ringkasan tambahan.pdf

20
SOUTHERN BLOTTING Southern Blotting merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi DNA. Aplikasi dari Southern Blotting yaitu dapat mengetahui ukuran fragmen DNA target. Teknik tersebut dilakukan dengan cara memisahkan molekul DNA menggunakan teknik elektroforesis kemudian molekul DNA tersebut ditransfer ke membran nitroselulosa dan dihibridisasi dengan probe DNA yang telah dilabel dengan unsur radioaktif (Martin 1996: 65). Tahap-tahap kerja dalam Southern Blotting yaitu 1. elektroforesis fragmen DNA dengan gel agarosa. 2. denaturasi molekul DNA untai ganda menjadi molekul DNA untai tunggal. 3. transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa. 4. hibridisasi probe radioaktif pada fragmen DNA. 5. membran dibersihkan. 6. deteksi band DNA dengan menggunakan autoradiography Alat yang digunakan pada praktikum Southern Blotting adalah membran nitroselulosa berukuran 20 x 20 cm atau 20 x 14 cm, kertas Whatman 3 MM, tissue, kertas basah, wadah, dan pemberat. Bahan yang digunakan pada praktikum Southern Blotting untuk campuran larutan A adalah 300 mL 5 M NaCl, 50 mL 10 M NaOH, dan 650 mL air, untuk campuran larutan B adalah 200 mL 10 M amonium asetat, 4 mL 10 M NaOH, dan 1796 mL air (Davis dkk.1994: 184). Cara kerja pada praktikum Southern Blotting yaitu pertama gel agarosa dicelupkan ke dalam larutan A pada suhu kamar selama 30 sampai dengan 45 menit. Larutan A dipindahkan dan diganti dengan larutan B. Gel diinkubasi selama 30 sampai dengan 45 menit . Kedua, 500 mL larutan B ditambahkan ke dalam wadah dan kertas basah diletakkan di atas pelat kaca pada wadah. Ketiga, gel diletakkan di atas pelat kaca. Keempat, membran nitroselulosa diletakkan di atas gel. Kelima, dua lembar kertas Whatman 3 MM diletakkan di atas membran nitroselulosa. Keenam, tumpukan tissue diletakkan di atas kertas Whatman 3 MM. Ketujuh, pemberat diletakkan di atas tumpukan kertas tissue dan biarkan selama semalam hingga semua molekul DNA dari gel berpindah ke membran nitroselulosa. Kedelapan, setelah molekul DNA berpindah ke membran nitroselulosa, semua lapisan yang ada di atas membran nitroselulosa dipindahkan dan membran nitroselulosa dihibridisasi dengan larutan yang mengandung probe radioaktif. Kesembilan, membran nitroselulosa yang telah dihibridisasi kemudian dibersihkan (washing). Kesepuluh, membran nitroselulosa divisualisasi dengan autoradiography (Davis dkk.1994: 184-185).

Transcript of ringkasan tambahan.pdf

  • SOUTHERN BLOTTING

    Southern Blotting merupakan teknik yang digunakan untuk mendeteksi DNA. Aplikasi

    dari Southern Blotting yaitu dapat mengetahui ukuran fragmen DNA target. Teknik tersebut

    dilakukan dengan cara memisahkan molekul DNA menggunakan teknik elektroforesis

    kemudian molekul DNA tersebut ditransfer ke membran nitroselulosa dan dihibridisasi

    dengan probe DNA yang telah dilabel dengan unsur radioaktif (Martin 1996: 65).

    Tahap-tahap kerja dalam Southern Blotting yaitu

    1. elektroforesis fragmen DNA dengan gel agarosa.

    2. denaturasi molekul DNA untai ganda menjadi molekul DNA untai tunggal.

    3. transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa.

    4. hibridisasi probe radioaktif pada fragmen DNA.

    5. membran dibersihkan.

    6. deteksi band DNA dengan menggunakan autoradiography

    Alat yang digunakan pada praktikum Southern Blotting adalah membran nitroselulosa

    berukuran 20 x 20 cm atau 20 x 14 cm, kertas Whatman 3 MM, tissue, kertas basah, wadah,

    dan pemberat. Bahan yang digunakan pada praktikum Southern Blotting untuk campuran

    larutan A adalah 300 mL 5 M NaCl, 50 mL 10 M NaOH, dan 650 mL air, untuk campuran

    larutan B adalah 200 mL 10 M amonium asetat, 4 mL 10 M NaOH, dan 1796 mL air (Davis

    dkk.1994: 184).

    Cara kerja pada praktikum Southern Blotting yaitu pertama gel agarosa dicelupkan ke dalam

    larutan A pada suhu kamar selama 30 sampai dengan 45 menit. Larutan A dipindahkan dan

    diganti dengan larutan B. Gel diinkubasi selama 30 sampai dengan 45 menit. Kedua, 500 mL

    larutan B ditambahkan ke dalam wadah dan kertas basah diletakkan di atas pelat kaca pada

    wadah. Ketiga, gel diletakkan di atas pelat kaca. Keempat, membran nitroselulosa

    diletakkan di atas gel. Kelima, dua lembar kertas Whatman 3 MM diletakkan di atas

    membran nitroselulosa. Keenam, tumpukan tissue diletakkan di atas kertas Whatman 3

    MM. Ketujuh, pemberat diletakkan di atas tumpukan kertas tissue dan biarkan selama

    semalam hingga semua molekul DNA dari gel berpindah ke membran nitroselulosa.

    Kedelapan, setelah molekul DNA berpindah ke membran nitroselulosa, semua lapisan yang

    ada di atas membran nitroselulosa dipindahkan dan membran nitroselulosa dihibridisasi

    dengan larutan yang mengandung probe radioaktif. Kesembilan, membran nitroselulosa

    yang telah dihibridisasi kemudian dibersihkan (washing). Kesepuluh, membran nitroselulosa

    divisualisasi dengan autoradiography (Davis dkk.1994: 184-185).

  • Pembahsan

    Inkubasi gel agarosa pada larutan A bertujuan untuk mendenaturasi untai ganda molekul

    DNA menjadi untai tunggal sehingga dapat ditempeli dengan probe. Gel diinkubasi pada

    larutan B bertujuan untuk mengembalikan pH ke pH netral. Kertas basah, kertas Whatman

    3MM, dan kertas tissue berfungsi sebagai sumbu kapilaritas tempat molekul DNA berpindah

    (Davis dkk.1994: 185). Proses washing pada membran nitroselulosa bertujuan untuk

    menghilangkan probe radioaktif yang tidak berikatan. Autoradiography berfungsi untuk

    melihat fragmen DNA yang telah ditempeli dengan probe radioaktif (Russell 1994: 301).

    Kesimpulan

    Southern Blotting adalah teknik yang digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik

    dengan menggunakan probe. Probe adalah DNA untai tunggal yang merupakan komplemen

    dari DNA target yang sudah dilabel unsur radioaktif. Prinsip kerja Southern Blotting adalah

    transfer molekul DNA ke membran nitroselulosa setelah dipisahkan dengan elektroforesis.

    Aplikasi dari Southern Blotting antara lain untuk mengetahui ukuran fragmen DNA dan

    analisis DNA forensik yaitu DNA fingerprinting dan paternity test.

    PCR

    Prinsip

    PCR merupakan suatu teknik amplifikasi DNA secara in vitro yang mampu mengamplifikasi

    segmen tertentu dari keseluruhan genom bakteri. Proses amplifikasi PCR melibatkan variasi

    suhu yang mendekati suhu didih air, jadi diperlukan enzim polimerase yang tetap stabil

    dalam temperatur yang tinggi. Pada proses PCR, enzim polimerase yang digunakan berasal

    dari bakteri Thermus aquaticus (Taq) yang hidup di lingkungan bersuhu lebih dari 90 oC.

    tiga tahap

    1. Denaturasi, Pada tahap ini molekul DNA dipanaskan sampai suhu 94 oC yang

    mnyebabkan terjadinya pemisahan untai ganda DNA menjadi untai DNA tunggal.

    Untai DNA tunggal inilah yang menjadi cetakan bagi untai DNA baru yang akan

    dibuat.

    2. Penempelan (Annealing), Enzim Taq polimerase dapat memulai pembentukan suatu

    untai DNA baru jika ada seuntai DNA berukuran pendek (DNA yang mempunyai

    panjang sekitar 10 sampai 30 pasang basa) yang menempel pada untai DNA target

    yang telah terpisah. DNA yang pendek ini disebut primer. Agar suatu primer Dapat

    menempel dengan tepat pada target, diperlukan suhu yang rendah sekitar 55 0C

    selama 30-60 detik.

  • 3. Pemanjangan (Ektension), Setelah primer menempel pada untai DNA target, enzim

    DNA polymerase akan memanjangkan sekaligus membentuk DNA yang baru dari

    gabungan antara primer, DNA cetakan dan nukleotida.

    komponen reaksi PCR,

    a. DNA cetakan / DNA target, Merupakan keseluruhan DNA sampel yang di dalamnya

    terkandung fragmen DNA target.

    b. Primer, Primer adalah suatu oligonukleotida yang memiliki 10 sampai 40 pb (pb =

    pasangan basa) dan merupakan komplementer dari DNA target

    Kriteria :Panjang primer : 15-30 pb, Kandungan GC sekitar 50%, Temperatur

    penempelan kedua primer tidak jauh berbeda, Urutan nukleotida yang sama harus

    dihindari, Tidak boleh terjadi self dimmer, pair dimmer, atau hairpin

    c. DNA Polimerase, Merupakan enzim yang stabil dalam pemanasan dan umumnya

    digunakan enzim Taq DNA polimerase (Taq = Thermus aquaticus). Enzim ini tetap

    stabil mengamplifikasi DNA walaupun amplifikasi berjalan pada suhu mendekati titik

    didih air.

    d. Buffer / Dap , Buffer atau dapar yang digunakan umumnya mengandung MgCl2 yang

    mempengaruhi stabilitas dan kerja enzim polymerase

    e. dNTPS, dNTPS atau deoxynukleotide Triphosphates merupakan suatu nukleotida

    bebas yang berperan dalam perpanjangan primer melalui pembentukkan pasangan

    basa dengan nukleotida dari DNA target (Innis M. and Gelfand D. in White

  • ELEKTROFORESIS

    Prinsip elektroforesis agarose adalah teknik pemisahan asam nukleat/ protein

    berdasarkan perbedaan medan listrik, molekul dan partikel bermuatan akan

    bergerak ke arah elektrode yang memiliki muatan berlawanan di bawah pengaruh

    medan listrik.

    Prinsip elektroforesis SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel

    Reaction) teknik pemisahan protein darah dengan migrasi komponen acrilamida

    berdasarkan perbedaan berat molekul.

    Elektroforesis Agarosa gel

    Prinsip teknik elektroforesis adalah berdasarkan migrasi partikel bermuatan dibawah

    pengaruh medan elektronik dalam kondisi yang konstan. Elektroforesis DNA memisahkan

    sampel DNA berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel

    yang biasa digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk

    memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa

    (bp).

    Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui

    matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah

    laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan

    membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar

    (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visualisasi DNA selanjutnya dilakukan di

    bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel dalam pembuatannya

    ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat visualisasi DNA adalah gel

    direndam di dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan di atas sinar ultraviolet

    (media UV-transilluminator).

    Alat dan Bahan

    1. Elektroforesis

    2. Sisir pembentuk sumur pada gel

    3. Pemasok daya

    4. Transimuloator dan sinar ultraviolet

    1. Bubuk gel agarose

  • 2. Larutan etidium bromide 10 mg/mL

    3. Larutan elektroforesis TAE

    4. Larutan zat pewarna/loading buffer

    IV. Cara Kerja

    Pengenceran larutan TAE dari 10% menjadi 1% dengan rumus m1v1 = m2v2, volume TAE 1%

    yang akan dibuat adalah 250 mL. Ukur larutan tae sebanyak 25 mL kemudian tambahkan

    akuades hingga volumnya menjadi 250 mL, sehingga diperoleh larutan TAE 1%. Untuk

    membuat agarose campurkan TAE 1% sebanyak 40 mL dengan agar 0,4 gram. Aduk sampai

    merata dan panaskan pada microwave. Setelah itu tuangkan larutan agarose tersebut

    kedalam cetakan yang sudah disiapkan dengan lengkap dengan sisir pembuat sumur pada

    agarose. Diamkan beberapa saat sampai agarose dingin dan mengeras. Sisa TAE 1% akan

    digunakan dalam proses elektroforesis.

    Setelah agarose mengeras, dilepaskan dari cerakan dan sisir pembentuk sumurnya juga

    dilepaskan. Kemudian agarose diletakkan ke dalam elektroforesis, setelah itu bagian kanan

    dan kiri di isi dengan larutan TAE 1% sampai menggenangi agarose yang berperan sebagai

    cairan elektrolit. Ambil sampel DNA sebanyak 1L, kemudian campurkan dengan larutan zat

    pewarna/loading buffer 1L.

    Cara lain :

    1. Pencetakan gel agarosa

    2. Upload DNA/RNA

    3. Running elektroforesis

    4. Pewarnaan (staining) dengan Ethidium bromida

    5. Penampakan DNA dengan UV illuminator

    Elektroforesi Gel poliakrilamid

    Setelah dicampur merata antara sampel DNA dan loading buffer masukkan ke dalam sumur

    pada agarose dengan menggunakan mikropipet tanpa merobek agarose. Apabila semua

    sampel DNA sudah dimasukkan kedalam sumur agarose, elektroforesis dihubungkan dengan

    sumberdaya dan dinyalakan pada tegangan 90 volt selama 30 menit. Langkah selanjutnya

    adalah ambil agarose dari elektroforesis, analisis dengan di atas transimulator sinar

    ultraviolet. Sampel yang terdapat DNA genomnya akan terlihat berpendar.

  • Akrilamid merupakan suatu monomer, yang jika ada radikal bebas, biasanya diberikan oleh

    ammonium persulfat dan distabilkan oleh TEMED, terjadi reaksi berantai sehingga monomer

    terpolimerisasi menjadi rantai panjang. Gel poliakrilamid dibuat dengan cara menuangkan

    antar dua lempeng kaca yang dipisahkan dengan pembatas dengan ketebalan tertentu. Gel

    poliakrilamid berukuran dari 5 cm sampai 50 cm panjangnya tergantung pada keperluannya

    dan dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal.

    Tahapan prosedur elektroforesis gel poliakrilamid

    1. Pembuatan poliakrilamid (buffer + akrilamid + bisakrilamid + Ammonium persulfat +

    TEMED)

    2. Pencetakan gel

    3. Running elektroforesis

    4. Pewarnaan (staining dengan Coomassie Blue atau perak (silver staining), atau

    kombinasi keduanya

    5. Penampakan protein band, Coomassie Blue berwarna biru, dan silver staining

    berwarna coklat-hitam

    Elektroforesis Gel Poliakrilamid-SDS ( SDS-PAGE)

    Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan elektroforesis gel

    poliakrilamid dengan system gerak. Sebelumnya, campuran protein dipanasi dengan

    natrium dedosil suldat (SDS), suatu detergen anionik utnuk menyelubungi molekul protein.

    Penyelubungan ini menyebabkan interaksi nonkovalen terganggu sehingga molekul protein

    dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul

    SDS untuk dua residu asam amino. . (David G. Watson, 2007)

    Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk mereduksi ikatan disulfida.

    Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif yang

    sebanding dengan ukuran protein. Muatan negatif yuang terdapat pada ikatan SDS ini jauh

    lebih besar daripada muatan pada protein asli. Kompleks protein SDS kemudian

    dielektroforesis, sehingga semua molekul protein bergerak menuju kutub positif. Ketika

    elektroforesis selesai, protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak

    atau zat warna seperti Coonassie biru, yang akan menampakkan beberapa pita.

    SDS-PAGE atau Elektroforesis gel poliakrilamida-Sodium Dodesil Sulfat adalah teknik

    elektroforesis gel yang menggunakan poliakrilamida untuk memisahkan protein yang

    bermuatan berdasarkan berat molekulnya saja.[1] Sodium Dodesil Sulfat (SDS) merupakan

    deterjen ionik yang dapat melarutkan molekul hidrofobik yang memberikan muatan negatif

    pada keseluruhan struktur protein.[1] Cara kerja SDS-PAGE adalah dengan menghambat

    interaksi hidrofobik dan merusak ikatan hidrogen.[1] Metode SDS-PAGE digunakan untuk

    memisahkan protein demi keperluan biokimia, genetika forensik, dan biologi molekuler.[2]

  • Metode ini diawali dengan preparasi sampel untuk membuat sampel bermuatan sama

    sehingga muatan tidak memengaruhi pergerakan komponen sampel dalam gel.[1] Preparasi

    dilakukan dengan cara mendenaturasi protein menggunakan SDS dan memutus ikatan

    disulfida pada struktur protein menggunakan beta-merkaptoetanol, bila perlu denaturasi

    didukung dengan memanaskan sampel.[1] Selanjutnya gel poliakrilamida dibuat

    menggunakan cetakan gel membentuk lembaran segiempat dengan ketebalan tertentu.[1]

    Setelah sampel dimasukkan dalam sumur gel, gel dialiri arus listrik sehingga komponen yang

    terdapat dalam sampel akan terpisah melewati matriks gel berdasarkan berat

    molekulnya.[1]

    Untuk melihat pita komponen yang terbentuk, gel perlu diwarnai dengan pewarna khusus.

    Beberapa pewarna yang dapat digunakan dalam SDS-PAGE adalah Commasie Brilliat Blue

    dan Silver Salt Staining.[2] Commasie Brilliant Blue mengikat protein secara spesifik dengan

    ikatan kovalen. Silver Salt Staining memiliki sifat lebih sensitif dan akurat namun

    membutuhkan proses yang lebih lama.[2]

    FISH (fluorescence in situ hibridisasi

    FISH (fluorescence in situ hibridisasi) adalah sebuah cytogenetic teknik yang digunakan

    untuk mendeteksi dan melokalisasi keberadaan atau ketiadaan spesifik DNA sekuens pada

    kromosom.

    Teknik in situ hybridization telah mengalami berbagai macam modifikasi. Salah satunya

    adalah dengan dipergunakannya molekul berpendar dalam teknik tersebut (Devi, et al.

    2005). Lokasi yang diberi molekul tersebut, nantinya akan berpendar dan akhirnya

    pendarannya dapat dilihat dengan menggunakan fluorescent microscop. Hal inilah yang

    membuat lokasi fisik gen pada kromosom dapat dengan tepat ditentukan. Teknik ini biasa

    disebut sebagai Fluorescent In Situ Hybridization (FISH). Kelebihan teknik ini dibandingan

    dengan teknik ISH adalah dapat lebih cepat dalam mendekteksi lokasi gen atau DNA,

    memiliki resolusi yang tinggi, dan sentitif.

    Teknik FISH biasa digunakan untuk membedakan kromosom nonhomolog di dalam genom

    (Kato, et al. 2005). Prosedur ini penting untuk mendeteksi adanya kerusakan pada

    kromosom, untuk menentukan kasus aneuploid, untuk mempelajri perilaku kromosom,

    dan untuk menentukan lokasi fisik sekuen DNA berluang pada genom, lokus, atau gen

    introgesi. FISH dapat dipakai untuk mendeteksi sekuen nucleid acid dengan label probe

    berpendar yang disatukan secara spesifik untuk melengkapi sekuen target dalam sel utuh.

    Terdapat 2 metode pewarnaan dalam FISH, yaitu metode langsung dan metode tidak

    langsung (Devi, et al. 2005). Metode langsung dengan menggunakan fluorochrome-labelled

    nucleotide sebagai penanda probe, sedeangkan metode tidak langsung menggunakan

    biotin, digoxigenin, dan dinitrophenol (DNP) sebagai reporter molekul yang nanti akan

  • terdeteksi oleh fluocrhome-conjugated avidin atau antibodi. Metode langsung tidak

    menggunakan immunochemical sehingga dapat dapat lebih cepat dan menghasilkan

    resolusi yang baik

    Berikut adalah tahapan tahapan dalam menggunakan FISH (Moter and Gobel, 2000):

    1. Probe dan labeling

    Probes untuk FISH harus spesifik, sensitif, dan mudah untuk maruk ke dalam

    jaringan. Terdapat tiga tipe probe, yaitu oligonucleotide, double-stranded DNA, dan

    single stranded DNA (Mcfadden, 1995). Tipe probe oligonucleotide berukuran

    antara 15 dan 30 bp. Probe yang pendek dapat lebih mudah mengkses target, tetapi

    ia hanya dapat membawa sedikit label. Terdapat cara yang berbeda dalam

    melakukan labeling. Cara langsung atau cara tidak langsung. Cara langsung lebih

    umum digunakan karena lebih cepat, murah, dan mudah.

    2. Fluorescent dyes

    Pewarna yang umum digunakan untuk FISH dalam microbiology adalah turunan dari

    fluorescein (fluorescein-isothiocyanate, 5-(-6)carboxyfluorescein-N-

    hydroxyuccimide-ester) dan turuna dari rodamine (Tetramethyl-rhodamine-

    isothiocyanate, texas red) dan baru baru ini menggunakan pewarna cyanine seperti

    Cy3 dan Cy5. Pendaran berwarna biru dapat dihasilkan oleh diamidines aromatic

    seperti 4,6-diamidino-2-phenylidole dihyrochloride (DAPI).

    3. Ribosomal RNA (rRNA) sebagar target untuk FISH

    Molekul rRNA yang umum digunakan dalam bidang mikrobiologi adalah 16S rRNA.

    Molekul lainnya yang umum digunakan adalah seperti 5S dan 18S-5,8S-26S rRNA

    4. Fixation

    Fiksasi dapat dibantu dengan menggunakan agen pengndap seperti etanol dan

    metanol, agen cross-linking seperti aldehid, atau kombinasi antara keduanya. Fiksasi

    yang baik sangat menentukan hasil dari FISH. Fiksasi yang baik harus bisa

    mendapatkan penetrasi probe yang baik, semaksimal mungkin dalam menyimpan

    RNA target, dan menjaga keutuhan sel dan morfologinya. Umumnya, larutan 3 -4 %

    (v/v) formaldehid atau paraformaldehid baik untuk makteri geram-negatif,

    sedangkan untuk organisme geram positif dapat digunakan etanol (50%),

    etanol:formalin (9:1) atau perlakuan pemanasan.

    5. Spesimen preparation dan pretreatment

    Spesimen yang lebih baik dapat diperoleh dengan memberikan agen pelapis pada

    permukaannya. Bahan kimia yang dapat digunakan diantaranya adalah gelatin. Pra

    perlakuan yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan perlakuan enzimatik

    dengan isozyme dan lysostaphin. Prosedur pra perlakuan dapat meningkatkan

    kemampuan probe untuk mengakses target dan mengurangi banding yang tidak

    spesifik.

  • 6. Hybridization

    Hibridisasi harus dilakukan dalam kondisi yang tepat. Hibridisasi merupakan step

    yang penting dalam prosedur FISH. Hibridisasi dilakukan di chamber yang gelap dan

    lembab. Temperatur yang digunakan antara 37C 50C. Waktu yang digunakan

    bervariasi antara 30 menit sampai beberapa jam. Kemudian, dibilas denganair

    destilasi. Untuk mengurangi jumlah racun dapat digunakan beberapa konsentrasi

    garam atau bahkan formamide. Terakhir, slide dibilas kembali dengan air dingin,

    kemudian keringkan, pasang, dan dokumentasi. Berbagai tahapan tahapan

    tersebut dapat dilihat pada gambar 2 dan 3

    Proses hibridisasi dilakukan dengan meneteskan probe pada slide yang telah

    didenaturasi kemudian ditutup dengan coverslip serta bagian pinggir diolesi lem

    kuning untuk mencegah udara masuk (penguapan). Slide diletakkan dalam lunch

    box berwarna gelap dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 16 jam. Setelah proses

    hibridisasi, coverslip dibuka dan slide direndam dalam waterbath suhu 45C selama

    30 menit. Selanjutnya direndam berturut-turut dalam kopling jar berisi stringency

    wash solution dua kali, larutan 1x SSC dua kali dan akhirnya larutan detergen selama

    4 menit. Setelah dikeringkan, slide ditetesi dengan DAPI dan pengamatan translokasi

    dilakukan di bawah mikroskop epi-fluorescence. Prosedur teknik FISH dapat

    berbeda-beda tergantung dari produsen probe kromosom yang digunakan.

    Western Blot

    Western Blot adalah proses transfer dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan

    untuk :

    1. mengetahui keberadaan & berat Molekul protein sampel pada campuran

    2. Membandingkan reaksi silang antar protein

    3. Mempelajari modifikasi protein selama sintesis

    Metode Western Blotting diawali dibagi menjadi 6 tahapan yaitu :

    1. preparasi sample

    2. Separasi protein pada gel elektroforesis

    3. transfer protein pada Membran NC atau PVDF

    4. Blocking nonspesific - binding sites pada membran

    5. penambahan antibodi primer, antibodi sekunder

    5. deteksi atau visualisasi pengikatan antigen antibody

    Transfer protein dari gel ke membran dapat dikerjakan dengan 3 cara yaitu :

    1. simple diffusion

    2. Vaccum - assisted solvent flow

    3. electrophoretic elution, bisa dikerjakan dengan 2 cara yaitu dengan wet transfer dan semi dry

    transfer

    Prosedur Western Bloting ( Semi - Dry Sistem )

    1. SDS - PAGE 10 -20 mA

    2. Preparasi sample, terdiri atas

    a. Gel ( dicuci dengan aquadest), soak ke dalam blot buffer

  • b. PVDF membran soak di blot buffer

    c. kertas filter soak di blot buffer

    3. sandwich of blot transfer, urutanya adalah :

    a. kertas Filter ( 6 lembar )

    b. Gel

    c. Membran PVDF

    d. Kertas saring ( 9 lembar )

    4. Blocking dengan 5% non fat milk dalam PBST selama 1 jam

    5. Cuci dalam PBST 5 menit 2-3x

    6. Tambahkan Antibodi primer ( diluted dengan PBST yang berisi 5 % non fat milk) selama 1 jam s/d

    semalaman pada suhu 4"c

    7. cuci dengan TBS 5 menit 3 - 4 x

    8. antibodi sekunder dikonjugat dengan alkaline phospat selama 1 jam di suhu ruang

    9. cuci dengan PBST 5 menit, 4x

    10. western blue substrat solution 1 1,5 ml semalaman pada suhu ruang

    11. cuci dengan aquadest

    HIBRIDISASI SOUTHERN

    Hibridisasi Southern adalah proses perpasangan antara DNA yang menjadi sasaran dan DNA

    pelacak. Hibridisasi southern biasa digunakan untuk melacak adanya DNA yang sesuai

    dengan pelacak, misalnya untuk mengetahui integrasi transgen di dalam organisme

    transgenik. Berdasarkan prinsipnya, hibridisasi southern dapat dibagi ke dalam 4 tahap,

    yaitu :

    (1) fiksasi DNA di membran (nitroselulosa atau nilon);

    (2) pelabelan pelacak;

    (3) prehibridisasi dan hibridisasi; dan

    (4) deteksi hasil hibridisasi.

    Fiksasi DNA di membran dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu

    (1) penetesan DNA (dot blot) langsung di membran;

    (2) fiksasi DNA bakteri replika (plasmid rekombinan) di membran;

    (3) fiksasi DNA fage rekombinan dari satu replika plak di membran; dan

    (4) transfer DNA dari gel agarose (yang sebelumnya telah dimigrasikan dengan

    elektroforesis) ke membran.

    ALAT DAN BAHAN

    Alat

    PCR, Elektroforesis, Gel Dock, Shaker, UV transiluminator, vacuum dan mesin hibridisasi

    Bahan

    Fage rekombinan, Film, Probe

    Pelabelan Probe

    20 ul cross linker solution diencerkan dengan ditambahkan 80 ul air. DNA (atau RNA)

    diencerkan untuk label sampai konsentrasi 10 ng/ul dengan air yang berbeda. Diambil 10 ul

  • sampel DNA (yang telah diencerkan) dan masukkan ke eppendorf, kemudian didenaturasi

    dalam water bath 100C selama 5 menit. Eppendorf didinginkan di es selama 5 menit,lalu

    spin down. 10 ul buffer reaksi ditambahkan ke dalam ependorf, lalu di mix. Kemudian

    ditambahkan 2 ul labeling reagen, lalu di mix. Ditambahkan 10 ul cross linker solution, lalu di

    mix, kemudian di spin down.kemudian dilakukan diiInkubasi 37C selama 30

    menit. Probe dapat digunakan langsung atau dapat disimpan di es paling lama 2 jam (untuk

    penyimpanan yang lebih lama, probe yang sudah di label dapat disimpan dalam larutan 50%

    (v/v) pada 15C s.d. 30C sampai 6 bulan.

    Prehibridisasi

    Larutan buffer prehibridisasi dibuat dengan melarutkan NaCl 0,5 M dan 5 % (b/v) blocking

    reagent ke dalam larutan hibridisasi dan dikocok dengan magnetic stearer selama 1 jam

    pada suhu ruang. Membran dimasukkan ke dalam tabung hibridisasi dengan posisi yang

    mengandung DNA pada bagian dalam gulungan dan ditambahkan SSC 3x sebanyak 5 ml

    tanpa menyebabkan terbentuknya gelembung udara antara dinding tabung dengan

    membran. Larutan SSC 3x dibuang dan ditambahkan 15 20 ml larutan buffer prehibridisasi

    ke dalam tabung. Lakukan prehibridisasi selama 1 jam pada suhu 42C.

    Hibridisasi

    Larutan buffer prehibridisasi di dalam tabung ditambahkan dengan DNA pelacak yang sudah

    dilabel dengan menggunakan pipet mikro. Tabung eppendorf tempat DNA pelacak yang

    sudah dilabel dibilas dengan larutan prehibridisasi supaya seluruh pelacak dapat masuk ke

    dalam larutan. Hibridisasi dilakukan pada suhu 42C.

    Washing

    Larutan pembilas pertama dipanaskan pada suhu 42C di dalam oven hibridisasi, dilakukan 2

    kali. Membran diambil dari dalam tabung dan dimasukkan dalam wadah yang berisi larutan

    pembilas kedua menggunakan pinset berujung tumpul. Wadah diletakkan di atas shaker dan

    digoyang selama 5 menit pada suhu ruang, dilakukan 2 kali. Larutan pembilas kedua dalam

    wadah di ganti dengan yang baru dan diinkubasikan kembali selama 5 menit pada suhu

    ruang.

    Deteksi Sinyal

    Larutan deteksi sinyal dibuat dengan mencampurkan detection reagent 1 dan detection

    reagent 2 (1:1) sebanyak 0,125 ml/cm2. Wrapping plastik disiapkan diatas permukaan kaca

    yang rata dan diteteskan dengan larutan deteksi. Kelebihan larutan pembilas kedua dibuang

    dan permukaan membran yang mengandung DNA disentuh (direndam) ke atas tetesan

    cairan pendeteksi, selanjutnya di inkubasi selama 1 menit. Kelebihan larutan deteksi

    dibuang dan membran di bungkus dengan wrapping plastik.

    Membran diletakkan dalam kaset dengan permukaan yang mengandung DNA menghadap

    atas. Dalam ruang gelap dengan menggunakan lampu bercahaya merah (red safe light) film

    autoradiografi ECL seukuran membran diletakkan di atas membran dan dipress di dalam

    Film Cassette, dilakukan dalam keadaan gelap pada suhu kamar selama 4 jam. Film diangkat

    dari Film Cassette dan dicuci dengan larutan developer dalam keadaan gelap pada suhu

    kamar selama 5 menit. Film dicuci dengan larutan fixer dalam keadaan gelap pada suhu

  • kamar selama 5 menit. Film dibilas dengan air pada suhu kamar selama 5 menit. Film

    dikeringanginkan pada suhu kamar. Sinyal yang terdapat pada film diobservasi.

    Hibridisasi adalah pembentukan ikatan dupleks stabil antara dua rangkaian nukleotida yang

    saling komplementer melalui perpasangan basa N. Hibridisasi dapat menunjukkan suatu

    keseragaman sekuens. Pasangan DNA-DNA, DNA-RNA, RNA-RNA dapat dibentuk dengan

    proses ini. Sedangkan sequencing by hybridization merupakan suatu metode sekuensing

    yang memanfaatkan lintasan Euler dan graf de Bruijn. Sequencing by hybridization adalah

    masalah dasar dalam suatu proses rekonstruksi DNA. Tujuan sequencing by hybridization

    adalah menentukan sekuens suatu nukleotida dari fragmen DNA yang tidak diketahui yang

    masukan datanya merupakan hasil eksperimen hibridisasi secara biokimia, yang disebut

    spektrum. Spektrum ini merupakan substring dari huruf-huruf yang melambangkan basa

    nukleotida.

    Setelah ditentukan spektrum-spektrum yang panjangnya konstan tersebut, maka bisa dibuat

    graf de Bruijn yang tiap simpulnya merupakan representasi dari spektrum. Setelah graf de

    Bruijn berhasil dibuat, lalu tentukan lintasan Eulernya.

    LABEL FLUERECENT

    Digunakan fluorescently labeled dideoxy nucleotides (yang dapat digabungkan dalam satu

    tabung) dan dipisahkan dengan capillary electrophoresis dan dibaca dengan laser saat DNAs

    melewati jendela detektor.

    Komputer akan menghasilkan kromatogram

    Automated DNA sequencing pada automated DNA sequencing, deoxynucleotide

    radioaktif tidak digunakan dan ke-4 reaksi dideoxy dikerjakan dalam satu tabung tunggal.

    Ini karena tiap ddNTPs dilabel dengan pewarna flourescent yang berbeda.

    Sehingga warna yang ada pada tiap fragmen yang disintesa korespon dengan warna yang

    berikatan pada dideoxynucleotide yang ditambahkan untuk menghentikan sintesis fragmen.

    Isi dari satu tabung reaksi dimasukkan ke satu jalur pada gel dan dielektroforesis.

    Sebuah flourimeter dan komputer dihubungkan ke gel dan mendeteksi dan mencatat warna

    yang berikatan dengan fragmen saat mereka melewati gel.

    Urutan/sekuens ditentukan berdasarkan urutan warna yang keluar dari gel.

  • Antibodi Monoklonal

    Hibridoma

    Teknik Hibridoma adalah penggabungan dua sel dari organisme yang sama maupun berbeda

    sehingga menghasilkan sel tunggal berupa sel hibrid ( hibridoma ) yang memiliki kombinasi

    dari sifat kedua sel tersebut. Teknik hibridoma ini sangat penting untuk menghasilkan

    antibodi dan hormon dalam jumlah yang besar.

    Antibodi Monoklonal

    Salah satu hasil dari teknik hibridoma ini adalah antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal

    adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber tunggal atau sel klona yang hanya

    mengenal satu jenis antigen. Pembentukan antibodi monoklonal dilakukan dengan

    menggunakan kelinci atau tikus.

    Teknik pembuatan antibodi moniklonal untuk pengobatan kanker

    langkah pertama adalah menginjeksikan antigen ke dalam tubuh tikus/ kelinci percobaan,

    kemudian limpanya dipisahkan. Sel-sel pembentuk antibodi pada limpa dilebur ( fusi )

    dengan sel-sel mieloma ( sel kanker ). Sekitar 1% dari sel limpa adalah sel plasma yang

    menghasilkan antibodi, sedangkan 10% sel hibridoma akhir terdiri dari sel-sel yang

    menghasilkan antibodi. Setiap hibridoma hanya dapat menghasilkan satu antibodi.

    Disini teknik seleksi dikembangkan untuk mendidentifikasi sel tersebut, kemudian dilakukan

    pengembangan atau pengklonan berikutnya. Klona yang diperoleh dari hibridoma berupa

    antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal dapat disimpan beku, kemudian dapat

    diinjeksikan ke dalam tubuh hewan atau dibiakkan dalam suatu kultur untuk menghasilkan

    antibodi dalam jumlah yang besar.

    Kegunaan antibodi monoklonal cukup beragam. Para ilmuwan berharap dapat

    menggunakan antibodi monoklonal dalam pengobatan kanker. Beberapa jenis sel kanker

    membuat antigen yang berbeda dengan protein yang dibuat oleh sel-sel sehat. Dengan

    teknologi yang ada, dapat dibuat antibodi monoklonal yang hanya menyerang protein dan

    menyerang sel-sel tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.

    Kegunaan antibodi monoklonal lainnya adalah sebagai berikut

    1. untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin ( HCG ) dalam urin

    wanita hamil.

    2. untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan

    kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi ini.

    3. mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.

  • Aplikasi ELISA

    ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen dan antibodI dalam suatu sampel, karenanya

    merupakan metode yang sangat berguna untuk mendeterminasi

    konsentrasi antibodi dalam serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk mendeteksi

    kehadiran antigen. Metode ini juga bisa diaplikasikan dalam indiustri makanan untuk

    mendeteksi allergen potensial dalam makanan seperti susu, kacang, walnut, almond, dan

    telur. ELISA juga dapat digunakan dalam bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat pada

    berbagai kelas obat.

    Beberapa Tipe ELISA

    A. Indirect ELISA

    Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi

    antibodi dalam serum adalah:

    1. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada

    permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan

    plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan

    menetapkan kurva standar yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari

    suatu sampel yang akan diuji.

  • 2. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin(BSA) atau

    kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini dikenal

    sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain

    ke plate.

    3. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari

    antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan

    untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi

    non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.

    4. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan

    dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan

    lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.

    5. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan

    dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat

    spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.

    6. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.

    7. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal

    kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.

    8. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/

    elektrokimia lainnya.

    Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang

    tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama

    dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga

    setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang platemikrotiter, sehingga

    konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain

    saat pengikatan pada permukaan lubang. Mekanismeindirect ELISA dapat dilihat pada

    gambar di bawah ini.

    B. Sandwich ELISA

    Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:

    1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi penangkap

    2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir

    3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate

  • 4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat

    5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen

    6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan

    dengan antibodi primer

    7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang

    8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/

    berfluoresensi/ elektrokimia

    9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen

    Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel

    yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa

    lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein

    serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas

    antigen yang terimobilisasi. Prinsip kerja sandwichELISA dapat dilihat pada skema berikut

    ini:

    C. ELISA kompetitif

    Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas

    sebelumnya, yaitu:

    1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya

    2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah

    dilapisi antigen

    3. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam

    sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel

    pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi

    4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi

    sekunder ini berpasangan dengan enzim

    5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/

    fluoresensi.

    Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah sinyal

    yang dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

  • Secara singkat tahapan kerja dalam metode ELISA dapat digambarkan sebagai berikut:

    Teknik immunofluorescence (teknik immunofluorescence), juga dikenali sebagai teknik

    antibodi pendarfluor, adalah untuk menandakan teknik imun membangunkan salah satu

    yang paling awal. Ia adalah dalam imunologi, biokimia dan teknik mikroskopi ditubuhkan

    atas dasar teknologi a. Sebahagian ulama telah lama cuba untuk molekul dengan beberapa

    pengesanan antibodi mengikat, reaksi antigen-antibodi menggunakan tisu atau sel antigen

    kedudukan material.

    IMUNOHISTOKIMIA

    Imunohistokimia adalah suatu metode kombinasi dari anatomi, imunologi dan biokimia

    untuk mengidentifikasi komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu dengan menggunakan

    interaksi antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi label. Imunohistokimia

    merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi

    atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari nama immune

    yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan antibodi dan

    histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan kata lain, imunohistokimia adalah

    metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan

    menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup.

    Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi

    tergantung dari tujuan pemeriksaan.

  • Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan karakterisasi suatu

    antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan prognosis kanker. Teknik ini

    diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati dibawah mikroskop.

    Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan

    antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya

    dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk

    mengidentifikasi marker. Adapun beberapa marker yang berupa senyawa berwarna antara

    lain :

    Luminescence

    Zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin

    Logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif

    Enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase.

    Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen

    (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat

    diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring

    berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat

    langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna)

    dibawah mikroskop fluorescense.

    Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu preparasi

    sampel dan labeling. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk preparat

    jaringan dari jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari pengambilan jaringan

    yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid, embedding jaringan

    dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair, pemotongan jaringan dengan

    menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan antigen retrieval untuk membebaskan epitop

    jaringan, dan bloking dari protein tidak spesifik lain. Sampel labeling adalah pemberian

    bahan-bahan untuk dapat mewarnai preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi

    menggunakan antibodi primer dan sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining

    untuk mewarnai jaringan lain di sekitarnya. Antibodi adalah suatu imunoglobulin yang

    dihasilkan oleh sistem imun dalam merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi

    dibentuk berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah

    teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau substansi

    yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi

    membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen divisualisasikan menggunakan

    senyawa label/marker.

    IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki keuntungan yang luar biasa

    untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang

    diperiksa. IHC juga merupakan cara yang efektif untuk memeriksa jaringan. Teknik ini telah

  • digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein

    dalam struktur otak tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik terhadap

    protein tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi berat molekul

    protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam

    diagnostik patologi bedah terhadap kanker, tumor, dan sebagainya. Adapun marker untuk

    diagnosa IHC adalah sebagai berikut:

    Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk identifikasi adenocarcinoma.

    Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat terekspresi dalam

    beberapa sarkoma.

    CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease

    Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler

    CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)

    CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic leukemia

    Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan progesterone staining

    untuk identifikasi tumor

    Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20

    Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3

    Radioimmunoassay merupakan metode laboratorium (in vitro method) untuk mengukur dengan relative

    tepat jumlah zat yang ada pada tubuh pasien[1] dengan isotop radioaktif yang bercampur dengan antibody

    yang disisipkan ke dalam sampel. Radioimmunoassay merupakan revolusi dalam pemeriksaan medis.

    Pada tahun 2009, teknik ini masih revolusioner karena merupakan blueprint untuk pengembangan metode

    lebih lanjut dalam teknik laboratorium di bidang medis.

    Dasar-dasar teknik radioimmunoassay (RIA) atau prinsip competitive-binding radioassay ini pertama kali

    dikembangkan pada tahun 1950-an oleh Solomon Berson dan Rosalyn Yallow[1,2] untuk memeriksa volume

    darah, metabolism iodine, menentukan kadar hormone insulin dalam plasma darah. Dengan menggunakan

    prinsip ini titer atau kadar berbagai hormon, antigen, antibodi, enzim dan obat dalam darah dapat diukur

    dengan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Karena limit deteksi yang sangat baik ini maka RIA

    digunakan sebagai peralatan laboratorium standar.

    RIA memanfaatkan radioaktivitas dari isotop radioaktif yang diinjeksikan ke dalam sampel. Cacahan radiasi

    dideteksi menggunakan pencacah seperti detector Geiger-Muller, scintillator, dan sebagainya.

    Pemanfaatan Radioaktivitas

  • Teknik RIA adalah suatu teknik penentuan zat-zat yang berada dalam tubuh berdasarkan reaksi imunologi

    yang menggunakan tracer radioaktif[3]. Tracer radioaktif adalah isotop radioaktif yang akan meluruh pada

    melalui proses radioaktivitas. Radioaktivitas adalah proses peluruhan isotop tidak stabil (radioaktif) menjadi

    isotop yang lebih stabil dengan memancarkan energy melalui materi berupa partikel-partikel (alpha atau

    beta) ataupun gelombang elektromagnetik (sinar gamma)[4]. Intensitas dari sumber radioaktif dinyatakan

    oleh transformasi inti rata-rata per satuan waktu. Satuan radioaktivitas dinyatakan dengan Curie (Ci). 1 Ci

    awalnya didefinisikan sebagai radiasi yang dipancarkan oleh 1 gram 226Ra, tetapi definisi ini diubah sebagai

    kemurnian dari peningkatan nuklida. Nilai absolute dari 1 Ci sama dengan 3,71010 disintegrasi/sekon.

    Satuan lain dari radioaktivitas adalah Becquerel (Bq), 1 Bq sama dengan 1 disintegrasi/sekon[5,6].

    RIA memiliki 2 keampuhan metode[3] antara lain adalah: Pertama, pengukuran radioaktivitas memberikan

    kepekaan dan ketelitian yang tinggi serta tidak terpengaruh oleh factor-faktor lain yang terdapat dalam

    system. Kedua, reaksi immunologi berlangsung secara spesifik karena antigen hanya dapat bereaksi

    dengan antibody yang sesuai dengannya sehingga zat lain atau antigen lain yang tidak sesuai

    karakteristiknya tidak dapat ikut campur dalam reaksi.

    Prinsip Kerja

    Prinsip radioimmunoassay dapat diringkas sebagai persaingan reaksi dalam campuran yang terdiri dari

    antigen/hormon berlabel radioaktif, antibodi dan antigen/hormon yang tidak berlabel radioisotop. Antigen

    radioaktif dicampur dengan sejumlah antibodi. Antigen dan antibodi berikatan satu sama lain menjadi satu

    zat. Kemudian ditambahkan zat yang tidak diketahui jenisnya yang mengandung sedikit antigen. Zat baru

    ini merupakan zat yang diuji[1,9].

    Secara sederhana digambarkan dengan asumsi bahwa antibodi yang dimaksud berkonsentrasi sangat

    tinggi untuk dikombinasikan dengan antigen atau antigen yang berlabel dalam molekul antibodi. Pada saat

    ikatan kadar protein dan steroid radioaktif konstan, penghambatan ikatan hormon radioaktif dengan ikatan

    protein merupakan fungsi dari jumlah hormon nonradioaktif yang berada pada sampel.