ringkasan tambahan.pdf
-
Upload
syahril-da-cruzz -
Category
Documents
-
view
100 -
download
12
Transcript of ringkasan tambahan.pdf
-
SOUTHERN BLOTTING
Southern Blotting merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi DNA. Aplikasi
dari Southern Blotting yaitu dapat mengetahui ukuran fragmen DNA target. Teknik tersebut
dilakukan dengan cara memisahkan molekul DNA menggunakan teknik elektroforesis
kemudian molekul DNA tersebut ditransfer ke membran nitroselulosa dan dihibridisasi
dengan probe DNA yang telah dilabel dengan unsur radioaktif (Martin 1996: 65).
Tahap-tahap kerja dalam Southern Blotting yaitu
1. elektroforesis fragmen DNA dengan gel agarosa.
2. denaturasi molekul DNA untai ganda menjadi molekul DNA untai tunggal.
3. transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa.
4. hibridisasi probe radioaktif pada fragmen DNA.
5. membran dibersihkan.
6. deteksi band DNA dengan menggunakan autoradiography
Alat yang digunakan pada praktikum Southern Blotting adalah membran nitroselulosa
berukuran 20 x 20 cm atau 20 x 14 cm, kertas Whatman 3 MM, tissue, kertas basah, wadah,
dan pemberat. Bahan yang digunakan pada praktikum Southern Blotting untuk campuran
larutan A adalah 300 mL 5 M NaCl, 50 mL 10 M NaOH, dan 650 mL air, untuk campuran
larutan B adalah 200 mL 10 M amonium asetat, 4 mL 10 M NaOH, dan 1796 mL air (Davis
dkk.1994: 184).
Cara kerja pada praktikum Southern Blotting yaitu pertama gel agarosa dicelupkan ke dalam
larutan A pada suhu kamar selama 30 sampai dengan 45 menit. Larutan A dipindahkan dan
diganti dengan larutan B. Gel diinkubasi selama 30 sampai dengan 45 menit. Kedua, 500 mL
larutan B ditambahkan ke dalam wadah dan kertas basah diletakkan di atas pelat kaca pada
wadah. Ketiga, gel diletakkan di atas pelat kaca. Keempat, membran nitroselulosa
diletakkan di atas gel. Kelima, dua lembar kertas Whatman 3 MM diletakkan di atas
membran nitroselulosa. Keenam, tumpukan tissue diletakkan di atas kertas Whatman 3
MM. Ketujuh, pemberat diletakkan di atas tumpukan kertas tissue dan biarkan selama
semalam hingga semua molekul DNA dari gel berpindah ke membran nitroselulosa.
Kedelapan, setelah molekul DNA berpindah ke membran nitroselulosa, semua lapisan yang
ada di atas membran nitroselulosa dipindahkan dan membran nitroselulosa dihibridisasi
dengan larutan yang mengandung probe radioaktif. Kesembilan, membran nitroselulosa
yang telah dihibridisasi kemudian dibersihkan (washing). Kesepuluh, membran nitroselulosa
divisualisasi dengan autoradiography (Davis dkk.1994: 184-185).
-
Pembahsan
Inkubasi gel agarosa pada larutan A bertujuan untuk mendenaturasi untai ganda molekul
DNA menjadi untai tunggal sehingga dapat ditempeli dengan probe. Gel diinkubasi pada
larutan B bertujuan untuk mengembalikan pH ke pH netral. Kertas basah, kertas Whatman
3MM, dan kertas tissue berfungsi sebagai sumbu kapilaritas tempat molekul DNA berpindah
(Davis dkk.1994: 185). Proses washing pada membran nitroselulosa bertujuan untuk
menghilangkan probe radioaktif yang tidak berikatan. Autoradiography berfungsi untuk
melihat fragmen DNA yang telah ditempeli dengan probe radioaktif (Russell 1994: 301).
Kesimpulan
Southern Blotting adalah teknik yang digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik
dengan menggunakan probe. Probe adalah DNA untai tunggal yang merupakan komplemen
dari DNA target yang sudah dilabel unsur radioaktif. Prinsip kerja Southern Blotting adalah
transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa setelah dipisahkan dengan elektroforesis.
Aplikasi dari Southern Blotting antara lain untuk mengetahui ukuran fragmen DNA dan
analisis DNA forensik yaitu DNA fingerprinting dan paternity test.
PCR
Prinsip
PCR merupakan suatu teknik amplifikasi DNA secara in vitro yang mampu mengamplifikasi
segmen tertentu dari keseluruhan genom bakteri. Proses amplifikasi PCR melibatkan variasi
suhu yang mendekati suhu didih air, jadi diperlukan enzim polimerase yang tetap stabil
dalam temperatur yang tinggi. Pada proses PCR, enzim polimerase yang digunakan berasal
dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) yang hidup di lingkungan bersuhu lebih dari 90 oC.
tiga tahap
1. Denaturasi, Pada tahap ini molekul DNA dipanaskan sampai suhu 94 oC yang
mnyebabkan terjadinya pemisahan untai ganda DNA menjadi untai DNA tunggal.
Untai DNA tunggal inilah yang menjadi cetakan bagi untai DNA baru yang akan
dibuat.
2. Penempelan (Annealing), Enzim Taq polimerase dapat memulai pembentukan suatu
untai DNA baru jika ada seuntai DNA berukuran pendek (DNA yang mempunyai
panjang sekitar 10 sampai 30 pasang basa) yang menempel pada untai DNA target
yang telah terpisah. DNA yang pendek ini disebut primer. Agar suatu primer Dapat
menempel dengan tepat pada target, diperlukan suhu yang rendah sekitar 55 0C
selama 30-60 detik.
-
3. Pemanjangan (Ektension), Setelah primer menempel pada untai DNA target, enzim
DNA polymerase akan memanjangkan sekaligus membentuk DNA yang baru dari
gabungan antara primer, DNA cetakan dan nukleotida.
komponen reaksi PCR,
a. DNA cetakan / DNA target, Merupakan keseluruhan DNA sampel yang di dalamnya
terkandung fragmen DNA target.
b. Primer, Primer adalah suatu oligonukleotida yang memiliki 10 sampai 40 pb (pb =
pasangan basa) dan merupakan komplementer dari DNA target
Kriteria :Panjang primer : 15-30 pb, Kandungan GC sekitar 50%, Temperatur
penempelan kedua primer tidak jauh berbeda, Urutan nukleotida yang sama harus
dihindari, Tidak boleh terjadi self dimmer, pair dimmer, atau hairpin
c. DNA Polimerase, Merupakan enzim yang stabil dalam pemanasan dan umumnya
digunakan enzim Taq DNA polimerase (Taq = Thermus aquaticus). Enzim ini tetap
stabil mengamplifikasi DNA walaupun amplifikasi berjalan pada suhu mendekati titik
didih air.
d. Buffer / Dap , Buffer atau dapar yang digunakan umumnya mengandung MgCl2 yang
mempengaruhi stabilitas dan kerja enzim polymerase
e. dNTPS, dNTPS atau deoxynukleotide Triphosphates merupakan suatu nukleotida
bebas yang berperan dalam perpanjangan primer melalui pembentukkan pasangan
basa dengan nukleotida dari DNA target (Innis M. and Gelfand D. in White
-
ELEKTROFORESIS
Prinsip elektroforesis agarose adalah teknik pemisahan asam nukleat/ protein
berdasarkan perbedaan medan listrik, molekul dan partikel bermuatan akan
bergerak ke arah elektrode yang memiliki muatan berlawanan di bawah pengaruh
medan listrik.
Prinsip elektroforesis SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel
Reaction) teknik pemisahan protein darah dengan migrasi komponen acrilamida
berdasarkan perbedaan berat molekul.
Elektroforesis Agarosa gel
Prinsip teknik elektroforesis adalah berdasarkan migrasi partikel bermuatan dibawah
pengaruh medan elektronik dalam kondisi yang konstan. Elektroforesis DNA memisahkan
sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel
yang biasa digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk
memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa
(bp).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui
matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah
laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan
membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar
(DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visualisasi DNA selanjutnya dilakukan di
bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya
ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel
direndam di dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet
(media UV-transilluminator).
Alat dan Bahan
1. Elektroforesis
2. Sisir pembentuk sumur pada gel
3. Pemasok daya
4. Transimuloator dan sinar ultraviolet
1. Bubuk gel agarose
-
2. Larutan etidium bromide 10 mg/mL
3. Larutan elektroforesis TAE
4. Larutan zat pewarna/loading buffer
IV. Cara Kerja
Pengenceran larutan TAE dari 10% menjadi 1% dengan rumus m1v1 = m2v2, volume TAE 1%
yang akan dibuat adalah 250 mL. Ukur larutan tae sebanyak 25 mL kemudian tambahkan
akuades hingga volumnya menjadi 250 mL, sehingga diperoleh larutan TAE 1%. Untuk
membuat agarose campurkan TAE 1% sebanyak 40 mL dengan agar 0,4 gram. Aduk sampai
merata dan panaskan pada microwave. Setelah itu tuangkan larutan agarose tersebut
kedalam cetakan yang sudah disiapkan dengan lengkap dengan sisir pembuat sumur pada
agarose. Diamkan beberapa saat sampai agarose dingin dan mengeras. Sisa TAE 1% akan
digunakan dalam proses elektroforesis.
Setelah agarose mengeras, dilepaskan dari cerakan dan sisir pembentuk sumurnya juga
dilepaskan. Kemudian agarose diletakkan ke dalam elektroforesis, setelah itu bagian kanan
dan kiri di isi dengan larutan TAE 1% sampai menggenangi agarose yang berperan sebagai
cairan elektrolit. Ambil sampel DNA sebanyak 1L, kemudian campurkan dengan larutan zat
pewarna/loading buffer 1L.
Cara lain :
1. Pencetakan gel agarosa
2. Upload DNA/RNA
3. Running elektroforesis
4. Pewarnaan (staining) dengan Ethidium bromida
5. Penampakan DNA dengan UV illuminator
Elektroforesi Gel poliakrilamid
Setelah dicampur merata antara sampel DNA dan loading buffer masukkan ke dalam sumur
pada agarose dengan menggunakan mikropipet tanpa merobek agarose. Apabila semua
sampel DNA sudah dimasukkan kedalam sumur agarose, elektroforesis dihubungkan dengan
sumberdaya dan dinyalakan pada tegangan 90 volt selama 30 menit. Langkah selanjutnya
adalah ambil agarose dari elektroforesis, analisis dengan di atas transimulator sinar
ultraviolet. Sampel yang terdapat DNA genomnya akan terlihat berpendar.
-
Akrilamid merupakan suatu monomer, yang jika ada radikal bebas, biasanya diberikan oleh
ammonium persulfat dan distabilkan oleh TEMED, terjadi reaksi berantai sehingga monomer
terpolimerisasi menjadi rantai panjang. Gel poliakrilamid dibuat dengan cara menuangkan
antar dua lempeng kaca yang dipisahkan dengan pembatas dengan ketebalan tertentu. Gel
poliakrilamid berukuran dari 5 cm sampai 50 cm panjangnya tergantung pada keperluannya
dan dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal.
Tahapan prosedur elektroforesis gel poliakrilamid
1. Pembuatan poliakrilamid (buffer + akrilamid + bisakrilamid + Ammonium persulfat +
TEMED)
2. Pencetakan gel
3. Running elektroforesis
4. Pewarnaan (staining dengan Coomassie Blue atau perak (silver staining), atau
kombinasi keduanya
5. Penampakan protein band, Coomassie Blue berwarna biru, dan silver staining
berwarna coklat-hitam
Elektroforesis Gel Poliakrilamid-SDS ( SDS-PAGE)
Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan elektroforesis gel
poliakrilamid dengan system gerak. Sebelumnya, campuran protein dipanasi dengan
natrium dedosil suldat (SDS), suatu detergen anionik utnuk menyelubungi molekul protein.
Penyelubungan ini menyebabkan interaksi nonkovalen terganggu sehingga molekul protein
dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul
SDS untuk dua residu asam amino. . (David G. Watson, 2007)
Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk mereduksi ikatan disulfida.
Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif yang
sebanding dengan ukuran protein. Muatan negatif yuang terdapat pada ikatan SDS ini jauh
lebih besar daripada muatan pada protein asli. Kompleks protein SDS kemudian
dielektroforesis, sehingga semua molekul protein bergerak menuju kutub positif. Ketika
elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak
atau zat warna seperti Coonassie biru, yang akan menampakkan beberapa pita.
SDS-PAGE atau Elektroforesis gel poliakrilamida-Sodium Dodesil Sulfat adalah teknik
elektroforesis gel yang menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang
bermuatan berdasarkan berat molekulnya saja.[1] Sodium Dodesil Sulfat (SDS) merupakan
deterjen ionik yang dapat melarutkan molekul hidrofobik yang memberikan muatan negatif
pada keseluruhan struktur protein.[1] Cara kerja SDS-PAGE adalah dengan menghambat
interaksi hidrofobik dan merusak ikatan hidrogen.[1] Metode SDS-PAGE digunakan untuk
memisahkan protein demi keperluan biokimia, genetika forensik, dan biologi molekuler.[2]
-
Metode ini diawali dengan preparasi sampel untuk membuat sampel bermuatan sama
sehingga muatan tidak memengaruhi pergerakan komponen sampel dalam gel.[1] Preparasi
dilakukan dengan cara mendenaturasi protein menggunakan SDS dan memutus ikatan
disulfida pada struktur protein menggunakan beta-merkaptoetanol, bila perlu denaturasi
didukung dengan memanaskan sampel.[1] Selanjutnya gel poliakrilamida dibuat
menggunakan cetakan gel membentuk lembaran segiempat dengan ketebalan tertentu.[1]
Setelah sampel dimasukkan dalam sumur gel, gel dialiri arus listrik sehingga komponen yang
terdapat dalam sampel akan terpisah melewati matriks gel berdasarkan berat
molekulnya.[1]
Untuk melihat pita komponen yang terbentuk, gel perlu diwarnai dengan pewarna khusus.
Beberapa pewarna yang dapat digunakan dalam SDS-PAGE adalah Commasie Brilliat Blue
dan Silver Salt Staining.[2] Commasie Brilliant Blue mengikat protein secara spesifik dengan
ikatan kovalen. Silver Salt Staining memiliki sifat lebih sensitif dan akurat namun
membutuhkan proses yang lebih lama.[2]
FISH (fluorescence in situ hibridisasi
FISH (fluorescence in situ hibridisasi) adalah sebuah cytogenetic teknik yang digunakan
untuk mendeteksi dan melokalisasi keberadaan atau ketiadaan spesifik DNA sekuens pada
kromosom.
Teknik in situ hybridization telah mengalami berbagai macam modifikasi. Salah satunya
adalah dengan dipergunakannya molekul berpendar dalam teknik tersebut (Devi, et al.
2005). Lokasi yang diberi molekul tersebut, nantinya akan berpendar dan akhirnya
pendarannya dapat dilihat dengan menggunakan fluorescent microscop. Hal inilah yang
membuat lokasi fisik gen pada kromosom dapat dengan tepat ditentukan. Teknik ini biasa
disebut sebagai Fluorescent In Situ Hybridization (FISH). Kelebihan teknik ini dibandingan
dengan teknik ISH adalah dapat lebih cepat dalam mendekteksi lokasi gen atau DNA,
memiliki resolusi yang tinggi, dan sentitif.
Teknik FISH biasa digunakan untuk membedakan kromosom nonhomolog di dalam genom
(Kato, et al. 2005). Prosedur ini penting untuk mendeteksi adanya kerusakan pada
kromosom, untuk menentukan kasus aneuploid, untuk mempelajri perilaku kromosom,
dan untuk menentukan lokasi fisik sekuen DNA berluang pada genom, lokus, atau gen
introgesi. FISH dapat dipakai untuk mendeteksi sekuen nucleid acid dengan label probe
berpendar yang disatukan secara spesifik untuk melengkapi sekuen target dalam sel utuh.
Terdapat 2 metode pewarnaan dalam FISH, yaitu metode langsung dan metode tidak
langsung (Devi, et al. 2005). Metode langsung dengan menggunakan fluorochrome-labelled
nucleotide sebagai penanda probe, sedeangkan metode tidak langsung menggunakan
biotin, digoxigenin, dan dinitrophenol (DNP) sebagai reporter molekul yang nanti akan
-
terdeteksi oleh fluocrhome-conjugated avidin atau antibodi. Metode langsung tidak
menggunakan immunochemical sehingga dapat dapat lebih cepat dan menghasilkan
resolusi yang baik
Berikut adalah tahapan tahapan dalam menggunakan FISH (Moter and Gobel, 2000):
1. Probe dan labeling
Probes untuk FISH harus spesifik, sensitif, dan mudah untuk maruk ke dalam
jaringan. Terdapat tiga tipe probe, yaitu oligonucleotide, double-stranded DNA, dan
single stranded DNA (Mcfadden, 1995). Tipe probe oligonucleotide berukuran
antara 15 dan 30 bp. Probe yang pendek dapat lebih mudah mengkses target, tetapi
ia hanya dapat membawa sedikit label. Terdapat cara yang berbeda dalam
melakukan labeling. Cara langsung atau cara tidak langsung. Cara langsung lebih
umum digunakan karena lebih cepat, murah, dan mudah.
2. Fluorescent dyes
Pewarna yang umum digunakan untuk FISH dalam microbiology adalah turunan dari
fluorescein (fluorescein-isothiocyanate, 5-(-6)carboxyfluorescein-N-
hydroxyuccimide-ester) dan turuna dari rodamine (Tetramethyl-rhodamine-
isothiocyanate, texas red) dan baru baru ini menggunakan pewarna cyanine seperti
Cy3 dan Cy5. Pendaran berwarna biru dapat dihasilkan oleh diamidines aromatic
seperti 4,6-diamidino-2-phenylidole dihyrochloride (DAPI).
3. Ribosomal RNA (rRNA) sebagar target untuk FISH
Molekul rRNA yang umum digunakan dalam bidang mikrobiologi adalah 16S rRNA.
Molekul lainnya yang umum digunakan adalah seperti 5S dan 18S-5,8S-26S rRNA
4. Fixation
Fiksasi dapat dibantu dengan menggunakan agen pengndap seperti etanol dan
metanol, agen cross-linking seperti aldehid, atau kombinasi antara keduanya. Fiksasi
yang baik sangat menentukan hasil dari FISH. Fiksasi yang baik harus bisa
mendapatkan penetrasi probe yang baik, semaksimal mungkin dalam menyimpan
RNA target, dan menjaga keutuhan sel dan morfologinya. Umumnya, larutan 3 -4 %
(v/v) formaldehid atau paraformaldehid baik untuk makteri geram-negatif,
sedangkan untuk organisme geram positif dapat digunakan etanol (50%),
etanol:formalin (9:1) atau perlakuan pemanasan.
5. Spesimen preparation dan pretreatment
Spesimen yang lebih baik dapat diperoleh dengan memberikan agen pelapis pada
permukaannya. Bahan kimia yang dapat digunakan diantaranya adalah gelatin. Pra
perlakuan yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan perlakuan enzimatik
dengan isozyme dan lysostaphin. Prosedur pra perlakuan dapat meningkatkan
kemampuan probe untuk mengakses target dan mengurangi banding yang tidak
spesifik.
-
6. Hybridization
Hibridisasi harus dilakukan dalam kondisi yang tepat. Hibridisasi merupakan step
yang penting dalam prosedur FISH. Hibridisasi dilakukan di chamber yang gelap dan
lembab. Temperatur yang digunakan antara 37C 50C. Waktu yang digunakan
bervariasi antara 30 menit sampai beberapa jam. Kemudian, dibilas denganair
destilasi. Untuk mengurangi jumlah racun dapat digunakan beberapa konsentrasi
garam atau bahkan formamide. Terakhir, slide dibilas kembali dengan air dingin,
kemudian keringkan, pasang, dan dokumentasi. Berbagai tahapan tahapan
tersebut dapat dilihat pada gambar 2 dan 3
Proses hibridisasi dilakukan dengan meneteskan probe pada slide yang telah
didenaturasi kemudian ditutup dengan coverslip serta bagian pinggir diolesi lem
kuning untuk mencegah udara masuk (penguapan). Slide diletakkan dalam lunch
box berwarna gelap dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 16 jam. Setelah proses
hibridisasi, coverslip dibuka dan slide direndam dalam waterbath suhu 45C selama
30 menit. Selanjutnya direndam berturut-turut dalam kopling jar berisi stringency
wash solution dua kali, larutan 1x SSC dua kali dan akhirnya larutan detergen selama
4 menit. Setelah dikeringkan, slide ditetesi dengan DAPI dan pengamatan translokasi
dilakukan di bawah mikroskop epi-fluorescence. Prosedur teknik FISH dapat
berbeda-beda tergantung dari produsen probe kromosom yang digunakan.
Western Blot
Western Blot adalah proses transfer dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan
untuk :
1. mengetahui keberadaan & berat Molekul protein sampel pada campuran
2. Membandingkan reaksi silang antar protein
3. Mempelajari modifikasi protein selama sintesis
Metode Western Blotting diawali dibagi menjadi 6 tahapan yaitu :
1. preparasi sample
2. Separasi protein pada gel elektroforesis
3. transfer protein pada Membran NC atau PVDF
4. Blocking nonspesific - binding sites pada membran
5. penambahan antibodi primer, antibodi sekunder
5. deteksi atau visualisasi pengikatan antigen antibody
Transfer protein dari gel ke membran dapat dikerjakan dengan 3 cara yaitu :
1. simple diffusion
2. Vaccum - assisted solvent flow
3. electrophoretic elution, bisa dikerjakan dengan 2 cara yaitu dengan wet transfer dan semi dry
transfer
Prosedur Western Bloting ( Semi - Dry Sistem )
1. SDS - PAGE 10 -20 mA
2. Preparasi sample, terdiri atas
a. Gel ( dicuci dengan aquadest), soak ke dalam blot buffer
-
b. PVDF membran soak di blot buffer
c. kertas filter soak di blot buffer
3. sandwich of blot transfer, urutanya adalah :
a. kertas Filter ( 6 lembar )
b. Gel
c. Membran PVDF
d. Kertas saring ( 9 lembar )
4. Blocking dengan 5% non fat milk dalam PBST selama 1 jam
5. Cuci dalam PBST 5 menit 2-3x
6. Tambahkan Antibodi primer ( diluted dengan PBST yang berisi 5 % non fat milk) selama 1 jam s/d
semalaman pada suhu 4"c
7. cuci dengan TBS 5 menit 3 - 4 x
8. antibodi sekunder dikonjugat dengan alkaline phospat selama 1 jam di suhu ruang
9. cuci dengan PBST 5 menit, 4x
10. western blue substrat solution 1 1,5 ml semalaman pada suhu ruang
11. cuci dengan aquadest
HIBRIDISASI SOUTHERN
Hibridisasi Southern adalah proses perpasangan antara DNA yang menjadi sasaran dan DNA
pelacak. Hibridisasi southern biasa digunakan untuk melacak adanya DNA yang sesuai
dengan pelacak, misalnya untuk mengetahui integrasi transgen di dalam organisme
transgenik. Berdasarkan prinsipnya, hibridisasi southern dapat dibagi ke dalam 4 tahap,
yaitu :
(1) fiksasi DNA di membran (nitroselulosa atau nilon);
(2) pelabelan pelacak;
(3) prehibridisasi dan hibridisasi; dan
(4) deteksi hasil hibridisasi.
Fiksasi DNA di membran dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu
(1) penetesan DNA (dot blot) langsung di membran;
(2) fiksasi DNA bakteri replika (plasmid rekombinan) di membran;
(3) fiksasi DNA fage rekombinan dari satu replika plak di membran; dan
(4) transfer DNA dari gel agarose (yang sebelumnya telah dimigrasikan dengan
elektroforesis) ke membran.
ALAT DAN BAHAN
Alat
PCR, Elektroforesis, Gel Dock, Shaker, UV transiluminator, vacuum dan mesin hibridisasi
Bahan
Fage rekombinan, Film, Probe
Pelabelan Probe
20 ul cross linker solution diencerkan dengan ditambahkan 80 ul air. DNA (atau RNA)
diencerkan untuk label sampai konsentrasi 10 ng/ul dengan air yang berbeda. Diambil 10 ul
-
sampel DNA (yang telah diencerkan) dan masukkan ke eppendorf, kemudian didenaturasi
dalam water bath 100C selama 5 menit. Eppendorf didinginkan di es selama 5 menit,lalu
spin down. 10 ul buffer reaksi ditambahkan ke dalam ependorf, lalu di mix. Kemudian
ditambahkan 2 ul labeling reagen, lalu di mix. Ditambahkan 10 ul cross linker solution, lalu di
mix, kemudian di spin down.kemudian dilakukan diiInkubasi 37C selama 30
menit. Probe dapat digunakan langsung atau dapat disimpan di es paling lama 2 jam (untuk
penyimpanan yang lebih lama, probe yang sudah di label dapat disimpan dalam larutan 50%
(v/v) pada 15C s.d. 30C sampai 6 bulan.
Prehibridisasi
Larutan buffer prehibridisasi dibuat dengan melarutkan NaCl 0,5 M dan 5 % (b/v) blocking
reagent ke dalam larutan hibridisasi dan dikocok dengan magnetic stearer selama 1 jam
pada suhu ruang. Membran dimasukkan ke dalam tabung hibridisasi dengan posisi yang
mengandung DNA pada bagian dalam gulungan dan ditambahkan SSC 3x sebanyak 5 ml
tanpa menyebabkan terbentuknya gelembung udara antara dinding tabung dengan
membran. Larutan SSC 3x dibuang dan ditambahkan 15 20 ml larutan buffer prehibridisasi
ke dalam tabung. Lakukan prehibridisasi selama 1 jam pada suhu 42C.
Hibridisasi
Larutan buffer prehibridisasi di dalam tabung ditambahkan dengan DNA pelacak yang sudah
dilabel dengan menggunakan pipet mikro. Tabung eppendorf tempat DNA pelacak yang
sudah dilabel dibilas dengan larutan prehibridisasi supaya seluruh pelacak dapat masuk ke
dalam larutan. Hibridisasi dilakukan pada suhu 42C.
Washing
Larutan pembilas pertama dipanaskan pada suhu 42C di dalam oven hibridisasi, dilakukan 2
kali. Membran diambil dari dalam tabung dan dimasukkan dalam wadah yang berisi larutan
pembilas kedua menggunakan pinset berujung tumpul. Wadah diletakkan di atas shaker dan
digoyang selama 5 menit pada suhu ruang, dilakukan 2 kali. Larutan pembilas kedua dalam
wadah di ganti dengan yang baru dan diinkubasikan kembali selama 5 menit pada suhu
ruang.
Deteksi Sinyal
Larutan deteksi sinyal dibuat dengan mencampurkan detection reagent 1 dan detection
reagent 2 (1:1) sebanyak 0,125 ml/cm2. Wrapping plastik disiapkan diatas permukaan kaca
yang rata dan diteteskan dengan larutan deteksi. Kelebihan larutan pembilas kedua dibuang
dan permukaan membran yang mengandung DNA disentuh (direndam) ke atas tetesan
cairan pendeteksi, selanjutnya di inkubasi selama 1 menit. Kelebihan larutan deteksi
dibuang dan membran di bungkus dengan wrapping plastik.
Membran diletakkan dalam kaset dengan permukaan yang mengandung DNA menghadap
atas. Dalam ruang gelap dengan menggunakan lampu bercahaya merah (red safe light) film
autoradiografi ECL seukuran membran diletakkan di atas membran dan dipress di dalam
Film Cassette, dilakukan dalam keadaan gelap pada suhu kamar selama 4 jam. Film diangkat
dari Film Cassette dan dicuci dengan larutan developer dalam keadaan gelap pada suhu
kamar selama 5 menit. Film dicuci dengan larutan fixer dalam keadaan gelap pada suhu
-
kamar selama 5 menit. Film dibilas dengan air pada suhu kamar selama 5 menit. Film
dikeringanginkan pada suhu kamar. Sinyal yang terdapat pada film diobservasi.
Hibridisasi adalah pembentukan ikatan dupleks stabil antara dua rangkaian nukleotida yang
saling komplementer melalui perpasangan basa N. Hibridisasi dapat menunjukkan suatu
keseragaman sekuens. Pasangan DNA-DNA, DNA-RNA, RNA-RNA dapat dibentuk dengan
proses ini. Sedangkan sequencing by hybridization merupakan suatu metode sekuensing
yang memanfaatkan lintasan Euler dan graf de Bruijn. Sequencing by hybridization adalah
masalah dasar dalam suatu proses rekonstruksi DNA. Tujuan sequencing by hybridization
adalah menentukan sekuens suatu nukleotida dari fragmen DNA yang tidak diketahui yang
masukan datanya merupakan hasil eksperimen hibridisasi secara biokimia, yang disebut
spektrum. Spektrum ini merupakan substring dari huruf-huruf yang melambangkan basa
nukleotida.
Setelah ditentukan spektrum-spektrum yang panjangnya konstan tersebut, maka bisa dibuat
graf de Bruijn yang tiap simpulnya merupakan representasi dari spektrum. Setelah graf de
Bruijn berhasil dibuat, lalu tentukan lintasan Eulernya.
LABEL FLUERECENT
Digunakan fluorescently labeled dideoxy nucleotides (yang dapat digabungkan dalam satu
tabung) dan dipisahkan dengan capillary electrophoresis dan dibaca dengan laser saat DNAs
melewati jendela detektor.
Komputer akan menghasilkan kromatogram
Automated DNA sequencing pada automated DNA sequencing, deoxynucleotide
radioaktif tidak digunakan dan ke-4 reaksi dideoxy dikerjakan dalam satu tabung tunggal.
Ini karena tiap ddNTPs dilabel dengan pewarna flourescent yang berbeda.
Sehingga warna yang ada pada tiap fragmen yang disintesa korespon dengan warna yang
berikatan pada dideoxynucleotide yang ditambahkan untuk menghentikan sintesis fragmen.
Isi dari satu tabung reaksi dimasukkan ke satu jalur pada gel dan dielektroforesis.
Sebuah flourimeter dan komputer dihubungkan ke gel dan mendeteksi dan mencatat warna
yang berikatan dengan fragmen saat mereka melewati gel.
Urutan/sekuens ditentukan berdasarkan urutan warna yang keluar dari gel.
-
Antibodi Monoklonal
Hibridoma
Teknik Hibridoma adalah penggabungan dua sel dari organisme yang sama maupun berbeda
sehingga menghasilkan sel tunggal berupa sel hibrid ( hibridoma ) yang memiliki kombinasi
dari sifat kedua sel tersebut. Teknik hibridoma ini sangat penting untuk menghasilkan
antibodi dan hormon dalam jumlah yang besar.
Antibodi Monoklonal
Salah satu hasil dari teknik hibridoma ini adalah antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal
adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber tunggal atau sel klona yang hanya
mengenal satu jenis antigen. Pembentukan antibodi monoklonal dilakukan dengan
menggunakan kelinci atau tikus.
Teknik pembuatan antibodi moniklonal untuk pengobatan kanker
langkah pertama adalah menginjeksikan antigen ke dalam tubuh tikus/ kelinci percobaan,
kemudian limpanya dipisahkan. Sel-sel pembentuk antibodi pada limpa dilebur ( fusi )
dengan sel-sel mieloma ( sel kanker ). Sekitar 1% dari sel limpa adalah sel plasma yang
menghasilkan antibodi, sedangkan 10% sel hibridoma akhir terdiri dari sel-sel yang
menghasilkan antibodi. Setiap hibridoma hanya dapat menghasilkan satu antibodi.
Disini teknik seleksi dikembangkan untuk mendidentifikasi sel tersebut, kemudian dilakukan
pengembangan atau pengklonan berikutnya. Klona yang diperoleh dari hibridoma berupa
antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal dapat disimpan beku, kemudian dapat
diinjeksikan ke dalam tubuh hewan atau dibiakkan dalam suatu kultur untuk menghasilkan
antibodi dalam jumlah yang besar.
Kegunaan antibodi monoklonal cukup beragam. Para ilmuwan berharap dapat
menggunakan antibodi monoklonal dalam pengobatan kanker. Beberapa jenis sel kanker
membuat antigen yang berbeda dengan protein yang dibuat oleh sel-sel sehat. Dengan
teknologi yang ada, dapat dibuat antibodi monoklonal yang hanya menyerang protein dan
menyerang sel-sel tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.
Kegunaan antibodi monoklonal lainnya adalah sebagai berikut
1. untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin ( HCG ) dalam urin
wanita hamil.
2. untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan
kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi ini.
3. mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.
-
Aplikasi ELISA
ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen dan antibodI dalam suatu sampel, karenanya
merupakan metode yang sangat berguna untuk mendeterminasi
konsentrasi antibodi dalam serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk mendeteksi
kehadiran antigen. Metode ini juga bisa diaplikasikan dalam indiustri makanan untuk
mendeteksi allergen potensial dalam makanan seperti susu, kacang, walnut, almond, dan
telur. ELISA juga dapat digunakan dalam bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat pada
berbagai kelas obat.
Beberapa Tipe ELISA
A. Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi
antibodi dalam serum adalah:
1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada
permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan
plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan
menetapkan kurva standar yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari
suatu sampel yang akan diuji.
-
2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin(BSA) atau
kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal
sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain
ke plate.
3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari
antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan
untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi
non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.
4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan
dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan
lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan
dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat
spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.
6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.
7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal
kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/
elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang
tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama
dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga
setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang platemikrotiter, sehingga
konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain
saat pengikatan pada permukaan lubang. Mekanismeindirect ELISA dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
B. Sandwich ELISA
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi penangkap
2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
-
4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen
6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan
dengan antibodi primer
7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang
8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/
berfluoresensi/ elektrokimia
9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel
yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa
lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein
serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas
antigen yang terimobilisasi. Prinsip kerja sandwichELISA dapat dilihat pada skema berikut
ini:
C. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas
sebelumnya, yaitu:
1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya
2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah
dilapisi antigen
3. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam
sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel
pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi
4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi
sekunder ini berpasangan dengan enzim
5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/
fluoresensi.
Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah sinyal
yang dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:
-
Secara singkat tahapan kerja dalam metode ELISA dapat digambarkan sebagai berikut:
Teknik immunofluorescence (teknik immunofluorescence), juga dikenali sebagai teknik
antibodi pendarfluor, adalah untuk menandakan teknik imun membangunkan salah satu
yang paling awal. Ia adalah dalam imunologi, biokimia dan teknik mikroskopi ditubuhkan
atas dasar teknologi a. Sebahagian ulama telah lama cuba untuk molekul dengan beberapa
pengesanan antibodi mengikat, reaksi antigen-antibodi menggunakan tisu atau sel antigen
kedudukan material.
IMUNOHISTOKIMIA
Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi, imunologi dan biokimia
untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu dengan menggunakan
interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi label. Imunohistokimia
merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi
atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari nama immune
yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan antibodi dan
histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain, imunohistokimia adalah
metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan
menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup.
Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi
tergantung dari tujuan pemeriksaan.
-
Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu
antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini
diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop.
Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan
antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya
dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk
mengidentifikasi marker. Adapun beberapa marker yang berupa senyawa berwarna antara
lain :
Luminescence
Zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin
Logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif
Enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase.
Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen
(yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat
diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat
langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna)
dibawah mikroskop fluorescense.
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu preparasi
sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk preparat
jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari pengambilan jaringan
yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan
dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan
menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop
jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel labeling adalah pemberian
bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi
menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining
untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya. Antibodi adalah suatu imunoglobulin yang
dihasilkan oleh sistem imun dalam merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi
dibentuk berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah
teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau substansi
yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi
membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen divisualisasikan menggunakan
senyawa label/marker.
IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki keuntungan yang luar biasa
untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang
diperiksa. IHC juga merupakan cara yang efektif untuk memeriksa jaringan. Teknik ini telah
-
digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein
dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik terhadap
protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi berat molekul
protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam
diagnostik patologi bedah terhadap kanker, tumor, dan sebagainya. Adapun marker untuk
diagnosa IHC adalah sebagai berikut:
Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk identifikasi adenocarcinoma.
Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat terekspresi dalam
beberapa sarkoma.
CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease
Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler
CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic leukemia
Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan progesterone staining
untuk identifikasi tumor
Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3
Radioimmunoassay merupakan metode laboratorium (in vitro method) untuk mengukur dengan relative
tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien[1] dengan isotop radioaktif yang bercampur dengan antibody
yang disisipkan ke dalam sampel. Radioimmunoassay merupakan revolusi dalam pemeriksaan medis.
Pada tahun 2009, teknik ini masih revolusioner karena merupakan blueprint untuk pengembangan metode
lebih lanjut dalam teknik laboratorium di bidang medis.
Dasar-dasar teknik radioimmunoassay (RIA) atau prinsip competitive-binding radioassay ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1950-an oleh Solomon Berson dan Rosalyn Yallow[1,2] untuk memeriksa volume
darah, metabolism iodine, menentukan kadar hormone insulin dalam plasma darah. Dengan menggunakan
prinsip ini titer atau kadar berbagai hormon, antigen, antibodi, enzim dan obat dalam darah dapat diukur
dengan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Karena limit deteksi yang sangat baik ini maka RIA
digunakan sebagai peralatan laboratorium standar.
RIA memanfaatkan radioaktivitas dari isotop radioaktif yang diinjeksikan ke dalam sampel. Cacahan radiasi
dideteksi menggunakan pencacah seperti detector Geiger-Muller, scintillator, dan sebagainya.
Pemanfaatan Radioaktivitas
-
Teknik RIA adalah suatu teknik penentuan zat-zat yang berada dalam tubuh berdasarkan reaksi imunologi
yang menggunakan tracer radioaktif[3]. Tracer radioaktif adalah isotop radioaktif yang akan meluruh pada
melalui proses radioaktivitas. Radioaktivitas adalah proses peluruhan isotop tidak stabil (radioaktif) menjadi
isotop yang lebih stabil dengan memancarkan energy melalui materi berupa partikel-partikel (alpha atau
beta) ataupun gelombang elektromagnetik (sinar gamma)[4]. Intensitas dari sumber radioaktif dinyatakan
oleh transformasi inti rata-rata per satuan waktu. Satuan radioaktivitas dinyatakan dengan Curie (Ci). 1 Ci
awalnya didefinisikan sebagai radiasi yang dipancarkan oleh 1 gram 226Ra, tetapi definisi ini diubah sebagai
kemurnian dari peningkatan nuklida. Nilai absolute dari 1 Ci sama dengan 3,71010 disintegrasi/sekon.
Satuan lain dari radioaktivitas adalah Becquerel (Bq), 1 Bq sama dengan 1 disintegrasi/sekon[5,6].
RIA memiliki 2 keampuhan metode[3] antara lain adalah: Pertama, pengukuran radioaktivitas memberikan
kepekaan dan ketelitian yang tinggi serta tidak terpengaruh oleh factor-faktor lain yang terdapat dalam
system. Kedua, reaksi immunologi berlangsung secara spesifik karena antigen hanya dapat bereaksi
dengan antibody yang sesuai dengannya sehingga zat lain atau antigen lain yang tidak sesuai
karakteristiknya tidak dapat ikut campur dalam reaksi.
Prinsip Kerja
Prinsip radioimmunoassay dapat diringkas sebagai persaingan reaksi dalam campuran yang terdiri dari
antigen/hormon berlabel radioaktif, antibodi dan antigen/hormon yang tidak berlabel radioisotop. Antigen
radioaktif dicampur dengan sejumlah antibodi. Antigen dan antibodi berikatan satu sama lain menjadi satu
zat. Kemudian ditambahkan zat yang tidak diketahui jenisnya yang mengandung sedikit antigen. Zat baru
ini merupakan zat yang diuji[1,9].
Secara sederhana digambarkan dengan asumsi bahwa antibodi yang dimaksud berkonsentrasi sangat
tinggi untuk dikombinasikan dengan antigen atau antigen yang berlabel dalam molekul antibodi. Pada saat
ikatan kadar protein dan steroid radioaktif konstan, penghambatan ikatan hormon radioaktif dengan ikatan
protein merupakan fungsi dari jumlah hormon nonradioaktif yang berada pada sampel.