Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

141
MODEL PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Sjofjan Bakar DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA:MENCIPTAKAN PEMERINTAH DAERAH YANG EFEKTIF, RESPONSIF, DAN AKUNTABEL Didi Ahmadi STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA UNGGULAN BERKELANJUTAN DALAM MENOPANG PERTUMBUHAN DOMESTIK EKONOMI LOKALPROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Muhammad Ali Sagalo MENGAGAS KOMUNIKASI E-MUSRENBANG MENCEGAH INEFISIENSI DAN MAKSIMALISASI INFRASTRUKTUR DALAM MENGUKUR AKUNTABILITAS INVESTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA TANGERANG SELATAN Rusdianto RESEARCH DEVELOPMENT PEMBANGUNAN ZERO PROVERTY BERBASIS PRODUKSI DAN INDEKS SUMBERDAYA MANUSIA DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH Wajib dan Erniati VOLUME III | EDISI 1 | TAHUN 2015 ISSN 2337-3318 JURNAL Pembangunan Daerah MEDIA REFERENSI DAERAH MEMBANGUN DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH VOL. III EDISI 1 JAKARTA 2015 ISSN 2337-3318

description

Di Publikasikan Oleh Rusdianto Samawa tarano Sagarino

Transcript of Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Page 1: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

MODEL PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DALAMPERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHSjofjan Bakar

DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA:MENCIPTAKANPEMERINTAH DAERAH YANG EFEKTIF, RESPONSIF, DAN AKUNTABELDidi Ahmadi

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATAUNGGULAN BERKELANJUTAN DALAM MENOPANG PERTUMBUHAN DOMESTIKEKONOMI LOKALPROVINSI NUSA TENGGARA BARATMuhammad Ali Sagalo

MENGAGAS KOMUNIKASI E-MUSRENBANG MENCEGAH INEFISIENSI DANMAKSIMALISASI INFRASTRUKTUR DALAM MENGUKUR AKUNTABILITASINVESTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA TANGERANG SELATANRusdianto

RESEARCH DEVELOPMENT PEMBANGUNAN ZERO PROVERTY BERBASISPRODUKSI DAN INDEKS SUMBERDAYA MANUSIA DALAM MENGENTASKANKEMISKINAN DI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAHWajib dan Erniati

VOLUME III | EDISI 1 | TAHUN 2015 ISSN 2337-3318

JUR

NA

L PembangunanDaerah

M E D I A R E F E R E N S I D A E R A H M E M B A N G U N

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAHKEMENTERIAN DALAM NEGERI

JURNALPEMBANGUNAN DAERAH

VOL. III EDISI 1 JAKARTA 2015 ISSN 2337-3318

Page 2: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

ii JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014

Page 3: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

iiiJURNAL PEMBANGUNAN DAERAH| VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014

DewanRedaksiPELINDUNG : Menteri Dalam NegeriPENANGGUNGJAWAB : Dr. H. Muh. Marwan, M.SiKETUA DEWAN REDAKSI : Dr. Drs. SjofjanBakar, M.ScANGGOTA : Hasiholan Pasaribu, SE., MPKP

Drs. Binar Ginting, MMEdi Sugiharto, SH., M.SiDrs. Sugiyono, M.SiIr. Muhammad Hudori, M.Si

REDAKTUR UTAMA : Iwan Kurniawan, ST, MMREDAKTUR PELAKSANA : Subhany, SE, M.SiREDAKSI : Yoppie Herlian Juniaga, ST, MT

Ali Hasibuan, SH., MMMuhammad Nur Fajar Asmar, S.STPDede Sulaeman, Rizki Ganie Satria J.HNT.Arif Rahman

MITRA BESTARI : Dr. Moch. Fachrurrozi, M.SiDr. RulliNasrullah, M.Si

ALAMAT REDAKSI : Direktorat Jenderal Bina Pembangunan DaerahKementerian Dalam NegeriJl. Taman Makam Pahlawan No. 20 KalibataJakarta Selatan 12750Telp.: 021-7992537Email: [email protected]

Page 4: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

iv JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014

Pengantar Redaksi

emerintahan sekarang memberikan berbagai macam perubahan positif dariaspek reformasi birokrasi. Pemerintah memberikan banyak tuntutanterhadap penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah. Oleh karenaitu, momentum keselarasan dan keserasian pembangunan daerah harus terusdimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidakmenimbulkan kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus

mendorong kesejahteraan yang lebih berkeadilan.Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan,

khususnya pada aspek perencanaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harusdilakukan secara lebih terukur dan terarah, karena keberhasilan pembangunan nasionaltercermin dari kesuksesan pembangunan di daerah.

Melihat pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan desentralisasi selanjutnya jugamengatur pembagian urusan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagaimanatelah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapatberbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya atau tetap menjadi kewenangan PemerintahPusat (sebagai urusan absolut).

Di samping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren yangmaknanya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentudapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Terkait ini,terdapat enam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yangmembutuhkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusionalmasyarakat.

Melihat isu ini, Sjofjan Bakar, Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan DaerahKementerian Dalam Negeri mengurai secara apik model penerapan SPM dalamperencanaan pembangunan daerah yang terangkum dalam tulisannya, Model PenerapanStandar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. Tulisan itumengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang Kesehatan ke dalam dokumenperencanaan pembangunan daerah.

Artikel kedua ditulis olehDidi Ahmadi, Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan padaDirektorat Pengembangan Wilayah Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri. Artikelyang diberi judul, Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia: Menciptakan PemerintahDaerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel mengulas teori desentralisasi dan melihatperkembangan implementasinya di Indonesia. Lalu, setelahnya ia mengajukan beberaparekomendasi atas masalah yang dihadapai pemerintahan daerah.

P

Page 5: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

vJURNAL PEMBANGUNAN DAERAH| VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014

Secara tandas ia menyimpulkan bahwa dari satu setengah dekade perjalanandesentralisasi di Indonesia adalah benar bahwa desentralisasi telah melahirkan beberapadaerah yang terbilang sukses mewujudkan pemerintahan secara efektif dan efisien. Namun,kebanyakan daerah lain justru masih berkutat dengan masalah. Oleh karena itu,menurutnya, desentralisasi Indonesia butuh terus direformasi.Melihat potensi wisata daerah-daerah di Indonesia yang sangat melimpah, Muhammad AliSagalo, Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram tertarik untuk mengupasnyasecara khusus. Dalam artikel ketiga, Strategi Pembangunan dan Pengembangan DestinasiPariwisata Unggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal ProvinsiNusa Tenggara Barat, ia mengupas potensi wisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) denganmenawarkan langkah strategis untuk mewujudkan pembangunan dan pengembangandestinasi wisata di daerah tersebut.

Ia melihat, pembangunan sektor pariwisata akan mampu mengangkat kesejahteraanmasyarakat di daerah NTB sebagai daerah pilihan para wisatawan mancanegara yang lebihdulu dikenal mampu memberikan kenyaman. Berdasarkan penelitiannya, pariwisata NTBtelah berhasil mengangkat derajat masyarakat dengan berbagai peluang pengelolaan berbagaibidang industri kreatif dan kerajinan. Sehingga sektor pariwisata NTB dianggap jalan keluardari tingginya faktor miskin dan pengangguran masyarakat.

Sementara itu, dalam artikel keempat, Rusdianto, Peneliti Pusat StudiDesentralisasi dan Otonomi Daerah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan (STIE-AD) Jakarta, tertrik untuk mengupas pentingnya komunikasi elektronik dalammengoptimalkan penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)di daerah dan secara khusus ia mengambil kasus pemerintah Kota Tangerang Selatan,Provinsi Banten. Artikelnya berjudul, Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensidan Maksimalisasi Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutandi Kota Tangerang Selatan.

Dalam artikel terakhir, redaksi menampilkan sebuah penelitian yang dilakukan olehWajib dan Erniati, Kepala Bagian Organisasi Pemerintah Kota Palu Provinsi SulawesiTengah dan Dosen IAIN Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Kedua peneliti ini mengkajiprogram penanggulangan kemiskinan di Kota Palu yang dilaksanakan mulai tahun 2007,yaitu sejak pencanangan oleh Presiden mengenai Program Nasional PemberdayaanMasyarakat (PNPM) di Kota Palu saat itu juga meluncurkan Program Daerah PemberdayaanMasyarakat (PDPM) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), sertaProgram Pembangunan Kelurahan Berjangka (PPKB).

Dalam temuannya, di Kota Palu, menunjukkan bahwa penanggulangan kemiskinanbelum terintegrasi dengan baik, sering terjadi ego sektoral, dan diskoordinasi. Penelitiankeduanya berjudul, Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan Indeks SumberdayaManusia dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.[]

Page 6: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

vi JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. II | EDISI 3 | TAHUN 2014

Daftar Isi

PENGANTAR REDAKSI iv

DAFTAR ISI vi

MODEL PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) 1DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAHSjofjan Bakar

DESENTRALISASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA 23MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG EFEKTIF,RESPONSIF, DAN AKUNTABELDidi Ahmadi

STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DESTINASI 41PARIWISATA UNGGULAN BERKELANJUTAN DALAM MENOPANGPERTUMBUHAN DOMESTIK EKONOMI LOKAL PROVINSINUSA TENGGARA BARATMuhammad Ali Sagalo

MENGGAGAS KOMUNIKASI E-MUSRENBANG MENCEGAH INEFISIENSI 73DAN MAKSIMALISASI INFRASTRUKTUR DALAM MENGUKURAKUNTABILITAS INVESTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DIKOTA TANGERANG SELATANRusdianto

TINJAUAN PENGARUH MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 95TERHADAP PERGERAKAN BARANG DAN TENAGA KERJAWajib dan Erniati

Page 7: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Perencanaan

Pembangunan Daerah

Sjofjan Bakar

Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri

Abstrak

Pelaksanaan otonomi daerah berkaitan erat dengan kebijakan desentralisasi. Argumentasi

tersebut bukan tanpa dasar mengingat desentralisasi merupakan urusan yang berhak

diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka implementasi hak otonominya.

Dengan kata lain, desentralisasi dapat terjadi hanya jika daerah tersebut memiliki otonomi.

Kebijakan desentralisasi selanjutnya juga mengatur pembagian urusan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan

pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang

sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (urusan absolut).Disamping itu,

terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan

yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam kaitan ini, terdapat enam Urusan

Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang membutuhkan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusional masyarakat. Tulisan ini akan

menguraikan model penerapan SPM dalam perencanaan pembangunan daerah, dengan

mengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang Kesehatan ke dalam dokumen

perencanaan pembangunan daerah.

Kata Kunci: SPM, Urusan, Desentralisasi, Indonesia

Page 8: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

2 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Abstract

The implementation of regional autonomy is closely related to the decentralization policy. This

argument seems logic given the decentralization is entitled affairs organized by the local government

for the implementation of autonomy rights. In other words, decentralization can take place only if the

local government has autonomy. Furthermore, decentralization policy also regulates the distribution of

affairs between the Central Government and Local Government, as stipulated in Law No. 23 Year

2014 on Local Government. The distribution of government affairs is based on the premise that there is

always a variety of government affairs that remain the authority of the central government (absolute

affairs).In addition, there are concurrent government affairs, meaning that the handling of government

affairs in part or particular field can be carried out jointly between the Central Government and Local

Government. In this regard, there are six Mandatory Government Affairs relating to fundamental

services that require minimum service standards (MSS) to guarantee the constitutional rights of the

people. This article will outline the model of implementation of MSS in regional development, with a

case study of the integration of MSS in the health sector to regional development planning documents.

Keywords : MSS, Affairs, Decentralization, Indonesia

I. Pendahuluan

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan daerah dan kepentingan masyarakat setempat dalam

Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui pemberian otonomi yang seluas-

luasnya tersebut, daerah diharapkan dapat melaksanakan pembangunan untuk peningkatan

dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha,

meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik, serta daya saing daerah.

Page 9: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

3JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Pelaksanaan otonomi daerah berkaitan erat dengan kebijakan desentralisasi.

Argumentasi tersebut bukan tanpa dasar mengingat desentralisasi merupakan urusan yang

berhak diselenggarakan oleh pemerintah daerah dalam rangka implementasi hak

otonominya. Dengan kata lain, desentralisasi dapat terjadi hanya jika daerah tersebut

memiliki otonomi. Di Indonesia, konsep desentralisasi yang dimuat dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 lebih merujuk pada desentralisasi yang bersifat politik atau devolusi.

Dalam konteks ini, Bird dan Vaillancourt1 berpendapat bahwa telah terjadi pendelegasian

sebagian wewenang dan tanggung jawab membuat keputusan dan pengendalian atas

sumber-sumber daya kepada instansi pemerintah daerah yang memiliki lembaga perwakilan

dan memiliki kekuasaan pemerintahan.

Desentralisasi politik pada dasarnya mencakup pemerintahan wilayah administratif

dan pemerintahan daerah otonom. Dalam pemerintahan wilayah administratif ditandai

dengan adanya aparat dan pejabat-pejabat birokrasi pemerintah pusat yang ditugaskan di

daerah sebagai field administrator. Aparat ini tidak memiliki kekuasaan politik, namun

mempunyai kewenangan administratif guna melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah

ditetapkan di tingkat pusat. Sebaliknya, pada pemerintahan daerah otonom, terdapat

lembaga perwakilan yang didasarkan atas pemilihan dan mempunyai kekuasaan

pemerintahan di tingkat daerah (lembaga eksekutif). Lembaga-lembaga tersebut memiliki

kewenangan politik untuk membuat kebijakan publik.

Kebijakan desentralisasi selanjutnya juga mengatur pembagian urusan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pembagian urusan pemerintahan tersebut

didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang

sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (urusan absolut). Urusan

pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara

1Bird, R. M. and Vaillancourt, F.(1998). Fiscal Decentralization in Developing Countries. Cambridge:Cambridge University Press

Page 10: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

4 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

secara keseluruhan. Disamping itu, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat

concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang

tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pada prinsipnya, urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan

Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan

Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang

tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan

Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak konstitusional

masyarakat. Sementara itu, terkait pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak

terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan, Kementerian/Lembaga

berkewajiban membuat norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan

pedoman bagi Daerah dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke

Daerah dan menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga tersebut dalam melaksanakan

pembinaan dan pengawasan yang bersifat teknis.

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah

provinsi serta Daerah kabupaten/kota didasarkan pada 4 (empat) prinsip, antara lain:

1. Prinsip akuntabilitas, yakni penanggungjawab penyelenggaraan suatu Urusan

Pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan

jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu Urusan

Pemerintahan;

2. Prinsip efisiensi adalah penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan

berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat

diperoleh;

3. Prinsip eksternalitas adalah penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan

berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat

penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan;

Page 11: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

5JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

4. Prinsip kepentingan strategis nasional adalah penyelenggara suatu Urusan

Pemerintahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dalam rangka menjaga

keutuhan dan kesatuan bangsa, menjaga kedaulatan negara, implementasi hubungan

luar negeri, pencapaian program strategis nasional dan pertimbangan lain yang

diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sejalan dengan penerapan otonomi daerah, Pemerintah Pusat juga menerapkan

kebijakan desentralisasi fiskal guna melaksanakan urusan yang telah menjadi kewenangan

pada masing-masing tingkatan pemerintahan. Manakala Daerah mempunyai kemampuan

keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan, maka

Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen transfer lain seperti DAK (Dana Alokasi

Khusus) guna membantu daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah setiap tahunnya telah mengalokasikan belanja

Kementerian/Lembaga, belanja non Kementerian/Lembaga, dan belanja transfer ke daerah

guna mempercepat pembangunan daerah.

Di tingkat pemerintah daerah, meskipun pola penerimaan daerah masih

mengandalkan komponen belanja transfer dari pemerintah pusat, namun berdasarkan data

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan pola belanja daerah

belum menekankan pada belanja-belanja yang bersifat produktif (e.g. belanja modal) pada

periode 2010 – 2013 (lihat Diagram 1).

Diagram 1 : Perkembangan Belanja Daerah 2010 – 2013

Page 12: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

6 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan

Terlebih lagi, realisasi yang dihasilkan dari belanja tersebut relatif minim. Data

Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa

pada tahun 2012, realisasi keseluruhan belanja daerah hanya mencapai 88,95 %. Kondisi ini

mengakibatkan besarnya potensi SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan)

dan SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran TahunSebelumnya) yang terjadi di banyak

daerah.

Tinjauan yang lebih mendalam dilakukan oleh Ditjen Bina Pembangunan Daerah,

Kementerian Dalam Negeri (2014) juga menemukan inkonsistensi program dan kegiatan

antardokumen perencanaan pembangunan daerah. Terkait hal tersebut, 17,07 persen

program yang disusun dalam RencanaKerjaPemerintah Daerah (RKPD) tidak berpedoman

pada Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJMD),

dan 85,84 persen pagu anggaran yang dialokasikan dalam RKPD tidak direncanakan dalam

RPJMD. Bahkan, 14,70 persen program yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang

RPJMD tidak dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang AnggaranPendapatanBelanja

Daerah (APBD) dan 103,04 persen pagu program yang dianggarkan dalam APBD

melampaui pagu baseline yang ditetapkan dalam RPJMD.

Besarnya potensi SILPA dan SiLPA, serta inkonsistensi program dan kegiatan

antardokumen perencanaan pembangunan daerah berimplikasi pada ketiadaan jaminan

Page 13: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

7JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

pelayanan publik yang disediakan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Oleh

karenanya, Pemerintah Pusat menyusun dan menerapkan SPM sebagaistandar minimal

bagipelayanandasar yang wajibditerimaolehmasyarakat.Sejalan dengan penerapan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, saat ini SPM yang telah dan

akan disusun oleh setiap Kementerian/Lembaga merupakan Urusan Pemerintahan Wajib

yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c.

pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e.

ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial.

Tulisan ini akan menguraikan model penerapan SPMdalamperencanaan

pembangunan daerah, dengan mengambil studi kasus pengintegrasian SPM Bidang

Kesehatan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.

II. Perencanaan Pembangunan dalam Sistem Pemerintahan yang

Terdesentralisasi

Proses perencanaan pembangunan di Indonesia secara umum dijabarkan dalam

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional. Undang-Undang ini menegaskan sistem perencanaan pembangunan nasional

sebagai satu kesatuan yang tata cara perencanaan untuk menghasilkan rencana-rencana

pembangunan jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur

penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Proses penyusunan dokumen perencanaan sendiri dilakukan melalui proses

teknokratik, politik, partisipatif, bottom-up dan top-down (Peraturan Pemerintah Nomor 8

Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010). Proses

teknokratik biasanya dilakukan oleh kalangan birokrasi. Proses ini menggunakan data dan

metode ilmiah untuk menentukan kebutuhan masyarakat. Dalam praktiknya akan ada

sinkronisasi antara proses politik dan proses teknokratik. Untuk menjaga konsistensinya,

Page 14: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

8 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

kedua proses ini perlu mengacu pada arah pembangunan jangka panjang yang termuat dalam

RPJPN dan RPJPD.

Pada proses politik, mulanya ahli-ahli teori perencanaan publik menggunakan

informasi preferensi (keinginan) semua penduduk sebagai awal dari proses perencanaan

pembangunan. Namun kini, karena kurang praktis, maka preferensi penduduk tidak lagi

dikumpulkan melalui penelitian, tetapi diganti dengan proses politik. Pemilihan umum

dipandang sebagai “market of plan” dimana calon Presiden/Wakil Presiden/Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah dan legislatif menawarkan program-program pembangunan

yang akan dilaksanakan bila kelak menang. Inilah salah satu bentuk proses politik dalam

perencanaan.

Sebagai cerminan lebih lanjut dari demokratisasi dan partisipasi sebagai bagian dari

good governance, maka proses perencanaan pembangunan juga melalui proses partisipatif.

Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa

pembangunan masyarakat sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa

tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif, istilah “stakeholders” menjadi

sangat meluas dan akhirnya dianggap sebagai idiom model ini. Perencanaan partisipatif

berangkat dari keyakinan bahwa keberhasilan program-program pembangunan ditentukan

oleh komitmen semua stakeholders, dan komitmen ini didapat dari sejauhmana mereka

terlibat dalam proses perencanaan program tersebut.

Konsep perencanaan partisipatif dalam sistem perencanaan pembangunan nasional

diwujudkan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.Mekanisme musyawarah ini

membahas sebuah rancangan rencana dan dikembangkan bersama semua pelaku

pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara

negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha,

kelompok profesional, organisasi non-pemerintah, dan lain-lain.

Page 15: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

9JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Proses top-down versus bottom-up lebih mencerminkan proses perencanaan di dalam

pemerintahan, yaitu dari lembaga/departemen dan daerah ke pemerintah Pusat.

Lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan wewenang

dan fungsinya. Proses top-down dan bottom-up ini dilaksanakan dengan tujuan antara lain

menyelaraskan program-program untuk menjamin adanya sinergi/konvergensi dari semua

kegiatan pemerintah dan masyarakat. Penyelarasan rencana-rencana lembaga pemerintah

dilaksanakan melalui musywarah perencanaan yang dilaksanakan baik di tingkat pusat,

propinsi, maupun kabupaten/kota.

Pada sistem perencanaan nasional, pertemuan antara perencanaan yang bersifat top-

down dan bottom-up diwadahi dalam musyawarah perencanaan. Dimana perencanaan makro

yang dirancang pemerintah pusat disempurnakan dengan memperhatikan masukan dari

semua stakeholders dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman bagi daerah-daerah dan

lembaga-lembaga pemerintah menyusun rencana kerja.Proses perencanaan di Indonesia

bermuara pada dokumen perencanaan yang secara umum terbagi menjadi 3 jenis dokumen,

yakni:

1. Dokumen perencanaan jangka panjang dengan skala waktu 20 tahun;

2. Dokumen perencanaan jangka menengah dengan skala waktu 5 tahunan; dan

3. Dokumen perencanaan jangka pendek dengan skala tahunan.

Kebijakan dalam sistem pembangunan saat ini sudah tidak lagi berupa daftar usulan,

tapi sudah berupa rencana kerja yang memperhatikan berbagai tahapan proses mulai dari

input seperti modal, tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemudian juga harus

memperhatikan proses dan hasil nyata yang akan diperoleh seperti keluaran, hasil dan

dampak. Oleh karena itu, perencanaan pembangunan harus dimulai dengan data dan

informasi tentang realitas sosial, ekonomi, budaya dan politik yang terjadi di masyarakat,

ketersediaan sumberdaya dan visi/arah pembangunan. Jadi, perencanaan lebih kepada

bagaimana menyusun hubungan yang optimal antara input, proses, output, outcomes dan

Page 16: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

10 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

dampak.

Dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, diperlukan

kerjasama dan keterpaduan program (joined-up) antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dalam merealisasikan program-program pemerintahan. Dalam konteks Joining-up

ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada dasarnya harus bergerak selaras untuk

mewujudkan tujuan yang sama dan mewujudkan tujuan kenegaraan secara keseluruhan2.

Konsep joining up ini di Indonesia terwujud dalam pembagian peran dan pembagian urusan

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang secara legal dicantumkan dalam

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini

secara tegas memisahkan urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan umum3.

Hal yang menarik disini adalah terkait urusan pemerintahan konkuren, yang

dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam

urusan pemerintahan ini, telah diberikan batasan dan pembagian kewenangan antarlevel

pemerintahan; pusat, provinsi dan kabupaten/kota4. Masing-masing level pemerintahan

melaksanakan urusan pemerintahan secara terpadu yang tujuan akhirnya untuk mencapai

kehidupan bernegara,pencapaiankesejahteraanmasyarakat, mewujudkankeadilansosial,

danmembangunmanusia Indonesia seutuhnya sebagaimana dicantumkan dalam konstitusi

Indonesia.

Pelaksanaan urusan konkuren di daerah dalam model otonomi Indonesia dilakukan

untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan

berusaha, meningkatkan dan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah5. Guna

mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya tingkat konsistensi yang tinggi dalam program

2 Jessop B, Governance of Complexity and Complexity of Governance: Preliminary Remarks on SomeProblems and Limits of Economic Guidance, in Beyond Market and Hierarchy: Interactive Governanceand Social Complexity, Eds A Amin, J Hausner (Edward Elgar, Cheltenham, Glos, 1997), pp. 95-128.

3 Lihat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 9 dan Pasal 10.4 Lihat UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 11 sampai dengan Pasal 24.5 Pasal 258 UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.

Page 17: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

11JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

pembangunan pada setiap level pemerintahan. Konsistensi ini menjamin bahwa setiap level

pemerintahan bergerak dalam arah yang sama sesuai tugas dan kewenangannya. Pada titik

ini, rencana pembangunan daerah memainkan peranan yang sangatpenting untuk

memastikan bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah ditujukan untuk pencapaian

tujuan kenegaraan dan selaras dengan kesejahteraanmasyarakatdanpembangunan nasional.

Sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, konsistensi

dan sinkronisasi antardokumen perencanaan dan antarlevel pemerintahan perlu tetap dijaga.

Secara umum, pola ketehubungan antardokumen perencanaan adalah sebagai berikut:

Gambar 1 : Sinkronisasi Dokumen Perencanaan Pusat dan Daerah

Sumber : Diolah dari produk legislasi

III. Model Integrasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan

dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah

3.1. Tahap Persiapan dan Penyusunan SPM

Page 18: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

12 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 344 ayat (1), Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah wajib menjamin

terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan urusan pemerintahan yang telah menjadi

kewenangan daerah. Oleh karenanya, setiap pemerintah daerah diharuskan membuat

maklumat pelayanan publik sebagai prasyarat dasar, sehingga masyarakat di daerah tersebut

mengerti jenis pelayanan publik yang disediakan, bagaimana mendapatkan aksesnya,

kejelasan dalam prosedur dan biaya untuk memperoleh pelayanan publik tersebut, serta

adanya saluran keluhan manakala pelayanan publik yang didapat tidak sesuai dengan standar

yang telah ditentukan.

Dengan mempertimbangkan keberadaan berbagai tingkatan pemerintahan di

Indonesia, maka pihak yang sangat mendesak membutuhkan SPM adalah pihak pemerintah

Kabupaten/Kota. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah kabupaten/kota.

Konsekuensinya, daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dan keleluasaan

untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah menurut prakarsa dan aspirasi

masyarakatnya;

2. Apabila dibandingkan dengan posisi Provinsi maupun Pusat, maka posisi

Kabupaten/Kota paling dekat dengan masyarakat. Sehingga tuntutan pelayanan

publik akan lebih langsung diarahkan pada pemerintah Kabupaten/Kota.

Dalam rangka menyusun SPM, daerah Kabupaten/Kota wajib menyiapkan rencana

pencapaian SPM. Sebagaimana tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79

Tahun 2007, Rencana Pencapaian SPM adalah target pencapaian SPM yang dituangkan

dalam dokumen perencanaan daerah yang dijabarkan pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD), RencanaKerjaPemerintah Daerah (RKPD),

RencanaStratgeisSatuanKerjaPerangkat Daerah (Renstra-SKPD), dan RencanaKerja

Page 19: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

13JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

(Renja)-SKPD untuk digunakan sebagai dasar perhitungan kebutuhan biaya dalam

penyelenggaraan pelayanan dasar. Guna mencapai hal tersebut, dibutuhkan beberapa

tahapan, antara lain:

1. Persiapan penerapan SPM. Tahapan persiapan penerapan SPM dimulai dari

pembentukan Tim Koordinasi Penerapan SPM, serta penyusunan program kerja

tahunan (Annual Work Plan/AWP) dan keseluruhan (Overall Work Plan/OWP) tim

kooordinasi tersebut untuk mengetahui stakeholders dan tanggung jawab (role

sharing) masing stakeholders yang terlibat. Setelah AWP dan OWP disusun, masing-

masing SKPD, dalam hal ini Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota, melaksanakan

program kerja;

2. Identifikasi kewenangan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah telah membagi urusan pemerintahan bidang kesehatan dalam

beberapa sub-urusan, yang mencakup: a. upaya kesehatan; b. sumberdaya manusia

kesehatan; c. ketersediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan minuman; serta d.

pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan. Sub-urusan tersebut telah membagi

habis kewenangan masing-masing ditingkatan pemerintahan dan Tim Koordinasi

yang telah terbentuk diharuskan melakukan pemetaan awal guna mengidentifikasi

kewenangan Kabupaten/Kota tersebut;

3. Penentuan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar. Kondisi awal tersebut

dapat dilihat dari kegiatan yang sudah dilakukan oleh daerah sampai saat ini, terkait

dengan database dan profil pelayanan yang tertuang dalam SPM Bidang Kesehatan

di Kabupaten/Kota;

4. Penyusunan target pelayanan dasar yang akan dicapai. Terdapat beberapa langkah

dalam menentukan target capaian SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota,

antara lain: a. Validasi dan verifikasi realisasi dan target capaian kinerja untuk setiap

jenis indikator SPM Bidang Kesehatan; b. Melakukan analisa perbandingan status

Page 20: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

14 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

awal dan realisasi capaian kinerja dengan target capaian SPM Bidang Kesehatan

secara nasional; c. Mengkaji permasalahan pencapaian kinerja pelayanan; dan d.

Melakukan analisaawal kapasitas/kemampuan Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota

dimaksud;

5. Analisa kemampuan, kondisi, potensi, karakteristikdaerah dan komitmen nasional

secara komprehensif. Sejatinya, kondisi, potensi, serta karakteristik daerah

mengandung pengertian ketersediaan sumberdaya yang dimiliki baik yang telah

dieksploitasi maupun yang belum dieksploitasi yang keberadaannya dapat

dimanfaatkan untuk menunjang pencapaian SPM. Sementara, kemampuan daerah

didefinisikan sebagai kemampuan keuangan daerah, dan seluruh komponen di

dalamnya seperti PAD dan dana perimbangan, yang dapat digunakan dalam

membiayai pencapaian SPM. Sedangkan komitmen nasional mengacu pada

komitmen pendanaan dan SDM guna mendukung target SPM yang ingin dicapai,

serta batas waktu pencapaian SPM Bidang Kesehatan secara nasional yang telah

ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga dengan memperhatikan analisis

kemampuan, kondisi, potensi, dan karakteristik daerah;

Analisis kemampuan, kondisi, potensi, dan karakteristik daerah disusun

menggunakan teknik SWOT berdasarkan data, statistik dan informasi yang akurat

dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat khusus maupun umum.

Pengertian khusus dalam hal ini adalah data, statistik dan informasi yang secara

langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang Kesehatan. Misalkan: data teknis,

sarana dan prasarana fisik, personil, alokasi anggaran untuk pelaksanaan SPM

dimaksud. Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data, statistik dan

informasi yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM Bidang

Kesehatan namun keberadaannya menunjang pelaksanaan SPM secara keseluruhan.

Page 21: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

15JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Misalnya, kondisi geografis, demografis, pendapatan, sarana prasarana umum, dan

sosial;

6. Penyusunan skala prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai

dengan pencapaian dan penerapan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

7. Perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM Bidang Kesehatan sesuai

perhitungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan kemampuan keuangan

daerah;serta penyusunan analisa standar belanja kegiatan berkaitan dengan SPM dan

satuan harga kegiatan;

8. Penyusunan rencana aksi penerapan pencapaian SPM.

3.2. Tahap Pengintegrasian SPM

Pada prinsipnya, pemerintah daerah menyusun rencana pencapaian SPM bidang

yang dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM

bidang di RKPD. RPJMD yang memuat rencana pencapaian SPM bidang akan menjadi

pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, yang nantinya dijabarkan setiap tahunnya ke

dalam Renja SKPD (lihat Gambar 2).

Page 22: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

16 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Gambar 2: Kedudukan Rencana Pencapaian SPM Dalam Dokumen

Perencanaan Pembangunan Daerah

Adapun mekanisme integrasi SPM dalam dokumen perencanaan pembangunan

daerah digambarkan dalam Gambar 3.

Page 23: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

17JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Gambar 3 : Integrasi Rencana Pencapaian SPM Bidang Kesehatan Dalam

Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah

Pada poin pertama, rencana kerja pencapaian SPM bidang kesehatan yang disusun

oleh Tim Koordinasi masuk dalam rencana kerja penyusunan RPJMD. Pada poin kedua dan

ketiga, Tim Koordinasi yang telah terbentuk melakukan pemetaan awal guna

mengidentifikasi kewenangan Kabupaten/Kota terkait urusan dan sub-urusan Kesehatan.

Page 24: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

18 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Selanjutnya, Tim melakukan perumusan kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar

dengan menggunakan database dan profil pelayanan dasar bidang kesehatan. Database dan

profil inilah yang menjadi bagian dari analisis gambaran umum kondisi daerah pada Bab II

RPJMD (lihat Tabel 1).

Tabel 1 : Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Terhadap Capaian

Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan di

Kabupaten / Kota

Analisis gambaran umum kondisi daerah kemudian menghasilkan perumusan

permasalahan pembangunan, yang nantinya akan menjadi Analisa Isu-Isu Strategis pada Bab

IV RPJMD. Telaah isu-isu strategis diformulasikan oleh stakeholders dalam menyusun Visi,

No Aspek/Fokus/Bidang

Urusan/Indikator Kinerja

Pembangunan Daerah

Capaian Kinerja Standar Intepretasi

Blm tercapai (<)

Sesuai (=)

Melampaui (>)

(n-5) (n-4) (n-3) (n-2) (n-1)

KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT

Kesejahteraan Sosial

Kesehatan

Angka Kelangsungan

Hidup Bayi

Angka Usia Harapan

Hidup

Persentase Balita Gizi

Buruk

Diisi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

bersangkutan

Standar

SPM

Nas

Page 25: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

19JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Misi, Tujuan, dan Sasaran pada Bab V RPJMD, hingga perumusan Strategi dan Kebijakan

pada Bab VI RPJMD dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai serta sasaran

yang ingin dihasilkan. Sementara itu, pada poin 4, 5, 6, dan 7, program dan kegiatan

prioritas SPM bidang kesehatan, indikator program dan kegiatan bidang kesehatan, serta

kebutuhan pendanaan program dan kegiatan bidang kesehatan selama 5 (lima) tahun

tertuang dalam Bab VII dan Bab VIII RPJMD (lihat Tabel 2).

Page 26: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

20 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

Tabel 2 : Indikasi Rencana Program Prioritas yang Disertai dengan Kebutuhan

Pendanaan di Kabupaten/Kota

Page 27: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

21JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

IV. PENUTUP

Era pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla memberikan berbagai macam

perubahan positif dari aspek reformasi birokrasi. Meskipun Ditjen Bina Pembangunan

Daerah Kementerian Dalam Negeri mengalami perubahan struktur, organisasi, dan tata

kerja yang cukup signifikan, momentum keselarasan dan keserasian pembangunan daerah

harus terus dimantapkan, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menimbulkan

kesenjangan yang lebih lebar, bahkan sebaliknya dapat terus mendorong kesejahteraan yang

lebih berkeadilan.

Untuk mencapai hal tersebut, sinergi kebijakan dan strategi yang diterapkan,

khususnya pada aspek perencanaan,oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus

dilakukan secara lebih terukur dan terarah, karena pembangunan nasional merupakan upaya

dan pencapaian pembangunan terpadu yang dilakukan bersama dengan daerah. Pemerintah

Pusat dan Daerah juga perlu berpijak pada kerangka pikir yang sama, yaitu: (i) Stabilitas

(stability) yang mencakup stabilitas ekonomi, sosial, dan politik; yang perlu di jaga di setiap

daerah agar upaya-upaya pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan

tanpa gangguan; (ii) Pemerataan yang Berkeadilan (equity) yang memastikan keikutsertaan

seluruh masyarakat untuk berperan dan ikut serta dalam pembangunan dan menikmati hasil

pembangunan (inclusiveness). Kedua langkah tersebut berjalan secara simultan dengan

penataan dan pelaksanaan urusan, baik urusan yang telah menjadi kewenangan daerah,

maupun urusan yang mutlak menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Page 28: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Model Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

22 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Sjofjan Bakar

DAFTAR PUSTAKA

Bird, R. M. and Vaillancourt, F. (1998). Fiscal Decentralization in Developing Countries.

Cambridge:

Cambridge University Press.

Jessop B, Governance of Complexity and Complexity of Governance: Preliminary Remarks

on Some

Problems and Limits of Economic Guidance, in Beyond Market and Hierarchy:

Interactive

Governance and Social Complexity, Eds A Amin, J Hausner (Edward Elgar,

Cheltenham, Glos,

1997), pp. 95-128.

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara

Penyusunan,Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan

Rencana

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah. Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,Pengendalian

Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Page 29: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:

Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

Didi Ahmadi

Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan pada Direktorat Pengembangan Wilayah,Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri

Abstrak

Evolusi sektor publik di penjuru dunia mengarah pada perwujudan model pemerintahanyang lebih fleksibel, inovatif, dan memiliki sense kewirausahaan. Desentralisasi menjadi isusentral dalam rangka mewujudkan gerakan besar tersebut. Secara teoretis ia terbagi kedalam tiga aspek: politik, administratif, dan fiskal. Di beberapa negara maju, macamnegara-negara OECD, desentralisasi berhasil menghadirkan layanan publik yang lebihefektif dan efisien. Negara-negara berkembang, sebagaimana kasus yang terjadi diIndonesia, cenderung mengimplementasikan desentralisasi hanya pada dua aspek pertama,sementara tetap menyerahkan urusan fiskal pada pemerintah pusat. Kesimpulan yang dapatditarik dari satu setengah dekade perjalanan desentralisasi di Indonesia adalah bahwa benaria telah melahirkan beberapa daerah yang terbilang sukses mewujudkan pemerintahansecara efektif dan efisien. Namun, kebanyakan daerah lain justru masih berkutat denganmasalah. Oleh karena itu desentralisasi Indonesia butuh terus direformasi. Tulisan ini akanmengulas teori desentralisasi dan melihat perkembangan implementasinya di Indonesia,untuk kemudian mengajukan beberapa rekomendasi atas masalah yang dihadapaipemerintahan daerah.

Kata Kunci: desentralisasi/otonomi daerah, desentralisasi politik, desentralisasi administratif,desentralisasi fiskal, pembangunan daerah, pemerintah daerah.

Abstract

Public sector evolution around the world tries to realize the more flexible, innovative, andentrepreneurial model of government. Decentralization policy lies in the core of this massive movement.Theoretically, decentralization consists of three main aspects: political, administrative and fiscal. Insome advanced countries, like those from OECD countries, decentralization succeeds to deliver moreeffective and efficient public services. Developing countries, as is the case in Indonesia, tend to

Page 30: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

24 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

implement decentralization only in the first two aspects, while retaining fiscal matters to the centralgovernment. The conclusion that can be drawn from one and a half decade of decentralization inIndonesia is that it is true that it has spawned several areas, which to some extent succeeded to realizelocal government effectively and efficiently. However, most regions are still struggling with manyproblems. Therefore, Indonesian decentralization needs further reforms. This paper will review thedecentralization theory and look at its implementation in Indonesia, then try to propose somerecommendations on the problems faced by local government.

Key Words: decentralization/local autonomy, political decentralization, administrativedecentralization, fiscal decentralization, local development, local government.

Pendahuluan

Keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang fleksibel, inovatif, dan memiliki sense

kewirausahaan yang tinggi telah menjadi gerakan besar dalam konteks evolusi sektor publik

di seluruh dunia. Desentralisasi kewenangan pemerintah menjadi tema sekaligus tuntutan

utama dari strategi ini, selain juga penyederhanaan hirarki birokrasi, perhatian lebih pada

aspek kualitas, dan pengutamaan prinsip ramah pelanggan (costumer friendly) pada berbagai

layanan pemerintahan (Osborne dan Gaebler 1992: 12; Pollit 2002: 276). Dalam tulisan

ini, desentralisasi atau otonomi daerah dimaknai sebagai penyerahan kewenangan dari

pemerintah pusat ke pemerintah atau lembaga teknis di daerah untuk mengelola dan

mengatur fungsi-fungsi publik (Bank Dunia, dikutip dalam tulisan Green 2005: 1; Bardhan

2002: 186).

Sebagai tuntutan sekaligus konsekuensi dari gerakan Reformasi 1998, pemerintah

Indonesia memulai proyek besar desentralisasi sejak tahun 1999. Setelah secara formal

diimplementasikan pada tahun 2001, tak bisa dimungkiri bahwa desentralisasi tampak

berhasil mengubah postur besar pemerintahan dan mewujudkan beberapa kemajuan.

Sebutlah misalnya pembagian kewenangan pemerintahan dan perubahan sistem politik ke

arah yang semakin terbuka. Namun demikian, desentralisasi juga masih menyisakan banyak

Page 31: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

25JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

masalah. Ganjalan itu terbentang mulai dari problem klasik birokrasi yang belum efektif,

perilaku koruptif yang dilakukan pemerintah (pusat dan daerah), sampai dengan lambannya

respon pemerintah menyikapi buruknya fasilitas dan layanan yang diberikan kepada

masyarakat. Untuk itu, desentralisasi butuh terus direformasi.

Tulisan ini akan memberikan gambaran umum tentang desentralisasi secara teoretis

dan praktiknya di beberapa negara. Ia kemudian mengulas perjalanan desentralisasi di

Indonesia secara umum dalam 1,5 dekade terakhir, dan kemudian coba memberikan

rekomendasi agar desentralisasi Indonesia berjalan secara lebih efektif, responsif, dan

akuntabel. Rekomendasi tulisan ini terutama akan mengambil fokus pada soal perbaikan

struktur dan koordinasi manajemen publik, reformulasi sistem politik di daerah, penegakan

hukum, dan pemberdayaan masyarakat sipil.

Desentralisasi dan Pembangunan

Secara konseptual desentralisasi dibagi menjadi tiga elemen, yaitu politik,

administratif, dan fiskal (Schneider 2003: 33; Green 2005: 2). Schneider, dalam tulisannya

yang berjudul Decentralization: Conceptualization and Measurement, merujuk desentralisasi

politik pada seberapa besar pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada

pemerintahan di level bawahnya untuk melaksanakan fungsi-fungsi politik dari

pemerintahan. Ia mengacu pada teori political science terutama tentang mobilisasi,

partisipasi, representasi, dan agregasi kepentingan. Dalam teori tersebut, sistem yang

terdesentralisasi secara politik terjadi dimana aktor dan isu-isu politik lebih menggema di

tingkat lokal dan setidaknya sebagiannya bebas dari pengaruh pusat (Fox dan Aranda 1996,

dikutip Schneider 2003: 39).

Sementara desentralisasi administratif merujuk pada seberapa besar kewenangan

yang dimiliki oleh selain pemerintah pusat (pemerintahan di level provinsi,

kabupaten/kota). Desentralisasi administratif mengacu pada teori administrasi publik.

Fokusnya adalah pada sejauh mana bisa menciptakan birokrasi yang modern, birokrasi yang

Page 32: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

26 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

efisien, efektif dan rasional merujuk pada teori Max Weber (Schneider 2003: 37). Untuk

hal itu, teori desentralisasi administratif menggunakan istilah deconcentration, delegation, dan

devolution dalam konteks distribusi kewenangan pemerintahan (Rondinelli 1990).

Singkatnya, otonomi yang dimiliki pemerintah daerah pada dekonsentrasi hanyalah sedikit

(berbeda tipis dari sistem yang sentralistik), sementara itu sedikit lebih banyak pada

delegasi, dan pada devolusi derajat otonominya paling besar. Yang membedakan ketiganya

adalah pada model kontrol pemerintah pusat. Kalau pada dekonsentrasi pusat masih

melakukan kontrol lewat saluran birokrasi di tingkat lokal, pada delegasi pusat hanya

memiliki kontrol secara kontraktual, maka pada devolusi daerah terbebas dari dua model

kontrol tersebut (Schneider 2003: 38).

Sedangkan desentralisasi fiskal merujuk pada seberapa besar pemerintah pusat

membagi urusan fiskal kepada pemerintahan di level bawahnya. Konsep ini mengacu pada

teori fiscal federalism yang mengedepankan prinsip maksimalisasi kesejahteraan. Prinsip yang

menurut Schneider (2003: 36) tergambar dari gabungan antara stabilitas ekonomi,

efektivitas alokasi, dan pemerataan distribusi. Yang paling penting diperhatikan di sini

adalah sampai sejauh mana setiap tingkatan pemerintahan memiliki impact dari fiskal. Jadi,

kalau terdapat sumberdaya di sebuah daerah dan dikalkulasi akan jauh lebih maksimal dan

menguntungkan jika dikelola oleh daerah, maka pemerintah pusat harus melepaskan

kewenangan pengelolaan sumber ini pada daerah. Demikian juga sebaliknya. Namun, teori

ini tak lepas dari kritik. Pranab Bardhan (2002), misalnya, mengkritik asumsi umum teori

ini yang terlalu Amerika-sentris, dan karenanya bisa jadi tidak cocok untuk diterapkan di

negara berkembang yang karakter ekonomi, model birokrasi, dan lain-lainnya sangat

berbeda.

Konsepsi teoretis desentralisasi menyiratkan pesan bahwa sejatinya desentralisasi

adalah sebuah sistem di mana pusat hanya memainkan sedikit saja peran pada beberapa atau

sebagian besar elemen utamanya. Konsep ini mulai membius perhatian dunia baik negara

Page 33: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

27JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

maju maupun berkembang pada era 1980-an. Namun demikian, ia tidak lantas dilaksanakan

secara membabi buta karena beberapa pakar menemukan bahwa desentralisasi tidak selalu

sinonim dengan nilai-nilai positif. Bersamanya juga selalu melekat impact yang negatif

(Green 2005; Schneider 2003; Adam, Dellis dan Kammas 2014).

Negara-negara maju yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and

Development (OECD) menerapkan tiga elemen utama desentralisasi, namun hingga kini

masih terus mereformulasi pola distribusi pusat dan daerah. Dalam konteks itu, para

peneliti menemukan bahwa praktik desentralisasi mereka yang sampai masuk ke wilayah

fiskal telah memperlihatkan hasil yang memuaskan. Penelitian Adam, Dellis dan Kammas

(2014), misalnya, mengkonfirmasi bahwa tingginya desentralisasi fiskal di negara-negara

OECD berkorelasi positif dengan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, terutama

sebagaimana terlihat dalam hal penyelenggaraan pendidikan dan layanan kesehatan. Meski

begitu, jika desentralisasi fiskal dibuka lebih luas lagi dari standar yang diterapkan negara-

negara OECD sekarang ia justru bisa berimbas negatif. Pada titik itu, pelayanan publik

malah bisa jadi tidak efisien (Adam, Dellis dan Kammas 2014: 44).

Bagaimana dengan negara-negara berkembang? Di negara-negara berkembang,

sejak era 1980-an, desentralisasi dianggap sebagai resep mujarab untuk mengatasi problem

akut kemandegan ekonomi dan tidak efisiennya pemerintah pusat yang sentralistik

(Schneider 2003: 33-34). Setali tiga uang dengan keyakinan internal masing-masing negara,

organisasi multilateral juga kemudian selalu menyertakan desentralisasi pada banyak

programnya di negara berkembang. Hal ini tidak aneh karena secara umum prasyarat

keberhasilan pelaksanaan desentralisasi belum sepenuhnya dimiliki oleh kelompok negara

ini. Lantas apa itu prasayarat keberhasilan desentralisasi? World Bank, sebagaimana

dijelaskan Green (2005: 2), setidaknya mengidentifikasi lima hal yaitu (1) memastikan

bahwa sumberdaya keuangan daerah sesuai atau minimal cukup untuk membiayai kapasitas

pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik; (2) masyarakat daerah harus

Page 34: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

28 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

mengetahui ongkos real dari layanan publik; (3) masyarakat juga harus bisa menyatakan

keinginan mereka dengan cara yang baik dan membangun; (4) harus ada transparansi dan

akuntabilitas dari setiap kegiatan pemerintah daerah; dan (5) sistem hukum harus sesuai

dengan tujuan utama sistem politik negara.

Namun, kemunculan desentralisasi di negara-negara berkembang biasanya

didahului oleh perubahan politik dan sosial-ekonomi atau bisa juga karena tekanan publik

(Kudo 2004: 153), bukan murni kesadaran pemerintah untuk mendistribusikan wewenang

sebagai upaya untuk menyejahterakan rakyat. Sudah begitu, sebagaimana disimpulkan oleh

Polidano dan Hulme (1999: 125-126), desentralisasi di negara berkembang ini lebih

didominasi oleh praktik devolusi otoritas politik, sementara sedikit saja perhatian yang

dicurahkan pada desentralisasi manajemen. Implikasinya, praktik desentralisasi di negara-

negara ini lebih terkonsentrasi pada pembagian wewenang politik, ketimbang bagaimana

segera mengoptimalkan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan layanan publik yang

menyejahterakan rakyatnya.

Hal lain yang menyebabkan buah desentralisasi belum segera bisa dipetik di negara

berkembang adalah fakta bahwa kapasitas personil pemerintah daerah mereka masih sangat

kurang (Polidano dan Hulme 1999: 126). Belum lagi adanya hambatan yang datang dari

kelompok elit dan kelompok kepentingan lokal. Kasus di negara-negara berkembang,

misalnya, memperlihatkan bahwa tidak sedikit dari kelompok elit dan kepentingan yang

memanfaatkan desentralisasi hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya

(Minogue 1998: 20; Caiden dan Sundaram 2004: 379). Maka alih-alih memproduksi

layanan publik yang efektif dan efisien, desentralisasi di negara berkembang tak jarang hanya

mempertontonkan adu kekuatan massa karena ketakpuasan hasil pemilihan kepala daerah

dan kemudian menjadikan pemerintahan daerah sebagai lahan subur praktik korupsi.

Satu Setengah Dekade Desentralisasi Indonesia

Page 35: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

29JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

Di Indonesia, desentralisasi dilahirkan secara berdarah-darah. Reformasi 1998

memakan korban mahasiswa dan rakyat jelata serta memorak-porandakan beberapa kota.

Hasilnya, desentralisasi yang dinamai otonomi daerah itu kemudian melahirkan sistem

politik dan pemerintahan Indonesia yang lebih demokratis dan terbuka. Pada saat yang sama

kebebasan sipil sebagaimana terlihat pada makin bebasnya pers dan partisipasi warga juga

makin tergaransi (Green 2005: 4).

Desentralisasi, yang idenya disetujui oleh semua golongan dan ideologi dari yang

paling kanan sampai ke yang paling kiri (Bardhan 2002: 185-186), di negeri ini juga diyakini

menjadi solusi untuk menciptakan pemerintahan daerah yang lebih mumpuni baik dari sisi

kebijakan politik dan administratif, maupun kekuatan keuangan daerah. Ia pada saat yang

sama akan mendorong keterlibatan lebih luas masyarakat dalam pembangunan daerah dan

menumbuhkan iklim evaluasi publik yang lebih kondusif. Dengan begitu, idealnya

pemerintah daerah akan dapat menghadirkan layanan publik yang lebih cepat dan mudah,

sanggup mengatrol pembangunan daerah karena dukungan kapasitas keuangan yang

mumpuni, dan iklim pemerintahan menjadi lebih sehat karena semakin besarnya partisipasi

masyarakat dan organisasi non-pemerintah dalam menyumbangkan gagasan maupun

memberikan evaluasi pada performa pemerintahan daerahnya.

Namun, tidak sebagaimana potret negara-negara OECD, dalam bingkai

desentralisasi berbalut negara kesatuan, Undang-Undang di Indonesia hanya

mengakomodasi dua komponen pertama dalam konsep desentralisasi (politik dan

administasi), sementara tetap mempertahankan kebijakan fiskal sebagai bagian dari otoritas

pemerintah pusat (Green 2005: 4, 9). Undang Undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah

yang secara berkala direvisi mulai dari UU No. 22/1999, kemudian UU No. 32/2004, dan

terakhir UU No. 23/2014 menempatkan urusan pemerintahan absolut seperti politik luar

negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama sebagai

domain pemerintah pusat. Dari situ, aspek pembagian administrasi terlihat sudah tidak

Page 36: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

30 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

menjadi masalah. Distribusi kewenangan politik, selain urusan politik luar negeri, juga

sepertinya sudah lebih selaras dengan konsep desentralisasi. Tetapi soal fiskal, desentralisasi

di Indonesia tampak masih menjalankannya dengan setengah hati, untuk tidak mengatakan

sama sekali tidak mengakomodasi.

Di atas segalanya, kebijakan otonomi daerah yang sudah diinisiasi sejak 1999 dan

kemudian diimplementasikan pada 2001 jelas telah mengubah Indonesia secara umum.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan atau distribusi kewenangan kini sudah semakin jelas

dan tidak lagi terpusat. Untuk hal itu UU Pemerintahan Daerah menggunakan istilah

desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (UU No. 23/2014). Desentralisasi

adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.

Sementara dekonsentrasi hanya pelimpahan sebagian urusan pemerintahan pusat kepada

kepala daerah dan instansi vertikal di wilayah tertentu. Sedangkan tugas pembantuan adalah

penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian

urusan pemerintahan pusat atau dari pemerintah provinsi kepada pemerintah

kabupaten/kota.

Postur pemerintahan daerah mengalami perubahan signifikan setelah tahun 1999.

Jumlah daerah otonom provinsi, kabupaten/kota meningkat tajam. Sampai dengan 2014

saja, menurut data Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia

(Kemendagri) 8 provinsi, 181 kabupaten, dan 34 kotamadya baru telah terbentuk. Artinya,

kini Indonesia memiliki 34 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota. Tahun 2015 dan ke

depannya, parlemen Indonesia masih dan akan terus menggodok rancangan undang-undang

untuk usulan puluhan bahkan ratusan pemekaran daerah baru.

Selain menghasilkan penambahan daerah dan mempertegas pembagian urusan

pemerintahan, 1,5 dekade praktik desentralisasi juga telah melahirkan beberapa daerah

percontohan dimana pemerintahannya sudah berjalan relatif lebih efektif, responsif dan

akuntabel. Beberapa daerah tersebut misalnya Kabupaten Sragen di Jawa Tengah dan

Page 37: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

31JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

Kabupaten Jembrana di Bali. Kabupaten Sragen telah berhasil membangun beberapa unit

pemerintahan menjadi sumber pendapatan daerah, memberikan pelatihan kejuruan bagi

warga, dan melaksanakan beberapa urusan dan manajemen pemerintahan secara elektronik

dengan lebih mengaktifkan peran serta pemerintah di tingkat terendah. Sementara

Jembrana telah berhasil merestrukturisasi unit pemerintahan dan manajemen birokrasi

secara umum, memberikan block grand dalam jumlah signifikan kepada sekolah negeri

maupun swasta, dan telah memfungsikan perizinan satu atap untuk layanan pemerintahan

(Prasojo 2008: 9-13). Ini adalah contoh nyata kemajuan daerah yang sanggup mengambil

dampak positif desentralisasi. Sebuah capaian spesial yang pada rezim sentralistik

sebelumnya bahkan sama sekali tak terbayangkan.

Namun begitu, desentralisasi Indonesia tidak sama dengan desentralisasi di negara

federal. UUD 1945, misalnya, membatasi bahwa hubungan antara pemerintah pusat dengan

daerah otonom adalah bersifat dependent-subordinate, bukan independent-coordinative seperti di

negara federal. Di sini pemerintah pusat tidak sepenuhnya melepaskan otonomi kepada

pemerintah daerah. Maka, dalam kasus pembuatan peraturan daerah (Perda) contohnya,

pemerintah daerah tidak bisa begitu saja membuat dan menetapkan peraturan. Selain tentu

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan, ia juga tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Permendagri No.

1/2014). Jika Perda melanggar hal tersebut, ia bisa dibatalkan.

PR Desentralisasi

Di luar batasan kewenangan pengelolaan urusan pemerintah daerah yang ditentukan

undang-undang, desentralisasi Indonesia jelas belum sepenuhnya terbebas dari masalah.

Beberapa kendala yang hingga saat ini menghambat laju perkembangan desentralisasi dapat

disebutkan misalnya pada kenyataan akan masih tingginya tingkat korupsi yang dilakukan

oleh pemerintah di era otonomi daerah. Dalam tiga tahun terakhir (2012-2014) Indonesia

hanya memperoleh skor 32 - 34 dari total 100 dalam indeks persepsi korupsi yang dibuat

Page 38: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

32 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

oleh Transparency International (Transparency International 2014). Skor tersebut

menempatkan Indonesia di peringkat ke-107 dari 175 negara. Artinya, Indonesia masih

berada di zona merah korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat begitu banyaknya korupsi yang

dilakukan oleh pemerintah daerah. Dari 2004 sampai dengan 2014, sebanyak 36,5 persen

tindak pidana korupsi (TPK) dilakukan oleh pemerintah daerah (provinsi dan

kabupaten/kota). Sementara TPK terbesar melibatkan unsur kementerian/lembaga yang

berjumlah tak kurang dari 44,5 persen (KPK 2014). Dari data tersebut, desentralisasi jelas

belum dapat meminimalisasi apalagi memberantas penyakit akut korupsi. Kalau begitu, apa

yang masih menjadi pekerjaan rumah desentralisasi? Green (2005: 7) mengidentifikasi

faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat korupsi elit lokal pada proses administrasi

dan kurangnya pengawasan eksternal atas kegiatan dan pembelanjaan pemerintah daerah.

Rasionalisasinya adalah karena otoritas mereka di era desentralisasi semakin meningkat, elit

dan pejabat lokal sekarang menggunakan wewenang itu untuk meminta hadiah atau suap

dalam hal, misalnya, pemrosesan administrasi dan perijinan bisnis. Si pelaku usaha, pada

titik lain, hampir tidak punya pilihan kecuali membayar urusan yang tidak transparan demi

memperlancar proses perijinan. Sementara itu, pengawasan masyarakat sipil juga masih

lemah. Kombinasi sempurna inilah yang kemudian menjadikan persoalan perizinan sebagai

ruang yang menghubungkan suap dengan praktik korupsi (Kuncoro, 2004).

Masalah lain yang dapat diidentifikasi adalah problem klasik berupa masih

ditemukannya alur birokrasi berbelit yang jauh dari prinsip efektivitas dan lambannya

respon pemerintah daerah atas keluhan masyarakat. Hal tersebut, pada gilirannya, berujung

pada ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan publik yang diberikan pemerintah. Di sini,

masalah realnya adalah kekurangan sumberdaya manusia di level pemerintahan daerah,

kultur kolot birokrasi yang masih emoh mengedepankan prinsip costumer friendly, dan

kurang berfungsinya sistem informasi pemerintah daerah. Pada faktor yang disebutkan

Page 39: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

33JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

terakhir, misalnya, sesungguhnya kini hampir tidak ada lagi pemerintahan di Indonesia baik

pada level pusat maupun daerah yang tidak memiliki situs web dan layanan elektronik.

Sayangnya, tidak semua fasilitas itu dapat diakses secara terbuka oleh publik (Kudo 2004,

hal. 167). Sehingga, arus informasi pemerintah-masyarakat dan sebaliknya menjadi

terputus.

Dengan kondisi seperti itu, maka sepertinya benar belaka jika Pepinsky dan

Wihardja (2011) menyimpulkan bahwa desentralisasi Indonesia tidak memberikan efek

positif dan kausal pada performa ekonomi secara nasional. Di tingkat lokal, pemerintah

daerah yang semakin memiliki kebebasan untuk bersaing memanfaatkan sumberdaya

produktif terhambat karena heterogenitas yang sangat luas antardaerah. Sementara

kewajiban pemerintah daerah agar akuntabel terhadap masyarakatnya sendiri kerap

menguap menjadi semata ilusi karena, terutama di daerah-daerah yang secara sosioekonomi

tertinggal, masyarakatnya tidak memiliki mekanisme punishment yang jelas dan ketat atas

kegagalan pemerintah dalam mengembangkan kebijakan yang pro-kesejahteraan (Pepinsky

dan Wihardja 2011: 352).

Meramu Pemerintah Daerah

Melihat masih berkelindannya permasalahan yang membebat proses desentralisasi,

konsepnya di Indonesia jelas memerlukan reformasi lebih lanjut. Karena desentralisasi

menjadikan pemerintah daerah sebagai pemeran utama, maka peran, fungsi dan posisi

mereka perlu direvitalisasi. Revitalisasi perlu dilakukan di berbagai aspek agar pemerintah

daerah dapat lebih efektif, responsif dan akuntabel dalam menjalankan tugas melayani

masyarakat. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah pertama, merestrukturisasi praktik

manajemen publik. Hal ini, misalnya, bisa dijalankan dengan menyederhanakan prosedur

pelayanan publik, mendefinisikan ulang posisi pegawai negeri menjadi lebih menyerupai

Page 40: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

34 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

sistem pasar, dan memfokuskan kebijakan pemerintah pada fasilitas dan layanan yang lebih

dirasakan publik secara langsung (Caiden dan Sundaram 2004: 380).

Penyederhanaan prosedur layanan publik akan dapat memangkas waktu dan biaya

dalam memroses urusan administratif. Ini penting mengingat compliance costs dalam hal

waktu pemrosesan dianggap sebagai beban yang justru lebih berat daripada monetary costs

(Lewis, 2006). Sementara pengadopsian prinsip pasar pada layanan kemasyarakatan akan

membuat pemerintah daerah menjadi lebih responsif. Menempatkan masyarakat sebagai

pelanggan seperti dalam pasar akan membuat pemerintah tertantang untuk terus melakukan

inovasi dalam rangka memenuhi demand masyarakat. Dengan begitu, selain akan dapat

menjamin pemenuhan permintaan masyarakat, pemerintah juga mestinya akan semakin

mempermudah sekaligus mempermurah ongkos urusan publik. Namun, seperti yang terjadi

di India (Caiden dan Sundaram 2004: 380), mengimplementasikan langkah tersebut

tampaknya bukanlah urusan yang mudah. Di samping mensyaratkan political will

pemerintah, ia membutuhkan kontrol yang lebih luas dan kuat baik dari internal pemerintah

maupun dari masyarakat sipil untuk memastikan akuntabilitas, efisiensi dan kualitas

layanannya.

Kedua, meningkatkan aksesibilitas informasi pemerintah. Pengelolaan sungguh-

sungguh atas informasi pemerintah secara elektronik bisa menjadi cara efektif dalam konteks

ini (Kudo 2004; Caiden dan Sundaram 2004: 379). Pengalaman Italia dalam mereformasi

manajemen publik akan sangat baik diterapkan di Indonesia. E-government yang dibangun

oleh Italia, misalnya, tidak hanya mencakup penyediaan informasi pemerintah melalui

website, tetapi juga deklarasi secara online dan e-payment (Kudo 2004: 156-158). Mereka

menerapkan sistem itu pada sektor perpajakan dan semua pengadaan yang dilakukan

pemerintah. Pada gilirannya, hal tersebut mendukung upaya pemerintah Italia dalam usaha

merasionalisasi keuangan, menjamin akuntabilitas pemerintah, menurunkan tingkat

korupsi, dan memperkuat suasana politik yang demokratis. Sekarang, yang dibutuhkan oleh

Page 41: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

35JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

Indonesia, di luar permasalahan teknologi, adalah dukungan serius terutama terkait

prosedur administrasi, sistem dan kemauan pemerintah, juga pengawasan dari masyarakat

(Caiden dan Sundaram 2004: 379; Kudo 2004: 157).

Ketiga, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) pemerintahan daerah. Tak bisa

dimungkiri bahwa kapasitas aparatur pemerintahan daerah masih menjadi pekerjaan rumah

yang berat dalam rangka menjalankan roda otonomi daerah menjadi lebih efektif dan

efisien. Yang butuh terus diperbaiki di sini adalah pola rekrutmen pegawai negeri di daerah.

Hal ini penting karena merekrut orang yang benar dan tepat lewat prosedur yang obyektif

menjadi fondasi bagi penyelenggaraan pemerintahan yang efektif (CGD 2008: 66). Hal lain

yang mesti terus dilakukan adalah upgrading kapasitas aparatur pemerintah lewat pendidikan

dan pelatihan terutama di bidang administrasi dan teknologi (Polidano dan Hulme 1999;

Kudo 2004). Peningkatan kapasitas ini sangat vital karena, sebagaimana diingatkan Caiden

dan Sundaram (2004: 380), pegawai negeri yang tidak terampil akan cenderung bergantung

pada instruksi pimpinan sehingga mudah dimanfaatkan oleh mereka yang berwatak

oportunis untuk melegitimasi sikap dan tindak korupnya.

Pada titik itu, hambatan besarnya terletak pada minimnya dukungan dan kapasitas

keuangan daerah (Green 2005: 8). Tak sedikit daerah di Indonesia yang sejatinya cukup

kaya tetapi kurang memperhatikan capacity upgrading aparaturnya, sementara daerah-daerah

yang terbilang miskin, untuk memenuhi kebutuhan wajibnya saja kadang masih tidak

sanggup, apalagi untuk memberikan dukungan keuangan bagi peningkatan kapasitas

pegawainya. Dalam konteks ini, Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan kepada seluruh

pemerintah daerah tampak belum mampu membantu menghasilkan pemerintahan yang

efektif. Sementara itu Dana Alokasi Khusus (DAK) hanya menyasar pada pemenuhan urusan

pemerintahan secara fisik. Maka model alternatif subsidi silang antara daerah yang memiliki

fiskal mumpuni dengan daerah miskin perlu terus direformulasi sehingga pemerataan tidak

Page 42: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

36 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

semata menjadi kegiatan rutin bancakan anggaran, tetapi lebih berdaya guna bagi

pembangunan daerah.

Keempat, mengintensifkan koordinasi antarlevel dan sektor pemerintahan. Hal ini

penting dilakukan untuk menjadikan kegiatan pemerintah semakin fokus dengan cakupan

yang lebih jelas. Koordinasi yang intens, menurut Green (2005: 8), akan dapat menurunkan

anggaran pemerintah, menjadikan layanan publik semakin efisien, dan pada saat yang sama

bisa mencegah maraknya korupsi. Dengan komunikasi dan koordinasi yang intens, lembaga-

lembaga pemerintah akan dapat memetakan permasalahan prioritas sekaligus dapat saling

melengkapi kegiatan antarlembaga pemerintahan, bukan hanya asal menyerap anggaran.

Dengan begitu tidak akan ada lagi kasus di mana program dengan tujuan yang sama

dijalankan oleh beberapa departemen. Kalaupun tetap terjadi persinggungan, maka lewat

koordinasi, anggaran pemerintah akan dengan mudah dipecah pada level cakupan atau

konsentrasinya.

Kelima, melakukan penataan ulang politik lokal dan penguatan penegakan hukum.

Hal ini terutama dilakukan sebagai respon atas maraknya tindak korupsi yang dilakukan oleh

pemerintah daerah. Sudah mafhum bahwa korupsi dapat membunuh semua jenis reformasi

dan membuat desentralisasi menggali lubang kuburnya sendiri (Caiden dan Sundaram 2004,

hal. 382). Desentralisasi menjadi hilang efektivitasnya dan pembangunan daerah menjadi

terhambat karena kanal anggaran disulap sementara alokasi disunat oleh okunum

pemerintah yang hanya memprioritaskan kepentingan sesaat.

Di era otonomi daerah di mana pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung,

potensi korupsi sudah bisa dibaca dari proses calon kepala daerah mengikuti kontestasi.

Sudah bukan rahasia lagi jika pemimpin daerah terpilih akan coba mengembalikan

pengeluaran kampanye mereka dengan menggunakan fasilitas pemerintah. Untuk itu,

beberapa ahli mengusulkan pentingnya pemberdayaan budaya kejujuran (Minogue 1998:

32; Green 2005: 8). Tetapi hal itu sungguh terlalu abstrak, maka yang penting diwujudkan

Page 43: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

37JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

adalah, misalnya, pengaturan standar transparansi, penciptaan kode etik pelayanan publik,

dan penguatan pengawasan baik secara internal maupun eksternal. Bersama dengan itu juga

penting hadirnya penegakan hukum yang lebih kuat. Sebab sistem hukum yang lemah

dengan hakim yang bisa dinegosiasi, misalnya, hanya akan melahirkan mekanisme hukum

yang justru menjadi ladang korupsi para elit dan lembaga hukum itu sendiri.

Keenam, memperkuat kontrol secara proporsional baik oleh pemerintah pusat

maupun masyarakat sipil. Memang benar bahwa pemerintah daerah memerlukan otonomi

untuk menjalankan desentralisasi secara efektif. Namun, kemelimpahan otonomi juga

menyimpan bahanya sendiri. Salah satu yang paling sering muncul adalah penyalahgunaan

kekuasaan yang justru bertentangan dengan tujuan desentralisasi sendiri. Oleh karena itu,

desentralisasi yang efektif juga memerlukan semacam kontrol atau pemantauan yang

proporsional dari pemerintah pusat. Hal ini misalnya dapat dilakukan lewat penerbitan

beberapa peraturan pemerintah terkait penyelenggaraan otonomi daerah. Indonesia

memang telah memiliki banyak peraturan dan petunjuk teknis untuk hal itu, namun yang

perlu terus diperjelas adalah, misalnya, soal standar pelayanan, sistem atau alat kontrol

untuk menjamin efisiensi, pengukuran kinerja, dan mekanisme audit keuangan

pemerintahan daerah (Minogue 1998: 31).

Pada titik lain, kontrol terhadap pemerintah daerah juga perlu ditunjang dengan

keterlibatan aktif masyarakat. Pelajaran dari Rajasthan India dan Proshika Bangladesh dapat

dicontoh oleh Indonesia. Di kedua daerah tersebut, sebagaimana dicatat Polidano dan

Hulme (1999: 127), masyarakat sipil berperan besar dalam memberikan tekanan dan

kontrol kepada pemerintah untuk memastikan tepat sasarannya penyaluran bantuan.

Mereka bahkan masuk pada ranah advokasi yang ditujukan untuk melindungi kelompok

bisnis lokal agar tidak mudah dimanfaatkan kepentingan sesaat pemerintah daerah. Kontrol

masyarakat sipil itulah yang pada gilirannya membuat pemerintah daerah lebih efektif dalam

mengelola bantuan dan urusan sosial lainnya. Sementara advokasi pada usaha kecil dan

Page 44: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

38 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

menengah berbuah pada terjaganya kondusivitas iklim usaha dan akhirnya meningkatkan

kesejahteraan para warga.

Kesimpulan

Desentralisasi adalah konsep yang didesain untuk mendistribusikan otoritas

pemerintahan dari pusat ke daerah. Semangatnya adalah menghilangkan kehadiran penentu

kebijakan tunggal yang sangat rawan penyelewengan. Secara teoretis ia bisa berbentuk

desentralisasi politik, administratif, dan fiskal. Pelaksanaannya di beberapa negara maju,

seperti kasus negara-negara OECD, membuahkan hasil pada semakin efektif dan efisiennya

layanan publik yang diselenggarakan pemerintah daerah.

Konsep desentralisasi menjadi booming di era 1980-an, dan sejak itu ramai diadopsi

oleh negara-negara berkembang. Pemicu praktik desentralisasi di negara berkembang

kebanyakan adalah huru-hara masalah sosio-ekonomi-politik dan tekanan publik. Maka

desentralisasi yang muncul lebih berwarna politik-administratif, kurang menyentuh wilayah

fiskal. Indonesia persis mengalami hal tersebut lewat kemunculan gerakan reformasi 1998.

UU pemerintahan daerah disyahkan dan terus direvisi untuk menyesuaikan dengan kondisi

dan coba mendekati idealitas konsepsi desentralisasi. Hasilnya, pembagian urusan

pemerintahan antara pusat dan daerah semakin diperjelas. Namun wewenang yang dimiliki

pemerintah daerah tidak tak terbatas karena UUD 1945 membatasi hubungan pusat dan

daerah sebagai dependent-subordinate. Pada soal postur pemerintahan, efek desentralisasi di

Indonesia lebih besar lagi. Ia berhasil melahirkan daerah otonom baru degan jumlah yang

sangat signifikan.

Meski dapat memunculkan beberapa daerah percontohan, penerapan desentralisasi

Indonesia masih menyisakan masalah. Maraknya korupsi yang dilakukan pemerintah daerah,

masih ditemukannya alur birokrasi berbelit, dan lambannya respon pemerintah daerah atas

Page 45: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

39JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

keluhan masyarakat adalah beberapa di antaranya saja. Untuk itu, desentralisasi perlu terus

direvitalisasi dan direformasi. Beberapa hal yang penting dipertimbangkan untuk

menciptakan pemerintah daerah yang efektif, responsif dan akuntabel di antaranya adalah

merestrukturisasi manajemen publik, meningkatkan aksesibilitas informasi pemerintah,

meningkatkan kapasitas SDM pemerintahan daerah, mengintensifkan koordinasi, menata

ulang format politik lokal dan memperkuat penegakan hukum, serta memperkuat kontrol

atas kinerja pemerintah daerah.

Referensi

Adam, A, Dellis, MD, & Kammas, P 2014, ‘Fiscal decentraliszation and public sectorefficiency: evidence from OECD countries’, Economic and Governance, vol. 15, h. 17-49.

Bardhan, P 2002, ‘Decentralization of governance and development’, Journal of EconomicPerspectives, vol. 16, No. 4, h. 185-205.

Caiden, G & Sundaram, P 2004, ‘The specificity of public service reform’, PublicAdministration and Development, vol. 24, h. 373-383.

Commission on Growth and Development (CGD) 2008, ‘The Policy ingredients of growthstrategy, part 2’, The Growth report: strategies for sustained growth and inclusivedevelopment, The World Bank, h. 33-69.

Green, K 2005, ‘Decentralization and good governance: the case of Indonesia’, MunichPersonal RePEc Archive, h. 1-11.

Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri)2014, Pembentukan daerah-daerah otonom di Indonesia sampai dengan tahun 2014.

Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Tahunan 2012, 2013, 2014, KPK, Jakarta.

Kudo, H 2004, ‘Reform of public management through ITC: interface, accountability andtransparency’, Research in Public Policy Analysis and Management, vol. 13, h. 153-174.

Kuncoro, A 2004, ‘Bribery in Indonesia: Some Evidence from Micro-Level Data’, Bulletinof Indonesian Economic Studies, Vol. 4, No. 3.

Lewis, B 2006, ‘Local Tax Effect on Business Climate’, Jakata, Mimeo.

Page 46: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Desentralisasi dan Pembangunan Daerah di Indonesia:Menciptakan Pemerintah Daerah yang Efektif, Responsif, dan Akuntabel

40 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Didi Ahmadi

Minogue, M 1998, ‘Changing the state: concept and practice in the reform of publicsector’, in M Minogue, C Polidano & D Hulme, (eds.), Beyond the new publicmanagement, Edward Elgar, Cheltenham, h. 17-37.

Osborne, D & Gaebler, T 1992, Reinventing government, Addison-Wesley, Reading, h. 1-24.

Pepinsky, TB & Wihardja, MW 2011, ‘Decentralization and economic performance inIndonesia’, Journal of East Asian Studies, vol. 11, No. 3, h. 337-371.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentangPembentukan Produk Hukum Daerah.

Polidano, C & Hulme, D 1999, ‘Public management reform in developing countries’,Public Management Review, vol.1, no. 1, h. 121-132.

Pollit, C 2002, ‘The new public management in international perspective: an analysis ofimpacts and effects’, in K McLaughlin, SP Osborne and E Ferlie (eds.), New publicmanagement: current trends and future prospects, Routledge, London, h. 274-292.

Prasojo, E 2008, ‘Reformasi birokrasi dan good governance: kasus best practices dari sejumlahdaerah di Indonesia’, makalah dipresentasikan dalam Simposium Internasional JurnalAntropologi Indonesia, h. 1-15.

Schneider, A 2003, ‘Decentralization: conceptualization and measurement’, Studies inComparative International Development, vol. 38, no. 3, h. 32-56.

Transparency International, Corruption Perceptions Index 2014, diakses pada tanggal 5Mei 2015, http://www.transparency.org/cpi2014/results.

Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999; UU No. 32 Tahun 2004; danUU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 47: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan

Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal

Provinsi Nusa Tenggara Barat

Muhammad Ali Sagalo

Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Mataram

AbstrakPembangunan sektor pariwisata tujuannya mengangkat kesejahteraan masyarakat didaerahNTB sebagai daerah pilihan para wisatawan mancanegara yang dikenal mampumemberikan kenyaman. Pariwisata NTB telah berhasil mengangkat derajat masyarakatdengan berbagai peluang pengelolaan berbagai bidang industri kreatif dan kerajinan.Sehingga sektor pariwisata NTB dianggap jalan keluar dari tingginya faktor miskin danpengangguran masyarakat. Pariwisata di NTB merupakansalah satu faktor penting bagipembangunan masyarakat. Apalagi menumbuhkan industri kreatif lebih terbuka danmeningkatnya ekonomi domestik lokal.

Kata Kunci : Strategi Pembangunan, Pengembangan, Destinasi Pariwisata UnggulanPertumbuhan Domestik Ekonomi Lokal

AbstractTourism sector development goal to lift the welfare of the people in the area NTB as the area of choicefor foreign tourists are known to provide comfort. NTB tourism has managed to elevate the public witha variety of opportunities management of a variety of creative and craft industries. So NTB tourismsectoris considered a way out of the high factor of poor and unemployed community. Tourism in NTB isanimportant factor for the development of society. Moreover, the creative industries grow more openand increasing local domestic economy.

Keywords: Development Strategy, Development, Growth Domestic Tourism Destination LeadingLocal Economy

Page 48: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

42 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Pendahuluan

Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia

yang sedang mengalami peningkatan pertumbuhan kunjungan wisatawan setiap tahun.

Pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan utama dalam menghasilkan pendapatan

(Rio S. Migang, dkk., 2010). Maka dari itu Industri pariwisata di NTB diharapkan memiliki

keterkaitan ke belakang yang kuat dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Pengembangan

industri pariwisata di NTB telah berdampak positif terhadap pendapatan regional (PDRB),

penyerapan tenaga kerja dan pemerataan distribusi pendapatan masyarakat. Dampak positif

tersebut terjadi akibat dari keterkaitan antarsektor dalam proses produksi guna memenuhi

permintaan.1

Lombok sebagai suatu Destinasi Wisata (daerah tujuan wisata) utama nasional, baik

wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantaratelah dikenal sejak lama. Kemajuan

sektor pariwisata NTB melampaui proyeksi UNDP dengan porsentase kunjungan wisatawan

mancanegara sebesar 281 porsen dan kunjungan wisatawan nusantara sebesar 86 porsen

pada tahun 1991. Sejak tahun 1990-an sektor parisiwata NTB, khususnya di pulau Lombok

dan Sumbawa secara signifikan terus meningkat hingga pada tahun 1997 ketika Indonesia

dan Asia pada umumnya dilanda krisis moneter. Tingkat kunjungan wisatawan asing,

khususnya dari negara-negara Asia menurun drastis. Keadaan ini tidak berlangsung lama,

1 Faturahman menjelaskan dalam penelitiannya bahwa dukungan dan pembinaan terhadap atraksi seni budayaperlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan struktur obyek pariwisata NTB sehingga tidak semata-matamengandalkan obyek wisata alam tetapi dapat dikembangakan seperti di daerah lain, Bali dan DIY yangmemiliki obyek wisata alam dan wisata budaya yang sama-sama berkembang dengan baik. Objek-objekwisata budaya terutama seni dan budaya, menurut pria kelahiran Lombok Timur, 29 November 1954, sangatbanyak menyerap tenaga kerja tetapi belum berperan memadai keterkaitan dan dampak bagi industripariwisata, sehingga perlu dikembangkan agar dapat menjadi objek wisata yang menjadi setingkat denganobyek wisata alam sebagaimana peranan seni budaya pada daerah tujuan wisata lainnnya seperti Bali dansebagainya. Sementara penyerapan tenaga kerja dari industri pariwisata di bidang jasa hiburan dan atraksibudaya diakuinya cukup besar yakni mampu menyerap sekitar 30 ribu orang tenaga kerja dari 47 ribu tenagakerja yang bekerja di bebagai sektordi NTB. Selain atraksi seni budaya, imbuhnya, industri mutiara perlumendapat perhatian khusus dalam hal pembinaan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dandukungan dalam proses perdagangan terutama dalam proses promosi. (HumasUGM/GustiGrehenson,http://ugm.ac.id/id/berita/41211.sektor.penyusun.industri.pariwisata.di.ntb, diakses pada tanggal10 Januari 2015).

Page 49: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

43JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

yakni pada tahun 1999 sektor pariwasata sudah mulai menunjukkan kegairahannya hingga

tahun 2000 ketika bom mengguncang pulau Bali sebagai barometer pariwisata nasional.

Pulau Lombok dan Sumbawa merupakan daerah yang memiliki banyak tujuan wisata

yang dikunjungi oleh para wisatawan lokal maupun asing. Namun karena kurangnya

promosi membuat daerah yang ada di pulau Lombok dan Sumbawa jarang dikenal oleh para

wisatawan. Dengan mengacu pada perkembangan pariwisata di Propinsi Nusa Tenggara

Barat dimulai sejak tahun 1967 hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan

(SK) Gubernur KDH Tingkat I Nusa Tenggara Barat tanggal 28 Mei 1967 No. 256/Sek.

1/3/1967, tentang pembetukan Badan Pembimbing Kepariwisataan Daerah untuk

merencanakan pengembangan industri pariwisata NTB yang dipusatkan di Lombok Barat.

Namun secara yuridis penetapan kawasan industri pariwisata di provinsi Nusa Tenggara

Barat dimulai sejak tahun 1989 hal tersebut sesuai dengan SK Gubernur NTB No. 2 tahun

1989 tentang penetapan 15 kawasan pariwisata di NTB yaitu; 9 yang terdapat di pulau

Lombok diantaranya Senggigi, Gili Gede, Suranadi, Kuta, Selung Blanak, Sade (Rambitan),

Gili Indah, Gunung Rinjani, dan Gili Sulat. Sedangkan di pulau Sumbawa terdapat 6

kawasan industri pariwisata, yaitu Moyo, Pantai Maluk, Pantai Hu’u, Gunung Tambora,

Bima dan Sape (Dwi Sudarsono, dkk. 1999: 4).

Selain wisata alamnya seperti; laut, pantai maupun Gunung, Lombok juga memiliki

wisata budaya. Atraksi wisat budaya banyak kita jumpai di pulau Lombok seperti tari

Gendang Beleq, Peresean, upacara Bau Nyale (Festival Bau Nyalae) di pantai Seger, Kuta,

Pujut Lombok Tengah. Selain itu juga terdapat beberapa peninggalan sejarah seperti;

Taman Narmada, Pura Lingsar, Taman Mayura, dan lain sebagainya. Seiring dengan

hadirnya pariwisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat berdampak pula pada adat-istiadat

masyarakat setempat termasuk sosial budayanya (I GustiBagusRaiUtama,tanpatahun).

Terkait dengan perkembangan pariwisata di Lombok dan Sumbawa,maka

pengembangan pariwisatanyaharus dengan konsep yang mengarah pada pembangunan

Page 50: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

44 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

pariwisata berkelanjutan. Adapun dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan itu sangat

erat kaitanya dengan bagaimana manajemen destinasi pariwisata itu sendiri yang dalam hal

ini adalah manajemen destinasi wisata yang ada di pulau Lombok menuju pembangunan

pariwisata berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut salah satu aspek yang perlu ditata

adalah pariwisata budaya yang ada di pulau Lombok karena daya tarik ini sangat potensi

dalam rangka pembangunan pariwisata berkelanjutan di Lombok sebab selain Lombok

memiliki potensi budaya yang unik juga manajemennya harus sesuai dengan konsep-konsep

pariwisata berkelanjutan.

Salah satu bentuk manajemen destinasi pariwisata pulau menuju pembanguanan

pariwisata berkelanjutan di Lombok adalah dalam Pariwisata budaya sebab hal tersebut

tersebut merupakan salah satu atraksi wisata penting di pulau Lombok baik itu dengan

konsep penggunaan air yang bagus seperti di salah satu destinasi budaya di Lombok, yaitu di

Pura Lingsar maupun di Taman Narmada. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya yang

ada guna mendukung pembagunan pariwisata berkelanjutan itu harus memperhatikan

beberapa aspek diantaranya adalah aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya. Oleh

karenanya salah satu bentuk manajemen destinasi wisata pulau menuju pembanguanan

pariwisata berkelanjutan di Lombok adalah dalam bentuk pariwisata budaya.2

2 Kepariwisataan dapat dipandang sebagai sesuatu yang abstraks, misalanya saja suatu gejala yangmelukiskan kepergian orang-orang dalam negaranya sendiri (pariwisata domestik) atau penyebrangan orang-orang pada tapal batas suatu negara/pariwisata internasional (Salah Wahab, 1976:3). Proses bepergian inidapat menyebabkan terjadinya interaksi, dan hubungan-hubungan, saling pengertian insani, perasaan-perasaan, persepsi, motivasi, tekanan-tekanan, kepuasan, kenikmatan, dan lain sebagainya diantara sesamapribadi atau antarkelompok. Secara khusus kepariwisataan dapat dipergunakan sebagai suatu alat untukmemperkecil kesenjangan, saling pengertian diantara negara-negara yang sudah berkembang, yang biasanyaadalah negara-negara sumber wisatawan atau negara pengirim wisatawan. Pada dasarnya bagian-bagian darigejala pariwisata terdiri dari tiga unsur yaitu; manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata),tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yangdihabiakan dalam perjalan ini sendiri dan selam berdiam di tempat tujuan). Unsur waktu dapat bervariasisesuai dengan jarak diantara titik pemberangkatan dengan negara atau daerah tujuan wisata, alat transportasiyang dipergunakan, lamanya mengvinap di tempat tujuan tersebut dan sebagainya(Dinas Pariwisata Seni danBudaya, 2002, Profil Pariwisata Lombok Barat, (Data Base) tahun 2002, Pemerintah Kabupaten LombokBarat).

Page 51: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

45JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Kegiatan pariwisata memberikan manfaat yang cukup besar dalam perekonomian suatu

Negara, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kegiatan di sektor-sektor lain secara tidak

langsung. Adapun manfaat kegiatan kepariwisataan bagi suatu Negara dan daerah

diantaranya:

1. Pariwisata adalah faktor penting untuk menggalang persatuan bangsa yang rakyatnya

memiliki daerah yang berbeda, dialek, adat-istiadat, dan cita rasa yang beraneka ragam;

2. Pariwisata menjadi faktor penting dalam mengembangkan ekonomi, karena kegiatannya

mendorong perkembangan sektor ekonomi nasional lainnya. Selain hal tersebut di atas

secara nasional tujuan kepariwisataan adalah sebagai berikut;3

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat;

c. Menghapus kemiskinan;

d. Mengatasi pengangguran;

e. Melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya;

f. Memajukan kebudayaan;

g. Mengangkat citra bangsa;

h. Memupuk rasa cinta tanah air;

i. Memperkukuh jadi diri dan kesatuan bangsa; dan

j. Mempererat persahabatan antarbangsa.

Selain itu juga, daya tarik wisata (atraksi wisata) merupakan suatu hal yang mutlak

diperlukan guna menghidupkan dunia kepariwisataan termasuk di dalamnya adalah

kebudayaan yang unik seperti halnya yang ada di Lombok Nusa Tenggara Barat. Terkait

dengan hal tersebut, menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009

tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan

3 Undang-undang Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009.

Page 52: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

46 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Keadaan alam, flora dan

fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan

sejarah, seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumberdaya dan modal

pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat

sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Yoeti (2006:55-56) daya tarik wisata dibagi

menjadi empat (4) bagian yaitu (Salah Wahab, 1996):

1. Daya tarik wisata alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai dan

pemandangan alam lainnya;

2. Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yang meliputi arsitektur bersejarah dan

modern, monumen, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko dan tempat-tempat

perbelanjaan lainnya;

3. Daya tarik wisata budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni, teater, hiburan,

dan museum;

4. Daya tarik wisata sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa, kegiatan

sosial masyarakat, fasilitas dan pelayanan masyarakat.

Selain empat komponen tersebut, daya tarik wisata juga harus memiliki komponen

aksesibilitas dan amenitas.4 Menurut Damanik dan Weber (2006:13) daya tarik wisata yang

baik sangat terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orisinalitas, otentisitas, dan

keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat

pada suatu daya tarik wisata. Orisinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni

seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda

dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan orisinalitas,

4 Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan daya tarik wisata yang satudengan daya tarik wisata yang lain di daerah tujuan wisata mulai dari transportasi darat, laut dan udara.Aksesibilitas juga mencakup peraturan atau regulasi pemerintah yang mengatur tentang rute dan tarifangkutan (Damanik dan Weber, 2006:12-13).

Page 53: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

47JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai

daya tarik wisata.

Daya tarik wisata budaya atau pariwisata budaya di Lombok merupakan salah satu

bentuk pariwisata yang sangat potensial untuk pemabagunan pariwisata berkelanjutan. Dan

berikut adalah beberapa atraksi wisata yang terkait dengan pariwisata budaya menuju

pariwisata berkelanjutan diantaranya (Sartika, ArindaCici, 2011):

a. Pura Lingsar

Kompleks Pura dan Kemaliq Lingsar merupakan kompleks taman yang besar dengan

bangunan pura di dalamnya. Bangunan Pura sendiri tidak begitu besar tetapi mempunyai

beberapa keistimewaan. Pura ini terdiri atas tiga kompleks, yaitu kompleks Pura Lingsar

(Pura Gaduh), kompleks Kemaliq, dan kompleks Pesiraman.

Berdasarkan fungsinya, bangunan-bangunan yang terdapat di Pura/Taman Lingsar ini

dapat kita kelompokan menjadi 3 kelompok bangunan, yaitu:

1. Kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh).Pura ini dikelilingi oleh tembok dari batu bata dengan

tinggi 3,51m, tebal 85 cm, dan diberi pintu utama di sebelah barat bagian tengah.

Tembok batu bata ini disebut pula Kori Agung. Bagian dalam halaman pura (jeroan

pura) terdapat bangunan-bangunan suci, diantaranya adalah Bale Banten, penyungsungan

Betara Gunung Agung, penyungsungan Betara Alit Sakti di bukit,penyungsungan Betara

Ngerurah, penyungsungan Betara Gunung Rinjani, Bale Pararianan dan Bale Pawedaan.

2. Kompleks Kemaliq. Kompleks ini dikelilingi oleh Penyungsungan Betara Gde Lingsar (Betara

Lingsir),petaulan atau pratina, Arca Garuda Wisnu, Bale Sekepat,dan Bangunan Baru.

3. Kompleks Pesiraman.Kompleks ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu Pesiraman Laki-laki

(Permandian untuk kaum laki-laki) dan Pesiraman Perempuan (Permandian untuk kaum

wanita). Di dalam Kompleks Pesiraman ini terdapat beberapa bangunan, yaitu bangunan

betara bagus belian, pancuran, dan Pancuran Loji.

Page 54: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

48 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

b. Taman Narmada

Sebuah tujuan wisata bak surgawi berupa taman tetirah keluarga kerajaan, sekaligus

tempat suci penyelenggaraan aktivitas religi yang unik dan amat tenteram dengan

panorama Gunung Rinjani yang eksotis yang berada di Taman Narmada, Lombok Nusa

Tenggara Barat. Kalau Kota Yogyakarta memiliki Tamansari sebagai tempat wisata yang

merupakan taman kerajaan atau pesanggrahan bagi kerabat Keraton Yogyakarta, di

Lombok juga terdapat sebuah taman serupa yang disebut dengan Taman Narmada.

Taman Narmada ini dahulu kerap dipakai sebagai tempat peristirahatan keluarga raja dan

sebagai tempat suci bagi umat Hindu dalam mengadakan upacara adat Pekelem.

Taman Narmada dibangun tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, yakni Anak

Agung Ngurah Karangasem. Pemilihan nama Narmada juga tidak lepas dari agama Hindu

yang dianut oleh raja dan rakyat pada masa itu. Narmada diambil dari kata Narmadanadi,

nama sebuah anak Sungai Gangga di India yang dianggap suci oleh umat Hindu.

Penggunaan air di dalam Taman Narmada ini memberikan satu pelajaran penting, yaitu

bagaimana seharusnya kita menggunakan air secara baik dan benar, karena sistem

penggunaan air yang ada di taman Narmada ini adalah sistem yang sangat bagus dimana

penggunaan mata air alami, yaitu mata air yang selalu mengalir sepanjang zaman tanpa

harus merusak ekosistem yang ada.

Jika dalam pembangunan kepariwisataan menggunakan sumberdaya secara bijak itu

berarti bahwa salah satu indikator pengembangan pariwisata berkelanjutan dapat

terwujud. Sebab, air merupakan salah satu hal yang terpenting dalam pembangunan

kepariwisataan terutama untuk pariwisata berkelanjutan “sustainable tourism development”.

Salah satu upaya yang sangat menarik guna menggunakan air secara bijak adalah bahawa

ternyata air itu bisa membuat awet muda, selain air itu sebagai salah satu sumber

kehidupan. Di samping itu juga di Taman Narmada ini adalah sebuah bangunan yang

disebut Balai Petirtaan yang sumber airnya berasal dari Gunung Rinjani dan merupakan

Page 55: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

49JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

pertemuan antara tiga sumber mata air, yaitu Lingsar, Suranadi, dan Narmada. Karena

mata airnya berasal dari Gunung Rinjani dan tempat pertemuan tiga sumber mata air,

maka air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya dapat menjadikan orang yang meminum

dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda.

Sebagai bangunan tua dan bersejarah, Taman Narmada tidak lepas dari mitos.

Mitos yang berkembang di sana dan dipercaya sebagian orang adalah khasiat awet muda

dari mata air di dalam kompleks taman ini. Taman Narmada memang dipenuhi dengan

kolam, parit, dan pancuran. Air ini mengalir sepanjang hari tanpa kenal henti. Di

beberapa lokasi, air dijatuhkan menjadi pancuran. Pancuran itu sering dimanfaatkan

pengunjung untuk membasuh muka dan cuci tangan. Air yang melimpah dan bening ini

memang mengagumkan. Tidak heran jika berkembang mitos bahwa yang mandi atau

sekadar membasuh muka dan dari taman ini dipercaya akan awet muda karena kondisi

airnya yang sejuk dan bening belum tercemar polusi. Boleh jadi air yang berasal dari

Pegunungan Rinjani ini mengandung banyak mineral yang bermanfaat bagi kesehatan

kulit. Mineral-mineral ini akan membantu menunda penuaan dini dengan memberikan

efek pelembapan. Apalagi dengan meminum air yang kaya mineral, selain merupakan

cara yang ampuh menunda proses penuaan, berkhasiat menjaga kesehatan (Tengku Nor

RizanTengkuMohdMaasum, 2011).

Antara taman Narmada dan Pura Lingsar mempunyai kemiripan serta kaitan yang

erat terutama dalam hal kebudayaan dan pariwisata Lombok. Dalam hal ini kita

mendapat pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya membina kerukunan serta

saling toleransi antarsesama supaya tercipta keharmonisan dalam hidup termasuk di

dalamnya adalah bagaimana seharusnya kita menjaga hubungan baik dengan alam

lingkungan sekitar. Disamping itu juga di Lombok terdapat berbagai tradisi, kebudayaan,

adat-istiadat maupun kesenian yang hingga kini masih dilestarikan seiring dengan

berkembangnya pariwisata:

Page 56: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

50 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

a. Tari Gendang Beleq;

b. Peresean;

c. Bau Nyale;

d. Sade.

Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) fokus padapembangunan dan

pengembangan destinasi pariwisata unggulan sebagai upaya menarik minat wisatawan baik

dalam negeri maupun luar negeri. Destinasi yang memiliki daya tarik spesial sebagai pusat

pembangunan seperti wilayah tenun khas suku sasak di desa Sade, Gili Trawangan, Gili Air,

Pulau Satonda dan Gili Meno. Hal ini dilakukan mulai tahun 2014 hingga tahun 2016.

Pelaksanaan perencanaan pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata

unggulan didasarkan pada peraturan daerah (perda) yang telah ditetapkan guna memperjelas

arah pengembangan pariwisata terpadu. Dasar-dasar tersebut misalnya bertolak pada

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata

di NTB. Kemudian Perda ini sudah diperbarui karena bertentangan dengan Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025 yang merupakan penjabaran dari Undang

Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1999 sebagai pengganti UU Nomor 9 Tahun 1999 tentang

kepariwisataan.

Setelah diterbitkan regulasi rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional,

maka harus ada rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah yang ditetapkan melalui

peraturan daerah yang telah diperbarui.Dengan demikian, perda rencana induk

pembangunan pariwisata daerah Nusa Tenggara Barat lebih mempertegas kawasan

pengembangan pariwisata di wilayah NTB, yang disesuaikan dengan MP3EI (Masterplan

Page 57: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

51JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Perencanaan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) (Ahmad Kamal Abdullah,

2011: 92).

Untuk menetapkan arah kebijakan pengembangan pariwisata terpadu dan program

strategis kepariwisataan di wilayah NTB, maka disiapkan regulasi ditingkat daerah sesuai

dengan arah pembangunan dan pengembangan pariwisata dalam jangka panjang dan jangka

menengah yang memiliki pengaruh positif terhadap potensi pariwisata dari sisi produk,

pasar, spasial, sumberdaya manusia, manajemen, dan aspek lainnya.Dengan begitu,

diharapkan pariwisata NTB tumbuh dan berkembang serta berkelanjutan bagi proses

pembangunan dan pengembangan wilayah yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, regulasi tersebut juga untuk mengatur peran setiap lintas instansi sektoral, pelaku

bisnis, maupun lintas daerah/wilayah, agar dapat mendorong pengembangan pariwisata

secara sinergis dan terpadu.

Sesuai dengan konsep pembangunan maritim dan konsep MP3EI, maka provinsi Nusa

Tenggara Barat berada dalam koridor yang sama dengan provinsi lain dalam pembangunan

dan pengembangan pariwisata dan ketahanan pangan. Ada empat pilar pembangunan

pariwisata daerah Nusa Tenggara Barat, yang meliputi pelaku pariwisata, media, lingkungan

dan destinasi. Pengembangan empat pilar pembangunan pariwisata daerah NTB, tentu

membutuhkan pola penataan kawasan pengembangan dan pembenahan infrastruktur yang

telah ada. Anggaran daerah untuk pembangunan dan pengembangan destinasi di tahun 2014

lebih banyak dari anggaran promosi mencapai Rp 18 miliar dan anggaran promosi hanya

sebesar Rp 2 miliar saja dari sebelumnya Rp 7 miliar lebih. Hal ini, merupakan upaya serius

pengembangan potensi pariwisata NTB dilakukan meskipun porsinya relatif berkurang

dibanding tahun sebelumnya. Pasalnya, program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012

sampai sekarang ini dan akan terus dilakukan telah sukses melampui target dengan angka

kunjungan mencapai 1.163.142 wisatawandengan rincian 752.306 wisatawan mancanegara

Page 58: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

52 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

dan wisatawan nusantara 876.816 orang, bahkan lebih dan setiap tahun mengalami

peningkatan yang luar biasa.

Capaian ini didukung oleh promosi yang masif dan terarah oleh pemerintah dan

pelaku usaha pariwisata.Namun, pada sisi obyek wisata, masih perlu dilakukan penataan dan

penyediaan sarana serta fasilitas pendukung yang lebih representatif, misalnya "rest area"

(shelter), kamar mandi atau tempat bilas, musalla atau masjid serta tempat sampah (Raihanah

M.M, 2013: 33). Dalam melakukan upaya penataan destinasi, bila hanya mengandalkan

pemerintah kabupaten/kota berdasarkan kewenangannya, belum dapat dilaksanakan secara

optimal, mengingat kapasitas fiskal pemerintah kabupaten/kota relatif terbatas.Karena itu,

dialokasikan anggaran penataan destinasi pariwisata dalam jumlah yang cukup memadai dari

Pemerintah Provinsi NTB sekaligus mengurangi anggaran promosi.5

Berbagai macam bentuk pembangunan dan pengembangan pusat destinasi pariwisata

NTB, seperti pulau Gunung Satonda yang merupakan gunung api seluas 2.600

hektardijadikan taman wisata laut yang memiliki danau airasin di tengah pulau.

Diperkirakan danau terbentukakibat letusan Gunung Tambora sehingga mengakibatkan

tsunami hingga menerjang Kaldera Gunung Satonda pada tahun 1815. Lalu pembangunan

"open stage" (panggung terbuka) Udayana Kota Mataram, penataan infrastruktur jalan

lingkar Gili Air Lombok Utara, pembangunan fasilitas wisata di Aik Nyet Sesaot Lombok

Barat, pembuatan "geo trail" Timbanuh untuk menuju Gunung Rinjani Lombok Timur dan

pembangunan jalur pendakian Gunung Tambora Kabupaten Dompu, Gunung Barujari yang

5Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat saat ini fokus membenahi destinasi wisata untuk meningkatkankunjungan wisatawan ke daerah itu. Pada tahun 2015 Disbudpar selain melakukan promosi langsung di dalamdan luar negeri, juga membenahi obyek wisata yang ada di Pulau Lombok dan Sumbawa. Dinas Kebudayaandan Pariwisata NTB mencatat angka kunjungan wisatawan hingga akhir 2014 mencapai 1.629.122 orang.Berdasarkan angka kunjungan itu, Pemprov NTB pada 2015 terus melakukan pembenahan danpengembangan di berbagai bidang, terutama destinasi wisata yang menjadi daya tarik wisatawan.Pembenahan difokuskan pada destinasi wisata yang tidak dikelola oleh investor. Beberapa obyek wisatamasih perlu dilakukan penataan dan penyediaan sarana dan fasilitas pendukung yang lebih representatif.Muhammad Nasir, Kembangkan Destinasi Pariwisata Unggulan Nusa Tenggara Barat(http://travel.kompas.com/read/2013/12/23/1416077/NTB.Fokus.Kembangkan.Destinasi.Pariwisata.UnggulanDiakses pada tanggal 18 februari 2015).

Page 59: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

53JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

terletak di Kaldera Gunung Rinjani (3.726 mdpl) merupakan gunung baru yang muncul di

Kaldera karena adanya aktivitas vulkanik yang disebut zona inti Gunung Rinjani. Gunung

baru terakhir meletus 2009 dan menciptakan kawah baru di sisi timur. Kemudian destinasi

unggulan yang ada di kabupaten Sumbawa bagian Timur, yakni pantai panjang ketapang

jemplung sebagai pusat wisata kuliner, dan pulau Moyo Kabupaten Sumbawa.

Pembenahan destinasi wisata bukan hanya untuk mendatangkan wisatawan dan

membuatnya betah untuk berwisata ke NTB, tetapi banyak dampak positif yang secara tidak

langsung bermanfaat bagi masyarakat sekitar lokasi wisata, yakni peningkatan taraf ekonomi

yang sangat luar biasa dan terjadinya perubahan atas pergerakan pendapatan masyarakat

Nusa Tenggara Barat.Destinasi wisata juga bertujuan mendatangkan wisatawan, sektor ini

bisa berperan dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja, atau memberi peluang usaha di

bidang pariwisata yang dikelola masyarakat sekitar.

Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah provinsi NTB adalah menggandeng

kelompok sadar wisata dalam membangun destinasi wisata untuk membantu dalam

pengembangan dan upaya menarik wisatawan datang berkunjung (Hang Siew Ming, 2011:

201).Kelompok yang dibentuk memelihara dan menjaga destinasi wisata unggulan.Dengan

demikian, wisatawan akan merasa nyaman ketika berwisata dan keramahtamahan

masyarakat lokal juga harus ditingkatkan serta kondusifitas keamanan destinasi harus baik.

Pada masa ini berbagai macam upaya dilakukan dalam membangun pariwisata NTB dan

mengejar ketertinggalan di berbagai bidang dan sektor dengan diluncurkan sejumlah

program, seperti Gerbang Emas Bangun Desa,pembanguan Bandara Internasional Lombok.

Tidak hanya itu, ada kepastian investasi dari Emaar Properties Dubai Uni Emirat Arab untuk

mengembangkan Lombok Tourism Development Corporotion (LTDC) di Lombok Tengah bagian

selatan dan World Islamic Travel Mart (WITM) serta Join International Seminar on Islamic Tourism

2015. Pemerintahan daerah provinsi bersama masyarakat Nusa Tenggara Barat terus

bergegas meretas jalan kebuntuan harapan menuju terwujudnya NTB Berdaya Saing.

Page 60: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

54 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Bahkan pemerintah NTB menerapakan tempat wisata syariah yang bekerjasama

antara WITM Malaysia dengan NTB. Dipilih sebagai lokasi wisata Islami karena

menyediakan paket wisata syariah yang didukung mayoritas penduduk yang beragama

Islam.Setidaknya ada tiga indikasi NTB dijadikan lokasi wisata syariah, yakni

pertama,keberadaan penghafal Al-Quran; kedua, predikat Pulau Seribu Masjid; dan

ketiga, banyaknya pondok pesantren dan kota-kota santri di Pulau Lombok dan Pulau

Sumbawa.Lombok dan pulau Sumbawa itu memang indah,sangat cocok pariwisata Islami.

Tujuan lain, wisata syariah adalah dapat memenuhi kebutuhan para pelancong dari dalam

dan luar negeri, khususnya yang beragama Islam. Sejumlah restoran, pedagang kaklima,

gerai makanan, ‘warteg’ dan lain sebagainya juga menyediakan makanan yang telah terjamin

dan tersertifikasi halal.Di Lombok dan pulau Sumbawa, cukup banyak pondok pesantren

yang kerap dikunjungi wisatawan mancanegara. Para turis itu pun menjadikannya sebagai

tempat belajar. Pondok pesantren dijadikan tempat wisata syariah antara lain Pondok

pesantren Muhammadiyah, Nurul Haramain Narmada, Nurul Hakim, dan Al-Islahuddiny di

Lombok Barat, Qomarul Huda Bagu di Lombok Tengah, serta Nahdlatul Wathan di Pancor

dan Anjani, Lombok Timur.

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Unggulan

Instrumen branding strategi promosi pariwisata mewakili gambaran besar entitas

pariwisataNusa Tenggara Barat, hendaknya juga mengakomodir berbagai kepentingan

masyarakatdengan tujuan sosialisasi,apa yang disebut "Holiday is Lombok Sumbawa", sekaligus

pemetaan produk wisata NTB menuju e-Tourism tahun 2015.Branding pariwisata NTB,

Holiday is Lombok Sumbawa sudah bagus. Hanya saja terjebak dalam kata holiday (liburan)

saja. Karena orang yang datang ke Lombok dan Sumbawa itu bukan untuk liburan semata,

tetapi juga ada kepentingan lain seperti rapat, bisnis, olahraga, pendidikan (studi banding),

dan lainnya.

Page 61: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

55JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Gagasan dalam menjawab tantangan pariwisata pada masa depan, pertama,

peningkatan kualitas riset pariwisata. Kita memahami riset yang bagus akan

menghasilkan database yang kuat. Database yang kuat adalah pijakan yang tepat pula dalam

menentukan kebijakan pariwisata. Metode risetnya diharapkan mampu memberikan

gambaran tentang tren pasar pariwisata dunia saat ini dan bagaimana tingkat kepuasan

wisatawan yang datang ke Indonesia. Kedua, inovasi e-tourism Indonesia, yakni digitalisasi

semua proses dan rantai nilai dalam industri pariwisata, baik itu dalam bidang perjalanan,

perhotelan, makanan, maupun kerajinan yang semua produk tersebut dipromosikan secara

terintegrasi satu pintu, one stop tourism promotionservice. E-tourism Indonesia ini diharapkan

memaksimalkan efisiensi, efektivitas, dan memperluas jangkauan dampak promosi secara

eksternal. Sistem ini mampu membuat pariwisata Indonesia lebih mendunia dan mudah

diakses informasinya secara internal. Sistem ini diharapkan mampu jadi terobosan teknologi

yang memudahkan pemerintah pusat dan daerah dalam bersinergi melaksanakan program

pariwisata nasional. Ketiga, peningkatan kualitas sadar wisata. Pembangunan pariwisata

dikatakan berhasil jika pelaksanaannya tak saja mampu mendatangkan wisatawan yang

menyejahterakan masyarakat secara ekonomi, juga menghadirkan kesadaran6 di hati setiap

individu untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan kelestarian daerah tujuan wisata yang

mereka tinggali. Program peningkatan sadar wisata selain pendekatan klasik, perlu juga

strategi komunikasi publik yang kreatif dan menyentuh dalam penyampaian pesan tentang

perilaku sadar wisata kepada masyarakat.7

6DPR di Tengah Pusaran Politik Oligarki, AA GN ARI DWIPAYANA (Kliping Kompas/19April2011)7Tidak ada yang menyangsikan negeri ini kaya keanekara gaman budaya, banyak pilihan tujuan wisata yangtersebar dari Sabang hingga Merauke, semakin menguatkan kalau Indonesia benar-benar zamrudkhatulistiwa. Pariwisata Indonesia tidak bisa lepas dari permasalahan klasik yang membelitnya. Tantanganpada zaman digital tentunya lebih beragam lagi. Hal yang menarik adalah target kunjungan 20 juta wisatawanyang dicanangkan Kementerian Pariwisata merupakan angka yang fantastis, hampir dua kali lipat daripencapaian kunjungan wisatawan selama ini. Dibutuhkan lebih dari sekadar kerja keras menyusun cetak birustrategi promosi yang diikuti agenda pembenahan dan perbaikan, mulai dari tingkat pelayanan, regulasi,infrastruktur, ICT, SDM, dan aspek pendukung hingga ke daerah

Page 62: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

56 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Keempat, pembangunan wisata syariah. Dibandingkan negara lain, seperti Malaysia,

Thailand, Cina, dan Uni Emirat Arab, Indonesia termasuk telat melaksanakan program

wisata syariah sebagai diversifikasi produk pariwisata yang mencoba meraih pasar potensial

wisatawan Muslim mancanegara. Padahal, Indonesia sangat kaya akan keindahan alam yang

bisa menjadikannya favorit Muslim friendly destination. Apalagi kriteria wisata syariah, seperti

makanan halal, penunjuk arah kiblat, dan tempat salat sudah bagian dari kehidupan

masyarakat Indonesia yang memang mayoritas Muslim.

Kelima, peningkatan kualitas SDM pariwisata. Ini sangat berkaitan dengan Masyarakat

Ekonomi Asean (MEA) 2015, bagaimana menyiapkan SDM pariwisata yang mumpumi

untuk menjawab persaingan dengan tenaga kerja asing. SDM pariwisata Indonesia yang

unggul harus ditunjang latar belakang pendidikan yang secara akademis dan praktis siap

pakai dan adaptif terhadap permintaan industri pariwisata. SDM pariwisata yang siap pakai

masih sedikit dan belum merata. Institusi pendidikan pariwisata kerap kewalahan

menghasilkan mahasiswanya yang sesuai harapan pasar pariwisata. Kualitas pemanduwisata

(guide) Indonesia yang harus juga ditingkatkan dari segi kemampuan berbahasa asing dan

kualitas layanan.

Untuk itu, pemerintah kabupaten/kota seluruh NTB sebagai garda terdepan dalam

mempromosikan berbagai potensi pariwisata agar terus melakukan upaya branding

kepariwisataan tersebut.Tentu tidak luput untuk mendengar masukan masyarakat, baik dari

pelaku usaha wisata, seniman/budayawan, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama,

tokoh pemuda, maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat.Sementara itu

pengembangan sektor pariwisata tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masa kini. Maka,

pemerintah daerah harus membangun pariwisata berkelanjutan (eco tourism).Bahkan, respon

para wisatawan, segala hal yang berbau pelestarian, termasuk di bidang pariwisata, selalu

(http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/12/30/nhe7j5-banyak-wna-miliki-lahan-di-lokasipariwisata-di-ntb. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).

Page 63: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

57JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

mendapat atensi cukup besar.Karena itu, keindahan Lombok dan Sumbawa dari ratusan

pulau-pulau kecil di sekitarnya memiliki potensi yang sangat besar manfaatnyasehingga

dapat direncanakan dan dilaksanakan secara maksimal, bertujuan memberi dampak besar

bagi kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, dalam memberikan izin kepada para investor agar diperhatikan betul.

Apakah site plan (rencana pembangunan) yang ditawarkan sudah memenuhi kriteria-kriteria

seperti ditetapkan pemerintah.Jangan sampai masyarakat merasa asing dengan lingkungan

sendiri.8 Untuk itu, setiap pembangunan hendaknya tetap harus memperhatikan ruang

publik. Sehingga tidak ada gesekan dengan masyarakat ke depannya.BrandingHoliday is

Lombok Sumbawa diharapkan tidak terbatas wacana tetapi menjadi spirit (semangat) bagi para

wisatawan bahwa memilih Lombok dan Sumbawa sebagai tujuan kedatangan, entah rapat,

bisnis, olahraga, atau lainnya yang merupakan langkah tepat.

Maka oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata di

sejumlah daerah di Provinsi NTB dilakukan secara sinergitas dan terpadu antara pemerintah

dengan pihak swasta, misalnya pembangunan sektor pariwiata bidang kuliner didahului

dengan pelatihan dan pembinaan oleh pihak pemerintah Dinas Pariwisata, Perindustrian dan

perdagangan serta Dinas Koperasi dengan melibatkan Koperasi Unit Desa (KUD) dan

perbankan terutama Perusahaan Daerah yang bergerak pada Bank Perkreditan Rakyat (PD

BPR) tersebar sampai ke kecamatan dan desa.Dengan demikian, pemerintah setempat

membangun pusat kegiatan seperti; pusat perbelanjaan hasil kerajinan tangan bahan mutiara

8Selain itu, diantara permasalahan yang ada bahwa sekitar gunung Rinjani salah satu objek wisata, banyakditemukan fakta bahwa Warga Negara Asing (WNA) yang membeli lahan di lokasi pariwisatauntukdigunakan sebagai tempat usaha dengan modus menikahi orang daerah. Hingga saat ini WNA yang membelilahan di Lombok sudah banyak jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Namun, hal tersebut menyebabkanpermasalahan yang membuat repot pemerintah. Oleh karena itu, menurutnya pihak Badan KoordinasiPenanaman Modal (BKPM) harus membatasi tentang kepemilikan modal usaha pariwisata. Kepemilikanmodal usaha pariwisata di Lombok harus jelas dan dibatasi. Warga negara Asing yang tidak memiliki izinkerja di Indonesia bisa bekerja di objek wisata meski memakai izin liburan. Termasuk salah satunya sebagaiinstruktur snorkeling. Kondisi tersebut, membuat masyarakat lokal yang menjadi instruktur tidak bisaberkembang (http://cikalnews.com/read/6841/24/12/2014/ntb-susun-branding-pariwisata. Diakses padatanggal 18 Februari 2015).

Page 64: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

58 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

dan lainnya, pusat penjualan kuliner berikut fasilitas infrastruktur berupa sarana jalan,

transportasi dan lain-lain. Hasilnya lumayan, bisa mendominasi PAD (Pendapatan Asli

Daerah). Di Kabupaaten Lombok Tengah, misalnya baru 3 tahun bisa menghasilkan PAD

sekitar Rp. 110 Miliar (70%)yang bersumber dari sektor pariwisata.9 Kegiatan pembangnan

sektor kepariwasataan berkembang sangat pesat hingga menyaingi Provinsi Bali.

Dana promosi pariwisata yang bersumber dari APBD 2010 itu, dialokasikan dalam

dua tahapan masing-masing Rp250 juta dari APBD murni dan Rp1,4 miliar dari APBD

perubahan. Selanjutnya, dukungan anggaran untuk BPPD NTB di 2011 mengalami

peningkatan karena total anggaran program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 untuk

promosi pariwisata yang dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi NTB juga

bertambah menjadi Rp7,5 miliar dari sebelumnya hanya sebesar Rp1,5 miliar. Pada 2013

dialokasikan anggaran untuk BPPD NTB sebesar Rp7 miliar, namun pada APBD murni

2014 dikurangi menjadi Rp2 miliar saja, karena anggaran pengembangan pariwisata NTB

lebih mengarah kepada penataan destinasi dengan dukungan anggaran sebesar Rp18 miliar.

Kepengurusan BPPD Provinsi NTB periode 2010-2013 telah berakhir terhitung 31 Januari

2013, sehingga dilakukan proses pemilihan pengurus baru.

Apalagi, pembangunan oleh perusahaan konsorsium di bidang properti The Blacksteel

Group dengan membangun kawasan superblok lombok city center di Kabupaten Lombok NTB

untuk mengapreasiasi budaya dan pesona alam. Pembangunan superblok di atas 8,8 hektar

lahan menjadi pusat perbelanjaan, pengembangan ekonomi kreatif terbesar pertama di NTB

dengan tenant nasional dan internasional. Lombok dan Sumbawa merupakan sasaran

strategis untuk mengembangkan bisnis properti, ekonomi kreatif dan meningkatkan daya

saing masyarakat NTB.Dengan demikian, pembangunan diyakini dapat meningkatkan

9Buku ikhtisar data pembangunan Nusa Tenggara Barat, tahun 2001.Published 2001 oleh BadanPerencanaan Daerah, ProvinsiNTB in Indonesian.

Page 65: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

59JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

destinasi pariwisata, MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), tingkat kunjungan

wisatawan dan lainnya.10

Pertumbuhan Domestik Ekonomi Kreatif Lokal

Pengembangan pariwisata pemicu pertumbuhan ekonomi kreatif sebagai aktivitas

bisnis dan berdagang yang dapat meningkat kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan

pariwisata membutuhkan tangan-tangan kreatif masyarakat untuk menghidupkan lalu lintas

ekonomi dalam setiap ruang kehidupan masyarakat. Demikian pula kekuatan ekonomi

kreatif, juga membutuhkan pasar yang sasarannya adalah masyarakat di berbagai daerah.

Perpaduan itu, dapat bersinergi dalam rangka membangun ekonomi masyarakat. Kawasan

pariwisata yang potensial memerlukan unsur masyarakat yang mutlak harus libatkan secara

intens dalam pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif. Ini sebagai bentuk membangun

kepercayaan dan partisipasi dalam pengembangan pariwisata ekonomi kreatif. Telah banyak

memang yang telah dilakukan, tetapi karena tidak adanya komunikasi, informasi dan

sosialisasi sehingga masyarakat menganggap itutidak membangun pariwisata.11

Aspek tersebut diharap dapat tumbuh dan berkembang secara positif serta

berkelanjutan serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengembangkan sektor

pariwisata dalam rangka menyatukan arah pembangunan yang dilakukan provinsi maupun

daerah. Dengan harapan tidak terjadinya perbedaan-perbedaan yang berpotensi

menghambat pengembangan dan pembangunan. Pemerintah harus berorientasi pada upaya-

10Prayitno, Pembangunan Pariwisata Lombok Sumbawa(http://www.beritasatu.com/forum-bisnis/186288-lombok-city-center-tingkatkan-pariwisata-ntb.html. Diakses pada tanggal 19 Februari 2015).11Sejauh ini pemerintah daerah telah membuat program Focus Group Discussion (FGD) Pariwisata EkonomiKreatif. Melalui program ini nantinya pemda akan libatkan seluruh unsur bidang pariwisata seperti parapengusaha, pelaku wisata, seniman, budayawan dan unsur lainnya yang berkaitan. Melalui FGD tersebutnantinya pemda akan menghimpun masukan saran dan sekaligus membangun partispasi masyarakat. Denganterbangunnya dialog dan komunikasi aktif ini diharapkan warga dan para pemerhati pariwisata mengetahuiapa yang menjadi program kerja pemda, apa yang telah dilakukan dan apa rencana kedepan(http://www.gaungntb.com/2015/01/pembangunan-pariwisata-dan-ekonomi-kreatif-perlu-masukan-warga.Diakses pada tanggal 18 Februarai 2015).

Page 66: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

60 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

upaya pertumbuhan, ekonomi kreatif, peningkatan kesempatan kerja, pengurangan

kemiskininan, serta pelestarian lingkungan yang berkaitan tentang pariwisata. Tentu dalam

hal ini masalah keamanan di kawasan pariwisata tidak bisa kita pinggirkan, sebab itu sangat

berpengaruh terhadap minat kunjungan wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Keberadaan Perda No. 7 Tahun 2013 tentang Ripparda, menuntut suatu usaha dari berbagai

pihak. Hal ini demi mengimplementasikan visi pariwisata NTB, yaitu terwujudnya NTB

sebagai destinasi Indonesia yang berdaya saing secara Internasional (EndangMulyani, dkk.,

2007: 117).

Namun dari sisi lain, pentingnya pembangunan pariwisata juga harus dilihat konteks

pertumbuhan ekonomi kreatif yang berasal dari berbagai hasil pertanian dan hasil kerajinan

lainnya.Sektor pertanian dan kerajinan merupakan andalan di Provinsi Nusa Tenggara Barat,

sehingga masih tergolong sebagai daerah agraris. Penyerapan tenaga kerja di sektor

pertanianpun masih tertinggi. Hampir 50 persen dari tenaga kerja yang bekerja di sektor

ini. Sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian di NTB besarannya nomor 2 (dua)

setelah sektor pertambangan dan penggalian yang didalamnya terdapat produksi konsentrat

tembaga sebagai komoditas ekspor. Provinsi NTB ditetapkan sebagai daerah swasembada

beras dan juga sebagai salah satu daerah penyangga pangan nasional. Tahun 2012, Luas

Panen padi di NTB meningkat 1,77 persen atau 7.386 ha. Sedangkan peningkatan produksi

padi di NTB tahun 2012 sebesar 2,28 persen atau 47.094 ton.

Hal ini mengalami peningkatan karena pasokan sektor pariwisata untuk segala bidang

yang ada. Tersedianya sarana perdagangan diberbagai pusat pariwisata dapat menjadi salah

satu indikator kemajuan perekonomian. Hasil Podes 2014 mencatat sebanyak 242

desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional kerajinan dengan bangunan berdiri

diatasnya untuk menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan lokal dan mancanegara.

Sementara kalau saja diukur dari perkembangan ekonomi kreatif Provinsi NTB sangat pesat,

yakni perekonomian Provinsi NTB tahun 2014 yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Page 67: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

61JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 82,45 triliun dan PDRB

perkapita mencapai Rp17,27 juta. Sedangkantanpa sub kategoripertambanganbijihlogam,

PDRB Provinsi NTB atasdasarhargaberlakuadalahsebesarRp 75,64triliun. Kemudian,

EkonomiProvinsi NTB tahun 2014 tumbuh 5,06 persensedikitmelambatdibandingtahun

2013 sebesar 5,15 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan

usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 31,04 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan

tertinggi dicapai oleh komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit sebesar 11,66

persen.Tanpa sub kategori pertambangan bijih logam, ekonomi Provinsi NTB tumbuh

sebesar 6,15 persen mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar

5,40 persen.

Pentingnya pengembangan sektor pariwisata berbasis natural destinasi dalam

membangun sektor pariwisata guna mengangkat kesejahteraan masyarakat di

daerahmasihdiakui. Karena itu, program Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012 sampai

sekarang ditandai dengan banyak pelaku pariwisata yang gencar mempromosikan objek

wisata andalan dan mendorong kemajuan ekonomi kreatif di NTB sehingga pemerintah

pusat pun sangat mengatensi program tersebut.12Seluruh pengeluaran wisatawan, terdapat

sebanyak 20 persen habis untuk akomodasi, hiburan dan restoran. Sedangkan, 25 persen

transportasi, 5 persen sektor jasa dan 10 persen hasil kreatif.Sehingga, dampak ekonomi

dari sisi jumlah penerimaan pelaku pariwisata dari wisatawan domestik maupun

mancanegara mencapai lebih dari Rp 3,1 triliun. Niai investasi Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) pariwisata pada triwulan I tahun 2015 mencapai Rp.290-an miliar dan

Penanaman Modal Asing (PMA) senilai 38-an juta dollar Amerika.

12Program VLS 2012 sendiri diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di kawasan wisataSenggigi, Kabupaten Lombok Barat, NTB, pada 6 Juli 2009 lalu, dan kini, Gubernur NTB telah pulameluncurkan program VLS lanjutan yakni, VLS jilid II dengan target kunjungan dua juta wistawan pada2015 mendatang dirangkaikan dengan dua abad meletusnya Gunung Tambora yang konon letusannya palingdahsyat se-dunia hingga kini.Diakses pada tanggal 18 Februarai 2015).

Page 68: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

62 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Dari survey Venue Magazine edisi Maret 2012-2015 bahwa NTB menempati posisi

kelima nasional sebagai daerah pilihan yang dikunjungi para wisatawan mancanegara di

Indonesia. Peringkat pertama masih dipegang Bali, disusul PulauKomodo, Yogyakarta dan

Jakarta. NTB masih lebih menarik dan mendunia dimata para wisatawan asing dibandingkan

destinasi tersohor lainnya, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara

dengan Bunaken-nya, maupun kawasan Raja Ampat di Papua.Survey ini, memperkuat hasil

survey sebelumnya yang dilakukan Bank Indonesia, Mataram, menyebutkan 90,45 persen

wisatawan yang mengunjungi NTB akan kembali mengunjungi Lombok Sumbawa. Sekali

lagi, fakta ini muncul ditengah fasilitas dan penataan obyek wisata yang masih terus harus

dibenahi.

Dari jumlah pengunjung tersebut, dapat diketahui bahwa Indeks Tendensi Konsumen

(ITK) yang terdiri dari wisatawan mancanegara dan dalam negeri merupakan indeks

komposit persepsi rumah tangga mengenai kondisi ekonomi kreatif yang mereka

kembangkan sebagaimana diperlukan oleh konsumen dan perilaku konsumsi terhadap situasi

perekonomian pada triwulan berjalan.Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014

di NTB sebesar 108,11menggambarkan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan IV-2014

meningkat dibandingkan keadaan triwulan III-2014, namun tingkat optimisme wisatawan

sebagai konsumen menurundibandingkan triwulan sebelumnya (nilai ITK Triwulan III-2014

sebesar 111,54).

Membaiknya kondisi ekonomi konsumen utamanya didorong oleh pendapatan rumah

tangga yang meningkat (106,32) dan rendahnya pengaruh inflasinya terhadap konsumsi

makanan yang ditunjukkan oleh nilai indeks 103,12. Sedangkan nilai ITK Provinsi NTB

pada Triwulan I-2015 mendatang diperkirakan sebesar 106,67 artinya diperkirakan akan

terjadi peningkatan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 mendatang walaupun

tingkat optimisme lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2014 yang lalu. Membaiknya

kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 yang akan datang diperkirakan karena

Page 69: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

63JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

akan adanya peningkatan pendapatan rumah tangga konsumen (ITK= 108,45), dan rencana

untuk pembelian barang tahan lama (ITK= 103,53).13

Sedikitnya sebelas sektor penyusun industri priwisata yang memberikan dampak

ekonomi cukup kuat di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Enam sektor diantaranya

memiliki keterkaitan dalam pengembangan industri, sektor industri mutiara, restoran,

angkutan travel dan wisata, perhotelan non berbintang, angkutan udara dan industri ukiran

kayu. Sisanya, perhotelan berbintang, industri gerabah, penukaran uang, atraksi budaya dan

pramuwisata menjadi sektor kunci.

Dengan demikian, pertumbuhan pendapatan domestik masyarakat dari industri

kreatif harus diutamakan perspektif indikator kebahagiaan keluarga dan lingkungan

masyarakat. Kita bisa melihat data statistik bahwa indeks kebahagiaan NTB tahun 2014

sebesar 69,28 pada skala 0 - 100 rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap

individu. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin bagus,

demikian pula sebaliknya, semakin rendah nilai indeks maka penduduk semakin tidak bagus.

Indeks komposit yang disusun oleh tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kesehatan,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga, ketersediaan

waktu luang, hubungan sosial, kondisi rumah, dan aset, keadaan lingkungan, dan kondisi

keamanan.14

Dengan naik turunnya tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan

dari hasil penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi. Maka, memicu terjadinya inflasi

secara terus menerus. Kita lihat pada bulan Januari 2015 Nusa Tenggara Barat mengalami

inflasi sebesar 0,47 persen. Angka inflasi ini berada di atas angka deflasi nasional yang

tercatat sebesar 0,24 persen. Wilayah Nusa Tenggara Barat, inflasi Kota Mataram sebesar

13Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014 Di Nusa Tenggara Barat Sebesar 108,11,Rilis: Kamis,5 Pebruari 2015 updated: Kamis, 12 Pebruari 2015 - 09:40:16 WITA. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.14BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indeks Kebahagiaan Nusa Tenggara Barat Tahun 2014Sebesar 69,28, Rilis:Kamis, 5 Pebruari 2015 updated: Kamis, 12 Pebruari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=133. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).

Page 70: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

64 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

0,45 persen dan Kota Bima mengalami inflasi sebesar 0,58 persen.Inflasi Nusa Tenggara

Barat bulan Januari2015 sebesar 0,47 persen terjadi karena adanya kenaikan indeks pada

kelompok bahan makanan sebesar 2,17 persen; sandang 1,44 persen; perumahan, air,

listrik, gas dan bahan bakar 1,14 persen; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,79

persen; pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,25 persen dan kesehatan 0,11 persen.

Sedangkan penurunan indeks terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa

keuangan 3,57 persen. Laju inflasi Nusa Tenggara Barat tahun kalender (Januari2015 –

Desember 2014) sebesar 0,47 persen, dan laju inflasi tahun ke tahun (Januari2015 –

Januari2014) sebesar 6,21 persen.15

Nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember 2014 sebesar

US$114.371.523, angka ini mengalami peningkatan 149,00 persen jika dibandingkan

ekspor November 2014 yang bernilai US$45.931.478. Ekspor pada bulan Desember 2014

sebagian besar atau 52,95persen ditujukan ke Negara Jepang, Korea Selatan sebesar 30,27

persen dan Cinasebesar 15,83 persen.Jenis barang yang diekspor sebagian besar senilai

US$113.264.707 (99,03%) berupa konsentrat tembaga; perhiasan/permata (0,89%) dan

ikan dan udang (0,04%).Nilai Impor pada bulan Desember 2014 bernilai US$11.971.247,

nilai ini mengalami peningkatan 35,67 persen dibanding dengan BulanNovember 2014 yang

sebesar US$8.824.087. Sebagian besar Impor berasal dari Negara Thailand (28,58%),

Jepang (27,55%),danCina (15,09%).Jenis barang impor dengan nilai terbesar adalah

karetdanbarangdarikaret (27,78%), plastik dan barang dari plastik (27,41%) dan benda-

benda dari besi dan baja (18,84%).16

15BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, bulan Januari 2015 Nusa Tenggara Barat Mengalami InflasiSebesar 0,47 Persen, Rilis: Senin, 2 Pebruari 2015 updated: Selasa, 3 Pebruari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=125. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).16BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember2014 Sebesar Us$ 114.371.523,Rilis Senin, 2 Februari 2015, updated Selasa, 3 Februari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=126. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).

Page 71: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

65JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Penyebab inflasi dan deflasi dari perekonomian Nusa Tenggara Barat adalah

meningkatnya jumlah penumpang yang datang menggunakan angkutan laut pada bulan

Desember 2014sampai 2015 sebanyak 3.830orang, naik 13,62 persen dibandingkan bulan

November 2014. Demikian pula jumlah penumpang yang berangkat mengalami

peningkatansebesar 19,11 persen. Jumlah penumpang yang datang melalui penerbangan

domestik pada bulan Desember 2014 sebanyak 114.153orang, naik 13,61 persen dari bulan

November 2014. Demikian pula jumlahpenumpang datang melalui penerbangan

internasional, mengalamipeningkatan 37,92persen dibandingkan bulan November

2014.Jumlah penumpang yang berangkat melalui penerbaangan domestik sebanyak 104.695

orang pada bulan Desember 2014, naik 3,23 persen dari bulan November 2014. Demikian

pula penumpangberangkatmelaluipenerbanganinternasionalnaik 13,97 persen dibandingkan

bulan November2014.17

Pada bulan November 2014 tingkat penghunian kamar (TPK) hotel bintang

mengalami penurunandibandingkan bulan Oktober 2014. TPK bulanNovember 2014

tercatat sebesar 47,30 persen, turun 5,12point dibandingkan keadaan bulan Oktober 2014

dengan TPK 52,42 persen. Demikian pula jika dibandingkan dengan TPK bulan November

2013 yang mencapai 63,56 persen, turun 16,26 point. Rata-rata lama menginap (RLM)

tamu hotel bintang pada bulan November 2014 tercatat 2,18 hari, turun 0,29 hari

dibandingkan dengan RLM bulan Oktober 2014 yang tercatat 2,47hari.

Demikian pula bila dibandingkan dengan RLM bulan November 2013 yang mencapai

2,58 hari, terjadi penurunan 0,40 hari. Jumlah tamu yang menginap pada hotel bintang

bulan November 2014 tercatat 49.917 orang, jumlah ini mengalami penurunan 6,50 persen

dibanding tamu bulan Oktober 2014 yang sebanyak 53.390 orang. Namun jika

dibandingkan dengan bulan November 2013, yaitu sebanyak 44.584 orang, mengalami

17Jumlah Penumpang yang Datang Melalui Penerbangan Domestik pada Bulan Desember 2014 Sebanyak114.153 Orang, Rilis: Senin, 2 Pebruari 2015 updated: Selasa, 3 Pebruari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=128. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015).

Page 72: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

66 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

peningkatan sebesar 11,96 persen.TPK hotel non bintang pada bulan November 2014

tercatat 26,47 persen, turun 0,25 point dibandingkan dengan TPK bulan Oktober 2014

yang tercatat 26,72 persen. Demikian pula bila dibandingkan dengan TPK bulan November

2013 yang mencapai 31,82 persen, turun 5,35 point. Rata-rata lama menginap (RLM)

hotel non bintang pada bulan November 2014 mencapai 1,78 hari, naik 0,06 hari

dibandingkan bulan Oktober 2014. Demikian pula bila dibandingkan dengan RLM bulan

November 2013 yang tercatat 1,71 hari, naik sebesar 0,07 hari.18

Kalau dihubungkan dengan perkembangan jumlah penduduk miskin di Nusa

Tenggara Barat pada September 2014 mencapai 816,62ribuorang (17,05 persen),

berkurang 4,20 ribuorang (0,19persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret

2014 yang sebesar 820,82ribu orang (17,24 persen).Selama periode Maret – September

2014, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 15,13ribu orang (dari

370,18 ribuorang pada Maret 2014 menjadi 385,31ribuorang pada September 2014),

sementara di daerah perdesaan berkurang sebanyak 19,33 ribu orang (dari 450,64orang

pada Maret 2014 menjadi 431,31ribuorang pada September 2014).Penduduk miskin di

daerah perkotaan pada Maret 2014 sebesar 18,54 persen, bertambah menjadi 19,17 persen

pada September 2014. Sedangkan, untuk penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang,

yaitudari16,31 persen padaMaret 2014menjadi 15,52 persen pada September 2014.Peranan

komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan

komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Ini terjadi baik

di Perkotaan maupun perdesaan. Pada September 2014, sumbangan Garis Kemiskinan

Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,51persen untuk perkotaan dan 79,24

persen untuk daerah perdesaan.Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai

18Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=114. Di akses pada tanggal 26 Februari 2015).

Page 73: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

67JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan adalah beras, rokokkretek

filter,gulapasir, telurayamras, mie instan, dan bawang merah.

Komoditi bukan makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di

perkotaan adalah, sedangkan di perdesaan sendiri adalah perumahan, pakaian jadi anak-

anak, angkutan, bensin, kayu bakar, pakaian jadi perempuan dewasa dan pendidikan.Pada

periode Maret – September 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami

kenaikandari 2,560 pada Maret 2014 menjadi 2,922 pada September 2014. Ini

mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauh dari

Garis Kemiskinan dan terjadi ketimpangan pengeluaran penduduk.Begitu juga Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami kenaikan, dari 0,606 pada Maret 2013 menjadi

0,722 pada September 2014. Dengan naiknya P2 berarti semakin tersebar penduduk

miskinnya dari garis kemiskinan.19

Sehingga, kalau dihitung dari berbagai faktor diatas dengan kalkulasi data yang ada.

Maka, pertumbuhan produksi rata-rata industri manufaktur mikro dan kecil provinsi NTB

tahun 2014, adalah:20

a. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturMikrodan Kecil (IMK)Provinsi NTB (q-to-

q) triwulan IV tahun 2014 turunsebesar 8,48 persendariproduksiIndustritriwulan III

tahun 2014;

2. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturMikrodan Kecil Propinsi NTB (y-on-y)

triwulan IV tahun 2014 turunsebesar 3,82 persendibandingtriwulan yang

samapadatahun 2013;

3. Pertumbuhanproduksi rata-rata IndustriManufakturMikrodan Kecil Provinsi NTB

tahun 2014 naiksebesar 6,26 persendibandingpertumbuhan rata-rata padatahun 2013;

19Ketahanan ekonomi lokal provinsi Nusa Tenggara Barat, September 2014 Mencapai 17,05 Persen(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=117. Di akses pada tanggal 21 Februari 2015).20BPS NTB, Pertumbuhan Produksi Rata-rata Industri Manufaktur Mikro Dan Kecil Provinsi NTB Tahun2014 Naik Sebesar 6,26 %,Senin, 2 Februari 2015(http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=130. Di akses pada tanggal 21 Februari 2015).

Page 74: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

68 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

4. PertumbuhanproduksiIndustriManufakturBesardanSedang (IBS) Propinsi NTB (q-on-

q) padatriwulan IV tahun 2014 turunsebesar 1,06 persendariproduksi IBS triwulan III

tahun 2014;

5. PertumbuhanproduksiIndustriBesardanSedang (IBS) Provinsi NTB (y-on-y)

padatriwulan IV tahun 2014 naiksebesar 8,93 persendibandingtriwulan yang

samapada Tahun 2013;

6. Pertumbuhanproduksi rata-rata IndustriManufakturBesardanSedang (IBS) Provinsi

NTB tahun 2014 naiksebesar 4,17 persendibandingpertumbuhan rata-rata padatahun

2013.

Penutup

Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran

untuk mengetahui strategi pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata provinsi

Nusa Tenggara Barat, adalah sebagai berikut:

Kesimpulan

Provinsi Nusa Tenggara Barat sedang gencar melakukan pembangunan dan

pengembangan destinasi pariwisata. Hal ini dilakukan untuk memberikan efek kesejahteraan

kepada masyarakat, utamanya masalah ketahanan pangan.Gambaran destinasi pariwisata

Nusa Tenggara Barat, membutuhkan masyarakat dengan tujuan sosialisasi atau "Holiday is

Lombok Sumbawa"dan sekaligus pemetaan produk wisata NTB menuju e-Tourism tahun 2015.

Pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata Provinsi NTB dilakukan secara

sinergitas antara pemerintah dengan pihak swasta, misalnya bidang kuliner, industrial,

perdagangan dan koperasi usaha kecil.Pengembangan pariwisata pemicu pertumbuhan

ekonomi kreatif sebagai aktivitas bisnis dan berdagang yang dapat meningkat kesejahteraan

bagi masyarakat.Aspek tersebut menumbuhkankesejahteraan masyarakat secara positif dan

Page 75: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

69JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

berkelanjutan. Peningkatan tersebut karena tersedianya sarana perdagangan diberbagai

pusat pariwisata sebagai indikator kemajuan perekonomian. Tahun 2014 sebanyak 242

desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional kerajinan dan bangunan untuk

menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan lokal, dan mancanegara. Sehingga dari

sektor ini kesejahteraan masyarakat dari ekonomi kreatif Provinsi NTB sangat pesat, yakni

dapat diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

berlaku mencapai Rp 82,45 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp. 17,27 juta.

Membaiknya kondisi ekonomi konsumen utamanya didorong oleh pendapatan rumah

tangga yang meningkat (106,32) dan rendahnya pengaruh inflasinya terhadap konsumsi

makanan yang ditunjukkan oleh nilai indeks 103,12. Sedangkan nilai ITK Provinsi NTB

pada Triwulan I-2015 mendatang diperkirakan sebesar 106,67 artinya diperkirakan akan

terjadi peningkatan kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 mendatang walaupun

tingkat optimisme lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2014 yang lalu.Dengan

demikian, pertumbuhan pendapatan domestik masyarakat dari industri kreatif harus

diutamakan perspektif indikator kebahagiaan keluarga dan lingkungan masyarakat. Kita bisa

melihat data statistik bahwa indeks kebahagiaan NTB tahun 2014 sebesar 69,28 pada skala 0

- 100 rata-rata dari angka indeks yang dimiliki oleh setiap individu.

Dengan naik tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan dari hasil

penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi.Hal ini mengalami peningkatan karena pasokan

sektor pariwisata untuk segala bidang yang ada. Tersedianya sarana perdagangan diberbagai

pusat pariwisata dapat menjadi salah satu indikator kemajuan perekonomian. Hasil Podes

2014 mencatat sebanyak 242 desa/kelurahan (21,21%) sudah ada pasar tradisional

kerajinan dan bangunan diatasnya untuk menyiapkan kebutuhan para pelancong, wisatawan

lokal dan mancanegara. Sementara kalau saja diukur dari perkembangan ekonomi kreatif

Provinsi NTB sangat pesat, yakni perekonomian Provinsi NTB tahun 2014 yang diukur

Page 76: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

70 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai

Rp. 82,45 triliun dan PDRB perkapita mencapai Rp. 17,27 juta.

Dengan naiknya tingkat aktivitas masyarakat dan terpengaruhnya pendapatan dari

hasil penjualan kerajinan maupun usaha ekonomi kreatif lainnya. Maka, justru menambah

nilai ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat bulan Desember 2014 sebesar US$114.371.523,

angka ini mengalami peningkatan 149,00 persen jika dibandingkan ekspor November 2014

yang bernilai US$45.931.478.Sementara perkembangan jumlah penduduk miskin di Nusa

Tenggara Barat pada September 2014 mencapai 816,62ribuorang (17,05 persen),

berkurang 4,20 ribuorang (0,19persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret

2014 yang sebesar 820,82ribu orang (17,24 persen). Komoditi ekonomi kreatif

menentukan besar dan kecilnya nilai pendapatan dan mengguranggi angka kemiskinan, baik

di perkotaan maupun perdesaan. Rata-rata sudah tidak mengeluh untuk mendapatkan dan

pembelian rumah, pakaian, ongkos angkutan, bensin, kayu bakar,dan pendidikan.

Saran

Sarana kepada pemerintah Provinsi Nusa tenggara Barat adalah:

1. Pembangunan dan pengembangan pariwisata perspektif ketahanan pangan harus terus

dilakukan di seluruh provinsi NTB;

2. Strategi promosi pariwisata harus melibatkan dunia pendidikan dan masyarakat luas

serta memberikan keramahan pada para pelancong maupun turis mancanegara;

3. Perkuat Piarisasi Holiday is Lombok Sumbawa, sebagai konsep menjanjikan sebuah

pariwisata yang bisa mendatangkan investasi besar-besaran;

4. Sinergitas dan terpadu antara pemerintah dengan pihak swasta dalam pengembangan

pariwisata segala bidang;

5. Menumbuhkan industri kreatif sehingga masyarakat dapat menikmati secara leluasa;

Page 77: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang Pertumbuhan

Domestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

71JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

6. Memperkuat peraturan tentang tidak diperbolehkan kepada turisme asing dan lokal

dari daerah lain untuk melalukan transaksi penjualan barang ekspor maupun impor

dari negara lain;

7. Proteksi terhadap seluruh produk luar negeri yang mengancam produk lokal dan

mempersempit ruang gerak turisme khusus pada industri kreatif bahwa mereka tidak

boleh membeli tanah, berjualan, menikah illegal, dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka

Fathurrahman, Pengembangan Pariwisata Nusa Ttenggara Barat, Humas UGM,

http://ugm.ac.id/id/berita/412-11.sektor.penyusun.industri.pariwisata.di.ntb

Diakses padatanggal 10 Januari 2015.

Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, 2002, Profil Pariwisata Lombok Barat, (Data Base) tahun

2002, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.

Undang-undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009, Jakarta: Harvarindo.

Salah Wahab, 1996. Manajemen Kepariwisataan, cetakan ketiga, Paradnya Paramita, Jakarta.

Damanik dan Weber, 2006, Eksotisme Pariwisata NTB, Institute for Global Justice,Jakarta.

Sartika, Arinda Cici, 2011. Pembangunan Pariwisata “Oceaneo Ecotourism” padaObyekWisata

Gili Trawangan, Universitas Brawijaya.

Muhammad Nasir, Kembangkan Destinasi Pariwisata Unggulan Nusa Tenggara Barat,

http://travel.kompas.com/read/2013/12/23/1416077/NTB.Fokus.Kembangka

n.Destinasi.Pariwisata.Unggulan. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.

Prayitno, Pembangunan Pariwisata Lombok Sumbawa,http://www.beritasatu.com/forum-

bisnis/186288-lombok-city-center-tingkatkan-pariwisata-ntb.html. Diakses pada

tanggal 19 Februari 2015.

Page 78: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Strategi Pembangunan dan Pengembangan Destinasi PariwisataUnggulan Berkelanjutan dalam Menopang PertumbuhanDomestik Ekonomi LokalProvinsi Nusa Tenggara Barat

72 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Muhammad Ali Sagalo

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan IV-2014 Di Nusa Tenggara Barat Sebesar

108,11,Rilis: Kamis, 5 Pebruari 2015 updated : Kamis, 12 Pebruari 2015 -

09:40:16 WITA. Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.

BPS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indeks Kebahagiaan Nusa Tenggara Barat

Tahun 2014 Sebesar 69,28,Rilis kamis, 5 Feb 2015 updated : Kamis, 12 Februari

2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=133. Diakses

pada tanggal 18 Februari 2015.

BPS NTB, Jan 2015 NTB Mengalami Inflasi Sebesar 0,47 %, Senin, 2 Februari

2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=125. Diakses

pada tanggal 18 Februari 2015.

BPS NTB, Nilai Ekspor Provinsi Nusa Tenggara Barat,Des 2014 Sebesar Us$ 114.371.523,Senin,

2 Feb 2015, http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=126.

Diakses pada tanggal 18 Februari 2015.

BPS NTB, Jumlah Penumpang Yang Datang Melalui Penerbangan Domestik Pada Bulan Desember

2014 Sebanyak 114.153 Orang,Senin, 2 Februari

2015.http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=128. Diakses

pada tanggal 18 Februari 2015.

BPS NTB, Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara

Barathttp://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=114. Di akses

pada tanggal 26 Februari 2015.

BPS NTB, Ketahanan ekonomi lokal provinsi Nusa Tenggara Barat, September 2014 Mencapai

17,05 Persen, Jumat, 2 Jan

2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=117.

BPS NTB, Pertumbuhan Produksi Rata-rata Industri Manufaktur Mikro Dan Kecil Provinsi NTB

Tahun 2014 Naik Sebesar 6,26 Persen,Senin, 2 Februari

2015,http://ntb.bps.go.id/index.php?page=brs&act=view&brs_id=130.

Page 79: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-MusrenbangMencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi

Infrastruktur dalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan

Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

Rusdianto

Peneliti Pusat Studi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Sekolah Tinggi Ilmu

EkonomiAhmad Dahlan (STIE-AD) Jakarta

Abstrak

Mengagas komunikasi e-musrenbang merupakan metode baru dalam pembangunan daerah yang

dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya inefisiensi waktu dan

anggaran dalam penyerapan masukan, saran, kritik maupun aspirasi dari masyarakat. Sehingga

agenda maksimalisasi pembangunan infrastruktur yang menjadi penunjang kesejahteraan masyarakat

dapat diukur sistem akuntabilitas kinerja pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan

tersebut.

KataKunci:Komunikasi E-Musrenbang,MaksimalisasiInfrastruktur, Akuntabilitas Investasi

Pembangunan

Abstract:

Notions e-musrenbang communication is a new method in regional development carried out by the

government. It aims to prevent inefficiencies in the absorption time and budget input, suggestions,

criticisms and aspirations of the community. Thus maximizing infrastructure development agenda into

supporting public welfare measurable performance accountability system of government in the

implementation of the sustainable development.

Page 80: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

74 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

Keywords: Communication E-Musrenbang, Maximalization Infrastructure, Development Investment

Accountability

LatarBelakang

Krisis pèmbangunan merupakan masalah klasik bangsa Indonesia. Kegagalan realisasi

program kesejahteraan bagi masyarakat tidak dapat dipungkiri. Puluhan tahun bangsa ini

melaksanakan pembangunan, tampaknya masih jauh dari kenyataan, apalagi pembangunan

tidak berorientasi memyeluruh pada aspek penting kehidupan negara.

Menurut Merlinta Sembiring (2013:12) bahwa kinerja pembangunan yang diwujudkan

dalam pertumbuhan pembangunan baik ekonomi, budaya, politik dan lapangan kerja belum

optimaldalam menjawab tantangan disparitas distribusi pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat. Meski begitu, momentum musrenbang dilaksanakan sebagai aktivitas tahunan

dengan perencanaan pembangunan yang boleh dibilang mengagumkan. Tetapi, program

perencanaan itu sungguh ironis, hanya 40 persen terealisasi dan justru pada saat bersamaan

angka pengangguran semakin meningkat dan membumbung tinggi.

Pembangunan belum menjadi arus perubahan masyarakat untuk mengantar Indonesia

pada pertumbuhan ekonomi ke level 6,0 porsen sebagaimana keinginan bersama.

Seharusnya hasil pembangunan mencapai optimum kalau dilihat dari rencana yang telah

disepakati. Padahal, program yang ditetapkan dalam musrenbang bisa menumbuhkan dan

mendorong kadar batas maksimal daĺam proses implementasi kesejahteraan masyarakat.

Wajar harapan itu muncul mengingat Indonesia dikenal alamnya kaya-raya.

Paradigma musrenbang sudah keluar dari jalur, mestinya dalam perencanaan

pembangunan di terapkan sistem aspirasi publik agar proses pembangunan sesuai visi yang

ditetapkan bersama. Selama ini, memang terjadi inefisiensi musrenbang karena faktor

banyak menyerap bugeting adalah birokrasi. Sementara kinerja birokrasi sangat panjang,

Page 81: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

75JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

menjemukan dan menghambat kerja-kerja pembangunan. Bukan hanya di faktor birokrasi,

tetapi dibidang lain juga harus direvitalisasi sehingga pembangunan berjalan baik tanpa ada

hambatan yang serius.

Mencermati kondisi pembangunan, pemerintah sebaiknya mengadakan perbaikan pada

sisi makro agar kebijakan yang selama ini penghambat laju perubahan dari implementasi

pembangunan itu dapat diperbaiki. Kalau melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun

2013-2014 bahwa kemiskinan di Indonesia mengalami tren meningkat setiap tahun, baik

ukuran indeks kedalaman kemiskinan (IKK) maupun indeks keparahan kemiskinan di dalam

negeri. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 1,75% (Maret 2013) menjadi 1,89 %.

Kemudian indeks keparahan kemiskinan naik dari 0,43% (Maret 2013) menjadi 0,48%.

Tercatat secara kedalaman perkotaan sebesar 1,41% dan perdesaan jauh lebih tinggi, yaitu

2,37%. Sementara nilai indeks keparahan kemiskinan untuk perkotaan hanya 0,37%

sementara di daerah perdesaan sebesar 0,60%.

Artinya tingkat kemiskinan yang ada di Indonesia semakin parah. Sebab berada

menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin

melebar. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase. Karena ada

dimensi lain, yaitu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Tentunya akan membantu

pemerintah dalam musrenbang sehingga tidak lagi ada persoalan data kemiskinan parah

maupun disparitas pembangunan. Fungsi peran pemerintah dalam proses pembangunan

adalah harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin dan mengurangi tingkat

keparahan dari kemiskinan.

Namun, porsentase kemiskinan sempat menurun sedikit pada 2014-2015, sebagaimana

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil terbaru pendataannya, bahwa pada bulan Maret

2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,28 juta orang sekitar 11,25%.

Sementara, jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0,32 juta orang jika dibandingkan

dengan penduduk miskin pada September 2013 sebesar 28,60 juta orang. Selama periode

Page 82: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

76 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

September 2013-Maret 2014 jumlah penduduk miskin daerah perkotaan turun sebanyak

0,17 juta dari 10,68 juta pada September 2013 menjadi 10,51 juta pada Maret 2014.

Sementara itu, di daerah perdesaan turun sebanyak 0,15 juta orang dari 17,92 orang pada

September 2013 menjadi 17,77 juta pada Maret 2014. Sedangkan persentase penduduk

miskin di daerah perkotaan September 2013 sebesar 8,55% turun menjadi 8,34% pada

Maret 2014 kemudian persentase penduduk miskin di daerah perdesaan turun 14,37% pada

September 2013 menjadi 14,17% pada Maret 2014. Namun, trend turun tidak berarti

validasi data BPS membenarkan kondisi masyarakat Indonesia yang masih parah

kemiskinannya dan menurunnya tingkat kesejahteraan.

Disinilah butuh kearifan dalam musrenbang untuk mengukur tingkat kemiskinan

dengan pendekatan preventif dalam menangani berbagai masalah sehingga dengan konsep

tersebut memiliki jangkauan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar atas

problem kemiskinan yang terjadi. Hal ini, dipandang agar tidak terjadi inefisiensi pada

rencana pembangunan (musrenbang), maka metode pemerintah dalam menghitung garis

kemiskinan yang terdiri dari metode Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis

Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Pemakaian metode dan pendekatan penghitungan

dalam musrenbang,bisa mencegah disparitas sehingga stigma kemiskinan turunan itu tidak

terjadi lagi.

Harus disadari bahwa pembangunan itu merupakan proses perubahan yang berlangsung

secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya untuk meningkatkan

dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) serta menjalankan

roda perekonomian dengan mewujudkan kesejahteraan sosial. Pasal 33 UUD 1945 menjadi

modal dalam perencanaan pembangunansehingga lebih praktis mewujudkan keadilan,

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui berbagai peran dan keberpihakan dalam

menjamin taraf hidup rakyat.

Page 83: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

77JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

Komunikasi e-musrenbang1Mencegah Inefisiensi

Musrenbang sebaiknya menjadi cambuk bagi pemerintah bersama masyarakat untuk

menjalin komunikasi yang baik agar penyerapan aspirasi bisa maksimal. Kesan yang selama

ini bahwa musrenbang membuang anggaran, energi dan waktu, tak sesuai dengan tujuan

pembangunan. Sehingga menyebabkan terjadinya inefisiensi yang berkonotasi pemborosan

dan tidak tepat sasaran.

Penyebab inefisiensi pada pola pembangunan adalah pertama; tidak efektifnya

komunikasi antara pemerintah dan masyarakat pada saat musrenbang berlangsung. Kedua;

mahalnya ongkos birokrasi, mulai anggaran kecil hingga besar.Ketiga: hal ini sangat rumit

karena harus melalui jalur birokrasi yang begitu membosankan. Harus disadari bahwa

pembangunan itu merupakan proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana

dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Kegiatan musrenbang tingkat kecamatan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat

maupun lembaga negara telah menampung aspirasi usulan program kegiatan dari masyarakat

sekitar. Dasar hukum musrenbang adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Usulan tersebut mencakup bidang kegiatan

peningkatan pelayanan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, keamanan lingkungan,

penanggulangan masalah sosial dan program kegiatan lainnya yang ada di Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD), anggaran hibah, peningkatan ekonomi kreatif bagi warga yang

terlibat dalam UKM (Usaha Kecil Menengah).

Daerah kota Tangerang Selatan(Tangsel) sendiri kegiatan dilaksanakan di kecamatan

Serpong yang terdiri atas 9 kelurahan jumlah usulan yang masuk ada sebanyak 419 item

1Rusdianto (2015), “Inefisiensi Komunikasi E-Musrenbang,” Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos,Terbit pada Rabu 18 Maret 2015. Hal. 5.

Page 84: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

78 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

dengan total anggaran mencapai Rp. 260.950.257.986. Sedangkan pada Kecamatan

Serpong Utara yang terdiri atas 7 kelurahan jumlah usulan yang masuk terdapat 757 item

dengan total anggaran sebanyak Rp 112.131.097.975. Dilanjutkan di Kecamatan Ciputat

yang terdapat 7 kelurahan jumlah usulan yang masuk ada sebanyak 643 item dengan total

anggaran mencapai Rp. 74.533.747.722. Kecamatan Ciputat Timur yang terdiri dari 6

kelurahan menampung 977 item usulan dengan total anggaran sebanyak Rp.

120.186.738.509.

Kemudian di Kecamatan Pondok Aren yang terdiri atas 11 kelurahan, Bappeda Kota

Tangsel telah menampung usulan program kegiatan pembangunan dari warga yang

jumlahnya mencapai 1.208 item. Total jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk

mengakomodir usulan tersebut mencapai Rp. 197.091.794.150. Sedangkan pada

Kecamatan Pamulang yang terdiri dari 8 kelurahan jumlah usulan ada sebanyak 796 item

dengan total anggaran senilai Rp 183.737.963.029. Terakhir adalah di Kecamatan Setu

yang terdiri dari 6 kelurahan/desa menampung usulan warga sebanyak 189 item kegiatan

pembangunan dengan total anggaran senilai Rp. 167.027.773.198.

Menurut Setu Wahyudi Leksono (2014) bahwa hasil inventarisir data yang ada di

wilayahnya terdapat 287 usulan dengan pagu total anggaran mencapai Rp. 63 miliar.

Sedangkan jumlah kegiatan mencapai 809 item dengan total anggaran sebanyak Rp. 152

miliar. Perbaikan RSUD Tangsel, seperti merenovasi beberapa ruang rawat inap dan

ruangan lainnya. Selain itu akan ada penambahan tempat tidur pasien yang terdiri dari tahap

1 dan 2 masing-masing sebanyak 100 tempat tidur pasien, dan tahap 3 sebanyak 250 tempat

tidur pasien.

Gagasan pemerintah dalam menanggapi berbagai usulan tersebut, maka pemerintah

tangsel sendiri membuat pola baik yang tergolong unik, yakni komunikasi e-musrenbang

dengan harapan pemerintah Tangsel terus memberikan inovasi dalam program pelayanan

bagi masyarakat yang semakin dibuat sedemikian mudah. Komunikasi e-musrenbang ini

Page 85: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

79JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

tentu memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mengusulkan pembangunan di

wilayahnya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi lewat dunia maya.

Penerapan Elektronik Musyawarah Rencana Pembangunan atau e-musrenbang ini

merupakan sistem komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang diyakini dapat

menyajikan data lebih akurat dan lebih efektif menyaring usulan warga. Pemakaian e-

musrenbang tahun 2015 bagi Tangsel menjadi daerah percontohan dalam mendorong

transparansi dan akutabilitas data usulan yang masuk dari warga sekitar.

Pola sistem komunikasi e-musrenbang ini bisa menjadi produk unggulan bagi Indonesia

dan seluruh kepala daerah lainnya karena penerapan aplikasi SIMRAL e-musrenbang

menyajikan data akurat, kegiatan tepat sasaran, pengelompokkan jenis usulan pekerjaan

lebih mudah hingga memperpendek waktu rekapitulasi data usulan. Dalam menginput data

usulan program pembangunan yang masuk digunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen

Penganggaran dan Pelaporan (Simral). Aplikasi ini merupakan hasil kerjasama dengan Pusat

Teknologi Informasi dan Teknologi BPPT. Sesuai dengan namanya, Simral meliputi

perencanaan yang perwujudannya adalah proses musrenbang Tingkat Kelurahan, Tingkat

Kecamatan, Tingkat Kota (Forum SKPD dan Musrenbang Tingkat Kota), bergulir terus

menjadi KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran – Penetapan Plafon Anggaran

Sementara), penetapan R-APBD yang dirapatkan dengan legislatif, sampai pada penetapan

APBD. E-musrenbang ini, berbasis internet.

Masyarakat yang ingin mengetahui usulan kegiatan di wilayahnya dapat dengan mudah

mengakses informasinya melalui situs website resmi Pemkot Tangsel sesuai dengan motto

Kota Tangsel, Cerdas dan Modern. Pada tahapan perencanaan dan pengganggaran,

dinamika perubahan sangat tinggi dan komplek. Selesai ditetapkan sebagai KUA-PPAS,

alokasi anggaran dibahas dalam acara rapat dengar pendapat (hearing) antara legeslatif

dengan SKPD terkait, yang berpotensi terjadi perubahaan dalam berbagai sisi. Dengan

Simral setiap kejadian perubahan tersimpan dan tercatat dalam Simral.

Page 86: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

80 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

Dalam proses perencanaan anggaran, Simral menyusun dan mencatat tiga tahap atau

tiga jenis RAPBD – RAPBD yang diajukan ke legislatif oleh Tim Anggaran Eksekutif,

RAPBD persetujuan bersama antara Eksekutif dan legislatif, dan APBD hasil revisi

Pemerintah Provinsi. Semua tercatat dalam sistem e-musrenbang. Pada saat peyusunan

DPA, setiap kegiatan yang dilakukan oleh SKPD dapat terpantau secara real timeuntuk

menyelsaikan proses implementasi perencanaan pembangunan yang telah dirancang

sebelumnya.

Selesai tahapan perencanaan pembangunan tergantung Simral yang meliputi aspek

penatausahaan keuangan. Pada wilayah ini di-input segala bentuk kegiatan transaksi

keuangan baik dari sisi pendapatan maupun pengeluaran. Proses belanja daerah yang

dilakukan setiap SKPD seperti pembuatan SPD, SPP, SPM, SP2D, Buku Besar, dan

sebagainya semua masuk dalam proses manajemen Simral. Demikian pula dalam hal proses

pendapatan. Dengan di-input-nya segala aktivitas keuangan dalam sistem yang online, maka

progres pengeluaran dan pendapatan daerah akan dengan mudah diketahui dan tentunya

akan menjadi acuan dalam mengontrol keuangan daerah serta memantau tingkat penyerapan

anggaran SKPD.

Simral juga meliputi pelaporan yang wujudnya adalah pelaporan akuntansi berbasis

aktual, yang merupakan pola pelaporan relatif baru dari pola pelaporan akuntansi

sebelumnya yang berbasis kas. Setiap alur kerja yang ada pada Simral mengacu pada

Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri

(Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

Permendagri Nomor 55 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan

Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, dan Permendagri Nomor

64 tentang Penetapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

Tentu hal ini menjadi daya tarik masyarakat mewujudkan perencanaan pembangunan

partisipatif dan berkualitas. Program kegiatan berupa pengentasan kemiskinan dan

Page 87: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

81JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

peningkatan wirausaha ekonomi kreatif telah terpadu yang dicanangkan serta tertuang

dalam Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2011-2016.

Perencanaan pembangunan secara transparan dan tersusun dengan baik. Sehingga

masyarakat bisa melihat dan memonitor pelaksanaannya. Ini menjadi hal yang baik,

kedepan.

Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur Kota Tanggerang Selatan2

Visi misi pembangunan infrastrukur pemerintahan masih sangat minim. Hal itu terjadi

karena tidak berusaha melaksanakan komitmen, sebagaimana janjinya.Banyaknya masalah

pembangunan, membuat tangsel kelihatan semrawutan, mulai dari pencemaran air,

dangkalnya aliran selokan dan kumuhnya tempat pedagang rombong, PKL dan asongan. Hal

ini merupakan hambatan dan kendala mensejahterakan masyarakat. Tambah dibebani oleh

kurangnya kesadaran masyarakat. Buktinya, masih banyak yang membuang sampah

sembarangan. Semangat gotong royong pun sudah mulai memudar dan ketidakpedulian

sama sekali.

Padahal, dahulu gotong royong sudah menjadi budaya yang hidup di tengah-tengah

masyarakat, sehingga pada setiap hari minggu atau pada hari-hari libur lainnya masyarakat

selalu berbondong-bondong untuk bergotong royong membersihkan selokan dan saluran

air, membakar sampah yang berserakan dan lain-lain dengan dipandu oleh kepala

desa/kelurahan, kepala dusun atau tokoh masyarakat setempat.

Sehingga, keinginan untuk mewujudkan pembangunan bukan hanya pemerintah saja.

Tetapi di butuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat seutuhnya.3 Melihat pembangunan

2Rusdianto (2015), “Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur,” Koran Harian Tangsel Pos Group Jawa Pos,Terbit pada Rabu 7 - 8 Maret 2015. Hal. 5.3Gunawan Tanuwidjaja dan Joyce Martha Widjaya, “Revitalisasi Kota dan Kabupaten yang LebihBerkelanjutan: Kerangka Kerjasama dan Perencanaan Partisipatif di Bangkalan Madura,”JurnalPembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun2013. Hal. 60.

Page 88: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

82 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

infrastruktur Tangsel masih banyak kekurangan, bahkan proses pembangunan ada yang

masih berlangsung sejak lama. Apalagi, aktivitas galian C yang meresahkan masyarakat terus

saja berjalan, padahal selain mengancam kelestarian alam juga merusak jalan.

Akibatnya, hampir setiap tahun Pemkot Tangsel melakukan perbaikan jalan dan main

‘tambal sulam’ untuk mencegah kerusakan jalan yang lebih parah. Faktanya, sekitar

Karawaci, BSD dan pusatkota Tangsel sendiri masih melakukan perbaikan jalan dan

mengeluarkan anggaran APBD Kota Tangsel hanya untuk membiayai pembangunan fasilitas

infrastruktur yang sama setiap tahun.

Seharusnya, pemerintah jangan hanya memikirkan uang masuk untuk menambah

PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Tangsel, tapi juga memikirkan uang keluar

pembangunan yang merugikan lingkungan masyarakat karena pola pembangunannya tak

memiliki strategi perbaiki jangka panjang. Sehingga pembangunan hanya berjalan begitu

saja, apalagi tidak dikontrol sama sekali.

Anehnya lagi, proyek pembangunan jalan wilayah Tangerang Selatan banyak belum

selesai padahal telah mengakibatkan penggusuran terhadap masyarakat. Sebetulnya, begitu

banyak masyarakat yang ingin mengetahui rencana pembangunan tersebut. Namun

pemerintah Tangsel tidak berusaha menjelaskan maupun komunikasi dengan masyarakat

masalah proses pembangunan. Pembangunan infrastruktur merupakan suatu strategi dalam

penyediaan sarana sesuai dengan prinsip dasar penyediaan infrastruktur secara keseluruhan.

Infrastruktur merupakan katalis pembangunan. Ketersediaan infrastruktur

memudahkan akses komunikasi masyarakat sehingga meningkatkan produktivitas

pertumbuhan ekonomi Tangsel. Hampir semua aktivitas masyarakat dan pemerintah hanya

menghadapi macet, jalanan rusak dan gray-gray pedagang rombong yang semrawut, maka

alhasil pembangunan Tangsel tidak fundamental pada perbaikan sektor ril daerah. Padahal

yang harus dipahami oleh pemerintah Tangsel, yakni keberadaan infrastruktur merupakan

Page 89: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

83JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

alat komunikasi untuk menjalankan roda ekonomi dan pendidikan masyarakat dengan satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan dasar rakyat Tangsel.

Peran Komunikasi Elektronik PemerintahanKota Tanggerang Selatan

Yang dimaksud peran komunikasi elektronik pemerintahan Tangsel, yakni

memaksimalkan ketersedian infrastruktur dalam pembangunan sehingga apapun faktor

kebutuhan masyarakat menjadi optimal, maka komunikasi pemerintahan dalam perspektif

pembangunan harus terkait dengan potensi kekuatan ekonomi Tangsel, seperti pertanian,

perkebunan, budi daya ikan, industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. Untuk menjamin

hal ini, bagi pemerintah Tangsel harus menerapkan upaya terbuka dan mendorong

masyarakat yang menjadi kelompok sasaran pelayanan4 infrastruktur tersebut agar dapat

berpartisipasi, misalnya peran pemerintah dan masyarakat secara langsung dalam

pengelolaan institusi layanan publik.

Dalam konteks investasi infrastruktur perlu mempertimbangkan minat investor,

bahkan perencanaan kebutuhan infrastruktur harus dilakukan melalui kombinasi antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Tanggerang Selatan. Seiring dengan

diimplementasikannya desentralisasi fiskal dan diberikannya kewenangan luas bagi daerah,

maka pemerintah Tangsel diharapkan mampu mengembangkan potensi yang ada yang

membebani masyarakat.

Disinilah peran komunikasi pemerintahan bersama masyarakat dengan mendorong

partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang dilakukan pemerintah, sehingga

pembangunan infrastruktur mampu mendorong majunya taraf perekonomian daerah dan

sekitarnya. Untuk itu perlu kerangka komunikasi pemerintah daerah bersama masyarakat,

bukan hanya pada saat musrenbang dilaksanakan membangun komunikasi elektronik sangat

4Rusdianto, “Strategi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Tata Ruang Wilayah BerbasisAgropolitanyang Cepat Tumbuh dan Berkelanjutan,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen PembangunanDaerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Hal. 18.

Page 90: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

84 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

penting. Karena saking penting bahwa sewaktu menjalankan tugas pembangunan sebagai

kontrol sangat perlu melakukan komunikasi dengan masyarakat.

Tentu pola komunikasi itu bertujuan indentifikasi rencana kebutuhan infrastruktur

secara lokal dan regional, sehingga dikoordinasikan bersama pemerintah pusat dan daerah

dalam jangka waktu cukup panjang menginggat kegiatan pembangun tersebut penting agar

semua sektor bisa terpenuhi, seperti ekonomi makro, sektor keuangan, kebijakan

berkelanjutan dan mekanisme sektor publik. Sehingga menjadi maksimal dan efisien.

Tujuan komunikasi elektronik pemerintahan adalah proses pelaksanaan pembangunan

yang memiliki andil penting.5 Everett M. Rogers (1985) dalam Rusdianto (2014)

menyatakan, komunikasi elektronik pemerintahan sangat penting dalam pembangunan yang

merupakan konsekuensi perubahan menuju sistem sosial ekonomi yang diputuskan sebagai

kehendak dari suatu pemerintahan. Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentu

perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi

dalam pembangunan kemaritiman Indonesia harus dikaitkan dengan arah perubahan

tersebut. Artinya kegiatan komunikasi dalam agenda pembangunan kemaritiman harus

mampu mengantisipasi dan mendorong gerak pembangunan.

Pembangunan merupakan proses keselarasan antara aspek kemajuan dan kepuasan

(pelayanan). Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses,

yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap,

pendapat dan perilakunya. Maka pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga

komponen yakni komunikator pembangunan (aparat pemerintah dan masyarakat), pesan

5Rusdianto, “Komunikasi PembangunanShow CaseEkonomiKemaritiman IndonesiaBerbasisSosial MicroFinance,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi4 Tahun 2014. Hal. 34.

Page 91: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

85JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

program pembangunan dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas sasaran

pembangunan.6

Infrastruktur BerkelanjutanKota Tanggerang Selatan7

Pembangunan infrastruktur harus memperhatikan aspek keberlanjutan, sehingga

dalam jangka panjang keberadaan infrastruktur tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.

Mekanisme penyediaan infrastruktur harus mendasarkan pada prinsip-prinsip akuntabilitas,

transparansi, serta memperhatikan aspek efisiensi dan keadilan.

Infrastruktur sebagai sistem komunikasi yang dikaitkan dengan unsur tata ruang

daerah sehingga memiliki peran penting terhadap kesejahteraan masyarakat. Peran

infrastruktur terhadap perkembangan wilayah dan kota memiliki kontribusi yang sangat

signifikan, baik pada aspek perekonomian, sosial kemasyarakatan, maupun kelestarian

lingkungan. Akan tetapi arah kebijakan pembangunan sistem infrastruktur yang berlangsung

saat ini belum menunjukan hasil yang memadai untuk memerankan fungsinya sebagai

pengarah dan pendorong pembangunan.8

Berbagai persoalan yang terkait dengan pelayanan infrastruktur yang terjadi saat ini

mengarah pada kadar persoalan yang semakin berat, misalnya pelayanan infrastruktur

transportasi, penyediaan air bersih, pembuangan limbah, serta infrastruktur lainnya. Solusi

aat ini penyelesaian persoalan yang parsial sehingga bisa mengatasi ketidakmampuan sistem

infrastruktur dalam memerankan fungsinya. Banyak aspek yang menjadi penyebab, misalnya

keterbatasan serta kebijakan alokasi anggaran pembangunan, aspek kejelasan kewenangan

serta peraturan, ataupun konflik antardaerah dalam melaksanakan pembangunan

6Effendy, OnongUchjana (1987) dalam Rusdianto (2014),mengutif buku “PerananKomunikasi Massa dalamPembangunan,”terbitan Yogyakarta, GadjahMada University Press dalam Jurnal Pembangunan Daerah DitjenBinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 4.7Rusdianto, Tangsel Pos Rabu 7 - 8 Maret 2015. Hal. 5.8Muhammad Ali Sagalo, “Instrument Pilot Project Pembangunan Kemaritiman dan Revolusi Mental BerbasisKearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan DaerahKementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 22.

Page 92: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

86 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

infrastruktur.Maka sistem infrastruktur menjadi pendukung utama dalam sistem

komunikasi dan strata sosial maupun sistem ekonomi.9 Oleh karena itu, setiap perancangan

masing-masing sistem infrastruktur maupun keseluruhannya harus dilakukan dalam konteks

keterpaduan dan menyeluruh.

Apabila tidak menyeluruh, tentu makin lama semakin besar, meluas, dan serius.

Persoalan pemerintah Tangsel disebabkan terlambat dalam finalisasipembangunan

infrastruktur berkelanjut, sehingga masa demi masalah akan timbul dikemudian hari bersifat

lokal atau translokal. Dampak-dampak banjir yang terjadi terhadap lingkungan mata rantai

yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek masalah, maka berbagai

aspek lainnya akan mengalami dampak pula. Maka peran pemerintah daerah Tangsel dalam

menggusung pembangunan infrastruktur berkelanjutan harus perhatikan seluruh aspek

terkait, jangan mengabaikan hal-hal penting dan hanyabisa merencanakan.

AkuntabilitasInvestasi PembangunanKota Tanggerang Selatan10

Pertumbuhan pembangunan Tangsel cukup membanggakan. Walaupun sejauh ini

belum maksimal pada proses akuntabilitasnya. Hal tersebut, bukanlah suatu halangan dan

rintangan bagi pemerintah Tangsel, tetapi akuntabilitas merupakan indikator pertumbuhan

dan keberhasilan suatu daerah. Hal ini terkait harapan pemerintah Tangsel dalam

pembangunan bersifat populis dan mencapai target.

Pembangunan tumbuh karena pengelolaan secara intensif terhadap daya dorong

lingkungan masyarakat dan kerjasama yang bagus.11 Sehingga pelaksanaan pembangunan

tepat sasaran dan tujuannya tercapai. Pelaksaan pembangunan harus berdasarkan Sistem

9Rully Nasrullah, “Pemanfaatan Media Baru dalam Pembangunan Daerah,”Jurnal Pembangunan DaerahDitjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013. Hal. 77.10Rusdianto (2015), “Akuntabilitas Investasi Pembangunan,” Opini Koran Harian Tangsel Pos Terbit padaSenin 23 Februari 2015.11Ruslan, “Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Pembangunan Perdesaan dan Industri Lokal Market MenujuKemandirian Indonesia,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian DalamNegeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014. Hal. 9.

Page 93: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

87JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

Akuntalitas Kinerja Instansi pemerintah (SAKIP) sehingga pembangunan berdaya dan

berhasil guna, serta bebas dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).

Akuntabilitas pembangunan sebagai alat analisis dalam memberi jawaban kepada

masyarakat secara luas. Dalam konteks pemerintah, pembangunan merupakan amanat yang

harus dilaksanakan baik jangka panjang maupun pendek.12 Di Tangsel, kewajiban

pemerintah untuk menerapkan sistem akuntabilitas kinerja pembangunan berlandaskan pada

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah. Dalam Inpres tersebut, akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban pemerintah

untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi

pembangunan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui

pertanggungjawaban secara periodik kepada masyarakat.

Siklus akuntabilitas pemerintah pada dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen

berbasis kinerja, pertama, penetapan perencanaan strategi objektif pembangunan. Kedua,

penetapan ukuran perencanaan pembangunan yang akan di laksanakan. Ketiga, penganggaran

yang terbuka bagi masyarakat, Keempat, pelaporan pelaksaan pembangunan yang transfaran.

Keempat siklus diatas, merupakan nilai-nilai efisiensi, efektivitas, reliabilitas, dan prediktibilitas

yang harus tertanam pada segenap pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan di Tanggerang

Selatan sehingga tidak mengalami program yang bersifat abstraks.

Mengukur Akuntabilitas Pembangunan Kota Tanggerang Selatan

Tidak menutup kemungkinan bahwa perhatian pemerintah Tangsel terhadap akuntabilitas

pembangunan dan kinerja sangat kurang serta minim. Pemerintah Tangsel lebih

mengutamakan pada proses penyerapan anggaran yang benar sesuai dengan dokumen-

dokumen administrasi sebagai bukti pertanggungjawaban, sementara kualitas realisasi

12Iwan Nugroho, “Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah,”Jurnal Pembangunan DaerahDitjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 10.

Page 94: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

88 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

anggaran tersebut dapat diukur dengan kinerja pembangunan yang ada, baik fisik maupun

nonfisik, sebagaimana prioritas sebelumnya yang ingin di capai.13

Pemerintah telah melakukan penilaian atas SAKIP Tangsel tahun 2014. Hasilnya

pemerintah Tangsel mendapat nilai 79,03 predikat Baik (B). Nilai itu sedikit naik

dibandingkan tahun 2012 yang memperoleh nilai 74,11 predikat (B+). Evaluasi tersebut

dilakukan dalam rangka mendorong terwujudnya pemerintahan yang berorientasi kepada

hasil (result oriented government). Diperlukan upaya yang lebih serius untuk meningkatkan

akuntabilitas pembangunan dilingkungan pemerintah Tangsel. Apalagi, Tangsel

menargetkan APBD Murni 2015 sebesar Rp 2,7 triliun. Angka ini naik Rp. 200 miliar

dibandingkan APBD sebelumnya sebesar Rp. 2,5 triliun. Maka angka tersebut

membutuhkan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pememerintah dan legislatif

sehingga program pembangunan disesuaikan dengan proses akuntabilitas agar rencana

pembangunan dan investasi yang digerakkan dapat menjadi jawaban dari sektor pendidikan,

kesehatan, infrastruktur, hingga kesejahteraan rakyat.

Peluang Investasi PembangunanKota Tanggerang Selatan14

Potensi pembangunan daerah Tangsel sangat beragam dan membuka peluang investasi

yang lebih besar. Hal ini menjadi bagian daya tarik pemerintah sebagai upaya peningkatan

kualitas pembangunan, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Ini

merupakan target penting pemerintah Tangsel sebagai tolak ukur kemampuan daerah

menjual potensi yang dimilikinya dan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan

mendukung investasi.

13Eka Intan Kumala Putri, “Peran dan Fungsi Kecamatan di Era Otonomi Daerah dalam PerencanaanKawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) di Indonesia,”Jurnal Pembangunan Daerah DitjenBinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 25.14Rusdianto, Koran Harian Tangsel Pos Terbit pada Senin 23 Februari 2015.

Page 95: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

89JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

Melihat potensi yang dimiliki Tangsel sangat strategis sebagai daerah penyangga dan

memiliki akses yang baik dengan daerah lainnya. Maka sangat banyak potensi yang bisa

dikelola secara baik, antara lain:pertama,park and ride(pembangunan fasilitas persinggahan),

berupa lahan parkir, hotel, ruang pertemuan, pusat perbelanjaan dan fasilitas area stasiun

kereta api yang presentatif. Kedua,kereta api dan monorail sebagai sarana transportasi

massal.Ketiga,pengelolaan sampah dengan mendaurulang sebagai bagian dari pemenuhan

kebutuhan masyarakat.

Keempat, pembangunan instalasi pengolahan air bersih/air minum, masih sangat

membutuhkan baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Kelima,pembangunan

permukiman vertikal sebagai respon terhadap kepadatan penduduk Tangsel telah melebihi

8.856 jiwa/Km2, maka akan semakin sulit untuk membangun permukiman yang

membutuhkah lahan yang luas. Keenam,kawasan jasa dan perdagangan terpadu, konteks

pembangunan ini maka pemerintah Tangsel harus mengajak para investor bekerjasama

mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, berbagai fasilitas bisnis, tempat

rekreasi modern, gedung kesenian dan budaya, convention center.

Ketujuh, pembangunan convention center,sebagai kota perdagangan dan jasa, maka salah

satu sarana perkotaan dan dapat dijadikan icon Tangsel yang lebih baik kedepannya.

Kedelapan,sektor industri dan pergudangan, melihat luas lahan yang tersedia, pemerintah

Tangsel menempatkan tujuan pembangunan pada sektor industri dan pergudangan sebagai

andalan. Kesembilan,sektor pertanian, peternakan dan perikanan, saat ini memiliki lahan

yang dapat dimanfaatkan untuk sektor pertanian, peternakan dan perikanan dengan luas

kurang lebih 2.794.41 ha atau 18,99 % dari luas lahan Tangsel, maka pemanfaatan lahan

untuk sektor ini masih cukup potensial.

Sesuai dengan motto cerdas, modern dan religius, maka peluang investasi pembangunan

Tangsel sangat besar dan menarik perhatian banyak pihak. Perkembangan sangat positif dan

Page 96: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

90 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

berharap terus ditingkatkan untuk mencapai tujuan pembangunan15 yang akuntabel dan

baik. Harapan masyarakat sangat besar, sehingga perlu banyak pihak untuk terlibat dalam

proses pembangunan di Tangsel.

Karena pembangunan Tangsel, upaya meningkatkan kualitas masyarakat secara

berkesinambungan yang didasari kepada kekuatan sumber daya yang dimanfaatkan sesuai

dinamika yang berkembang. Pembangunan Tangsel ditujukan untuk mewujudkan

masyarakat adil, makmur, dan merata baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam susunan perikehidupan bangsa

yang aman, tentram, tertib, dan dinamik, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang

merdeka, bersahabat, tertib, dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang

merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.

Maka sebab itu, pembangunan hendaknya dilandaskan pada suatu perencanaan yang

menyeluruh16 sehingga terdapat akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pembangunan hendaknya dilaksanakan secara jelas tujuan dan arahnya. Pada setiap kegiatan

pembangunan harus mempunyai tepat sasaran sehingga berguna seacara efektif dan efisien.

Sasaran pembangunan Tangsel untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

masyarakat, dan ketertiban yang berdasarkan pada keterbukaan informasi maupun keadilan

sosial.

Prioritas akuntabilitas pembangunan merupakan sebuah reportase yang mesti

menampung masukan atau kritik terhadap rencana pembangunan Tangsel. Agar program

pembangunan sesuai prioritas yang telah ditetapkan pada Rencana Kerja Pembangunan

Daerah (RKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara

15Rusdianto, “Konektivitas Pembangunan dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Ketahanan PanganBerkelanjutan,”Jurnal Pembangunan Daerah Ditjen BinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri,Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 64.16Supadiyanto, “Pembangunan Nasional Berbasis Ekonomi Kelautan,”Jurnal Pembangunan Daerah DitjenBinaPembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013. Hal. 48.

Page 97: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

91JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

(KUA & PPAS). Prioritas tersebut menjadi model peningkatan kualitas infrastruktur dasar,

peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan, peningkatan akses dan kualitas

pelayanan kesehatan, optimalisasi penyelenggaraan pemerintah daerah, dan pemberdayaan

usaha mikro kecil menengah dan penanggulangan kemiskinan dan pengganguran.

Penutup

Mencermati kondisi pembangunan, pemerintah sebaiknya mengadakan perbaikan pada

sisi makro agar kebijakan yang menjadi penghambat laju implementasi pembangunan bisa

diperbaiki.Tentu, masyarakat ingin mengetahui kegiatan pembangunan di wilayahnya

sehingga mengakses informasinya melalui metode pengaduan dan pelayanan melalui

elektronik musrenbang (e-musrenbang) Tangsel sesuai dengan tahapan perencanaan dan

pengganggaran dalam proses pembangunan.

Sehingga dengan cara komunikasi e-musrenbang akan memberikan dampak lebih

pada penataan wilayah dan investasi infrastruktur yang sangat perlu mempertimbangkan

minat masyarakat, bahkan perencanaan kebutuhan infrastruktur harus dilakukan melalui

kombinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah Tangsel. Komunikasi

elektronik e-musrenbang sebagai kendali pembangunan oleh pemerintah yang bertujuan

mempercepat proses pelaksanaan pembangunan yang diperuntukan bagi masyarakat Kota

Tanggerang Selatan. Sistem e-musrenbang dalam perencanaan pemerintah merupakan

infrastruktur pendukung utama dalam sistem komunikasi antara masyarakat dengan

pemerintah sebagai pelaksana pembangunan.

Oleh karena itu, setiap perancangan masing-masing sistem e-musrenbang dapat

memperjelas posisi maksimalnya pembangunan infrastruktur untuk mengukur akuntabilitas

investasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan pihak ketiga sehingga keterpaduan itu

bersifat populis dan mencapai target.

Page 98: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

92 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

Pembangunan tumbuh karena pengelolaan komunikasi e-musrenbang secara intensif

terhadap daya dorong lingkungan masyarakat dan kerjasama yang bagus. Sehingga

pelaksanaan pembangunan tepat sasaran dan tujuannya tercapai. Akuntabilitas pembangunan

dan kinerja sangat mengutamakan proses penyerapan aspirasi, anggaran dan kebijakan

sebagai bukti pertanggungjawaban, baik fisik maupun nonfisik. Potensi yang bisa dikelola

secara baik, antara lainpark and ride(pembangunan fasilitas persinggahan), kereta api dan

monorail, pengelolaan sampah dengan mendaurulang, pembangunan instalasi pengolahan

air bersih/air minum,kawasan jasa perdagangan terpadu,sektor industri dan pergudangan,

pertanian, peternakan dan perikanan.

Elektronik musrenbang (e-musrenbang) dapat memfasilitasi kegiatan pembangunan yang

tepat sasaran sehingga berguna secara efektif dan efisien. Sasaran pembangunan Tangsel

adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan masyarakat, dan ketertiban yang

berdasarkan pada keterbukaan informasi maupun keadilan sosial.

Daftar Pustaka

Rusdianto (2015), Inefisiensi Komunikasi E-Musrenbang, Koran Harian Tangsel Pos Group

Jawa Pos, Terbit pada Rabu 18 Maret 2015.

Rusdianto (2015), Maksimalisasi Pembangunan Infrastruktur, Koran Harian Tangsel Pos Group

Jawa Pos, Terbit pada Rabu 7 - 8 Maret 2015.

Gunawan Tanuwidjaja dan Joyce Martha Widjaya, Revitalisasi Kota dan Kabupaten Yang Lebih

Berkelanjutan: Kerangka Kerjasama Dan Perencanaan Partisipatif di Bangkalan

Madura,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah

Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1 Tahun 2013.

Rusdianto, Strategi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Tata Ruang Wilayah Berbasis

Agropolitas Yang Cepat Tumbuh dan Berkelanjutan, Jurnal Pembangunan Daerah

Page 99: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

93JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 1

Tahun 2013.

Rusdianto, Komunikasi PembangunanShow CaseEkonomiKemaritiman IndonesiaBerbasisSosial Micro

Finance, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah

Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014.

Effendy, OnongUchjana (1987) dalam Rusdianto (2014),mengutif dalam buku

“PerananKomunikasi Massa Dalam Pembangunan”, terbitan Yogyakarta, GadjahMada

University Press ke dalam Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend

Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014.

Muhammad Ali Sagalo, Instrument Pilot Project Pembangunan Kemaritiman dan Revolusi Mental

Berbasis Kearifan Lokal di Nusa Tenggara Barat, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda)

Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun

2014.

Rully Nasrullah, Pemanfaatan Media Baru dalam Pembangunan Daerah,Jurnal Pembangunan

Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I

Edisi 1 Tahun 2013.

Rusdianto (2015), Akuntabilitas Investasi Pembangunan, Opini Koran Harian Tangsel Pos

Terbit Pada Senin 23 Februari 2015

Ruslan, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Pembangunan Pedesaan dan Industri Lokal Market

Menuju Kemandirian Indonesia,Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend

Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. II Edisi 4 Tahun 2014.

Iwan Nugroho, Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah, Jurnal Pembangunan

Daerah (Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I

Edisi 2 Tahun 2013.

Eka Intan Kumala Putri, Peran dan Fungsi Kecamatan di Era Otonomi Daerah Dalam Perencanaan

Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) di Indonesia, Jurnal Pembangunan Daerah

Page 100: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Komunikasi E-Musrenbang Mencegah Inefisiensi dan Maksimalisasi Infrastrukturdalam Mengukur Akuntabilitas Investasi Pembangunan Berkelanjutan di Kota Tangerang Selatan

94 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Rusdianto

(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2

Tahun 2013.

Rusdianto, Konektivitas Pembangunan Dalam Rangka Meningkatkan Produktifitas

Ketahanan Pangan Berkelanjutan, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Dirjend

Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2 Tahun 2013.

Supadiyanto, Pembangunan Nasional Berbasis Ekonomi Kelautan,Jurnal Pembangunan Daerah

(Bangda) Dirjend Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Vol. I Edisi 2

Tahun 2013.

Page 101: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi dan

Indeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

Wajib dan Erniati

Kepala Bagian Organisasi Pemerintah Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah dan Dosen IAIN Palu

Provinsi Sulawesi Tengah

Abstrak

Program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dilaksanakan mulai tahun 2007, yaitu sejak

pencanangan oleh Presiden mengenai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kota

Palu. Pada saat itu Kota Palu juga meluncurkan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat

(PDPM) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Program Pembangunan

Kelurahan Berjangka (PPKB). Ketiga program tersebut merupakan kegiatan daerah dalam

penanggulangan kemiskinan di Kota Palu. Tahun 2012 dilakukan berbagai kajian dalam

penanggulangan kemiskinan yang sudah dilaksanakan. Kenyataan menunjukkan penanggulangan

kemiskinan belum terintegrasi dengan baik, sering terjadi ego sektoral, diskoordinasi.

Kata Kunci: Pembangunan Zero Proverty, Produksi, Sumberdaya Manusia dan

Mengentaskan Kemiskinan

Abstract

Poverty alleviation programs in Palu implemented starting in 2007, ie since the declaration by the President of

the National Program for Community Empowerment (PNPM) in Palu. At that time the city of Palu also

launched the Regional Program for Community Empowerment (PDPM) and Urban Poverty Program (P2KP)) and

Village Development Program Futures (AEOS). The third program is an activity in the area of poverty reduction

in Palu. In 2012 carried out various studies on poverty reduction has been implemented. Reality shows poverty

reduction is not well integrated, common sectoral ego, incoordination.

Page 102: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

96 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Keywords: Zero proverty Development, Production, Human Resources and Alleviating

Poverty

Pendahuluan

Kota Palu merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah

mencapai 395,06 Km². Sebagai daerah otonom, Kota Palu terdiri dari 8 (delapan)

kecamatan dan 45 (empat puluh lima) kelurahan. Kota Palu juga sebagai Ibukota Provinsi

Sulawesi Tengah, maka tingkat aktivitas di sektor pelayanan dan pemerintahan cukup tinggi,

karena merupakan daerah penyangga untuk kabupaten yang ada di sekitarnya. Sesuai data

kependudukan jumlah penduduk Kota Palu saat ini mencapai 385.684 jiwa terdiri 195.463

laki-laki dan 190.330 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 104.085 KK.

Jumlah penduduk tersebut tersebar pada 8 (delapan) kecamatan.

Jumlah penduduk yang terbesar di Kecamatan Palu Selatan yang mencapai 75.217

jiwa, kemudian Kecamatan Mantikulore dengan 66.540 jiwa, sedangkan Kecamatan

Tawaeli paling sedikit, yaitu 22.656 jiwa. Ditinjau dari jumlah KK menunjukkan bahwa

jumlah total KK di Kota Palu ialah 104.085 KK. Jumlah KK terbesar di Kecamatan Palu

Selatan mencapai 20.342 KK dan terendah ialah KecamatanTawaeli sebesar 5.994 KK.

Diperoleh informasi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2012

mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu menjadi 9,24% dibandingkan tahun

2011. Program yang berorentasi pada masyarakat miskin memberikan dampak cukup baik

di Kota Palu. Selain itu, penurunan proporsi penduduk bawah kemiskinan merupakan salah

satu indikator meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Dari jumlah Keluarga tersebut, masyarakat miskin di Kota Palu mencapai 13.673 KK

atau sebesar 35.637 jiwa (9,24%). Oleh sebab itu, sudah selayaknya mendapatkan perhatian

Page 103: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

97JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

khusus dari semua pihak, terutama dari Pemerintah Kota Palu untuk menanganinya.

Dengan adanya perhatian khusus diharapkan reduksi kemiskinan dapat berangsur

terminimalisir, sehingga seluruh rumah tangga sasaran dapat terintervensi atau tersentuh

program yang ada. Untuk itu Pemerintah Kota Palu mengambil berbagai pendekatan

melalui beberapa kegiatan dalam rangka mendukung program penanggulangan kemiskinan

(zero poverty). Untuk mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin, pekerjaan

dan pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Palu Tahun 2013

No Uraian Jumlah

1 Jumlah Penduduk (Jiwa) 385,684

2 Komposisi Penduduk menurut:

a

Jenis Pekerjaan

- Belum/Tidak Bekerja 97,166

- Mengurus Rumah Tangga 64,686

- Pelajar/Mahasiswa 84,778

- Pensiunan 4,649

- PNS 22,055

- TNI dan Kepolisian 4,285

- Pedagang 2,026

- Petani 5,217

Page 104: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

98 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

- Dan lain-lain 100,792

b

Pendidikan

- Belum Sekolah 59,787

- Tidak Tamat SD 47,493

- SD 48,312

- SLTP 57,133

- SLTA 125,967

- Diploma II 4,823

- Diploma III 8,671

- Strata I 29,714

- Strata II 3,448

- Strata III 336

Sumber Data: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Palu, Oktober 2013.

Latar Belakang

Paradigma pembangunan di Kota Palu secara garis besar dapat dikategorikan dalam

dua paradigma pembangunan (development paradigm), yaitu: (1) Paradigma pembangunan

yang berpusat pada produksi (production centered development); (2) Paradigma pembangunan

yang berpusat pada manusia (people centered development).

Paradigma pembangunan yang bertumpu pada produksi, dengan menitikberatkan

perhatiannya pada pertumbuhan ekonomi dengan indikator meningkatnya pendapatan dan

Page 105: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

99JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

menumbuhkan tingkat kesejahteraan masyarakat (welfare oriented development). Sedangkan

paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia menekankan peranan manusia bukan

hanya sebagai sumberdaya dan obyek penuh, tetapi lebih dipandang sebagai subyek dan

aktor pembangunan yang menentukan tujuan yang hendak dicapainya sendiri, menguasai

sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut dan yang mengarahkan proses

yang memengaruhi dan menentukan hidupnya sendiri.

Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang diamanatkan dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan

kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum dapat ditingkatkan apabila masalah kemiskinan

dapat dikurangi. Masalah kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan Kota Palu pada

khususnya, merupakan masalah klasik yang sangat dilematis, sehingga perlu pengkajian dan

penanganan yang serius. Telah banyak teori dan konsep yang dibangun dan telah banyak

pula upaya yang dilakukan untuk menyingkap tabir kemiskinan dan segala upaya

penanggulangannya.

Orientasi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi untuk

mengatasi masalah kemiskinan mengandung beberapa kelemahan. Pertama, pembangunan

yang memandang masyarakat sebagai obyek bantuan dalam bentuk berbagai pelayanan dan

pemberian fasilitas sosial, justru memperbesar ketergantungan masyarakat pada uluran

tangan pemerintah. Kedua, model pembangunan ini cenderung menguras sumberdaya yang

tersedia. Ketiga, pembangunan yang seharusnya melayani kepentingan seluruh masyarakat

kemudian hanya menjadi pelayanan dari lapisan atas yang sangat terbatas jumlahnya. Kondisi

yang demikian belum dapat secara optimal mendukung usaha penanggulangan kemiskinan,

namun cenderung menimbulkan kesenjangan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat.

Menyadari adanya kelemahan pada strategi tersebut, maka Pemerintah Kota Palu,

berinisiatif untuk menggeser paradigma pembangunan daerahnya dari paradigma

pertumbuhan ekonomi ke paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people

Page 106: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

100 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

centered). Sehingga sejak tahun 2007 kebijakan yang bermuara pada pembangunan

masyarakat (community development) mendapat porsi yang relatif besar dalam proporsi APBD

Kota Palu. Paradigma ini memfokuskan pada pemberdayaan dan partisipasi masyarakat

dalam pembangunan.

Sejak tahun 2007 Pemerintah Kota Palu telah meletakkan konsep kerja terintegrasi

antarpemerintah, swasta, dan masyarakat, yaitu sebuah ide atau gagasan menjadi suatu

langkah kongkret dengan meluncurkan program yang diarahkan untuk mengentaskan

kemiskinan, yakni Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM), dan pada tahun

2011 menajamkan startegi tersebut ke dalam bingkai program penaggulangan kemiskinan

(Zero poverty). PDPM merupakan program penanggulangan masalah kemiskinan yang

menekankan pada segi pemberdayaan masyarakat sambil menguatkan institusi masyarakat

dengan garis depan, yaitu kelurahan dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).

Berdasarkan fenomena dan identifikasi permasalahan pembangunan yang telah ada,

maka Kota Palu, menyusun secara bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat satu

konsep yang jelas, aplikatif, komprehensif serta berkesinambungan untuk pelaksanaan kerja

penanggulangan kemiskinan, dalam bentuk suatu kebijakan publik yang secara jelas

menegaskan kembali keberpihakan pada kepentingan, perlindungan dan pemenuhan hak

dasar bagi masyarakat miskin di Kota Palu.

Alasan pengembangan program dan permasalahan yang dihadapi

Kapasitas Pendukung pengembangan program yang dimiliki pemerintrah Kota Palu dalam

mencapai sasaran penanggulangan kemiskinan yang ada, disesuaikan dengan kinerja pembangunan

penanggulangan kemiskinan, tersinergi dalam agregasi sinergis dengan kinerja pembangunan daerah

yang tertuang dalam dokumen rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) berdurasi 20

tahun, dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berdurasi 5

tahun.

Page 107: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

101JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Dalam dua dokumen perencanaan tersebut, tertera bahwa kinerja pembangunan

untuk mereduksi kemiskinan, penganggarannya terletak pada semua SKPD, namun belum

merata baik berdasarkan kuantitas anggaran maupun kualitas program yang ada. Di samping

itu beberapa daerah di Kota Palu masih memerlukan percepatan pembangunan daerah bagi

daerah-derah kantong kemiskinan. Untuk mensinergikannya maka, pada saat ini telah dibuat

dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah, yang berisi strategi dan tahapan serta

skenario program dan pembiayaan untuk penanggulangan kemiskinan di Kota Palu.

Model pendekatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu ditujukan untuk

menggairahkan masyarakat dengan berbagai sentuhan kesetiakawanan sosial yang menganut

prinsip “Peduli dan Berbagi.” Dengan model ini diharapkan dapat menyentuh langsung akar

masalah kemiskinan yang ada di masyarakat, yaitu mencakup perubahan sikap, perbaikan

hubungan sosial, pemenuhan kebutuhan infrastuktur lingkungan yang layak, meningkatnya

derajat kesehatan dan pemenuhan perumahan layak huni.

Dengan model pendekatan pemberian bantuan dan penyediaan kemudahan untuk

pelayanan dasar terhadap masyarakat miskin, diharapkan tingkat kesejahteraan,

kemakmuran, dan taraf hidup masyarakat miskin di Kota Palu meningkat. Sebelum tahun

2008, penanganan kemiskinan belum terfokus dan terintegrasi dengan baik, dan masih

berupa program bantuan kesehatan yang belum berjalan efektif. Penanganan kemiskinan di

Kota Palu lebih banyak untuk bantuan kesehatan masyarakat miskin, belum menyentuh akar

masalah. Dengan adanya kenyataan tersebut perlu inovasi yang dapat menyelesaikan

permasalahan penanganan kemiskinan secara bertahap dan tepat sasaran.

Pengantar model good practice dan unsur-unsur inovasi

Untuk menanggapi belum padunya dan masih bersifat ego sektoral pananganan

kemiskinan, maka Pemerintah Kota Palu melakukan inovasi dengan membentuk Tim

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Tim ini mempunyai tugas untuk

Page 108: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

102 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

merumuskan penanganan kemiskinan melalui program zero poverty, salah satunya tugas

melaksanakan rapat koordinasi untuk membahas penanganan kemiskinan secara terpadu.

Dalam rapat koordinasi tersebut penanganan kemiskinan melalui program Zero

Poverty menetapkan 4 (empat) kebutuhan dasar yang harus dilayani dan dipenuhi oleh

penduduk miskin. Kebutuhan dasar tersebut meliputi:

a. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan pelayanan persalinan melalui

program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda);

b. Bantuan atau stimulus pembangunan rumah layak huni untuk masyarakat miskin

dan bantuan sosial lainnya yang bersifat produktif;

c. Menciptakan lapangan pekerja bagi masyarakat miskin, melalui program padat

karya produktif;

d. Pemberian bantuan beasiswa untuk anak kaum duafa.

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan program zero poverty, maka kelurahan melakukan

pendataan dan memverifikasi serta memberikan rekomendasi terhadap warga miskin

penerima layanan atau bantuan. Layanan tersebut meliputi bidang kesehatan, perbaikan

rumah layak huni, padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya serta pemberian

beasiswa. Pelaksanaan program zero poverty di Kota Palu dilakukan secara bertahap, dengan

menetapkan skala prioritas. Pada program tersebut, prioritas pertama adalah layanan

kesehatan untuk warga miskin, yaitu dengan jalan memberikan rekomendasi atau kartu

Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

Gagasan awal program zero poverty ini adalah dari Walikota Palu, Rusdy Mastura,

yakni perlu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (warga miskin) dan pelayanan

masyarakat miskin harus dilakukan secara tepat dan terintegrasi dengan baik, sehingga

kualitas hidupnya akan meningkat. Dengan gagasan tersebut dibentuklah tim terpadu

penanganan kemiskinan, yaitu Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota

Page 109: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

103JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Palu, yang melibatkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pemangku

kepentingan.

Kerangka aturan percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu adalah

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan. Implementasi program penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dilaksanakan

jauh sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan, khususnya untuk

bidang layanan kesehatan, layanan perbaikan rumah layak huni, serta bantuan sosial lainya

dilaksanakan sejak tahun 2007 dan sudah berjalan efektif. Program layanan kesehatan

instansi yang bertanggung jawab adalah Dinas Kesehatan dan Badan Rumah Sakit Daerah

Kota Palu.

Sedangkan untuk layanan perbaikan rumah layak huni instansi yang bertangung jawab

adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu untuk dana

yang berasal dari APBD Kota Palu. Adapun bantuan sosial lainnya instansi vertikal yang

bertanggung jawab adalah Dinas Sosial Tenaga Kerja. Untuk mengetahui mengenai kegiatan

penanggulangan kemiskinan di Kota Palu dapat dilihat gambar berikut:

Gambar 3Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu

(3)

Kegiatan padat

karya produktif

(4)Pemberian

beasiswa siswa tidakmampu

(2)Pemberian Bantuan

Pembangunanrumah layak

huni

(1)Pemberian

Pelayanankesehatan dan

ibu hamil

Pelaksanaan Kegiatan

1. Kelompok kerja pelayanankesehatan dan ibumelahirkan

2. Kelompok kerjapemberian bantuanpembangunan rumahlayak huni

3. Kelompok Kerja kegiatanpadat karya produktif

4. Kelompok Kerjapemberian beasiswa siswatidak mampu

Page 110: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

104 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Penanganan kemiskinan di Kota Palu dapat kelompokkan menjadi 4 (empat)

kegiatan. Program pertama yang perlu dilakukan pada penanganan kemiskinan di Kota Palu

adalah pelayanan kesehatan untuk warga miskin dan pelayanan ibu melahirkan. Kesehatan

merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Sedangkan pelayanan

dasar yang kedua adalah bantuan atau stimulus pembangunan rumah layak huni dan bantuan

sosial lainnya, misalnya teknologi tepat guna.

Untuk pelaksanaan pembangunan rumah layak huni dilakukan dengan program padat

karya produktif. Program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) ketiga adalah padat

karya produktif dan kegiatan keempat adalah pemberian beasiswa untuk siswa tidak

mampu. Dengan kegiatan ini diharapkan warga miskin memperoleh pelayanan yang sama di

bidang pendidikan. Dengan adanya pemberian beasiswa ini, diharap akan perubahan pola

pikir dan wawasan, sehingga dapat memutus rantai kemiskinan.

Selanjutnya kegiatan menanggulangan kemiskinan di Kota Palu melalui program zero

poverty adalah dengan pola padat karya produktif. Program padat karya produktif ini

sebenarnya sudah dilaksanakan bersama dengan pembangunan rumah layak huni dan

pembangunan infrastruktur lainnya. Namun untuk lebih intensif program padat karya

produktif dengan berbagai skenario peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan

berusahatahun 2013, maka Pemerintah Kota Palu menetapkan beberapa komponen

kegiatan, yang meliputi:

1. Peningkatan kapasitas masyarakat;

2. Komponen pendamping, yaitu untuk pendampingan padat karya produktif;

3. Konponen bantuan langsung masyarakat, ditujukan pada masyarakat dengan

jumlah Rp. 500.000,- (tetantif) per bulan keluarga sasaran;

4. Komponen perbaikan dan peningkatkan infrastruktur lingkungan serta

peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, misalnya pembersihan dan

penghijauan lingkungan, kegiatan Jumantik (juru pemamtau jentik); dan

Page 111: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

105JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

5. Padat karya produktif, misalnya bantuan usaha tani, ternak dan bantuan bibit ikan

dan kegiatan lainnya.

Penanganan masalah kemiskinan tidak bisa diselesaikan oleh satu instansi saja. Oleh

sebab itu, kepedulian dari semua pihak akan mempercepat mengatasi permasalahan

kemiskinan. Untuk lebih cepat memberikan layanan kesehatan terhadap warga miskin,

terhadap warga yang belum memiliki kartu Jamkesda, maka proses pelayanan tetap

dilakukan sambil menunggu melengkapi persyaratan kartu Jamkesda. Dari sisi reformasi

birokrasi pada sektor pelayanan publik, Pemerintah Kota Palu telah melakukan berbagai

terobosan memperbaiki pelayanan publik, antara lain: penetapan Standar Operasional

Prosedur (SOP), Standar Pelayanan Publik (SPP), dan Standar Pelayanan Minimal (SPM),

maupun peningkatkan pelayanan publik melalui partisipasi masyarakat.

Upaya terobosan perbaikan pelayanan publik tersebut ditujukan untuk mengatasi

persoalan kemiskinan. Untuk meningkatkan pelayanan publik melalui partisipasi

masyarakat, Pemerintah Kota Palu pada tanggal 9 sampai dengan 11 Juli 2013 telah

melaksanakan aplikasi Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2009, yaitu

mulai dari lokakarya awal, lokakarya lanjutan sampai janji perbaikan pelayanan publik.

Tujuan program pelaksanaan penanggulangan kemiskinan (zero poverty)

Tujuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, baik melalui kegiatan

pelayanan kesehatan warga miskin, pemberian bantuan rumah layak huni dan bantuan sosial

lainnya, dan pemberian beasiswa siswa tidak mampu maupun kegiatan padat karya produktif

bertujuan:

1. Memperbaiki serta meningkatkan kualitas lingkungan fisik di sekitar tempat

tinggal masyarakat, melalui kegiatan padat karya produktif dan bantuan rumah

layak huni;

Page 112: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

106 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

2. Meningkatkan pendapatan masyarakat sasaran melalui insentif yang tertuju

langsung ke masyarakat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar rumah

tangganya;

3. Memperbaiki kohesi sosial antarwarga melalui kebersamaan dan gotong royong

untuk meningkatkan kepedulian melalui perbaikan lingkungan yang ada di

sekitarnya;

4. Meningkatkan kepedulian Pemerintah Kota Palu terhadap keberpihakan anggaran

yang responsif dan tertuju langsung pada masyarakat sasaran;

5. Meningkatkan standar dan kualitas kesehatan serta kapasitas lingkungan

masyarakat; dan

6. Memberikan dorongan dan penguatan untuk menciptakan lapangan kerja dengan

memberikan penjaminan pinjaman pada perbankan.

Prinsip-prinsip pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan (Zero

Poverty)

Terdapat beberapa prinsip dalam pelaksanaan program kegiatan penanggulangan

kemiskinan di Kota Palu, yaitu:

a. Partisipatif, setiap tahapan proses kegaiatan (perencanaan, palaksanaan, tanggung

jawab dan pengawasan) melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama, sekaligus

yang akan menerima manfaat;

b. Transparan dan akuntabel, setiap tahapan dilaksanakan secara terbuka dan hasilnya

dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat maupun pemeriksa keuangan;

c. Sederhana dan mudah dikerjakan, maksudnya jenis kegiatan dan proses

pelaksanaannya diupayakan mudah dan sistematis serta dapat dilaksanakan sendiri

oleh masyarakat dengan tetap mengacu pada ketentuan yang dipersyarakatkan,

khususnya untuk program padat karya produktif; dan

Page 113: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

107JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

d. Berkualitas secara layak, agar dalam pelaksanaan tetap mengacu pada pencapaian

kualitas standar teknis pekerjaan dan pengembangan infrastruktur secara baik.

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikategorikan dalam beberapa keberhasilan

upaya pemerintah kota Palu melakukan proses pembangunan manusia dan membangun

sentra produksi usaha daerah mulai dari kesehatan, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.

Capaian tersebut adalah:

a. Pencapaian Ivonasi Kesehatan Warga Miskin

Inovasi di bidang pelayanan kesehatan adalah sejak Tahun 2008 sampai sekarang

pembangunan infrastruktur kesehatan menjadi perhatian utama Pemerintah Daerah Kota

Palu, hal ini tercermin dari infrastruktur kesehatan seperti pembangunan dan peningkatkan

pelayanan pada Rumah Sakit Umum Anutapura, Puskemas dan Posyandu. Percepatan

pelayanan kesehatan untuk warga miskin juga diwujudkan dalam bentuk pemberian

pelayanan rujukan atau berobat lanjut, di mana untuk masyarakat yang belum memiliki

kartu Jamkesda, pihak rumah sakit tetap memberikan pelayanan. Saat ini Pemerintah Kota

Palu telah menerbitkan Kartu Jamkesda berjumlah 24.304 kartu. Sedangkan dalam kurun

waktu 2008-2013, upaya peningkatan pelayanan derajat kesehatan masyarakat melalui

pembangunan fisik pelayanan terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Sasaran Pelayanan Kesehatan di Kota Palu

Page 114: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

108 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Pembangunan infrastruktur kesehatan tidak hanya dilakukan pada Rumah Sakit

Umum Anutapura, namun fasilitas kesehatan lainnya. Berikut ini tabel pembangunan

infrastruktur sarana kesehatan.

Tabel 3. Pembangunan Infrastuktur Kesehatan di Kota Palu

N

o.Infrakstruktur

Volume Ket

1. Rehabilitasi Puskesmas 12 unit -

2 Rumah dinas 15 unit Rumah medis & para medis

3 Poliklinik bersalin desa 7 unit Penyiapan sarana persalinan

4 Puskesmas pembantu 29 unit Rehab

5 Poskesdes 1 unit -

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Palu, 2013

Adapun beberapa inovasi program reformasi birokrasi di bidang pelayanan kesehatan

untuk masyarakat miskin yang telah dilakukan di Kota Palu, yaitu:

1. Pelayanan masyarakat miskin di Kota Palu, melalui program Peduli Kaum Dhuafa,

dilakukan melalui: a). Program “health care”, meliputi kegiatan sunatan massal

dengan sasaran masyarakat miskin, operasi katarak, operasi bibir sumbing,

program promotif-preventif-kuratif bagi masyarakat miskin; b). Program jaminan

pembiayaan masyarakat miskin melalui program Jamkesda dan Jamkesprov; serta

c). Kegiatan pelayanan ibu melahirkan.

2. Pegembangan kelurahan siaga;

Page 115: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

109JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

3. Program percepatan pelayanan kesehatan pada Pukesmas dan rumah sakit serta

Kota Palu kota sehat; dan

4. Program perbaikan mutu layanan Puskesmas (reformasi birokrasi pelayanan

kesehatan pada puskesmas dan rumah sakit).

Gambar 5. Kegiatan Pelayanan Kesehatan Warga Miskin

Sejak tahun 2008-2013 telah dilakukan pelayanan kesehatan terhadap 23.558 jiwa

mayarakat miskin, pembinaan di 10 dusun sulit, pembinaan 12 institusi, layanan 85

keluarga rawan gizi, pendistribusian layanan makanan tambahan bagi 350 orang, pelayanan

kesehatan 43.159 siswa dari keluarga miskin. Pelayanan kesehatan warga miskin juga telah

diberikan layanan imunisasi DT/TT pada 39.104 murid, layanan imunisasi campak pada

19.945 murid, operasi katarak pada 43 pasien, operasi pada 190 pasien bibir sumbing,

penyunatan massal terhadap 3.752 pasien warga. Selain itu telah dilakukan kunjungan dan

pemeriksaan terhadap 3.000 ibu hamil dalam rangka screening bumil risti, pemeriksaan IVA

sederhana terhadap 250 dalam rangka screening Ca Cerviks, layanan pertolongan persalinan

terhadap 102 bumil dari keluarga miskin, penyediaan obat 100% di sarana pelayanan

kesehatan dan penanganan 2.550 orang kasus gizi kurang, penanganan 147 orang kasus

anemia Ibu Hamil (Bumil). Adapun alokasi APBD Kota Palu yang diperuntukkan terhadap

pelayanan warga miskin sebagai berikut:

Page 116: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

110 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Tabel 4. Hasil yang Dicapai Bidang Pelayanan Kesehatan Warga Miskin

Tahun 2013

N

No. Jenis Pelayanan Jumlah kegiatan Jumlah Biaya Keterangan

1

1 Jasa pelayanan Jamkesda

1 paket Rp. 993.106.955 PAD Kota

Palu

2

2 Pelayanan makan pasien Jaskesmas

1 Paket Rp. 720.000.000 PAD Kota

Palu

3

3 Pelayanan pasien miskin Jamkesmas

1 Paket Rp. 4.100.000.000 PAD Kota

Palu

4

4. Belanja obat Jamkesmas

1 Paket Rp. 2.408.415.000 PAD Kota

Palu

5

5. Belanja sarana pasien Jamkesmas

2 paket Rp. 6.095.561548 PAD Kota

Palu

6

6.

Belanja makanan dan obat untuk

warga miskin pada RSU Kota Palu

1 paket Rp. 199.822.630 PAD Kota

Palu

7

7.

Pengobatan kesehatan kaum duafa

pada Puskesmas

8000 orang Rp. 120.000.000 PAD Kota

Palu

8

8. Bantuan makan minum Balita dan

pemeriksaan ibu hamil, persalinan

dan Bumil anemia pada Pukesmas

300 Bumil 600

Maknin Balita

102 persalinan

147 Bumil anemia

Rp. 730.500.000

PAD Kota

Palu

9

9. Pelayanan kesehatan operasi katarak

Pelayanan operasi bibir sumbing

43 orang

147 orang Rp. 250.000.000 PAD Kota

Palu

1

10. Pelayanan sunatan massal

500 orang Rp. 100.000.000 PAD Kota

Palu

Sumber : Dinas Kesehatan dan RSUD Kota Palu, Oktober 2013

Page 117: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

111JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Pencapaian Pembangunan Permukiman Layak Huni dan Penataan

Kawasan bagi Masyarakat Miskin

Pembangunan permukiman di perkotaan, dalam pelaksanannya harus memperhatikan

kaidah seperti pembangunan rumah layak huni dan infrastruktur sehingga penghuni merasa

nyaman, kondusif untuk melakukan usaha ekonomi, dan dapat dinikmati. Pemerintah Kota

Palu telah melakukan berbagai inovasi dan reformasi birokrasi, yaitu pembentukan Tim

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu berdasarkan Keputusan Walikota Palu

Nomor 050.13/164/Bappeda/2013 tanggal 28 Januari 2013. Dengan pembentukan tim ini

diharapkan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu lebih terarah dan tepat sasaran.

Salah satu bentuk koordinasi yang dilakukan, yaitu koordinasi antara kelompok kerja

pada SKPD, maupun instansi vertikal dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui

kegiatan pembangunan rumah layak huni. Adapun alokasi dana yang telah digunakan untuk

pembangunan rumah layak huni dan penataan kawasan pemukinan sebagaimana terlihat

pada tabel berikut:

Tabel 5. Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Palu

Permukiman TahunNilai

PeruntukanAPBN APBD

Untad 2008-2009 7,000,000,000 Kontribusi

Pemda dlm

bentuk IMB,

air, listrik,

tanah

Mahasiswa

Kalikoa (Ujuna) 2009-2010 11,500,000,000 Kumuh

Kayu Malue 2009-2010 9,600,000,000 Pekerja

Alkhairaat 2009-2010 5,500,000,000 Mahasiswa

Rusunawa Lere 2010-2011 11,500,000,000 Kumuh

Page 118: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

112 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Palu, Oktober 2013

Hasil yang Dicapai Inovasi Kegiatan Padat Karya Produktif dan Bantuan

Sosial Lainnya

Program bantuan sosial untuk Raskin pada tahun 2012 berjumlah 14.359 KK,

sedangkan pada tahun 2013 berjumlah 13.673 KK. Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan

kesehatan warga miskin, bantuan pembangunan rumah layak huni, serta bantuan-bantuan

Perumahan

Nelayan Telise

2009 750,000,000 - Relokasi

Perumahan

Swadaya

2008-2010 785,000,000 - BBR

PNPM Mandiri

Perkip

2010 1,000,000,000 - Miskin

Kawasan Khusus

Nelayan

2010-2012 2,000,000,000 - Nelayan

Perumahan

Nelayan

2005-2006 - 800,000,000 Relokasi

Perumahan Salena 2006-2008 - 1,000,000,000 Miskin

Perumahan

Uwetumbu

2009-2010 - 500,000,000 Miskin

Perum. Korban

Bencana Ujuna

2008 - 600,000,000 Kebakaran

Jumlah 49,635,000,000 2,900,000,000

Page 119: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

113JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

sosial lainnya berjalan efektif, maka pelaksanaannya harus dilakukan secara bersamaan.

Dengan penetapan skala prioritas pengentasan kemiskinan diharapkan progam ini akan

berjalan dengan baik. Khusus untuk program padat karya produktif diarahkan agar dapat

memberikan dampak langsung kepada masyarakat sasaran, untuk memenuhi kebutuhan

infrastruktur dasar, meliputi:

1. Pembukaan jalan baru dan peningkatkan jalan lingkungan yang telah ada, serta

perbaikan sanitasi lingkungan, meliputi: perbaikan drainase, perbaikan saluran

rumah tangga, dan penghijauan lingkungan;

2. Pengelohan sampah terpadu berbasis komunitas;

3. Pembuatan ruang terbuka hijau skala komunitas;

4. Pengelolaan usaha tani, yaitu berupa peternakan secara bersama;

5. Pengembangan kesehatan masyarakat melalui kegiatan partisipatif pemantauan

jentik; dan

6. Bantuan pembangunan rumah layak huni.

Untuk program pembangunan rumah layak huni dilaksanakan dengan penyedian

bahan bangunan, sedangkan pengerjaan dilakukan secara swadaya dan program padat karya

terbatas untuk pembangunan rumah layak huni. Progran zero poverty tahun 2013 lebih

diintensifkan dengan pendekatan untuk menggairahkan masyarakat dan kesetiakawan sosial

dengan menganut prinsip “Peduli Dan Berbagi”, dengan dialokasikan anggaran sebesar Rp.

20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) melalui APBD Kota Palu untuk kegiatan padat

karya produktif.

Program padat karya produktif ini dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan pola

gotong royong sesuai konsep kearifan lokal (nosiala pale) yang didukung/dibantu relawan

sosial dan unsur organisasi sosial kemasyarakatan. Selain itu, program padat karya produktif

ini, agar porsi APBD Kota Palu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat miskin

dengan cara memberikan konpensasi dana kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan

Page 120: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

114 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

hampir miskin. Kegiatan padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya telah banyak

membawa dampak terhadap perbaikan perekonomian masyarakat. Tingkat keberhasilan

kegiatan-kegiatan padat karya produktif dan bantuan sosial lainnya sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil yang Dicapai Bidang Padat Karya Produktif dan Bantuan

Sosial Lainnya Kepada Warga Miskin Tahun 2013

N

No. Jenis Pelayanan

Jumlah

Kegiatan Jumlah Biaya Keterangan

1

1. Bantuan pelayanan fasilitas

pengembangan Usaha Kecil Menengah

(UKM)

5 gerobak,

1 mesin neci2

mesin open 1

mesin las

1 mesin cuci 1

mesin giling

Rp. 50.000.000

DAU Kota Palu

2

2.

Bantuan mesin peralatan IKM

makanan olahan

4 Paket Rp. 20.000.000 PAD Kota Palu

3

3.

Bantuan mesin peralatan kemasan IKM

makanan olahan

4 Paket Rp. 20.000.000 PAD Kota Palu

4

4.

Bantuan mesin peralatan IKM

kerajinan

8 Paket Rp. 40.000.000 PAD Kota Palu

5

5.

Bantuan pembuatan bibit kelapa

unggulan (padat karya produktif) 5000 bibit Rp. 18.400.000 PAD Kota Palu

6

6.

Bantuan pelatihan dan bibit ikan lele,

paten dan ikan nila warga miskin

45.000 Ekor Rp. 44.500.000 PAD Kota Palu

7

7.

Bantuan pengadaan bibit tanaman,

nangka, mangga, tomat dan cabe

4 paket Rp. 50.000.000 PAD Kota Palu

8

8.

Bantuan penyandang cacat berat

selama 12 bulan 96 orang Rp. 345.600.000 APBN

Page 121: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

115JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

9

9. Bantuan Lansia selama 6 bulan 100 orang Rp. 654.000.000 APBN

1

10. Padat karya infrastruktur 3 paket Rp. 757.956.000 APBN

Sumber: Bagian Pembinaan Program Sekda Kota Palu, Oktober 2013

Dengan pendekatan yang digunakan pada kegiatan yang berbasis pemberdayaan

masyarakat, diharapkan program ini dapat memulihkan kondisi kesejahteraan dan

mengembangkan pertumbuhan ekonomi di wilayahnya masing-masing. Pola padat karya

yang dilakukan yaitu, selama 4 (empat) hari mulai hari Senin sampai hari Kamis masyarakat

dilibatkan pada padat karya produktif. Sejak tahun 2008 padat karya peduli dilaksanakan

bersamaan dengan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM). Program bercorak

pemberdayaan masyarakat sebagai suatu bentuk replikasi program pemberdayaan yang

dikreasikan dari pusat, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), namun

mengalami penyesuaian dengan kondisi dan tipikal lokalitas di daerah. Pelaksanaan PDPM

merupakan dari zero poverty, dimulai dengan Penyusunan Program Pembangunan Kelurahan

Berjangka (PPKB) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat.

Pola yang dilakukan adalah meningkatkan pengembangan infrastruktur dan sosial

ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki. PDPM telah menyentuh

sampai ketingkat kelurahan dan komunitas dengan kelembagaan KSM (Kelompok Swadaya

Masyarakat) serta melalui fasilitasi TPM (Tenaga Penggerak Masyarakat). Siklus PDPM

mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan, menggunakan pendekatan

partisipatoris. Hal tersebut dimaksudkan agar hasil pelaksanaan dapat sesuai dengan

keinginan masyarakat. PDPM dilaksanakan di semua kelurahan di Kota Palu, dengan alokasi

pembiayaan murni dari APBD Kota Palu, trend pemanfaatan dananya dapat dilihat pada

gambar berikut:

Page 122: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

116 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Gambar 6. Trend Pemanfaatan Dana PDPM di Kota Palu

Sumber: Pengolahan Data Informasi Pembangunan Kota Palu,

Oktober 2013

Sejalan dengan PNPM yang dicanangkan di Palu oleh Presiden pada tahun 2007, maka Kota

Palu telah menyiapkan program serupa, yakni P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan

Perkotaan). Program ini bertujuan untuk meningkatan partisipasi Masyarakat dalam membangun

infrastruktur lingkungan.

Dari tabel tersebut diatas diperoleh informasi bahwa alokasi dana untuk Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) mencapai Rp. 23.591.800.000,- (dua puluh tuga

miliar lima ratus Sembilan pulih satu juta delapan ratus ribu rupiah) berasal dari APBN dan Rp.

6.871.000.000,- (enam miliar delapan ratus tujuh puluh satu juta rupiah) bersumber dari APBD

Kota Palu. Untuk PDPM alokasi dananya mencapai Rp. 6,847,000,000,- (enam miliar

delapan ratus empat puluh tujuh juta rupiah) dibiayai oleh APBD Kota Palu.

Page 123: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

117JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Gambar 7. Pembangunan Infrastruktur Lingkungan di Kota Palu

Pencapaian Inovasi Pemberian Beasiswa

Untuk meningkatkan akses layanan pendidikan khususnya bagi masyarakat miskin

melalui Peduli Kaum Dhuafa telah diberikan beasiswa daerah:

1) Tahun 2006-2013 siswa Sekolah Dasar sebanyak 4.580, dan siswa Sekolah

Menengah Pertama sebanyak 1800 Siswa;

2) Sejak tahun 2009 dibangun MoU antara Pemerintah Sulawesi Tengah dengan

Pemerintah Kota Palu dalam pelaksanaan program pendidikan Gratis bagi SD/MI,

SMP/MTs Negeri dan swasta di Kota Palu;

3) Tahun 2009-2013 oleh Yayasan Anantovea yang menyalurkan beasiswa bagi yang

tidak mampu;

4) Pengiriman pelajar ke President University sejumlah 50 0rang (25 orang tahun

2008, 25 Orang tahun 2009 di 5 Jurusan Industri), dengan dana yang dialokasikan

melalui APBD Kota Palu sebesar Rp.700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah).

Page 124: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

118 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Dengan pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu

dapat dilihat pada kegiatan penanggulangan kemiskinan (zero poverty) yang ada telah

mendorong masyarakat miskin menjadi insan yang produktif dan bermartabat bukan

berdasarkan rasa belas kasihan. Selain itu hasil yang nampak dari kegiatan penanggulangan

kemiskinan adalah penciptaan lapangan kerja, Pemerintah Kota Palu telah merintis program

pemberdayaan masyarakat melalui Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM)

sejak tahun 2008.

Dampak lain di bidang reformasi birokrasi dengan pembentuk tim tersebut

mekanisme penanggulangan kemiskinan telah melibatkan unsur masyarakat, mulai dan

tahap identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.

Melalui proses pembangunan partisipatif, terutama masyarakat miskin, dapat

ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek

penanggulangan kemiskinan. Salah satu aspek penting yang diperoleh dengan adanya tim

tersebut adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat, serta kegiatan

penanggulangan kemiskinan. Dampak atau manfaat dari program zero poverty dalam

penanggulangan kemiskinan, yaitu telah berhasil menginstitusionalisasikan suatu program

daerah bercorak pemberdayaan masyarakat sebagai suatu bentuk replikasi program

pemberdayaan yang dikreasikan dari pemerintah dan disesuaikan dengan kondisi dan tipikal

lokalitas di daerah.

Melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu pelaksanaan

kegiatannya telah menyentuh sampai ketingkat kelurahan dan komunitas kelembagaan KSM

(Kelompok Swadaya Masyarakat), Proses pelaksanaan dari awal sudah melibatkan peran

serta masyarakat melalui fasilitasi TPM (tenaga penggerak masyarakat). Dari segi pelayanan

masyarakat, Pemerintah Kota Palu telah melakukan berbagai inovasi dan reformasi

birokrasi, sehingga pengurusan izin atau surat lainnya dapat tepat waktu, dan adanya

kepastian serta masyarakat dapat mengajukan pengaduan. Sebagai pembanding dengan

Page 125: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

119JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

adanya pembentukan tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan tersebut telah

menunjukkan terjadinya koordinasi dan integrasi penanggulangan kemiskinan antara SKPD

terkait dengan baik.

Tabel 8. Situasi Sebelum Pembentukan Tim KPK

dan Sesudah Pembentukan Tim

Situasi Sebelum Pembentukan Tim Sesudah Pembentukan Tim

SKPD bekerja kurang fokus akibat

data yang tidak riel.

Kelurahan kurang dilibatkan dalam

penanganan kemiskinan, termasuk penyiapan

data

Terjadinya perbedaan basis data yang

digunakan oleh masing-masing SKPD yang

menangani kemiskinan

Pelayanan yang diberikan tidak

efektif akibat tidak ada kejelasan instansi yang

bertanggung jawab.

Pelayanan kepada masyarakat miskin

kurang tepat waktu dan tidak jelas.

Dalam penanggulangan kemiskinan

tidak didasarkan pada standar operasional

prosedur (SOP)

Kurang transparan mulai tahap

Terjadi koordinasi dan integrasi

penanggulangan kemiskinan karena data yang

digunakan sama.

Kegiatan tepat sasaran, karena

kelurahan sebagai ujung tombak kegiatan yang

mengatahui di lapangan

Data yang digunakan tiap-tiap SKPD

sama dalam pemberian pelayanan

Pelayanan menjadi efektif dan

efisien, karena SKPD penanggung jawab

cukup jelas untuk masing-masing kegiatan

dengan data yang sama.

Pelayanan kepada warga miskin tepat

waktu dan tidak berbelit dan ada kepastian

waktu penyelesaian.

Dalam pelaksanaan kegiatan

didasarkan pada Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.

Mulai tahap perencanaan,

Page 126: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

120 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan

dan evaluasi

Dari segi APBD Kota Palu kurang

dirasakan secara langsung oleh masyarakat

miskin

pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi

berjalan efektif,karena melibatkan masyarakat

Porsi APBD Kota Palu dapat

dirasakan secara langsung oleh masyarakat

miskin

Perancangan dan Penerapan Good Practice

Gagasan awal program zero poverty adalah Walikota Palu, Rusdy Mastura dan Wakil

Walikota Palu Mulhanan Tombolotutu, bahwa untuk menangani masalah kemiskinan perlu

keseriusan dari semua pemangku kepentingan. Pelaku utama pada program ini adalah

Sekretariat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) Kota Palu, dengan

penanggung jawab sekaligus ketua adalah Sekretaris Kota Palu, Drs. H. Aminuddin Atjo,

M.Si.

Proses Penerapan Good Practice, Tahapan Kegiatan dan Langkah-langkap

yang Dilakukan

Pelaksanaan program penaggulangan kemiskinan (zero poverty) secara instensif

dilaksanakan pada tahun 2007, di mana berdasarkan gagasan Walikota Palu tersebut, maka

untuk mengefektifkan harus dimasukkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) Kota Palu. Program ini awalnya dititikberatkan pada kegiatan bidang kesehatan dan

pembangunan rumah layak huni serta kegiatan padat karya produktif. Program ini

merupakan kebutuhan dasarnya yang harus ditangani terlebih dahulu, selanjutnya pada

kegiatan pemberian beasiswa.

Untuk program pelayanan kesehatan warga miskin penganggarannya melalui

Jamkesmas dan Jamkesda. Kegiatan ini awalnya untuk pelayanan kesehatan rujukan ke

rumah sakit warga miskin atau untuk berobat pada Pukesmas di Wilayah Kota Palu. Tahun

Page 127: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

121JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

2012, pelayanan kesehatan berkembang bukan hanya untuk bantuan kesehatan semata,

tetapi merambah pada pelayanan ibu melahirkan secara gratis di Pukesmas, operasi bibir

sumbing, sunatan massal, dan peningkatan gizi masyarakat miskin. Dengan program ini

diharapkan pelayanan kesehatan masyarakat miskin berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

Masyarakat miskin memperoleh hak sama di bidang pelayanan kesehatan.

Pada awalnya program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) tahun 2007

dilaksanakan secara terpisah (masing-masing Pokja) dan belum terintegrasi dengan baik.

Kelompak kerja pelayanan kesehatan warga miskin cenderung kurang melibatkan instansi

lainnya. Begitu juga untuk pembangunan rumah layak huni, yang dikerjakan secara padat

karya, cenderung kurang terarah dan tanpa didukung data akurat.

Setelah dilakukan berbagai evaluasi, maka dalam program penanggulangan

kemiskinan perlu berbagai pembenahan dan harus melibatkan berbagai pihak terkait,

sehingga program tersebut benar-benar tepat sasaran. Oleh sebab itu, sejak tahun anggaran

2013 dibentuklah tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Palu, yaitu

dengan keputusan Walikota Palu Nomor 050.13/164/Bappeda/2013 tanggal 28 Januari

2013, yang mempunyai tugas antara lain melakukan koordinasi dan pengendalian. Pada tim

tersebut, masing-masing kelompok kerja yang terlibat diatur berdasarkan tugas fungsi dan

tanggung jawab, sehingga program tepat sasaran.

Pemerintah kelurahan dan kecamatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

menyiapkan data dan sekaligus ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan, baik untuk kegiatan pelayanan kesehatan untuk warga miskin,

pemberian beras mikin, pembangunan rumah layak huni dan pemberian beasiswa maupun

kegiatan padat karya produktif. Seiring dengan perkembangan, maka pelaksanaan kegiatan

penanggulangan dilakukan evaluasi dan pembenahan secara berkelanjutan. Pada tahun 2013

program kegiatan inovatif yang dipilih oleh pemerintah Kota Palu untuk mensasar

permasalahan pembangunan yang ada, yaitu memfokuskan kebijakan pembangunan pada

Page 128: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

122 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

upaya mereduksi kemiskinan di Kota Palu sambil memperkuat kelembagaan kelurahan dan

mengoptomalkan kelembagaan yang telah ada di masyarakat, dengan harapan semua warga

miskin harus kena sasaran program.

Pembenahan dan penyempurnaan yang dilakukan antara lain meningkatkan peran

lembaga kemasyarakatan, yakni dengan skema memberikan peran yang luas pada kelompok

masyarakat untuk terlibat aktif dalam rangkaian kegiatan mulai dalam tahap perencanaan,

ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan serta turut mengevaluasi kegiatan yang berlangsung.

Langkah-langkah pembenahan dan penyempurnaan kegiatan dipilih 3 (tiga) skenario utama

penanganannya, yaitu perbaikan infrastruktur, pengembangan ekonomi produktif dan serta

memperkuat kohesivitas sosial kemasyarakatan. Dengan skenario tersebut diharapkan

semua warga dapat terlayani dan tidak lagi dijumpai warga miskin di Kota Palu yang tidak

mempunyai penghasilan.

Strategi atau langkah-langkah yang digunakan dalam program inovatif Kota Palu,

yaitu melalui optimalisasi jangkauan pelayanan dasar pada masyarakat sasaran, meliputi

perluasan kesempatan kerja dengan penghasilan yang memadai, pekerjaan yang dilakukan

melalui skema padat karya produktif. Skema pada karya produktif maksudnya kegiatan

pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan pembuatan atau rehabilitasi infrastruktur

sederhana maupun kegiatan produktif lainnya. Fokus kegiatan padat karya tersebut meliputi

bidang kesehatan melalui jumantik (juru pemantau jentik), bidang lingkungan hidup berupa

melakukan penanaman pohon produktif dan bantuan bidang peternakan. Filosofi dasar dari

kegiatan penanggulangan kemiskinan Kota Palu adalah tidak ada lagi rumah tangga miskin di

Kota Palu yang berjumlah 13.673 KK tidak terlayani oleh fasilitas pemerintah yang

bersentuhan langsung dengan reduksi kemiskinan melalui pembenahan infrastruktur daerah

serta bantuan langsung berupa beras murah. Kegiatan penanggulangan kemiskinan

dikelompokan pada 3 (tiga) cluster atau kelompok sasaran, yaitu:

Page 129: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

123JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

1. Kelompok pertama, ditujukan untuk keluarga miskin, yaitu dilaksanakan dengan

cara intervensi langsung berupa pemberian uang sejumah Rp. 500.000 (lima ratus ribu

rupiah) setiap bulan. Konsekuensi keluarga sasaran yang menerima dana tersebut

diwajibkan terlibat dalam berbagai skema kerja padat karya produktif yang berpola

pemberdayaan masyarakat. Untuk pengendalian dan operasionalnya memanfaatkan lembaga

kelurahan sebagai motor penggerak dan dinamisator kebijakan di lapangan.

2. Kelompok kedua, yaitu memaksimalkan kekuatan komunitas masyarakat dalam

penanggulangan kemiskinan. Kegiatan menekankan penguatan Program Daerah

Pemberdayaan Masyarakat (PDPM). Pada kelompok kedua, masyarakat dapat

mengkreasikan gagasannya menjadi tindakan nyata untuk penanggulangan permasalahan

kemiskinan di lingkungannya. Kegiatan yang dapat dilakukan seperti rehabilitasi infrastuktur

sederhana, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya.

3. Kelompok ketiga, yaitu dengan membuka kesempatan bagi para pemuda atau

masyarakat yang berminat dan telah memiliki usaha untuk difasilitasi dengan kredit

perbankan. Pemerintah Kota Palu berupaya melakukan pembinaan terhadap para pemuda

dan keluarga miskin tersebut, sehinga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan

mempunyai pendapatan sendiri. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Kota Palu,

berupa pelatihan kewirausahaan bagi masyarakat telah memiliki usaha ekonomi rumah

tangga akan dikembangkan permodalannya.

Skenario yang dilakukan dalam permodalan, Pemerintah Kota Palu dengan dukungan

Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dialokasi anggaran sebesar Rp.

10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) melalui APBD Kota Palu. Dari dana tersebut, Rp.

8.000.000.000,- untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dan permodalan. Sedangkan

skemakegiatan zero poverty Pemerintah Kota Palu mengalokasikan sejumlah Rp.

2.000.000.000 (dua milyar rupiah), untuk digunakan sebagai jaminan bagi perbankan, agar

memudahkan pinjaman yang akan dilakukan oleh para kelompok masyarakat. Pinjaman

Page 130: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

124 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

tersebut dapat berfungsi sebagai penggerak ekonomi kreatif. Hal yang perlu diperhatikan

bahwa penanggulangan kemiskinan tidak semata melihat kemiskinan dalam dimensi aspek

pendapatan dan konsumsi, tetapi juga melihat aspek kontinuitas pendapatan sebagai faktor

yang layak untuk diintervensi.

Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kemiskinan (zero poverty) di Kota Palu,

mengambil skenario tentang pemutusan terhadap siklus kemiskinan. Elemen atau faktor

penyebab kemiskinan, hendak diputus melalui program zero poverty. Dengan pelaksanaan

program penanggulangan kemiskinan dengan berbagai inovasi yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Palu ada beberapa harapan yang ingin dicapai atau diubah seperti yang

tersebut pada gambar di atas.

Pengorganisasi penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu

berdasarkan peran dan fungsinya secara spesifik dalam pelaksanaan kegiatan. Penanggung

jawab program penanggulangan kemiskinan adalah Sekretaris Daerah Kota Palu. Untuk

mengefektifkan kegiatan pada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, maka pada

tingkat Kota Palu dibentuk tim pengendalian SKPD teknis serta sekretariat yang bertugas

membantu pengelolaan administrasi dan menjamin kegiatan terlaksana sesuai rencana.

Sedangkan untuk tingkat kecamatan dan kelurahan dibentuk tim penanggung jawab,

khususnya untuk kegiatan padat karya produktif, yaitu yang berfungsi mengkoordinasi dan

mengkontrol pelaksanaan kegiatan, yang dibantu oleh tim fasilitator kecamatan dan

kelurahan.

Pada program penanggulangan kemiskinan (zero poverty) kepala Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai kewenangan dan memberikan rekomendasi warga

miskin penerima layanan/bantuan. Pada tahap ini, didasarkan pada data-data yang diberikan

oleh pihak kelurahan, di mana warga miskin berdomisili. Pada tahap pelaksanaan kegiatan,

pemerintah kelurahan merupakan ujung tombak utama, dengan harapkan

Page 131: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

125JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

pelayanan/bantuan tepat sasaran. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan

program ini, sebagaimana tertera dalam tabel 9 berikut:

Tabel 9. Pihak yang Terlibat dan Peran dalam Tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu

No Pihak yang Terlibat Peran dan Keterlibatan

1. Walikota dan Wakil Walikota Palu Memberikan dukungan dan komitmenMengambil kebijakan strategis, termasuk pendanaan

2. Sekretaris Daerah Kota Palu Sebagai ketua sekaligus penanggung jawab kegiatanMemberikan arahan kegiatan kepada anggota Tim Koordinasi PenanggulanganKemiskinan (KPK)

3. Kepala Bappeda Koordinator Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan sekaligus ketuapengendali Tingkat Kota PaluMelakukan koordinasi dengan SKPD penanggung jawabMerumuskan kebijakan teknis

4. Kepala Dinas Kesehatan Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan kesehatan danibu melahirkan melalui program Jamkesmas dan Jamkesda pada Puskesmas

5. Kepala Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD)

Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan Jamkesmas danJamkesda Rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

6 Kepala Dinas Tata Ruang danPerumahan

Bertanggung jawab atas pendanaan dan penyiapan bahanpembangunan rumahlayak huni

7. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan rumah layak huniBertanggung jawab pelaksanaan kegiatan padat karya pembangunaninsfrastruktur

8. Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Bertanggung jawab pelaksanaan bantuan sosial lainnya.Bantuan pembangunan rumah layak huni.

9. Kepala Badan PemberdayaanMasyarakat

Bertanggung jawab pelaksanaan bantuan teknologi tepat guna dan bantuanperalatan industri rumah tangga.Bertanggung jawab pendanaan padat karya produktif

10 Kepala Dinas Pendidikan Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pendanaan pelayanan beasiswa siswamiskin.

11. Kepala Bagian Pembinaan Program,Kabag Humas, Kepala BagianOrganisasi

Anggota tim pengendali Program penanggulangan Kota Palu

12. Kepala Puskesmas Bertanggung jawab pelaksanaan pelayanan persalinan pada Puskesmasperawatan.

13. Kepala Bagian Perekonomian Bertanggung jawab atas pelaksanaan Raskin (Beras Miskin)14. Camat Bertanggung jawab atas pelaksanaan program kegiatan di Wilayahnya

Tim pengendalian tingkat kecamatan di wilayah kerja.15. Lurah Bertanggung jawab atas penyiapkan data penduduk miskin di Wilayahnya.

Bertanggung jawab atas pelaksanaan program di wilayahnya.

Page 132: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

126 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Untuk mengefektifkan kegiatan yang dilaksanakan fungsi tim Koordinasi

Penanggulangan Kemiskinan, di mana tim ini setiap 3 (tiga) bulan mengadakan rapat

koordinasi untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi sekaligus melakukan monitoring.

Dalam melakukan koordinasi penanggulangan kemiskinan, diperlukan komitmen dari

pimpinan dan seluruh jajarannya. Setiap kegiatan atau permasalahan harus dikoordinasikan

dan dikomunikasikan, yaitu bagaimana strategis dan mekanisme serta apa yang harus

dikoordinasikan.

Begitu juga terhadap permasalahan yang timbul, komitmen pimpinan dan semua

pihak yang terlihat akan dapat memecahkan permasalahan. Selain itu semua pihak yang

terlihat harus konsisten terhadap kegiatan penanggulangan kemiskinan. Hal lain yang perlu

mendapatkan perhatian ialah masalah karektistik dan budaya masyarakat maupun

sumberdaya yang tersedia. Sehingga dalam penetapkan strategis dan manajemen

penanggulangan kemiskinan dapat tepat sasaran. Berikut ini merupakan alur dan hal-hal

yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kota Palu:

Gambar 11. Yang Harus Dilakukan dalam Mempercepat

Penanggulangan Kemiskinan

Komitmen pimpinan terhadap penanggulangankemiskinan

Komitmen seluruh jajaran terhadap penanggulangankemiskinan

Komunikasi dan koordinasi -Strategi- Mekanisme- Apa yang harusdikomunikasi/koordinasikanMengolah dan menangani permasalahan yang

timbul

Dibutuhkan Komitmen semua pihak terhadappenanganan masalah

Konsistensi

Strategi Pelaksanaan

Karekteristik masyarakat Budayamasyarakat Sumber daya yang tersedia

Manajemen penanggulangankemiskinan

Page 133: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

127JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Selanjutnya untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang,

dari mulai tingkat kota dan kelompok kerja (Pokja) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),

tingkat kecamatan dan tingkat kelurahan. Adapun pelaku yang terlibat dalam monitoring

dan evaluasi yaitu:

a. Tingkat Kota Palu, dilakukan oleh tim pengendali dan SKPD terkait, evaluasi

dilakukan untuk menilai kesesuaian rencana dan pelaksanaan, serta untuk

memberikan pembinaan teknis kegiatan padat karya produktif;

b. Tingkat kecamatan, dilakukan oleh tim pengendalian kecamatan dibantu oleh

fasilitator, yaitu untuk memastikan pelaksanaan tepat waktu dan sesuai rencana;

c. Tingkat kelurahan, evaluasi dan monitoring dilakukan terhadap kualitas pekerjaan

dilakukan oleh masyarakat sasaran.

Anggaran untuk Penerapan Good Practice

Sesuai program penangggulangan kemiskinan di Kota Palu, maka pembiayaan atau

pendanaan operasional mengacu kelompok kerja (Pokja). Skema pendanaan untuk

pelayanan kesehatan warga miskin menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan dan Badan

Rumah Sakit Daerah (RSUD) Anutapura Kota Palu. Dinas kesehatan mempunyai kewajiban

pendanaan untuk pelayanan persalinan dan berobat pada Puskesmas, sedangkan RSUD

Anutapura Kota Palu bertanggung jawab terhadap penganggaran pasien rawat inap

pemegang kartu Jamkesmas dan Jamkesda. Anggaran untuk penerapan good practice

berkenaan dengan program atau kegiatan koordinasi penanggulangan kemiskinan di Kota

Palu bersumber dari Pendapatan Asli Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD), APBN, dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan adanya dukungan dana tersebut

diharapkan pelaksanaan kegiatan tepat sasaran.

Untuk penganggaran Kelompok Kerja (Pokja) kegiatan pembangunan rumah layak

huni, yang bertanggung jawab adalah Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dan Dinas Pekerjaan

Page 134: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

128 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Umum. Bantuan pembangunan rumah layak huni yang berasal dari Kementerian Sosial

Republik Indonesia menjadi tanggung jawab Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, sedangkan

penganggaran bantuan rumah layak huni yang berasal dari APBD Kota Palu menjadi

tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Kota Palu dan Dinas Tata Ruang dan Perumahan

Kota Palu. Bantuan pembangunan rumah layak kepada masyarakat miskin diberikan apabila

warga miskin tersebut secara nyata adalah pemilik tanah yang akan dibangun, hal ini untuk

menghindari terjadinya (tumbuhnya rumah-rumah) komplek di kemudian hari.

Penganggaran untuk kegiatan pelayanan pemberian beasiswa terhadap siswa tidak

mampu menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan Kota Palu. Pendanaan untuk kegiatan

pemberdayaan masyarakat berupa bantuan teknologi tepat guna menjadi tanggung jawab

Badan Pemberdaayaan Masyarakat Kota Palu. Sedangkan bantuan beras miskin (Raskin)

menjadi tanggung jawab Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kota Palu. Alokasi dana

program penanggulangan kemiskinan (zero proverty) Pemerintah Kota Palu Tahun Anggaran

2013 sebagai berikut:

Tabel 13. Alokasi Anggaran Program Penanggulangan Kemiskinan Kota

Palu Tahun 2013

No. Jenis Kegiatan SKPD Jumlah Biaya (Rp) KeteranganA. PELAYANAN KESEHATAN1 Belanja obat dan perbekalan pelayanan

JamkesdaRSUD Anuta Pura 199.822.630 PAD Kota Palu

2. Pelayanan Kesehatan Jamkesda RSUD Anuta Pura 993.106.955 PAD Kota Palu3 Pelayanan makan pasien Jaskesmas RSUD Anuta Pura 720.000.000 PAD Kota Palu4. Pelayanan pasien miskin Jamkesmas RSUD Anuta Pura 4.100.000.000 PAD Kota Palu5. Belanja obat Jamkesmas RSUD Anuta Pura 2.408.415.000 PAD Kota Palu6. Perbaikan gizi masyarakat miskin RSUD Anuta Pura 367.200.000 PAD Kota Palu7. Belanja sarana pasien Jamkesmas RSUD Anuta Pura 6.095.561.548 PAD Kota Palu8. Bantuan makanan dan obat untuk warga

miskin pada RSU Kota PaluRSUD Anuta Pura 199.822.630 PAD Kota Palu

9 Pengobatan kesehatan kaum duafa padaPuskesmas Dinas Kesehatan

120.000.000 PAD Kota Palu

10 Bantuan makan minum Balita dan

Page 135: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

129JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

pemeriksaan ibu hamil, persalinan danBumil anemia dan dan layanan kesehatanlainnya.

Dinas Kesehatan 730.500.000 PAD Kota Palu

11 Pelayanan kesehatan operasi katarak danoperasi bibir sumbing

Dinas Kesehatan250.000.000 PAD Kota Palu

12. Pelayanan sunatan missal Dinas Kesehatan 100.000.000 PAD Kota PaluJUMLAH 16.284.428.763

B PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN1. Bantuan kelompok Usaha bersama 30

(kube)Dinas Sosial danTenaga Kerja

450.000.000 APBD dan APBN

2. Bantuan keluarga harapan Dinas Sosial danTenaga Kerja

3.412.900.000 APBN

3. Rehalitasi sosial penyandang cacat Dinas Sosial danTenaga Kerja

345.600.000 APBN

4. Perlindungan sosial lanjut usia Dinas Sosial danTenaga Kerja

240.000.000 APBN

5. Pelayanan korban bencana sosial Dinas Sosial danTenaga Kerja

654.000.000 APBN

6. Program padat karya produktif Dinas Sosial danTenaga Kerja

757.956.000 APBN

JUMLAH 5.860.456.000C. BIDANG PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN1. Bantuan obat-obatan, makanan dan lainnya Dinas Pertanian

kehutanan dankelautan

307.070.000 APBD Kota Palu

2. Bantuan bibit kelapa dan pengolahan hasilperkebunan

Dinas Pertaniankehutanan dankelautan

698.400.000 APBN dan APBD

3. Bantuan pembibitan Pohan asam dan kemiri Dinas Pertaniankehutanan dankelautan

685.074.500 APBD Kota Palu

4. Pengembangan dan bantuan bibit ikan lele,paten dan nila

Dinas Pertaniankehutanan dankelautan

73.100.000 APBD Kota Palu

5. Bantuan produksi pertanian dan bibittanaman mangga, nangka, tomat dan capai

Dinas Pertaniankehutanan dankelautan

89.000.000 APBD Kota Palu

6. Pengelolaan irigasi untuk tanaman pangan Dinas Pertaniankehutanan dankelautan

539.000.000 APBN

7. Pengembangan sarana dan prasaranapertanian untuk pengadaan kontruksi jalan

Dinas Pertaniankehutanan dankelautan

1.192.500.000 APBD dan DAK

8. Pengembangan sarana dan prasaranapertanian untuk pengadaan kontruksi

Dinas Pertaniankehutanan dan

2.162.658.000 APBD dan DAK

Page 136: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

130 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

jaringan air kelautan9. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan

(PUAD)Badan PP danketahanan Pangan

1.249.004.430 APBD Kota Palu

JUMLAH 6.906.806.930D. BIDANG INDUSTRI, KOPERASI DAN USAHA KECIL

MENENGAH (UKM)1. Pengembangan UKM yang Kondusif Dinas Perindag

Koperasi danUKM

200.000.000 APBD Kota Palu

2. Bantuan subsidi kebutuhan pokok, gulapasir, minyak goreng dan beras

Dinas PerindagKoperasi danUKM

15.000.000 APBD Kota Palu

3. Bantuan UKM untuk grobak, mesin las,mesin open dan lainnya

Dinas PerindagKoperasi danUKM

50.000.000 APBD Kota Palu

4. Bantuan peralatan untuk Industri Kecil danMenengah (IKM)

Dinas PerindagKoperasi danUKM

80.000.000 APBD Kota Palu

JUMLAH 345.000.000E KEGIATAN PADAT KARYA PRODUKTIF1 Pengadaan kontruksi jalan dan peningkatan

jalanDINAS PU,Energi dan SDM

2.196.000.000 APBD Kota Palu20% untukprogram padatkarya produktif

2. Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong

DINAS PU,Energi dan SDM

833.293.700 APBD Kota Palu20% untukprogram padatkarya produktif

3. Pembangunan jaringan air bersih/airminum di wilayah Kota Palu

DINAS PU,Energi dan SDM

3.888.925.000 APBD Kota Paludan DUK 20%untuk programpadat karyaproduktif

JUMLAH 6.918.218.700G. BANTUAN BEASISWA SISWA/MAHASISWA TIDAK

MAMPU1 Bantuan hibah beasiswa/ mahasiswa tidak Dinas Pendidikan 700.000.000 APBD Kota Palu

Sumber: Laporan Pengolahan Data Bagian Pembangunan, Oktober 2013

Page 137: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

131JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Faktor Sukses Utama Program Penanggulangan Kemiskinan

Faktor utama yang melandasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (KPK)

berjalan dengan baik dan tepat sasaran adalah adanya dukumen dan komitmen dari Walikota

dan Wakil Walikota Palu, serta Sekretaris Daerah Kota Palu. Selain itu program ini berjalan

dengan baik atas dukungan dinas teknis, camat, lurah dan masyarakat. Pembelajaran positif

adanya program kegiatan ini adalah terbentuknya koordinasi yang harmonis antar-Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD), stakeholders dan masyarakat dalam penanggulangan

kemiskinan. Secara rinci faktor sukses utama program penanggulangan kemiskinan di Kota

Palu sebagai berikut:

a. Komitmen dan kebijakan Walikota Palu dalam rangka pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan, didukung pula dari semua SKPD serta adanya berbagai

terobosan kebijakan dan inovasi bidang pelayanan;

b. Koordinasi yang baik sehingga tercapainya sinergi antar-SKPD dalam

penyelenggaraan tugas dan fungsi;

c. Sumberdaya aparatur yang memiliki integritas dan komitmen kuat dalam

menjalankan prosedur pelayanan kepada masyarakat;

d. Penguatan pola pikir dari jajaran Pemerintah Kota Palu sebagai penyelenggara

pelayanan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan;

e. Pelaksanaan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dilaksanakan

sinergi dengan program penanggulangan kemiskinan;

f. Partisipasi masyarakat dalam penentuan kebutuhan, penyusunan rencana,

pelaksanaan sampai pengawasan terlibat secara langsung;

g. Adanya standar operasional prosedur dan grand design sistem yang jelas dan

terarah;

h. Kesiapan sarana-prasarana dalam menunjang palaksanaan tugas dan fungsi,

misalnya data kependudukan, sistem informasi, dan sebagainya;

Page 138: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

132 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

i. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan dilakukan secara berkala;

j. Adanya media pengaduan sebagai akses untuk menyampaikan informasi, apabila

terdapat pelayanan yang tidak sesuai yang diharapkan.

Hal yang perlu untuk diperhatikan oleh daerah yang ingin mereplikasi atau

mentransfer good practice ini adalah komitmen Walikota dan Wakil Walikota Palu,

Sekretaris Daerah Kota Palu dan jajaran eksekutif dan dukungan legislatif, serta penyediaan

dana, sarana dan prasarana. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam penerapan

good practice tentang penetapkan mekanisme kerja maupun penetapan standar operasional

prosedur kelompok-kelompok kerja yang menangani program penanggulangan kemiskinan

dan sarana pedukung berupa perangkat lunak untuk mengelola database.

Gambar 13. Penanggulanan Kemiskinan Setelah Dilakukan Inovasi

Penutup

Tanggal 28 Januari 2013 dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

(KPK) Kota Palu. Dengan dibentuknya tim tersebut, mekanisme kerja dilakukan

penyempurnaan. Salah satu yang dilaksanakan adalah pembentukan kelompok kerja (Pokja)

dan tim teknis SKPD, penanggung jawab kegiatan kecamatan dan kelurahan.

Kebutuhan pelayanan dasar kesehatan wargamiskin belum maksimal

Infrastruktur dan rumah layak huni warga miskinbelum tersedia

Pelayanan kesehatan warga miskin maksimal,jelas, sederhana, bersih dan tidak berbelit

Produktivitas rendah danpenghasilan tidak tetapdan kekurangan modal

Memberi stimulus melalui bantuan pinjamanuntuk menciptakan lapangan kerja

Tersedia instrastruktur dan rumah layak hunidengan partisipasi masyarakat

Pendapatan warga miskinrendah dan tabunganrendah

Pendapatan meningkat dan tabungan meningkat

Rentan anaknya putus sekolah dan tidak sekolahBantuan beasiswa siswa tidak mampu, dalamrangka memutus lingkaran kemiskinan

Page 139: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

133JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Model pendekatan yang digunakan adalah untuk menggairahkan masyarakat dengan

berbagai sentuhan kesetiakawanan sosial menganut prinsip “Peduli Dan Berbagi”

penanggulangan kemiskinan (zero proverty) dilaksanakan melalui 4 program, yaitu: a).

Pelayanan kesehatan warga miskin; b). Bantuan pembangunan rumah layak huni; c). Padat

Karya Produktif; dan d). Bantuan beasiswa pendidikan.

Untuk mereduksi kemiskinan dapat berangsur terminimalisir, maka dibuat strategi

penanggulangan kemiskinan daerah, dengan skenario kegiatan yang dikelompokan 3 (tiga)

cluster atau kelompok sasaran, yaitu: Cluster I (sasaran warga sangat miskin), dengan intervensi

langsung, melalui bantuan Rp. 500.000.,- setiap bulan, dengan konsekuensi ikut kegiatan

padat karya produktif selama 4 hari. Cluster II (warga miskin), yaitu memaksimalkan

komunitas masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan, dengan penguatan PDPM dan

pemberian pelatihan. Sedangkan cluster III (Warga hampir miskin), yaitu dengan membuka

kesempatan bagi warga, terutama yang telah mengikuti pelatihan dan memiliki usaha

ekonomi keluarga akan dikembangkan permodalannya, maka akan difasilitasi kredit

perbankan.

Pencapaian pelaksanaan penanggulangan kemiskinan melalui program daerah dapat

dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu: yang pertama dari segi hasil pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan, sedangkan kedua manfaat atau hasil dari segi reformasi

birokrasi. Di sektor kesehatan sejak tahun 2008 sampai Bulan Oktober 2013 telah yang

dicapai, antara lain menerbitkan kartu Jamkesda 24.304 Kartu dan pelayanan kesehatan

terhadap warga miskin, layanan makanan tambahan, imunisasi DT/TT murid, imunisasi

campak murid, operasi katarak dan bibir, penyunatan massal dan layanan pertolongan

persalinan.

Hasil yang dicapai bantuan pembangunan rumah layak huni, meliputi relokasi rumah

nelayan, bantuan perumahan warga Salena, dan korban bencana. Untuk pelayanan bantuan

sosial meliputi: bantuan fasilitas pengembangan usaha kecil, bantuan peralatan IKM,

Page 140: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Mengagas Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinandi Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

134 JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

bantuan bibit pertanian dan bibit ikan. Selain itu, yang telah dilakukan ialah bantuan bidang

peternakan, bantuan alat pengolah makanan ternak, bantuan perbengkelan, alat

pertukangan dan bantuan bibit bawang goreng serta alat pengolahan bawang goreng serta

bantuan beras miskin (Raskin).

Di bidang layanan pendidikan bagi warga miskin melalui Peduli Kaum Dhuafa telah

diberikan beasiswa daerah untuk siswa SD dan SMP serta penyaluran beasiswa oleh Yayasan

Anantovea bagi yang tidak mampu, serta pengiriman pelajar ke berbagai perguruan tinggi.

Perubahan yang mendasar di bidang pola pikir dan budaya kerja adalah dengan penetapan

program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan semua satuan kerja, maka inovasi

yang dilakukan dalam merubah pola pikir (mendset) dan budaya kerja semua pegawai harus

mempunyai pemahaman dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai tanggung jawabnya

serta memahani alur pekerjaan.

Daftar Pustaka

Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Palu Tahun 2013, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Palu, Oktober 2013.

Pembangunan Infrastuktur Kesehatan di Kota Palu, Dinas kesehatan Kota Palu, 2013.

Hasil yang Dicapai Bidang Pelayanan Kesehatan Warga Miskin Tahun 2013, Dinas Kesehatan dan

RSUD Kota Palu, Oktober 2013.

Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Palu, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Palu,

Oktober 2013.

Hasil yang Dicapai Bidang Padat Karya Produktif dan Bantuan Sosial Lainnya Kepada Warga

Miskin Tahun 2013, Bagian Pembinaan Program Sekda Kota Palu, Oktober 2013.

Trend Pemanfaatan Dana PDPM di Kota Palu, Pengolahan Data Informasi Pembangunan Kota

Palu, Oktober 2013.

Page 141: Rusdianto, Jurnal Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri, Vol. III No I Edisi 1 Tahun 2015

Research Development Pembangunan Zero Proverty Berbasis Produksi danIndeks Sumberdaya Manusia dalam Mengentaskan Kemiskinan

di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah

135JURNAL PEMBANGUNAN DAERAH | VOL. III | EDISI 1 | TAHUN 2015

Wajib dan Erniati

Alokasi Anggaran Program Penanggulangan Kemiskinan Kota Palu Tahun 2013 dan Penanggulanan

Kemiskinan Setelah Dilakukan Inovasi, Laporan Pengolahan Data Bagian Pembangunan,

Oktober 2013.