BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemberitaan kasus korupsi menjadi pemberitaan yang mewarnai media massa di
Indonesia. Selama tahun 2013, pemberitaan media massa di Indonesia tentang kasus korupsi
merajai media massa. Bahkan dari hasil survei sepanjang 2013, pemberitaan setiap bulan
tidak pernah sepi dari kasus korupsi yang mencapai rata-rata 12.656 berita per bulan.1 Jumlah
berita tersebut jauh melampaui pemberitaan korupsi pada tahun sebelumnya. Salah satu kasus
yang berperingkat tinggi dalam pemberitaan sepanjang 2013 adalah kasus terkait dengan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq sebagai mantan
Presiden PKS, dan Ahmad Fathanah sebagai pihak yang disebut-sebut berperan sebagai
makelar dalam kasus korupsi impor daging sapi. Hal yang menarik dari kasus ini,
pemberitaan yang ada di media massa, tidak hanya memberitakan seputar kasus korupsinya
saja, tetapi kemunculan perempuan-perempuan di seputar kasus korupsi impor daging sapi
juga turut serta mewarnai pemberitaan media massa. Setiap media tentunya memiliki sifat
dan ciri khas yang berbeda dalam pemberitaannya. Hal ini akan dapat terlihat dari produk
berita yang mereka tampilkan pada masing-masing medianya.
Media massa memiliki fungsi yang sangat penting bagi masyarakat. Salah satunya
adalah sebagai pemberi informasi kepada masyarakat. Melalui informasi yang diberikan
media, masyarakat akan mengetahui peristiwa apa yang sedang terjadi sehingga media massa
juga berperan dalam menambah pengetahuan bagi masyarakat. Akan tetapi, isi media sering
dipandang sebagai alat komunikasi yang netral. Padahal media sesungguhnya berada di
tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan yang beragam. Media dapat
dijadikan alat kekuasaan dan arena pergulatan ideologi. Dalam media pers, ideologi dapat
dilihat dari tingkat bahasa, baik bahasa tulisan maupun bahasa visual. Ideologi pada tingkat
bahasa melibatkan pilihan kata-kata, kosa kata, cara pengungkapan dan tingkat seleksi yaitu
penentuan kata atau bahasa berdasarkan pada pertimbangan ideologis.
Kembali pada esensi permasalahan dalam kasus korupsi PKS, pemberitaan
perempuan dalam kasus ini menarik untuk diteliti. Dimana perempuan-perempuan yang
1 Palupi Annisa Auliani, “Anas dan Akil, Fenomena Berita Korupsi 2013”, Kompas.com, Jakarta, 10
Desember 2013, dalam http://nasional.kompas.com/read/2013/12/10/1151230/Anas.dan.Akil.Fenomena.Berita.Korupsi.2013., diakses pada 20 Maret 2014.
2
diduga terlibat juga dalam kasus ini pada awalnya dikaitkan dengan gratifikasi seks.
Ramainya pemberitaan perempuan di seputar kasus korupsi impor daging sapi ini berawal
dari penangkapan Ahmad Fathanah yang disebut-sebut sebagai makelar yang ditangkap oleh
KPK bersama seorang perempuan bernama Maharani. Penangkapan tersebut di berbagai
media massa di Indonesia, lebih dominan memberitakan hal tersebut sebagai gratifikasi seks
dalam praktek suap. Seiring dengan perjalanan kasus tersebut, muncul nama mantan Presiden
PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang juga merupakan teman Ahmad Fathanah yang juga
diberitakan sedemikian rupa oleh media dan melebar ke banyak orang dan perempuan.
Perempuan yang diberitakan berasal dari latar belakang yang beragam, mulai dari artis,
mahasiswa, foto model, pelajar, ibu rumah tangga dan sebagainya. Media massa, mulai dari
televisi, surat kabar hingga media berita online, berlomba-lomba dalam memberitakan kasus
tersebut. Akan tetapi, pemberitaan yang dilakukan oleh media memiliki kecenderungan
terjebak dalam pemberian label pada saat memberitakan tentang perempuan di seputar kasus
korupsi impor daging sapi ini. Salah contoh berita tersebut dapat dilihat dari salah satu berita
yang dimuat dalam okezone.com pada tanggal 31 Januari 2013 yang berjudul “Maharani
Dikenal Sebagai Cewek Nakal di Kampus”. Isi berita tersebut mengenai Maharani yang
dkenal bandel di tempatnya kuliah, Universitas Prof. Dr. Moestopo. Kutipan dari perkataan
humas Universitas Moestopo dalam berita tersebut: “sebelum ada kasus di KPK, kita sudah
pertimbangkan akan mengeluarkannya, Rani ini memiliki tabiat buruk, hampir seluruh mata
kuliah dia jarang masuk”. Isi berita tersebut diklarifikasi langsung oleh Universitas Moestopo
yang mengirimkan hak jawab ke redaksi okezone, yang dimuat pada tanggal 4 Februari 2013
karena merasa tidak memberikan pernyataan tersebut kepada okezone.com. Dari pernyataan
tersebut, okezone melakukan suatu konstruksi realitas yang dapat dilihat dari pemberitaan
yang demikian.
Proses framing tampaknya juga terjadi dalam media massa di Indonesia, khususnya
media berita online. Perkembangan media berita online ini merupakan hal yang dinamis yang
ada dalam dunia jurnalisme. Kehadiran media berita online ini tentu akan menjadi kajian
yang menarik bagi peneliti, karena seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi di
Indonesia, media berita online kini menjadi sumber bagi masyarakat dalam mengakses
informasi. Media berita online ini memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan media
konvensional dalam memberitakan suatu peristiwa. Salah satu kelebihan tersebut adalah
aspek kecepatan pemberitaan dalam media berita online, yang dapat memenuhi kebutuhan
informasi bagi masyarakat dengan tidak terhalang tempat dan waktu, karena media berita
online dapat diakses langsung oleh penggunanya dimana pun mereka berada. Akan tetapi
3
kelebihan ini juga dapat memberikan ruang bagi media berita online dalam hal aspek akurasi
pemberitaan karena mengejar kecepatan berita. Hal ini akan menjadi kajian bagi peneliti
dalam melihat hasil produksi berita berupa teks-teks media berita online okezone.com dan
kompas.com dalam pemberitaan perempuan di seputar kasus korupsi impor daging sapi yang
cukup banyak menyita perhatian publik. Peneliti akan melihat bagaimana framing yang
ditampilkan oleh okezone.com dan kompas.com, karena media berita online ini merupakan
media berita online yang memiliki banyak pengunjung dan menjadi sumber informasi bagi
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini memfokuskan
pada pokok masalah yaitu bagaimana framing pemberitaan perempuan dalam kasus korupsi
impor daging sapi oleh okezone.com dan kompas.com?
Dari rumusan masalah tersebut, maka ditemukan beberapa pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
• Bagaimana bingkai berita perempuan dalam kasus korupsi impor daging sapi yang
ditampilkan dalam berita okezone.com?
• Bagaimana bingkai berita perempuan dalam kasus korupsi impor daging sapi yang
ditampilkan dalam berita kompas.com?
• Bagaimana penerapan jurnalisme berperspektif gender dalam pemberitaan perempuan di
okezone.com dan kompas.com?
C. Tujuan Penelitian
Dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
• Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita perempuan dalam kasus korupsi impor
daging sapi yang ditampilkan dalam berita okezone.com.
• Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita perempuan dalam kasus impor daging
sapi oleh kompas.com.
• Untuk mengetahui penerapan jurnalisme berperspektif gender dalam pemberitaan
perempuan di okezone.com dan kompas.com.
4
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dirancang untuk memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini merupakan salah satu syarat peneliti dalam
memenuhi persyaratan dalam program pascasarjana berupa tesis dengan konsentrasi
jurusan ilmu komunikasi dan media di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Bagi okezone.com dan kompas.com, diharapkan penelitian ini bisa dijadikan bahan
tinjauan tentang cara kerja media dalam pemberitaannya terkait dengan berita
perempuan dalam kasus korupsi impor daging sapi.
3. Bagi jurusan ilmu komunikasi, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan referensi
untuk penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan analisis isi media dengan
teknik framing terhadap pemberitaan perempuan dalam media berita online.
4. Bagi masyarakat luas, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan bacaan oleh
masyarakat dalam melihat bagaimana pembingkaian media berita online terhadap
pemberitaan perempuan dalam kasus korupsi impor daging sapi, sehingga masyarakat
akan dapat melihat bahwa hasil produksi suatu berita dalam media merupakan produk
konstruksi dari medi itu sendiri. Hal ini akan menambah wawasan masyarakat
mengenai hasil produksi berita dari media berita online yang harus dicermati karena
media berita online sekarang ini merupakan salah satu sumber informasi bagi
masyarakat sekarang ini.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini disusun untuk memberikan
landasan teori yang bertujuan untuk memberi cerminan struktur berfikir peneliti dalam
mendekati objek yang akan diteliti. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini
berfungsi untuk menjelaskan penelitian dengan baik. Pembahasan kerangka pemikiran ini
akan diawali dengan konstruksi sosial dalam berita media massa yang akan dijabarkan
sebagai berikut.
E.1 Konstruksi Sosial dalam Berita Media Massa
Istilah konstruksi realitas sosial pertama kali diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan
Thomas Luckmann dalam sebuah buku yang berjudul The Social Construction of Reality: A
Treatise in the Sociology of Knowledge. Dalam bukunya, Peter L.Berger dan Thomas
Luckmann menyebutkan tentang realitas media massa yang merupakan realitas pengamatan
5
kedua yang dikutip sebagai berikut: “The reality of the mass media is the reality of second-
order observation. It replaces knowledge prescriptions which have been provided in other
social formations by excellent positions of observation: by sages, priest, the nobility, the city,
by religion or by politically and ethically distinguished ways of life”2.
Pekerjaan media adalah mengkonstruksikan realitas. Pembentukan konstruksi di
masyarakat memiliki tahapan yang terdiri dari konstruksi pembenaran, kesediaan
dikonstruksi oleh media massa, dan menjadikan konsumsi massa sebagai pilihan konsumtif.
Konstruksi pembenaran merupakan suatu bentuk konstruksi dimana media massa melakukan
konstruksi atas suatu peristiwa dan dibenarkan oleh masyarakat yang membaca peristiwa
tersebut di media massa. Kesediaan dikonstruksi oleh media massa merupakan pilihan dari
pembaca media massa tersebut, yang telah memilih media massa untuk dikonstruksi oleh
media massa melalui isi media massa yang telah dikonsumsinya. Menjadikan konsumsi
massa sebagai pilihan konsumtif merupakan kondisi dimana seseorang bergantung dan tidak
bisa lepas dari keberadaan media massa itu sendiri.3 Lebih lanjut dalam proses konstruksi
realitas dimulai, Peter L Berger dan Thomas Luckmann mengatakan bahwa bahasa sebagai
unsur utama.
“ Consciousness is always intentional, it always intends or is directed toward objects. We can never apprehend some putative substratum of consciousness as such, only consciousness of something or other. This is so regardless of whether the object of consciousness is experienced as belonging to an external physical world or apprehended as an element of an inward subjective reality. ... The reality of everyday life appears already objectified, that is constituted by an order of objects that have been designated as objects before my appearance on the scene. The language uses in everyday life continuously provides me with the necessary objectifications and posits the order within which these make sense and within which everyday life has meaning for me”4
Berger dan Luckman mengatakan proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang
konstruktor melakukan objektivikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan persepsi
terhadap suatu objek. Selanjutnya, hasil dan pemaknaan melalui proses persepsi itu
diinternalisasikan ke dalam diri seorang konstruktor. Dalam tahap inilah dilakukan
konseptualisasi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan
eksternalisasi atas hasil dari proses secara internal tadi melalui pernyataan-pernyataan. Alat
membuat pernyataan tersebut adalah kata-kata atau bahasa.
2 Peter L.Berger and Thomas Luckmann., The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge (California: Stanford University Press, 2000), hlm.85.
3 Burhan Bungin., Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), hlm.198-199
4 Peter L Berger and Thomas Luckmann., Op.Cit., hlm 34-36.
6
Media massa dalam pandangan konstruksionis tidak dapat dipandang sebagai sekadar
penghubung antara pengirim dan penerima pesan saja, melainkan dapat dilihat juga sebagai
alat produksi dan pertukaran makna. Pesan atau teks akan dibentuk oleh orang yang
memproduksi makna berkaitan dengan peran teks dalam kebudayaan.5 Realitas tidak akan
diterima begitu saja oleh pelaku sosial yang lainnya. Seseorang akan memproses dan
menerima suatu makna dan citra sebagai realitas yang dipercayainya dimana hal ini dapat
terjadi setelah melalui suatu proses yang saling berpengaruh, baik dalam sistem kode atau
pandangan orang lain.6
Dalam lingkup redaksi media massa, berita yang akan ditampilkan dalam media
masing-masing sebelumnya melalui proses seleksi. Tidak semua peristiwa layak diangkat
menjadi sebuah berita di media massa untuk diketahui oleh khalayak. Hanya peristiwa yang
memiliki nilai berita yang layak untuk diketahui oleh khalayak. Meskipun setiap media massa
memiliki perbedaan dalam merumuskan nilai berita, setidaknya ada beberapa nilai berita
yang umum digunakan dalam media massa.7 Mengenai media, Andrew Hart memberikan
lima prinsip dasar tentang media, yaitu:
a. Media tidak secara sederhana merefleksikan atau mereplikasi dunia
b. Seleksi, kompresi, dan elaborasi terjadi pada tiap titik proses editing dan penghadiran
pesan
c. Khalayak tidak pasif dan dapat diprediksi, tetapi aktif dan bervariabel dalam
merespon
d. Pesan tidak semata-mata ditentukan oleh keputusan produser dan editor, juga tidak
oleh pemerintah, pengiklan dan pengusaha media
e. Media mengandung keberagaman dari bentuk-bentuk berbeda yang dibentuk oleh
perbedaan teknologi, bahasa dan kapasitas. 8
Prinsip Hart tersebut menjelaskan bahwa media bukanlah refleksi dari realitas, tetapi
hasil konstruksi dari media. Proses konstruksi dalam media ini terdiri atas penyeleksian isu
dan penonjolan berita yang dianggap memiliki nilai berita yang penting untuk ditampilkan
kepada khalayak. Hart menyebutkan bahwa khalayak juga katif dan bervariabel dalam
merespon pesan yang disampaikan oleh media tersebut, begitu juga dengan proses pembuatan
5 Alex Sobur., Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 93. 6 Iswandi Syahputra., Jurnalisme Damai (Yogyakarta: Nuanda Aksara, 2006), hlm.6-7. 7 Ana Nadhya Abrar., Pelecehan dan Kekerasan Seksual Analisis Isi Surat Kabar Indonesia (Yogyakarta:
Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 1997), hlm.27. 8 Andrew Hart., Understanding the Media: A Practical Guide (London: Routledge, 1997), hlm 8.
7
pesan dalam media juga dipengaruhi oleh pihak ekstrenal seperti pengiklan, pemerintah dan
pengusaha media. Dalam melakukan seleksi berita, Shoemaker dan Reese merumuskan
unsur-unsur karakteristik sebuah peristiwa dapat dijadikan sebuah berita. Shoemaker dan
Reese melihat peristiwa yang layak dijadikan sebuah berita mengandung enam unsur yang
akan dijelaskan di bawah ini:
1. Prominence/importance, penting atau tidaknya sebuah peristiwa diukur dari dampak
dan pengaruh yang ditimbulkannya. Peristiwa menjadi penting jika sebuah peristiwa
tersebut memiliki nilai berita yang penting bagi masyarakat umum.
2. Human interest, merupakan sebuah peristiwa yang menarik bagi masyarakat dan tidak
memiliki efek secara langsung bagi kehidupannya. Misalnya selebrita, gosip politik
dan drama manusia yang menjadi menarik untuk dijadikan menajdi sebuah berita.
3. Conflict/controversy, merupakan suatu peristiwa yang menggambarkan pertentangan
antara dua pihak atau lebih dimana hal tersebut menjadi menarik untuk diangkat
menjadi sebuah berita. Hal tersebut dapat berisi isu-isu penting yang berisi masalah-
masalah dari kehidupan manusia.
4. The unusual, merupakan suatu peristiwa yang tidak biasa. Hal ini akan menarik
diangkat menjadi sebuah berita dimana kejadian-kejadian yang tidak biasa dan jarang
terjadi menarik untuk diketahui oleh masyarakat.
5. Timeliness, merupakan sebuah peristiwa yang sedang terjadi sekarang. Peristiwa yang
sedang terjadi layak dijadikan sebuah berita karena masyarakat memiliki perhatian
yang terbatas tetapi juga ingin mengetahui peristiwa apa yang sedang terjadi saat ini
yang mungkin saja memerlukan tindakan.
6. Proximity, merupakan sebuah peristiwa yang memiliki hubungan kedekatan dengan
masyarakatnya. Contohnya acara lokal yang biasanya memiliki pengaruh yang lebih
kuat untuk disimak dibandingkan dengan acara yang jauh dari masyarakat tersebut.9
Lebih lanjut Herbet J.Gans menambahkan terkait dengan proses seleksi berita sebagai
berikut.
“Story selection is essentially composed of two processes: one determines the availability of news and relates journalists to sources; the other determines the suitability of news, which ties journalists to audiences. Sources and journalists, however, must have access to each other before information can become news; but that access is differentially distributed, depending in part on the social distance between sources and journalists, and even more so on their respective power...the crucial word is “limited”, because what distinguishes journalism
9 Pamela J.Shoemaker and Stephen D.Reese.,Mediating The Message Theories of Influences on Mass
Media Content (USA: Longman Publishers, 1996) ,hlm.106.
8
from literary and social-science studies of America is the deadline, which is immutable in television and can be extended at the magazines only by high additional expenditures. Lack of time and staff also require the use of quickly and easily applied methods of empirical inquiry, and limited air time and magazine space restrict the number of findings that can be presented.”10
Dari pernyataan Herbet J.Gans tersebut dapat dijabarkan bahwa seleksi berita secara
esensial terdiri dari dua proses dimana proses pertama menentukan ketersediaan berita dan
menghubungkan jurnalis kepada sumber. Proses kedua menentukan kesesuaian berita dan
mengkaitkan jurnalis kepada audiens. Sumber dan jurnalis harus memiliki akses satu sama
lain sebelum informasi tersebut menjadi sebuah berita, tetapi akses yang didistribusikan
secara berbeda, tergantung pada jarak sosial antara sumber dengan jurnalis. Kata yang krusial
adalah “terbatas”, karena adanya keterbatasan deadline yang tidak dapat diperpanjang di
televisi dan dapat diperluas di majalah hanya dengan tambahan pengeluaran yang besar.
Keterbatasan jam siaran dan ruang majalah membatasi jumlah temuan yang disajikan.
Menurut Fishman, ada dua kecenderungan studi bagaimana proses produksi berita dilihat.
Pandangan pertama sering disebut sebagai pandangan seleksi berita (selectivity of news).
Dalam bentuknya yang umum pandangan ini seringkali melahirkan teori sperti gatekeeper.
Intinya, proses produksi berita adalah proses seleksi. Seleksi ini dari wartawan di lapangan
yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tidak, mana peristiwa yang bisa
diberitakan dan mana yang tidak. Setelah berita itu masuk ke tangan redaktur, akan diseleksi
lagi dan disunting dengan menekankan bagian mana yang perlu dikurangi dan bagian mana
yang perlu ditambah. Padangan ini mengandaikan seolah-olah ada realitas yang benar-benar
riil yang ada di luar diri wartawan. Realitas riil itulah yang akan diseleksi oleh wartawan
untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita. Pendekatan kedua adalah pendekatan
pembentukan berita (creation of news). Dalam perspektif ini, peristiwa itu bukan diseleksi,
melainkan sebaliknya, dibentuk. Wartawanlah yang membentuk peristiwa: mana yang
disebut berita dan mana yang tidak. Peristiwa dan realitas bukanlah diseleksi, melainkan
dikreasi oleh wartawan.11
E.2 Analisis Framing
Analisis framing merupakan perkembangan terbaru yang lahir dari elaborasi terus-
menerus terhadap pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menghasilkan suatu metode
10 Herbet J. Gans., Deciding What’s News (Ilinois: Northwestern University Press, 2004), hlm. 81-82. 11 Eriyanto., Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media(Yogyakarta: PT LkiS Printing
Cemerlang, 2012), hlm. 116-117.
9
yang up-to-date untuk memahami fenomena-fenomena media mutakhir.12 Ide tentang
framing, pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun 1955. Frame pada awalnya dimaknai
sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan
politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori-kategori standar untuk
mengapresiasi realitas. konsep ini kemudian dikembangkan lebh jauh oleh Goffman (1974)
yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang
membimbing individu dalam membaca realitas.13
Analisis framing tidak melihat presentasi media sebagai sesuatu hal yang bebas nilai.
Meminjam penjelasan Pan dan Kosicki, “...it accepts both assumptions of the rule-governed
nature of text formation and the multidimensional conception of news text that will allow for
cognitive shortcuts in both news production and consumption”.14
Dalam penelitian ini analisis framing yang digunakan adalah analisis framing Robert
N. Entman dan Urs Dahinden yang merupakan salah seorang ahli yang meletakkan dasar-
dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep mengenai framing ditulis dalam
sebuah artikel untuk Journal of Communication oleh Robert N.Entman, Entman
mendefenisikan framing sebagai berikut. “To frame is to select some aspects of a perceived
reality and make them more salient in a communicating text, in such a way as to promote a
particular problem definition, causal interpretation, moral evauation, and/or treatment
recommendation for the item described”.15
Untuk melihat defenisi framing, berikut ini akan dijabarkan berbagai defenisi framing
menurut beberapa ahli yang akan dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.1
Definisi Framing
Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol ketimbang aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.
William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.
12 Agus Sudibyo., Citra Bung Karno Analisis Berita Pers Orde Baru (Yogyakarta: BIGRAF Publishing,
1999), hlm. 23. 13 Ibid., hlm. 23-24. 14 Agus Sudibyo, Op.Cit., hlm. 35. 15 Robert Entman, “Framing: Toward Clarification of a Fractured Paradigm”, dalam Journal of
Communication, Vol.43, No.4 (1993), hlm. 52.
10
Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.
David E. Snow and Robert Sanford
Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.
Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa
ZhongdanG Pan and Gerald M. Kosicki
Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.16
G.J. Aditjondro menambahkan defenisi framing sebagai berikut:
“...metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya”17
Dari berbagai defenisi framing diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa inti dari
framing merupakan konstruksi media atas sebuah peristiwa dimana ada aspek yang lebih
menonjol daripada aspek lainnya. Sebuah peristiwa yang dikonstruksi sedemikian rupa oleh
media dimana akan melahirkan makna dari sebuah peristiwa yang menjadi sebuah berita yang
akan dikonsumsi oleh masyarakat. Analisis framing ini memiliki fungsi untuk membantu kita
untuk melihat bagaimana realitas peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh
16 Eriyanto, Op. Cit., hlm. 77-79. 17 Agus Sudibyo, Op.Cit., hlm. 26.
11
wartawan sehingga menghasilkan berita yang secara radikal berbeda.18 Jika melihat ke dalam
media itu sendiri, wartawan dan sistem redaksional berpengaruh pada kinerja sebuah redaksi
media. Hasil interaksi kerja antara wartawan dengan sistem redaksional dapat dilihat dari
berita yang dihasilkan. Setiap peristiwa yang terjadi akan dimaknai secara berbeda-beda oleh
masing-masing wartawan sehingga tidak semua peristiwa yang sama akan dianggap bisa
menjadi berita yang akan disampaikan kepada khalayak. Dalam menentukan pemilihan fakta
dan peristiwa, kebijakan redaksional juga akan turut serta dalam mempengaruhi hal
tersebut.19
Sebagai contoh dalam menunjukkan bagaimana perbedaan antara fakta yang
sebenarnya dan fakta setelah diberitakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hasfi
yang berjudul Analisis Framing Pemberitaan Malinda Dee dimana teori representasi terbukti
dilakukan oleh media dalam hal ini Detikcom, Majalah Tempo dan Metro TV. Contohnya
Malinda Dee digambarkan sebagai Medusa oleh Majalah Tempo, dimana Medusa adalah
perempuan berambut ular yang ada dalam mitologi Yunani, ia adalah perempuan jahat yang
siapa pun yang menatap matanya akan berubah menjadi batu, sehingga orang lain tidak
berdaya jika melawannya. Jadi bisa dikatakan bahwa gambar Medusa mempresentasikan
Malinda Dee sebagai sosok yang jahat. Dalam hal ini representasi yang muncul ternyata
merugikan perempuan yang menjadi korban bias gender. Penelitian ini juga memperlihatkan
bagaimana jurnalis dan media telah mempraktekkan representasi negatif dengan cara
melakukan pembunuhan karakter terhadap Malinda Dee. Elemen jurnalistik seperti
penggunaan bahasa, sudut pandang, konteks, gambar, grafis dan karikatur masih kental
dengan praktek manipulasi yang mengaburkan fakta sehingga pemberitaan justru keluar dari
konteksnya.20
Dalam penelitian ini perangkat framing yang digunakan adalah perangkat framing
dari Robert N.Entman dan basic frame dari Urs Dahinden. Dalam konsepsi Entman, framing
pada dasarnya merujuk pada pemberian defenisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi
dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang
diwacanakan.21 Perangkat framing Robert N.Entman akan dijabarkan dalam tabel dibawah
ini:
18 Eriyanto, Op. Cit., hlm. 97. 19 Ashadi Siregar, dkk., Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa (Yogyakarta:
Kanisius, 1998),hlm.27. 20 Nurul Hasfi, “Analisis Framing Pemberitaan Malinda Dee di Detikcom, Majalah Tempo dan Metro
TV”, Laporan Penelitian dibiayai oleh Dana DIPA FISIP Universitas Diponegoro, 2011. 21 Eriyanto, Op. Cit., hlm. 222.
12
Tabel 1.2
Perangkat Framing Entman
Define Problems
(Pendefenisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?
Diagnose causes
(Memperkirakan masalah atau sumber masalah)
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?
Make moral judgement
(Membuat keputusan moral)
Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan?
Treatment recommendation
(Menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?
Framing dimaknai berbeda-beda dalam berbagai kelompok obyek kajian. Misalnya
dalam psikologi, framing dimaknai sebagai skema, sedangkan dalam konteks ilmu informasi,
skema merupakan instrument representasi pengetahuan. Sosiolog Ervin Goffman, yang lebih
fokus pada objek kajian komunikasi interpersonal dan komunikasi langsung memaknai
framing sebagai pendefenisian tentang situasi yang sedang terjadi dan menjawab pertanyaan
“what is it that’s going on here?” dalam konteks ilmu politik frame dimaknai sebagai bentuk
dari sistem kepercayaan seperti diungkapkan oleh Gerhards/Rucht sebagai berikut: “we define
a belief system as a configuration of idea and attitudes in which the elements are bound
together by some form of constraint or functional interdependence”. 22
Dalam konteks studi media keberagaman perspektif coba diatasi oleh Dahinden
dengan menawarkan serangkaian kategori frame yang menurutnya dapat dijadikan sebagai
basis frame yang muncul dalam penelitian mengenai sebuah tema. Sebagai meta-analisis-
proporsional yang merupakan bangunan kategori berdasarkan hasil dari serangkaian
penelitian. Basis frame yang dimaksud adalah sebagai berikut:23
22 Hermin Indah Wahyuni, “Kecenderungan “Framing” Media Massa Indonesia dalam Meliput
Bencana Sebagai Media Event”(2008), hlm. 2. 23 Ibid., hlm. 3.
13
Tabel 1.3
Basic Frame Urs Dahinden
Basic frame Definisi
Konflik Tema yang dipilih berangkat dari konflik kepentingan antara kelompok sosial yang beragam
Ekonomi Tema diuraikan dari perspektif ekonomi
Kemajuan Tema dibahas dari konteks kemajuan dan pengetahuan
Moral, etika, hukum Tema dibahas dan didiskusikan dari perspektif moral, etika dan hukum
Personalisasi Tema dijelaskan dari perspektif personal dari individu
E.3 Journalism and New Media
Stuart Adam mendefenisikan jurnalisme sebagai berikut: “Journalism is an invention
or a form of expression used to report and comment in the public media on the events and
ideas of the here and now”.24 Dari defenisi yang dikemukakan oleh Stuart tersebut, ada lima
bagian didalamnya seperti, expression, reporting, judging, public voice, dan time.
Expression. Journalist speak individually (as writers) through a cultural format, the news story. “it is a creation a product of the imagination in both an individual and cultural sense. It is a form of expression in which the imaginative capacities both of individuals and culture are revealed”.25
Reporting. Journalist garher information on a variety of subjects (people, events, ideas) and the present that information to the public.
Judging. Journalist use their own judgement in choosing news and in writing it. “Like all storytellers, journalists inscribe meaning on the facts and events they decribe”26
Public voice. Journalist gather, write and report news to be seen by the public. Time. Journalists deal with subjects that are not only in present time, but are often
time sensitive. “journalism is concerned with events in time...events in the here and now”.27 McQuail membedakan media baru dan media konvensional berdasarkan esensinya
sebagai berikut: “traditional mass communication was essentially one-directional, while the
new forms of communication are essentially interactive”.28
24 Adam, Stuart., Notes toward a Defenition of Journalism. Understanding an Old Craft as an Art Form.
In R.Clark & C. Campbell (Eds) The Values and Craft of American Journalism (Gainesville: University of Florida Press, 2002), hlm. 10.
25 Ibid., hlm.12-13. 26 Ibid., hlm.30. 27 Ibid., hlm.19. 28 Denis McQuail., Mass Communication Theory 6 ed (Singapore: Sage Publications Asia-Pacific, 2012),
hlm. 138.
14
Menurut Chun konsep new media muncul sekitar tahun 1960-an, dan mulai sering
digunakan pada sekitar tahun 1990-an, menggantikan konsep multimedia, khususnya di
bidang bisnis dan seni, yang memiliki sifat-sifat yang cair, individual, dan media yang
digunakan untuk mendistribusikan kontrol dan kebebasan pada saat yang bersamaan. Tidak
jarang pula, karena new media sangat bergantung pada proses komputerisasi, maka sering
diidentikan dengan digital media, walaupun pada kenyataannya tidak bisa disederhanakan
seperti itu, sebab new media sesungguhnya tidak sekedar bentuk digitalisasi dari media-media
yang lebih dahulu ada seperti foto, film, gambar dan teks, akan tetapi merupakan sebuah
media yang interaktif atau suatu bentuk distribusi yang mandiri bagi suatu proses
penyampaian informasi.29
Berbicara mengenai new media, maka berkaitan juga dengan jurnalisme online.
Jurnalisme online merupakan jenis keempat dari jurnalisme yang sudah ada setelah
jurnalisme cetak, jurnalisme radio, dan jurnalisme televisi. Jurnalisme online dapat muncul
dalam bentuk teks seperti detiknews, kompas.com, atau tempo interaktif, namun juga bisa
melebur dalam berita video yang dapat ditemukan seperti dalam situs detik.com, vivanews,
com, metrotvnews.com dan kompas.com. jika melihat bagaimana batasan dari jurnalisme
online ini sendiri sampai sekarang masih menimbulkan perdebatan.30
Mike Ward dalam buku Online Journalism menjelaskan tentang rumusan jurnalisme
online sebagai berikut:
1. Online is a distinctive medium because it is user-driven and multifaceted. 2. All elements of the medium should support the offering of the content. 3. The application of core journalistic principles and processes should inform all stages of online content creation and presentation, from the original idea to the finished page or site. 4. Online journalism is a broad church embracing content creation across a wide range of types (e.g. news and information) and settings (e.g. commercial as well as news-based). 31
Jurnalisme online adalah proses pengumpulan, penulisan, penyuntingan, dan
penyebarluasan berita secara online di internet. Jurnalistik ini juga disebut dengan istilah
jurnalisme “generasi ketiga” setelah jurnalistik cetak dan jurnalistik elektronik yang terus
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Deuze juga mengidentifikasi terkait dengan jurnalisme online yang bisa diidentifikasi
sebagai bahasa operasinya:
29 Wendy Hui Kyong Chun dan Thomas Keenan., New media, Old media: A History and Theory Reader (New York: Routledge, 2006), hlm.1.
30 Simak Mufti Nurlatifah., Jurnalisme Online dan Regulasi Media di Indonesia (Yogyakarta: Tesis S-2 Universitas Gadjah Mada, 2011), hlm 11.
31 Stephen Quinn. Convergent Journalism (Oxford: Focal Press, 2005), hlm.6.
15
1. Hypertextuality
Masalah dengan hypertext adalah, sebagai salah satu pendiri hypertext Ted
Nelson menuliskan bahwa “a delivery system for separate closed units – a system
which allows only embedded links pointing outward”. Teks saling berhubungan
melalui link – hyperlink, mempunyai hubungan secara internal, untuk teks-teks
lain yang ada dalam domain teks atau eksternal.
2. Multimediality
Designer web Tim Guay menuliskan tentang penerapan konten multimedia ke
situs web bahwa: “if multimedia is used with no thought as to the reasons why it is
being used, or it has poor lay-out or content it can result in a pointless aesthetic
fiasco that needlessly hogs bandwith”. Bandwith dan hak cipta merupakan dua
faktor struktural yang menghambat kemajuan dalam mengembangkan konten
multimedia yang inovatif, seseorang dapat mengamati permasalahan dalam
perusahaan media harus mengintegrasikan newsroom yang tradisional dengan tim
editorial web, juga dalam mengintegrasikan konten dengan penyedia konten yang
lainnya.
3. Interactivity
Pilihan interaktif dalam situs web terbagi tiga bentuk: Pertama, Navigational
interactivity ( melalui ‘Next page’ dan ‘Bact to Top’ buttons or scrolling
menubars), kedua, Functional interactivity (melalui direct mail, Bulletin Board
Systems (BBC) dan diskusi yang dimoderatori), ketiga, Adaptive interactivity
(menawarkan chatroom dan personal customization melalui ‘smart webdesign’).32
Pavlik dalam buku Journalism and New Media menyebutkan bahwa media baru
membawa perubahan di dunia jurnalistik dalam empat sisi.
“First, the nature of news content is inexorably changing as a result of emerging new media technology. Second, the way journalists do their work is being retooled in the digital age. Third, the structure of the newsroom and news industry is undergoing a fundamental transformation. And, fourth, new media are bringing about a realignment of the relationships between and among news organizations, journalists, and their many publics, including audiences, sources, competitors, advertisers, and governments”.33
Perubahan dalam dunia jurnalistik yang disinggung oleh Pavlik tersebut adalah
tentang media baru dan perubahan yang terjadi dalam dunia jurnalistik. Pertama,mengenai
32 Mark Deuze., Online Journalism: Modelling the First Generation of News Media on the World Wide
Web. Diunduh dari http://firstmonday.org/article/view/893/802 pada 16 April 2014 pukul 17.32 wib. 33 John Vernon Pavlik., Journalism and New Media (New York: Columbia University Press, 2001),
hlm.xiii.
16
sifat isi berita yang berubah sebagai akibat dari kemunculan teknologi media baru. Kedua,
mengenai cara wartawan melakukan pekerjaan mereka di era digital. Ketiga, mengenai
perubahan struktur ruang berita dan industri berita yang juga mengalami transformasi.
Keempat, media baru yang membawa tentang penataan antara hubungan dengan organisasi
berita, wartawan, dan masyarakat, termasuk juga audiens, sumber, kompetitor, pengiklan dan
pemerintah.
Menambahkan perkembangan media online yang sedemikian cepatnya karena sarat
dengan teknologi juga memiliki masalah tersendiri. Masalah kualitas, kredibilitas serta krisis
keuangan merupakan masalah umum yang dihadapi oleh media online sebagai salah satu
bentuk dari media baru (new media). 34
Johnson dan Kaye menambahkan bahwa sumber informasi akan berpengaruh
terhadap kredibilitas media. Hal ini disebabkan salah satu karakteristik dasar dari internet
adalah akses secara gratis yang dapat menyebabkan pengguna internet untuk memasukan
informasi tanpa adanya pengawasan.35
Aspek yang membedakan antara berita dalam media online dengan media massa yang
lainnya antara lain dapat dibagi ke dalam tiga bagian yaitu breaking news, realtime, dan
running news yang menjadi karakteristik dalam media online. Mengkaji pemberitaan
perempuan dalam media berita online, peneliti akan menggunakan analisis isi media dengan
menggunakan teknik analisis framing. Peneliti melihat kajian berita perempuan di media
berita online.
E.4 Berita Perempuan
Ashadi Siregar mencoba membedakan pendekatan dalam melihat tema media dan
perempuan. Pendekatan pertama adalah dengan cara memperhatikan tentang “wacana
perempuan” dan pendekatan kedua adalah dengan memperhatikan “peranan kaum
perempuan” dalam tampilan sebuah media massa. Kedua pendekatan ini penting dalam
melihat orientasi isi media massa yang dipengaruhi oleh struktur yang tidak seimbang antara
pekerja media laki-laki dan perempuan. Hal ini akan dapat kita lihat dari isi dan tampilan
media massa tersebut.36 Contoh produk berita media massa yang menampilkan eksploitasi
terhadap perempuan dapat dilihat dari pemberitaan yang dilakukan oleh media tersebut,
dimana pemberitaan yang berkonotasi negatif, menarik dan sensasional selalu dicitrakan
34 Mahfud Anshori, “Kerangka Media Dalam Praktek Jurnalistik Online” , Tesis Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010, hlm.5. 35 Michael B.Salwen, Bruce Garrison, and Paul D. Driscoll (Eds), Online News and the Public (New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers, 2005), hlm.148. 36 Priyo Soemandoyo., Wacana Gender & Layar Televisi (Yogyakarta: LP3y, 1999), hlm. 111.
17
dengan perempuan. Pemberitaan yang selalu berkonotasi negatif terhadap perempuan tidak
dapat kita pisahkan dari proses pencarian dan produksi berita. Berita yang sampai di
masyarakat tentunya tidak muncul begitu saja. Ada proses dan kebijakan redaksi serta tradisi
yang ada pada media tersebut akan berdampak pada hasil berita yang ditampilkan dalam
media.37
Peranan kaum perempuan juga berpengaruh pada tampilan media massa, hal ini
disebabkan dominasi media oleh pemilik, penulis, reporter, editor, dan sebagainya adalah
laki-laki. Dengan keadaan seperti ini, pemberitaan-pemberitaan perempuan yang sering
dikonotasikan negatif tidak akan bisa berubah banyak, karena pekerja medianya kebanyakan
adalah laki-laki.38
Isu perempuan dan media massa menjadi salah satu dari 12 bidang kritis sasaran
strategis landasan aksi hasil konferensi Beijing. Hal tersebut untuk meningkatkan partisipasi
dan kesempatan perempuan untuk berekspresi dan mengambil keputusan di dalam dan
melalui media massa serta teknologi-teknologi komunikasi yang baru dan memajukan
gambaran-gambaran yang seimbang dan tidak klise tentang perempuan dalam media.
Bila dilihat dari hasil sebuah konferensi tingkat dunia tentang perempuan, hal tersebut
menjadi sebuah isu yang serius melihat penggambaran perempuan yang selama ini cenderung
sebagai objek pemberitaan media massa.
Menurut Abrar, wartawan Indonesia lebih memiliki sensitifitas gender dalam
memahami masalah yang dihadapi perempuan. Meski citra perempuan dalam pandangan pers
Indonesia masih rendah, karena kebijakan keredaksian dapat dikalahkan oleh kebijakan
pemasaran yaitu segmentasi, kontribusi iklan dan keinginan pembaca.39 Penelitian yang
memiliki sensitifitas gender dapat dilhat dari penelitian M.A. Noya Letuna tentang
pemberitaan gender dalam media lokal. Peran media sebagai surat kabar daerah diharapkan
memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi dalam mencoba memberitakan upaya yang
dilakukan pemerintah dan masayarakat untuk memahami arti kesetaraan gender. Media
massa dalam perkembangannya dalam frekuensi pemberitaan mengenai perempuan dan
kesetaraan gender menjadi semakin gencar dan terus bergulir diberitakan secara kontinyu
oleh surat kabar lokal. SKH Pos Kupang yang menjadi objek dalam penelitian ini memiliki
peran tanggung jawab sosial yang sangat besar dalam pemberitaan kesetaraan gender di
provinsi NTT. Media menunjukkan kepeduliannya terhadap kaum perempuan dan membantu
37 Ibid., hlm. 115-116. 38 Ibrahim Marwah Daud dalam Idi Subandi Ibrahim dan Hanif Suranto., Konstruksi Ideologi Gender
dalam Ruang Publik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 108. 39 Abrar
18
menjawab permasalahan kaum perempuan yang terjadi dengan membuatnya muncul
kepermukaan dan menjadi perhatian khalayak. Pemberitaan yang ditampilkn diawal
pemberitaan media ini lebih melibatkan pemerintah dan masyarakat sebagai bagian utama
penyelesaian permasalahan kesetaraan gender dengan dimensi hukum yang dianggap
mewakili pemberitaan yang disajikan.40
Hasil penelitian Yulia Agus Parina juga meneliti tentang media dalam pemberitaan
perempuan politik dalam media kompas yang cenderung memposisikan perempuan sebagai
narasumber untuk penguat dari nilai berita dimana media kompas memberikan dukungan-
dukungan positif, tetapi ketika tokoh perempuan terlibat aktivitas maskulin seperti olahraga,
media mengecilkan peran penting tokoh. Motivasi pemberitaan kompas adalah tokoh yang
memiliki peranan dalam memperhatikan kepentingan publik perempuan (kesehatan ibu anak),
tokoh mengalami degradasi moral akibat konflik hukum, perjuangan tokoh untuk
kepentingan politik kelompok maupun karir politik pribadinya, kepedulian tokoh terhadap
proses pendidikan, kepedulian tokoh terhadap kebijakan pemerintah melalui pemberian
alternatif yang dianggap lebih baik dari apa yang telah ditetapkan pemerintah, serta sekedar
memberikan informasi kepada publik. Sedangkan dalam media suara merdeka, memiliki cara
agak memihak dalam hal-hal urgent dengan memuat hal normatif , dan untuk hal-hal positif
normatif yang kurang urgent atau kurang banyak bermanfaat pada publik justru berpihak
secara kuat. Cara mendukung secara tidak hiperbolis dan menggunakan cara netral. Pla
pemberitaan media suara merdeka kurang jelas dalam aspek isu apa yang cenderung
didukungnya, atau dalam isu apa saja media akan bersikap netral. Motivasi pemberitaan suara
merdeka adalah tokoh melalukan proteksi kepada publik perempuan dan terhadap ancaman
moral dari media televisi dan entertainment, tokoh cukup memperhatikan nilai-nilai sakral-
religius yang umum dilakukan masyarakat, tokoh memperjuangkan reformasi (yang dikemas
seolah-olah untuk kepentingan publik), motivasi sekedar memberikan informasi politis
kepada masyarakat, motivasi informasi kondisi mentalitas tokoh dan keyakinan akan
kemampuan tokoh menggapai karir politiknya.41
40 Dapat dilihat dalam Tesis, M.A.Noya Letuna, “Pemberitaan Gender Dalam Media Lokal”, Tesis
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 2009. 41 Dapat dilihat dalam Tesis, Yulia Agus Parina, “Media dalam Pemberitaan Perempuan Politik”, Tesis
Program Pascasarjana Kajian Budaya dan media Universitas Gadjah Mada, 2009.
19
F. Model penelitian
Pemberitaan Perempuan dalam Kasus Korupsi Impor Daging Sapi
(Pada Media Berita Online Okezone.com dan Kompas.com periode Januari-Juni 2013)
Framing Teknis Kategori Bentuk Berita Online:
• Breaking News
• Realtime • Running
News
Framing Substansi:
• Peran Perempuan dalam Kasus Korupsi Impor Daging sapi - Perempuan dan
Tindak Pidana Pencucian Uang
- Perempuan dan Gratifikasi Seks
- Perempuan dan Saksi dalam Persidangan
• Pelabelan Perempuan dalam Berita Kasus Korupsi Impor Daging Sapi
Teknik Framing: Basic Frame: (Konflik, Ekonomi, Kemajuan, Moral etika hukum, Personalisasi)
Frame Analysis: (Define Problems, Diagnose causes, Causal Interpretation, treatment recommendation)
Berita Perempuan dalam Kasus Korupsi Impor Daging Sapi Okezone.com
Berita Perempuan dalam Kasus Korupsi Impor Daging Sapi Kompas.com
Jurnalisme Berperspektif Gender:
- Fakta - Posisi Media - Posisi Jurnalis - Hasil Peliputan
• Framing Berita Perempuan dalam Kasus Korupsi Impor Daging Sapi Okezone.com
• Framing Berita Perempuan dalam Kasus korupsi Impor Daging Sapi Kompas.com
• Berita yang Berperspektif Gender • Berita yang Bias Gender • Opini Publik yang Terbentuk dalam Berita
Perempuan
20
G. Kerangka Konsep
Dalam menganalisis suatu objek penelitian, dibutuhkan konsep-konsep yang dapat
memberikan batasan-batasan dalam penelitian tertentu. Dari penjabaran teori yang telah
dijelaskan sebelumnya, ada beberapa konsep utama yang akan dielaborasi secara lebih
mendalam dalam penelitian ini. Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah:
G.1 Konstruksi Berita
Dalam melakukan konstruksi berita, media massa akan memulai hal tersebut dengan
membuat berita dari suatu persitiwa yang memiliki nilai berita dan dianggap layak untuk
diketahui oleh khalayak. Dalam lingkup redaksi di media massa, berita akan melalui proses
seleksi dan proses penonjolan berita yang dianggap oleh redaksi penting untuk ditampilkan
kepada khalayak. Penelitian ini menggunakan pemahaman konstruksionis dimana menurut
Eriyanto pendekatan ini mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita
itu dilihat. Dalam pendekatan ini juga disimpulkan bahwa dalam pembuatan berita, opini
wartawan dalam meliput berita tidak dapat dihilangkan, karena berita bersifat subjektif.
Dalam pandangan konstruksionis, disebutkan juga bahwa nilai,etika, atau keberpihakan
wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses pembuatan berita. Hal ini akan berdampak apada
khalayak yang meihat berita yang dibuat oleh wartawan tersebut yang juga memiliki
penafsiran sendiri yang bisa berbeda dari pembuat berita.
G.2 Model Analisis Framing
Penelitian ini menggunakan perpaduan antara model analisis framing dari Robert
N.Entman dan Urs Dahinden. Dalam model analisis yang ditawarkan oleh Robert N.Entman,
terdapat empat elemen framing yang ditawarkannya, yaitu: Define Problem (Pendefenisian
Masalah), Diagnose Causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah), Make Moral
Judgement (Membuat Keputusan Moral), dan Treatment Recommendation (Menekankan
Penyelesaian). Sedangkan framing dari Urs Dahinden lebih menangkap fenomena secara
makro yang ditawarkan dalam lima basic frame, yaitu: konflik, ekonomi, kemajuan, moral-
etika-hukum, dan personalisasi. Dalam penelitian ini tidak semua dari elemen framing Robert
N.Entman dan Urs Dahinden dipakai dalam penelitian. Elemen yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan dua elemen framing dari Robert N.Entman, yaitu: Define
Problem (Pendefenisian Masalah) dan Diagnose Causes (Memperkirakan masalah atau
sumber masalah). Sedangkan dari Urs Dahinden akan digunakan tiga basic frame, yaitu:
personalisasi, moral-etika-hukum, dan ekonomi. Berikut penjelasan dari masing-masing
elemen framing tersebut:
21
- Define Problem (Pendefenisian Masalah) dalam penelitian ini digunakan untuk melihat
sebuah isu atau peristiwa dilihat sebagai masalah apa. Pendefenisian masalah ini digunakan
sebagai identifikasi awal dalam melihat pemberitaan perempuan di seputar kasus korupsi
impor daging sapi dari sudut pandang media, dimana aspek ini berhubungan dengan
pemilihan fakta yang diseleksi untuk ditampilkan di media berita online okezone.com dan
kompas.com.
- Diagnose Causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah) dalam penelitian ini
digunakan untuk melihat suatu peristiwa itu disebabkan oleh apa dan siapa yang dianggap
sebagai penyebab masalah. Dalam pemberitaan perempuan di seputar kasus korupsi impor
daging sapi ini, perempuan yang diberitakan bisa saja dianggap berperan sebagai pelaku,
tetapi bisa juga dianggap berperan sebagai korban, hal tersebut tergantung bagaimana media
melihat peristiwa tersebut. Hal ini akan dianalisis dalam penelitian ini dimana peneliti akan
melihat bagaimana pemberitaan ini digambarkan oleh media berita online okezone.com dan
kompas.com.
- Personalisasi dalam penelitian ini akan menjelaskan tema yang dilihat dari perspektif
personal dari individu.
- Moral-etika-hukum dalam penelitian ini akan menjelaskan tema yang dibahas dan
didiskusikan dari perspektif moral, etika, dan hukum.
G.3 Berita Perempuan
Berita merupakan hasil produksi dari kerja jurnalistik yang berupa narasi atau gambar.
Dalam penelitian ini, berita yang digunakan adalah berita perempuan di seputar kasus korupsi
pada kurun waktu Januari 2013-Juni 2013 yang ada di okezone.com dan kompas.com. Berita
perempuan dalam kasus korupsi impor daging sapi ini akan dilihat dari dua bagian. Bagian
pertama mengenai peran perempuan dalam kasus korupsi impor daging sapi yang dibagi lagi
menjadi tiga bagian, yaitu: perempuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), perempuan
dan gratifikasi seks, dan perempuan sebagai saksi. Bagian kedua akan melihat pelabelan
perempuan dalam berita kasus korupsi impor daging sapi di okezone.com dan kompas.com.
G.4 Berita Online
Berita online memiliki kategori yang membedakannya dengan media konvensional,
diantaranya adalah breaking news, yang merupakan berita singkat yang ditulis ‘nyaris’
bersamaan dengan waktu peristiwa berlangsung. Realtime, yang merupakan berita yang
memiliki jeda antara kejadian atau epristiwa tidak jauh berbeda. Running news, yang
merupakan berita yang dilengkapi melalui link berita. Hal ini disebabkan karena berita online
22
menyajikan berita yang cepat dan akurat sehingga untuk tetap menghadirkan cover both side,
akan diperlukan konfimasi pada berita-berita selanjutnya.
H. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini akan membahas tentang jenis penelitian,
subjek penelitian, objek penelitian, teknis pengumpulan data dan analisis data yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
H.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
analisis isi media dengan teknik analisis framing. Hal ini disebabkan penelitian ini ingin
menggambarkan bagaimana media berita online okezone.com dan kompas.com dalam
membingkai berita perempuan di seputar kasus korupsi impor daging sapi pada kurun waktu
Januari 2013-Juni 2013.
H.2 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan istilah untuk menjawab apa yang sebenarnya hendak
diteliti dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah berita-berita
perempuan di seputar kasus korupsi impor daging sapi di okezone.com dan kompas.com pada
kurun waktu Januari 2013-Juni 2013. Selama kurun waktu tersebut okezone memberitakan
tentang berita perempuan sebanyak 165 berita tentang perempuan di seputar kasus korupsi
impor daging sapi dan kompas memberitakan berita perempuan sebanyak 134 berita. Namun
dalam penelitian ini, tidak semua berita yang ada di okezone.com dan kompas.com digunakan
dalam penelitian ini. Peneliti akan menggunakan berita yang sesuai tema berita pemberitaan
perempuan yang telah dikategorikan sehingga berita yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 20 berita membahas tentang berita perempuan di okezone.com dan 14 berita
membahas berita perempuan di kompas.com. Pada visual images juga akan dibahas dalam
penelitian ini, dimana akan dibahas sebanyak 5 visual images di okezone.com dan sebanyak 3
visual images di kompas.com.
H.3 Teknis Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini didapatkan dengan mengumpulkan berita-berita perempuan
dalam kasus korupsi impor daging sapi di okezone.com dan kompas.com pada kurun waktu
Januari 2013-Juni 2013.
H.4 Analisis Data
Analisis framing merupakan pengembangan dari metode analisis isi media. Prinsip
analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi dan penajaman terhadap dimensi-
dimensi tertentu dari fakta yang diberitakan media. Data dikumpulkan dari okezone.com dan
23
kompas.com tentang berita perempuan perempuan di seputar kasus korupsi impor daging sapi
oleh peneliti. Kemudian data tersebut akan digunakan untuk dipilih dari codingsheet dari
berita-berita yang telah dipilih akan dianalisis menggunakan perangkat framing dari Robert
N.Entman dan Urs Dahinden. Analisis akan dilakukan berdasarkan tema substansi yang telah
ditetapkan oleh peneliti sebelumnya. Setelah dianalisis, isi berita akan dicermati untuk
menemukan temuan penting dalam penelitian ini. Setelah itu, peneliti juga akan
membandingkan frame okezone.com dan kompas.com dalam membingkai berita perempuan
tersebut. Setelah itu semua data temuan peneliti akan disimpulkan menjadi temuan tertentu.