Revisi Makalah Ilmu Budaya Dasar
description
Transcript of Revisi Makalah Ilmu Budaya Dasar
MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN
KEBUDAYAAN
Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM
Semester Genap Tahun Akademik 2013 / 2014
Angkatan XIII
Disusun Oleh :
Andri Irawan Sanjaya
( 2130 402 028 )
FAKULTAS MANAGEMENT PERHOTELAN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL
S T E I N
JAKARTA
2 0 1 4
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah “ILMU BUDAYA DASAR”. Kemudian shalawat beserta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman
hidup yakni Al-qur’an dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar di
program studi Management Perhotelan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata
Internasional (STEIN). Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak H. Darmadi Abdul Karim, S.H., M.M. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Ilmu Budaya Dasar dan kepada segenap pihak yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 13 Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul depan..........................................................................i
Kata Pengantar…………………………………………........ii
Daftar Isi……………………………………………….........iii
BAB I
PENDAHULUAN………………………................………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………....................……….... 1
1.2 Tujuan…………………………………….........………………..... 2
1.3 Rumusan Masalah…………………………........………………... 2
BAB II
PEMBAHASAN………………………........……………… 3
2.1 Pengertian dan Fungsi Kebudayaan............................................... 3
2.2 Jenis dan Ragam Budaya di Masyarakat........................................9
2.3 Fungsi Akal dan Manusia dalam Pengembangan Budaya............11
2.4 Memperlakukan Manusia Melalui Pemahaman Terhadap
Konsep Budaya Dasar....................................................................14
2.5 Proses dan Perubahan Budaya.......................................................16
2.6 Problematika Sosial Kebudayaan...................................................21
BAB III
PENUTUP……………………………...…….......………...28
Kesimpulan………………………………………............... 28
Saran……………………………………………................. 29 Daftar
pustaka………………………………….......……... 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia telah diberi anugrah oleh Allah SWT berupa akal dan
nafsu, akal dan nafsu inilah yang mendorong manusia untuk menciptakan sesuatu yang
dapat mewujudkan cita-cita atau penghargaannya. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut
manusia telah menciptakan sains, teknologi dan seni sebagai salah satu sarana sehingga
sejak saat itu kehidupan manusia mulai berubah. Selain itu sains, teknologi, dan seni juga
telah mempengaruhi peradapan manusia dalam kehidupannya terutama dalam bidang
budaya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan seni diharapkan dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap bidang-bidang lain, khususnya budaya yang menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia. Pemanfaatan kemajuan teknologi, dan seni secara baik
haruslah diterapkan, sehingga dapat menjaga kelestarian budaya bangsa.
Manusia tidak dapat lepas dari kebudayaan, disebabkan kebudayaan merupakan
cara beradaptasi manusia dengan lingkungannya yang merupakan warisan sosial. Dan
kebudayaan itu sendiri bagi manusia berguna untuk mengatur hubungan antar manusia
dan sebagai wadah masyarakat menuju taraf hidup tertentu yang lebih baik, manusiawi,
dan berperi kemanusiaan.
1.2 Rumusan Masalah
• Bagaimana fungsi akal dan budi manusia dalam menanggapi pengembangan
kebudayaan ?
• Bagaimana memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep dasar
budaya ?
• Jelaskan proses dan perubahan budaya !
• Jelaskan problematika sosial kebudayaan !
1.3 Tujuan Dan Manfaat
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi setiap
orang untuk memahami segala aspek tentang kebudayaan seperti halnya : pengertian
kebudayaan, fungsi kebudayaan, jenis dan ragam kebudayaan, fungsi akal dan budi dalam
pengembangan kebudayaan, proses dan perubahan kebudayaan, serta problematika sosial
budaya.
Kita sebagai subyek yang berperan utama mempunyai peranan yang sangat
penting dalam aspek sebagai pelaku budaya. Dengan kita menjaga kelestarian budaya
maka kita dapat melestarikan kebiasaan-kebiasaan yang membentuk pribadi kita masing-
masing. Budaya merupakan ciri khas dari suatu daerah yang menggambarkan hubungan
kebersamaan atau panutan di antara masyarakat setempat.
Dari banyak ragam budaya yang ada masing-masing memiliki arti atau pengertian
masing-masing dari budaya tersebut. Dan cara melakukannya juga berbeda-beda, ini
menunjukkan bahwa budaya merupakan cerminan dari diri seseorang.
Banyak manfaat yang kita peroleh dari kita mengikuti budaya, namun bukan
budaya yang menyimpang. Melainkan, budaya yang sudah kita tekuni mulai dari kita
lahir yang sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat setempat. Kebersamaan, gotong
royong, kekeluargaan dan hubungan timbal balik lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Fungsi Kebudayaan
Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial. Secara
umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara sosial
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Makna ini kontras dengan
pengertian kebudayaan sehari-hari yang hanya merujuk pada bagian tertentu warisan
sosial, yakni tradisi sopan santun dan kesenian. Istilah kebudayaan ini berasal dari bahasa
latin Cultura dari kata dasar colere yang berarti berkembang atau tumbuh.
Dalam ilmu-ilmu sosial istilah kebudayaan sesungguhnya memiliki makna
bervariasi yang sebagian diantaranya bersumber dari keragaman model yang mencoba
menjelaskan hubungan antara individu, masyarakat, dan kebudayaan.
Setiap individu menjalankan kegiatan dan menganut keyakinannya sesuai dengan
warisan sosial atau kebudayaannya. Hal ini bukan semata-mata karena adanya sanksi
tersebut, atau karena mereka merasa menemukan unsur-unsur motivasional dan
emosional yang memuaskan dengan menekuni kegiatan-kegiatan dan keyakinan cultural
tersebut.Dalam rumusan ini , istilah warisan sosial disamakan dengan istilah kebudayaan.
Lebih jauh, model tersebut menyatakan bahwa kebudayaan atau warisan sosial lebih
adaptif baik secara sosial maupun individual, mudah dipelajari, mampu bertahan dalam
waktu lama, normative dan mampu menimbulkan motivasi.
Namun tinjauan empiris terhadapnya memunculkan definisi terbaru tentang
kebudayaan seperti yang diberikan EB Taylor : “Kebudayaan adalah keseluruhan
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adab, serta
kemampuan dan kebisaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”.
Kebanyakan ilmuwan sosial membatasi definisi kebudayaan sehingga hanya
mencakup aspek tertentu dari warisan sosial. Biasanya pengertian kebudayaan dibatasi
pada warisan sosial yang bersifat mental atau non fisik. Sedangkan aspek fisik dan
artefak sengaja disisihkan. Hanya saja definisi yang terlanjur berkembang adalah definisi
sebelumnya dimana kebudayaan diartikan bukan sekedar istilah deskriptif bagi
sekumpulan gagasan, tindakan dan obyek, melainkan juga merujuk pada entitas-entitas
mentalyang menjadi pijakan tindakan dan munculnya obyek tertentu.
Consensus yang kini dianut oleh para ilmuwan sosial masih
menyisihkan aspek emosional dan motivasional dari istilah kebudayaan, dan mereka tetap
terfokus maknanya sebagai himpunan pengetahuan, pemahaman atau proposisi. Namun
mereka mengakui bahwa, sebagian proposisikultural membangkitkan emosi dan motivasi
yang kuat. Dalam kasus ini proposisi tersebut dikatakan telah terinternalisasi.
Sebagian ilmuwan sosial bahkan berusaha membatasi lagi pengertian istilah
kebudayaan tersebut hingga hanya “mencakup bagian-bagian warisan sosial yang
melibatkan representasi atas hal-hal yang dianggap penting, tidak termasuk norma-norma
atau pengethauan procedural mengenai bagaimana sesuatu harus dikerjakan” (Schneider,
1968). Sementara itu ada pula yang membatasi pegertian kebudayaan sebagai makna-
makna simbolik yang mengandung muatan representasi dan mengkomunikasikannya
dengan peristiwa nyata. Geertz menggunakan makna ini secara eksklusif sehingga ia
tidak saja mengesampingkan aspek-aspek afektif, motivasional, dan normative dari
warisan sosial namun juga mempermasalahkan penerapan makna kebudayaan dalam
individu. Menurutnya, “kebudayaan hanya berkaitan dengan makna-makna public yang
terus berlaku meskipun berada diluar jangkauan pengetahuan individu ; contohnya
mungkin adala aljabar yang dianggap selalu benar dan berlaku, meski sedikit saja orang
yang menguasainya”. Perselisihan mengenai definisi kebudayaan itu mengandung
argumen-argumen implisit tentang sebab-sebab atau asal mula warisan sosial. Misalnya
saja ada kontroversi mengenai koheren atau tidaknya kebudayaan itu sehingga lebih
lanjut kita dapat mempertanyakan sifat alamiahnya. Disisi lain para ilmuwan sosial
memandang keragaman dan kontradiksi di seputar pengertian atau definisi kebudayaan
itu sebagai sesuatu yang wajar. Meskipun hamper setiap elemen kebudayaan dapat
ditemukan pada hubungan-hubungan antar elemen seperti yang ditunjukkan oleh
Malinowski dalam Argonauts of the Western Pacifis (1922). Tidak banyak bukti yang
mendukung dugaan akan adanya pola tunggal hubungan tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Ruth Benedict dalam bukunya Pattern of Culture (1934).
Berbagai persoalan yang melingkupi upaya intergrasi definisi-
definisi kebudayaan terkait dengan masalah lain, yakni apakan kebudayaan itu
merupakan suatu entitas padu atau tidak. Jika kebudayaan dipandang sebagai suatu
kumpulan elemen yang tidak membentuk kesatuan koheren, maka yang harus
diperhitungkan adalah fakta bahwa warisan sosial senantiasa melebur dalam suatu
masyarakat. Sebaliknya jika kita menganggap kebudayaan itu sebagai suatu kesatuan
koheren, maka kumpulan elemen-elemennya bisa dipisahkan dan dibedakan satu sama
lain. Kerancuan tersebut lebih jauh
membangkitkan minat untuk menelaah koherensi dan integrasi kebudayaan, mengingat
dalam kenyataannya pengetahuan anggota masyarakat tentang kebudayaan mereka
tidaklah sama. Hanya saja tidak ada metode yang telah terbukti handal untuk mengukur
sejauh mana koherensi dan integrasi sebuah kebudayaan. Bahkan muncul bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa elemen-elemen budaya cenderung dapat digolongkan menjadi
dua bagian besar. Pertama adalah sejumlah kecil elemen yang hampir dipunyai oleh
semua anggota masyarakat sehingga diantara mereka dapat tercipta suatu hubungan yang
saling pengertian. (misalnya lampu merah berarti tanda berhenti), sedangkan yang kedua
adalah elemen-elemen kultural yang hanya diketahui oleh sebagian anggota masyarakat
yang menyandang status sosial tertentu.(misalnya, pelanggaran ketentuan kontrak tidak
bisa diterima). Dibalik kerancuan definisi ini
terdapat masalah-masalah penting lainnya yang juga harus dipecahkan. Keragaman
definisi kebudayaan itu sendiri dapat dipahami sebagai giatnya upaya mengungkap
hubungan kausalitas antara berbagai elemen warisan sosial. Sebagai contoh , dibalik
pembatasan definisi kebudayaan pada aspek-aspek presentasional dari warisan sosial itu
terletak hipotesis yang menyatakan bahwa norma-norma, reaksi emosional, motivasi dan
sebagainya sangat ditentukan oleh kesepakatan awal tentang keberadaan, hakekat dan
label atas sesuatu hal. Misalnya saja norma kebersamaan dan perasaan terikat dalam
kekerabatan hanya akan tercipta jika ada system kategori yang membedakan kerabat dan
non kerabat. Demikian pula definisi cultural
kerabat sebagai ‘orang-orang yang memiliki hubungan darah’ mengisyaraktkan adanya
kesamaan identitas yang memudahkan pembedaannya. Jika representasi cultural memang
memiliki hubugan kausalitas dengan norma-norma, sentiment dan motif, maka
pendefinisian kebudayaan sebagai representasi telah memusatkan perhatioan pada apa
yang paling penting. Hanya saja keuntungan dari focus yang tajam itu dipunahkan oleh
ketergantungan definisi itu terhadap asumsi-asumsi yang melandasinya, yang acap kali
kelewat sederhana.
Komponen utama kebudayaan :
• Individu
• Masyarakat
• alam
Dari catatan Supartono, 1992, terdapat 170 definisi kebudayaan. Catatan terakhir Rafael
Raga Manan ada 300 buah, beberapa diantaranya :
• Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua
pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia
untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya
guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
• Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup
kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang
diperoleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau
yang didapat melalui pendidikan formal atau informal
• Keesing
Kebudayaan adalah totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang terakumulasi dan
yang ditransmisikan secara social. Menurut itulah pemikiran yang diucapkan dan
dituangkan secara kotroversional dari beliau.
• Koentjaraningrat
Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan
dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya
• Rafael Raga Manan
Kebudayaan adalah cara khas manusia beradaptasi dengan lingkungannya, yakni cara
manusia membangun alam guna memenuhi keinginan-keinginan serta tujuan hidupnya,
yang dilihat sebagai proses humanisasi.
• Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi Kebudayaan
merupakan hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan
teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah.
Fungsi Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggotanya seperti
kekuatan alam, maupun yang bersumber dari persaingan manusia itu sendiri untuk
mempertahankan kehidupannya. Manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan
baik dibidang materiil maupun spiritual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, untuk
sebagian besar dipenuhi oelh kebudayaan yang bersumber dari masyarakat itu sendiri.
Hasil karya masyarakat menghasikan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang
mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat terhadap lingkungan. Pada
masyarakat yang taraf kebudayaannya lebih tinggi, teknologi memungkinkan untuk
pemanfaatan hasil alam bahkan munghkin untuk menguasai alam. Di sisi lain kasta
masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk
mengadakan tata tertib dalam pergaulan masyarakatnya. Kebudayaan berguna bagi
manusia untuk melindungi diriterhadap alam, mengatur hubungan antar manusia, dan
sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Kebudayaan akan mendasari, mendukung,
dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai hidup untuk dapat bertahan, menggerakkan
serta membawa masyarakat kepada taraf hidup tertentu yaitu hidup yang lebih baik,
manusiawi, dan berperi-kemanusiaan.
2.2 Jenis dan Ragam Kebudayaan di Masyarakat
Mohammad Yusuf Melatoa dalam Ensiklopedia Suku Bangsa Di Indonesia
menyatakan Indonesia terdiri dari 500 etnis suku bangsa yang tinggal di lebih dari 17.000
pulau besar dan kecil. Mereka masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda
dengan yang lainnya. Perbedaan itu dalam kita lihat dengan menelaah unsur-unsur
kebudayaan seperti dibawah ini. Unsur-unsur kebudayaan menurut C Kluckhohn dalam
bukunya Universal Categories of Culture meliputi Cultural universals yaitu:
• Peralatan dan perlengkapan hidup ( pakaian, perumahan, alat-alat produksi,
transportasi)
• Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem
produksi, distribusi )
• Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum,
perkawinan)
• Bahasa (lisan maupun tertulis)
• Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dll)
• Sistem pengetahuan
• Religi (system kepercayaan)
Cultural universals tersebut dapat dijabarkan lagi kedalam unsur-unsur yang lebih kecil.
Ralph Linton menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity. Sebagai
contoh cultural universals pencaharian hidup dan ekonomi antara lain mencakup
kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan, system produksi, dll. Kesenian misalnya
meliputi kegiatan seni tari, seni rupa dll. Selanjutnya Ralph Linton merinci kegiatan-
kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsure-unsur yang lebih kecil lagi yang disebutnya
sebagai trait-complex. Misalnya kegiatan pertanian menetap meliputi unsure-unsur
irigasi, sistem pengolahan tanah dengan bajak, system hak milik atas tanah, dan
sebagainya. Selanjutnya trait complex mengolah tanah dengan bajak akan dapat dipecah
ke dalam unsure yang lebih kecil umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik
pengendalian bajak, dan sebagainya.
Akhirnya sebagai unsur kebudayaan yang terkecil membentuk trait adalah items.
Bila diambil contoh alat bajak terdiri dari gabungan alat-alat yang lebih kecil yang dapat
dilepaskan, tetapi pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Apabila salah satu bagian
bajak tersebut dihilangkan, maka tak dapat menjalankan fungsinya sebagai bajak.
Ciri Kebudayaan :
• Bersifat menyeluruh
• Berkembang dalam ruang / bidang geografis tertentu
• Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu
Wujud kebudayaan
• Ide : tingkah laku dalam tata hidup
• Produk : sebagai ekspresi pribadi
• Sarana hidup
• Nilai dalam bentuk lahir
Sifat kebudayaan
• Beraneka ragam
• Diteruskan dan diajarkan
• Dapat dijabarkan :
– Biologi
– Psikologi
– Sosiologi : manusia sebagai pembentuk kebudayaan
• Berstruktur terbagi atas item-item
• Mempunyai nilai
• Statis dan dinamis
• Terbagi pada bidang dan aspek
2.3 Fungsi Akal Dan Budi Manusia Dalam Pengembangan Budaya
Akal adalah kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki
manusia. Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat
demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa fungsi akal adalah untuk berfikir. Kemampuan berfikir manusia mempunyai
fungsi mengingat kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk
memecahkan masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku.
Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan
sebagai batin manusia, panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk
segala sesuatu.
Jadi jelas bahwa fungsi akal dan budi manusia adalah menunjukkan martabat manusia
dan kemanusiaan sebagai pemegang amanah makhluk tertinggi di alam raya ini.
Kegiatan-kegiatan yang dipelajari itu merupakan salah satu bagian dari kebudayaan
masyarakat secara keseluruhan. Didalamnya juga termasuk artefak dan berbagai
kontruksi proporsi kompleks yang terekspresikan dalam system symbol yang kemudian
terhimpun dalam bahasa. Melalui symbol-simbol itulah tercipta keragaman entitas yang
sangat kaya yang kemudian disebut sebagai obyek konstruksi cultural sepoerti uang,
system kenegaran, pernikahan, permainan, hukum, dan sebagainya, yang keberadaannya
sangat ditentukan oleh kepatuhan terhadap system aturan yang membentuknya. System
gagasan dan simbolik warisan sosial itu sangatlah penting karena kegiatan-kegiatan
adaptif manusia sedemikian kompleks dan beragam sehingga mereka tidak bisa
mempelajari semuanya sendiri sejak awal. Serta manusia juga memiliki kemampuan daya
sebagai berikut :
• Akal, intelegensia dan intuisi
Akal adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada makhluknya yang
bernama Manusia. Dengan kadar intelegensia yang dimiliki manusia mampu belajar
sehingga menjadi cerdas, memiliki pengetahuan dan mampu menciptakan teknologi.
Intuisi menurut Supartono sering setengah disadari, tanpa diikuti proses berfikir cermat,
namun bisa menuntun pada suatu keyakinan.
• Perasaan dan emosi
Perasaan adalah kemampuan psikis yang dimiliki seseorang, baik yang berasal dari
rangsangan di dalam atau diluar dirinya. Emosi adalah rasa hati, sering berbentuk
perasaan yang kuat, yang dapat menguasai seseorang, tetapi tidak berlangsung lama. Jadi
perasaan manusia lebih kuat dari emosinya.
• Kemauan
Kemauan adalah keinginan, kehendak untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kemauan
dalam arti positif adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan hidup yang
dikendalikan oleh akal budi.
• Fantasi
Fantasi adalah paduan unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia untuk
menciptakan kreasi baru yang dapat dinikmati.
• Perilaku
Perilaku adalah tabiat atau kelakuan, merupakan jati diri seseorang yang berasal dari lahir
sebagai factor keturunan yang kemudian diwarnai oleh factor lingkungannya.
Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk
manusia, namun manusia sendiri adalah produk kebudayaan. Peter L Berger
menyebutnya sebagai dialektika fundamental yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
• Tahap eksternalisasi, yaitu proses pencurahan diri manusia secara terus menerus
kedalam dunia melalui aktifitas fisik dan mental
• Tahap obyektifitas, yaitu tahap aktifitas manusia menghasilkan realita obyektif,
yang berada diluar diri manusia
• Tahap internalisasi, yaitu tahap dimana realitas obyektif hasil ciptaan manusia
dicerap oleh manusia kembali.
Manusia sebagai makhluk budaya adalah pencipta kebudayaan. Kebudayaan adalah
ekspresi eksistensi manusia didunia.
2.4 Memperlakukan manusia melalui pemahaman terhadap konsep budaya dasar
Berbagai cara untuk memanusiakan manusia :
Keadilan
Keadilan adalah salah satu moral dasar bagi kehidupan manusia. Keadilan mengacui pada
suatu tindakan baik yang mesti dilakukan oleh setiap manusia.
Penderitaan
Penderitaan adalah teman paling setia kemanusiaan. Ini melengkapi cirri paradoksal yang
menandai eksistensi manusia didunia.
Cintakasih
Cintakasih adalah perasaan suka kepada seseorang yang disertai belas kasihan. Cinta
merupakan sikap dasar ideal yang memungkinkan dimensi sosial manusi menemukan
bentuknya yang khas manusiawi
Tanggungjawab
Tanggungjawab adalah kwajiban melakukan tugas tertentu yang dasarnya adalah hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk yang mau menjadi baik dan memperoleh
kebahagiaan.
Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran dan pendapat sebagai perwujudan
kesetiaan, atau suatu kesetiaan yang di lakukan dengan ikhlas.
Pengabdian itu ada hakekatnya yaitu rasa tanggung jawab. Apabila orang bekerja keras
seharian penuh itu untuk mencukupi kebutuhannya. Lain halnya jika kita hanya
membantu teman dalam kesulitan mungkin sampai berhari-hari itu bukan pengabdian,
tetapi hanya sebuah bantuan saja.
Pandangan hidup
Pandangan hidup berkenaan dengan eksistensi manusia didunia dalam hubungannya
dengan Tuhan, dengan sesame dan dengan alam tempat kita berdiam. Pandangan-hidup
kita akan menganut prinsip-hidup yang bersesuaian dengannya, dan Kitapun akan
menganut pola-pikir yang bersesuaian dengan prinsip-hidup Kita itu. Oleh karenanya
berhati-hatilah di dalam mengadopsi sebentuk pandangan-hidup tertetu. Ia akan secara
signifikan sangat menentukan jalan-hidup Anda secara keseluruhan. Apapun agama yang
kita anut lantaran kelahiran, awalnya, kita mungkin belum punya sebentuk pandangan-
hidup tertentu yang pasti. Kita masih menjalani hidup secara coba-coba, dengan meraba-
raba. Di dalam menjalaninya selama ini, mungkin kita telah tabrak-sana-tabrak-sini,
sampai dengan menemukan sebentuk pandangan-hidup yang rasanya cocok, sesuai
dengan kondisi fisiko-mental kita. Apa yang kita perlukan untuk menjalani hidup ini
bukanlah yang rasanya cocok atau yang kita senangi, melainkan yang baik dan
mendatangkan kebaikan buat kita dan orang lain, bahkan bila mungkin, ia juga bisa
mendatangkan kebaikan buat sebanyak-banyaknya orang. Disinilah kita perlu amat
berhati-hati.
Keindahan
Keindahan merupakan sifat dan ciri dari orang, hewan, tempat, objek, atau gagasan yang
memberikan pengalaman persepsi kesenangan, bermakna, atau kepuasan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang,
cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika,
sosiologi, psikologi sosial, dan budaya. Sebuah "kecantikan yang ideal" adalah sebuah
entitas yang dikagumi, atau memiliki fitur yang dikaitkan dengan keindahan dalam suatu
budaya tertentu, untuk kesempurnaannya. Eksistensi manusia didunia diliputi dan
digairahkan oleh keindahan. Manusia tidak hanya penerima pasif tetapi juga pencipta
keindahan bagi kehidupan.
Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah yang memiliki arti tidak tenteram hatinya atau
merasa khawatir , tidak tenang, tidak sabar serta cemas. Kegelisahan juga dapat dikatakan
sebagai hal yang menggambarkan seseorang tidak tenteram hati maupun perbuatannya, ia
selalu merasa khawatir dan tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar atau selalu
merasa cemas dalam hidupnya. Gejala yang dapat diketahui dari seseorang yang sedang
mengalami kegelisahan, contohnya : berjalan mondar mandir dalam ruangan tertentu
sambil menundukkan kepalanya, memandang jauh kedepan sambil mengepalkan
tangannya, duduk termenung sambil memegang kepalanya, duduk dengan wajah murung
atau sayu, malas bicara dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena orang tersebut
sedang mengalami masalah yang berat atau frustasi karena hal yang diingankannya tidak
bisa tercapai.
2.5 Proses dan Perubahan Kebudayaan
Proses pembudayaan adalah tindakan yang menimbulkan dan menjadikan sesuatu lebih
bermakna untuk kemanusiaan. Proses tersebut diantaranya :
Internalisasi
Merupakan proses pencerapan realitas obyektif dalam kehidupan manusia.
Sosialisasi
Proses interaksi terus menerus yang memungkinkan manusia memperoleh identitas diri
serta ketrampilan-ketrampiulan sosial. Dalam keseharian sosialisasi bisa dikatakan
sebagai proses menjelaskan sesuatu kepada anggota masyarakat agar mengetahui adanya
suatu konsep, kebijakan, suatu peraturan yang menyangkut hak dan kwajiban mereka.
Enkulturasi
Enkulturasi adalah pencemplungan seseorang kedalam suatu lingkungan kebudayaan,
dimana desain khusus untuk kehidupan kelihatan sebagai sesuatu yang alamiah belaka.
Difusi
Meleburnya suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain sehingga menjadi satu
kebudayaan.
Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.
Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Contoh
akulturasi: Saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga
menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.
Asimilasi
Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh
usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi
perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan
perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam
suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu
melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan
kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain.
Perubahan sosial dan kebudayaan merupakan segala perubahan pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan di dalam suataau masyarakat, yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku diantara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan, perubahan bagi
masyarakat yang bersangkutan maupun bagi orang luar yang menelaahnya, dapat berupa
perubahan-perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula
perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun luas, serta ada pula perubahan-
perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yang cepat.
Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, pola-
pola perilaku, organisasi, susunan, lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan
dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan seterusnya. Dengan
diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat, maka banyak sarjana sosiologi modern
yang mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah perubahan sosial dan kebudayaan
dalam masyarakat. Masalah tersebut menjadi lebih penting dalam hubungannya dengan
pembangunan ekonomi yang diusahakan oleh banyak masyarakat dari Negara yang
kemerdekaan politiknya setelah perang dunia kedua.
Faktor-faktor penyebab perubahan sosial dan kebudayaan
a. faktor intern
¯ Bertambah atau berkurangnya penduduk
¯ Penemuan-penemuan baru (inovation – discoveri [gagasan] – invention [diterapkan
dalam masyarakat]
¯ Pertentangan-pertentangan dalam masyarakat (konflik)
¯ Pemberontakan / revolusi
b. faktor ekstern
¯ Perubahan lingkungan fisik manusia ( bencana alam )
¯ Pengaruh kebudayaan masyarakat lain
¯ Peperangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan sosial :
v Faktor-faktor yang mendorong :
• Kontak dengan kebudayaan lain
• Sistem pendidikan yang maju
• Sikap menghargai hasil karya orang lain dan keinginan untuk maju
• Toleransi terhadap perbuatan menyimpang
• Sistem lapisan masyarakat yang terbuka
• Penduduk yang heterogen
• Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
• Orientasi ke depan
• Nilai meningkatkan taraf hidup
v Faktor-faktor yang menghambat :
• Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
• Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
• Sikap masyarakat yang tradisional
• Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested
Interest)
• Rasa takut terjadinya kegoyahan dalam integrasi kebudayaan
• Prasangka terhadap hal baru
• Hambatan ideologis
• Kebiasaan
• Sikap pasrah
2.5 Problematika Sosial Kebudayaan
Manusia dan Budaya Unggul
Buku Stephen R Covey berjudul The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness
setidaknya menjadi pemicu diskusi tentang budaya unggul akhir-akhir ini. Para cerdik
cendekia pun ribut mencari apa yang sebenarnya unggul dalam diri kita dan apa memang
ada keunggulan itu. Tidak main-main, bahkan Bapak Presiden merasa perlu
menyampaikan kepada rakyatnya untuk melahirkan budaya unggul dalam bangsa ini.
Dalam maksud yang sederhana, budaya unggul akan bisa memulihkan harga diri
dan martabat bangsa ini menjadi bangsa yang tidak mudah dilecehkan dan diharapkan
mampu mengatasi krisis berkepanjangan dan seterusnya. Jika budaya unggul bisa
didiskusikan bersama seiring dengan manusia unggul, setidaknya apa yang dinyatakan
oleh Covey sebagai manusia dengan predikat Greatness membawa ingatan kita pada apa
yang oleh Filosof asal Jerman, Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900), dinyatakan
sebagai uebermensch yang dalam bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai superman.
Kebudayaan merupakan identitas dari manusia.
Untuk melahirkan budaya unggul, terlebih dahulu manusia harus bisa menjawab
tantangan yang ada dalam dirinya sendiri. Manusia unggul tidak lahir dari situasi statis,
melainkan dari proses dinamis. Tidak saja dalam pengertian bagaimana upaya
menemukan talenta terbaik dalam diri seseorang, melainkan upaya untuk terus-menerus
menjadi manusia yang lebih (over going).
Dalam pengertian ini, Ignas Kleden (2004) menyatakan bahwa manusia hanya
akan berhasil menjadi manusia melalui proses ueberwindung atau overcoming (dalam
bahasa Inggris). Anjuran untuk berproses menjadi manusia unggul sudah dinyatakan
dengan amat jelas dalam Also Sprach Zarathustra. Jelas sekali ketika Nietzsche menulis
bahwa pertanyaan pertama dan satu-satunya yang dianjurkan oleh Zarathustra adalah Wie
Wird der Mensch Ueberwubden (bagaimana caranya manusia mengatasi manusia).
Pengertiannya, untuk lahir sebagai Superman, manusia harus terus-menerus
mengatasi dirinya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia unggul, manusia harus bisa
meningkatkan dirinya dari sekadar manusiawi (Humanus) menjadi lebih manusiawi
(Humanior). Manusia unggul keluar dari proses dinamis dan penuh tantangan, manusia
yang bisa menggunakan kehendak dan kuasanya untuk mengatasi rasa lemahnya.
Nietzsche adalah Filosof yang begitu yakin bahwa manusia harus berdiri di atas sifat-sifat
konkretnya.
Manusia bukanlah suatu konsep abstrak sebagaimana dipahami oleh kaum idealis
atau juga kaum materialis. Keduanya sering melahirkan pandangan-pandangan dunia
yang bersifat statis. Padahal, hidup dan kehidupan itu sendiri merupakan sesuatu yang
dinamis dan bergerak terus-menerus. Bukankah Nietzsche sendiri menyatakan : “Man is
something that is to be surpassed (Manusia adalah sesuatu yang harus dilampaui)”. Atau
dengan yakin ia menyatakan : “What is great in man is that he is a bridge and not a goal;
What is lovable in man is that he is an over- going and down-going ( Apa yang agung
dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah jembatan dan bukan tujuan; apa yang patut
dicinta dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah perjalanan naik dan turun ).
Melahirkan manusia unggul jangan disalahpahami hanya dengan pengertian
meloloskan siswa-siswa berprestasi yang mampu merengkuh juara olimpiade fisika,
matematika, atau kimia. Menjadi manusia unggul biasa dialami oleh siapa saja yang
mampu mengatasi kediriannya menuju kedirian yang lebih. Sifat serakah dan senang
korupsi adalah manusiawi dan bahkan menjadi bagian tak terpisah dari manusia. Untuk
lahir menjadi manusia unggul, seseorang harus bergerak untuk memperbarui
kemanusiawiannya menjadi lebih manusiawi dengan menjelma menjadi manusia yang
tidak serakah dan senang korupsi.
Seorang pejabat akan bernilai lebih jika setiap saat dia berhasil mengawasi dan
menekan nafsu korupsinya. Dalam mengarungi bahtera kehidupan yang nyata itulah
manusia diberi kuasa untuk memikul tanggung jawab atas dirinya sendiri. Dia harus
menciptakan nilai-nilai untuk dirinya sendiri pada saat perjalanan kehidupan tersebut.
Di sini dapat dipahami mengapa Nietzsche amat membenci pada mereka yang
mudah menyerahkan diri pada skema nilai-nilai yang diciptakan di luar dirinya sendiri.
Nietzsche menyebut mereka sebagai “Manusia bermoral gerombolan” atau “Manusia
bermoral budak”. Mereka adalah para pengecut yang hanya bisa berlindung di balik nilai-
nilai yang menjerat kedigdayaannya.
“The ignorant, to be sure, the people-they are like a river on which a boat floateth
along; and in the boat sit the estimates of value, solemn and disguised”. Mereka seperti
sebuah sungai yang di atasnya mengambang sebuah perahu; dan di dalam perahu itu
duduk nilai yang dihargai, penuh kemeriahan dan samaran.
Manusia unggul, jika mau merujuk pada Nietzsche, bisa lahir dan dilahirkan dari
manusia yang tak lagi menggantungkan diri segala tekanan dari luar. Dengan tidak
memperpanjang segala kontroversi pendapat Nietzsche, budaya unggul dalam perspektif
ini bisa dijadikan rujukan untuk mengembalikan jati diri dan martabat kebangsaan yang
hancur di tengah keserakahan modal, penguasa, utang luar negeri, bahkan terorisme.
Komodifikasi kebudayaan
Ada kesan bahwa kebudayaan semakin mejadi komoditas. Kebudayaan seakan-
akan diapropriasi oleh elite politik, elite intelektual, elite birokrat, elite system pendidikan
atau elite budaya sendiri. Apropriasi itu berlangsung atas dua jalur. Pertama, terungkap
dalam pembicaraan tentang kebudayaan masyarakat yang dikatakan tidak cocok untuk
pembangunan. Menurut jalur ini budaya masyarakat perlu direkayasa supaya sesuai
dengan pembangunan. Yang merekayasa adalah elite yang berbeda dari masyarakat yang
menganggap dirinya sudah mempunyai budaya yang sesuai dengan pembangunan. Jalur
itu juga melegitimasi penundaan proses demokratisasi : selama masyarakat masih
memiliki mentalitas yang tidak cocok dengan pembangunan, ia belum dapat ikut dalam
proses penentuan arah perjalanan bangsa Indonesia.
Kedua, berkebalikan dengan yang pertama, yaitu jalur keprihatinan terhadap
budaya bangsa. Dia mendapat ekspresi dalam dua sub lagu yang bersama menghasilkan
paduan suara atau duet harmoniselite yang prihatin. Sub lagu yang pertama disebut lagu
museum ; unsure-unsur positif warisan budaya bangsa perlu dilestarikan. Disini termasuk
pakaian nasional, tari-tarian, sopan santun ketimuran, kekeluargaan, gotong royong dan
lain-lain. Dengan menetapkan apa yang termasuk budaya bangsa, elite menetapkan
kelakuan masyarakat yang mana sesuai dan yang mana tidak sesuai.
Sub-lagu yang kedua mau melindungi budaya nasional terhadap pengeruh buruk
dari luar. Elite yang menganggap diri berwenang untuk menetapkan sikap-sikap mana
yang tidak sesuai dengan budaya bangsa. Disini kita mendengarkan bahwa bangsa
Indonesia tidak mengenal oposisi, bahwa masyarakat kita bermusyawarah daripada
memperjuangkan hak-haknya, tidak bersikap konfrontatif, bahwa bertindak berdasarkan
keyakinan sendiri adalah individualisme, dan oleh karena itu asing.
Hal-hal diatas secara tegas menyatakan bahwa demi budaya bangsa elitelah yang
sebaiknya menentukan arah pembangunan.
Tantangan Kebudayaan
Masyarakat kita yang berbudaya akan beruntung apabila mengenal dan akrab
dengan beberapa kebudayaan barat. Sama dengan orang barat yang mengenal dan
mencintai kebudayaan-kebudayaan Timur. Pertemuan dengan kebudayaan lain selalu
memperkaya kita sendiri. Mengagumi karya karya seni Italia, atau menelusuri filsafat
Perancis bagi orang timur pasti sangat rewarding. Yang pasti menarik, pelancongan ke
dalam kebudayaan lain tidak cenderung memiskinkan persepsi tentang kebudayaan
sendiri, melainkan memperkaya.
Kebudayaan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah kebudayaan modern
tiruan. Dia mengancam karena tidak sejati, tidak substansial, semu, dan ersatz.
Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastic, manusia tanpa kepribadian,
manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.
Pada dasarnya, perkembangan teknologi informasi (internet) ini dapat
dimanfaatkan untuk media pengembangan budaya nasional. Bangsa Indonesia memiliki
kesempatan yang besar untuk mempublikasikan atau bahkan mempromosikan semua
budaya nasional Bangsa Indonesia untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.
Banyak hal yang dapat dimanfaatkan melalui yang terkait dengan budaya nasional. Kita
bersyukur karena batik telah di tetapkan oleh UNESCO sebagai bagian dari kebudayaan
dunia. Sehingga tanggal 2 Oktober telah ditetapkan sebagai “Hari Batik se-Dunia”. Kita
harus berbangga karena Indonesia di kenal sebagai negara batik yang juga sudah menjadi
bagian dan bahkan menjadi mata pencaharian masyarakat kita. Semoga keberhasilan ini
dapat disusul dengan budaya nasional bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Telah beberapa kali negeri Jiran Malaysia membuat panas hati sebagian besar
masyarakat Indonesia. Negara yang mengusung slogan “Truly Asia” itu telah berulang
kali mengklaim kebudayaan Indonesia sebagai miliknya. Berikut sebagian datanya :
• Agustus 2007
Malaysia mengklaim dan mempatenkan batik motif “Parang Rusak”, angklung,
wayang kulit hingga rendang. Sehingga Sekjen Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata, Sapta Nirwandar menyatakan bahwa pemerintah telah mendaftarkan batik
dan angklung ke UNESCO, sebagai masterpiece world heritage. Langkah ini
merupakan reaksi setelah munculnya klaim tersebut.
• Oktober 2007
Lagu yang sangat mirip “Rasa Sayang” menjadi soundtrack iklan pariwisata Malaysia
yang dicurigai diambil dari lagu “Rasa Sayange”. Lagu ini pernah di-upload di situs
resmi pariwisata Malaysia, http://www.rasasayang.com.my dan disiarkan oleh
televisi-televisi di Malaysia. Klaim ini menuai kecaman hebat dari masyarakat
Indonesia hingga DPR. Tapi Malaysia sempat berdalih lagu tersebut sudah terdengar
di Kepulauan Nusantara sebelum lahirnya Indonesia. Sehingga tak bisa diklaim
sendiri oleh Indonesia. Demikian juga lagu “Indang Bariang” yang merupakan lagu
asal daerah Sumatera tersebut.
• 21 November 2007
Para seniman Ponorogo kaget oleh munculnya Tari Barongan yang sangat mirip Reog
Ponorogo. Padahal Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mendaftarkan Reog
Ponorogo dan mendapatkan Hak Cipta No.026377 pada 11 Februari 2004. Oleh
Malaysia, tarian ini diberi nama Tari Barongan. Website Kementerian Kebudayaan,
Kesenian dan Warisan Malaysia (http://heritage.gov.my) pernah memampangnya dan
menyatakan tarian itu warisan dari Batu Pahat, Johor dan Selanggor Malaysia.
• 25 November 2007
Pada acara “Kemilau Nusantara 2007” di Bandung, Wakil Duta Besar Malaysia untuk
Indonesia, Datuk Abdul Azis Harun, mengancam mengklaim Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Melayu. “Bahasa Melayu adalah Bahasa Malaysia,” katanya.
Ancaman tersebut akan dilaksanakan bila masyarakat dan Pemerintah Indonesia
masih mempermasalahkan klaim Malaysia terhadap lagu “Rasa Sayange” yang
dibuat di Malaysia pada tahun 1907 dan tari Barongan.
• Juni 2008
Staf Ahli Menko Kesra bidang Ekonomi Kerakyatan dan Informasi Malaysia, Komet
Mangiri mengatakan bahwa Indonesia kalah cepat dari Malaysia dalam mematenkan
batik. Tapi yang berhasil dipatenkan itu hanya motif Parang Rusak. Adapun motif-
motif lainnya berusaha diselamatkan dengan dipatenkan sejumlah perancang dan
Pemerintah Daerah ke Depkumham dan Pemerintah mematenkan ke UNESCO.
• Maret 2009
Melihat perkembangan tersebut, Indonesia berupaya mematenkan batik, keris dan
wayang. “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali” kata Kabag Pembangunan
Karakter dan Pekerti Bangsa Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Edi Irawan.
• Agustus 2009
Tari Pendet menjadi iklan acara Discovery Channel bertajuk “Enigmatic
Malaysia”. Setelah dipersoalkan selama beberapa hari, Discovery Channel akhirnya
memunculkan iklan itu terhitung sejak senin 24 Agustus 2009. Pemerintah Malaysia
menyatakan tak pernah mengklaim Tari Pendet.
Kebudayaan tiruan itu mempunyai daya tarik luarbiasa sehingga mampu
menyedot pandangan kita tentang nilai, dasar harga diri, dan status. Ia menawarkan
kemewahan, kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berpikir sendiri, dan
berhenti membuat penilaian sendiri. Kebudayaan yang dikatakan modern itu membuat
kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, dan sekaligus tidak menyentuh
kebudayaan teknologis modern yang sesungguhnya. Akhirnya kita hanya seolah-olah
menjadi manusia modern.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebudayaan adalah salah satu istilah teoritis dalam ilmu-ilmu sosial. Secara
umum, kebudayaan diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang secara sosial
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dari pembahasan diatas kami dapat simpulkan bahwa manusia berhubungan erat dengan
kebudayaan yang ada pada lingkungan sekitarnya. Karena kebudayaan tersebut
merupakan cara beradaptasi untuk mengatur hubungan antar manusia sebagai wadah
masyarakat menuju taraf hidup tertentu.
Kebudayaan berpengaruh dalam membentuk pribadi seseorang sehingga
mengharuskan manusia untuk mengikuti norma-norma yang ada pada budaya tersebut.
Dengan demikian, budaya patokan cara hidup manusia di tempat dia berada. Selain itu
dalam kebudayaan mengajarkan tentang keimanan
Saran
Kita sebagai mahluk berbudaya semestinya melestarikan budaya yang kita punya,
jangan sampai budaya yang kita punya tidak kita lestarikan dan sampai punah. Karena
siapa lagi jika bukan kita penerus bangsa yang melestarikan?
Kita lestarikan baik-baik budaya yang telah kita punya agar tidak diakui oleh bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Taylor, E.B (1958/1871) Primitive Culture : Researches in the Development of
Mythologi, Religion, art and Custom, Gloucester, MA. ,
Spiro, M.E (1987) Culture and Human Nature, Chocago ,
Schneider, D. (1968) American Kinship : A Cultural Account, Englewood Cliffs, NJ.
Geertz, C. (1973) The Interpretation of Culture, New York ,
Malinowski, B (1922) Argonouts of The western Pasific, London ,
Benedict. R (1934) Pattern of Culture, Boston, MA ,
D’Andrade, R, Culture dalam Jessica Kuper, & Adam Kuper,, Ensiklopedi Ilmu-ilmu
Sosial, 2000 ,
Swartz, M. (1991) The Way The World is : Cultural Processes and Sosial Relations
among the Mombassa Swahili, Berkeley, CA ,
D’Andrade, R, Ibid ,
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setagkai Bunga Sosiologi, edisi pertama,
yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1964, hal 155 ,
Kluckhohn C, dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, edisi ke-4, Rajawali
Pers, 1990 ,
Linton, R, A Study of Man, an introduction, Appleton Century-Croft. Inc., New York,
1936, hal 397 ,
Saiful Arif, Kompas, Jum’at 17 Februari 2006, HTML ,
Franz Magnis Suseno, Filsafat Kebudayaan Politik, butir-butir Pemikiran Kritis, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1992, hal 29-30 .