Ria Agustriana 07711223 Jurnal
-
Upload
supergirl2123 -
Category
Documents
-
view
118 -
download
0
Transcript of Ria Agustriana 07711223 Jurnal
Laporan Journal Reading
Perilaku Mencuci Tangan Dengan Sabun dan Air Secara Bersamaan Merupakan
Rekomendasi Untuk Mencegah Infeksi di Lingkungan Kerja: an open cluster
randomized trial
Carita Savolainen-Kopra1, Jaason Haapakoski, Piia A Peltola, Thedi Ziegler, Terttu Korpela,
Pirjo Anttila, Ali Amiryousefi, Pentti Huovinen, Markku Huvinen, Heikki Noronen, Pia
Riikkala, Merja Roivainen, Petri Ruutu, Juha Teirilä, Erkki Vartiainen and Tapani Hovi1.
Disusun oleh :
Ria Agustriana,S.Ked
07711223
Pembimbing :
dr. Agus Trimanto, M.Kes
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Puskesmas Tanon 1
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
2013
Perilaku Mencuci Tangan Dengan Sabun dan Air Secara Bersamaan Merupakan
Rekomendasi Untuk Mencegah Infeksi di Lingkungan Kerja: an open cluster
randomized trial
Carita Savolainen-Kopra1, Jaason Haapakoski, Piia A Peltola, Thedi Ziegler, Terttu Korpela,
Pirjo Anttila, Ali Amiryousefi, Pentti Huovinen, Markku Huvinen, Heikki Noronen, Pia
Riikkala, Merja Roivainen, Petri Ruutu, Juha Teirilä, Erkki Vartiainen and Tapani Hovi1.
Abstrak
Latar Belakang: Kebersihan tangan dianggap sebagai sarana penting dalam pengendalian
infeksi. Kami meneliti apakah perilaku kebersihan tangan yang dipandu secara bersamaan
dapat membatasi penularan infeksi dan mengurangi ketidakhadiran dalam bekerja
dilingkungan kerjanya,yang dilakukan penelitian dengan open cluster randomized pada 3
kelompok intervensi.
Metode: Sebanyak 21 kelompok (683 orang) dilakukaan secara acak untuk melaksanakan
cuci tangan dengan sabun dan air (257 orang), dengan alkohol berbasis menggosok tangan
(202 orang), atau sebagai kontrol (224 orang). Kedua peserta menerima intervensi tentang
petunjuk cara standar untuk membatasi penularan infeksi. Periode intervensi selama 16 bulan
termasuk munculnya pandemi influenza 2009 dan berikutnya kampanye nasional kebersihan
tangan yang juga mempengaruhi kelompok kontrol.
Hasil: Pada follow-up terjadi penurunan 6,7% dari episode infeksi pada kelompok sabun dan
air (p = 0,04). Sebelum terjadinya kampanye anti-pandemi, perbedaan (p = 0,002) secara
statistik signifikan yang berarti terjadinya episode infeksi antara kelompok kontrol (6,0 per
tahun) dan kelompok sabun dan air (5,0 per tahun), tetapi tidak terjadi antara kontrol dan
alkohol (5,6 per tahun). Intervensi tidak memiliki efek penurunan pada ketidakhadiran kerja.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa mencuci tangan dengan menggunakan air
dan sabun secara intensif bersama dengan rekomendasi perilaku dapat yang mengurangi
terjadinya penyakit akut di lingkungan kerja. Tetapi tidak ada penurunan yang signifikan
setelah terjadinya pandemic pada cuci tangan dengan sabun dan kelompok kontrol, hal ini
dimungkinkan adanya “kebocoran” perilaku akibat kampanye anti-pandemik.
Latar Belakang
Peningkatan kebersihan tangan merupakan sarana untuk mencegah penularan infeksi
di rumah sakit serta lingkungan dengan tekanan infeksi yang tinggi, seperti tempat penitipan,
sekolah dan dinas militer. Kebersihan tangan telah ditingkatkan sebagai sarana untuk
mencegah penularan infeksi pernapasan dan diare dalam masyarakat. Dalam penelitian meta
analisis baru-baru ini, bagaimanapun, bukti keseluruhan telah dianggap tidak meyakinkan
karena perbedaan dalam desain studi dan kesulitan dalam menyesuaikan untuk faktor
penggangu. Sebuah studi yang diterbitkan selama penyusunan naskah ini melaporkan
penurunan kejadian infeksi melalui penggunaan alcohol desinfektan di tempat kerja
perkantoran.
Data tentang pengaruh kebersihan tangan pada transmisi influenza akan menjadi bukti
dasar penting untuk rekomendasi saat ini untuk mencegah influenza musiman dan pandemi.
Dalam penelitian terbaru, kebersihan tangan ditingkatkan bersama-sama dengan penggunaan
masker wajah mencegah penularan virus influenza dalam rumah tangga ketika diterapkan
dalam 36 jam dari timbulnya gejala pada pasien. Sebaliknya, tranmisis influenza tidak
mengurangi intervensi dengan mempromosikan cuci tangan dan penggunaan masker wajah
dalam penelitian lain.
Kami mempelajari apakah kebersihan tangan yang ditingkatkan merupakan
rekomendasi perilaku yang bertujuan untuk mengurangi penularan saat batuk atau bersin
yang dapat mengurangi kejadian infeksi dan ketidakhadiran dalam bekerja di lingkungan
perkantoran. Dalam uji cluster-randomized ini, kami membandingkan kelompok non-
intervensi untuk tradisional mencuci tangan dengan sabun dan air dan alkohol berbasis gel
pembersih tangan, kombinasikan dengan pengetahuan cara mencegah penularan batuk atau
bersin untuk kedua kelompok intervensi. Pengacakan dalam kelompok pekerja kantor yang
digunakan, bukan pengacakan pribadi untuk dua alasan utama: pertama, anggota unit kantor
diberikan pekerjaan dapat dianggap membentuk sirkulasi lingkungan sirkulasi tunggal untuk
agen infeksi dan kedua, semua peserta studi cluster harus menerapkan kebiasaan kebersihan
tangan sehingga mencapai kepatuhan optimal untuk perilaku yang dimaksudkan.
Metode
Studi desain
Keefektifitasan kebersihan tangan lebih ditingkatkan episode infeksi dan absen dari
bekerja, dalam intervensi penelitian open-cluster randomized. Penjelasan tentang rancangan
penelitian telah dilaporkan sebelumnya secara lengkap. Protokol ini diterima oleh
Institutional Review Board (referensi nomor 9/2008). Secara total terdapat 21 unit yang
terdaftar dalam penelitian ini yang berkerja di enam perusahaan yang berbeda di wilayah
Helsinki, bekerja sama dengan klinik kesehatan kerja yang melayani perusahaan-perusahaan.
Secara bersamaan perusahaan mempekerjakan 10.000 staf (Gambar 1). Survei kuesioner
risiko penularan dikirim ke semua karyawan dari 21 unit target dengan media elektronik.
Ketika mengambil bagian dalam kuesioner survei, responden diminta kesediaan mereka
untuk berpartisipasi dalam studi intervensi. Resiko transmisi virus yang berubah-ubah dinilai
tiap scor dengen cluster. Berdasarkan kecocokan, skor dan pengacakan dari cluster dari tiga
percobaan telah dijelaskan secara rinci dari penelitian sebelumnya.
Percobaan tiap lengan: IR1, cuci tangan dengan sabun dan air, IR2 dengan alkohol,
dan kelompok kontrol (C). Toilet di tempat kerja dilengkapi dengan sabun cuci tangan cair
(IR1) atau alkohol (IR2). Peserta juga memperolehkan membawa produk kebersihan tangan
untuk digunakan di rumah dan, dalam kasus menggosok tangan dengan alcohol. Selain
dibimbingan secara langsunung dalam pembersihan tangan, peserta dari IR1 dan IR2 juga
menerima bimbingan bagaimana cara membatasi penularan infeksi, misalnya saat batuk atau
bersin memakai sapu tangan atau alternative lain dengan lengan, dan menghindari berjabat
tangan. Peserta dari kelompok kontrol tidak menerima bimbingan mengenai kebersihan
tangan atau membatasi penularan infeksi. Intervensi tidak blind kepada pihak yang terlibat
(yaitu kelompok studi, partisipan atau pelayanan kesehatan kerja).
Gejala infeksi harian, cuti sakit dan absen dari pekerjaan dengan alasan apapun dicatat
oleh selfreport mingguan menggunakan kuesioner berbasis internet, dan dikirim melalui
email. Gejala khas dari infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi gastrointestinal
(IG) yang dijelaskan secara rinci selama pelatihan dan diulang dalam email mingguan.
Software yang digunakan untuk pengumpulan data diperoleh dari Digium Enterprises, Espoo,
Finlandia. Data yang disimpan dalam sebuah database inhouse untuk pemantauan dan
analisis.
Pemantauan pelaksanaan intervensi
Kepatuhan terhadap intervensi yang ditugaskan dinilai oleh berdasarkan survey
dengan elektronik untuk transmisi membatasi, seperti yang dijelaskan secara rinci tempat
lain. Dalam intervensi cluster, penggunaan sabun (IR1) dan alkohol desinfektan (IR2)
diberikan kepada peserta khusus untuk penggunaan secara pribadi. Perawat studi secara rutin
mengunjungi kelompok intervensi selama periode intervensi, memeriksa ketersediaan sabun
dan alkohol dan membantu dalam setiap masalah praktis. Sabun cair yang digunakan adalah
"Erisan Nonsid" (Farmos Inc, Turku, Finlandia). Sabun Ini juga tersedia di toilet yang
digunakan oleh kelompok studi. Pada IR2 menggunakan alcohol yang mengandung etanol
80%, produk yang digunakan "LV" (Berner Inc, Helsinki, Finlandia).
Surveilans untuk infeksi virus
Antara November 2008 dan Mei 2010, tujuh klinik kesehatan kerja yang melayani
enam perusahaan yang berpartisipasi disarankan untuk mengumpulkan sampel, menggunakan
teknik standar, dua sampai tiga sampel respirasi diambil per minggu dari pasien ISPA yang
khas dan juga sampel feses dari beberapa penderita perwakilan dengan adanya gejala
gastrointestinal saat wabah IG dicurigai. Sampel bisa berasal dari peserta studi dan juga dari
unit kerja yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Di laboratorium, virus asam nukleat
diekstraksi dengan karakteristik komersial kits, ditandai dan diuji oleh metode validasi real-
time PCR untuk mendeteksi virus influenza A dan B, respiratory syncytial virus, virus
parainfluenza tipe 1, 2, dan 3, adenovirus, rhinovirus dan enterovirus dari spesimen
pernafasan, dan norovirus dari spesimen feses (deskripsi rinci prosedur pengujian yang
tersedia dari penulis).
Endpoin primer dan hasil pengukuran
Standar endpoin primer adalah (1) jumlah laporan infeksi dalam cluster yang
dilaporkan secara per minggu; dan (2) jumlah laporan cuti sakit dalam cluster yang
dilaporkan secara total per minggu.
Pengelolaan data dan dasar pemikiran untuk analisis
Laporan tiap minggu dari peserta digabungkan menjadi suatu rangkaian tunggal
menjadi catatan harian. Peristiwa penyakit yang didefinisikan sebagai jumlah hari dari gejala
secara berturut-turut, sampai satu hari tanpa gejala intervensi. Cuti sakit dibatasi untuk hari
libur karena ISPA atau IG dari subjek penelitian, sedangkan absen juga termasuk tidak
adanya hari libur dari tanggungan karena ISPA atau IG. Terjadinya peristiwa dinyatakan
sebagai proporsi dari total minggu yang dilaporkan dan dicatat dalam cluster atau onset
penelitian, sehingga "proporsi infeksi", "proporsi ISPA", "proporsi IG", "proporsi cuti sakit" ,
dan "proporsi absen". Jumlah rata-rata kejadian per tahun diperoleh dengan mengalikan
proporsi masing-masing sebesar 52. Resiko infeksi yang ditunjuk dengan skor cluster
digunakan dalam pengacakan dan untuk mencocokkan antara lengan yang tidak berkorelasi
dengan kejadian yang diamati dari infeksi. Oleh karena itu, triplets yang cluster diabaikan
dalam analisis statistik, dan sebagai gantinya, kumpulan berasal dari studi total yang
digunakan.
Analisis statistik
Sesuai dengan hipotesis nol tidak ada dari proporsi di IR1 atau di IR2 itu berbeda dari
proporsi yang sesuai pada kelompok kontrol. Hipotesis ini diuji secara terpisah untuk masing-
masing proporsi menggunakan Yate itu Chi-Square (prop.test) dengan paket R-statistik.
Variabel yang berpasangan dirumuskan dan membuat proporsi laporan mingguan dengan
onset kejadian setiap masing-masing kelompok. Kesamaan dari masing-masing proporsi
intervensi untuk sabun dan alkohol dengan proporsi yang sesuai diperoleh untuk kelompok
kontrol diuji secara terpisah dengan Yate’s Chi-Square (dengan koreksi kontunuitas Pearson
Chi-square). P-valeu yang diberikan mewakili kemungkinan bahwa random sampling akan
menyebabkan perbedaan antara proporsi sampel.
Pandemi influenza A/H1N1 tak terduga di Finlandia di musim panas dan musim
gugur 2009 mengakibatkan kampanye nasional untuk meningkatkan kebersihan tangan dari
Agustus,, 2009 dan seterusnya. Oleh karena itu, analisis juga dilakukan secara terpisah untuk
periode sebelum akhir Juli 2009 (25 minggu; "sebelum pandemi"), dan selanjutnya sampai
akhir Mei, 2010 (43 minggu; "selama dan setelah pandemi") . Demikian pula, uji proporsi
dieksploitasi dianalisis pentingnya perbedaan antara lengan dan antara time point yang
berbeda mengenai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam survei pada transmisi yang
membatasi kebiasaan.
Hasil
Rekrutmen
Rekrutmen berlangsung pada bulan Januari dan Februari 2009. Secara keseluruhan
683 orang secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Karakteristik peserta
ditunjukkan pada Tabel 1. Intervensi berlangsung selama 15-16 bulan, hingga akhir Mei
2010. Persentase staf di masing-masing cluster yang berpartisipasi dalam penelitian ini
berkisar 12-51%, dengan rata-rata 32,7% dan rata-rata 32,5% (Tabel 2).
Drop-out, perekrutan baru dan mencangkup pelaporan selama follow up
Tujuh puluh enam persen dari relawan mulai melakukan pelaporan sampai akhir
penelitian (Gambar 1). Berhenti bekerja merupakan alasan paling umum untuk menghentikan
pelaporan di study cluster. Karena sebagian penelitian merekrut baru, jumlah total peserta
pada akhir penelitianm 626 atau 91,7% dibandingkan dengan awal. Laporan proporsi
mingguan yang diterima dari peserta selama follow-up pada umumnya sangat tinggi, dan
mirip dari tiga studi selama penelitian (Gambar 2). Sebuah pengingat email otomatis dikirim
ke peserta jika laporan mingguan tidak diterima dalam waktu lima hari kecuali peserta telah
memberitahu sebelumnya bahwa dia akan berlibur atau perjalanan bisnis. Peserta diberi
kesempatan untuk melaporkan peristiwa selama liburan. Secara keseluruhan 38 644 laporan
mingguan diterima.
Hasil tindakan utama
Pada periode follow-up total ada penurunan 6,7% dari kejadian infeksi pada IR1 (p =
0,04). Dalam data subanalisis yang dikumpulkan sebelum pandemi influenza A/H1N1 ada
statistik kejadian infeksi secara signifikan lebih sedikit di IR1 (proporsi 0,096 sesuai dengan
5.0 orang per tahun) dibandingkan dengan kelompok kontrol (0,115 sesuai dengan proporsi
6,0 orang per tahun) menyamakan dengan pengurangan 16,7% (Tabel 3). Penurunan
signifikan secara statistik diamati selama kejadian infeksi kelompok kontrol dibandingkan
sebelum dan sesudah terjadinya pandemi (0,115 vs 0,098) (Tabel 3). Ketika dipisah untuk
ISPA dan IG, IR1 memiliki jumlah terendah kedua kategori selama periode penelitian.
Perbedaan kontrol secara statistik signifikan pada kejadian IG (p = 0,03). Tidak ada
pengurangan atau tidak ada kejadian cuti sakit diamati sebelum pandemi. Sebaliknya, selama
dan setelah pandemi peningkatan signifikan terlihat pada IR1.
Distribusi bulanan kejadian infeksi
Distribusi proporsi bulanan dari semua kejadian infeksi atau laporan mingguan
menunjukkan variasi musiman yang diharapkan dari tiga kelompok (Gambar 3a). laporan
pandemi H1N1 tidak menyebabkan puncak utama dalam kejadian infeksi, tetapi dalam
pengawasan terdapat puncak virus A/H1N1 pada bulan November 2009 (Gambar 3b dan 3c).
Semua virus pernapasan yang dibawah pengawasan terdeteksi di antara 219 spesimen dari
pasien yang mengunjungi klinik kesehatan kerja (Gambar 3b). Rhinovirus adalah patogen
yang paling sering terdeteksi (23,2%), diikuti oleh influenza A/H1N1 (15,6%), influenza A
tipe lain (8,9%) dan influenza B (4,5%). Parainfluenzaviruses tipe 1, 2 dan 3, Respiratory
syncytial virus (RSV), dan adenovirus juga terdeteksi. Puncak epidemi bersamaan dengan
pemberitahuan yang dilakukan oleh laboratorium klinis Nasional Infectious Disease Registry
(Gambar 3c) dan laporan kejadian infeksi pada penelitian ini (Gambar 3a). Selama musim
dingin atau musim semi 2009, terjadinya puncak infeksi, berbagai virus terdeteksi, tetapi
tidak ada laporan tentang merebaknya kejadian infeksi tunggal. Pada pemeriksaan 11
spesimen feses yang diuji, hanya 1 yang positif yaitu norovirus.
Kepatuhan terhadap intervensi
Penggunaan tercatat sabun dan alkohol yang berbasis disinfektan untuk penggunaan
pribadi lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan berdasarkan petunjuk kebersihan tangan
(Tabel 2). Perbedaan yang diamati dalam penggunaan sabun atau disinfektan antara
kelompok populasi penelitian menunjukkan tidak ada korelasi dengan jumlah kejadian infeksi
yang dilaporkan.
Pembatasan kebiasaan survei pada transmisi dilakukan tiga kali, sebelum pengacakan,
pada saat pandemi influenza A/H1N1 pada bulan Agustus 2009, dan sekali lagi pada akhir
masa tindakan pada bulan Mei 2010. Beberapa indikator survei digambarkan dalam Gambar
4. Tingkat awal yang tinggi dari kebersihan tangan di beberapa sektor ditingkatkan di semua
lengan, termasuk kelompok kontrol (p = 0,0005 atau kurang, Gambar 4a dan 4b).
Menghindari berjabat tangan ketika sakit infeksi pernapasan atau pencernaan menjadi lebih
umum selama perkembangan penelitian (Gambar 4c dan 4d) pada semua kelompok studi, dan
tetap tinggi pada kedua kelompok intervensi (p ≈ 0 untuk semua titik pengukuran
dibandingkan dengan awal tingkat).
Diskusi
Percobaan ini merupakan intervensi terkontrol menunjukkan penurunan yang
signifikan dalam kejadian infeksi, terutama infeksi saluran pernafasan, kelompok pertama
melakukan mencuci tangan dengan sabun dan air, dikombinasikan dengan petunjuk tentang
cara untuk mengurangi penularan saat batuk atau bersin. Sebaliknya, pada kelompok yang
menggunakan alkohol desinfektan, bersama dengan panduan tentang batuk atau bersin, tidak
mengurangi kejadian infeksi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pandemi influenza
2009 memicu kampanye nasional dengan intens mencuci tangan, selama dan setelah itu tidak
ada perbedaan yang terlihat antara dua intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini sebagian
dijelaskan oleh pengamatan bahwa terjadinya penurunan infeksi secara bermakna pada
kelompok kontrol.
Cluster berpengaruh pada distribusi poin akhir tiap individu yang diperhitungkan
dalam analisis statistik dari hasil uji coba intervensi. Kami membandingkan hasil komulatif
dari dua kelompok intervensi dengan kelompok kontrol secara langsung, dengan
kemungkinan mengabaikan efek cluster. Dasar terjadinya peristiwa infeksi di antara anggota
cluster ditentukan oleh tim kerja kemungkin dipengaruhi oleh kebiasaan perilaku khas tim
yang mempengaruhi penyebaran infeksi, dan jenis percobaan spesifik oleh cluster, secara
intensitas menerapkan, menginstruksikan prosedur pembersihan tangan dan perubahan
perilaku. Namun, kejadian infeksi berturut-turut dalam cluster bukan merupakan refleksi
langsung dari penularan agen infeksi tapi mungkin karena perkenalan baru yaitu, infeksi non-
kontak kerja terkait peserta studi individu. Kerja terkait efek cluster tidak mungki
mempengaruhi terjadinya infeksi kedua, sementara kejadian infeksi pada masyarakat
diketahui bervariasi antara subpopulasi yang berbeda dan dalam subpopulasi tertentu. Oleh
karena itu, masuknya variabilitas ekstra karena efek dari cluster dalam analisis statistik
mungkin mengakibatkan hilangnya perbedaan yang benar dalam pengaturan, di mana jumlah
cluster agak terbatas karena alasan praktis.
Hasil utama kami infeksi pernapasan berkurang dengan cuci tangan menggunakan
sabun dan air yang dikombinasikan dengan rekomendasi untuk batuk dan bersin adalah sesuai
dengan studi sebelumnya,beberapa penelitian populasi semi-close seperti rumah sakit dan
pusat-pusat penitipan anak. Namun, tidak ada data tersedia di intervensi ini pada populasi
orang dewasa di lingkungan kantor biasa dimana pola kontak yang mungkin berbeda dari
lingkungan semi-close. Telah dilaporkan di Pakistan terjadi penurunan 50% kejadian
pneumonia anak dengan mencuci tangan secara intensif menggunakan sabun dan air. Tidak
adanya perlindungan dari kejadian infeksi pada kelompok alkohol berbeda dengan publikasi
intervensi baru, pada intervensi yang sama melaporkan penurunan yang luar biasa dari
kejadian penyakit dan dari beberapa studi sebelumnya. Kami tidak tahu alasan untuk hasil
yang tidak cocok tapi dapat berspekulasi tentang potensi dampak dari perbedaan yang diduga
pada komposisi desinfektan, berbagai pra-studi terhadap rutinitas cuci tangan, dan desain
penelitian yang berbeda. Hal ini juga, kita tidak ingin mengesampingkan kemungkinan
bahwa meggunakan alkohol akan memiliki efek penurunan pada kejadian infeksi, jika jumlah
follow up dari individu lebih besar. Di sisi lain, hasil ini sesuai dengan pengamatan yang
tidak kami publikasikan pada kapasitas satu putaran dalam menginstruksikan kebersihan
untuk menghilangkan penularan rhinovirus yang diberikan pada kulit punggung tangan.
Mencuci dengan sabun dan air tampaknya jauh lebih efisien daripada dengan menggosok
tangan menggunakan alcohol disinfektan. Sementara peserta dalam kelompok kontrol tidak
dipaksa untuk tidak menggunakan sabun dan air maupun alkohol, efek intervensi tidak dapat
diamati karena rekomendasi perilaku hanya diberikan kepada kelompok intervensi IR1 dan
IR2.
Intervensi berlanjut selama dua musim dingin untuk menutupi epidemi virus musiman
yang berbeda. Struktur virus yang berbeda mungkin berbeda juga dalam kepekaan terhadap
prosedur cuci tangan yang digunakan. Namun, pandemi influenza dengan influenza A H1N1
2009 memicu kampanye nasional tentang cuci tangan yang dikompromikan pelaksanaan
penelitian kami, dengan penelitian cluster terkontrol kami juga sedang mendapat informasi di
media publik, yang kemudian disesuaikan dengan semua staf dari unit-unit kesehatan kerja di
perusahaan yang berpartisipasi. Daripada menghentikan penelitian yang prematur, kami
memutuskan untuk terus melalui periode yang direncanakan dan menganalisis hasil, dalam
dua blok darifollow up,dari masing-masing waktu, “sebelum pandemic”, “selama dan setelah
pandemic”. Selanjutnya, survei Eurobarometer di semua negara Uni Eropa menunjukkan
bahwa di Finlandia lebih dari 40% dari populasi orang dewasa dilaporkan telah mengubah
perilaku mereka sehingga dapat meningkatkan perlindungan mereka dari influenza. Menurut
survei, terjadi perubahan di hampir secara eksklusif terlihat pada kebersihan tangan
ditingkatkan, dengan hampir tidak ada perubahan dalam perilaku yang berkaitan dengan
batuk atau bersin. Selama dan setelah pandemi dalam penelitian kami tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam terjadinya infeksi antara cuci tangan dengan sabun dan air dan
kelompok kontrol. Hal ini disebabkan oleh penurunan yang signifikan secara statistik pada
jumlah angka kejadian infeksi pada kelompok kontrol, jelas karena adanya kampanye
kebersihan nasional. Tidak ada penurunan seiring terjadinya infeksi pada dua intervensi. Hal
yang tidak terduga, pada kejadian infeksi berkurang pada kelompok sabun dan air, tidak ada
pengurangan jumlah cuti sakit atau tidak adanya kejadian karena penyakit menular.
Sebaliknya, setelah terjadinya pandemi, jumlah kejadian dalam kelompok sabun dan air lebih
tinggi daripada di kelompok kontrol. Kami berspekulasi bahwa orang-orang di kelompok
intervensi mungkin telah patuh mengikuti instruksi yang diberikan secara keseluruhan pada
awal penelitian, termasuk konsep yang datang untuk bekerja dengan gejala kemungkinan
untuk menempatkan rekan beresiko tertular penyakit dan hal ini tidak dianjurkan.
Penelitian ini memiliki kelemahan. Pertama, kami menggunakan laporan secara
subjektif dari kejadian penyakit, dari pada penilaian secara professional dari gejala dan tanda-
tanda infesi. Tapi, kami juga percaya bahwa instruksi tertulis, definisi yang jelas diulang
dalam setiap email mingguan, dan respon yang cepat untuk setiap pertanyaan cukup dapat
diandal dalam mendiagnosis. Yang sederhana dan mudah digunakan dalam pengumpulan
data berbasis web merupakan sistem yang singkat mengingat waktu tanpa perlu buku harian
pribadi yang memberikan kontribusi terhadap cakupan pelaporan tinggi sepanjanga
penelitian. Kedua, stusi ini tidak memiliki ukuran langsung dari kepatuhan setiap individu
terhadap pemberian intruksi di lengan intervensi yang berbeda. Pengulangan wawancara pada
kebiasaan membatasi penularan dari seluruh langkah-langkah pelaksanaan yang
direkomendasikan, yang sudah cukup tinggi pada dasarnya, hal ini lebih ditingkatkan selama
studi pada kedua intervensi dan juga pada kelompok kontrol. Kampanya nasional anti-
pandemi sangat memungkinkan memiliki peran utama dalam "kebocoran" membatasi
penyebaran yang diamati pada kelompok kontrol. Selain itu, yang sudah partisipasi dalam
percobaan intervensi ini menguji peran kebersihan tangan, bahkan dalam kelompok kontrol
yang tanpa petunjuk khusus, kemungkinan hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang
berdasarkan akal sehat dan pengetahuan umumnya. Pandangan ini juga secara tidak langsung
didukung oleh minat peserta dalam penelitian ini, studi juga dicatat oleh perawat selama
kunjungan bulanan selama penelitian. Wawancara ketiga pada akhir penelitian, beberapa
bulan setelah puncak pandemi dalam publisitas media, menyarankan bahwa beberapa
perubahan dalam perilaku antara kontrol telah berlangsung lama, dan sekarang perbedaan
antara kontrol dan kelompok intervensi jauh lebih jelas lagi. Temuan serupa pada penurunan
pasca-pandemi dalam penggunaan pembersih tangan telah dilaporkan dari Selandia Baru
pada bulan Desember 2009 menyusul penurunan cepat dalam liputan media. Berdasarkan hal
tersebut diatas, kami percaya bahwa peserta yang di intervensi mengikuti petunjuk cukup
baik.
Studi intervensi besar dan lama antara karyawan dengan melakukan pekerjaan kantor
yang rutin mereka membutuhkan keseimbangan antara ilmiah dan kelayakan, tidak
melupakan biaya penelitian. Namun, mengingat keterbatasan diidentifikasi dari studi ini kita
akan memiliki saran untuk studi kebersihan tangan di masa mendatang untuk menghindari
beberapa masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Pertama, aktif menindak lanjuti semua
peserta untuk penyakit dengan mekanisme pengumpulkan spesimen untuk pengujian
laboratorium, sebanyak mungkin sebagai penyakit yang akan memungkinkan identifikasi
yang lebih tepat etiologi infeksi dan mengkonfirmasi efek intervensi secara khusus. Kedua,
akan lebih bijaksana untuk memasukkan penilaian eksternal obyektif dari kepatuhan seperti
pengukuran sabun atau penggunaan alkohol di kantor dan pengamatan kunjungan ke
wastafel, misalnya melalui tag elektronik.
Kesimpulan
Kami menyimpulkan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa langkah-langkah
perbaikan kebersihan pribadi yang terdiri dari perilaku batuk, bersin, dan berjabat tangan,
membatasi penularan, yang dikombinasikan dengan sering mencuci tangan dengan sabun dan
air dapat mengurangi terjadinya penyakit akut di lingkungan kerja. Perbedaan dengan
kelompok kontrol signifikan meskipun kita mengamati secara signifikan "kebocoran" dari
perilaku ditingkatkan untuk kontrol dan terlepas dari efek pengganggu dari pandemi
influenza H1N1 yang muncul selama tindak lanjut. Tidak seperti beberapa penelitian lain,
kita tidak melihat penurunan dalam intervensi lengan yang menerima instruksi untuk
membersihkan tangan dengan menggosok dengan alcohol disinfektan.