revisi pertama

download revisi pertama

of 23

Transcript of revisi pertama

  • 7/21/2019 revisi pertama

    1/23

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Pengertian sehat menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2006 tentang

    kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

    sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial

    dan ekonomis.1

    Pembangunan kesehatan dan kesejahteraan sosial yang telah

    dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

    walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan. Salah satu alat

    untuk menilai keberhasilan program pembangunan kesehatan yang telah

    dilakukan selama ini adalah dengan melihat perkembangan angka kematian

    dari tahun ke tahun. Tingkat kematian secara umum berhubungan erat dengan

    tingkat kesakitan, karena biasanya merupakan akumulasi akhir dari berbagai

    penyebab terjadinya kematian.2

    Berdasarkan survei kesehatan nasional tahun 2000, seiring dengan

    berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat ini telah

    mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab

    kematian yang semula didomisili oleh penyakit menular menjadi penyakit

    tidak menular. Salah satu penyakit tidak menular yang patut mendapat

    perhatian adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).3

  • 7/21/2019 revisi pertama

    2/23

    2

    Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), yang juga dikenali sebagai

    Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi

    saluran pernafasan yang progresif nonreversibelatau reversibel parsial, yang

    terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.4

    Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu masalah

    kesehatan di dunia. Data World Health Organization (WHO) PPOK

    menempati urutan kelima penyakit terbanyak diseluruh dunia pada tahun 2002

    dan akan menempati urutan ketiga terbayak pada tahun 2030.5,6 Prevalens

    PPOK pada laki-laki sekitar 8,5-22,2% dan pada perempuan sekitar 5,1-16,7%

    secara global, sedangkan prevalens PPOK pada orang dewasa dengan usia

    diatas 40 tahun sekitar 9-10%.7 Tingkat morbiditas dan mortalitas juga

    meningkat dengan jumlah kematian 30.000 jiwa per tahun di Inggris,

    sedangkan di Amerika Utara PPOK merupakan penyebab kematian ke-4 dan

    dibutuhkan dana sekitar 32 juta U$ dalam setahun untuk menanggulangi

    penyakit ini, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang lebih dan 100 ribu

    orang meninggal.8

    Data di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.

    Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal pengendalian

    penyakit (PP) dan penyehatan lingkungan (PL) dibeberapa rumah sakit

    propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan

    Sumatera Selatan) pada tahun 2004 PPOK menempati urutan pertama

    penyumbang angka kesakitan (35%) diikuti asma bronkial (33%), kanker paru

    (30%), dan lainnya (2%).9

  • 7/21/2019 revisi pertama

    3/23

    3

    Meningkatnya jumlah penderita PPOK disebabkan karena

    meningkatnya usia harapan hidup, terdapat enam faktor risiko terjadinya

    PPOK yaitu merokok, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas,

    pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok adalah

    faktor utama penyebab terjadinya PPOK.4,10

    Dikatakan 80-90% kematian pada penderita PPOK berhubungan

    dengan merokok.11,12 Hubungan antara merokok dengan PPOK merupakan

    dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih

    lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan

    lebih besar.13,14

    Data dii Propinsi Riau pada tahun 2009 terdapat 2880 penderita, tahun

    2010 terdapat 2997 penderita dan tahun 2011 terdapat 3154 penderita,

    sedangkan di Kota Pekanbaru data pada tahun 2009 terdapat 904 penderita,

    tahun 2010 terdapat 468 penderita dan tahun 2011 terdapat 498 penderita.

    Kota Pekanbaru sendiri merupakan daerah yang menyumbangkan penderita

    paling banyak diantara kabupaten lainnya yang ada di Riau, hal ini

    dikarenakan jumlah penduduk yang lebih banyak dan jumlah perokok yang

    cukup tinggi sekitar 128.000 orang.15

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

    maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan antara derajat

    merokok dengan derajat penyakit paru obstruktif kronik.

  • 7/21/2019 revisi pertama

    4/23

    4

    1.2Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan

    pada penelitian ini adalah:

    Apakah terdapat hubungan antara derajat merokok dengan derajat penyakit

    paru obstruktif kronik di RSUD Arifin Achmad?

    1.3Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum:

    Untuk Mengetahui apakah terdapat hubungan antara derajat

    merokok dengan derajat penyakit paru obstruktif kronik

    1.3.2 Tujuan Khusus:

    Diketahui hubungan antara tiap derajat merokok

    (ringan, sedang, berat) dengan derajat penyakit paru obstruktif

    kronik

    1.4Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

    hubungan derajat merokok dengan derajat penyakit paru obstruktif

    kronik

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan, dan

    pengetahuan pada masyarakat dan keluarga tentang derajat

    merokok yang berhubungan dengan derajat penyakit paru

  • 7/21/2019 revisi pertama

    5/23

    5

    obstruktif kronik sehingga bisa membantu mencegah remaja

    menjadi perokok dan memotivasi seseorang untuk berhenti

    merokok.

    1.5 Keaslian Penelitian

    Tabel 1.1 Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini

    No Author, Judul Penelitian, Tahun Desain Hasil

    1. Annisa, Perbandingan kejadian penyakitparu obstruktif pada perokok aktif dan

    perokok pasif di Lingkungan kampusfakultas kedokteran UMY; 2008

    CrossSectional

    Study

    Perokok aktif 50%mengalami penyakit paru

    obstruktif kronik, perokokpasif 20% mengalamipenyakit paru obstruktifkronik

    2. Nurhasan Asmar, Faktor-faktor yangberhubungan dengan penyakit paruobstruktif kronik (PPOK) di IrnaEmbun Pagi dan non bedah RSUP DR.M Djamil Padang; 2010

    Cross

    SectionalStudy

    70,3% perokok berat, 51,8terpapar pada lingkunganyang buruk, 73,3 menderitaPPOK derajat berat

    Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

    1. Penelitian ini ingin menganalisis apakah terdapat hubungan antara derajat

    merokok dengan derajat penyakit paru obstruktif kronik, sedangkan

    penelitian sebelumnya hanya menganalisa perbandingan kejadiaan

    penyakit paru obstruktif kronik berdasarkan perokok pasif dan aktif, serta

    menganalisa beberapa faktor yang berhubungan dengan penyakit paru

    obstruktif kronik.

    2. Penelitian sebelumnya dilakukan di Yogyakarta tahun 2008 dan di Padang

    tahun 2010. Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Arifin Ahmad

    Pekanbaru tahun 2013.

  • 7/21/2019 revisi pertama

    6/23

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1Penyakit Paru Obstruktif

    2.1.1 Definisi

    Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kelainan

    pernapasan kronik progresif, ditandai oleh hambatan atau perlambatan

    aliran udara yang non reversibelatau reversibelparsial disertai gangguan

    pertukaran gas pada tingkat lanjut.4 Perjalanan PPOK ditandai oleh

    kemunduran progresif fungsi paru-paru dan status fungsional yang

    diselingi episode dekompensasi akut.14

    Kelainan yang terjadi terutama pada saluran napas dengan diameter

    kurang lebih 2mm sehingga obstruksi yang terjadi biasanya irreversibel

    atau reversibel parsial. Saluran napas ini menunjukkan sumbatan mukus

    dalam berbagai derajat, metaplasia sel goblet, reaksi inflamasi,

    penambahan otot polos dan distorsi akibat fibrosis. Keterbatasan aliran

    udara biasanya dihubungkan dengan respon inflamasi abnormal terhadap

    partikel yang berbahaya atau gas.4

    Penyakit paru obstruktif kronik terdiri dan bronkitis kronik dan

    emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan

    saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan

    dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak

    disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis

    paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,

    disertai kerusakan dinding alveoli.4,14

  • 7/21/2019 revisi pertama

    7/23

    7

    2.1.2 Klasifikasi Derajat PPOK

    Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat PPOK4

    KlasifikasiPenyakit

    Gejala Spirometri

    Ringan -

    Tidak ada gejala waktu istirahat ataubila eksersais

    - Tidak ada gejala waktu istirahattetapi gejala ringan pada latihansedang (mis: berjalan cepat atau naiktangga )

    - Tidak ada gejala waktu istirahattetapi mulai terasa pada latihan /kerja ringan (mis: berpakaian)

    VEP>80%prediksiVEP/KVP

  • 7/21/2019 revisi pertama

    8/23

    8

    seperti interleukin 8 (IL 8) dan leukotrien B4 (LTB 4), yang merangsang

    infiltrasi netrofil, kemudian disusul sekresi mediator fibrogenik yang

    menimbulkan fibrosis saluran napas kecil, sehingga terjadi obstruksi

    irreversibel. Ketiga Protease-antiprotease tidak seimbang, emfisema

    terjadi akibat ketidakseimbangan antara protease (zat penghancur elastin

    dan protein lain pada dinding alveoli) dan antiprotease yang merupakan

    zat pelindung.4,18,19

    Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa

    bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan

    serta distorsi akibat fibrosis dan selanjutnya terjadi penyempitan saluran

    napas. Pada bronkitis obstruktif kronik terjadi penyempitan saluran napas

    perifer (bronchioles) karena terjadinya peradangan kronis, dimana banyak

    ditemukan infiltrasi limfosit T yang telah teraktivasi. Pada saluran napas

    yang lebih besar ditemukan inflamasi dengan banyak netrofil, sehingga

    ditemukan banyak netrofil pada sputum. Bila terjadi destruksi sel-sel

    parenkim paru dewasa, maka rekonstruksi oleh serat elastin sudah tidak

    mungkin lagi. Destruksi dinding alveolus akan terjadi dan kemudian

    terbentuk emfisema.4

    Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: 1) emfisema

    sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,

    terutama mengenai bagian atas paru, sering akibat kebiasaan merokok

    lama. 2) emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli

    secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah. 3) emfisema asinar

  • 7/21/2019 revisi pertama

    9/23

    9

    distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan

    sakus alveolar. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.4,20

    Gangguan obstruksi pada PPOK secara primer bersifat irreversible

    karena penyakit merusak jalan udara kecil, sebagian karena efek inflamasi

    dan sebagian karena efek emfisema yang menyebabkan paru kehilangan

    elastisitas (elasticrecoil).4

    Bagan 2.1 Konsep Patogenesis PPOK4

    2.1.4 Faktor Risiko

    Faktor-faktor risiko yang berperan dalam peningkatan PPOK

    adalah: 1) Merokok, 2) Hiperesponsif saluran napas, 3) Infeksi saluran

    napas, 4) Pemaparan akibat kerja, 5) Polusi udara, dan 6) Genetik.4,10

    Inhalasi bahanberbahaya

    Inflamasi

    Kerusakanjaringan

    Mekanisme

    PerlindunganMekanisme

    perbaikan

    Penyempitan saluran

    napas dan fibrosis

    Hipersekresi

    mukus

    Destruksi

    parenkim

  • 7/21/2019 revisi pertama

    10/23

    10

    Penasihat commite surgeon general of the united states

    menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas

    bronkitis kronik dan emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

    dalam waktu satu detik setelah forced expiratory vital (FEV1), terjadi

    penurunan mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung pada

    intensitas merokok. Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan

    intensitas merokok ini berkaitan dengan peningkatan kadar prevalensi

    PPOK seiring dengan pertambahan umur.4,10Prevalensi PPOK dikalangan

    pria menjelaskan penyebab tingginya prenderita PPOK dikalangan pria.

    Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita semakin meningkat akibat

    peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ketahun.21

    Penyakit paru obstruktif kronik berkembang pada hampir 15%

    perokok. Umur pertama kali merokok, jumlah batang rokok yang dihisap

    dalam setahun, serta status terbaru perokok memprediksikan mortalitas

    akibat PPOK. Individu yang merokok mengalami penurunan pada FEV1

    dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK.

    Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi

    sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma. Hal ini mengakibatkan

    penurunan fungsi paru.

    22

    Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema

    adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor

    genetik dan lingkungan. Sementara British hypothesismenyatakan bahwa

    asma dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda, asma diakibatkan

    reaksi alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan

  • 7/21/2019 revisi pertama

    11/23

    11

    yang terjadi akibat merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat

    respon saluran pernafasan dengan penurunan fungsi paru membuktikan

    bahwa peningkatan respon saluran pernafasan merupakan pengukur yang

    signifikan bagi penurunan fungsi paru.21

    Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok

    masih belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus

    kepada remodelingsalur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak

    obstruksi pada penderita PPOK.22

    Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi

    untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya

    bahwa infeksi salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai

    faktor predisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas

    adalah penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi

    saluran nafas dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih

    belum bisa dibuktikan.21

    Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi

    saluran nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu

    selama bekerja. Pekerjaan seperti penambang arang batu dan perusahaan

    penghasilan tekstil daripada kapas berisiko untuk mengalami obstruksi

    saluran nafas. Pada pekerja yang terpapar dengan kadmium, FEV1,

    FEV1/FVC, dan DL menurun secara signifikanforce vital capacity (FVC),

    carbon monoxide diffusing capacity of lung (DL). Hal ini terjadi seiring

    dengan peningkatan kasus obstruksi saluran nafas dan emfisema.

    Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan debu dan gas yang

  • 7/21/2019 revisi pertama

    12/23

    12

    berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang muncul lebih

    kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok.21

    Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran

    pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang

    berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun

    demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak

    bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran

    biomassdikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK

    pada kaum wanita di beberapa negara. Meskipun begitu, polusi udara

    adalah faktor risiko yang kurang penting dibandingkan dengan merokok.21

    Difisiensi 1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang

    berisiko untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan

    difisiensi 1-antitripsin di Amerika Serikat adalah kurang dari satu

    peratus. 1-antitripsin merupakan inhibitor protease yang diproduksi di

    hati dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase di paru. Difisiensi

    1-antitripsin yang berat menyebabkan emfisema pada umur rata-rata 53

    tahun bagi bukan perokok dan 40 tahun bagi perokok.22,23

    2.2

    Rokok

    2.2.1 Definisi rokok

    Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau

    daun nipah. Rokok umumnya terbagi menjadi tiga kelompok yaitu rokok

    putih, rokok keretek dan rokok cerutu. Bahan baku rokok adalah daun

    tembakau yang dirajang dan dan dikeringkan. Cerutu biasanya berbentuk

  • 7/21/2019 revisi pertama

    13/23

    13

    seperti kapal selam dengan ukuran yang lebih besar dan lebih panjang

    dibandingkan rokok putih dan rokok kretek. Cerutu terdiri dari daun

    tembakau yang dikeringkan saja tanpa dirajang, digulung menjadi silinder

    besar lalu diberikan lem. Gulungan tembakau yang dikeringkan, dirajang,

    dan dibungkus dengan kertas rokok disebut dengan rokok putih. Apabila

    ditambah cengkeh atau bahan lainnya dalam rokok putih disebut sebagai

    rokok kretek.24

    2.2.2

    Definisi Merokok dan Perokok

    Merokok pada dasarnya adalah kegiatan atau aktivitas membakar

    rokok yang kemudian dihisap dan dihembuskan keluar sehingga orang

    yang disekitarnya juga bisa terhisap asap rokok yang dihembuskannya.

    Perokok adalah seseorang yang merokok sekurang-kurangnya satu batang

    per hari selama sekurang-kurangnya satu tahun.24

    2.2.3 Klasifikasi Perokok

    Perokok pada garis besarnya dibagi dua yaitu perokok aktif dan

    perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang langsung menghisap asap

    rokok dari rokoknya, sedangkan perokok pasif adalah orang-orang yang

    tidak merokok, namun ikut menghisap asap sampingan selain asap utama

    yang dihembuskan balik oleh perokok. Dari beberapa pengamatan

    dilaporkan bahwa perokok pasif menghisap lebih banyak bahan beracun

    dari pada seorang perokok aktif.14

  • 7/21/2019 revisi pertama

    14/23

    14

    Perokok atas tiga kategori, yaitu : 1) Bukan perokok (non-smoker),

    seorang yang belum pernah mencoba meroko sama sekali,

    2) Perokok eksperimental (experimental smoker), seseorang yang telah

    mencoba meokok tetapi tidak menjadikannya suatu kebiasaan.

    3) Perokok tetap (regular smoker), seseorang yang teratur merokok baik

    dalam hitungan mingguan atau dengan intensitas yang lebih tinggi.24,26

    2.2.4 Kandungan Bahan Kimia Dalam Rokok

    Tiap rokok mengandung kurang lebih dari 4000 elemen, dan

    hampir 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada

    rokok adalah nikotin, karbon monoksida, dan tar. Zat-zat yang terkandung

    dalam rokok ini yang paling berbahaya bagi tubuh. Rokok putih

    mengandung 14-15mg tar dan 5mg nikotin, sementara rokok kretek

    mengandung sekitar 20mg tar dan 4-5mg nikotin. Hal ini menunjukkan

    bahwa kandungan tar dan nikotin pada rokok kretek lebih tinggi dari pada

    rokok putih. Kandungan tar dan nikotin pada cerutu adalah yang paling

    tinggi jika dibandingkan dengan rokok putih dan rokok kretek oleh karena

    ukurannya yang lebih besar.27

    2.3Pengaruh Asap Rokok pada Paru

    Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK.

    Gangguan respirasi dan penurunan faal paru paling sering terjadi pada

    perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus rokok pertahun, dan

    perokok aktif mempengaruhi angka kematian. Perokok pasif dan merokok

  • 7/21/2019 revisi pertama

    15/23

    15

    selama hamil juga merupakan faktor risiko terjadinya PPOK.

    Hampir 70% kematian di Indonesia karena penyakit paru kronik dan

    emfisema adalah akibat penggunaan tembakau. Lebih daripada setengah

    juta penduduk Indonesia pada tahun 2001 menderita penyakit saluran

    pernafasan yang disebabkan oleh penggunaan tembakau.2

    Secara umum telah diketahui bahwa merokok dapat menyebabkan

    gangguan pernafasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari

    pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin akan

    menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan

    resistensi aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap

    rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-cabang

    bronkus serta pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat

    melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan yang secara

    normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel

    asing dari saluran pernafasan. Akibatnya lebih banyak debris berakumulasi

    dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah.

    Hasilnya, semua perokok baik berat maupun ringan akan merasakan

    adanya tahanan pernafasan dan kualitas hidup berkurang.28

    Pada beberapa perokok berat yang tidak menderita emfisema,

    dapat terjadi bronkitis kronik, obstruksi bronkiolus terminalis dan

    destruksi dinding alveolus. Pada emfisemaberat, sebanyak empat perlima

    membran saluran pernapasan dapat rusak. Meskipun hanya melakukan

    aktivitas ringan, gawat pernafasan bisa terjadi. Pada kebanyakan pasien

    PPOK dengan gangguan pernafasan terjadi keterbatasan aktivitas harian,

  • 7/21/2019 revisi pertama

    16/23

    16

    bahkan ada yang tidak dapat melakukan satu kegiatan pun. Dipercayai

    merokok adalah penyebab utamanya.28

    Terdapat hubungan dose response antara rokok dan PPOK. Lebih

    banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan

    merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.

    Hubungan dose response tersebut dapat dilihat dan diukur dengan Index

    Brinkman (IB), yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan

    dengan jumlah lamanya merokok dalam tahun.14Derajat berat merokok ini

    dikatakan ringan apabila IB 0-200, sedang jika 200-600 dan berat apabila

    lebih daripada 600.Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan

    jenis perokok sama ada perokok aktif, perokok pasif atau bekas perokok.4

    2.4Kerangka teori

    Bagan 2.2 Kerangka teori8,10,23

    Kejadian PPOK

    Hiperaktivasi bronkus

    Merokok

    Polusi Udara

    Defesiensi AAT

    Usia

  • 7/21/2019 revisi pertama

    17/23

    17

    2.5Kerangka Konsep

    Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan derajat penyakit paru

    obstruktif kronik yang ada dalam kerangka teori, akan diteliti faktor

    dominan yang mempengaruhi derajat PPOK yaitu faktor derajat

    merokok.

    Variabel Independent Variabel Dependent

    Bagan 2.3 Kerangka Konsep

    2.6 Hipotesis Penelitian

    Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah :

    Terdapat hubungan antara derajat merokok dengan kejadian penyakit paru

    obstruktif kronik

    Derajat Merokok

    Jumlah rokok danlama merokok

    Derajat PPOK

  • 7/21/2019 revisi pertama

    18/23

    18

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1

    Desain Penelitian

    Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross

    sectional.

    3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, dari bulan

    Februari-Maret 2013.

    3.3Variabel Penelitian

    3.3.1 Variabel Bebas

    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah derajat merokok

    3.3.2 Variabel Terikat

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah derajat penyakit paru

    obstruktif kronik

    3.4Populasi dan Sampel

    3.4.1 Populasi

    Populasi target pada penelitian ini adalah penderita penyakit paru

    obstruktif kronik. Populasi terjangkau adalah penderita penyakit paru

    obstruktif kronik rawat inap dan rawat jalan di RSUD Arifin Achmad

    Pekanbaru.

  • 7/21/2019 revisi pertama

    19/23

    19

    3.4.2 Sampel

    Sampel adalah penderita penyakit paru obstruktif kronik yang

    memenuhi kriteria sebagai berikut :

    Tabel 3.1 kriteria inklusi dan kriteria ekslusi sampel

    Kriteria inklusi Kriteria ekslusi

    Perokok/mantan perokok Subjek yang mempunyai penyakitpenyerta

    Laki-laki dan perempuan

    Usia 40-60 tahun

    Bersedia mengikuti penelitian

    Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling dengan jumlah

    sampel 30.

    3.5Definisi Operasional Variabel

    Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel

    No. Variabel DefinisiOperasional

    Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

    1. DerajatPenyakit paruobstruktifkronik

    Derajat gejala yangdikeluhkan olehpenderita ppokyang tidakmempunyaipenyakit penyerta

    dinilai dengankuesioner penilaianppok/cat (formterlampir)

    Kuesioner Derajat ppok :

    Ringan = 0-13

    Sedang =14-27

    Berat = 28-40

    Ordinal

    2. Derajatmerokok

    Perkalian jumlahrata-rata batangrokok dihisapsehari dikalikanlamanya merokokdalam tahun

    Kuesioner Derajat merokok :

    Ringan = 0-200

    Sedang =200-600

    Berat = >600

    Ordinal

  • 7/21/2019 revisi pertama

    20/23

    20

    3.6 Metode Pengumpulan Data

    Jenis data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif yang diperoleh dari

    penilaian menggunakan kuesioner derajat merokok dan derajat ppok dan

    merupakan data primer yang diambil langsung saat penelitian.

    3.7 Prosedur Penelitian

    a.

    Data jumlah penderita penyakit paru obstruktif kronik di RSUD Arifin

    Achmad diperoleh melalui dari kantor medical record.

    b. Sampel yang akan diteliti penderita ppok rawat jalan dan rawat inap di

    RSUD Arifin Achmad dengan cara melakukan seleksi sampel sesuai

    dengan kriteria inklusi dan ekslusi penelitian

    c. Masing-masing sampel diberikan kuesioner berisi derajat merokok dan

    derajat ppok.

    d.

    Data derajat merokok dan derajat PPOK masing-masing sampel dihitung

    skornya dan kemudian dianalisis.

  • 7/21/2019 revisi pertama

    21/23

    21

    Bagan 3.1 Skema Penelitian

    3.8 Etika Penelitian

    Penelitian dilaksanakan dengan berpedoman pada etika sebagai berikut:

    1. Informed consent(lembar persetujuan), merupakan bentuk persetujuan antara

    peneliti dengan responden atas kesediaannya menjadi responden penelitian.

    2.

    Anonymity (tanpa nama), merupakan jaminan dalam penggunaan subjek

    penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat

    ukur, cukup berupa penulisan kode dilembar pengumpulan data atau hasil

    penelitian yang akan disajikan.

    3.

    Confidentiality (kerahasiaan), memberikan jaminan kerahasiaan hasil

    penelitian dan semua informasi yang dikumpulkan oleh peneliti.

    Pengambilan data tentang jumlah penderita ppok di RSUDArifin Ahmad Pekanbaru

    Sampel diambil dari penderita ppok rawatinap dan rawat jalan sesuai dengan kriteria

    inklusi dan ekslusi

    Pengambilan data dari masing-masingsampel dengan cara pengisian kuisioner

    Analisis

    Pengolahan Data

    Korelasi

  • 7/21/2019 revisi pertama

    22/23

  • 7/21/2019 revisi pertama

    23/23

    23

    Rumus Korelasi Spearman:

    rs = 1 62

    2 1

    3.10 Analisis Data

    Teknik analisis data dengan menggunakan korelasi

    Spearmans rho pada program komputer SPSS 17.0 for Windows.

    Pedoman untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan Kriteria

    Guilford (1956), yaitu :

    < 0,20 : Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan

    0,20 - < 0,40 : Hubungan yang kecil (tidak erat)

    0,40 - < 0,70 : Hubungan yang cukup erat

    0,70 - < 0,90 : Hubungan yang erat (reliabel)

    0,90 - < 1,00 : Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)

    1,00 : Hubungan yang sempurna

    Keterangan :

    rs= Nilai Korelasi Spearman Rank

    d2= Selisih setiap pasangan rank

    n = Jumlah pasangan rank untuk Spearman (5 < n < 30)