumah
dan ibu Laila meminta uang, dia mengaku tidak punya uang karena rental
sedang sepi dan sedang ada masalah. Keadaan itu terus memburuk karena
sudah hampir satu tahun tidak bekerja. Sampai akhirnya ibu Laila memutuskan
untuk bekerja. Ibu Laila bekerja di bagian produksi di perusahaan Mayora. Gaji
yang didapat setidaknya bisa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ketika
suaminya tidak lagi memberikan nafkah.
Ibu Laila mendapatkan gaji sekitar 1.800.000 ribu atau bisa sampai dengan
2.000.000 itu dengan uang lembur. Gaji yang didapat tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk memberikan kepada orang
tua ibu Laila. Karena sebelum ibu Laila bekerja dan suami tidak memberikan
nafkah, ibu Laila masih hidup bersama dengan orang tua dan mengandalkan
dari orang tua. Akhirnya keadaaan inilah yang membuat ibu Laila memutuskan
10Husnul Alfiah, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 06 Juni
2018
65
untuk bercerai. Karena setiap hari pun ibu Laila harus berdebat dengan sang
suami, karena sang suami tidak memberikan nafkah, tidak memberikan uang
belanja. Padahal menurut ibu Laila suami memang berkewajiban mencari
nafkah. Isteri boleh bekerja tetapi bukan berarti suami lepas dari tanggung
jawabnya. 11
Ketiga ada Ibu Iswahyuni yang biasa dipanggil dengan ibu Is, sudah
menikah dengan sang suami bapak Edi sekitar hampir 30 tahunan. Sampai
pernikahan bertahan sejauh ini mereka hanya memiliki satu orang anak. Jauh
sebelum bu Is membuka usaha warung kecil-kecilan dirumah, sang suami
adalah seorang juragan (bos) dalam pembuatan sepatu bagian pengeleman. Dan
dari penghasilan itu pun, sangat cukup untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari. Penghasilan yang didapat oleh bapak Edi bisa mencapai
3jt/minggu. Bu Is pun mengatakan mungkin karena dia merasa banyak uang
akhirnya datanglah godaan. Pak Edi tergoda oleh ajakan teman-temannya
untuk bermain judi. Dari situlah akhirnya pak Edi habis-habisan untuk bermain
judi dan akhirnya mengalami kebangkrutan. Setelah kebangkrutan terjadi pak
Edi sudah tidak bisa bekerja lagi, karena modal yang dimiliki pun sudah tidak
ada. Dan akhirnya pak Edi menganggur berbulan-bulan sampai akhirnya sakit
menghampirinya.
Semenjak itulah Bu Is memutuskan membuka warung kecil-kecilan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup dan untuk bisa dapat menabung sedikit demi
sedikit untuk biaya pengobatan sang suami. Memang penghasilan ibu Is jauh
dibawah penghasilan suami ketika masih bekerja. Penghasilan ibu Is dengan
buka warung kecil-kecilan didapat sekitar 100ribu/perhari itu ketika musim
liburan sekolah. Ketika hari biasa bisa mencapai 200-250ribu/minggu. Bu Is
memilih buka warung kecil-kecilan dirumah ini karena selain tidak mungkin bu
Is bekerja diluar sana karena mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi
dan karena memang minimnya kemampuan yang dimiliki. Selain itu agar bu Is
tetap bisa mengerjakan pekerjaan rumah, menjalankan kewajibannya sebagai
11 Lailatul Maghfiroh, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 10
Juni 2018
66
seorang isteri dan bisa merawat suami. Tetapi bu Is masih bersyukur karena
masih bisa mencari uang untuk dapat memenuhi kebutuhan dan untuk biaya
perawatan bapak ketika nanti sakitnya kambuh. Bapak terkena masalah di
bagian paru-parunya. Jadi terkadang jika merasa sangat capek atau beban
pikiran pasti penyakitnya kambuh.
Bu Is lebih bersykur lagi karena dengan usianya sudah memasuki usia 50
tahun lebih ini tapi Allah masih memberikan kesehatan kepadanya, sehingga
masih bisa membantu suami untuk mencari uang. Awalnya memang bu Is
marah karena akibat perbuatan buruknya itu maka mereka sekarang kehilangan
segalanya dan bu Is harus ikut mencari uang. Tetapi seiring berjalannya waktu
bu Is memahami keadaan ini dan sangat ikhlas untuk bisa membantu suami
mencari uang. Karena sebenarnya fungsinya rumah tangga itu untuk membantu
satu sama lain, ketika sang suami susah, maka isteri wajib untuk membantu
begitupun sebaliknya.12
Selanjutnya ada ibu Atik, perempuan asli Mojokerto ini menikah dengan
bapak Agus sudah hampir 14 tahun dan telah dikaruniai 1 anak. Bapak Agus
awalnya menjadi pemborong buah dan dari hasil itu cukup bahkan bisa
mengangkat perekonomian keluarga. Tapi, setelah beberapa bulan yang lalu
ketika musim panen buah yang tak menentu membuat pak Agus pun ikut tak
menentu. Sering bermalas malasan dan tak mencoba mencari jalan lain untuk
bisa memenuhi nafkah keluarga. Ibu Atik pun sebenarnya memang di awal
pernikahan, ketika suami masih mampu memberikan nafkah, beliau berdagang
es di depan rumah. Karena itu sekedar untuk mengisi waktu kekosongan beliau
dirumah. Tetapi setelah keadaan berubah, suami Ibu Atik tidak mau lagi
bekerja atau berusaha mencari pekerjaan lain diluar ketika musim panen buah
yang tak menentu. Bahkan sering pulang pagi yang entah dia darimana dan
kegiatan apa yang dilakukan ibu Atik pun tak mengetahuinya. Akhirnya ibu
Atik pun mencari jalan lain, setelah berpikir panjang ibu Atik memutuskan
untuk menambah lagi jualannya, yang awalnya hanya berjualan es kini ibu Atik
juga berjualan seperti gorengan, rujak, dan tahu lontong dirumahnya. Dan
12 Iswahyuni, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 20 Juni 2018
67
penghasilan yang didapatkan pun cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Ibu Atik ikhlas walau bisa dibilang ibu Atik adalah sebagai
pencari nafkah utama dalam keluarga. Baginya yang penting anaknya bisa
sekolah dan setiap harinya bisa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
sambil menunggu sang suami untuk mencari pekerjaan lain.13
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan, isteri sebagai pencari
nafkah utama, biasanya hal ini terjadi karena beberapa faktor. Isteri harus
bekerja untuk bisa menggantikan suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Keadaan ini bisa terjadi karena misal kondisi suami yang sudah tidak bisa lagi
mencari nafkah, baik karena faktor usia ataupun karena faktor kesehatan yang
sudah tidak memungkinkan untuk mencari nafkah, suami terkena PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) yang membuat suami sudah susah untuk mencari
pekerjaan lain, bisa juga karena kemampuan atau pendidikan yang dimiliki
isteri lebih unggul dari pada suami. Mengingat dizaman sekarang ini, sudah
banyak wanita yang tidak hanya berperan dalam wilayah domestik, sehingga
tidak menutup kemungkinan wanita juga bisa melakukan banyak hal seperti
lelaki, dan faktor faktor pendorong lainnya.
2. Isteri bekerja untuk membantu penghasilan suami
Pertama ada Ibu Sariah adalah isteri dari bapak Ari. Pasangan yang
terhitung baru menikah selama 3 tahun. Sebelum menikah bapak Ari bekerja
menerima proyek yang bisa dibilang gajinya lumayan untuk memberikan
nafkah bagi isteri. Tapi setahun belakangan ini panggilan kerja proyek untuk
bapak Ari sedang sepi yang akhirnya membuat pak Ari tidak lagi bekerja
menjadi tukang proyek. Pak Ari sekarang bekerja menjadi buruh pembuat
sepatu. Karena memang hanya pekerjaan itu yang tidak memiliki standart
pendidikan yang mana pendidikan pak Ari memang hanya sampai sekolah
dasar. Sayangnya karena pak Ari baru pemula sehingga pekerjaannya tidak
bisa cepat dan belum terbiasa, sehingga gaji yang didapat pun masih rendah.
Sekitar 70 ribu perminggu atau terkadang bisa dibawah itu. Keadaan ini yang
13Ibu Atik, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 06 Juni 2018
68
membuat sang isteri ibu Sariah ikut bekerja mencari nafkah. Keuntungannya
selain membantu perekonomian keluarga, ibu Sariah masih bisa mengerjakan
pekerjaan rumah dan merawat anaknya. Ini dikarenakan ibu Sariah lebih
memilih untuk bekerja dengan membawanya pulang kerumah.
Beruntungnya masih ada yang mau memakai jasa ibu Sariah walaupun
memang tidak banyak karena terlalu lama dalam pengerjaannya. Penghasilan
yang didapat oleh ibu Sariah ini sekitar 100-180 ribu perminggu. Bisa dapat
180 ribu ketika pengerjaannya bisa cepat. Tetapi karena ibu Sariah ini
mempunyai anak satu yang umurnya masih 1 tahun, jadi pengerjaannya sedikit
lama dan penghasilan yang didapat pun terkadang hanya 100 ribu atau bisa
dibawahnya. Ibu Sariah bekerja atas sepengetahuan dan izin suami. Bagi ibu
Sariah tidak masalah suami isteri bekerja, karena memang tanggung jawab
untuk memelihara, mendidik, merawat anak-anak serta mempertahankan
keluarga adalah tanggung jawab kedua belah pihak. Walaupun memang
seharusnya mencari nafkah itu menjadi kewajiban suami, tetapi jika memang
bisa dilakukan oleh kedua belah pihak, kenapa harus dipermasalahkan, yang
penting sama sama ikhlas.14
Kedua adalah Ibu Sutiyah, isteri dari Bapak Rahmat. Pasangan ini sudah
menikah sekitar 7 tahunan. Pasangan ini sudah dikaruniai 2 orang anak. Ibu
Sutiyah sekarang ini bekerja sebaga penjaga warung kopi. Awalnya memang
ibu Sutiyah ini kurang yakin untuk bekerja di warung kopi, karena memang
mayoritas yang datang di warung kopi adalah para lelaki. Tetapi ternyata yang
memiliki warung kopi adalah teman baiknya sendiri, sehingga ibu Sutiyah
merasa yakin untuk bekerja disana, karena dia juga merasa aman untuk bekerja
disana, karena ada juga yang menjaga disana. Pak Rahmat juga tenang untuk
melepas ibu Sutiyah ketika bekerja.
Pak Rahmat jugaa bekerja sebagai kuli bangunan, yang mana tentunya gaji
untuk kuli bangunan ini tidak menentu. Tergantung pekerjaan dan lamanya dia
bekerja. Minimal sekali gaji yang didapat itu 300 ribu, terkadang bisa juga 500
ribu dan terbesar adalah 800 ribu. Itu untuk sekali proyek bangunan. Dan
14Sariah, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 06 Juni 2018
69
terkadang satu bulan itu tidak menentu berapa panggilan proyek untuk pak
Rahmat. Bahkan untuk sekarang sekarang ini atau beberapa waktu ini
panggilan proyek untuk pak Rahmat sangat jarang sekali. Mungkin karena
memang mengingat usia pak Rahmat yang sudah tidak muda lagi dan
kemampuan yang sudah menurun.
Untuk gaji ibu Sutiyah sendiri pun dia bisa mendapat normalnya 1.300.000
rupiah, jika pengunjungnya sangat ramai gaji bisa mencapai 1.800.000 sampai
2.000.000 rupiah. Gaji ibu Sutiyah ini tergolong besar untuk ukuran warung
kopi karena memang warung kopi tempat ibu Sutiyah bekerja ini lumayan
besar dan terkenal sehingga pengunjungnya pun sangat banyak. Tentunya Ibu
Sutiyah bekerja bukan karena paksaan suami dan atas kemauannya sendiri.
Waktu kerja ibu Sutiyah pun dari siang hari sampai malam hari. sehingga
paginya dia masih bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti memasak,
mencuci, dan yang lainnya. Terkadang jugaa dia bergantian dengan suami
untuk melakukan pekerjaan rumah ketika pak Rahmat tidak ada panggilan
proyek maka pak Rahmat membantu seperti membersihkan rumah, menemani
anak anaknya belajar dan lain sebagainya. Ibu Sutiyah ikut bekerja karena
memang sekarang ini biaya untuk kebutuhan rumah tangganya sangat banyak,
mengingat 2 anaknya sekolah sudah masuk sekolah. Anak pertama duduk di
kelas 2 SMA dan yang kedua sedang duduk di kelas 3 SMP. Ibu Sutiyah dan
Pak Rahmat bertekad untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai bisa
lulus kuliah. Sehingga ibu Sutiyah pun memilih untuk ikut bekerja membantu
perekonomian keluarga.15
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan, isteri ikut bekerja
membantu penghasilan suami untuk memenuhi nafkah keluarga, mengingat
bahwasannya semakin hari semakin lama kebutuhan manusia terus meningkat
tidak cukup untuk mengandalkan dari satu orang. Inilah alasan dari beberapa
isteri untuk ikut bekerja mencari nafkah agar kebutuhan rumah tangga bisa
tetap terpenuhi. Apalagi dengan keadaan penghasilan suami yang tidak
menentu, kemudian penghasilan yang terlalu kecil tidak bisa menutup
15 Sutiyah, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 21 Juni 2018
70
kemungkinan untuk isteri juga ikut mencari nafkah. Agar kebutuhan dapat
terpenuhi terutama untuk pendidikan anak.
3. Nafkah dari Orang Tua
Pertama ada Ibu Nila. Ibu Nila menikah dengan Bapak Wisnu tergolong
menikah di usia muda karena ketika menikah usia Ibu Nila waktu itu 16 tahun
dan sang suami berusia 17 tahun. Sayangnya mereka memutuskan untuk
menikah sirri karena posisi sang suami yang masih bersekolah. Baru setelah
umur sang suami mencukupi mereka mengajukan isbath nikah ke Pengadilan.
Sampai sekarang ini usia pernikahan mereka 6 tahun sama dengan usia anak
mereka satu satunya yaitu 6 tahun. Setelah sudah menikah, mereka hidup di
rumah pak Wisnu beserta keluarganya. Karena posisi pak Wisnu yang masih
bersekolah sehingga belum bisa memberikan nafkah untuk sang isteri, yang
akhirnya membuat mereka masih mengandalkan dengan adanya orang tua.
Segala keperluan hidup mereka pun masih ditanggung oleh orang tua. Setelah
pak Wisnu lulus sekolah dan sudah mengajukan isbath nikah, keadaan tidak
berubah.
Setelah lulus SMA pak Wisnu memutuskan masuk kuliah, tetapi karena
biaya yang terlalu mahal akhirnya membuat pak Wisnu drop out dari kampus.
Setelah itu, pak wisnu pun tidak bekerja. Ibu Nila juga tidak bekerja. Dengan
alasan pak Wisnu bukan tipe orang yang suka untuk bekerja dengan ikut orang
lain, pak Wisnu ingin bekerja dengan buka usaha sendiri. Tapi
permasalahannya pun uang untuk modal usaha itu belum ada. Malah keadaan
ekonomi orang tua pak Wisnu jugaa sedang bermasalah. Begitu juga ibu Nila
ketika ditanya kenapa tidak berpikir untuk bekerja membantu sang suami.
ternyata ibu Nila mengaku sebenarnya dia juga memiliki keinginan untuk
bekerja membantu sang suami apalagi mereka sudah punya anak satu yang
juga sudah bersekolah tentunya biaya yang dibutuhkan juga banyak. Tapi
ternyata sang suami tidak mengizinkan ibu Nila untuk bekerja. Ada ketakutan
dari pak Wisnu ketika ibu Nila bekerja diluar sana maka akan terpikat oleh laki
laki lain atau digoda oleh laki laki lain.
71
Keadaan itu terjadi sampai sekarang. Jadi mereka hanya mengandalkan
dan berharap dari orang tua pak Wisnu dan Ibu Nila. Ibu Nila hanya percaya
bahwasannya pasti rejeki itu sudah ada yang mengatur, pasti nanti ada saja
rejeki untuk keluarganya. Dia tidak mau bercerai dengan sang suami karena
memang dia sudah merasa sangat sayang dengan suami dan ibu mertuanya.
Apalagi ada anak yang harus dijaga sama sama. Takut nanti ketika perceraian
terjadi imbasnya akan ke anak mereka. Orang tua pak Wisnu juga mengatakan,
kalau memang keadaannya seperti itu mau bagaimana lagi. Apa lagi sama anak
tidak mungkin kita tega membiarkan dia kesusahan. Apalagi sudah ada cucu,
kasihan kalau dia harus kesusahan. Mereka juga percaya, rejeki itu sudah ada
yang mengatur yang penting tidak berhenti untuk berusaha.16
Keluarga Kedua ada keluarga dari Ibu Merry Andriatik atau yang biasa
dipanggil ibu Nia. Ibu Nia adalah isteri dari bapak Budi. Mereka menikah
sudah 3 tahun dan telah dikaruniai satu anak laki-laki yang telah berumur 2
tahun. Sebelum menikah bapak budi bekerja sebagai karyawan ditempat
karaoke. Gaji yang didapat pun cukup lumayan, sekitar 2.300.000 ribu itu
diluar dari bonus yang didapat ketika tempat karaokenya ramai. Tetapi selang
satu tahun setelah menikah tiba-tiba bapak Budi di PHK (Pemutusan Hubungan
Kerja) yang akhirnya membuat bapak Budi tidak bekerja sampai dengan
sekarang. Memang pak Budi sudah berusaha mencari pekerjaan tetapi belum
menemukan yang pas dan cocok untuk dia. Selama pak budi tidak bekerja, ibu
Nia berusaha untuk mengambil alih tugas tersebut. Dan ibu nia sempat bekerja
sebagai penjaga toko. Gaji yang didapat bisa dibilang cukup untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga terutama untuk kebutuhan sang buah hati. Tetapi Ibu
Nia tidak bertahan lama bekerja ditempat tersebut. Hanya selang dua bulan
bekerja, ibu Nia keluar dari tempat kerjanya dengan alasan sang anak. Ketika
ibu Nia bekerja sang suami tidak menjaga sang anak dengan baik. Akhirnya
harus merepotkan sang ibu untuk menjaga anak mereka. Padahal sang ibu juga
harus bekerja menjaga anak tetangga. Akhirnya keluarlah ibu Nia dari
tempatnya bekerja. Dan untuk sekarang ini pun baik ibu Nia dan pak Budi
16Nila, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 20 Juni 2018
72
sama sama tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Ibu Nia sekadar
membantu sang ibu menjaga toko kecil-kecilan agar sedikit membantunya
memenuhi kebutuhan keluarga.17
Dari paparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sistem pemberian
nafkah yang ketiga adalah nafkah dari orang tua. Model pemberian nafkah
yang ketiga ini sebenarnya tidak baru lagi. Terkadang pasti kita tau dan dengar
masih ada yang mengharapkan dari pemberian orang tua sekalipun status nya
sudah menikah. Hal ini tentu dengan beberapa alasan. Seperti para suami yang
kurang sadar akan pentingnya pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab
terutama dalam hal pemenuhan nafkah keluarga. Serta orang tua yang masih
terlalu memanjakan anak anaknya, kurang mengajarkan akan pentingnya untuk
bertanggung jawab akan kewajiban.
C. Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Isteri menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga
Islam sudah mengatur tentang hak dan kewajiban suami isteri, begitu pula
di dalam hukum positif yaitu Undang-Undang No.1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan. Menurut hukum Islam yang wajib bekerja mencari nafkah untuk
mencukupi atau memenuhi kebutuhan rumah tangga adalah suami. Namun
tidak menutup kemungkinan jika isteri juga bekerja membantu mencari nafkah
untuk kebutuhan rumah tangga, karena didalam hukum Islam pun tidak
dilarang. Ada baiknya jika isteri bekerja, sebab bila suami meninggal dunia,
isteri sanggup berdiri sendiri dan merawat anak-anak dengan tidak susah-susah
membebani orang lain. Di samping itu disaat kebutuhan rumah tangga
memuncak, misalnya saat anak-anak sudah memasuki usia sekolah/kuliah,
maka bantuan isteri di rumah tangga sangat besar manfaatnya. Akan tetapi, ada
pula segi mudharatnya bila isteri ikut bekerja mencari nafkah, sebab pekerjaan
atau tugas-tugas sebagai isteri dan ibu bagi anak-anak dalam kehidupan rumah
tangga sudah cukup berat. Jika harus ditambah dengan pekerjaan diluar rumah
(mencari nafkah) maka banyak tugas-tugas isteri dalam rumah tangga
17 Merry Andriatik, Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 24
Juni 2018.
73
terabaikan, misalnya mengurus rumah, merawat dan mendidik anak-anak,
pelayanan terhadap suami baik ketika suami akan berangkat kerja maupun
ketika pulang kerja.18
Meskipun demikian, pertimbangan dan keputusan tentang isteri bekerja
atau tidak, tergantung pada keadaan setiap keluarga. Kalau memang keadaan
mendesak, baiklah kiranya isteri bekerja, tetapi pilihlah pekerjaan yang sesuai
dengan sifat kewanitaan dan harus berhati-hati menjaga diri dari fitnah. Dan
yang lebih penting, pekerjaan rutin dirumah tidak sampai terabaikan
dikarenakan pekerjaan di luar rumah.
Aplikasi normatif atas kewajiban suami sebagai pencari nafkah dan isteri
sebagai pengurus dan pengelola nafkah senantiasa mengalami kendala dalam
kehidupan sosial. Ketidakmampuan seorang suami untuk memenuhi kewajiban
nafkah akhirnya memaksa isteri untuk ikut serta melakukan tugas-tugas
produktif secara ekonomis. Kiranya para fuqaha menyadari hal ini, ketentuan
tersebut juga dilengkapi dengan ketentuan bahwa dalam kondisi darurat
perempuan boleh membantu suami untuk mencari nafkah. Dalam hal ini perlu
dilakukan suatu pendekatan non hukum, dimana tugas suami isteri selalu
didekati melalui pandangan moralitas dan akhlaq al-karimah, di dalam al-
Qur’an diistilahkan dengan al-mu’asyarah bi al-ma’ruf وعاشروهن بالمعروف =
perlakukanlah mereka (para isteri) dengan cara yang makruf/baik (Q.S An-
Nisa’ 4:19). Sebuah pendekatan yang senantiasa mengutamakan sikap
demokratis, manusiawi, demi kemaslahatan bersama. Ini selayaknya dimaknai
sebagai usaha mempertahankan fleksibilitas ajaran Islam sebagaimana adanya.
Harus disadari bahwa selain menetapkan kewajiban itu (memberikan nafkah)
pada suami (QS. Al-Baqarah/2:233), Al-Qur’an juga dengan bijaksana
memberikan isyarat bahwa tidak semua suami mampu memenuhinya.
Karenanya di ayat yang lain Al-Qur’an menetapkan kemampuan suami sebagai
batasan nafkah yang harus diberikan (QS.Al-Baqarah/2:236), dan pada sisi lain
tidak meletakkan suatu keharusan isteri harus tinggal dirumah saja atau
18Ngadri Yusro, Konseling Keluarga, Perkawinan, dan Konseling Pranikah, (Bengkulu:
LP2 STAIN CURUP,2010), h.151.
74
larangan isteri untuk ikut mencari nafkah. Ini semua sebagai alternatif untuk
setiap keluarga dapat melakukan pembagian tugas sesuai dengan keadaan atau
kemampuan dari masing-masing pihak baik suami maupun isteri.19
Berbicara mengenai nafkah dalam keluarga tentunya ini juga menyangkut
dengan anak. Karena disitu akan ada pemenuhan nafkah kepada anak juga. Di
dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pun diatur pula
mengenai hal ini. Pada Pasal 41 huruf (b) disitu diatur bahwa bapak yang
bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak yang
diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya memang tidak
mampu untuk memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.20 Memang aturan ini masuk ke dalam
BAB mengenai putusnya perkawinan serta akibatnya. Tetapi disini bisa
dijadikan dasar bahwa memang ketika suami/bapak tidak mampu untuk lagi
memenuhi kewajibannya yaitu memberikan nafkah kepada isteri dan anak-
anaknya, maka isteri/ibu dapat menggantikan peran tersebut. Diperkuat di
dalam pasal 45 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa
kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan
sebaik-baiknya.21 Disini kata yang digunakan adalah orang tua, artinya
keduanya, suami dan isteri atau ayah dan ibu mempunyai kewajiban yang sama
terhadap anak, memelihara dan mendidik. Memelihara yang dimaksud adalah
tentunya memberikan segala keperluan hidupnya, baik sandang, pangan, papan
terutama pendidikannya.
Di dalam hukum positif yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, pada pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwasannya memang suami
dan isteri memiliki hak dan kedudukan yang sama dan seimbang dalam
kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup di dalam masyarakat.
Kemudian di ayat (2) disebutkan juga bahwa masing-masing pihak berhak
19Dr.Sri Mulyati,Editor, Relasi Suami Isteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita
(PSW) UIN Syarif Hidayatullah,2004), h.68. 20 Lihat Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 41 21 Lihat Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 45
75
untuk untuk melakukan perbuatan hukum.22 Tentunya ini sebagai jaminan para
isteri untuk dapat menutut hak yang tidak didapat nya dari suami. Jika memang
keadaannya memaksa untuk isteri ikut bekerja mencari nafkah menggantikan
peran suami karena suatu keadaan tertentu, maka itu diperbolehkan dan jika
memang sang isteri ikhlas. Tetapi kalau memang isteri tidak ikhlas karena
merasa hak nya tidak terpenuhi, maka disini isteri memiliki hak dan kedudukan
yang sama. Isteri dapat melakukan perbuatan hukumnya yaitu mengajukan
gugatan cerai ke pengadilan.
2. Isteri bekerja membantu penghasilan suami
Di dalam hukum Islam tidak ada secara teks secara eksplisit yang
melarang isteri untuk bekerja. Hanya saja jangan sampai melupakan kewajiban
utamanya yaiu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Isteri juga bekerja
harus dengan izin dari suami serta bekerja dengan pekerjaan yang sesuai
syariat artinya tidak dilarang menurt syara’. Di dalam QS.Al-Ahzab/33:33
dengan terjemahan ayat sebagai berikut:
“Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu, dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu, dan dirikanlah
sholat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasulnya. Sesungguhnya
Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlu al-bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya”. (QS.Al-Ahzab/33:33).
Para mufassir memberikan tafsir beragam terhadap ayat ini. Salah satunya
adalah Said Hawa. Menurutnya, ayat ini tidak berarti perempuan sama sekali
tidak boleh keluar dari rumah, melainkan isyarat yang halus bahwa perempuan
lebih berperan dalam urusan rumah tangga. Ada hal-hal khusus yang
menyebabkan perempuan harus keluar rumah. Perempuan membutuhkan
pengetahuan yang boleh jadi tidak dapat diberikan oleh suaminya. Perempuan
juga adalah anak dari orang tua yang boleh jadi tinggal terpisah dengannya dan
demi untuk berbakti kepada keduanya mereka harus meninggalkan rumah.
Karenanya, menurutnya ayat ini tidak menunjukkan perintah bahwa perempuan
22 Lihat Undang-Undag No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 31
76
mutlak tinggal di dalam rumah, namun boleh saja keluar dengan alasan-alasan
tertentu.23
Muhammad Quthub menegaskan bahwa ayat tersebut diatas bukan
larangan terhadap perempuan untuk bekerja. Islam tidak melarang perempuan
bekerja. Hanya saja, Islam memang tidak mendorong hal tersebut. Islam
membenarkan mereka bekerja karena darurat dan tidak menjadikannya sebagai
bahan pertimbangan.24 Makna darurat disini adalah adalah pekerjaan yang
sangat diperlukan, yang dibutuhkan masyarakat atau bisa juga atas dasar
kebutuhan pribadi karena tidak ada yang membiayai hidupnya atau
penanggung biaya hidupnya (suami/ayah) tidak mampu untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya.25
Muhammad Quthub berpendapat bahwasannya, kebolehan perempuan
untuk bekerja diluar rumah hanya sebatas menanggulangi bahaya kelaparan
yang mengancam. Hal ini tercermin dari adanya syarat darurat, yang di dalam
terminologi agama sering dikaitkan dengan kondisi dimana kelangsungan
hidup terancam. kebutuhan hidup yang terus meningkat, pendidikan anak, dan
kebutuhan lainnya. Tentunya ini memaksa perempuan untuk ikut bekerja
mencari nafkah dengan keadaan penghasilan suami yang tidak mencukupi.
Dalam sejarah Islam, ditemukan banyak riwayat yang menceritakan sahabat
perempuan yang berprofesi diluar rumah. Mereka antara lain: Ummu Salim
binti Malhan yang bekerja sebagai perias pengantin, Qilat Ummi bani Anmar
yang bekerja sebagai pedagang, bahkan ada diantara sahabat perempuan yang
ikut ambil bagian dalam peperangan, seperti Ummu ‘Atiyyah.26 Berdasarkan
fakta ini dipahami bahwa perintah tersebut tidak menunjukkan keharusan
merumahkan perempuan.
Keikutsertaan isteri untuk ikut mencari nafkah ini memang bukan lagi
suatu masalah baru dan akan terus menjadi perdebatan antara kelompok yang
23Sa’id Hawa, al-Asas fi at-Tafsir, Jilid ke-8 (Qairo: Dar as-Salam,1999), h.4437 24Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1996), h.305 25Dr.Sri Mulyati,Editor, Relasi Suami Isteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita
(PSW) UIN Syarif Hidayatullah,2004), h.69. 26Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,1992), h.275-276
77
pro dan kontra. Tentunya ini terjadi dengan berbagai alasan dan problematika
yang mengikutinya. Konsekuensinya ketika isteri ikut mencari nafkah adalah
ketidakhadirannya dalam ruang domestik untuk melaksanakan kewajibannya
sebagai pengelola rumah tangga dan pengasuh anak. Sedangkan di dalam
hukum positif terkait masalah nafkah, ketentuan di dalam pasal 33 Undang-
Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa suami
isteri wajib melindungi, saling menghormati, saling mencintai dan saling
memberikan bantuan lahir maupun batin.27 Secara ekplisit di dalam pasal ini
memperbolehkan isteri untuk bekerja membantu suami dengan
ungkapan”saling memberikan bantuan lahir”, artinya segala bentuk bantuan
lahir adalah menyangkut dengan kehidupan sehari hari termasuk di dalamnya
adalah masalah nafkah. Di dalam pasal tersebut pun disebutkan bahwasannya
suami isteri, artinya untuk kelangsungan hidup bersama merupakan tanggung
jawab bersama antara suami dan isteri.
Makna lainnya didalam pasal tersebut ketika memang suami tidak bisa
memberikan nafkah karena alasan tertentu dan si isteri mampu untuk mencari
nafkah, maka isteri juga harus bisa membantu sang suami mencari nafkah dan
memenuhi kebutuhan hidup. Terlepas dari kewajiban suami mencari nafkah,
isteri juga mempunya kewajiban. Sebagai penata ekonomi, seorang ibu rumah
tangga harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kreatifitas, agar
dalam mengatur penerimaan dan penggunaan rezeki/nafkah dapat mengarah
pada peningkatan ekonomi rumah tangga. isteri juga tidak boleh menuntut
nafkah diluar kemampuan suaminya. 28
Sebagai isteri yang menduduki jabatan sebagai ibu rumah tangga, isteri
harus menerima dan bersyukur atas penghasilan suaminya agar Allah
menambahkan rejekinya. Disamping itu, isteri juga harus menunjukkan rasa
bangga dan penghargaan atas hasil jerih payah serta hasil yang diperoleh
suaminya dan ia mengatur pengeluarannya agar dapat mencukupi kebutuhan,
terutama kebutuhan primer rumah tangga. Ia harus hemat, jangan lebih besar
27 Lihat Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 34 28Huzaimah T.Yanggo, Fiqih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: al-Mawardi
Prima,2001), h.59
78
pengeluaran daripada pemasukan dan jangan boros karena Allah melarang
untuk boros, karena perbuatan ini dianggap sebagai saudara setan. Perilaku
isteri yang bersifat qana’ah dan bersyukur kepada Allah atas hasil jerih payah
suaminya, dapat melanggengkan semangat suaminya, bahkan dapat
meningkatkan produktifitas kerja sang suami, sehingga sang suami pun bangga
dengan peran isterinya sebagai ibu rumah tangga.
Qana’ah yang dimaksud adalah suatu sikap merasa rela, ridha, cukup
dengan apa yang dimiliki setelah melalui ikhtiar optimal serta menjauhkan rasa
tidak puas dalam menerima nikmat dari Allah SWT.29 Hal ini jika dikaitkan
dengan nafkah adalah maka isteri harus qana’ah dengan apa yang telah
dihasilkan atau diberikan oleh suami, selagi suami sudah berusaha semaksimal
mungkin untuk dapat memenuhi nafkah keluarga. Setidaknya seuami sudah
memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.
Janganlah isteri hidup berlebih lebihan, tamak, rakus. Janganlah isteri menuntut
sesuatu yang diluar kemampuan suami. Karena rumah tangga itu harus saling
bekerjasama. Suami mencari nafkah, dan isteri pengelola keuangan rumah
tangga agar dapat digunakan secara maksimal. Dengan demikian, kebahagiaan
dalam rumah tangga akan terpelihara dan terjamin.
Selain di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 terkait aturan mengenai
hak dan kewajiban suami isteri dalam rumah tangga terutama dalam masalah
nafkah, di dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan
Anak, dimana didalam pasal 26 diatur bahwa orang tua berkewajiban untuk
mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Orang tua juga
berkewajiban untuk menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan,
bakat dan minatnya. Kemudian mencegah terjadinya perkawinan pada usia
anak serta memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti
pada anak.30 Di dalam pasal ini sudah jelas bahwasannya memang terkait
dengan anak, baik hidup, pendidikan, dan kesejahteraan anak ini adalah
tanggung jawab dari kedua orang tua, baik suami maupun isteri. Jika dikaitkan
29Shalahudin, “Qana’ah dalam Perspektif Islam”, Edu-Math, IV, (2013), h.3 30 Lihat UU No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 26
79
dengan nafkah, maka ketika posisi suami tidak mampu atau kemampuannya
belum maksimal untuk memenuhi nafkah dalam keluarga terutama untuk anak,
maka isteri pun memiliki tanggung jawab dan kewajiban terkait dengan nafkah
anak dan kesejahteraan anak, terutama dengan pendidikannya.
3. Nafkah dari orang tua
Akad perkawinan pada hakikatnya adalah serah terima sang anak dari
orang tua atau walinya kepada sang suami. Dimana dari akad tersebut
menimbulkan konsekuensi hukum perdata yaitu adanya hak dan kewajiban dari
suami isteri. Kalangan Zahiri berpendapat bahwa karena adanya akad nikah
yang telah dilakukan itu merupakan kontrak sosial seorang suami dengan orang
tua/wali yang memutuskan seluruh tanggung jawab bagi kehidupan seorang
wanita dari orang tua atau walinya. Maka sangat wajar bila segala kebutuhan
wanita yang berstatus isteri tersebut dipenuhi oleh suaminya. Maka dengan ini
tanggung jawab orang tua menafkahi anak sudah berpindah tangan kepada sang
suami setelah mereka (orang tua) menikahkan anaknya.31
Di dalam hukum positif yaitu Undang-Undang No.1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan pada pasal 45 disebutkan bahwasannya memang orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya. Kemudian
pada ayat setelahnya diatur bahwa kewajiban orang tua yang dimaksud pada
ayat sebelumnya itu terus berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri
sendiri, bahkan ketika pernikahan orang tuanya terputus, kewajiban terhadap
tersebut masih berlaku.32 Tentunya dari ketentuan dalam pasal tersebut, kita
bisa mengambil kesimpulan bahwa memang orang tua mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab atas kehidupan dan kesejahteraan sang anak. Tetapi ketika
anak itu sudah melakukan perkawinan, maka itu sudah bukan kewajiban
mutlak dari orang tua untuk menafkahi anaknya, ditambah lagi dengan
ditambah anggota baru, yaitu isteri dan anaknya.
Memang tidak ada larangan orang tua yang masih memberikan nafkah
untuk anaknya yang sudah menikah, tapi disini hal terpenting yang harus
31 Dr.Sri Mulyati,Editor, Relasi Suami Isteri dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita
(PSW) UIN Syarif Hidayatullah,2004), h.61 32 Lihat Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 45
80
diperhatikan adalah kewajiban dan tanggung jawab anak sebagai suami yaitu
sebagai kelapa rumah tangga untuk memberikan nafkah kepada isterinya dan
anaknya. Serta peran orang tua untuk mengajarkan akan pentingnya tanggung
jawab dalam keluarga. Kalau memang keadaan orang tua yang berkecukupan
atau bahkan berlebih maka itu bukan suatu menjadi masalah, tetapi justru
apabila keadaannya malah orang tua yang untuk membiayai diri sendiri saja
sudah susah, ditambah harus membiayai anggota keluarga yang baru, maka ini
akan sangat memberatkan pihak orang tua. Tetapi kembali lagi, bukan masalah
orang tua yang masih mampu atau tidak, tetapi masalah kewajiban dan
tanggung jawab anak sebagai suami dalam rumah tangga.
D. Pandangan Tokoh Masyarakat Terkait Sistem Pemberian Nafkah
Setelah mewawancarai masyarakat di Kecamatan Sooko, penulis
mewawancarai beberapa tokoh mayarakat. Salah satunya adalah kepala KUA
di Kecamatan Sooko. Bapak Ahirizzen. Menjadi Kepala KUA di Kecamatan
Sooko baru 4 tahun, sebelumnya memang dia sering dipindah tugaskan di
berbagai kota. Pendidikan terakhir adalah Sarjana Hukum Islam di salah satu
universitas swasta di daerah Jombang Jawa Timur. Berbicara mengenai hak
dan kewajiban suami isteri, bapak Ahirizzen mengatakan bahwasannya sangat
penting suami isteri itu mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Karena
jika suami isteri tidak mnegetahui hak dan kewajiban masing-masing maka
rumah tangga mereka tidak bisa jalan, akan berantakan.
Menurut beliau, ketika suami sudah melaksanakan kewajibannya, isteri
tidak perlu menuntut haknya, karena secara otomatis hak isteri pun terpenuhi,
begitupun sebaliknya. Sedangkan yang banyak terjadi di masyarakat itu adalah
penuntutan hak yang tidak terpenuhi tentunya berawal dari tidak melaksanakan
kewajibannya. Intinya harus saling menjaga, menghormati dan manghargai hak
dan kewajiban masing-masing. Kemudian pak Ahirizzen menanggapi
menanggapi mengenai keikutsertaan isteri dalam mencari nafkah dan isteri
menjadi pencari nafkah utama. Menurutnya, isteri boleh ikut mencari nafkah
81
dalam keluarga, tapi hukumnya mubah bukan wajib. Artiya ketika isteri ikut
mencari nafkah maka itu menjadi ladang pahala baginya.
Kewajiban mencari nafkah itu tetap ada di pundak suami. Kalau isteri
ingin ikut bekerja, maka harus ada izin dari suami. Jika tidak ada izin, maka
rumah tangganya akan berantakan. Karena bagaimanapun suami adalah kepala
rumah tangga. Isteri ikut mencari nafkah atau isteri menjadi pencari nafkah
utama itu boleh asalkan memang ada udzur yang memaksa. Lalu terkait dengan
perceraian karena nafkah, masih banyak isteri yang merasa kurang dengan
nafkah yang didapat suami maka mereka mengajukan gugatan ke pengadilan.
Menanggapi hal tersebut pak Ahirizzen berpendapat itulah isteri yang tidak
qana’ah. Memang sebagai isteri dan pengatur ekonomi rumah tangga, isteri
harus mempunyai sikap qana’ah. Karena rejeki sudah ada yang mengatur, yang
penting sudah usaha, sudah melakukan kewajibannya dan sudah memenuhi hak
isteri untuk mendapatkan nafkah. maka isteri harus bisa mengatur dengan
sebaiknya dan tidak boleh boros, bisa memprioritaskan mana yang kebutuhan
primer harus dipenuhi dan kebutuhan sekunder serta kebutuhan tersier. Itulah
di awal kita memilih pasangan hidup, kita bisa lihat diawal apa calon isteri ini
qana’ah atau tidak. Memang komponen yang paling penting dalam memilih
calon suami atau isteri itu berdasarkan agamanya, kalau agamanya baik
insyaAllah kedepannya juga akan terus baik. Terakhir pak Ahirizzen
memberikan solusi bahwasannya memang sebelum pernikahan sebaiknya para
calon pengantin mengikuti pembinaan atau yang biasa disebut suscatin (kursus
calon pengantin). Karena disanalah nanti disampaikan beberapa hal mengenai
pernikahan. Bagaimana isteri yang baik, bagaimana suami yang baik,
bagaimana cara agar rumah tangga tidak goyah dan bagaimana saling
menghargai satu sama lain. Ada pembinaan secara mental. Jadi mereka tau
akan hak dan kewajiban masing-masing. Dan harus diingat kunci menikah
adalah untuk ibadah.33
Selain mewawancarai kepala KUA , penulis juga mewawancarai salah satu
kepala Lurah di Kecamatan Sooko. Penulis wawancarai Kepala Lurah Japan.
33Ahirizzen, Kepala KUA Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 02 Juli 2018
82
Kepala lurah yang sudah menjabat selama dua periode dan selama
kepemimpinannya beliau selalu membuka pintu rumahnya 24 jam untuk
warganya, agar bisa sekedar sharing atau berbagi cerita. Mengenai masalah
hak dan kewajiban, H.Salim Udin mengatakan bahwa memang untuk
pembelajaran mengenai hak dan kewajiban suami isteri ini tidak pernah
diajarkan di bangku sekolah SMP maupun SMA. Sedangkan rata-rata
warganya pendidikan terakhirnya antara SD-SMP, jadi jangan pernah malu
untuk belajar mengenai hal tersebut. Karena ketika kita nanti sudah menikah,
pengetahuan dan pemahaman itulah yang sangat diperlukan. Jadi walaupun
sudah tidak sekolah harus tetap belajar, apalagi akan menikah harus cukup
modal tidak hanya modal materiil tapi mental juga sangat diperlukan. Suami
juga mempunyai kewajiban memberikan keilmuan untuk isteri dan
keluarganya. Terkait dengan sistem pemberian nafkah yang terjadi di
Kecamatan Sooko terutama dilingkup kepemimpinan pak Salim Udin memang
banyaknya isteri yang ikut bekerja mencari nafkah, baik karena suami kurang
dalam memberikan nafkah atau karena suami tidak/belum bekerja. Menurutnya
tidak menjadi permasalahan yang serius ketika isteri ikut bekerja, yang
terpenting isteri ikut bekerja dengan izin suami dan ditempat yang memang
dibolehkan menurut syara’.
Menurut pak Salim Udin kan keutuhan rumah tangga, ketentraman dan
kenyamanan rumah tangga itu menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama
antara suami dan isteri. Dan rumah tangga itu yang menjalani mereka berdua
artinya suami isteri tersebut. Apalagi menjadikan hal tersebut sebagai alasan
atau dasar untuk bercerai, karena bercerai memang bukan sesuatu yang
diharamkan dan dibolehkan oleh agama tapi sesuatu yang dibenci oleh Allah.
Menurutnya, pasti ada jalan untuk menyelesaikan masalah dalam rumah tangga
bukan bercerai sebagai jalan satu-satunya. Apapun itu masalahnya jika bisa
dibicarakan bersama dan diselesaikan bersama maka bercerai itu akan bisa
dihindari. 34
34 Salim Udin, Tokoh Masyarakat Kecamatan Sooko, Interview Pribadi, Mojokerto, 11
Juli 2018
83
Berdasarkan data yang peneliti temukan di lapangan menunjukkan
bahwa pandangan masyarakat terhadap sistem pemberian nafkah di masyarakat
kecamatan sooko. Menurut bapak Ahirizzen isteri boleh membantu suami
mencari nafkah, tetapi hukumnya bukan wajib melainkan mubah. Artinya
ketika isteri melakukan hal tersebut, itu akan menjadi ladang pahala baginya.
kewajiban mencari nafkah tetap ada di pundak suami. Kalaupun isteri ikut
bekerja harus atas izin suami, sekalipun itu dalam keadaan yang memaksa.
Harus kembali lagi bahwa dalam rumah tangga itu harus sadar akan hak dan
kewajibannya. Karena kalau ada salah satu baik hak maupun kewajiban yang
tidak terpenuhi atau dilaksanakan maka semuanya juga akan berantakan.
Kemudian terkait dengan hal orang tua masih memberikan nafkah, menurut
pak Ahirizzen seharusnya memang itu tidak terjadi. Ketika seseorang memilih
untuk melangsungkan pernikahan, maka dia harus siap dengan konsekuensi
yang diterima, siap menjadi kepala rumah tangga dan siap untuk menafkahi.
Tetapi kalau memang itu tidak memberatkan orang tua, dan orang tua ikhlas
tidak ada masalah. Sedangkan menurut pak H.Salim Udin terkait dengan isteri
menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga dan isteri ikut mencari nafkah
untuk membantu suami menurutnya tidak ada masalah. Selagi isteri tetap
menjalankan kewajibannya sebagai isteri dan ibu serta dia bekerja juga atas
izin suami dan tidak dilarang menurut syara’. Karena menurut pak H.Salim
Udin ini, keutuhan, kenyamanan dan ketentraman dalam keluarga itu tanggung
jawab bersama antara suami dan isteri. Ketika suami tidak mampu atau belum
mampu untuk memenuhi itu maka isteri mencoba melakukan itu. Rumah
tangga ini adalah saling mengisi. apalagi dengan keadaan darurat, maka
dibolehkan untuk isteri bekerja diluar rumah membantu suami.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari analisis sesuai dengan perumusan masalah diatas,
maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
Di dalam hukum Islam maupun hukum positif sama sama sepakat
bahwasanya memang nafkah itu adalah kewajiban suami dan hak isteri yang harus
diberikan. Mengenai isteri yang ikut bekerja mencari nafkah itu memang tidak ada
larangan yang secara jelas disebutkan baik di dalam hukum Islam maupun hukum
positif, artinya boleh boleh saja asalkan memang atas izin suami dan tidak yang
dilarang oleh syariat. Tetapi tetap pegangan utamanya adalah nafkah itu menjadi
kewajiban suami. Dalam sejarah Islam, ditemukan banyak riwayat yang
menceritakan sahabat perempuan yang berprofesi diluar rumah. Mereka antara
lain : Ummu Salim binti Malhan yang bekerja sebagai rias pengantin, Qilat Ummi
bani Anmar yang bekerja sebagai pedagang, bahkan ada di antara sahabat
perempuan yang ikut ambil bagian dalam peperangan, seperti Ummu ‘Atiyyah.
Berdasarkan fakta ini dipahami bahwa perintah tersebut tidak harus menunjukkan
keharusan merumahkan perempuan. Sedangkan ketika isteri merasa suami tidak
melaksanakan tanggug jawabnya maka isteri boleh melakukan perbuatan hukum
atas itu yaitu mengajukan gugatan ke pengadilan sesuai dengan pasal 34 UU No.1
Tahun 1974.
Sistem pemberian nafkah di masyarakat Kecamatan Sooko ini
diantaranya:yang pertama , isteri sebagai pencari nafkah utama, biasanya hal ini
terjadi karena suatu keadaan dan alasan tertentu. Isteri harus bekerja untuk bisa
menggantikan suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Kedua, isteri ikut
bekerja membantu suami, mengingat bahwasanya semakin hari semakin lama
kebutuhan manusia terus mengingat tidak cukup untuk mengandalkan dari satu
orang. Inilah alasan dari beberapa isteri untuk ikut bekerja mencari nafkah agar
kebutuhan rumah tangga bisa tetap terpenuhi. Ketiga, nafkah dari orang tua,
model pemberian nafkah yang ketiga ini sebenarnya tidak baru lagi. Terkadang
86
pasti kita tau dan dengar masih ada yang mengharapkan dari pemberian orang tua
sekalipun statusnya sudah menikah. Hal ini tentu tanpa alasan, suami yang
kurang sadar akan betapa pentingnya tanggung jawab dan kewajibannya dalam
memenuhi nafkah keluarga serta orang tua yang kurang mengajarkan akan
pentingnya tanggung jawab dalam keluarga teurutama dalam hal pemenuhan
nafkah keluarga.
Terkait masalah nafkah tokoh masyarakat di kecamatan Sooko sepakat
bahwasanya memang nafkah menjadi kewajiban suami. Jika isteri ikut bekerja
mencari nafkah, maka itu hukumnya mubah bukan wajib, dan bisa menjadi ladang
pahala untuk para isteri. Isteri boleh bekerja asal ada izin suami dan tidak yang
dilarang menurut syara’. Suami juga tidak boleh lepaskan tanggung jawabnya
ketika isteri ikut bekerja mencari nafkah, karena ketika hak dan kewajiban sama
sama dilakukan, maka tujuan dari membina keluarga yaitu sakinah, mawaddah
warahmah itu akan dapat tercapai. Dalam keluarga pun, menjaga keutuhan dan
kerukunan keluarga adalah menjadi tugas bersama, antara suami dan isteri. Harus
ada komunikasi yang baik dan sikap saling pengertian. Terkait hal nafkah dari
orang tua memang tidak ada hukumnya dan hakikatnya pernikahan itu adalah
lepasnya tanggung jawab wali atau keluarganya. Jadi nafkah itu merupakan
jaminan hidup bagi seorang isteri ketika dia sudah menikah. Tetapi memang tidak
ada hukumnya terkait hal itu, kalaupun orang tua masih mampu untuk
memberikannya itu bukan merupakan sebuah masalah, tetapi kalau keadaannya
justru orang tua makin terbebani itu yang harus dihindari. Karena kembali lagi,
nafkah itu sudah menjadi kewajiban suami ketika akad nikah telah diucapkan.
B. Saran- saran
1. Di dalam keluarga hendaknya masing-masing pihak baik suami maupun isteri
memahami hak dan kewajiban masing-masing. Suami hendaknya
bertanggung jawab untuk memenuhi nafkah bagi isteri dan anak-anaknya.
Begitupun sebaliknya, isteri tau kewajibannya sebagai pengatur rumah
tangga. Ketika keduanya berjalan dengan serasi, maka tentunya tujuan dari
keluarga itu sendiri akan tercapai.
87
2. Agar terus diberikan penjelasan dan pemahaman mendalam kepada suami
terkait tanggung jawab dalam menafkahi keluarga, dimana yang berkewajiban
mencari nafkah adalah suami bukan isteri. Jikalau isteri yang mencari nafkah
maka itu hukumnya mubag bukan wajib. Dan itu dapat menjadi ladang pahala
untuknya.
3. Sekalipun isteri menjadi pencari nafkah utama, isteri harus tetap taat dan
patuh kepada suami. Jangan sampai isteri sombong dan melawan. Jangan
terlalu diperlihatkan hal demikian selagi memang suami masih mampu untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Hal tersebut boleh terjadi apabila memang
kondisi keluarga dalam hal kebutuhan tidak bisa terpenuhi apabila hanya
mengandalkan dari peranan suami.
4. Agar terus diberikan pemahaman yang mendalam kepada pasangan yang akan
menikah mengenai hakikatnya perkawinan, bahwa perkawinan itu
menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggung jawab dari masing-masing
pihak baik suami maupun isteri. Serta diberikan pemahaman mengenai bahwa
nafkah merupakan jaminan hidup bagi isteri ketika sudah menikah.jadi
nafkah merupakan kewajiban suami ketika akad sudah diucapkan sebagai
tanda lepasnya tanggung jawab seorang wali.
89
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Abd.Muhaimin , Abdul Wahab. Hukum Islam dan Kedudukan Perempuan dalam
Perkawinan dan Perceraian. Ciputat: GP Press Jakarta. 2013.
Abidin, Slamet. Fikih Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia. 1999.
Abu Malik Kamal, Shahih Fikih Sunnah Jilid 3.
Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqih Ala Madzahib Al-Arba’ah Juz IV. Beirut: Darut Kutub
Al Ilmiyah. 1990.
al-Mashri, Syaikh Mahmud. Perkawinan Idaman. Jakarta: Qisti Press. 2010.
Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi. Hukum-Hukum Fiqh Islam, Cet. IV, Jakarta:
Bulan Bintang, t.t
Asmawi, Mohammad. Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta:
Penerbit Darussalam. 2004.
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. 2008.
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.
Ilmu Fiqh, Jilid II, Cet, I. Jakarta: 1984/1985.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Modul Pembinaan
Keluarga Sakinah.
Hawa, Sa’id. al-Asas fi at-Tafsir. Jilid ke-8.Qairo:Dar as-Salam,1999.
Kharlie, Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.
M.Hamidy. Terjemahan Nailul Authar, Himpunan Hadis-Hadis hokum. Surabaya:
T.Bina Ilmu) cet ke-5
Mulyati, Sri. Editor. Relasi Suami Istri dalam Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN
Syarif Hidayatullah. 2004.
90
Mukhtar , Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan
Bintang. 1974.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawir, Cet-1. Yogyakarta: upbk.PP.al-
Munawir. 1987.
Nuruddin, Amir dan Tarigan, Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Jakarta: Kencana. 2006.
Projohamidjojo, Martiman. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Indinesia Legal
Center Publishing. 2002.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, Jil.3, Penerjemah. Abdurrahim dan Masrukhin. Jakarta:
Cakrawala Publishing. 2011.
Saebani, Beni Ahmad. Fiqh Munakahat 2. Pustaka Setis: Bandung. 2010.
Shihab, Quraish,. Wawasan Al-Qur’an. Bandung:Mizan,1996.
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung:Mizan,1992.
Soekanto, Soerjono. PengantarPenelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986.
Soemiyati. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Yogyakarta:
Liberty. 1986.
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta. 2015.
Suhardana, F.X. Hukum Perdata I. Jakarta: Prenhallindo. 1992.
Sukandarrumidi. Metodelogi Penelitian Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2004.
Syahuri , Taufiqurrahman. Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta :
Kencana. 2013.
Syamsuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,. Jakarta: Kencana. 2009.
Syarifuddin , Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
2006.
91
Tihami dan Sahrani, Sohari. Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta:
Rajawali Pers. 2010.
Tim Penyusun Pusat Kamus Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. 2002.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2010.
Yusro, Ngadri. Konseling Keluarga, Perkawinan, dan Konseling Pranikah.
Bengkulu:LP2 STAIN CURUP. 2010.
Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adilatuhu, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al
Khatani dkk. Jakarta: Gema Insani. 2011.
Zuhaili ,Wahbah. Kedudukan Perempuan Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas.
1983.
2. Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
2. Kompilasi Hukum Islam
3. KUHPerdata/BW.
4. Undang Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
3. Data
Arsip Kecamatan Sooko Tahun 2016.
Laporan Pengadilan Agama Mojokerto Tahun 2015-2017
Badan Pusat Statistik Kecamatan Sooko Dalam Angka 2017.
4. Internet
https://news.detik.comberita-jawa-timur/d-3941931/batu-prasasti-peninggalan-
majapahit-ditemukan-warga-mojokerto, diakses pada tanggal 16 Juli 2018 Pukul
11.00 WIB.
92
http://beritajatim.com/pendidikan_kesehatan/330443/warga_puri_temukan_benda_ku
no_diduga_peninggalan_majapahit.html, diakses pada tanggal 14 Juli 2018 Pukul
13.00 WIB.
https://news.detik.com/berita-jawa-timur/2793211/menengok-tradisi-keresan-di-
mojokerto, diakses pada tanggal 14 Juli 2018 Pukul 14.00 WIB.
Pedoman Wawancara
Masyarakat
1. Ibu/bapak sudah menikah berapa lama ?
2. Apakah bapak/ibu tau hak dan kewajiban suami isteri dalam rumah tangga ?
3. Siapa yang mencari nafkah dalam keluarga?
4. Siapa yang mengurus rumah tangga dan anak-anak ?
5. Apakah suami ibu bekerja?
6. Berapa penghasilan suami ibu ?
7. Apakah ada sumber pendapatan lain dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga ?
8. Apakah ibu bekerja?
9. Berapa penghasilan ibu ?
10. Apa alasan ibu bekerja?
Hasil Wawancara
Infoman : Husnul Alfiah (45 Tahun) Waktu : 5 Juni 2018 Pukul 09:00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat : Kediaman Ibu Husnul (Desa
Japan Kecamatan Sooko)
1. Ibu kaleh bapak sampun nikah berapa lama ?
Kapan yo mbak pokoke saiki ari (anak pertama) iku umur 23 tahun, aku oleh ari iku
pas 3 tahun mari nikah yoo sekitar nikah tahun 1992.
2. Bapak kerjo nopo bu?
Saiki wes gak nyambut gawe put.
3. Sakderenge emang kerjone nopo bu ?
Yoo podo karo aku ngene iki put, bagian ngunggahno sepatu. Nek aku kan bagian
kap’e nek bapak biyen bagian sol’e
4. Trus Nopo’o bu bapak sakniki mboten kerjo ?
Yo koyok wes ga kuat yokopo yo . mripat iku kan wes ga ketok . kerjo ngene iki kan
kudu ketok nomer nomeran. Lah nek mripate ga ketok kan yo ga isok buron kabeh.
Makane saiki yoo ga enek sing ngongkon garap sepatu. Yowis saiki luru rosok
rosokan. Nek isuk mari sembahyang shubuh metu luru rosokan. Opo yo samean iku
nek ngarani pemulung yaa.
5. Alasane ibu kerjo niku nggeh karena bapak sakit nggeh bu ?
Yoo sakjane mbak putri, aku iki kan kerjo kan wes ket biyen. Ket sak durunge bapak
sakit. Yoo aku kerjo soal penghasilane kan kerjo ngene iki gak sepiro, makane ambek
tak ewangi. Isokku yo kerjo ngene iki, biyen diwuruki ambek dulur dulurku ngene iki
makane isok kerjo ngene. Nek kerjo ndek njobo yo angel wong ijazahku loh mek SD.
Bapake yo ngunu. Keahliane mek ngene tok, ijazah yo rendah.
6. Tapi ibu semerap nggeh nek mencari nafkah niku kewajiban suami?
Yo ngerti mbak. Tapi aku yo kerjo wes ket biyen. Sakdurunge bapake loro. Iku kan
yowes gawe nambah penghasilan ndk omah. Wong nek njagakne bapakne yo ga
cukup. Opo maneh saiki kan bapake mari loro iku wes ga isok lapo lapo. Nerusne
kerjo sepatu yo ga isok. Kerjo mek luru rosokan.
7. Berarti sing kerjo kaleh ngurus rumah tangga nggeh ibu ?
Yoo aku mbak. Kan kerjo ngene iki iku ga menentu waktu. Makane aku yoo isok
ambek ngerjakno kerjaan rumah tangga. Ngene engkok aku mari lohor wes masak.
Trus ngene iki kan kadang onok kadang engga. Nek onok seng ngirim yoo dikerjakno,
nek ga enek sing ngirim yo ga ngerjakno. Kadang yoo tau nganggur ga enek sing
ngirim sampe seminggu.
8. Lah ngenten niki sing ngirim sinten bu ?
Yoo onok mbak juragane. Aku yo mek ngenteni tok. Nek wong-wong opo maneh sing
jek nom kan kadang njupuk dewe, lah aku kan ape njupuk dewe yo ga isok wong ga
nduwe kendaraane. Makane yo ngenteni enek sing ngeterne. Kok yo alhamdulillah
walaupun kadang onok kadang gak jek enek sing gelem ngirimi aku.
9. Nek kerjo ngeten niki penghasilane pinten bu ?
Yo itungane seminggu 200 kebawah. Kadang kadang nek wong sing isok cepet yo
oleh akeh. Lah nek ibu kan ngene iki nyambi ambek ngerjakno pekerjaan rumah
tangga. Yoo sak olehe. Minimal nek garap full sak minggu isok oleh 200 ribu tapi yoo
nek garap mek 2-3 dino olehe 200 kebawah. Ngene iki loh murah mbak put itungane
sak kodi mek 13.000 . loh iki maeng mek dikirim 4 kodi.
10. Trus nek mboten enten kiriman ngonten niku yoknopo bu kangge kebutuhan rumah
tangga ?
Yowes gak lapo-lapo . yowes sakono’e. Paling nek pas gak onok-onoke yoo pinjem
ndek perencangan.
11. Bapak kan niku ngumpulaken rosokan nggeh bu, penghasilane pinten bu ngoten niku?
Halah mbak putri , iku kan satu bulan yoo ket dodol, dikumpulno disek nang omah.
Yo ga isok didol kabeh langsung. Ngunu iku yoo ngenteni onok sing njupuk nang
omah. Sak sang iku loh gak payu 5 rebu. Yoo olehe titik titik ngunu lah.
12. Sakderenge bapak mboten kerjo, bapak kan nggeh kerjo sami kaleh ibu ngoten niki,
Nopo penghasilane cukup kangge kebutuhan rumah tangga ngoten niku ?
Loalah mbak, ket awal aku iki yowes kerjo. Dadi kerjo bareng ngunu ambek bapakne.
Nek bapakne tok sing kerjo jagakne bapakne tok yo ga isok. Opo maneh biyen kan jek
biayani anakku karo sekolah. Dadi yo butuh akeh. Nek saiki kan mek biayai anakku
siji soale sing sijine wes lulus. Dadi yo ga terlalu berat. Gak sampe keterusan nyeleh
nang tonggo utowo dulur dewe.
13. Jadi ibu niku kerjo nggeh penghasilane kangge ibu piyambek nopo kangge kebutuhan
rumah tangga ?
Yoo kanggo kebutuhan rumah tangga mbak. Kan bapakne yowes ga kerjo. Olehe
dodol rosokan yo ga sepiro. Kadang yo ga enek sing gelem. Yowes penghasilane iku
maeng gawe bayar listrik, gawe mangan, gawe nyangoni anak sekolah, yowes pokoke
gawe nyambung urip.
Hasil Wawancara
Nama : Ibu Sariah (33 Tahun) Waktu : 06 Juni 2018 Pukul 11.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat : Kediaman Ibu Sariah (Desa
Japan Kecamatan Sooko)
1. Sampun nikah berapa lama bu ?
3 tahun bekne mbak
2. Sinten bu sing mencari nafkah dalam keluarga?
Yo bapake yo aku ngewangi sisan mbak.
3. Ayahe kerjo nopo ?
Sepatu. Biasa proyekan tapi wes sepi. Makane saiki kerjone sepatu.
4. Pinten niku bu penghasilane ayahe?
Gak mesti mbak.
5. Penghasilane paling besar berapa ?
Sak minggu kadang yo 70 kadang yo isok dibawahe .
6. Trus ibu nggeh kerjo ?
Yo podo mbak aku yo gawe sepatu sisan kerjone
7. Trus penghasilane ibu pinten ?
Yo gak tentu mbak kadang sak minggu 180 kadang malah isok dibawah 100.
Tergantung cepet atau gak e oleh garap. Wong ngunu iku tambah luwih murah mbak
ongkose. Bayarane murah tergantung cepet atau gak e mbak. Nek isok cepet yo oleh
akeh. Tapi kan aku ambek nduwe anak jek cilik, jek umur 1 tahun. Makane ambek
tak sambi momong yoan. Makane ga isok cepet garape. Makane olehe mek sakmunu
8. Tapi ibu semerap nggeh nek mencari nafkah niku kewajiban suami?
Yo ngerti mbak. Aku yo pengen ae ngunu nek omah, njogo anakku. Tapi saiki nek
jagakne bojo tokyo ga cukup. Wong loro ae ga cukup . kok malah iki ijen. Yowes
pokoke susah seneng bareng ngunu loh mbak.
9. Tapi ibu kerjo sampun ket kapan bu?
Yo kan biyen iku pas ayahe jek kerjo proyek iku lumayan mbak. Yo isok dibilang
lebih lah. Tapi semenjak proyekan ayahe sepi, maleh dadi wes ga kerjo proyekan
maneh. Trus bapakne kerjo yo gawe sepatu ngene. Lah penghasilane ga sepiro, yowes
tak ewangi pisan, lumayan gawe tambah tambahan yo meskipun ga sepiro. Kerjo
ngene kan yo enak opo maneh aku nduwe anak jek umur 1 tahun.isok ambek momong
10. Kerjo buruh gawe sepatu niku tiap hari ta yoknopo bu?
Yo nek onok sing ape ngekap ae mbak. Nek ga onok yo prei. Makane ga tentu
penghasilane
11. Trus bapak nopo o mboten coba kerjo sing lain bu?
Mbak ijazah bapake ae yowes mek SD. Golek kerjo loh mentok mentoke yo opo
olehe ngunu ngunu ae. Isok garap sepatu ae ket pas kerjo proyeke sepi. Biyen yo ga
isok.
12. Alasane ibu nggeh melok kerjo nopo’o bu?
Yo mbak wong diewangi aku kerjo loh yo jek kurang gawe kebutuhan ndek omah.
Makane titik titik nambahi meskipun wong loro yo jek kurang kadang.
Narasumber
Hasil Wawancara
Nama : Lailatul Maghfiroh (24 Tahun) Waktu : 10 Juni 2018 10.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat : Kediaman mbak Laila
1. Sampun nikah berapa lama mbak ?
Udah hampir 3 tahun mbak
2. Suami kerja mbak ?
Kayaknya Kerja mbak.
3. Kok kayaknya mbak ?
Soalnya aku wes lama gak komunikasi lagi, sekarang lagi proses cerai
4. Alasan mengajukan cerai apa mbak ?
Yowes gitu mbak, ada masalah
5. Tapi pas sebelum mengajukan gugatan cerai , suami kerja mbak ?
Kerja mbak. Di rental mobil
6. Kira kira berapa itu mbak penghasilannya?
Gak tau aku mbak. Dulu sihh sekitar dapet 300-400an lah seminggu.
7. Kok mbak ga tau ? terus selama ini dikasih nafkahnya gimana ?
Aku dari awal emang ga pernah dapet nafkah mbak. Dapet sihh awal dua bulan tiga
bulan nikah, setalah itu udah engga lagi. Kalau pulang kerumah itu tak mintain duit
bilangnya gak ada, katanya rental lagi sepi.
8. Gimana mbak ceritanya ?
Yaa aku nikah sama dia udah hampir 3 tahun. setelah nikah kan masih tinggal sama
orang tuaku. Jadi terkadang kebutuhan hidup masih numpang sama orang tua.
Sampai aku memutuskan untuk cari kerja. Karena malu kalau terus ngandelin orang
tua, apalagi statusnya udah rumah tangga. ditambah lagi juga kan suami ku gak
pernah ngasih duit lagi.
9. Mbak sudah punya anak ?
Belum mbak
10. Mbak nya kerja apa ?
Aku bagian produksi di Mayora
11. Gajinya berapa mbak ?
Itu bersihnya dapet 1.825.000 kalau sama uang lembur bisa dapet 2.000.000
12. Jadi alasan mbak kerja yaa karena suami ga ngasih nafkah ?
Yaa itu salah satunya mbak. Lagian aku juga masih muda, belum punya anak juga,
makannya kerja ajaa. Dari pada dirumah terus. Kalau aku kerja kan bisa menuhin
kebutuhan aku dan bisa ngasih orang tua juga.
13. Terus mbak sudah berapa lama kerja ?
Yaa pokoknya ga lama setelah menikah itu mbak.
14. Berarti alasannya minta cerai karena suami gak ngasih nafkah mbak ?
Yaa gitu lah mbak, habisnya tiap hari yo debat terus, wes pegel hati.
Hasil Wawancara
Nama : Nila (21 Tahun) Waktu : 20 Juni 2018 Pukul 18.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Alamat : Kediaman Ibu Nila (Desa
Brangkal Kecamatan Sooko)
1. Samean nikah sudah berapa lama mbak ?
Piro yo mbak . nek ga salah wes sekitar 6 tahunan. Soale podo karo umure anakku 6
tahun
2. Nikah umur berapa mba dulu ?
Aku umur 16 nikahe mbak.
3. Kalau bojone samean dulu umur berapa ?
Sekitar umur 17 tahun mbak. Jek sekolah kok. Makanya dulu nikahnya sirri. Soalnya
dia kan masih sekolah. Takut ketahuan sama temen temen sama pihak sekolah. Nek
ketahuan kan nanti dia bisa ditokno tekok sekolah
4. Berarti sekarang status nikah nya masih sirri?
Gak mbak. Udah sah kan pas umurnya suamiku mencukupi langsung ngajuin ke
pengadilan.
5. Suami samean kerja mbak ?
Engga mbak.
6. Trus siapa yang ngasih nafkah di keluarga ?
yo bapak mbak (orang tua pihak laki-laki). Kan selama ini aku yo tinggal di rumahnya
keluargane bojoku.
7. Trus bojone samean lapo ?
Dulu kuliah tapi mek oleh 2-3 semester ngunu terus metu. gak onok biayane . kan
kampus dek’e iku ancen larang biayane .
8. kalau emang dia udah ga kuliah kenapa ga cari kerja ?
Yo piyee mbak. Bojoku iku jarene ga isok kerjo melok wong. Pengene usaha dewe.
Tapi yo modal gawe usaha dewe iku dorong onok.
9. Berarti selama ini pemenuhan nafkah keluarga dapet dari orang tua yaa mbak ?
Yaa gitu mbak. Kan suamiku ga kerja. Sekarang juga tinggalnya sama orang tua
suamiku. Jadi yaa kebutuhan sehari-hari melok nang wong tuo mbak.
10. Tapi samean ngerti mbak nek nafkah itu kewajiban dari suami?
Yo ngerti mbak. Tapi yo piye maneh keadaane koyok ngunu. Bojoku ga gelem kerjo
nek melok wong, pengene usaha dewe.
11. Mbak sudah punya anak?
Iyaa udah satu mbak. Umur 6 tahun, baru masuk SD
12. Nah untuk biaya anak jugaa dibiayai sama orang tua suami yaa mbak ?
Iyaa mbak
13. Emang mertua samean kerjane apa mbak ?
Semacam guru spiritual gitu lah mbak
14. Samean ga kepikiran untuk cari kerja mbak secara suami samean ga kerja ?
Aku pengen sakjane mbak kerja, tapi gak diolehi ambek bojoku. Jarene wedi aku
digudo wong lanang liyo ndek njobo.
15. Trus kenapa samean masih bertahan sekalipun suami samean gak ngasih nafkah?
Wes terlanjur sayang mbak. Sayang ambek ibu, bapake. Opo maneh onok anak. Gak
mungkin aku isok pisah ngunu ae. Nek wes keadaane koyok ngene yo dijalani ae.
Insyaallah rejeki onok ae.
16. Trus buk yoknopo ibu menanggapi hal seperti ini?
Yo piye maneh mbak nek keadaan ne koyok ngene. Lagian jenenge anak mosok yo
aku tego. Anakku yowis salah, makane gak mungkin aku nelantarno anak bojone
ngunu ae.
17. Mboten dicoba untuk disuruh cari kerjaan ngoten ta buk ?
Piyee maneh mbak, areke ga gelem nek kerjo melok wong. Njaluke usaha dewe. yo
insyaAllh enek ae engkok rejekine.
Narasumber
Hasil Wawancara
Nama : Iswahyuni (50 Tahun) Waktu : 20 Juni 2018 Pukul 09.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat : Kediaman Ibu Is (Desa
Sambiroto Kecamatan Sooko)
1. Ibu sampun nikah berapa lama ?
Anakku saiki umure wes ape 30 tahun , yo sekitar sakmunuan mbak
2. Oalah mpun dangu nggeh bu. Bapak kerjo nopo bu?
Saiki bapak ga kerjo mbak.
3. Sampun ket kapan bu mboten kerjo?
Oalah wes suwe mbak. Pokok aku mulai buka warung iki yo kan soale bapak ga
kerjo. Wes ket tahun 2011 koyoke.
4. Sakderenge kerjo nopo bu?
Biyen iku bapak juragan mbak. Juragan sepatu sing bagian nyelep sul. Iku gede biyen
penghasilane. Kisaran iku olehe isok 3 jt/minggu.
5. Nopo’o bapak mboten kerjo bu ?
bapak iku main judi. Entek entekan. Makane trus bangkrut ngunu. wes ga enek modal
maneh. Ditambah saiki wes loro loroan.
6. Ohh ngoten ta bu, trus ibu buka warung niki nggeh?
Iyoo mbak, yowes pokoke isok gawe nyambung urip. Ibu yowes umur sakmene . ape
krjo nang pabrik yo ga mungkin, ape kerjo melok wong yo ga isok, soale ambek
ngeramut bapak, terus ibu yowes umur sakmene.
7. Trus sakniki bapak mboten kerjo nggeh bu?
Ogak mbak.
8. Tapi ibu semerap nggeh nek nafkah niku kewajiban suami?
Yo ngerti mbak, tapi piye maneh. Saiki bapak yo ga nduwe modal gawe buka usaha
maneh. Nek kerjo melok wong yo ga isok, polae awake wes ga sesehat biyen. Yo iku
maeng loh mbak loro-loroan. Saiki gantian aku sing golek duwek. Biyen yo bapak pas
onok nyenengno aku mbak.
9. Pinten bu penghasilan saking buka warung ngoten niki?
Biasane nek arek sekolah melbu iku sedino isok oleh 200-250 mbak. Tapi nek pas
prei sekolah ngunu paling mentok yo 100rb.
10. Dados ibu nggeh sing memenuhi nafkah keluarga?
yo ngunu wes mbak.
11. Anake ibu pripun ?
Yo doni iku podo kerjone sepatu, wong tekok bapakne isoke yo kerjo ngunu.
sekolahe yo ga duwur. Yo isoke ngunu tok mbak.
12. Nopo dengan penghasilan segitu cukup bu kangge kebutuhan hidup?
Yo cukup iku lak relatif mbak. Sing penting isok gawe nyambung urip trus kenek
gawe titik titik ngelumpukno gawe celengan sewaktu waktu bapak kumat lorone.
Hasil Wawancara
Nama : Sutiyah (34 Tahun) Waktu : 21 Juni 2018 Pukul 13.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat : Kediaman Ibu Sutiyah (Desa
Kedungmaling Kecamatan Sooko)
1. Samean sudah nikah berapa lama mbak ?
Dari tahun 2001 kayaknya kayaknya mbak, yowis pokoke sak umur karo anakku sing
nomer siji mbak
2. Suami kerja mbak ?
Kerja mbak
3. Kerja dimana mbak ?
Kerjo dadi kuli mbak . buruh bangunan ngunu lah
4. Berapa mba penghasilane ?
Walah mbak, kuli yo ga sepiro. Tergantung proyeke seh. Yo olehe kadang 300,500
paling gede 800an.
5. Niku penghasilane sebulan sak moten nopo piyee mbak ?
Yo gak mbak, koyok sekali proyek ngunu. misal onok sing bangun omah, yo sampe
bangun omah mari ngunu bayarane sakmunu. Kadang oleh 300, 500, yo sakmunu lah
pokoke mbak. Kadang sebulan yo gak etuk duwe. Paling akeh kadang sakwulan oleh
800rb. Wong saiki sepi ngunu kok
6. Mbak kerjo nopo ?
Iyoo mbak aku kerjo
7. Kerjo nopo mbak ?
Jogo warung kopi mbak,
8. Suami ngerti mbak nek samean kerjo ?
Yo ngerti mbak. Wong aku nek kerjo iku budal awan moleh bengi . jelas bojoku
ngerti
9. Trus bojone samean ngijinin samean kerjo mbak ?
Yo kudu mbak, saiki nek ga diolehi kerjo, jagakne duik tekok bojoku yo gak cukup
mbak. Asline aku yo emoh mbak kerjo nang warung kopi kunu, tapi kebetulan sing
nduwe iki koncoku dewe, dadi enak. Koyok ngerasa aman, onok sing njogo sisan.
Ditambah bojoku yo tenang ngecol aku kerjo .Ngerti dewe kan mbak warung kopi
panggone wong lanang-lanang tok.
10. Jaga warung kopi iku gajine berapa mbak ?
Standar oleh 1.300.000 mbak, tapi nek pas rame isok smpek 1.800.000 atau 2.000.000
11. Jadi sing memenuhi nafkah keluarga yo berdua yaa mba , samean kaleh bojone
samean?
Iyoo mbak. Wong gawe biaya sekolah ae kadang yo jek kurang. Jaman biyen pas opo
opo gorong larang kan yo jek isok nek njagakne bojoku tok mbak. Lah saiki opo opo
wes larang jagakne tekok kuli yo ga cukup. Opo maneh yo kadang enek proyekan
kadang gak ono. Gak isok dijagakne lah.
12. Anake pinten mbak ?
Loro mbak. Siji kelas 2 SMA sing siji SMP kelas 3.
13. Tapi samean semerap nggeh mbak nek mencari nafkah niku kewajiban suami ?
Yoo paham mbak, ngerti aku. Tapi piyee maneh nek jagakne tekok bojoku tok yo ga
cukup. Lagian yo bojoku ngolehi aku kerjo. Wonge yo paham nek penghasilane iku
ga sepiro nek jagakne iku tok.
14. Trus mbak sing ngeramut anak anak dan mengurus rumah tangga sinten?
Yo kan aku kerjone awan mbak. Sak durunge budal tak masakne trus risek risek
omah, marekno penggawean ndek omah disek. Anak anakku lak wes gede dadi karek
dimasakno ae yowes cukup. Kadang lek gak sempet yo diewangi ibu ku mbak. Kan
aku tinggal ndek omahe wong tuoku.
15. Apa dengan samean ikut bekerja itu bisa memenuhi nafkah keluarga mbak?
Yo lumayan mbak, timbang mek jagakne tekok bojoku. Wes kerjone abot tapi yo
gajine ga sepiro. Kadang yo jek diewangi wong tuoku. Nek misal pas lagi ga nyekel
duwek karo karone. Trus gawe nyangoni sekolah anakku.
Narasumber
Hasil Wawancara
Nama : AHIRIZZEN Waktu : 02 Juli 2018 Pukul 10.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat : KUA Kecamatan Sooko
1. P:Niki dengan bapak sinten?
N:Bapak AHIRIZZEN, sampun semester 6 nggeh niki?
2. P:Masuk semester 9 pak niki
N:Loh kok telat,
3. P:Nggeh kan sampun mboten enten kuliah niku pas semester 8 pak. Bapak
pendidikan terakhir nopo?
N:S2
4. P:Lulusan pundi pak?
N:UNDAR
5. P:Ngambil jurusan nopo pak?
N:Hukum Islam
6. P:Sudah berapa lama pak menjadi kepala KUA Kecamatan Sooko?
N:Kalau di KUA Kecamatan Sooko baru 4 tahun setengah, sebelumnya keliling
keliling mulai dari tahun 2002 sampai sekarang gonta ganti tempat.
7. P:Pak berbicara mengenai hak dan kewajiban suami isteri, menurut bapak sejauh
mana pak suami dan isteri harus mengetahui hak dan kewajiban masing masing?
Menurut bapak penting kah, sejauh apa suami dan isteri harus mengetahui hal
tersebut?
N:Yaa penting, harus tau malah. Yaa kalau gak tau hak dan kewajiban rumah tangga
ga bisa jalan. Suami punya hak isteri juga punya hak, begitu juga dengan kewajiban.
Intinya gini rumah tangga itu kalau yang suaminya tau kewajibannya isteri ga usah
menuntut haknya, begitu jugaa kalau isteri tau kewajibannya suami ga perlu lagi
menuntut haknya karena secara otomatis itu sudah terpenuhi. Jadi harus tau hak dan
kewajiban masing masing. Dan harus saling menghormatilah dan saling menjaga hak
dan kewajiban masing masing. Karena rumah tangga berantakan kan itu karena tidak
terpenuhinya kewajiban. Nuntut ae.
8. P:Nah kemaren kan saya sudah mewawancarai masyarakat kecamatan sooko dan saya
menemui beberapa pasangan suami isteri itu dimana isteri ikut bekerja memenuhi
nafkah keluarga bahkan ada yang isteri itu menjadi pencari nafkah utama dalam
keluarga dengan berbagai faktor seperti suami sakit, suami tidk bekerja, atau karena
memang nafkah dari suami itu kurang. Bagaimana tanggapan bapak mengenai hal
tersebut?
N:Kalau masalah nafkah itu kan kewajiban suami, karena ada satu hal, ada udzur dan
lain sebagainya. Isteri boleh, tapi bukan wajib, boleh membantu. Jadi kewajiban
mencari nafkah itu kewajiban suami. nah untuk isteri yang mau menambah
penghasilan itu harus dari ijin suami, kalau gak ada ijin suami, nanti rumah tangganya
kocar kacir karena ga ada ridho dari suami. meskipun ekonominya mapan, isterinya
orang karir tetap harus ijin dari suami. tapi tetap isteri yang baik, dan mempunyai
penghasilan, dia akan menyerahkannya kepada suami. begini “mas saya dapat gaji
sekian” diserahkanlah itu kepada suami. nah suami yang baik itu begitu “lah kenapa
kok dikasihkan ke saya, itu kan harta atau uang kamu” “loh saya kan bekerja atas ijin
njenengan”. Nah itu isteri yang bagus, disampaikan. Meskipun memang tidak
diberikan karena biasanya suami akan meyerahkannya kepada isteri yang penting ada
laporan, disampaikan. Boleh boleh saja. Itu bernilai pahala hukumnya sunnah. Kalau
isteri memberi nafkah itu sunnah, kalau suami itu wajib.
9. P: Lalu pak memanggapi, saya melihat dan sudah mewawancarai di Pengadilan
Agama Mojokerto. Perceraian di Mojokerto ini meningkat dan faktor utamanya
adalahak karena masalah nafkah atau ekonomi. Ada beberapa memang yang
faktornya karena percekcokan atau perselingkuhan tapi setelah disidangkan
ditemukan fakta baru bahwa karena suami sudah tidak mampu lagi memenuhi
tuntutan nafkah isteri atau isteri merasa suami sudah tidak lagi bisa memberi nafkah,
Humas Pengadilan Agama Mojokerto mengatakan memang banyak sekali isteri yang
merasa nafkahnya kurang akhirnya mereka mengajukan gugatan cerai, nah bagaimana
bapak menanggapi hal tersebut ? mengingat suami ini sudah memenuhi nafkah artinya
kewajibannya sudah gugur, karena dia sudah berusaha memenuhi nafkah keluarga. te
Bagaimana menurut bapak mengenai hal tersebut?
N: Itulah seorang wanita yang tidak qana’ah . tidak menerima adanya. Kan rejeki itu
sudah diatur oleh Allah , mungkin standart Allah sudah segitu. Kan suami sudah
berusaha, bekerja. Nah seorang isteri harus bisa menerima. Masak menuntut lebih
kalau adanya segitu. Lah ini makanya seorag isteri perlu belajar untuk qana’ah,
menerima apa adanya. Nah kalau itu sudah terjadi, insyaallah rumah tangganya akan
bahagia dunia dan akhirat. Terkadang kan kita kalau cari calon suami atau calon isteri
kan diliat liat dulu, ini baik apa engga, ini qana’ah apa engga. Dan tipe tipe isteri yang
penurut itu kan sudah terlihat pas awal awal kenalan. Dan ketika cari calon isteri itu
yang penting agamanya, ketika agamanya kuat maka insyallah akan tentram.
P: terkadang juga ukuran cukup itu kan kalau dalam jaman sekarang ini dan setiap
orang itu relatif yaa pak. Menurut orang lain, itu menjadi kebutuhan sekunder tapi
menurut orang yang satunya lagi itu menjadi kebutuhan primer
N: iyaa emang cukup itu relatif. Kita melihat teman kita atau tetangga kita dibelikan
sesuatu , kemudian sang isteri lapor kepada suami , “kok aku gak ditokokno koyok si
A” nahh itu disitu letaknya. Kalau misalkan agamanya paham, qana’ah ada. Insyallah
gak akan terjadi hal seperti itu.
10. P:Saya juga mewawancarai beberapa pasangan suami isteri pak, temuan baru suami
tidak bekerja secara otomatis tidak memberikan nafkah untuk keluarganya. Dia juga
tidak memberikan izin untuk isteri bekerja. Akhirnya terjadilah numpang hidup
dengan orang tua. Bagaimana bapak menanggapi hal tersebut?
N:Yaa memang dalam rumah tangga modal utama itu harus siap lahir batin, artinya
harus siap menafkahi kan itu menjadi sebuah kewajiban.nah sementara terkadang
posisinya kurang sehingga masih njagakne wong tuo. Kalau misalkan orang tua
emang masih mempunyai yaa gak papa, tapi kan kalau terus terusan yaa bosen terus
jek njagakne wong tuo. Yaa memang syaratnya nikah itu ga ada menyebutkan harus
bekerja tetapi kan namanya seseorang kan harus adanya persiapan, harus ada biaya
untuk rumah tangga.
11. P: Terakhir pak bagaimana solusi bapak terhadap hal-hal tersebut? Yang mana isteri
ikut memenuhi nafkah keluarga, suami yang tidak memberikan nafkah sehingga
memicu tingginya perceraian, suami tidak memberikan nafkah sehingga masih
numpang hidup dengan orang tua?
N: yaa perlu ada semacam pembinaan, kan biasanya kan sebelum menikah ada
namanya suscatin. Ada modal disana. Disampaikan bahwa suami yang baik itu yang
ini ini. Isteri yang baik itu yang begini. Jadi dia tau hak dan kewajibannya. Karena
mungkin dia tidak tau hak dan kewajibannya jadi keluarga nya banyak tuntutan. Misal
penghasilan suami 100rb tapi isteri menuntut 200rb, nah sisa kurangannya dimana
nyarinya. Sehingga mengakibatkan keluarganya ga bisa tenang. Lah itu karena apa
kuncinya, tidak qana’ah. Makanya penting agamanya. Agama sangat menentukan.
Yaa nyarinya juga kecantikan, harta, tapi yang paling penting adalah agama. Kalau
agamanya mapan insyallah nanti yang terjadi di kondisikan dengan agama, sesuai
dengan agama. Makanya kunci menikah adalah ibadah. Kalau dari awal sudah ada
niatan saya nikah harus dapat ini dan ini karena dia kaya, nanti yang ada dia kecelek.
Makanya ada pembinaan secara mental, disampaikan.
Hasil Wawancara
Nama : H.Salim Udin Waktu : 11 Juli 2018 Pukul 10.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat : Kantor Kelurahan Japan
Kecamatan Sooko
1. Atas nama bapak sinten?
H.Salim Udin
2. Sudah berapa lam pak menjadi kepala Lurah Japan ?
Saya sudah jalan dua periode mbak jadi kepala lurah disini, alhamdulillah masih
dikasih kepercayaan sama warga.
3. Pak kecamatan sooko ini kan menjadi salah satu kecamatan yang tingkat perceraian
nya tinggi, dan faktor terbesarnya karena nafkah. bagaimana menurut bapak ?
Kalau njenengan ngomong soal perceraian, saya sering diajak sharing sama warga, ini
juga ada 2 warga saya yang lagi proses cerai. Bagaimanapun saya tidak menyetujui
adanya perceraian dengan alasan apapun, karena itu datangnya bukan dari Allah. Tapi
pengambilan keputusan yang salah. Otak kita itu kalau denger perceraian pasti
langsung merujuk ke anak, isteri dan banyak orang yang kita ajak berdoa bersama
ketika temu manten atau walimatul ursy. Saya sering diundang warga saya untuk
mengisi acara walimahan. Nah saya disitu sering menyisipkan pesan saya untuksuami
isteri agar apapun masalahnya pasti ada jalan keluarga, dan saling mendoakan satu
sama lain agar rumah tangganya tidak kebobolan.setiap masalah kan pasti ada
solusinya. Kita ini juga punya alat, tapi jarang dipake. Coba banyak baca fatihah,
minta perlindungan agar keluarganya dapat terjaga. Tiap malam neng saya ini buka 24
jam, saya buka pintu rumah saya untuk warga bisa sharing. Dan kebanyakan emang
langsung plong pas mari cerita.
4. Trus masalah yang menjadi fokus maalah di keluarahan japan yang ingin bapak
selesaikan apa pak ?
Masalah sosial paling mbak. Karena warga japan ini lagi marak-maraknya usaha kost-
kostan. Nah usaha kost kostan ini itu terkadang disalah gunakan. Makanya pernah
waktu itu jam 1 malam saya dan bu polo sama staff keamann desa melakukan razia
kost-kostan. Yaa kayak gitu ditemukan ajaa ada yang kayak begitu.
5. Kalau masalah dibidang hukum keluarga pak ?
Yaa itu neng, semenjak saya buka 24 jam untuk warga saya, yaa banyak yang dateng
kerumah atau menemui saya di kantor sini, sekedar minta pendapat, minta solusi dan
menjadi penengah dari masalah rumah tangga mereka. Yo ngunu iku neng, onok sing
tukaran terus, onok sing kenek orang ketiga. Yowes macem macem ngunu neng. Pas
tak takoki ngunu iku sih emang akeh sing gara gara orang ketiga. Bahkan onok sing
wong wedok iki ngewangi ben sing lanang iki cepet cerai karo bojone. Dikeki diwek
gawe ngurus ngurus nang pengadilan. Ngunu iku yo onok loh neng. Onok yoan iku
sing lanang jare wes ga kuat karo bojone ngomel ngomel jare duek belonjone kurang
makane trus golek wong wedok liyo, trus sing wedok yo ngunu gara gara bojone
kurang oleh ngekeki duwek belonjo maleh golek wong lanang liyo sing isok ngekeki
duek belonjo lebih.
6. Terus kembali ke masalah hukum keluarga. Pasti dalam rumah tangga itu adanya hak
dan kewajiban. Sejauh mana sihh pak suami isteri itu harus tau hak dan kewajiban
masing-masing?
Yaa kembali lagi yaa neng. Baru baru ini saya diundang untuk mengisi di acara
walimahan cak ali, disitu saya sampaikan bahwasannya sekarang kalian sudh
menyampaikan suami isteri yang sah. Jadi harus saling menghormati dan menghargai.
Terkait dengan hak dan kewajiban isteri. Itu kan ga diajarkan di bangku sekolah SMP
dan SMA. Makanya setiap orang terutama yang mau menikah atau yang sudah
menikah harus tetap mau mempelajari itu. Lah orang jama sekarang pemikirannya
halah aku wes nikah, wes tuek ga usah belajar ngunu iku. sehingga yang saya
tekankan njenengan walaupun sudah nikah, menimba ilmu itu wajib. Lebih lebih bagi
kita kan ilmu itu ada 2, ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah. Fardhu ain ini kan yang
bersangkutan dengan ketuhanan, gimana sholatnya benar, gimana dengan suami isteri
itu benar, hak dan kewajiban suami isteri itu tau. Nah ini yang harus tetap belajar,
mencari ilmu lagi. Suami yang wajib memberikan keilmuan itu. Yang penting yang
isteri ini harus minta ijin ke suami kalian, yang jelas kan suami ini yang harus
memberikan keilmuan itu. Itu yang sering saya tekankan. Jujur saja yang terjadi di
masyarakat kan seperti itu, ilmu tentang rumah tangga itu belum dipelajari dalem, trus
dapet panggilan nikah. Kalau pas walimahan itu kan yang datang pasti mendoakan
rumah tangganya soleh solehah, nah untuk mencapai soleh solehah ini kan gak bisa
bim salabim, kan harus ada modal yang didoain, ada bekal gitu.
7. Lalu pak saya sudah mewawancarai beberapa pasangan suami isteri. Kebanyakan
isteri ikut bekerja memenuhi nafkah keluarga karena nafkah suami kurang bahkan ada
yang isteri itu statusnya menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Bagaimana
menurut bapak terkait hal tersebut ?
Selagi diizinkan oleh suami yaa saya rasa tidak masalah. Toh itu kan untuk
kelangsungan hidup bersama . rumah tangga itu kan yang menjalankan kalian suami
isteri. Yang harus bisa mempertahankan kan juga suami dan isteri, harus saling
mengisi. Yang penting tetap suami dan isteri itu tau hak dan kewajiban. Jangan
mentang-mentang yowes bojoku wis kerjo terus enak enakan. Tetap mencari nafkah
itu wajib. Memberikan nafkah itu kewajiban suami. isteri boleh membantu sekiranya
kurang. Yang penting ketika isteri ikut mencari nafkah itu dia mendapatkan ijin suami
dan dia bekerja ditempat yang tidak dilarang oleh agama.
Hasil Wawancara
Nama : Merry Andriatik (24 Tahun) Waktu : 24 Juni 2018 Pukul 10.00 WIB
Pewawancara : Putri Permata R. Tempat: Kediaman Ibu Merry (Nia)
1. Mbak nia sampun menikah berapa lama ?
Wes oleh 3 tahun mbak put
2. Sudah punya anak mbak ?
Sudah mbak lanang siji
3. Umur berapa mba anaknya ?
2 tahun setengah mbak
4. suami pekerjaane nopo mbak ?
sementara iki jek golek mbak, mari di PHK polae
5. ket kapan mbak oleh di PHK?
Wes onok setahun mbak
6. emang sebelume kerja dimana mba ?
kerja ndk mojo karaoke iku loh mbak, sing cideke bentar.
7. Disitu berapa mba gajine?
Iku oleh 2.300.000 nek rame biasane oleh bonus mbak
8. Berarti sakniki bojone samean durung kerjo nggeh mbak?
Dereng mbak jek golek maneh
9. trus sakniki sing golek nafkah sinten mbak?
Yo bojoku sing golek kerjoan maneh mbak
10. samean kerjo mbak?
Aku wingi sempet kerjo tapi terus metu
11. nopo’o kok metu?
iyo mbak solae sakno anakku, nangis terus nek tak tinggal.
12. Emang kerja dimana mbak pas iku?
Iku di baby shop sing ndek surodinawan ngarepe pengadilan iku mba
13. Pinten pas niku gajine mbak ?
Njogo toko paling banter yo 1.500.000 mbak.
14. Ohh nggeh semerap, emang bapakne mboten njogo to mbak?
Yo jenenge wong lanang mbak, dititipi tapi kadang onok ae alasane. Ibuku yo sakno
nek tak kongkon njogo rafa. Polae kan ibu yo kerjo momong anake tonggo.
15. Berarti sakniki mboten enten sing kerjo nggeh mbak?
Iyoo bojoku sek golek mbak, aku yo ndek omah njogo rafa ae. Ambek ngewangi ibu
nungguki toko.
16. Tapi pas mbak nia kerjo niku sing njogo rafa sinten?
Yo bapake mbak, cuman kan yo ngunu ga kenek dijagakne, akhire yo ibuku sing
njogo, lah ibuku yo sambat pegel polae iku maeng yo momong anake tonggo.
17. Tapi mbak nia semerap nggeh mengenai kewajiban suami isteri? Suami wajib
memberikan nafkah kepada isteri?
Pasti ngerti mbak, jenenge bojo kan kepala keluarga, kudune emang ngekei nafkah,
mbahagiakno keluargane lah. Tapi jenenge urip kan kadang ndk duwur kadang ndk
nisor. Sing penting bojoku wis gelem usaha. Ibarate susah seneng yo kudu ditanggung
bareng. Ojok gelem pas bojone onok tapi pas gak onok ditinggal ngunu ae.
Narasumber
Ibu Nia
Gambar 1 : Foto peneliti dengan Ibu Nila, Masyarakat Kecamatan Sooko di kediamannya di
Desa Brangkal Kecamatan Sooko Mojokerto.
Gambar 2 : Foto peneliti dengan Ibu Lailatul Maghfiroh selaku masyarakat Kecamatan Sooko
di kediamannya di Desa Sooko Kecamatan Sooko Mojokerto.
Gambar 3 : Foto peneliti dengan Ibu Husnul Alfiah masyarakat Kecamatan Sooko.
Wawancara dilakukan di kediaman Ibu Husnul Alfiah di Desa Japan
Kecamatan Sooko Mojokerto.
Gambar 4 : Foto peneliti dengan Bapak Ahirizzen selaku Kepala KUA Kecamatan Sooko.
Wawancara dilakukan di Kantor KUA Kecamatan Sooko Mojokerto.
Gambar 5 : Foto Peneliti dengan Bapak H.Salim Udin selaku tokoh Masyarakat di
Kecamatan Sooko. Wawancara dilakukan di Kantor Desa Japan Kecamatan Sooko
Mojokerto.
Gambar 6: Foto peneliti ketika berada di Kantor Urusan Agama Kecamatan Sooko.