S2-2014-326247-chapter1

15
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia 233 juta jiwa ( Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000-2025 BPS, BAPPENAS, UNFPA). Indonesia menghadapi banyak masalah berkaitan dengan bidang kependudukan yang dikhawatirkan akan menjadi masalah besar dalam pembangunan apabila tidak ditangani dengan baik. Permasalah kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitatif, kualitatif dan mobilitas penduduk. Berdasarkan UU RI No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera telah mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional (BKKBN, 2010). Berdasarkan data BKKBN, 2010 salah satu program pembangunan yang berkaitan dengan kependudukan adalah program Keluarga Berencana (KB) yang bertujuan mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) yang di dalam pelaksanaannya telah diintegrasikan dengan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja ( PKBR) dan merupakan salah satu program pokok pembangunan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2010-2014). Arah kebijakan program penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja adalah mewujudkan tegar remaja dalam rangka tegar keluarga untuk mencapai keluarga kecil bahagia sejahtera. Tegar remaja adalah membangun setiap remaja Indonesia

description

yes

Transcript of S2-2014-326247-chapter1

Page 1: S2-2014-326247-chapter1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia 233 juta jiwa (

Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000-2025 BPS, BAPPENAS, UNFPA).

Indonesia menghadapi banyak masalah berkaitan dengan bidang kependudukan

yang dikhawatirkan akan menjadi masalah besar dalam pembangunan apabila

tidak ditangani dengan baik. Permasalah kependudukan pada dasarnya terkait

dengan kuantitatif, kualitatif dan mobilitas penduduk. Berdasarkan UU RI No.10

tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga

sejahtera telah mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, kualitas dan

pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh

bagi pembangunan dan ketahanan nasional (BKKBN, 2010).

Berdasarkan data BKKBN, 2010 salah satu program pembangunan yang

berkaitan dengan kependudukan adalah program Keluarga Berencana (KB) yang

bertujuan mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) yang di dalam pelaksanaannya telah

diintegrasikan dengan penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja ( PKBR) dan

merupakan salah satu program pokok pembangunan nasional yang tercantum

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2010-2014). Arah

kebijakan program penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja adalah

mewujudkan tegar remaja dalam rangka tegar keluarga untuk mencapai keluarga

kecil bahagia sejahtera. Tegar remaja adalah membangun setiap remaja Indonesia

Page 2: S2-2014-326247-chapter1

2

menjadi tegar yaitu remaja yang menunda usia perkawinan, berperilaku sehat,

menghindari resiko TRIAD KRR (seksualitas, HIV/AIDS dan Napza),

menginternalisasi norma keluarga kecil bahagia sejahtera dan menjadi contoh,

idola, teladan dan model bagi remaja sebaya. Kerangka tegar remaja merujuk dari

hasil evaluasi program kesehatan reproduksi remaja (KRR) tahun 1990-2000,

yang dilakukan oleh School of Public Health, University of Michigan, USA, 2005

dan evaluasi kesehatan reproduksi remaja Asia, Afrika dan Amerika Latin (World

Bank Report, 2007).

Kenyataan yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa remaja mempunyai

permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami

remaja. Masalah yang menonjol di kalangan remaja yaitu permasalahan seputar

seksualitas, HIV/AIDS dan Napza, rendahnya pengetahuan remaja tentang

kesehatan reproduksi dan median usia pertama perempuan relatif masih rendah

yaitu 19,8 tahun (SDKI, 2007). Dengan demikian remaja itu membutuhkan

pendampingan, bimbingan dan penanganan serius dalam mengatasi masalah yang

akan dan sudah dihadapinya. Menurut Policy Brief-Pusdu, 2012 bahwa

pengetahuan remaja tentang PUP melalui majalah, surat kabar, radio adalah cukup

tinggi sementara informasi dari Pusat Informasi dan konsultasi remaja dan atau

mahasiswa (PIK R/M) masih rendah.

Seiring kompleknya masalah yang terjadi pada remaja ternyata data tentang

jumlah remaja di dunia menunjukkan peningkatan yaitu 1,3 milyar dari populasi

penduduk dunia (WHO, 2007). Komposisi penduduk Indonesia berusia remaja

mencapai 45 juta jiwa atau sekitar seperlima dari estimasi total jumlah penduduk

Indonesia (SKRRI,2007). Menurut hasil sensus penduduk 2010 jumlah penduduk

Page 3: S2-2014-326247-chapter1

3

Jawa Timur khususnya remaja mencapai 15,43% dari total jumlah penduduk Jawa

Timur sebesar 37.476.757 jiwa. Sedangkan di Kota Malang jumlah remaja sebesar

227.187 jiwa dan atau sekitar 27,72% (Data Demografi Kota Malang, 2012).

Merujuk dari program dunia dalam Millenium Development Goals (MDGs)

tentang pentingnya meningkatkan status kesehatan reproduksi remaja yang

merupakan salah satu prioritas penanganan saat ini, maka telah ditindaklanjuti

oleh pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No.62/2009 tentang Badan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Peraturan kepala BKKBN

No.72/PER/B5/2011 tentang organisasi dan tata kerja BKKBN juga yang telah

dilaksanakan oleh Direktorat Bina Ketahanan Remaja (BKR) dengan pemantauan

dan evaluasi serta pemberian bimbingan teknis di bidang ketahanan remaja.

Program Generasi Berencana (GenRe) secara optimal dengan mengembangkan

program Pusat Infomasi dan Konsultasi remaja dan atau mahasiswa (PIK R/M).

(BKKBN, 2012).

Pusat Informasi dan konsultasi (PIK) adalah salah satu wadah yang

dikembangkan dalam program GenRe, yang dikelola dari, oleh dan untuk

remaja/mahasiswa guna memberikan pelayanan informasi dan konsultasi tentang

PUP, delapan fungsi keluarga, TRIAD KRR, ketrampilan hidup (life skills),

gender dan ketrampilan advokasi serta komunikasi, informasi dan edukasi.

Keberadaan dan peranan PIK R/M di lingkungan remaja sangat penting artinya

dalam membantu remaja untuk memperoleh informasi dan pelayanan konsultasi

yang cukup dan benar tentang penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja

(BKKBN, 2012).

Page 4: S2-2014-326247-chapter1

4

Pelaksanaan kegiatan dalam PIK R/M antara lain berhubungan dengan

kesehatan reproduksi remaja seperti konsultasi dan sosialisasi tentang kesehatan

reproduksi remaja, rujukan bagi kasus yang memerlukan terapi medis, penyediaan

buku-buku bacaan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja,

roadshow PIK mahasiswa ke sekolah-sekolah serta pembuatan majalah dinding

dan leaflet. Dalam menjalankan kegiatan konsultasi, informasi dan edukasi pada

PIK maka remaja diharapkan dapat menjadikan remaja yang sehat, kreatif,

mandiri dan berakhlaqul karimah dalam rangka terwujudnya keluarga yang

berkualitas juga menyelenggarakan kegiatan penyuluhan, penelitian dan

pelayanan kesehatan reproduksi remaja tentang TRIAD KRR serta mewujudkan

keluarga yang berkualitas dengan PUP serta bercita- cita mewujudkan keluarga

kecil bahagia sejahtera. (Jaringan Epidemiologi Nasional, 2009).

Pemerintah berharap melalui kegiatan PIK Remaja dan atau Mahasiswa

akan membantu mengatasi permasalahan remaja yang sangat kompleks. Berbagai

data menunjukkan bahwa penerapan pemenuhan hak reproduksi bagi remaja

belum sepenuhnya mereka dapatkan, antara lain dalam hal pemberian informasi

tentang kesehatan reproduksi, teknik komunikasi dalam konsultasi dan masih

banyak lainnya, sehingga pengetahuan remaja yang masih rendah tentang

kesehatan reproduksi dapat meningkat. Hal ini bisa terjadi karena adanya tempat

pelayanan konsultasi yang ramah bagi remaja masih sangat sedikit. Survey

Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menemukan bahwa remaja

lebih menyukai menceritakan permasalahannya pada teman sebaya sebesar 71%

dan pada orang tua hanya 31%. Meskipun demikian pembinaan dan pengasuhan

orang tua dalam pembentukan karakter harus dimulai dari keluarga. Menurut

Page 5: S2-2014-326247-chapter1

5

Wilopo,2010 salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dan

mencegah permasalahan remaja adalah penyediaan tempat pelayanan kesehatan

reproduksi remaja yang mudah diterima dan terjangkau.

Dalam upaya meningkatkan pemahaman remaja tentang kesehatan

reproduksi menjadikan remaja tegar dalam menghadapi masalah dan mampu

mengambil keputusan terbaik bagi dirinya, maka pelayanan konsultasi sangat

diperlukan bagi remaja. Remaja yang bisa melakukan konsultasi pada teman

sebayanya disebut sebagai konselor sebaya (BKKBN,2008). Konselor sebaya

adalah pendidik sebaya yang secara fungsional punya komitmen dan motivasi

yang tinggi untuk memberikan konsultasi bagi kelompok remaja sebayanya yang

sudah mengikuti pelatihan atau orientasi konsultasi atau bisa juga yang belum

dilatih dengan mempergunakan panduan kurikulum model pelatihan yang telah

disusun oleh BKKBN, selain itu koselor sebaya mempunyai tanggung jawab

kepada ketua PIK remaja atau mahasiswa. Fakta menunjukkan bahwa kemampuan

tenaga konselor dalam memberikan konsultasi pada remaja di pusat-pusat

pelayanan dan konsultasi kesehatan reproduksi remaja masih terbatas. Atas dasar

itulah maka guna mendukung kemampuan SDM dalam melaksanakan konsultasi

kesehatan reproduksi remaja perlu disiapkan tenaga yang terlatih melalui

pelatihan konselor sebaya.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Kepala

Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat (BKBPM) kota

Malang pada bulan Juli 2013 dikatakan bahwa pelaksanaan pelatihan konselor

sebaya dilaksanakan satu kali dalam setahun oleh BKKBN pusat dengan jumlah

Page 6: S2-2014-326247-chapter1

6

peserta terbatas, yaitu hanya 2 perwakilan dari setiap PIK yang terdaftar di kantor

BKKBN propinsi sehingga jumlah konselor sebaya masih sedikit yang sudah

mendapatkan pelatihan. Jumlah PIK di kota Malang saat ini berjumlah 36 dengan

kondisi status yang baru tumbuh ada 22, tahapan tegak 4 dan tahapan tegar ada

10. Masing-masing PIK diharapkan mempunyai inisiatif dan dukungan dari

institusi untuk melaksanakan pelatihan bagi pengurus PIK dalam meningkatkan

SDM para pengurus PIK sehingga bisa menjadi konselor sebaya yang profesional

secara mandiri.

Studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh peneliti pada PIK mahasiswa di

kota Malang dari 10 mahasiswa pengurus PIK yang diberikan kuesioner

mengatakan 5 orang (50%) mengatakan kurang percaya diri dalam memberikan

konsultasi pada temannya, 3 orang (30%) kurang mendapatkan pengetahuan dan

informasi tentang kesehatan reproduksi dan sisanya 2 orang (20%) mengatakan

bahwa media untuk melakukan konsultasi masih sangat terbatas misalnya leaflet,

lembar balik, modul dan masih banyak lagi yang lainnya. Padahal seorang

konselor itu diharapkan dapat memberikan informasi tentang kesehatan

reproduksi dan membantu memberikan alternatif penyelesaian masalah yang

sering dihadapi oleh teman sebayanya.

Kemampuan konselor sebaya dalam memberikan konsultasi bisa dipenuhi

melalui pelatihan konselor sebaya dengan menggunakan berbagai metode

pembelajaran seperti ceramah, diskusi, tanya jawab, simulasi studi kasus, role

play dan masih banyak metode lain yang dapat merangsang peserta pelatihan

dalam peningkatan percaya dirinya. Bekal yang juga perlu dimiliki oleh konselor

Page 7: S2-2014-326247-chapter1

7

adalah pemberian buku pedoman pengelolaan PIK, modul pelatihan konselor

sebaya, dan buku bacaan tentang konselor sebaya dengan harapan mereka dapat

belajar mandiri maupun kelompok agar dapat meningkatkan pengetahuan, sikap

dan keterampilan dalam memberikan konsultasi pada teman sebaya (Rustiningsih,

2013).

Menurut Aryani (2010) pengetahuan remaja sebelum mengikuti PIK-KRR

sebagian besar rendah (60%) dan setelah mengikuti PIK-KRR baik (96,7%). Hal

ini menunjukkan bahwa dengan masuk dalam PIK dapat mempengaruhi remaja

untuk mencari informasi dengan saling berbagi pengalaman sebagai pengurus PIK

agar terjadi peningkatan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam memberikan

konsultasi pada teman sebaya. Begitu juga dengan jurnal tentang “Peer” educator

initiatives for adolescent reproductive health projects in Indonesia, Widiantoro

(2004) bahwa upaya pendekatan yang berpusat pada keluarga telah dilakukan

pada sebuah proyek percontohan dilaksanakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur

untuk melatih rekan pendidik, dikoordinasikan oleh BKKBN sebanyak 80

pendidik sebaya yang mengikuti kegiatan pelatihan merasakan pentingnya

kegiatan ini dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh di berbagai

daerah. Namun pemerintah belum bisa memenuhi dengan alasan terbatasnya

jumlah trainer tingkat nasional, dana, sarana dan prasarana.

Solusi yang bisa dilakukan dalam meningkatkan peran konselor sebaya

adalah peningkatan kapasitas pengetahuan dengan berbagai cara, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, bisa saja dilakukan

melalui berbagai bacaan atau buku yang berhubungan dengan dunia bimbingan

Page 8: S2-2014-326247-chapter1

8

dan konsultasi, atau bahkan bila perlu dilakukan dengan cara melalui penjelajahan

situs-situs internet. Secara langsung, bisa dilakukan dengan cara melibatkan diri

dalam berbagai aktivitas forum keilmuan, seperti : seminar, penataran dan

pelatihan(Santrock,2012)

PIK KRM Fikes UMM adalah salah satu Pusat Informasi Konsultasi

Mahasiswa yang berada di Kota Malang dibawah naungan BKBPM (Badan

Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat) Kota Malang, dimana saat

ini masih menjalankan dan mengembangkan program kerja dan pelayanan secara

aktif dengan tujuan agar tetap menjadi PIK mahasiswa pada tahapan tegar. Demi

mencapai tujuan tersebut sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak

seperti remaja/mahasiswa, pengurus PIK, civitas akademik, pemerintah kota yang

dalam hal ini BKBPM kota Malang agar dapat menciptakan suasana pembelajaran

dan pembinaan yang berkualitas khususnya dalam promosi kesehatan pada pusat

informasi dan konsultasi di Fikes UMM khususnya dan Kota Malang secara

umum. Diharapkan para konselor sebaya mampu mempromosikan dengan baik

sehingga dapat mewujudkan cita-cita menjadi tegar remaja.

Dampak jika remaja tidak mengetahui tentang kesehatan reproduksi

berupa praktik kesehatan yang buruk, kejadian kehamilan yang tidak diinginkan,

kejadian HIV/AIDS dan penyakit menular seksual (SDKIR,2007). Pemberian

komunikasi, informasi dan dan edukasi merupakan cara untuk meningkatkan

pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sehingga diakhir tahun 2015

minimal 90 persen remaja sudah mendapatkan informasi(ICPD dan MDG’s).

Kegiatan seperti ini sudah dilakukan oleh PIK KRM Fikes UMM, namun ada

beberapa kendala yang dialami seperti kurangnya pembekalan yang diberikan

Page 9: S2-2014-326247-chapter1

9

pada para konselor di kampus membuat mereka kurang percaya diri dalam

memberikan koseling pada teman sebaya, kegiatan koordinasi seperti frekuensi

kunjungan belum rutin dilaksanakan, kegiatan promosi kesehatan belum sesuai

program kerja, kesibukan akademik yang tinggi sehingga peran konselor belum

bisa maksimal.

Berdasarkan permasalahan tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan ,

sikap dan keterampilan harus dimiliki oleh remaja yang masuk dalam PIK-KRM,

sedangkan cara peningkatannya melalui berbagai kegiatan positif yang salah

satunya melalui pelatihan konselor sebaya agar dapat diketahui kemampuannya

saat melaksanakan perannya di lingkungan sekolah maupun di masyarakat pada

umumnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian

mengenai “Pengaruh pelatihan konselor sebaya terhadap pengetahuan, sikap dan

keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan

Reproduksi Mahasiswa (PIK-KRM) di Fikes Universitas Muhammadiyah Malang

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pelatihan konselor sebaya

terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan mahasiswa pengurus Pusat

Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa (PIK-KRM) di Fikes

Universitas Muhammadiyah Malang.

Page 10: S2-2014-326247-chapter1

10

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pelatihan konselor sebaya terhadap pengetahuan,

sikap dan keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi

Kesehatan Reproduksi Mahasiswa (PIK-KRM) di Fikes Universitas

Muhammadiyah Malang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengetahuan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan

Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa ( PIK – KRM ) sebelum

dan sesudah dilakukan pelatihan .

b. Mengetahui sikap mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi

Kesehatan Reproduksi Mahasiswa ( PIK – KRM ) sebelum dan sesudah

dilakukan pelatihan .

c. Mengetahui keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan

Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa ( PIK – KRM ) sebelum

dan sesudah dilakukan pelatihan .

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi remaja

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di

bidang pendidikan konseling tentang kesehatan reproduksi remaja dengan

meningkatkan kemampuan dan pengalaman komunikasi yang saling terbuka

Page 11: S2-2014-326247-chapter1

11

dengan konselor agar terjadi perubahan kearah positif dan mampu melakukan

eksplorasi diri sebagai konselor sebaya.

2. Manfaat bagi PIK - KRM

Dapat berkembang lebih baik mulai dari program kegiatan konseling dan

sosialisasi kesehatan reproduksi dan TRIAD KRR (seksualitas, HIV/AIDS dan

Napza) pada mahasiswa sehingga mampu meningkatkan tahapan dari tumbuh,

tegak dan tegar secara mandiri dan profesional.

3. Manfaat lebih luas

Menambah wawasan keilmuan tentang pusat informasi dan konsultasi

dalam perannya di sekolah dan masyarakat secara umum dengan

melakukan peningkatan peran konselor sebaya yang lebih baik sehingga

bisa dikenal masyarakat luas.

Page 12: S2-2014-326247-chapter1

12

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Berbagai penelitian yang ditemukan oleh peneliti terkait Pengaruh Pelatihan Konselor Sebaya terhadap Pengetahuan,

Sikap dan Keterampilan mahasiswa pengurus Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Mahasiswa (PIK-

KRM) di Fikes Universitas Muhammadiyah Malang adalah dibawah ini :

No Pengarang Judul Desain Penelitian Hasil Penelitian

1. Hull, T.H., Hasmi, E.,

Widyantoro N

“Peer” educator initiatives

for adolescent reproductive

health projects in Indonesia

(2004)

Deskriptif analitik,teknik

sampling simple random

sampling dengna jumlah

sampel 80orang yang

dibadi dalam 10

kelompok kecil.

42 juta remaja Indonesia dari berbagai daerah di jateng

dan jatim membutuhkan informasi tentang kesehstsn

reproduksi, sementara pemerintah belum dapat

memenuhi kebutuhan tersebut terutama untuk menjadi

pendidik sebaya karena keterbatasan jumlah trainer,

dana, sarana dan prasarana.

2. Mevsim, V., Guldal, D.,

Ozcakar, N., Saygin, O

What was retained? The

assessment of the training

for the peer trainers’

course on short and long

term basis (2008)

Quasi eksperimental

sampel diawal tidak

diacak, tetapi saat post-

test diacak

Menurut hasil post-test sebelum dan sesudah pelatihan

didapatkan peningkatan pengetahuan 21,6%. Padahal,

menurut posting langsung test dan post-test akhir yang

diberikan enam bulan kemudian, terjadi penurunan

1,8% pada pengetahuan dan sikap peserta (p> 0,05).

Pelatih teman sebaya dengan metode pelatihan yang

digunakan mampu merubah pengetahuan selama sesi

Page 13: S2-2014-326247-chapter1

13

pelatihan dengan baik pada teman sebaya .

No Pengarang Judul Hasil Penelitian

3. Michielsen, K.,

Beauclair, R., Delva,

W., Roelens, K., Van

Rossem, R.,

Temmerman, M

Effectiveness of a peer-led

HIV prevention

intervention in secondary

schools in Rwanda: results

from a non-randomized

controlled trial (2012)

Quasi eksperimental

(pemilihan sampel tidak

diacak), non-randomized

controlled trial

melainkan seluruh siswa

dari ke 14 sekolah

tersebut; n = 1950)

Pentingnya melibatkan remaja dalam memberikan

intervensi untuk pencegahan HIV/AIDS, dengan

memperhatikan tiga peran pendidik sebaya yaitu

dilibatkakan dalam perencanaan program kegiatan,

sebagai fokal point dalam memberikan KIE dan

melibatkan secara aktif para remaja untuk memberikan

masukan pada pelaksanaan kegiatan pendidik sebaya.

4. Xiaohui Gao Effectiveness of School –

based Education on

HIV/AIDS Knowledge,

Attitude, and Behavior

among Secondary School

Student in Wuhan China”

(2012)

Chi-square test

digunakan untuk

membandingkan

perbedaan sebelum dan

sesudah intervensi

analisis regresi logistic

non-kondisional untuk

mengidentifikasi faktor

yang mempengaruhi

pengetahuan HIV / AIDS

Hasil penelitian ada kesalah-pahaman tentang

penularan HIV/AIDS pada siswa, yaitu 10% sampai

40% siswa memiliki sikap negatif tentang HIV/AIDS

sebelum intervensi. Sedangkan setelah intervensi,

semua siswa memiliki perbaikan yang signifikan

dalam pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS (P <

0,05). Kesimpulannya intervensi pendidikan

meningkatkan pengetahuan siswa secara signifikan

dan mengubah sikap mereka menjadi positif.

Page 14: S2-2014-326247-chapter1

14

No Pengarang Judul Hasil Penelitian

5. E. Maswanya, K.Moji, “Knowledge and Attitudes

Toward AIDS Among

Female College Student in

Nagasaki, Japan“.

(2000)

Deskriptif eksploratif

dengan menggunakan

kuesioner berisi

pengetahuan tentang HIV

/AIDS, sumber informasi,

kepercayaan, dan sikap

terhadap orang dengan

HIV/AIDS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan

yang positif berhubungan dengan kemudahan dalam

menerima orang dengan diagnosa AIDS untuk tinggal

bersama. Kesimpulan dalam penelitian ini

menyarankan adanya program pendidikan yang lebih

tepat di perguruan tinggi di Jepang untuk mengurangi

kesenjangan antara pengetahuan umum dan sikap

mengenai HIV / AIDS.

6. Nurapni A ryani Efektifitas PIK-KRR

terhadap peningkatan

pengetahuan kesehatan

reproduksi remaja di SMU

swasta Al-Wasliyah I

Medan (2010)

Pra eksperimen bersifat

one group pre test – post

test dan pendekatan

kuantitatif

Mengetahui efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan

pengetahuan KRR di SMU dan didapatkan hasil bahwa

pengetahuan remaja sebelum mengikuti PIK-KRR

sebagian besar (60 %) rendah dan setelah mengikuti

PIK-KRR (96.7%) baik. Sedangkan pada uji t

didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan

dari frekwensi pengetahuan remaja sebelum dan

sesudah mengikuti PIK-KRR

Page 15: S2-2014-326247-chapter1

15

No Pengarang Judul Hasil Penelitian

7. Tegeg et.al Reproductive health

knowledge and attitude

among adolescents

(2008)

Diskriptif eksploratif

dengan rancangan cross-

sectional survey,

Tujuan penelitian ini untuk menilai pengetahuan dan

sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di kalangan

remaja usia 15-19 tahun. Hasilnya sebagian besar

remaja tahu tentang pelayanan kesehatan utama untuk

kesehatan reproduksi Sumber utama kespro radio

80,4%, TV 73%, Guru 71,8%. Skor indeks

pengetahuan dan sikap cukup. Perbedaan penelitian ini

pada subyek penelitian remaja SMA, lokasi penelitian

PIK di sekolah

8. Agampodi et al Adolescents perception of

reproductive health care

services in Sri Lanka

(2008)

Kuantitat dengan

wawancara mendalam

pada 178 orang, jumlah

sampel 32 remaja berusia

17-19 tahun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi

pengetahuan masalah kesehatan reproduksi, perilaku

mencari pelayanan, persepsi layanan dan hambatan

untuk mendapatkan pelayanan KRR di Sri Langka.

Hasil penelitian kurangnya pengetahuan, dan

ketersediaan terhadap layanan kesehatan reproduksi

untuk remaja, adanya persepsi remaja yang negatif

terhadap layanan tersebut.. hasil sebagian besar

responden tidak memanfaatkan PIK-KRR.