revisi case ggk lisa

download revisi case ggk lisa

of 18

Transcript of revisi case ggk lisa

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    1/18

    PENDAHULUAN

    Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal

    ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya

    yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang berlangsungdalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik

    (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi

    yang menimbulkan respon sakit.1

    Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)

    pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis

    (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

    Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus, hipertensi, obesitas,

    perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus,

    hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).1

    Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal

    (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian

    secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai

    dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien

    masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan

    kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,

    nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG

    di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia,

    peningkatan tekanan darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah,

    dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi

    saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air

    seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antaralain natrium dan kalium.

    Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah

    memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau

    transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.2

    1

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    2/18

    Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya

    tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan

    laboratorium.Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat

    peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat nokturia dan hipertensi.2,9

    Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar

    ureum darah semakin tinggi.Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala-gejala:5,7

    letih, mudah lelah, dan sulit konsentrasi

    nafsu makan turun, mual dan muntah, cegukan.

    tungkai lemah, parastesi, keram otot-otot, insomnia.

    libido menurun, nokturia, atau oligouria

    sesak nafas, sembab, batuk, nyeri perikardial

    malnutrisi, penurunan berat badan.

    Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal

    kronik yaitu: 6

    Gangguan pada sistem gastrointestinal: Anoreksia, nausea, vomitus, Cegukan (hiccup)

    Kulit: Kulit berwarna pucat, Gatal dengan ekskoriasi, Urea frost

    Sistem Hematologi: anemia, trombositopenia

    Sistem Kardiovaskuler: hipertensi, edema, nyeri dada

    Kelainan neuropsikiatri: emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi

    Sistem Endokrin: gangguan libido,gangguan metabolisme glukosa, lemak, dan vitamin D

    Ganguan sistem lain: osteodistrofi renal, asidosis metabolik.

    Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan baerdasarkan gejala klinis, meliputi: a)

    sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, hipertensi, batu

    traktus urinarius, hiperurikemia, SLE dan lain sebagainya. b). Sindrom uremia, yang terdiri dari

    lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, pruritus, uremic

    frost, perikarditis. c). Gejala komplikasi lainnya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi

    renal, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida). Dari

    2

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    3/18

    pemeriksaan fisik didapatkan adanya kunjungtiva anemis, kulit pucat akibat anemia, ascites,

    shifting dullnes, edema ekstremitas, ekskoriasi kulit akibat gatal karena toksin uremik. Dari

    gambaran laboratorium meliputi: a) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum

    dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault.

    b). Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam

    urat, hiperkalemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. d) kelainan urinalisis meliputi proteinuria,

    hematuri, leukosuria. Pemeriksaan radiologis gagal ginjal kronik meliputi a) foto polos abdomen,

    bisa tampak batu radio-opak. b) pielografi antegrad atau retrograd. c) Ultrasonografi ginjal bisa

    memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau

    batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi d) renografi bila ada indikasi.2

    Prinsip penatalaksanaan gagal ginjal kronik meliputi: 2,8

    Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

    Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition)

    Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal

    Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

    Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

    Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

    Berikut ini akan dilaporkan kasus dari seorang pasien penyakit Gagal Ginjal kronik e.c.

    Hipertensi dalam kondisi akut.

    KASUS

    Seorang pasien perempuan, umur 43 tahun, suku jawa, ibu rumah tangga, alamat di Karaga,

    Karawang. Masuk Rumah Sakit (MRS) pada tanggal 10 Januari 2011 dengan keluhan utama

    sesak napas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.

    Dari anamnesa di dapatkan keluhan sesak napas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

    Sesak tidak dipengaruhi oleh hawa dingin, debu, maupun aktivitas. Selain itu pasien juga

    merasakan lemas sejak 2 minggu smrs. Rasa lemas dirasakan setiap waktu pada seluruh tubuh,

    3

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    4/18

    terutama di kaki. Pasien juga mengaku sulit tidur. Pasien mengaku sering merasa mual, rasa

    mual ini tidak disertai dengan muntah, nafsu makan menurun. Selain itu pasiem merasa perutnya

    cepat kenyang dan kembung. Pasien menyatakan dalam satu tahun terakhir terjadi perubahan

    pola buang air kecil, pasien mengaku air seni yang keluar hanya sedikit-sedikit, tidak terasa perih

    dan panas, dan pasien tidak merasa anyang-anyangan. Selain itu pasien merasakan kedua

    kakinya menjadi bengkak. Bengkak pada kedua kakinya terutama saat sore hari dan setelah

    beraktivitas, berangsur kembali normal setelah pasien istirahat pada pagi hari. Selama ini pasien

    sering mengeluh sakit kepala yang disertai rasa kaku pada tengkuk dan sakit kepala ini akan

    mereda jika pasien minum obat pereda sakit kepala. Pasien mengaku belum pernah mengalami

    sakit seperti ini sebelumnya. Pasien juga mengaku tidak pernah memeriksa tekanan darahnya.

    Pasien tidak memiliki riwayat kencing manis, penyakit jantung ataupun penyakit ginjal. Pasien

    memiliki kebiasaan minum obat warung paramex untuk mengurangi sakit kepala dan dalam satu

    tahun terakhir pasien sering mengkonsumsi minuman soda agar air seni yang keluar lebih

    banyak.

    Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kompos mentis, tinggi

    badan 165 cm, berat badan 65 kg, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 96 kali/ menit kuat dan

    teratur, respirasi 24 kali/menit, suhu badan 36,5 C, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,

    tidak sianosis, tonsil T1: T1 mukosa hiperemis, trakea lurus di tengah, tidak ada kaku kuduk,

    tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher. Pada

    pemeriksaan toraks (depan) : inspeksi simetris, tidak ada retraksi sela iga, tidak ada spider nevi,

    tidak ada benjolan, toraks (belakang) : gerak nafas simetris, tidak ada deformitas, vertebra lurus

    di tengah, paru : fremitus suara kiri sama dengan kanan, batas paru-hepar setinggi ICS IV linea

    mid clavicularis kanan, batas paru-lambung setinggi ICS VI linea axilaris anterior kiri, sonor

    kiri dan kanan, suara pernafasan vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing, jantung: Ictus

    cordis tampak pada ICS V 2 cm lateral mid clavicula kiri Pada perkusi batas jantung kanan di

    ICS IV linea sternalis kanan, batas jantung kiri di ICS V 2 cm lateral mid clavicula kiri, batasjantung atas di ICS III linea para sternalis kiri. Pada auskultasi jantung didapatkan bunyi jantung

    I dan II regular, tidak terdengar bunyi murmur dan tidak terdengar bunyi gallop. Abdomen

    buncit, lemas, ascites (+), shifting dullness (+), hepar dan lien tidak teraba, tidak ditemukan

    pekak berpindah, tidak ada nyeri tekan, bising usus normal. Pada ektremitas bawah didapatkan

    adanya edema.

    4

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    5/18

    Pemeriksaan laboratorium Hb 10,2 g/dl, Hematokrit 30%, Eritrosit 2,29juta/mm3, Lekosit

    7.800/mm3 , Trombosit 98 ribu/mm3, GDS 131 mg/dl, protein total 5,93 g/dl, albumin 3.19 g/dl,

    globulin 2.74 g/dl, SGOT 65 ui/l, SGPT 39 ui/l, kolesterol total 186 mg/dl, trigliserida 190

    mg/dl, ureum 352 mg/dl, kreatinin 17,9 mg/dl, asam urat 8,2 mg/dl, CCT 2,18 ml/mnt natrium

    146, kalium 7,2, khlorida 108. Asidosis metabolik. Urinalisis: protein positif, eritrosit positif.

    Pemeriksaan serologi HBs AG negative.

    Dari pemeriksaan X-ray foto toraks didapatkan kesan jantung dan paru dalam batas normal.

    Pemeriksaan USG memperlihatkan kesan insufisiensi renal.

    Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka ditegakkan

    diagnosis acute on chronic renal failure.

    Penatalaksanaan: tirah baring, balance cairan, Diet rendah protein 0,6-0,8/kg/ hari dan garam

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    6/18

    Pasien didiagnosis sebagai acute on chronic renal akut berdasarkan gejala-gejala klinis gagal

    ginjal kronik yang didapatkan pada pasien, antara lain; sesak, mual, lemas, perut kembung,

    nafsu makan menurun, insomnia, BAK sedikit. Gejala ini merupakan sindroma uremik sesuai

    dengan gejala klinis dari gagal ginjal kronik dimana gejala ini timbul akibat dari proses

    penurunan fungsi nefron yang progresif sehingga terjadi peningkatan ureum darah.6

    Pada gagal ginjal, gangguan kemampuan ginjal mengekskresi ion H dan mereabsorbsi

    bikarbonat, mengakibatkan peningkatan jumlah ion H dalam tubuh dan penurunan bikarbonat.

    Keadaan ini menyebabkan asidosis metabolik. Agaknya gejala anoreksia, mual, dan lemas yang

    ditemukan pada pasien uremia, sebagian disebabkan oleh asidosis. Salah satu gejala yang sudah

    jelas akibat asidosis adalah takipneu atau pernapasan kussmaul. Pernapasan kussmaul adalah

    pernapasan yang dalam dan berat dalam rangka kompensasi tubuh terhadap asidosis dengan

    membuang CO2.12

    Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang ditemukan yaitu adanya hipertensi (TD: 150/90 mmHg)

    hal ini terjadi karena pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan

    fungsionla nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang

    diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibtakan

    terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah

    glomerulus.2 Pada pasien juga ditemukan adanya ascites (+), shifting dullness (+) dan udem

    pada kedua tungkai. Hal ini sesuai dengan gejala gagal ginjal kronik dimana terdapat bendungan

    cairan yang disebabkanadanya gangguan keseimbangan air dan elektrolit (Na, K) oleh karena

    penurunan fungsi ginjal.4

    Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap, ditemukan nilai hemoglobin yang berada di

    bawah normal, 10,2 gr/dL yang menunjukkan bahwa pasien menderita anemia. Selain itu

    terdapat penurunan jumlah trombosit 77.000/mm3. Keadaan Anemia ini menunjukkan adanya

    gangguan sistem hemopoesis yaitu terganggunya proses eritropoesis yang disebabkan oleh

    defisiensi eritropoitin. Anemia ini yang menyebabkan pasien merasa lemas. Anemia normositik

    dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom uremik.12 Pada pasien terjadi

    peningkatan Kalium 7.2 mmol/l. Hipokalemia akan muncul pada gagal ginjal kronik dini yang

    6

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    7/18

    menyertai poliuria, sedangkan pada gagal ginjal kronik tahap akhir, oligouria menyebabkan

    hiperkalemia.12

    Terdapat adanya peningkatan ureum darah (352 mg/dl) dan kreatinin (17,9 mg/dl) hal ini

    merupakan pendukung diagnosis gagal ginjal kronik karena ureum dan kreatinin hanya

    dihasilkan oleh ginjal dan akan meningkat pada keadaan gagal ginjal kronik.10 Selain itu

    terdapat penurunan CCT yaitu 2,18 ml/ menit. Dimana jika terdapat penurunan CCT dibawah

    25 ml/ mnt hal ini menegakkan diagnose gagal ginjal.

    Dari anamnesa pasien suka mengeluh sakit kepala yang disertai rasa kaku pada tengkuk keadaan

    ini menunjukkan kemungkinan adanya hipertensi pada pasien yang merupakan faktor resiko dan

    etiologi dari gagal ginjal kronik. Dimana diketahui 20% dari etiologi gagal ginjal kronik adalah

    hipertensi.2 Hipertensi dan gagal ginjal membentuk suatu lingkaran setan. Hipertensi dapat

    menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya gagal ginjal kronik dapat menimbulkan hipertensi.

    Karena alasan inilah, terkadang seorang ahli nefrologi kadang mengalami kesulitan dalam

    menentukan mana yang primer. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan

    perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi

    dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada

    ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini

    merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal.Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus,

    sehingga seluruh nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik.12

    Program Terapi Gagal Ginjal Kronik1

    1. Terapi konservatif

    Sebagian besar pasien GGK harus menjalani program terapi simtomatik untuk

    mencegah atau mengurangi populasi gagal ginjal terminal (GGT).Banyak faktor perlu

    dikendalikan untuk mencegah/memperlambat progresivitas penurunan faal ginjal (LFG).

    Protein hewani, hiperkolesterolemia, hipertensi sistemik, gangguan elektrolit

    (hipokalsemia & hipokalemia) merupakan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal.

    Kelainan hemodinamik intrarenal (hipertensi intraglomerulus) seperti terdapat pada

    hipertensi essensial dan nefropati diabetik merupakan faktor yang harus diantisipasi dan

    7

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    8/18

    dikendalikan untuk mencegah penyakit ginjal terminal. Intervensi terhadap perubahan-

    perubahan patogenesis dan patofisiologi ini merupakan kunci keberhasilan upaya untuk

    mencegah/ mengurangi penurunan faal ginjal (LFG) yang berakhir dengan penyakit

    ginjal terminal.

    Perubahan faal ginjal (LFG) bersifat individual untuk setiap pasien GGK, lama terapi

    konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

    Tujuan terapi konservatif, yaitu:

    a. mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif

    b. meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

    c. mempertahankan dan memperbaiki metabolisma secara optimal

    d. memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

    Beberapa prinsip terapi konservatif

    1. mencegah buruknya faal ginjal (LFG)

    hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik

    hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan ekstraseluler

    dan hipotensi hindari gangguan keseimbngan elektrolit

    hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani

    hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi

    hindari insttrumentsasi (keteterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medik

    yang kuat

    hindari pemeriksaan radiologi dengan media kontras tanpa indikasi medik

    yang kuat

    2. program memperlambat penurunan progresif faal ginjal

    kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular

    kendalikan terapi ISK

    diet protein yang proporsional

    kendalikan hiperfosfatemia

    8

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    9/18

    terapi hiperurikemia bila asam urat serum > 10 mg%

    terapi keadaan asidosis metabolik

    kendalikan keadaan hiperglikemia

    3. terapi alleviative gejala azotemia

    pembatasan konsumsi protein hewani

    terapi gatal-gatal

    terapi keluhan gastrointestinal

    terapi gejala neuromuskuler

    terapi kelainan tulang dan sendi

    terapi anemia

    teapi setiap infeksi (bakteri, virus HBV atau HCV)

    1.1. Peranan diet4

    Terapi diet rendah protein (DRP). Terapi diet rendah protein menguntungkan untuk

    mencegah atau mengurangi toksik azotemia tetapi untuk jangka lama dapat

    merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen

    Tujuan program diet rendah protein(DRE)

    a. mempertahankan keadaan nutrisi optimal

    b. mengurangi atau mencegah akumulasi toksin azotemia

    c. mencegah membruknya faal ginjal (LFG) akibat proses glomerulosklerosis

    1.1.1. Jumlah protein hewani perhari untuk pasien gagal ginjal kronik

    Terapi diet rendah proteun (DRP) berdasrkan rekomendasi dari Raimund

    (1988) tergantung dari beberapa faktor antara lain :

    derajat penurunan faal ginjal (LFG)

    penurunan faal ginjal secara progresif (mild renal insufficiency)

    sindrom nefrotik

    pasien dengan terapi kortikosteroid

    disertai penyakit katabolik sistemik

    9

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    10/18

    1.1.2. Konsumsi protein hewani tergantung dari LFG

    a. GGK ringan (LFG lebih dari 70 ml per min per1.73 m 2)

    Tanpa penurunan progresi LFG Jumlah protein hewani yang

    dianjurkan antara 1,0-1,2 gram per kg BB per hari.

    Disertai penurunan progresi LFG. Jumlah protein yang dianjurkan

    antara 0,55-0,60 gr per kg BB per hari dan lebih dari 0,35 gram per

    kg BB per hari terdiri dari protein hewani dengan nilai biologis

    tinggi.

    b. GGK moderat (LFG antara 25-70 ml per min per1.73 m2)

    Jumlah protein yang dianjurkan 0,55-0,60 gr per kg BB per hari lebih

    dari 0,35 gram per kg BB perhari protein nilai biologis tinggi atau 0,28

    gram protein per kg BB per hari dengan 10-20 gram perhari asam amino

    esensial.

    c.GGK tingkat lanjut (LFG antara 5-25 ml per min per 1.73 m2 )

    Jumlah protein yang dianjurkan antara 0,55-0,60 gram per kg BB per

    hari lebih dari 0,35 gram per kg BB per hari protein nilai biologis tinggi

    atau 0,28 gram protein per kgBB per hari dengan 10 gram per hari asam

    amino esensial.

    1.1.3. Suplemen asam amino esensial & asam keto

    o Asam amino esensial (AAE) terdiri dari:

    valine, isoleucine, leucine, methionine, triptophan, phenylalanine,

    lysine, dan histidine.

    o Indikasi pemberian asam amino esensial (AAE):

    Bila konsumsi protein hewani 0,28 gram per kgBB per hari

    Tujuan:

    Tujuan utama untuk mencegah keseimbangan negatif nitrogen.

    Nitrogen free amino acid analog (keto acid) mengalami transaminase10

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    11/18

    dalam berbagi organ tubuh seperti otot skelet, hati, usus dan ginjal,

    menjadi asam amino esesnsial yang bebas dari nitrogen.

    Akhir-akhir ini muncul konsep baru untuk pembatasan konsumsi

    protein nilai biologis tinggi harus ditamabah suplemen kombinasi

    asam amino esesnsial dan asam amino non esesnsial (asam keto)

    seperti diet casein terutama untuk meningkatkan pertumbuhan badan

    (cell mass).

    1.2. Kebutuhan Jumlah Kalori

    Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan

    tujuan utama:

    mempertahankan keseimbangan positif nitrogen

    memelihara status nutrisi

    memelihara arthomometri (skinfold thickness)

    Jumlah kalori yang diperlukan bersifat individual tergantung dari penurunan faal

    ginjal (LFG) :

    a. Pasien dengan LFG > 70 ml per min 1.73 m2

    Tanpa penurunan progresi LFG

    - jumlah kalori tidak dibatasi

    - karbohidrat dan lemak (sumber energi) tidak batasi seperti orang normal

    Dengan penurunan progresi LFG

    - Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari

    - Kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex carbohydrate

    - Kebutuhan lemak jumlah sisa kalori (non protein)

    Ratio polyunsaturated/saturated= 1.0

    b. Pasien dengan LFG < 70 ml per min 1.73 m2

    11

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    12/18

    (kelompok pasien GGK tingkat sedang dan stadium terminal/ gagal ginjal terminal)

    Jumlah kalori > 35 kcal per kg BB per hari

    kebutuhan karbohidrat 50% berupa primary complex carbohydrate

    kebutuhan lemak jumlah sisa kalori

    Ratio polyunsaturated/saturated= 1.0

    1.3. Kebutuhan cairan

    Bila ureum serum >150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis

    mencapai 2 L per hari.

    Tujuan panduan kebutuhan cairan penting untuk:

    mencegah dehidrasi osmotik yang akan memperburuk faal ginjal (LFG) terutama

    pada kelompok pasien GGK dengan kecenderungan natriuresis misalnya penyakit

    ginjal polikistik, scarring pyelonephritis , dan nefropati urat kronik.

    memelihara status optimal

    mengeliminasi toksin azotemia.

    Pasien kelompok GGK dengan LFG 5 ml per hari dan sindrom nefrotik dapat

    diberikan diuretika untuk memperlancar diuresis, misal furosemide. Takaran furosemide

    40-80 mg per hari, dapat dinaikkan 40 mg per hari (interval 2 hari) sampai jumlah takaran

    maksimal 3 gram per hari.

    1.4. Kebutuhan elektrolit dan mineral

    Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual bergantung dari LFG dan

    penyakit ginjal dasar.

    Natrium Na+ (garam dapur)

    Pembatasan asupan garam dapur (20 mEq=3gr).

    - Hipertensi berat

    - Glomerulopati

    12

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    13/18

    - Gagal ginjal terminal tanpa ginjal (anephric)

    - Penyakit jantung kongesti

    GGK yang tidak membutuhkan pembatasan garam dapur:

    - Chronic scarring pyelonephritis

    - Cronic urate nephropathy

    - Polycystic kidney disease

    Kalium K+

    - Hiperkalemi jarang ditemukan pada GGK

    - Tindakan profilaktik

    - Tindakan terapeutik

    Bikarbonat

    - Tindakan profilaktif

    Hiperfosfatemia

    - Tindakan profilaktik

    Pembatasan konsumsi protein hewani

    Pengikat fosfat

    Kalsium karbonat

    2. Terapi simptomatik

    Terapi simptomatik yang sering diberikan pada gagal ginjal kronik(GGK):

    2.1. Asidosis metabolik

    Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum K (hiperkalemia)

    a. Suplemen alkali.

    Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidodis metabolik

    - Larutan shhl

    13

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    14/18

    - Kalsium karbonat

    b. Terapi alkali

    Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segara diberikan intravena, bila pH

    7.35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.

    2.2. Anemia

    Anemia normokrom normositer

    Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon

    eritropoeitin (ESF = eryhtropoietic stimulating factors)

    Anemia normokrom normositer refrakter terhadap obat hematinik

    a. Recombinant human erythropoietin (r-HuEPO) merupakan obat

    pilihan utama R/Eprex 30-50 U per kg BB

    b. Alternatif lain

    - Hormon androgen

    - Preparat cobalt

    2.3. Keluhan gastrointestinal

    2.3.1 Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang

    sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini sering merupakan

    keluhan pertama (chief complaint) dari GGK.

    Beberapa tindakan penting:

    a. Program terapi dialisis adekuat

    b. Obat-obatan:

    - Prochlorperazine

    - Trimethobenzamide

    2.3.2 Edema

    Edema pada GGK terutama berhubungan dengan underlying renal disease.

    Glomerulopati primer & sekunder selalu disertai retensi Na+ dan air.

    Terapi pilihan:

    a. Diuretika14

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    15/18

    b. Ultrafiltrasi.

    2.4. Hipertensi

    Hipertensi ringan, sedang dan berat tergantung dari penyakit ginjal dasar

    (underlying renal disease). Hampir 80 % hipertensi pada GGK berhubungan

    dengan retensi natrium ( Na+) dan tergolong volume dependent hypertensi.

    a. Volume dependent hypertension

    Bentuk hipertensi berhubungan dengan underlying renal disease

    (Glomerulopati)

    Program terapi hipertensi

    Restriksi garam dapur < 3 gram per hari

    Diuretik furosemide

    Ultrafiltrasi ( pasien GGT)

    Obat anti hipertensi

    - Antagonis kalsium non- dihodropiridin

    - Vasodilator langsung

    - Receptor AT1 blocker

    - Doxazosine

    - Beta- blocker

    - Penghambat ACE

    ( hati- hati bahaya hiperkalemia)

    b. Tipe Vasokonstriktor

    Program terapi:

    Restriksi garam dapur 3 gram / hari

    Diuresis & Ultrafiltrasi

    Medikamentosa

    c. Tipe Kombinasi

    Program terapi hampir sama.

    15

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    16/18

    Terapi pengganti ginjal1

    Hemodialisis (HD)

    Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala azotemia dan

    malnutrisi. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap

    akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Keputusan untuk inisiasi terapi

    dialisis berdasarkan pertimbangan klinis dan parameter biokimia. Tidak jarang

    persentase klinik retensi dan akumulasi toksin azotemia tidak sejalan dengan

    gangguan biokimia.

    Indikasi inisiasi dialisis berdasarkan parameter biokimia dan klinis adalah:

    Indikasi absolut :

    - perikarditis

    - ensephalopati atau neuropati azotemik

    - bendungan paru dari kelebihan cairan yang tidak responsive dengan

    diuretik

    - hipertensi refrakter

    - mutah persisten

    - BUN > 120mg% dan kreatinin > 10mg%

    Indikasi elektif :

    - LFG (formula Kockcroft-Gault) antara 5 dan 8 mL/m/1,73m2

    Mual, anoreksia, muntah dan astenia berat.

    Penatalaksanaan dari pasien ini antara lain:

    Nonmedikamentosa

    16

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    17/18

    - Bedrest ( Karena aktifitas yang berat menyebabkan perfusi

    darah ke ginjal berkurang 20%)

    - Balance cairan

    Pada GGK harus balance cairan dan bukan pembatasan cairan karena :

    1. Pembatasan cairan memungkinkan minimnya cairan yang masuk

    2. Sebaliknya jika cairan diberikan bebas akan menyebabkan hipervolemi

    - Diet rendah protein 0,6-0,8/kg/ hari dan garam

  • 8/7/2019 revisi case ggk lisa

    18/18

    Pemberian antibiotik yang aman (tidak nefrotoksik),

    - injeksi primperan yang berguna sebagai anti nausea dan vomiting, ranitidine yang

    bekerja sebagai antagonis reseptor H2 yang berguna untuk menghambat produksi

    asam lambung yang dapat menimbulkan gejala mual

    - Tindakan Hemodialisa. Pada pasien ini dilakuakn HD karena hipervolemi TD

    150/90 mmHg, kadar kreatininnya 17,9 mg/dl, ditemukannya adanya sindroma

    uremik dan jumlah urin 400 cc/ 24jam.

    RINGKASAN

    Telah dilaporkan kasus acute on chronic renal failure pada seorang pasien perempuan, 43

    tahun, yang dirawat di bagian Ilmu penyakit dalam RSAL Mintohardjo Jakarta selama 16 hari.

    Selama perawatan, pasien mendapatkan terapi berupa terapi konservatif dan obat-obatan suportif

    dimana pada monitoring, keadaan pasien menunjukkan adanya kemajuan/perbaikan secara klinis.

    Pada hari ketujuh belas perawatan pasien diperbolehkan pulang namun pasien diminta untuk

    rutin melakukan hemodialisa dua kali dalam seminggu, selain itu pasien juga diberikan obat

    untuk diminum secara rutin yaitu: lasix tablet, CaCo3 tablet, bicnat, folic acid, nifedipin.

    18