[Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Timah Hitam (Plumbum/Pb) Keterlibatan aktivitas manusia terutama dalam proses industrialisasi di abad 19 dan 20 telah mengakibatkan pencemaran lingkungan. Penggunaan logam Pb dalam industri menghasilkan polutan yang bersifat merugikan kehidupan biologik. Sumber utama polusi Pb pada lingkungan berasal dari proses pertambangan, peleburan dan pemurnian logam tersebut, hasil limbah industri, dan asap kendaraan bermotor (Darmono, 2001). 1. Sifat Fisik dan Kimiawi Pb Timbal yang kita kenal sehari – hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum dan kelompok logam–logam golongan IV – A pada tabel periodik unsur kimia. Logam tersebut mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiru – biruan dan lunak dengan titik leleh 327ºC dan titik didih 1.620ºC. Pada suhu 550 - 660ºC. Pb menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara yang kemudian membentuk timbal oksida. Bentuk oksida yang paling umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat lunak dan lentur, Pb sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam timah hitam dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 1994). 2. Penggunaan Pb Penggunaan Pb semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan pada penambangan, peleburan, pembersih, dan berbagai industri. Tabel 2.1. menunjukkan beberapa industri yang menggunakan Pb.

description

[Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

Transcript of [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

Page 1: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Timah Hitam (Plumbum/Pb)

Keterlibatan aktivitas manusia terutama dalam proses industrialisasi di abad 19 dan 20

telah mengakibatkan pencemaran lingkungan. Penggunaan logam Pb dalam industri

menghasilkan polutan yang bersifat merugikan kehidupan biologik. Sumber utama polusi Pb

pada lingkungan berasal dari proses pertambangan, peleburan dan pemurnian logam

tersebut, hasil limbah industri, dan asap kendaraan bermotor (Darmono, 2001).

1. Sifat Fisik dan Kimiawi Pb

Timbal yang kita kenal sehari – hari dengan timah hitam dan dalam bahasa

ilmiahnya dikenal dengan kata plumbum dan kelompok logam–logam golongan IV – A

pada tabel periodik unsur kimia. Logam tersebut mempunyai nomor atom (NA) 82

dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiru –

biruan dan lunak dengan titik leleh 327ºC dan titik didih 1.620ºC. Pada suhu 550 - 660ºC.

Pb menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara yang kemudian membentuk

timbal oksida. Bentuk oksida yang paling umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat

lunak dan lentur, Pb sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air

dingin, air panas dan air asam timah hitam dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan

asam sulfat pekat (Palar, 1994).

2. Penggunaan Pb

Penggunaan Pb semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan pada

penambangan, peleburan, pembersih, dan berbagai industri. Tabel 2.1. menunjukkan

beberapa industri yang menggunakan Pb.

Tabel 2.1. Bentuk persenyawaan Pb dan kegunaannya (Palar, 2004).

No. Bentuk Persenyawaan Kegunaan

1 Pb + Si Kabel telefon

2 Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik

3 Pb + Ni Senyawa azida untuk bahan peledak

4 Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat

5 Pb + asetat Pengkilapan keramik dan bahan antiapi

6 Pb + Te Pembangkit listrik tenaga panas

7 Tetrametil-Pb (CH3)-Pb

Tetraetil-Pb (C2H5)4-Pb

Aditif untuk bahan bakar kendaraan bermotor

Pb sebagai salah satu zat yang dicampurkan ke dalam bahan bakar (premium dan

premix), yaitu (C2H5)4Pb atau Tetra Ethyl Lead (TEL) yang digunakan sebagai bahan

aditif, yang berfungsi meningkatkan angka oktan sehingga penggunaannya akan

menghindarkan mesin dari gejala “ngelitik” yaitu berfungsi sebagai pelumas bagi kerja

Page 2: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

antarkatup mesin (intake & exhause valve) dengan dudukan katup valve seat serta valve

guide. Keberadaan octane booster dibutuhkan dalam bensin agar mesin bisa bekerja

dengan baik (Widowati dkk, 2008).

Untuk mengendalikan efek negatif pada pekerja, Occupational Safety and Health

Association (OSHA) telah menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Pb anorganik,

debu, dan uapnya 0,05 mg/m3 sedangkan untuk TEL adalah 0,075 mg/m3. Menurut

World Health Organization (WHO) pajanan timbal yang diperkenankan untuk pekerja

laki-laki 40 µg/dL dan untuk pekerja perempuan adalah 30 µg/dL (DeRoos, 1997 dan

OSHA, 2005).

3. Pb pada Bahan Bakar

Timah hitam di tambahkan pada bahan bakar kendaraan bermotor dalam bentuk

senyawa organik tetraalkylead, terdiri dari tetramethyllead (TML), tetraethylead (TEL),

dan campuran alkil triethylmethylead, diethylmehyllead dan ethyltrimethyllead. Tidak ada

timah hitam yang ditambahkan pada bahan bakar solar (diesel) dan minyak tanah. TEL

dan TML secara bersama – sama ditambahkan ke dalam bensin sebagai aditif anti

ketukan mesin dan menaikkan angka oktan bensin. TEL berbentuk cairan berat dengan

kerapatan 1,659 g/ml, titik didih 200ºC = 390ºF dan larut dalam bensin (Briggs dkk,

1995).

4. Pb pada Udara

Kandungan Pb di udara sangat berhubungan dengan padat tidaknya lalu lintas

kendaraan bermotor. Sebagai contoh De Jonghe et al.,1981 melaporkan jumlah alkyl-lead

di udara Belgium adalah 0,0003 μg/m3 (ruralarea), dan maksimum 0,40 μg/m3. Menurut

Royset dan Thomassen 1987, jumlah alkyl-lead dalam asap mobil bervariasi antara 0,1

sampai 15 μg/m3, dimana antara alkyl-lead di tempat parkir mobil diperkirakan 0,5 mg

Pb/hari/mobil (DeRoos, 1997).

5. Penyerapan Pb Melalui Pernafasan

Proses masuknya persenyawaan Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur,

yaitu melalui makanan dan minuman, udara, dan perembesan atau penetrasi pada selaput

atau lapisan kulit. Sebagian besar dari Pb yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke

dalam pembuluh darah paru dan kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh

(Palar, 2004).

Penyerapan Pb melalui pernafasan tergantung pada tiga proses yaitu deposisi,

pembersihan mukosilier, dan pembersihan alveoler. Deposisi (penumpukan) partikel Pb

dalam paru-paru maksimal (63%) ukuran sebesar 1 μm dan minimal 39%) pada 0,1 μm.

Orang yang sedang istirahat volume pernafasan sebesar 10 L/menit. Untuk pembersihan

Pb yang ada pada paru dibutuhkan pembersihan silier yang merupakan kombinasi aliran

selaput lendir dan aktivitas silier melalui proses pemindahan partikel-partikel yang ada

pada laring dan faring (Zens dkk, 1994).

Page 3: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

Pembersihan alveoler memerlukan tiga tahap yaitu : 1) memindahkan gerakan

mukosilier, 2) berjalan melalui membran-membran sampai pada jaringan paru, dan 3)

berjalan melalui jaringan paru sampai pada kelenjar limpa dan darah. Proses fagositosis

oleh makrofag alveoli merupakan mekanisme penting bagi pemindahan partikel-partikel

dengan gerakan mukosilier (Zens dkk, 1994).

Prosentase Pb udara yang terhirup akan mencapai darah diperkirakan sekitar 30%

sampai 40% (rata-rata 37%) tergantung pada:

a. ukuran partikel

b. daya larut

c. volume pernafasan

d. variasi psikologis individu

e. kondisi psikologis yang memengaruhi penyerapan paru (Baselt, 1988).

Pembersihan mukosilier pada perokok lebih lambat daripada yang bukan perokok.

Infeksi paru-paru akut, bronchitis akut dan bronchitis kronis dapat menghambat aktivitas

silier. Berbagai faktor yang mempengaruhi terhirupnya Pb kemudian masuk ke paru-paru,

tidak hanya secara teoritis akan tetapi kenyataan perlu mendapat perhatian terhadap

tingkat konsentrasi Pb dalam udara, sehingga dapat merubah atau menekan kandungan Pb

dalam darah pada pekerja yang tidak terlindungi (Palar, 1994).

6. Metabolisme Pb dalam Tubuh

Pb masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan yang merupakan

jalan pemajanan terbesar dan melalui saluran pencernaan, terutama pada anak-anak dan

orang dewasa dengan kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorbsi Pb udara pada

saluran pernafasan 40% dan pada saluran pencernaan 5-10%, kemudian Pb

didistribusikan ke dalam darah 95% terikat pada sel darah merah, dan sisanya terikat pada

plasma. Sebagian Pb di simpan pada jaringan lunak dan tulang. Ekskresi terutama melalui

ginjal dan saluran pencernaan (Palar, 1994).

Gambar 2.1. Metabolisme Pb dalam tubuh manusia (Palar, 1994).

ABSORPSI PENYIMPANAN EKSKRESI

Pernafasan

Inhalasi

Saluran nafas atas

40%

Pernafasan

InhalasiFaring

Paru

Saluran cerna

Darah

SSP/otak/

jaringan

Tulang 90%

Kulit

Ginjal

Usus besar

Keringat, Rambut

Urin

Tinja

Page 4: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

a. Absorpsi

Absorpsi Pb memiliki saluran pernafasan dipengaruhi oleh tiga proses yaitu

deposisi, pembersinan mukosiliar, dan pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di

nasofaring, saluran trakeobronkhial, dan alveolus. Deposisi tergantung pada ukuran

partikel Pb volume pernafasan dan daya larut. Partikel yang lebih besar banyak di

deposit pada saluran pernafasan bagian atas dibanding partikel yang lebih kecil.

Pembersihan mukosiliar membawa partikel di saluran pernafasan bagian atas ke

nasofaring kemudian ditelan. Rata-rata 10- 30% Pb yang terinhalasi diabsorbsi

melalui paru-paru, dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui saluran

cerna. Fungsi pembersihan alveolar adalah membawa partikel ke ekskalator

mukosiliar, menembus lapisan jaringan paru kemudian menuju kelenjar limfe dan

aliran darah. Sebanyak 30-40% Pb yang di absorbsi melalui saluran pernapasan akan

masuk ke aliran darah. Masuknya Pb ke aliran darah tergantung pada ukuran partikel

daya larut, volume pernafasan dan variasi faal antar individu (Palar, 1994).

b. Distribusi dan penyimpanan

Timah hitam yang diabsorsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh

sebanyak 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam

bentuk yang dapat berdifusi dan diperkirakan dalam keseimbangan dengan pool Pb

tubuh lainnya. Yang dibagi menjadi dua yaitu ke jaringan lunak (sumsum tulang,

sistem saraf, ginjal, hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi). Gigi dan

tulang panjang mengandung Pb yang lebih banyak dibandingkan tulang lainnya.

Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna abu abu pada perbatasan

antara gigi dan gusi.11 Hal itu merupakan ciri khas keracunan Pb. Pada jaringan

lunak sebagian Pb disimpan dalam aorta, hati, ginjal, otak, dan kulit. Timah hitam

yang ada di jaringan lunak bersifat toksik (Palar, 1994).

c. Ekskresi

Ekskresi Pb melalui beberapa cara, yang terpenting adalah melalui ginjal dan

saluran cerna. Ekskresi Pb melalui urine sebanyak 75 - 80%, melalui feces 15% dan

lainnya melalui empedu, keringat, rambut, dan kuku. Ekskresi Pb melalui saluran

cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar

lainnya di dinding usus, regenerasi sel epitel, dan ekskresi empedu. Sedangkan

Proses ekskresi Pb melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus. Kadar Pb dalam

urine merupakan cerminan pajanan baru sehingga pemeriksaan Pb urine dipakai

untuk pajanan okupasional. Pada umumnya ekskresi Pb berjalan sangat lambat.

Timah hitam waktu paruh di dalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak

40 hari sedangkan pada tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan Pb

mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan okupasional maupun non

okupasional (Nordberg, 1998).

Page 5: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

7. Toksikologi Pb

a. Bentuk-bentuk utama keracunan Pb

1.) Keracunan Pb anorganik

a.) Keracunan akut

Keracunan akut Pb anorganik sekarang jarang terjadi, keracunan ini

biasanya disebabkan oleh inhalasi Pb oksida dalam jumlah besar di industri

atau pada anak kecil yang disebabkan karena tertelannya cat yang

mengandung Pb dalam dosis besar. Bila absorbsi Pb lebih lambat, maka kolik

abdomen dan ensefalopati dapat ditemukan dalam beberapa hari. Gangguan

yang menyerupai keracunan Pb yaitu appenditis, ulkus peptik dan pankreatitis

(Palar, 1994).

b.) Keracunan kronis

Manifestasi keracunan kronik Pb yang paling sering adalah kelemahan,

anoreksia keguguran, tremor, turunnya berat badan, sakit kepala dan gejala-

gejala saluran pencernaan. Hubungan nyeri abdomen yang berulang dan

kelemahan otot penggerakan tanpa nyeri menunjukkan kemungkinan adanya

keracunan Pb. Gejala neurologik paling khas yang ditemukan pada keracunan

kronik Pb adalah wristdrop (pergelangan tangan terkulai). Diagnosis

keracunan Pb ditegaskan dengan mengukur kadar Pb dalam darah dan

mengidentifikasikan kelainan metabolisme porfirin (Palar, 1994).

2.) Keracunan Pb organik

Keracunan Pb organik biasanya disebabkan oleh Pb tetraetil atau

tetrametil, yang digunakan sebagai zat antiknock dalam bensin. Pb organik

sangat mudah menguap dan larut dalam lemak. Jadi zat ini dapat dengan mudah

di absorbsi melalui kulit dan saluran pernafasan. Keracunan Pb organik yang

berat dapat menimbulkan gangguan akut sistem saraf pusat. Hal ini dapat

berkembang dengan cepat, menimbulkan halusinasi, imsomnia, sakit kepala, dan

iritabilitas (mirip gejala putus alkohol berat). Pb tetraetil dan tetrametil

dimetabolisme oleh hati menjadi Pb trialkil dan anorganik. Pb trialkil berperan

penting pada sindrom keracunan akut. Kebanyakan pemaparan Pb organik

terjadi pada waktu pembersihan tangki penyimpanan bensin atau terhisapnya

bensin yang mengandung Pb. Pemaparan Pb organik yang masif menimbulkan

kejang-kejang yang dapat berakhir dengan koma dan kematian (Palar, 1994).

b. Dampak kesehatan yang ditimbulkan plumbum

Gejala maupun tanda-tanda secara klinis akibat terpapar Pb akan timbul

berbeda-beda. Plumbum akan beracun baik dalam bentuk logam maupun bentuk

garamnya seperti Pb karbonat, Pb tetra oksida, Pb monoksida, Pb sulfida dan Pb

asetat merupakan keracunan Pb yang sering terjadi. Pb dapat masuk ke dalam tubuh

Page 6: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

melalui pernafasan 85%, pencernaan 14%, dan kulit 1%, setelah seseorang disebut

berada dalam udara yang tercemar Pb. Paparan udara yang tercemar Pb sebesar l

μg/Nm3 berpeluang menyumbangkan 2,5-5,3 μg/dL Pb dalam darah seseorang yang

berada dalam tempat tersebut. Ketika akumulasi Pb dalam darah seseorang mencapai

10 μg/dl maka dapat terjadi penurunan IQ sebesar < 2,5 point. Apabila hal tersebut

juga terjadi pada orang dewasa, maka efek yang timbul adalah beberapa gejala

berbagai sakit dan penyakit, seperti mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan,

sistem saraf menurunkan fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa dan

meningkatkan spermatozoa abnormal serta dapat menyebabkan aborsi spontan

(Fardiaz, 2001).

Kadar Pb dibandingkan dengan Biological Exposure Index (BRI) atau nilai

indeks untuk pajanan biologi, nilainya pada orang dewasa normal adalah 10 s.d 25

μg/dl. Dampak Pb terhadap kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2. Dampak Pb terhadap kesehatan manusia (Fardiaz, 2001).

Kadar Pb

(µg/dL)

Dampak Kesehatan

Anak Dewasa

0 s.d 10 Penurunan tingkat kecerdasan

Gangguan pertumbuhan tulang

-

10 s.d. 30 Gangguan metabolisme vit. D Gangguan sistolik tekanan darah

Gangguan protoporphyrin eritrosit

Gangguan sistem saraf pusat

10 s.d. 50 Gangguan sintesa hemoglobin Gangguan ginjal

Infertilitas (pada pria)

Anemia Anemia

50 s.d. 100 Gangguan ginjal

Gangguan otak dan saraf pusat

Gangguan sintesa hemoglobin

>100 Kematian Kematian

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa bila manusia terpapar oleh Pb dalam

normal atau batasan toleransi, maka daya racun yang dimiliki oleh Pb tetap akan

bekerja dan bila jumlah yang diserap telah mencapai ambang atau bahkan melebihi

batas ambang maka individu yang terpapar akan memperlihatkan gejala keracunan

Pb yang lebih banyak menyerang bagian tubuh (Fardiaz, 2001).

Penjelasan mengapa bayi dan anak-anak lebih rentan terhadap paparan Pb, hal

ini karena beberapa alasan yaitu intake (asupan) Pb per berat badan lebih tinggi

dibandingkan dengan orang dewasa, balita sering memasukkan objek ke dalam

tubuhnya yang mengandung debu/ tanah terutama yang mengandung Pb secara

fisiologis balita memiliki uptake rate Pb lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa

Page 7: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

dan balita masih pada masa pertumbuhan dan sistem tubuhnya belum penuh

berkembang sehingga mereka masih rentan (Shilu dkk, 2000).

Hal lain menyebutkan bahwa terdapat hubungan besarnya tingkat keracunan

dengan timbulnya keluhan subjektif. Dimana tingkat keracunan Pb pada darah antara

10-20 μg/dl, keluaran yang timbul adalah hipertensi, antara 30-40 μg/dl terjadi

hipertensi sistolik dan penurunan daya dengar dan kadar keracunan Pb 40-50 μg/dl

keluhan yang muncul yaitu neuropati kelelahan otot, sakit kepala dan nyeri perut

(Sullivan, 1992).

Pb dapat memberikan efek-efek toksik pada sistem neurologis, reproduksi

hematologi, urinaria dan jantung. Sistem saraf adalah yang paling sensitif dapat

menyebabkan lead encephalophaty yaitu suatu penyakit otak dengan gejala cerebral

edema, pingsan dan kehilangan keseimbangan. Penyakit ini umumnya menyerang

pada anak-anak dimana keracunan Pb sudah tinggi dan tidak segera diobati dan

berdampak pada kematian, ataupun jika tidak sembuh sempurna terkadang disertai

cacat akibat kerusakan otak, seperti ataksia dan penurunan daya pikir (Palar, 1994).

c. Penanganan kasus dan tindakan pencegahan

Pengobatan keracunan Pb akibat kerja adalah menghentikan penambahan timah

hitam yang memasuki tubuh penderita yang pada umumnya melewati jalan

pernafasan atau pencernaan, serta mengobatinya dengan ethylendiaminetetraacetic

(EDTA) intravenous. Ethylendiaminetetraacetic akan mengikat kation Pb dalam

tulang dan jaringan lunak. Ekskresi lebih dari 600 µg Pb dalam spesimen urin 24 jam

menandakan adanya pajanan secara signifikan. Selain menggunakan EDTA, dapat

pula digunakan 2,3 dimercapto-1-propanol. Dua macam obat ini dapat mengikat Pb

yang ada pada jaringan seperti eritrosit, otot, liver, ginjal dan tulang trabekular.

Namun pada pasien dengan pajanan yang lama, sebagian besar Pb disimpan pada

tulang padat dan otak. Keberhasilan terapi ini tergantung pada beratnya gejala klinik,

derajat disfungsi organ terminal, kadar Pb dalam darah dan sifat pajanan akut atau

kronik. Biasanya terapi ini diindikasikan untuk pasien dengan kadar Pb dalam darah

lebih dari 80 μg/dl (DeRoos, 1997).

Tindakan pengendalian yang dapat diambil guna mencegah intoksikasi Pb bisa

berupa : (a) Pengawasan ketat terhadap sumber debu atau uap Pb, (b) peningkatan

higiene industri dan higiene perorangan seperti pakaian khusus dengan aliran udara

tekanan positif bagi pekerja yang membersihkan tangki-tangki penyimpanan TEL,

tidak boleh makan, minum dan merokok di tempat kerja, (c) pemeriksaan sebelum

penempatan meliputi riwayat medis dan pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus

pada sistem hematopoetik dan kadar Hb darah, (d) pemeriksaan berkala setiap tahun

untuk mencari tanda dan gejala pajanan Pb dan uji laboratorium untuk mengukur

absorbsi Pb yang berlebihan serta pemeriksaan untuk memastikan efek toksik Pb, (e)

Page 8: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

uji saring dengan frekuensi uji saring tergantung terhadap tingkat pajanan potensial

dan hasil pemeriksaan kesehatan dan hasil uji saring sebelumnya, dan (f) pendidikan

cara mengenal bau uap TEL atau gasoline dan cara pencegahan keracunan (DeRoos,

1997).

Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan dilakukannya

program medical surveillance. Program ini harus dilakukan pada pekerjaan dengan

resiko tinggi dimana pekerja mungkin terpajan Pb di udara lebih dari 30 μg/m3 atau

lebih dari 30 hari per tiap tahun. Para pekerja harus dilakukan tes Pb darah dan FEP

pada waktu-waktu tertentu (DeRoos, 1997). Intervensi yang dapat dilakukan

terhadap hasil medical surveillance dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Hasil pemeriksaan kadar Pb darah orang dewasa dan intervensinya

berdasarkan standar Pb menurut OSHA (DeRoos, 1997).

Kadar Pb darah Intervensi>60 µg/dL atau jika rata-rata tiga sampel darah atau semua sampel darah selama 6 bulan.

Terapi secara medis, pemeriksaan Pb darah tiap bulan.

>50 µg/dL. ->40 (µg/dL ttapi < kadar Pb yang harus diterapi medis.

Pemeriksaan Pb darah tiap 2 bulan.

<40 µg/dL Pemeriksaan Pb darah tiap 6 bulan, pekerja yang telah diterapi secara medis boleh kembali bekerja.

B. Hemoglobin (Hb)

1. Sel darah merah

Darah terdiri dari elemen padat (sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit)

dan elemen cair (plasma). Fungsi utama darah adalah untuk transportasi; sel darah

merah mengandung pigmen pengangkut oksigen yang disebut dengan hemoglobin

merupakan 90% dari protein sel darah merah, berupa senyawa protein yang kompleks.

Hemoglobin di samping sebagai pembawa oksigen pada sel darah merah, juga

mentranspor CO2, suatu produk sampah dari metabolisme, ke paru untuk direspirasi

(Sylvia, 2006; Sacher, 2004).

Pada orang dewasa sebagian besar sel darah merah dihasilkan di sumsum tulang

membranosa seperti vertebra, tulang sternum, tulang iga dan pelvis. Dengan

meningkatnya usia, sumsum tulang-tulang ini menjadi kurang produktif. Secara genetik

sel darah merah berasal dari sel yang disebut hemositoblast. Secara kontinyu

hemositoblast dibentuk dari stem sel primordial yang terdapat di seluruh sumsum

tulang. Hemositoblast mula-mula membentuk eritroblast basofil yang mulai mensintesis

hemoglobin. Eritroblast kemudian menjadi eritroblast polikromatofilik (karena

mengandung campuran zat basofilik dan hemoglobin). Kemudian inti sel menyusut dan

hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak, dan sel menjadi normoblast.

Page 9: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

Selama stadium permulaan berbagai sel terus menerus membelah sehingga jumlah sel

makin lama makin banyak. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin

sampai konsentrasi kira-kira 34%, inti menjadi sangat kecil dan akhirnya dibuang. Maka

sel yang terakhir terbentuk yaitu eritrosit bila keluar dengan proses diapedesis

(menerobos melalui pori-pori membran) masuk ke dalam kapiler darah hampir tidak

mengandung zat inti. Sebagian eritrosit yang masuk ke dalam aliran darah mengandung

retikulum basofilik dalam jumlah kecil yang tersebar di antara hemoglobin dalam

sitoplasma. Retikulum ini merupakan sisa-sisa retikulum endoplasma yang

menghasilkan bagian globin dari hemoglobin pada sel yang muda, dan hemoglobin terus

menerus dihasilkan selama retikulum tetap ada, lamanya mencapai 2 hari. Pada stadium

ini sel disebut retikulosit (Guyton, 2008).

Sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel sampai

34 gram/dL sel. Konsentrasi hemoglobin tidak pernah meningkat melampaui nilai ini

karena adanya pembatasan metabolik dari mekanisme pembentukan hemoglobin dalam

sel. Bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, persentase

hemoglobin dalam sel dapat turun sampai serendah 15gr/dL atau kurang (Guyton,

2008).

2. Struktur hemoglobin

Nomenklatur (penamaan) mengenai hemoglobin (abnormal) Hemoglobin janin

dan dewasa mendapat nama-nama Hb F, Hb A Hemoglobin abnormal yang pertama kali

ditemukan (1949) inilah yang berasal dari anemia sel sabit dan mendapatkan Hb S.

Jenis-jenis lainnya mendapatkan huruf abjad C, D, E, dan sebagainya (B tidak

digunakan berhubung adanya kelompok darah (ABO). Hemoglobin abnormal yang

memberikan jalan sampai terjadinya methemoglobinemia, dinamakan Hb N (Suciani,

2007).

Setelah digambarkan mengenai Hb Q, maka kita beralih kepada nama tempat

diketemukannya H (Hemoglobin Punjab, Hb-Zurich, Hb-Koln). Pembagian Hb D, Hb E

dan sebagainya didasarkan atas perbedaan dalam gerak elektro foretik. Kemudian

ternyata bahwa, pada analisa asam amino, terdapat berbagai jenis D, E dan sebagainya.

Lalu kita berikan kepada deretan abnormal itu nama-nama sebagai berikut, misalnya :

Hb G λ Norfolk, Hb Mβ Saskatoon, Hb Fγ Roma, Hb A2 δ Flatbush (Suciani, 2007).

Kekurangan deretan γ (γ talasemi) menyebabkan berlebihan akan deretan

sehingga terbentuk tertramer β4. Kita namakan hal ini Hb H. Pada penderita ini juga

terdapat suatu ketidakmampuan untuk membentuk Hb F normal, dan sebagai gantinya

terjadi Hb γ4 (hemoglobin). Kekurangan akan deretan β (β talasemi) menyebabkan

kelebihan akan deretan γ(tetramer γ) tidak stabil, cepat mengadakan denaturalisasi dan

hanya terlihat dalam sumsum tulang saja sebagai tubuh Heinz (Heinz-bodies). Sel-sel

Page 10: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

ini ditangkap di dalam limpa, sehingga karenanya tidak terlihat dalam sirkulasi. Kadar

Hb A2 dan F biasanya agak meningkat (Suciani, 2007).

3. Fungsi hemoglobin

Di dalam menjalankan fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh,

hemoglobin di dalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia

khusus. Reaksi tersebut Hb + O2 ↔ HbO2 yang dapat berlangsung dalam 2 arah.

Reaksi yang berlangsung dalam arah ke kanan, merupakan reaksi penggabungan atau

asosiasi terjadi di dalam alveolus paru-paru, tempat berlangsungnya pertukaran udara

antara tubuh dengan lingkungan. Sebaliknya, reaksi yang berjalan dari kiri ke kanan

merupakan reaksi penguraian atau disosiasi, terutama terjadi di dalam berbagai jaringan.

Hemoglobin yang tidak atau belum mengikat oksigen disebut deoksihemoglobin

(deoksiHb atau Hb saja), sedangkan hemoglobin yang mengikat oksigen disebut

oksihemoglobin (HbO2) (Sadikin, 2002).

Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan karbondioksida

(CO2), karbonmonoksida (CO) dan bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat

yang terionisasi yang terbentuk dari CO2 pada tingkat jaringan (Sherwood, 2014).

Pada fungsi transport CO2, hanya sebagian kecil saja yang berikatan langsung

dengan molekul hemoglobin melalui ikatan karbamino berupa Hb CO2. Sebagian yang

lain mengangkut CO2 sebagai bentuk terlarut dalam plasma. Tetapi berbeda dengan

oksigen, CO2 tidaklah larut secara fisik dalam bentuk senyawa tersebut, tetapi sebagai

ion bikarbonat (HCO3-) yang pembentukannya sangat memerlukan sel darah merah

(Sherwood, 2014).

4. Pembentukan hemoglobin

Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium

pematangan. Sintesis hemoglobin dimulai dari eritroblast dan terus berlangsung sampai

tingkat normoblas dan retikulosit. Retikulosit adalah stadium terakhir dari

perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri

dari serat-serat retukular. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama 24

sampai 48 jam pematangan, retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah

yang matang. Gambar 2.2. memberikan gambaran jelas sintesis hemoglobin.

Page 11: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

Gambar 2.2. Sintesis hemoglobin (Guyton, 2008).

5. Zat-zat pembentuk hemoglobin

Menurut Guyton, zat-zat yang bekerja sebagai katalisator atau enzim dalam

pembentukan hemoglobin adalah:

a. Besi

Besi dalam molekul hemoglobin sangat penting untuk menjalankan fungsi

pengikatan dan pelepasan oksigen. Sebenarnya, hanya dengan molekul besi yang

ada di dalam hemoglobin itulah oksigen diikat dan dibawa. Maka bila terjadi

kekurangan besi, jumlah hemoglobin juga akan berkurang, sehingga jumlah

oksigen yang dibawa berkurang juga. Hal ini tampak jelas, misalnya dalam keadaan

kekurangan (defisiensi) besi, yang menimbulkan keadaan kekurangan darah atau

anemia, yang lebih tepat disebut sebagai kekurangan hemoglobin. Besi yang berada

dalam molekul hemoglobin juga dapat mengalami oksidasi sehingga terbentuk

hemoglobin teroksidasi atau methemoglobin. Dalam keadaan teroksidasi ini,

hemoglobin tidak lagi dapat menjalankan fungsinya untuk mengikat oksigen.

Keadaan ini dapat terjadi, misalnya bila ada oksidator yang seringkali berupa obat-

obatan.

b. Tembaga

Manusia dewasa rata-rata memerlukan kira-kira 2 mg tembaga perhari dalam

makanannya. Penambahan sedikit tembaga dalam makanan penderita anemia

hipokrom kadang-kadang mempercepat pembentukan hemoglobin.

Page 12: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

c. Piridoksin

Kekurangan piridoksin dalam diet akan mengurangi kecepatan pembentukan

sel darah merah dan menekan kecepatan pembentukan hemoglobin.

d. Kobalt

Kekurangan kobalt dalam diet akan sangat menekan pembentukan

hemoglobin. Kelebihan kobalt dalam jumlah besar dapat menyebabkan

pembentukan sel darah merah yang lebih besar dari normal dan mengandung

hemoglobin yang normal.

e. Nikel

Nikel dapat menggantikan kobalt dalam membantu sintesis hemoglobin

dalam sumsum tulang (Guyton, 2008).

6. Hemoglobin darah

Kadar hemoglobin darah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur, jenis

kelamin, kehamilan, menstruasi, asupan makanan, kebiasaan minum teh atau kopi

(dapat menurunkan penyerapan besi), kebiasaan merokok dan penyakit infeksi. Selain

itu ada beberapa masalah klinis yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin seperti

anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan intravena berlebihan dan penyakit

atau infeksi kronis; juga pemberian obat-obatan dalam waktu yang lama seperti

antibiotika, aspirin, sulfonamide, primaquin, dan kloroquin. Kurangnya asupan

makanan yang mengandung Fe juga dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin.

Tingkat absorbsi Fe dipengaruhi oleh faktor penunjang seperti vitamin C serta faktor

penghambat seperti tanin, phytat, dan serat. Kadar normal hemoglobin pada laki-laki

13-16 g/dL dan pada perempuan 12-14 g/dL (Easter, 1997).

Pada beberapa atlet dilaporkan mempunyai gejala kelelahan dan lemah yang dapat

memengaruhi penampilan latihan. Sport anemia, dalam pemeriksaan didapatkan kadar

serum ferritin, hemoglobin dan besi serum yang rendah. Hal ini terjadi karena pada atlet

dengan latihan yang berat terjadi hemodilusi yang disebabkan karena peningkatan

volume plasma. Pada pelari terjadi peningkatan volume plasma sampai 20% (Burke,

1994).

Setiap kondisi yang memengaruhi transport oksigen atau volume plasma dapat

mengubah kadar hemoglobin (Guyton, 2008).

a. Kehilangan darah.

Pada kehilangan darah akut menyebabkan berkurangnya volume darah yang

berakibat pada peredarannya, misal syok. Baru setelah ini diperbaiki, maka sebagai

akibat dari penahanan air dan garam, timbul pengenceran darah dan anemia. Pada

kehilangan darah kronis, terjadi anemia setelah sumsum tulang tidak dapat lagi

mengimbangi kehilangan itu, biasanya karena persediaan besi telah habis.

b. Pembentukan yang terganggu.

Page 13: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

1). Sebagai akibat defisiensi dari bahan-bahan pembangun yang penting. Misal

besi, vitamin B12, asam folat, putih telur, vitamin C.

2). Sebagai akibat berbagai penyakit sumsum tulang, anemia aplastik, leukimia

akut dan kronis, karsinoma metastasis, dan lain-lain.

3). Sebagai akibat dari kerusakan sumsum tulang, misal oleh sitostatika, infeksi,

uremia, penyakit hati kronis, dan penyakit autoimun.

4). Sebagai akibat dari gangguan endokrin, misalnya hipogonadisme,

hipopituitarisme, hipotioridi, dan hipoadrenalisme (Guyton, 2008).

Page 14: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

DAFTAR PUSTAKA

Baselt Re. Biological Monitoring Methods For Industrial Chemical, Second Edition. 1988.

Litteton Ma : Psg Publishing Co.

Briggs, T. And Chmolcr A.M. Biochemistry. Third Edition. Spinger Verlag. New York. Berlin

Heidelberg, London. Paris, Tokyo. Barcelona. 1995. P : 25-40.

Burke, L and Deakin, V. 1994. Clinical Sports Nutrition. Mc Graw-Hill Book Company. New

York. p.174 – 190.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

DeRoss Fj. (1997). Smelters and Metal Reclaimenrs. In Occupational, Industrial , and

environmental toxicology . New York : Mosby-Year book, p 291-3330.

Easter N. 1997. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik dengan implikasi keperawatan. Edisi

ke 2. Penerbit EGC. Jakarta. p. 22-24

Fardiaz. 2001. Polusi Air dan Udara. Jogyakarta: Kanisius.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

Nordberg M. Chemical Properties And Toxicity In : Stillman Jm Ed Encyclopedia of

Occupational Health And Safety 4th Ed. 1998. Geneva. 25-52.

OSHA. 2005. Lead. http://www.OSHA.gov/SLTC/safety and health topics construction. Tanggal

akses 23 Maret 2016.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. p: 20-30.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta. p: 78-86.

Sacher, R.A and McPherson, R.A. 2004. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi

11. Alih bahasa : Brahm U.P dan Dewi W. EGC Penerbit buku kedokteran. Jakarta.

Sadikin, M. 2002. Biokimia Darah. Widya Medika. Jakarta. p. 12-24.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Alih bahasa Brahm, U. EGC

Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Shilu Tong, Yasmin E. Von Schirnding, Taippawan Propamontol. Bulletin of The World Health

Organization Environmental Lead Exposure, a Public Health Problem of Global

Dimension. 2000.

Suciani, S. 2007. Kadar Timbal dalam Darah Polisi Lalu Lintas dan Hubungannya dengan Kadar

Hemoglobin. Tesis Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang.

Sullivan J.B. and Kreger G.R. 1992, Hazardous Material Toxicology Clinical Principles of

Environmental Health. William and Wilkins. Baltimore, Maryland USA.

Sylvia, A.P. Lorraine, M.W. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4.

EGC Penerbit Buku Kedokteran. Diterjemahkan oleh Peter Anugerah. Jakarta. p: 223-230.

Widowati, W., dkk. (2008). Efek Toksik Logam. Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal. 109- 110, 119-

120, 125-126.

Page 15: [Revisi] BAB II_Pb Dan Anemia

Zens Carl Md And Leon A Saryan. 1994. Occupational Medicine 3 Ed St Louis. Missouri.

Mosbya Year Book Inc. London. P : 504-538.

Nb: Bang, maaf ini dafpusnya tahun lama hehe. Nanti kalo suruh revisi, ku revisi yaa

bang. Makasih.