Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

89
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Malang DPRD dalam Perspektif Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah bagian dari pemerintahan daerah bersama dengan Pemerintah Daerah. (Pasal 1 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004). DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan Daerah memiliki tanggungjawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat. Fungsi DPRD terdiri dari 1) legislasi diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah, 2) anggaran diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah Daerah, 3) Pengawasan Diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. 64

description

aaaa

Transcript of Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

Page 1: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Malang

DPRD dalam Perspektif Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah

bagian dari pemerintahan daerah bersama dengan Pemerintah Daerah. (Pasal 1

ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004). DPRD merupakan Lembaga Perwakilan

Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan Daerah

memiliki tanggungjawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam

membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat.

Fungsi DPRD terdiri dari 1) legislasi diwujudkan dalam membentuk

peraturan daerah bersama kepala daerah, 2) anggaran diwujudkan dalam

menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah Daerah, 3) Pengawasan

Diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang,

Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan

oleh Pemerintah Daerah.

Alat kelengkapan DPRD Kabupaten Malang berdasarkan Pasal 45 ayat

(1) dan (3) Peraturan DPRD Kabupaten Malang No 40 tahun 2014

1. Pimpinan

Pimpinan DPRD terdiri dari ketua dan wakil ketua, dengan komposisi 1

ketua yang berasal dari partai pemenang pemilu dan 3 wakil ketua dari

partai pemenang pemilu urutan kedua dan seterusnya.

Tugas:

64

Page 2: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

a. memimpin sidang dan memutuskan hasil sidang untuk diambil

keputusan

b. menyusun rencana dan pembagian kerja

c. koordinasi agenda dan materi kegiatann alat kelengkapan DPRD

d. juru bicara

e. pelaksanaan dan pemasyarakatan keputusan DPRD

f. wakil DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lain

g. konsultasi dengan bupati dan pimpinan lembaga/instansi

h. mewakili DPRD di pengadilan

i. pelaksana keputusan DPRD berkaitan dengan sanksi atau rehabilitasi

anggota

j. menyusun rencana anggaran bersama sekretariat, pengesahan

dilakukan dalam paripurna

k. menyampaikan laporan kinerja DPRD dalam paripurna khusus

2. Badan Musyawarah

Alat kelengkapan yang bersifat tetap beranggotakan unsur-unsur

fraksi berdasarkan perimbangan dengan jumlah paling banyak setengah dari

total anggota DPRD dan ditetapkan dalam rapat paripurna. Badan

Musyawarah dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua DPRD.

Tugas:

a. Menetapkan agenda pelaksanaan sidang, perkiraan waktu dan

jangka waktu penyelesaian Rancangan Peraturan Daerah

b. Menyampaikan pendapat kepada pimpinan berkaitan dengan

65

Page 3: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

kebijakan pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD

c. Meminta dan/atau memberikan kesempatan alat kelengkapan

DPRD untuk memberikan keterangan tentang pelaksanaan tugas

d. Penetapan jadwal rapat

e. Saran/pendapat untuk kelancaran kegiatan

f. Rekomendasi pembentukan pansus

g. Pelaksanaan tugas lain berdasarkan ketetapan paripurna

3. Komisi

Alat kelengkapan yang bersifat tetap, anggotanya adalah anggota

DPRD kecuali unsur pimpinan. Anggota DPRD wajib menjadi anggota

salah satu Komisi. Komisi dipimpin oleh ketua dan wakil dilengkapi dengan

sekretaris yang dipilih oleh anggota komisi. Jumlah komisi adalah 4 dengan

bidang kerja dan jumlah anggota sebagai berikut:

a. Komisi A, bidang pemerintahan, hukum, dan perundangundangan

beranggotakan 12 anggota DPRD

b. Komisi B, bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,

beranggotakan 11 anggota DPRD

c. Komisi C, bidang keuangan, beranggotakan 11 anggota DPRD

d. Komisi D, bidang pembangunan, beranggotakan 12 anggota DPRD

Tugas:

a. mengupayakan terlaksananya kewajiban darah sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan

b. Pembahasan RPD dan rancangan keputusan DPRD

66

Page 4: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

c. Pengawasan pelaksanaan Perda dan APBD

d. Membantu Pimpinan DPRD dalam penyelesaian masalahan

yang disampaikan Bupati/Masyarakat

e. Menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti

aspirasi masyarakat

f. Memperhatikan upaya peningkatan kesra

g. Kunjungan kerja berdasarkan persetujuan Ketua DPRD

h. Rapat kerja dan rapat dengar pendapa

i. Usulan kepada Ketua DPRD dalam ruang lingkup kerja komisi

j. Memberikan laporan tertulis tentang pelaksanaan tugas

4. Badan Pembentukan Peraturan Daerah

Alat kelengkapan bersifat tetap, dibentuk dan ditetapkan

keanggotaannya melalui paripurna dengan jumlah anggota setara anggota

komisi. Komposisi anggota merupakan usulan masing-masing fraksi.

Pimpinan terdiri dari 1 ketua dan 1 wakil dipilih dari dan oleh anggota

Badan Legislasi Daerah. Masa keanggotaan dapat diubah pada setiap tahun

anggaran.

Tugas:

a. menyusun rancangan program Pembentukan Peraturan Daerah

b. koordinasi penyusunan program Pembentukan Peraturan Daerah

c. menyiapkan rancangan Peraturan Daerah usulan DPRD

d. harmonisasi dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan

Daerah

67

Page 5: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

e. pertimbangan terhadap Rancangan Peraturan Daerah

f. pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan Rancangan

Peraturan Daerah

g. monitoring dan evaluasi pembahasan materi Rancangan Peraturan

Daerah

h. masukan kepada pimpinan DPRD atas Rancangan Peraturan

Daerah

i. laporan kinerja sebagai bahan kerja bagi Komisi

5. Badan Anggaran

Alat kelengkapan yang bersifat tetap dengan anggota yang diusulkan

masing-masing fraksi dengan pertimbangan keanggotaan pada tiap-tiap

komisi. Jumlah anggota paling banyak setengah dari jumlah anggota DPRD.

Susunan keanggotaan dan unsur pimpinan ditetapkan dalam paripurna.

Tugas:

a. Saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada

Bupati dalam persiapan RAPBD

b. Konsultasi kepada komisi terkait dalam rangka pembahasan

rancangan kebijakan umum APBD

c. Saran dan pendapat tentang perubahan RAPBD dan RPD

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

d. Bersama dengan tim anggaran Pemerintah Daerah melakukan

penyempurnaan RPD APBD dan RPD pertanggungjawaban berdasarkan

hasil evaluasi Gubernur.

68

Page 6: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

e. Pembahasan Rancangan Kebijakan Umum APBD serta Rancangan

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara bersama dengan tim anggaran

Pemda

f. Saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran

belanja DPRD

6. Badan Kehormatan

Alat kelengkapan yang bersifat tetap dan dibentuk DPRD dan

ditetapkan melalui Keputusan DPRD. Jumlah anggota 5 orang yang dipilih

dan ditetapkan dalam rapat paripurna berdasarka usulan masing-masing

fraksi. Badan kehormatan dipimpin 1 ketua dan 1 wakil dipilih oleh

anggota. Badan kehormatan dibantu Sekretariat DPRD.

Tugas:

a. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan anggota

terhadap moral, kodeetik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD dalam

rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD.

b. Meneliti dugaan pelanggaran oleh anggota

c. Penyelidikan, varifikasi, dan klarifikasi pengaduan dari pimpinan,

anggota, dan masyarakat

d. Melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil pada poin c

kepada rapat paripurna

7. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna

Alat kelengkapan lain berupa panitia khusus yang bersifat tidak tetap,

dibentuk melalui paripurna atas usulan anggota ditetapkan melalui

69

Page 7: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

keputusan DPRD. Anggota pansus tidak melebihi setengah anggota DPRD

terdiri dari anggota komisi terkait berdasarkan usulan fraksi. Ketua dan

wakil pansus dipilih anggota. Pansus dalam melaksanakan tugas dibantu

Sekretariat.

8. Sekretariat

Sekretariat DPRD Kabupaten Malang berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 10 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang

Dalam Urusan Wajib Dan Pilihan merupakan salah satu SKPD yang bersifat

supporting staf, yaitu dalam hal memberikan dukungan administrasi teknis

kepada DPRD Kabupaten Malang atau dengan kata lain Sekretariat DPRD

Kabupaten Malang bukan lembaga politik melainkan institusi tersendiri

yang secara organisatoris merupakan organisasi Pemerintah Kabupaten

Malang yang menjalankan fungsi pelayanan kepada Anggota DPRD

Kabupaten Malang.

Tugas:

a. Penyelenggaraan administrasi kesekretariatan DPRD

b. Penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD

c. Penyelenggaraan rapat-rapat DPRD

d. Penyediaan dan pengkoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh

DPRD

B. Pengawasan DPRD Terhadap Kebijakan Daerah dan Bupati

Sub bab ini memaparkan tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD

Kabupaten Malang terhadap pelaksanaan kebijakan pembangunan di

70

Page 8: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

Kabupaten Malang. Sub pokok bahasan yang diangkat berkaitan dengan tata

aturan dan dan kelembagaan, pelaksanaan pengawasan, dan hambatan-

hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan.

1. Tata Aturan dan Kelembagaan

Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan

Bupati diatur dalam pasal 7 ayat 1 huruf a dan b Peraturan DPRD

Kabupaten Malang No.40. Fungsi tersebut menjadi dasar bagi adanya tugas

dan wewenang DPRD Kabupaten Malang untuk melaksanakan pengawasan

terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundangundangan

lain, Peraturan Bupati, APBD, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam

melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional

daerah.

Berkaitan dengan kewenangan tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah daerah

menjadi tanggung jawab melekat pada DPRD Kabupaten Malang sesuai

dengan fungsi yang dimiliki yaitu fungsi pengawasan. Hal ini menunjukkan

bahwa disamping memiliki kedudukan sebagai lembaga legislatif, DPRD

Kabupaten Malang juga merupakan unsur pemerintahan dengan kedudukan

yang sejajar dengan Pemerintah Daerah sebagai pengawas berbagai

kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah.

DPRD memiliki perangkat kerja atau yang disebut sebagai alat

kelengkapan lembaga sebagai bagian dalam pelaksanaan berbagai fungsi

yang dimiliki. Alat kelengkapan DPRD yang bertugas dalam kaitannya

71

Page 9: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

dengan pengawasan pelaksanaan otonomi daerah yang bekerjasama dengan

Pemerintah Daerah adalah Komisi. Tugas tersebut sebagaimana diatur

dalam Peraturan DPRD No.40 Pasal 58 bahwa salah satu tugas komisi

adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan

APBD sesuai dengan ruang lingkupnya. Sesuai dengan bidang yang

diangkat dalam penelitian ini yaitu bidang pembangunan, maka fungsi

pengawasan dilaksanakan dan menjadi tugas Komisi D (Pasal 57 ayat 4

huruf d)

Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa fungsi

pengawasan di bidang pembangunan dalam konteks pelaksanaan otonomi

daerah di Kabupaten Malang telah diatur jelas terkait dengan fungsi itu

sendiri (pasal 7 ayat 1 huruf a dan b) maupun alat kelengkapan yang secara

sistematis memiliki tugas dan kewenangan dalam pengawasan pelaksanaan

kebijakan di bidang pembangunan yaitu Komisi D (pasal 57 ayat 4 huruf d

dan pasal 58)

2. Implementasi Fungsi Pengawasan

Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti

pelaksanaan atau penerapan, umumnya dikaitkan dengan suatu kegiatan

yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Implementasi dalam

bahasa aslinya adalah to implement yaitu menimbulkan dampak atau akibat

yang diharapkan terhadap sesuatu hal. Proses implementasi atau

pelaksanaan menurut Van Meter dan Van Horn merupakan tindakan oleh

organisasi, publik, atau kelompok individual untuk mencapai sasaran yang

72

Page 10: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

ditetapkan atau direncanakan sebelumnya.

DPRD memiliki tiga fungsi pokok yaitu legislasi, anggaran, dan

pengawasan. Fungsi DPRD sebagai legislasi dan anggaran merupakan

pelaksanaan dari fungsi DPRD sebagai pembuat kebijakan publik Fungsi

legislasi adalah fungsi pembuatan kebijakan-kebijakan penyelenggaraan

pemerintahan daerah dalam bentuk berbagai peraturan daerah dan peraturan

kepala daerah. DPRD sebagai wakil rakyat berperan dalam menampung

aspirasi masyarakat sehingga berbagai kebijakan dapat mewakili

kepentingan masyarakat atau kepentingan umum dan bukan untuk

kepentingan golongan saja.

Fungsi anggaran menempatkan DPRD dalam peran penyusunan

anggaran. Pokok-pokok pemikiran dalam hal ini adalah tiga fungsi dasar

penganggaran, yaitu (a) fungsi alokasi penyediaan sarana dan prasarana

yang dibutuhkan masyarakat, (b) fungsi distribusi pemerataan pendapatan

antar warga negara, dan (c) fungsi stabilitas penyediaan kesempatan kerja,

kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi.

Disamping fungsi DPRD sebagai legislasi dan anggaran terdapat

fungsi pengawasan. Berbagai bentuk pengawasan politik yang dapat

dimanfaatkan oleh lembaga ini ialah dengan bertanya, interpelasi, angket

dan mosi tidak percaya. Kapasitas pengawasan dalam kaitannya dengan

fungsi yang dimiiki DPRD dipengaruhi oleh hubungan struktural-fungsional

antara DPRD dengan partai politik, pemerintah dan masyarakat sipil.

Fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten Malang

73

Page 11: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

dilaksanakan secara bertahap yang diatur berdasarkan program kerja

tahunan. Pengawasan yang dilakukan terhadap implementasi Peraturan

Daerah serta Keputusan Bupati serta didasarkan penilaian awal berkaitan

dengan indikasi Peraturan Daerah yang tidak efektif dijalankan. DPRD

melakukan pemanggilan terhadap Pemerintah Daerah yang biasanya

mengundang dinas terkait, yang selanjutnya dilaksanakan peninjauan

lapangan jika diperlukan, dalam hal ini untuk melihat langsung atas

implementasi suatu peraturan daerah.

Fungsi pengawasan terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten

Malang merupakan bagian penting dari keseluruhan fungsi yang dimiliki

DPRD Kabupaten Malang. Kegiatan ini prinsipnya adalah sebagai tindakan

pencegahan agar setiap kebijakan yang ditetapkan dan implementasinya

benar-benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan sehingga dapat dilakukan

lebih terarah dan tidak menyimpang.

Tindakan pengawasan meliputi tiga tahapan penting menurut sifatnya

yaitu perencanaan kerja, pelaksanaan, dan evaluasi. Berdasarkan informasi

narasumber

Proses pengawasan dimulai dengan tahap perencanaan untuk menjamin efektivitas kerja pengawasan. Perencanaan menjadi dasar guna menentukan tindakan-tindakan apa saja yang perlu dilaksanakan. Perencanaan didasarkan pada pengkajian berbagai peraturan daerah yang ada, diawali dengan pandangan umum, kajian dan evaluasi normatif. Selanjutnya hasil kajian dibawa dalam rapat komisi atau rapat dengan pimpinan DPRD jika dipandang perlu. (Siadi, wawancara pada 1 Agustus 2015)

Sejalan dengan pendapat tersebut, Kriswiyanto menyatakan bahwa

pada tataran perencanaan khususnya berkaitan dengan kajian dan evaluasi

74

Page 12: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

normatif:

Perencanaan tindakan pengawasan dilakukan untuk memberikan garis besar berkaitan dengan tindakan-tindakan pengawasan apa saja yang diperlukan sehingga dapat ditentukan apa bentuk tindakan pengawasan, kapan dilaksanakan, dan seberapa besar kebutuhan anggaran. Tujuan dari perencanaan tersebut secara umum adalah pencapaian efisiensi kerja dan efektivitas dalam implementasi pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dan realisasinya. (wawancara pada 4 Agustus 2015)

Tahap selanjutnya dari pelaksanaan fungsi pengawasan secara nyata

sebagaimana dikemukakan narasumber adalah pelaksanaan tindakan-

tindakan pengawasan. Dalam konteks ini Siadi menyatakan bahwa:

Implementasi rencana kerja pengawasan didasarkan pada perencanaan yang telah dilakukan. Artinya adalah apa yang dirumuskan dan ditetapkan dalam tahap perencanaan diwujudkan melalui tindakan. Selanjutnya output yang dihasilkan menjadi bahan evaluasi komisi bersangkutan untuk

Berdasarkan uraian narasumber disimpulkan bahwa fungsi

pengawasan merupakan satu rangkaian aktivitas yang dimulai dari

perencanaan kerja. Dalam konsep ini perencanaan kerja menjadi alat bagi

terbentuknya garis besar tindakan pengawasan yang menjadi kerangka kerja

bagi pelaksanaan tindakan pengawasan secara nyata, termasuk didalamnya

bentuk tindakan, waktu, dan anggaran terkait dengan pengawasan.

Selanjutnya kerangka kerja pengawasan tersebut dieksekusi dalam bentuk

pelaksanaan tindakan pengawasan.

Dalam konteks pengawasan kebijakan pemerintah daerah di bidang

pembangunan, penulis menggunakan pendekatan praktis atau tindakan nyata

berkaitan dengan pengawasan tersebut. Dengan demikian konsep

implementasi atau pelaksanaan pengawasan merupakan tindakan-tindakan

75

Page 13: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

pengawasan oleh Komisi D yang membidangi pembangunan yang

sasarannya adalah tercapainya sasaran kebijakan pembangunan daerah yang

sesuai dengan kaidah dan norma aturan yang ditetapkan.

3. Mekanisme Pengawasan DPRD

Pengawasan oleh DPRD pada dasarnya memenuhi rincian fungsional

yang berlaku secara umum. Tata Tertib DPRD Kabupaten Malang mengatur

bahwa pengawasan dilaksanakan oleh perangkat DPRD yaitu komisi yang

mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang

komisi masing-masing.

a. Perencanaan Kerja Pengawasan

Komisi merupakan perpanjangan tangan DPRD dalam melakukan

pengawasan terhadap pemerintah daerah. Secara umum dapat dikatakan

bahwa pengawasan oleh DPRD yang dilaksanakan oleh komisi untuk

memberikan pandangan umum, mempelajari dan mengevaluasi secara

berkelanjutan beberapa aspek dalam berbagai kebijakan daerah dan

implementasinya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Siadi memberikan masukan sebagai

berikut:

“DPRD melaksanakan pengawasan untuk menilai penerapan dan keefektifan peraturan perundang-undangan. Pada tataran perencanaan, tindakan alat yang digunakan adalah rapat komisi untuk melakukan penilaian awal tentang indikasi adanya peraturan yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma-norma pemerintahan maupun kepentingan masyarakat. Indikasi bisa muncul dari internal maupun eksternal.”

76

Page 14: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

Dalam kesempatan wawancara lainnya, Kriswiyanto menyatakan

hal yang tidak jauh berbeda:

“… melalui rapat komisi dilaksanakan penilaian awal apakah peraturan atau kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah memiliki indikasi penyimpangan; ukurannya adalah peraturan yang lebih tinggi dan kepentingan masyarakat. Indikasi bisa berasal dari rapat kerja rutin internal atau dari keluhan masyarakat yang berhasil dihimpun oleh komisi.”

Sementara itu informasi oleh Andy menunjukkan hal yang sama

terkait dengan mekanisme perencanaan pengawasan yang diawali dengan

rapat kerja komisi secara umum yang didalamnya juga dibahas tentang

indikasi penyimpangan kebijakan baik yang bersumber dari temuan

anggota sendiri maupun keluhan masyarakat. Sebagai tambahan

narasumber menyatakan bahwa:

“Rapat kerja komisi yang menjadi alat penilaian temuan/keluhan berkaitan dengan peraturan atau kebijakan yang menyimpang tersebut memberikan hasil output tentang pandangan umum peraturan/kebijakan. Jika mendesak atau diperlukan dapat dilanjutkan dengan rapat pimpinan untuk memperoleh pertimbangan lebih lanjut. Setelah itu diperoleh rekomendasi hasil rapat yang diterjemahkan dalam rencana kerja pengawasan mencakup tindakan-tindakan pengawasan, pihak-pihak terkait yang menjadi objek pengawasan, serta anggaran yang terserap.”

Berdasarkan uraian narasumber peneliti menyimpulkan bahwa

perencanaan dilakukan melalui rapat kerja komisi dengan terlebih dulu

melakukan kajian berkaitan dengan temuan maupun keluhan masyarakat

yang menjadi indikator dari adanya potensi penyimpangan kebijakan.

Hasil penilain tersebut yang diputuskan dalam rapat internal komisi

terkait yang juga dapat dilanjutkan dengan rapat dengan pimpinan untuk

77

Page 15: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

menilai tentang keefektifan peraturan daerah yang berhubungan dengan

komisi masing-masing. Berdasarkan hasil rapat kerja tersebut ditentukan

apakah peraturan dan kebijakan daerah maupun kepala daerah termasuk

pelaksanaannya sesuai dengan maksud dan tujuan dari peraturan daerah

itu sendiri dan tidak menyimpang dari peraturan nasional.

Penilaian tentang peraturan dan kebijakan daerah dalam konteks ini

juga dilakukan terhadap aturan-aturan pendukung yang mencakup

peraturan administratif dan pelaksana yang ditetapkan melalui Keputusan

Kepala Daerah. Hasil rapat kerja komisi menghasilkan rekomendasi-

rekomendasi tindakan yang tertuang dalam rencana kerja pengawasan.

Rencana kerja pengawasan menampung berbagai hal pokok mencakup:

1) jenis tindakan yang diperlukan dalam eksekusi pengawasan serta

waktu pelaksanaannya, 2) koordinasi dengan instansi atau pihak

pelaksana aturan dan kebijakan yang menjadi objek pengawasan, serta 3)

anggaran kegiatan yang dialokasikan.

b. Tindakan Pengawasan

Pelaksanaan kegiatan pengawasan DPRD dirangkai dalam

berbagai kegiatan mencakup dengar pendapat, kunjungan kerja,

pengawasan tentang pengelolaan barang dan jasa, pengawasan tentang

proses pengadaan barang dan jasa dan pengawasan tentang kinerja

pemerintah, serta reses. Jika diperlukan DPRD dapat membentuk panitia

khusus.

Sementara itu terkait dengan komisi, tindakan pengawasan secara

78

Page 16: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

umum terbagi menjadi dua bentuk kegiatan yaitu dengar pendapat dan

kunjungan kerja. Hal ini dinyatakan oleh Siadi sebagai berikut:

“Komisi melaksanakan tindakan pengawasan sebatas dengar pendapat dan kunjungan kerja. Sedangkan bentuk-bentuk pengawasan lainnya seperti pengelolaan dan pengadaan barang dan jasa serta kinerja pemerintah di bidang terkait dengan kebijakan yang diawasi merupakan bagian dari mekanisme kunjungan kerja”

Sejalan dengan pendapat tersebut Kriswiyanto menambahkan

beberapa uraian sebagai berikut:

“Dalam sudut pandang umum ada 2 bentuk tindakan pengawasan berupa dengar pendapat dan kunjungan kerja. Keduanya merupakan hirarki, jadi artinya kunjungan kerja tidak dapat dilakukan sebelum adanya dengar pendapat. Sementara sifat khususnya ada pada pengawasan bentuk lain yang lebih praktis yaitu pengadaan dan pengelolaan barang dan jasa terkait dengan pelaksanaan proyek tertentu yang menjadi bagian dari implementasi kebijakan pemerintah serta pengawasan kinerja dari pelaksananya”

Narasumber berikutnya menyatakan hal yang tidak jauh berbeda

dan melengkapi kedua masukan narasumber sebelumnya. Andy

menyatakan bahwa:

“Dengar pendapat dilaksanakan sebelum komisi melakukan kunjungan kerja ke berbagai wilayah yang menjadi lokasi dilaksanakannya suatu eksekusi atau implementasi kebijakan. Kedua tindakan pokok tersebut dilaksanakan sesuai urutannya serta melibatkan pihak lain yaitu instansi pelaksana yang mewakili pemerintah maupun masyarakat terdampak. Tujuannya adalah agar tindakan yang dilakukan di lapangan tepat sasaran dan tidak memboroskan anggaran”

Berdasarkan uraian narasumber dapat disimpulkan bahwa

kewenangan komisi dalam pelaksanaan tindakan pengawasan

sebagaimana diumuskan dalam rencana kerja pengawasan mencakup dua

79

Page 17: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

mekanisme pokok yang dilaksanakan secara hirarkis yaitu dengar

pendapat dan kunjungan kerja. Dengar pendapat dilaksanakan dengan

melibatkan instansi terkait sebagai eksekutor kebijakan pemerintah

daerah, masyarakat, dan/atau dengan kedua unsur tersebut. Dengar

pendapat ditindaklanjuti dengan kunjungan kerja ke daerah-daerah

pelaksanaan kebijakan atau lingkungan masyarakat terdampak dari

kebijakan tersebut.

Sedangkan dalam pelaksanaan kunjungan kerja, ada beberapa

tindakan pengawasan yang berkaitan dengan pengadaan dan pengelolaan

barang dan jasa selama implementasi fisik dari kebijakan pemerintah

tersebut berlangsung. Konteks tindakan ini lebih bersifat administratif

berkaitan dengan pelaksanaan proyek termasuk upaya untuk

melaksanakan penilaian kinerja pihak-pihak yang terlibat, mencakup

instansi pelaksana maupun pihak ketiga yang mewakili pemerintah

daerah dalam pelaksanaan kerja.

Untuk melengkapi pembahasan tentang pelaksanaan tindakan

sesuai dengan rencana kerja pengawasan yang telah disusun, penulis

bermaksud menjabarkan mekanisme-mekanisme pokok atau umum

maupun khusus sebagainya disampaikan narasumber pada uraian

sebelumnya.

1) Dengar Pendapat

Dengar pendapat adalah serangkaian kegiatan yang dapat

dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD dengan lembaga,

80

Page 18: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

organisasi kemasyarakatan, perusahaan, atau perorangan. Kegiatan

dengar pendapat dilaksanakan sehubungan adanya indikasi/dugaan

penyimpangan kebijakan baik dalam bentuk peraturan daerah atau

peraturan kepala daerah itu sendiri, atau implementasinya yang

dianggap dapat merugikan Negara atau masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, dinyatakan oleh Siadi sebagai

berikut:

“Dengar pendapat melibatkan lembaga pemerintah daerah baik itu dinas, SKPD atau BUMN daerah sebagai pelaksana kebijakan yang dikaji atau bisa juga pihak swasta yang mewakili pemerintah jika menyangkut proyek yang ditenderkan. Selain itu dilibatkan juga masyarakat baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok jika indikasi penyimpangan kebijakan bersumber dari mereka. ”

Kriswiyanto menambahkan beberapa uraian berkaitan dengan

dengar pendapat sebagai berikut:

“Dalam tataran dengar pendapat yang dikaji bukan hanya informasi yang digali dari pelaksana kebijakan itu sendiri, misalnya dinas atau SKPD, tetapi juga pihak lain yang mungkin terlibat seperti perusahaan pemenang tender yang diatur dalam kebijakan. Pertimbangan dilaksanakannya dengar pendapat dapat bersumber dari komisi sendiri yaitu pandangan umum atau pengaduan masyarakat.”

Narasumber berikutnya menyatakan hal yang tidak jauh berbeda

dari kedua masukan narasumber sebelumnya. Andy menyatakan bahwa:

“Ada tiga pihak yang terlibat di dalamnya yaitu komisi, pelaksana kebijakan yang dalam hal ini pemerintah atau pihak yang mewakili, serta masyarakat. Informasi ketiga pihak tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam tindakan pengawasan oleh komisi.”

Berdasarkan informasi tersebut, dengar pendapat dilaksanakan

sehubungan adanya pengaduan dari masyarakat secara tulisan maupun

81

Page 19: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

lisan atau hasil pandangan umum Komisi terkait. Pelaksana acara

dengar pendapat adalah alat kelengkapan DPRD atau berdasarkan

pada permasalahan yang dihadapi, sehingga dapat dilaksanakan oleh

Pimpinan, Komisi atau alat kelengkapan dewan lainnya.

Dengar pendapat diadakan bersama-sama dengan instansi atau

lembaga terkait dan kelompok yang mewakili masyarakat

berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat. Demikian halnya

dengan pelaksanaan Peraturan Daerah, maupun Peraturan Bupati,

sebelum dilaksanakan kebijakan lain maka terlebih dahulu

dilaksanakan dengar pendapat.

2) Kunjungan Kerja

Kunjungan kerja adalah serangkaian kegiatan mengunjungi

suatu tempat di wilayah Kabupaten Malang. Kunjungan kerja ini

dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilaksanakan acara dengar

pendapat maupun tanpa didahului acara dengar pendapat.

Informasi Siadi sehubungan dengan dilaksanakannya kunjungan

kerja adalah sebagai berikut:

“Kunjungan kerja tidak harus menjadi kelanjutan dari dengar pendapat. Artinya dengan atau tanpa dilaksanakannya dengar pendapat, kunjungan kerja dapat dilaksanakan jika itu memang diperlukan untuk menunjang kerja komisi. Tetapi pada umumnya kunjungan kerja yang dilakukan komisi di DPRD Kabupaten Malang menjadi tindak lanjut dari dengar pendapat.”

Kriswiyanto menambahkan:

“Hampir secara keseluruhan kunjungan kerja yang dilakukan Komisi terlebih dahulu diawali atau didasarkan pada kegiatan

82

Page 20: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

dengar pendapat. Dengan demikian umumnya bersifat tindak lanjut. Tetapi dalam aturannya kunjungan kerja tidak harus didahului dengar pendapat, melainkan dapat dilakukan langsung jika jika dalam rapat kerja diputuskan untuk dilakukan”

Selanjutnya dinyatakan oleh Andy terkait pelaksanaan

kunjungan kerja bahwa:

“Kunjungan kerja pada dasarnya untuk meneliti lebih dekat berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah termasuk program-program yang terkait dengannya. Kegiatan komisi tersebut dilakukan umumnya melalui rangkaian dengar pendapat terlebih dulu meskipun pada dasarnya tidak terikat. Artinya tidak harus dengar pendapat dulu baru dilakukan kunjungan kerja, tetapi dapat dilaksanakan tanpa melalui dengar pendapat jika kunjungan kerja memang diperlukan”

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kunjungan kerja dilaksanakan untuk melihat lebih dekat atas suatu

kegiatan Pemerintah Daerah atas pelaksanaan Peraturan daerah

maupun Peraturan Bupati, termasuk di dalamnya program-program

pembangunan daerah. Melalui kunjungan kerja dapat diketahui lebih

dekat tentang permasalahan yang sesungguhnya sehingga melalui

komisi terkait DPRD dapat merumuskan tindak lanjut yang harus

dilaksanakan setelah dilaksanakan sidang paripurna.

Pelaksana kunjungan kerja adalah alat kelengkapan DPRD, yang

pelaksanaannya diserahkan kepada alat kelengkapan yang

bersangkutan yaitu komisi. Dalam Tata Tertib DPRD Kabupaten

Malang disebutkan bahwa:

a) Untuk melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, Pimpinan

83

Page 21: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

DPRD dan atau Anggota DPRD dapat melakukan kunjungan kerja

di dalam daerah maupun di lain daerah.

b) Kunjungan kerja dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan

kepentingan.

c) Untuk keperluan kunjungan kerja. DPRD menyediakan sarana

dan fasilitas.

d) Kunjungan kerja disusun dalam kelompok yang terdiri dari

beberapa Anggota DPRD dan berkewajiban menyampaikan

laporannya secara tertulis kepada Pimpinan DPRD semabat-

lambatnya 14 (empat belas) hari dari selesainya kunjungan kerja

e) Kunjungan kerja dan tata cara pelaksanaannya ditetapkan dalam

Keputusan Pimpinan DPRD.

f) Biaya Kunjungan Kerja dibebankan pada Anggaran DPRD yang

berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.

g) Tindak lanjut hasil kunjungan kerja dilaporkan dalam Rapat

Paripurna DPRD.

Berdasarkan aturan tersebut jelas bahwa kunjungan kerja komisi

merupakan salah satu kegiatan DPRD dalam rangka melaksanakan

pengawasan terhadap implementasi Peraturaan Daerah dan Peraturan

Bupati.

2) Pengawasan tentang Pengadaan dan Pengelolaan

Barang dan Jasa

Bentuk pengawasan tersebut dilaksanakan untuk menjamin

84

Page 22: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

pengadaan barang dan jasa dapat sesuai dengan baik secara kualitas

maupun secara kuantitas untuk menunjang pelaksanaan kerja

pemerintah daerah. Pengawasan barang dan jasa (procurement) sangat

penting bagi upaya perbaikan layanan publik daerah.

Pengadaan barang dan jasa bagi pemerintah daerah merupakan

bidang yang rentan terhadap penyalahgunaan sehingga mengakibatkan

kualitas pelayanan publik yang buruk dan menimbulkan

ketidakpuasan publik. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

memperbaiki proses procurement daerah, tetapi nampaknya belum

satupun upaya khusus untuk membuat kerangka hukum yang lebih

kuat dalam memberikan sanksi, meningkatkan etika profesional, dan

membangun jaringan pemangku kepentingan dalam mengembangkan

pengawasan publik terhadap pengadaan barang dan jasa.

Sebagaimana uraian tersebut DPRD Kabupaten Malang juga

melakukan pengawasan terhadap proses pengadaan barang dan jasa.

Pengawasan ini bertujuan agar proses pengadaan dapat sesuai dengan

ketetapan dan barang/jasa yang disediakan memiiki kualitas yang

sesuai standar.

Pengawasan pengelolaan barang dan jasa adalah kegiatan yang

dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Malang melalui Komisi.

Pengawasan pengelolaan barang dan jasa bersifat preventif dengan

tujuan agar barang dan jasa dimanfaatkan secara maksimal.

3) Pengawasan terhadap Kinerja Pemerintah Daerah

85

Page 23: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

Bentuk Pengawasan ini dilaksanakan oleh DPRD terhadap

Kinerja Pemerintah Daerah melalui komisi dengan cara mengamati

dan mengevaluasi secara langsung pelayanan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam rangka pelayanan publik. Dalam konteks

tindakan pengawasan oleh komisi, kinerja pemerintah yang dimaksud

diarahkan pada instansi terkait yang menjadi pelaksana kebijakan

pemerintah maupun pihak lain yang bertindak atas nama pemerintah.

c. Evaluasi Pengawasan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari rangkaian pelaksanaan

pengawasan secara menyeluruh. Tanpa mengadakan suatu evaluasi

terhadap suatu kebijakan mustahil akan diperoleh dampak, baik yang

merupakan suatu aktivitas empiris yang dilakukan oleh pembuat

kebijakan. Fungsi dari evaluasi kebijakan adalah untuk memberikan

masukan bagi penyempurnaan kebijakan. Selain itu evaluasi kebijakan

dipergunakan untuk mengukur keberhasilan dalam kondisi pelaksanaan

dan menyelidiki apakah kebijakan dilaksanakan sesuai dengan yang

diinginkan dan direncanakan (Wibawa, 1994:3)

Sehubungan dengan hasil akhir dari tindakan pengawasan yang

dilakukan tersebut, masing-masing narasumber menyatakan hal sama

bahwa Komisi dalam kerangka pelaksanaan fungsi pengawasan

menghasilkan kesimpulan kerja yang diajukan dalam rapat paripurna.

Terkait dengan hal tersebut, Siadi memberikan informasi sebagai

berikut:

86

Page 24: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

“Setelah seluruh rangkaian tindakan (dengar pendapat dan kunjungan kerja) berakhir komisi menghasilkan output kesimpulan kerja dalam bentuk laporan yang diserahkan kepada rapat paripurna untuk ditindaklanjuti. Keputusan lebih lanjut terkait dengan kebijakan yang diawasi bergantung pada keputusan rapat paripurna.”

Sementara itu Kriswiyanto memberikan pernyataan yang lebih luas

dengan menjelaskan bahwa:

“Kesimpulan kerja menjadi akhir rangkaian tindakan pengawasan oleh komisi kerja DPRD Kabupaten Malang untuk isu-isu terkait. Laporan tersebut diserahkan pada rapat paripurna untuk diputuskan sebagai keputusan DPRD sebagai kelembagaan secara utuh.”

Narasumber berikutnya, Andy memberikan penjelasan yang sama

dengan tambahan terkait kemungkinan hasil akhir dari rapat paripurna

terkait dengan laporan yang diserahkan oleh komisi. Berikut

pernyataannya:

“Kesimpulan kerja pengawasan oleh komisi diserahkan pada rapat paripurna untuk diputuskan. Dalam hal keputusan yang diambil oleh DPRD secara kelembagaan utuh, terdapat dua kemungkinan yaitu pembentukan panitia khusus jika dirasa isu-isu yang diangkat perlu didalami lebih jauh atau penggunaan hak-hak kelembagaan DPRD jika dianggap laporan tersebut mencukupi sebagai dasar keputusan”

Berdasarkan uraian narasumber kesimpulan kerja komisi dalam

pengawasan kebijakan tertentu diserahkan sebagai dasar pertimbangan

dalam rapat paripurna. Rapat Paripurna menghasilkan kebijakan yang

ditetapkan DPRD, berbentuk keputusan DPRD dan keputusan Pimpinan

DPRD. Keputusan DPRD, ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD yang

ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua yang memimpin rapat pada

hari itu juga. Keputusan Pimpinan DPRD yang berhubungan dengan

87

Page 25: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

kepentingan publik ditetapkan setelah mendengar saran Pimpinan Fraksi

sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Menurut keterangan narasumber keputusan dapat memiliki dua

kemungkinan yaitu pembentukan panitia khusus jika diperlukan atau

menggunakan hak konstitusional DPRD. Pembentukan panitia khusus

merupakan perwujudan hak melakukan penyelidikan terhadap

pemerintah daerah sementara hak-hak konstitusional merupakan hak

untuk meminta keterangan yang mencakup hak interpelasi, angket, dan

menyatakan pendapat sebagaimana diatur dalam pasal 159 ayat (1) UU

No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Tata cara dan pelaksanaan hak penyelidikan dan hak konstitusional

DPRD dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Pembentukan Panitia Khusus

Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten

Malang yang selanjutnya disebut Pansus, adalah panitia yang dibentuk

untuk pembahasan khusus tertentu. Pimpinan DPRD dapat

membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa Panitia

Khusus dengan Keputusan Pimpinan DPRD, atas usul dan pendapat

anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Panitia Musyawarah

dengan persetujuan Rapat Paripurna.

Panitia Khusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang

bersifat tidak tetap. Panitia khusus bukanlah alat kelengkapan dewan

yang permanen, akan tetapi sifatnya tidak tetap karena pansus

88

Page 26: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

dibentuk seiring dengan adanya kasus tertentu atau dalam rangka

pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dalam rangka

mempermudah pembahasan yang diajukan kepada DPRD. Masa kerja

pansus berakhir setelah menyampaikan laporannya dalam sidang

paripurna.

Panitia Khusus yang dibentuk pada DPRD Kabupaten Malang

umumnya dibentuk dalam rangka pembahasan Rancangan Peraturan

Daerah, sedangkan pembentukan pansus dalam rangka pengawasan

implementasi Perda dan Keputusan Bupati selama ini belum pernah

dilaksanakan.

2) Hak Interpelasi

DPRD Kabupaten Malang dalam melaksanakan pengawasan

terhadap Perda dan Keputusan Bupati dalam rangka mempergunakan

hak interpelasi diatur dengan mekanisme (Pasal 17 dan 18 Peraturan

DPRD Kabupaten Malang No.40 tahun 2014):

a) Sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota DPRD dapat

menggunakan hak interpelasi dengan mengajukan usul kepada

DPRD untuk meminta keterangan kepada Kepala Daerah secara

lisan maupun tertulis mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang

penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan

masyarakat daerah dan negara;

b) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada

Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani

89

Page 27: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

oleh para pengusul serta diberikan nomor pokok oleh Sekretariat

DPRD.

c) Usul untuk meminta keterangan sebagaimana dimaksud, oleh

pimpinan DPRD disampaikan pada rapat paripurna DPRD

d) Dalam rapat paripurna sebagaimana para pengusul diberi

kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan

keterangan tersebut

e) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan

dengan memberi kesempatan kepada:

(1) anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan

melalui fraksi;

(2) para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para

anggota DPRD

f) Keputusan Persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan

keterangan kepada Kepala Daerah ditetapkan dalam rapat paripurna

DPRD Kabupaten Malang belum pernah menggunakan hak

interpelasi karena seluruh keterangan yang dibutuhkan DPRD dapat

dilaksanakan melalui dengar pendapat.

3) Hak Angket

Penggunaan hak Angket dalam rangka pengawasan terhadap

kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk berbagai peraturan daerah

dan bupati dilaksanakan dengan cara (Pasal 20 dan 21 Peraturan

DPRD Kabupaten Malang No.40 tahun 2014):

90

Page 28: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

a) Sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota DPRD dapat

mengusulkan penggunaan hak angket untuk melakukan

penyelidikan terhadap kebijaksanaan kepaladaerah yang penting

dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat,

daerah dan Negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan

perundang-undangan.

b) Usul sebagaimana dimaksud disampaikan kepada Pimpinan DPRD,

disusun secara singkat, jelas dan ditandatangani oleh para pengusul

serta diberikan Nomor Pokok oleh secretariat DPRD.

c) Usul melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud, oleh

pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD setelah

mendapatkan pertimbangan dari Panitia Musyawarah

d) Pembicaraan mengenai usul melakukan penyelidikan, dilakukan

dengan memberikan kesempatan kepada anggota DPRD lainnya

untuk memberikan pandangan melalui Fraksi dan selanjutnya

pengusul memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD

e) Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Kepala

Daerah dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat

Paripurna DPRD

f)Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh Panitia Khusus dan

hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat

Paripurna DPRD.

Pengawasan DPRD terhadap Kebijakan Kepala Daerah juga

91

Page 29: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

dapat dilaksanakan berdasarkan hak angket yang dimiliki DPRD.

Bentuk pengawasan ini dilaksanakan dengan dasar adanya indikasi

kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta

berdampak luas pada kehidupan masyarakat bertentangan dengan

ketentuan perundang-undangan. Sebagaimana halnya hak interpelasi,

hak angket belum pernah digunakan oleh DPRD Kabupaten Malang

untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah

yang dimaksud.

Berkaitan dengan pengawasan oleh DPRD, setiap orang yang

dipanggil, didengar, dan diperiksa berkaitan dengan indikasi

permasalahan yang ada wajib memenuhi panggilan kecuali ada alasan

yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang

dipanggil DPRD dalam rangka penyelidikan wajib hadir dan dalam

hal ini dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian.

4) Hak Menyatakan Pendapat

Berikutnya adalah hak menyatakan pendapat yang merupakan

salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten

Malang. Tata Tertib DPRD mengatur tentang objek hak ini adalah

mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan Kepala

Daerah atau kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. Pelaksanaan

hak menyatakan pendapat tersebut pada dasarnya sama dengan

pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Perbedaannya adalah hak

diusulkan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) anggota dan lebih dari 1

92

Page 30: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

fraksi serta Keputusan DPRD dapat berupa pernyataan pendapat,

saran penyelesaian, dan peringatan.

Seluruh paparan tentang mekanisme dan muatan pengawasan

tersebut dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi dan tugas

pengawasan DPRD mempunyai dasar dan kerangka yang pasti.

Mekanisme pengawasan terhadap implementasi kebijakan pemerintah

daerah maupun kepala daerah yang dilaksanakan oleh DPRD

Kabupaten Malang dituangkan dalam Perataran Tata Tertib DPRD

Kabupaten Malang.

Tata aturan dalam Tata Tertib DPRD berkaitan dengan

pengawasan tersebut berpedoman pada aturan yang berlaku seperti

UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,

DPD dan DPRD, UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, Peraturan Pemerintah No. 25 tentang Pedoman Penyusunan

Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pengawasan dalam tataran normatif dapat dilakukan pada

dasarnya pada empat yaitu tingkat implementasi kebijakan, program

pembangunan dan pemerintahan, proyek atau kegiatan khusus serta

kasus-kasus penting dan strategis (Djojosoekarto, 2004). Batasan-

batasan berkaitan dengan keempat tingkatan tersebut diuraikan

sebagai berikut:

a) Tingkat kebijakan

(1) Muatan materi adalah kebijakan pokok mencakup peraturan

93

Page 31: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

perundangundangan dan tata tertib.

(2) Justifikasi dalam pengawasan di tingkat ini adalah prioritas

sesuai dengan tata aturan pemerintahan.

(3) Strategi yang digunakan adalah pengawasan rutin dan berkala

oleh alat kelengkapan DPRD yang ditugasi.

(4) Penentuan waktu menjadi bagian dari agenda rutin alat

kelengkapan DPRD.

(5) Lingkup dan lokasi mencakup seluruh daerah atau lingkup

kebijakan.

b) Tingkat Program

(1) Muatan materi adalah program sektoral dalam anggaran

daerah dan program pemerintahan lainnya.

(2) Justifikasi dalam pengawasan adalah program yang

diindikasikan sebagai program dengan dampak negatif atau

bertentangan dengan kebijakan daerah dan/atau nasional.

(3) Strategi yang digunakan adalah pengawasan oleh pansus

berdasarkan temuan indikasi penyimpangan atau masukan dari

masyarakat maupun bawasda.

(4) Penentuan waktu disesuaikan dengan jadwal implementasi

program daerah/nasional.

(5) Lingkup dan lokasi dapat dilakukan menyeluruh atau berfokus

pada program.

c) Tingkat proyek

94

Page 32: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

(1) Muatan materi adalah proyek yang diindikasikan sebagai

proyek bermasalahan atau bertentangan dengan kebijakan darah

dan/atau nasional.

(2) Justifikasi dalam pengawasan di tingkat ini adalah proyek

yang diindikasikan terdapat penyimpangan sehingga merugikan

daerah dan/atau negara; misalnya terjadi praktek korupsi atau

KKN.

(3) Strategi yang digunakan adalah pengawasan oleh pansus yang

didukung tim keahlian teknis.

(4) Penentuan waktu didasarkan pada terjadinya kasus-kasus

penyimpangan.

(5) Lingkup dan lokasi difokuskan pada pilihan proyek dengan

tingkat penyimpangan yang serius.

d) Tingkat kasus

(1) Muatan materi adalah kegiatan sosial politik yang

diindikasikan bertentangan dengan aspirasi atau kepentingan

tertentu.

(2) Justifikasi dalam pengawasan di tingkat ini kelompok

masyarakat terdampak atau terancam oleh kasus yang

bersangkutan.

(3) Strategi yang digunakan adalah kunjungan kerja dan tindak

lanjutnya atau pengaduan masyarakat.

(4) Penentuan waktu adalah sesegera mungkin setelah adanya

95

Page 33: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

masukan atau pengaduan masyarakat.

(5) Lingkup dan lokasi mencakup aspek dan wilayah tertentu

sesuai dengan pengaduan masyarakat.

Secara umum dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa

implementasi fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Malang melalui

tahapan-tahapan sebagaimana bentuk manajerial secara umum yang secara

sistematik melalui tahapan sebagai berikut:

a. Perencanaan

Perencanaan dilaksanakan dalam bentuk penilaian awal tentang

indikasi penyimpangan atau ketidaksesuaian kebijakan pemerintah

dengan norma-norma pemerintahan maupun kepentingan masyarakat.

Indikasi tersebut didasarkan pada temuan internal maupun masukan dari

masyarakat. Mekanisme perencanaan yang digunakan adalah rapat kerja

komisi yang dapat dilanjutkan denga rapat pimpinan jika diperlukan.

Hasil dari rapat tersebut adalah rekomendasi yang diterjemahkan dalam

rencana kerja pengawasan mencakup tindakan, pihak terkait, dan

anggaran.

b. Tindakan pengawasan

Tindakan pengawasan merupakan penterjemahan rencana kerja

pengawasan ke dalam bentuk tindakan praktis atau dapat dikatakan

sebagai implementasi pengawasan. Dalam hal ini pelaksana adalah

komisi dengan mekanisme kerja yang dapat digunakan adalah dengar

pendapat dan kunjungan kerja.

96

Page 34: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

c. Evaluasi dan tindak lanjut

Pada tataran ini implementasi pengawasan dalam bentuk tindakan-

tindakan yang diambil melalui dengar pendapat dan kunjungan kerja

diambil kesimpulan yang merupakan pandangan umum komisi.

Kesimpulan tersebut kemudian diserahkan kepada rapat paripurna

sebagai laporan kerja komisi. Berdasarkan laporan tersebut Rapat

Paripurna DPRD akan mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan bagan pengawasan

oleh DPRD Kabupaten Malang sebagai berikut:

97

Page 35: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

GAMBAR ….

BAGAN PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN

Sumber: Data penelitian diolah, 2015

98

Page 36: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

6. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD

Kabupaten Malang terhadap Kebijakan Daerah di Bidang

Pembangunan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pembangunan merupakan

pembidangan yang menjadi tugas Komisi D DPRD Kabupaten Malang yang

beranggotakan 12 (dua belas) orang. Penempatan Anggota DPRD dalam

Komisi didasarkan atas usulan fraksinya secara proporsional. Ketua, Wakil

Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh Anggota Komisi.

Susunan, Kedudukan dan Keanggotaan Komisi dilaporkan dalam Rapat

Paripurna, untuk ditetapkan dengan Keputusan DPRD. Masa jabatan Ketua,

Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi ditetapkan paling lama 2 ½ (dua

setengah) tahun.Anggota DPRD pengganti antarwaktu menduduki tempat

Anggota Komisi yang digantikan.

Sebagai alat kelengkapan DPRD, Komisi D membidangi

pembangunan, pengelolaan pariwisata serta lingkungan hidup secara umum

telah melaksanakan kegiatan antara lain rapat kerja, kunjungan dalam

daerah serta koordinasi/konsultasi luar propinsi, adapun volume kegiatan

pengawasan oleh Komisi D dipaparkan sebagai berikut :

a. Rapat Kerja Komisi D

Rapat kerja komisi dalam Masa Persidangan Kedua Tahun Pertama

ini telah dilakukan sebanyak 18 kali selama bulan Januari s.d bulan April

Tahun 2015. Rapat kerja komisi D terdiri dari rapat internal komisi dan

rapat dengar pendapat dengan berbagai instansi atau lembaga

99

Page 37: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

pemerintahan daerah dengan berbagai fokus pembangunan di beberapa

bidang. Secara garis besar rapat kerja Komisi D adalah sebagai berikut:

1) Proyek fisik di lingkungan Dinas Kesehatan

Rapat kerja yang dilakukan Komisi D DPRD Kabupaten Malang

dengan Dinas Kesehatan mencakup Evaluasi Program Kerja Terkait

Pembangunan Proyek Fisik T.A 2014 serta Persiapan Proyek Fisik

T.A 2015.

Sebagai penerima anggaran DBHCT (Dana Bagi Hasil Cukai

Tembakau), Dinas Kesehatan saat ini masih menunggu juklak dan

juknis penggunaan anggaran DBHCT di wilayah Kabupaten Malang.

Anggaran tersebut akan digunakan untuk membangun puskesmas

pembantu (pustu) di wilayah kecamatan-kecamatan maupun wilayah

perkotaan. Hal ini dikarenakan banyak pustu di daerah lain yang tidak

berfungsi selain karena kurangnya sarana prasarana juga kendala

kurangnya tenaga medis.

Akan disiapkan 10 puskesmas nantinya yang akan berubah

status menjadi BLUD dengan pendampingan dari IPD yaitu

Puskesmas Tumpang, Dau, Donomulyo, Sumberpucung, Kepanjen,

Kasembon, Singosari, Dampit, Turen, Gondanglegi. Agar puskesmas

yang ada dapat berfungsi maksimal, pembangunannya nanti harus

disertai layout/masterplan yang matang agar ruangan yang ada dapat

tertata sesuai peruntukannya serta diharapkan Puskesmas dapat lebih

memaksimalkan keberadaan UGD.

100

Page 38: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

2) Program-program RPJMD berkoordinasi dengan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Malang

Rapat kerja yang telah dilakukan dengan Badan Perencanaan

Pembangunan Kabupaten Malang, direncanakan nantinya akan ada

peningkatan anggaran pada Badan Perencanaan Pembangunan

Kabupaten Malang yang diperuntukkan menyusun RPJMD (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Malang Tahun

2016-2020 serta persiapan LKPJ Tahunan Bupati Malang dan LKPJ

akhir masa jabatan Bupati Malang.

Sebagai upaya pelaksanaan amanah Undang-undang dalam

upaya swasembada pangan maka Kabupaten malang diharapkan dapat

memproritaskan sektor pertanian, dan untuk itu peran Bappekab

dibutuhkan untuk melakukan peninjauan ulang tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah di Kabupaten Malang dan tentunya hal tersebut harus

menyeluruh, karena dengan output dari program swasembada pangan

itu nantinya adalah penambahan lahan pertanian yang saat ini mulai

berkurang untuk wilayah Kabupaten Malang.

Bappeda saat ini juga merupakan koordinator dari kegiatan CSR

(Customer Service Responsibility) perusahaan-perusahaan di wilayah

Kabupaten Malang, dari data yang ada banyak perusahaan yang telah

menyalurkan CSR nya tanpa melakukan koordinasi dengan Pemkab

Malang yaitu Bappeda sehingga berdampak tumpang tindih kegiatan

dengan SKPD lain. Agar kegiatan ini berjalan, diharapkan ada

101

Page 39: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

koordinasi antara Bappeda beserta Pokja dan perusahaan-perusahaan

agar realisasi CSR dapat dijalankan secara maksimal dan tentunya

menguntungkan bagi pembangunan fisik di wilayah Kabupaten

Malang.

3) Evaluasi Program Kerja terkait administrasi pembangunan dengan

Bagian Administrasi Pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten

Malang.

Rapat kerja antara Komisi D DPRD Kabupaten Malang dan

Bagian Administrasi Pembangunan difokuskan pada pembahasan

Evaluasi Program Kerja Terkait Administrasi Pembangunan Proyek

Fisik Tahun Anggaran 2015. Bagian Administrasi Pembangunan

Pemkab Malang dalam program kegiatannya saat ini telah menangani

terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah

Kabupaten Malang dan telah dilakukan sosialisasi kepada seluruh

SKPD yang melakukan proses pengadaan barang dan jasa melalui

bagian Administrasi Pembangunan.

Untuk mengakomodir personil yang membidangi pengadaan

barang dan jasa, saat ini telah terdapat 322 PNS yang sudah memiliki

sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan aturan

pengadaan barang dan jasa, untuk anggaran diatas Dua Ratus Juta

Rupiah harus melalui ULP dan diharapkan pengadaan barang dan jasa

ini tetap mengutamakan azas efisiensi penggunaan dan pemanfaatan

anggaran pengadaan.

102

Page 40: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

Sesuai tupoksi Bagian Administrasi Pembangunan, hanya

mendata administrasi proyek fisik yang ditangani oleh SKPD yang

selanjutnya dimasukkan ke dalam pencatatan administrasi karena

untuk pengawasan ada pada tupoksi Inspektorat.

4) Rapat kerja terkait dengan Pekerjaan Umum

Rapat kerja terkait dengan Pekerjaan Umum dilaksanakan

dengan melibatkan Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya dan Tata

Ruang serta Dinas Pengairan. Dalam rapat kerja tersebut fokus

bahasan ditekankan untuk penetapan kebijakan dan implementasinya

yang mendukung program kerja tahun 2015 yang merupakan Tahun

Kunjungan Wisata. Pekerjaan fisik sebagai bentuk implementasi

program difokuskan pada dukungan sarana infrastruktur terutama

jalan dan PJU menuju lokasi wisata akan segera dilengkapi. Tidak

hanya infrastruktur yang menghubungkan dengan daerah wisata saja

yang akan dibenahi, namun infrastruktur di wilayah Kabupaten

Malang yang masih kurang akan segera dilakukan pembenahan

dikarenakan ruas jalan di wilayah Kabupaten Malang sendiri yang

sangat panjang. Proyek fisik lain yang menjadi penunjang adalah

pembangunan drainase karena dengan drainase yang baik maka sistem

pengairan dapat terjaga tidak sampai terjadi banjir yang berdampak

merusak infrastruktur di sekitarnya.

b. Kunjungan Kerja Dalam Daerah

Kunjungan kerja merupakan kegiatan rutin yang telah dilaksanakan

103

Page 41: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

oleh Komisi D DPRD Kabupaten Malang. Banyak hal dan manfaat yang

didapatkan dari kegiatan ini, dan hal tersebut telah sesuai dengan tugas

dan pokok fungsi sebagai Anggota DPRD untuk melakukan pengawasan

terkait realisasi proyek fisik yang dilaksanakan di kecamatan, puskesmas

maupun sekolah-sekolah penerima bantuan proyek fisik.

Terkait hal ini Komisi D DPRD Kabupaten Malang telah

melaksanakan kegiatan kunjungan kerja dalam daerah dengan volume 31

kali. Kunjungan Kerja terkait dengan Pembangunan Proyek Fisik, terbagi

menjadi 4 (empat) macam kegiatan yang antara lain :

1) Penetapan lokasi proyek fisik

Penetapan Lokasi pembangunan proyek fisik ini sangatlah

penting, seperti adanya anggaran DAK, DAU maupun DBHCT (Dana

Bagi Hasil Cukai Tembakau) yang diberikan pada dinas tertentu yang

diperuntukkan bagi pembangunan proyek fisik seperti puskesmas dan

sekolah di wilayah Kabupaten Malang. Penetapan lokasi ini

disesuaikan dengan usulan yang masuk baik dari masyarakat maupun

dinas dalam bentuk proposal yang kemudian direalisasikan sesuai

dengan anggaran yang tersedia.

2) Perencanaan proyek fisik

Perencanaan adalah awal sebuah kegiatan pelaksanaan

pembangunan, dan hal ini sangatlah penting karena sebuah proyek

yang akan dimulai tentunya terlebih dulu ditentukan lokasi proyek

fisiknya, sehingga dari kegiatan ini akan diketahui kebutuhan

104

Page 42: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

anggaran dan biaya RAB (Rencana Anggaran Biaya) yang akan

dikerjakan pada masing-masing Dinas. Dalam hal perencanaan, telah

berjalan baik namun perlu adanya optimalisasi pola koordinasi,

sinkronisasi dan integrasi dalam proses perencanaan terutama untuk

dinas yang terkait agar tidak terjadi overlapping (tumpang tindih) satu

pekerjaan pada dinas yang berbeda.

3) Pengawasan pelaksanaan proyek fisik

Hasil monitoring realisasi proyek fisik beberapa wilayah yang

telah dikunjungi dapat disimpulkan bahwa secara umum:

a) Kegiatan proyek fisik yang berhubungan dengan leading

sector Kabupaten Malang yaitu pertanian terkait dengan sistem

irigasi yang menjadi bagian dari tugas Dinas Pengairan.

Secara umum keseluruhan pekerjaan fisik pada dinas

pengairan telah selesai dilaksanakan dan realisasi di lapangan

sudah sesuai dengan perencanaan. Proyek fisik yang dilaksanakan

bersumber dari anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) dan hasil

pelaksanaannya telah dimanfaatkan oleh masyarakat dan

diharapkan dapat bertahan lama agar tidak sampai terjadi kerusakan

di kemudian hari. Proyek fisik Dinas Pengairan menggunakan

sistem penunjukan langsung terhadap pelaksana kerja dikarenakan

proyek yang ada nilainya dibawah Rp.200 juta.

Hasil kunjungan kerja berhasil menyerap aspirasi masyarakat

terkait permintaan pengadaan bronjong dari Dinas Pengairan,

105

Page 43: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

karena bronjong yang ada sekarang masih dirasa kurang memenuhi

kebutuhan. Disamping itu masukan juga terkait pengelolaan

embung seperti di desa Urek-urek kecamatan Gondanglegi

sangatlah penting manfaatnya karena embung tersebut memiliki

potensi yang besar, dan memberikan banyak manfaat bagi

masyarakat disekitarnya.

b) Kegiatan proyek fisik sekolah yang menjadi bagian dari tugas

Dinas Pendidikan.

Pengawasan Komisi D dalam bidang pembangunan

infrastruktur pendidikan ditekankan pada proyek fisik pada Dinas

Pendidikan di sekolah-sekolah yang memperoleh bantuan DAK.

Berdasarkan kunjungan kerja diperoleh hasil monitoring di

beberapa sekolah seperti hasil rehab bangunan secara umum bagus

dan dapat dilihat semakin tahun realisasi fisik untuk bangunan

kelas maupun pembangunan ruangan baru semakin meningkat

mutu dan kualitas bangunannya.

Hal ini merupakan hasil koordinasi dan kerjasama antara

komite sekolah serta sekolah penyelenggaran dengan sistem

swakelola sehingga didapat hasil proyek fisik yang sesuai

perencanaan dan sesuai dengan peruntukannya. . Diharapkan pada

akhir tahun 2014 semua bangunan fisik dapat terselesaikan dan

untuk jalan lingkungan di sekitar sekolah dapat diusulkan pada

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang.

106

Page 44: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

c) Proyek fisik akses jalan yang menjadi bagian dari tugas Dinas

Bina Marga.

Kegiatan pengawasan di bidang tersebut dilakukan Komisi D

dengan koordinasi dengan Dinas Bina Marga. Sehubungan dengan

proyek fisik revitalisasi jembatan akses penghubung Desa

Sumbertempur Kecamatan Wonosari dengan daerah sekitar yang

mengalami ambles, maka diperlukan koordinasi lebih luas dengan

Dinas Pengairan. Dalam kunjungan tersebut Komisi D meninjau

lokasi fisik proyek revitalisasi jembatan.

Hasil monitoring dalam rangka kunjungan kerja Komisi D

DPRD Kabupaten Malang memberikan kesimpulan bahwa

pembangunan fisik masih dalam proses penyelesaian dan

diharapkan pada bulan Desember pembangunan telah selesai dan

rencana di bulan Nopember telah dilakukan pengecoran dan di

bulan Desember proyek fisik telah selesai dilakukan. Dikarenakan

struktur tanah yang merupakan tanah gerak maka konstruksi

bangunan diperkokoh untuk menahan dampak tanah gerak agar

bangunan jembatan dapat bertahan lebih lama dan diusahakan

untuk diminimalisir terjadinya ambles kembali.

d) Kegiatan proyek fisik puskesmas yang menjadi bagian dari

tugas Dinas Kesehatan.

Kunjungan kerja dalam kaitannya dengan pembangunan

sarana dan prasarana fisik di puskesmas daerah dikoordinasikan

107

Page 45: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

dengan Dinas Kesehatan. Kegiatan ini menghasilkan masukan

bahwa puskesmas yang ada kurang memiliki layanan yang lengkap.

Sebagai contoh UPT Puskesmas Lawang yang hingga saat ini

membutuhkan fasilitas fisik untuk pelayanan rawat inap dan

persalinan sehingga masyarakat yang membutuhkan dirujuk ke

RSUD Lawang.

Segi bangunan yang ada secara fisik Puskesmas Lawang

sudah termasuk bagus tinggal dilakukan pemeliharaan sedikit

seperti pengecatan agar terkesan bangunan lebih bersih dan rapi.

Secara umum, kondisi ini juga tidak jauh berbeda dengan

puskesmas yang ada di kecamatan lain seperti Puskesmas Dampit

maupun Puskesmas Pujon.

Berdasarkan uraian tentang pelaksanaan fungsi pengawasan oleh

Komisi D DPRD Kabupaten Malang dapat disimpulkan bahwa secara

umum terdapat dua mekanisme pengawasan. Mekanisme tersebut adalah

rapat kerja komisi dengan instansi terkait sebagai bentuk pelaksanaan

dengar pendapat dan ditindaklanjuti dengan kunjungan kerja. Rapat kerja

komisi dilaksanakan di lingkungan DPRD sendiri dengan mengundang

berbagai SKPD terkait sehubungan dengan kebijakan-kebijakan

pembangunan daerah di bidang masing-masing serta pelaksanaan secara

fisik.

Secara normatif rapat dengar pendapat dilaksanakan jika ada

indikasi kebijakan merugikan daerah dan negara atau masyarakat

108

Page 46: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

berdasarkan kajian oleh alat kelengkapan DPRD sendiri maupun

masukan dari masyarakat. Dengan demikian dengar pendapat lebih

bersifat reaktif atau korektif jika dilaksanakan secara demikian,

sementara tidak terdapat upaya pencegahan agar kebijakan pemerintah

daerah tidak terlanjur menimbulkan ekses yang merugikan. Atas dasar

tersebut dalam setiap rapat kerja yang bersifat koordinasi dengan SKPD

tertentu senantiasa disertai dengan dengar pendapat.

Sementara itu kunjungan kerja merupakan tindak lanjut dari rapat

kerja yang sifatnya pengawasan implementatif. Artinya mekanisme

pengawasan ini dilaksanakan untuk memantau secara fisik implementasi

dari berbagai kebijakan pembangunan di wilayah Kabupaten Malang.

Kunjungan kerja memiliki peran penting guna mengetahui lebih dekat

tentang permasalahan riil yang ada dalam pelaksanaan kebijakan

pemerintah daerah sehingga DPRD dapat merumuskan tindak lanjut yang

harus dilaksanakan. Di sisi lain meskipun tidak terdapat indikasi adanya

kebijakan yang merugikan dalam sudut pandang normatif, tetapi tidak

menutup kemungkinan adanya penyimpangan dan penyelewengan yang

dapat merugikan daerah, negara, dan masyarakat dalam implementasinya

secara fisik.

7. Faktor Pendukung dan Penghambat

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPRD

109

Page 47: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

terhadap kebijakan-kebijakan daerah bersifat internal dalam kelembagaan

DPRD sendiri maupun di luar kelembagaan.

Siadi menjelaskan bahwa secara umum anggota DPRD memiliki

kapasitas personal yang memenuhi syarat untuk menjalankan tugasnya.

Selengkapnya adalah sebagai berikut:

“Anggota DPRD memiliki kapasitas personal yang bagus baik secara mental maupun kependidikan. Dari segi mental banyak anggota dewan yang merupakan orang-orang berpengalaman baik di bidang politik maupun praktisi, demikian halnya dengan kapasitas pendidikan. Selain itu ditunjang dengan sarana dan prasarana di lingkungan DPRD Kabupaten Malang yang memenuhi syarat untuk digunakan anggota guna melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.”

Sejalan dengan pendapat tersebut, Kriswiyanto menyatakan sebagai

berikut:

“Individu-individu yang menduduki kursi anggota dewan memiliki pengalaman politik maupun praktis yang memadai, track record mereka umumnya cukup panjang sebagai bekal untuk menduduki jabatan yang dipegang. Apalagi ditunjang dengan sarana dan prasarana di lingkungan DPRD yang lebih dari sekedar cukup.”

Demikian halnya dengan Andy, menyatakan pendapat yang tidak

jauh berbeda:

“Pada dasarnya pandangan saya mungkin sama dengan anggota dewan lainnya berkaitan dengan pengalaman yang panjang sehubungan dengan kapasitas politik maupun praktis secara individual, demikian halnya terkait aspek pendidikan. Saya hanya menambahkan hal yang tidak kalah penting yang mendukung kinerja dewan adalah kesamaan pandangan dengan pemerintah bahwa semata-mata yang diutamakan adalah kepentingan masyarakat.”

Berdasarkan informasi narasumber, penulis menyimpulkan bahwa

dalam kelembagaan, faktor pendukungnya secara umum adalah kapasitas

110

Page 48: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

sumber daya manusia yang memadai, sarana dan prasarana kerja yang

memenuhi unsur kelayakan dalam menunjang pelaksanaan kerja DPRD.

Di sisi lain hubungan legislatif dan eksekutif di lingkungan Kabupaten

Malang yang baik sehingga dapat menunjang sinergi antara dua lembaga

pemerintahan tersebut.

Sementara itu berkaitan dengan faktor pendukung dalam lingkup

eksternal, Siadi menjelaskan bahwa:

“ … yang terutama muncul dari partisipasi masyarakat yang semakin tinggi dalam proses pengawasan kebijakan pemerintah secara informal. Dewan bisa bekerjasama dengan masyarakat sebagai bentuk sinergi pengawasan yang saling mengisi. Masyarakat sebagai pihak yang terdampak dari berbagai kebijakan pemerintah menyadari bahwa mereka memiliki ruang untuk berpartisipasi dan bersama-sama melaksanakan pengawasan dengan wakil mereka dalam keanggotaan dewan.”

Sementara itu Kriswiyanto menjabarkan bahwa::

“Otonomi daerah diterjemahkan dengan pemahaman masyarakat sebagai ruang untuk menentukan hidup sendiri. Meskipun pemahaman tersebut terlalu sempit, tapi secara umum tidaklah salah. Atas dasar itulah masyarakat berpandangan jika apa yang mereka lakukan menentukan apa yang mereka hasilkan, ini menjadi dasar peran serta masyarakat dalam pengawasan bersama-sama dengan wakil mereka dalam DPRD”

Berdasarkan uraian narasumber penulis menarik simpulan bahwa

desentralisasi yang yang mengarah pada kekuasaan pemerintah daerah

melalui otonomi relatif berhasil meningkatkan partisipasi warga untuk

memberikan kontribusi yang signifikan dalam mengembangkan

akuntabilitas publik pemerintah daerah. Terbukanya ruang partisipasi

masyarakat tersebut memunculkan kekuatan pengawasan pemerintahan

111

Page 49: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

yang bersumber dari masyarakat sebagai pihak yang terdampak dari

berbagai kebijakan pemerintah daerah. Dengan demikian DPRD dalam

menjalankan fungsi pengawasan memiliki sumber-sumber informasi dan

partner yang dapat diposisikan sebagai unsur pengawasan kebijakan dari

sisi masyarakat.

b. Faktor Penghambat

Sama halnya dengan faktor pendukung, terdapat dua kelompok

faktor penghambat yaitu internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan

dengan hambatan yang bersifat legal formal atau didasarkan pada

berlakunya peraturan yang mendasari. UU No. 23 tahun 2014 telah

menggeser tata pemerintahan dari format penekanan legislatif

sebagaimana diperkenalkan oleh UU No. 22/1999, menjadi penekanan

eksekutif.

Pendapat Siadi mengenai kondisi tersebut adalah sebagai berikut:

“Konsep otonomi semakin berkembang dan diakomodir dalam peraturan perundang-undangan. Ini memberikan dampak pada semakin luasnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan praktis. Dengan demikian jika ditemukan indikasi penyimpangan kebijakan dari aturan pusat, sepanjang itu benar-benar mewakili kepentingan masyarakat dan sesuai kebutuhan daerah maka hal itu tidak bertentangan dengan norma aturan yang berlaku” Pada kesempatan lain mengenai kondisi tersebut Kriswiyanto

menyatakan:

“Daerah memiliki otonomi untuk menentukan nasibnya. Ini berarti sepanjang itu untuk masyarakat dan tidak bertolakbelakang dengan kebutuhan daerah, maka kebijakan tidak dipandang menyimpang. Jika di satu sisi daerah memiliki kewenangan yang lebih luas, maka

112

Page 50: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

kewenangan DPRD sebagai lembaga legislatif cenderung menurun”Sejalan dengan pendapat narasumber sebelumnya Andy

menyatakan:

“Apa yang dipandang sebagai penyimpangan dari aturan pusat pada masa-masa belum tentu dipandang sama pada era otonomi daerah. Kata kuncinya adalah kepentingan masyarakat dan kebutuhan daerah”

Berdasarkan uraian narasumber secara keseluruhan, penulis

menyimpulkan bahwa hal tersebut ini berarti kewenangan DPRD

semakin berkurang. Dalam hal ini yang sangat jelas terlihat adalah

kewenangan daerah untuk mengambil kebijakan praktis yang berbeda

dengan pusat sesuai kebutuhan daerahnya.

Hambatan berikutnya adalah fakta bahwa fungsi pengawasan

DPRD terhadap pemerintah daerah pada dasarnya bersifat pengawasan

kebijakan dan bukan pengawasan teknis. Demikian halnya pengawasan

yang telah diuraikan di atas di mana DPRD dalam melaksanakan

pengawasan terhadap implementasi Peraturan Daerah maupun Peraturan

Bupati, bersifat pengawasan kebijakan. Artinya pengawasan terhadap

Kebijakan, yang muatannya agar pelaksanaan pengawasan itu sesuai

dengan perundang-undangan maupun tata tertib yang ada.

Pendapat Siadi mengindikasikan bahwa sifat pengawasan tersebut

menjadi permasalahan sebagaimana dinyatakan sebagai berikut:

“Kebijakan pada dasarnya bersifat umum atau normatif jika dilihat dari sudut pandang peraturannya. Dengan demikian hal tersebut berpotensi memunculkan penafsiran hukum yang berbeda antara pengawas dan yang diawasi terutama jika kebijakan tersebut diterjemahkan dalam pelaksanaan secara fisik. Pada titik inilah

113

Page 51: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

permasalahan yang muncul seringkali merupakan perbedaan interpretasi dimana Komisi D mengedepankan penafsiran normatif berkaitan dengan peraturannya, di sisi lain Pemerintah Daerah mengedepankan penafsiran yang sifatnya teknis implementatif ”

Sedangkan pendapat Kriswiyanto secara umum tidak jauh berbeda

dengan menyoroti kurangnya kapasitas teknis dari masing-masing

anggota Komisi D:

“Anggota dewan termasuk dalam Komisi D memiliki latar belakang yang beragam tetapi secara umum jika melibatkan penafsiran suatu kebijakan dalam sudut pandang implementasi fisik terlihat kekurangannya.”

Di sisi lain Andy menekankan pada kurangnya pengawasan teknis

karena secara fungsional DPRD adalah lembaga legislatif. Pendapatnya

adalah sebagai berikut:

“DPRD tidak dapat sepenuhnya menjalankan fungsi pengawasan teknis dalam kaitannya dengan implementasi suatu kebijakan dalam wujud nyata seperti pelaksanaan proyek yang berkaitan dengan kebijakan tersebut karena pada dasarnya merupakan lembaga legislatif yang berurusan dengan perundang-undangan. Dalam sudut pandang inilah terkesan bahwa Komisi melaksanakan pengawasan lapangan – terutama dalam kunjungan kerja – tidak secara komprehensif, sehingga seringkali tidak ditemukan penyelewengan secara langsung, tetapi justru melalui laporan masyarakat.”

Berdasarkan uraian tersebut penulis menyimpulkan bahwa fungsi

sebagai lembaga legislatif memberikan keterbatasan bagi DPRD untuk

melaksanakan pengawasan kebijakan secara komprehensif khususnya

jika pengawasan tersebut masuk dalam ranah implementasi di lapangan.

Hal tersebut disebabkan keterbatasan dalam hal munculnya beda

interpretasi terhadap kebijakan dimana DPRD lebih pada aspek-aspek

peraturannya, sementara pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan

114

Page 52: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

lebih menekankan pada aspek implementasi di lapangan.

Sementara itu dalam konteks eksternal, hambatan fungsi

pengawasan khususnya terhadap proyek yang merupakan implementasi

kebijakan seringkali melibatkan pengawasan teknis. Hal ini terkait

dengan uraian sebelumnya tentang keterbatasan wewenang DPRD pada

aspek pengawasan kebijakan.

Dalam hal ini, Siadi memaparkan sebagai berikut:

“Saya ambil contoh misalnya pengawasan terhadap pembangunan gedung atau fasilitas infrastruktur lain. Disamping terbatasnya wewenang pengawasan dalam ranah teknis, pengawasan seperti ini telah menimbulkan hubungan yang kurang harmonis dengan pemerintah daerah. Mengapa? Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, itu berkaitan dengan kapasitas teknis di lingkungan DPRD yang terbatas sehingga perlu pihak lain untuk melaksanakan pengawasan fisik seperti konsultan pengawas atau inspektorat daerah. Lembaga-lembaga tersebut dituntut untuk independen dan obyektif. Tetapi karena pada dasarnya secara struktural mereka bagian dari pemerintahan daerah, maka masih terkesan ada keberpihakan yang menimbulkan pertentangan.”

Sementara itu Kriswiyanto memberikan masukan sebagaimana

dipaparkan berikut:

“Selama ini pengawasan lebih ditekankan pada kajian aspek peraturannya. Oleh karena itu pengawasan yang dilakukan DPRD terhadap proyek adalah terhadap proyek yang diindikasikan bermasalah dalam kaitan dengan interpretasi terhadap aturan hukumnya atau bertentangan dengan kebijakan daerah maupun nasional. Jadi meskipun dilaksanakan kunjungan kerja, tetapi pengawasan secara penuh diserahkan pada pihak lain yang memenuhi syarat untuk pengawasan teknis”

Andy pada kesempatan lain memberikan informasi sebagaimana

dipaparkan berikut:

“Pengawasan fisik oleh komisi terkesan sebatas pelengkap pengawasan kebijakan, ini terkait dengan model pelaksanaannya

115

Page 53: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

yang hanya sebelum dan sesudah pembangunan fisik. Sementara pengawasan selama berjalannya proyek fisik diserahkan pada pihak lain. Tetapi seringkali ada laporan bahwa terjadi beberapa penyelewengan yang sifatnya teknis, contohnya ketidaksesuain dengan bestek awal meskipun target pelaksanaan proyek tercapai. Terkait dengan hal ini perlu ada peran serta masyarakat terutama Kepala Desa beserta warganya untuk ikut serta mengawasi dan melaporkan ke Komisi D apabila dilihat ada penyimpangan. Namun demikian faktanya pengawasan masyarakat sulit terlaksana karena sifatnya nonformal.”

Berdasarkan uraian narasumber, penulis menarik kesimpulan

bahwa pengawasan realisasi pekerjaan proyek fisik oleh Komisi D DPRD

Kabupaten Malang dilaksanakan setelah dan sebelum pembangunan

proyek fisik selesai, ada beberapa pihak yang mengawasi jalannya

pembangunan dimaksud antara lain Konsultan Pengawas yang ditunjuk,

dinas terkait, dan inspektorat. Dalam konteks ini pengawasan oleh DPRD

bersifat legal normatif sebatas apakah kebijakan sesuai dengan peraturan.

Kenyataan di lapangan masih saja banyak pelaksanaan pekerjaan

yang tidak sesuai dengan bestek awal, hal ini menunjukkan bahwa

pengawasan yang dilaksanakan oleh konsultan pengawas selama ini tidak

maksimal begitu pula dengan pengawasan yang dilaksanakan oleh Dinas

maupun oleh Inspektorat. Terkait dengan hal ini Komisi D tidak henti-

hentinya meminta kepada para Kepala Desa beserta masyarakat untuk

ikut serta mengawasi pembangunan yang ada di Desanya masing-masing

dan melaporkan ke Komisi D apabila realisasi pembangunan yang

dilaksanakan tidak sesuai. Masukan tersebut nantinya menjadi catatan

bagi Komisi D saat melakukan kunjungan kerja ke kecamatan-kecamatan

yang selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan memberikan catatan

116

Page 54: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

strategis dalam penyampaian LKPJ Tahunan Bupati.

Perlu juga adanya koordinasi antara pihak pelaksana proyek

dengan perangkat desa/kecamatan setempat dikarenakan selama ini yang

berlangsung adalah perangkat maupun masyarakat terutama di desa tidak

mengetahui secara detail tentang realisasi proyek fisik di wilayahnya.

Kondisi ini menyulitkan dalam melakukan monitoring maupun

berkomunikasi dengan pihak pelaksana proyek apabila terjadi kerusakan

atau bangunan yang tidak sesuai dikarenakan tidak adanya koordinasi

diantara keduanya.

Faktor eksternal lainnya adalah menyangkut kesiapan dalam

membangun jaringan dengan lembaga terkait. DPRD Kabupaten Malang

selama ini belum mampu membangun dukungan publik dalam

menjalankan fungsi pengawasan.

Sehubungan dengan kondisi tersebut, Siadi memberikan masukan

sebagai berikut:

“Jaringan sosial semakin berkembang pesat dewasa ini seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Tetapi harus diakui bahwa hal tersebut tidak dapat diambil manfaatnya secara maksimal oleh DPRD Kabupaten Malang untuk melaksanakan fungsi pengawasan.”

Menanggapi permasalahan yang sama, Kriswiyanto memberikan

masukan sebagai berikut:

“Sebenarnya komunitas-komunitas masyarakat banyak yang telah terbentuk dan dapat dimanfaatkan oleh DPRD melalui keterlibatan sebagai bagian dari jaringan tersebut. Hal ini sepertinya tidak dimaksimalkan dan justru ada jarak antara DPRD dan jaringan sosial tersebut. ”

117

Page 55: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

Selanjutnya Andi menambahkan pendapat yang tidak jauh berbeda

sebagai berikut:

“Sangat disayangkan jika DPRD tidak memposisikan diri sebagai bagian dari masyarakat atau kurang bisa menempatkan jejaring sosial yang tumbuh di masyarakat sebagai bagian dari mekanisme pengawasan yang ada di DPRD. Jika demikian pasti kelemahan dalam sisi pengawasan teknis akan bisa tertutupi. Disamping itu anggota dewan umumnya masih menunjukkan keterikatannya pada partai jika berhadapan dengan masyarakat. Sederhananya, anggota dewan cenderung menggunakan atribut partai pengusung dibandingkan sebagai wakil rakyat ketika berjejaring sosial dengan masyarakat”

Berdasarkan hal tersebut penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

DPRD Kabupaten Malang kurang bisa memanfaatkan kapasitas dan hasil

kerja institusi lain, seperti lembaga pengawasan pemerintah, kekuatan

politik dan organisasi massa; Civil Society Organization; Pers;

Organisasi Profesional dan Masyarakat Umum. Jejaring bermanfaat

untuk membangun komunitas politis dimana jejaring yang sudah

terbangun bisa digunakan sebagai sarana mendorong perubahan-

perubahan tata kelola dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

118

Page 56: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

B. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten

Malang dilaksanakan melalui tahapan perencanaan dengan melaksanakan

rapat kerja internal untuk membahas berbagai masukan terkait dengan

kebijakan pemerintah daerah. Pelaksanaan pengawasan dilakukan melalui

dengar pendapat yang dilaksanakan sebagai bagian dari rapat kerja dan

dilanjutkan dengan kunjungan kerja. Tahapan selanjutnya adalah evaluasi

hasil pengamatan berupa laporan kerja yang disampaikan sebagai bahan

pertimbangan dalam rapat paripurna. Jika dalam pengawasan ditemukan

indikasi peraturan maupun implementasi yang menyimpang, merugikan

daerah dan negara serta masyarakat, maka dalam rapat paripurna akan

ditentukan tindakan-tindakan dalam bentuk penggunaan hak-hak DPRD.

2. Faktor pendukung pelaksanaan fungsi pengawasan

DPRD berkaitan dengan kapasitas sumber daya manusia yang memadai,

sarana dan prasarana kerja yang terpenuhi dan memenuhi kelayakan dalam

menunjang pelaksanaan kerja DPRD (internal). Dalam lingkup eksternal

berasal dari peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengawasan

kebijakan pemerintah secara informal. Faktor Penghambat internal bersifat

113

Page 57: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

legal formal atau didasarkan pada berlakunya peraturan yang semakin

membatasi kewenangan DPRD. Di sisi lain sistem partai yang terpusat

membuat anggota DPRD menjadi lebih berpihak kepada partai sebagai

sumber legitimasi daripada berpihak pada pemilih dan masyarakat.

Hambatan eksternal antara lain implementasi kebijakan seringkali

melibatkan pengawasan teknis sementara fungsi pengawasan DPRD bersifat

pengawasan kebijakan. Faktor eksternal lainnya adalah kekurangsiapan

DPRD dalam membangun jaringan dengan lembaga terkait. DPRD

Kabupaten Malang selama ini belum mampu membangun dukungan publik

dalam menjalankan fungsi pengawasan.

C. Saran

Saran-saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. DPRD Kabupaten Malang melaksanakan fungsi

pengawasan secara komprehensif dengan membangun kerjasama lintas

lembaga baik dari lembaga teknis pemerintahan, keahlian, dan masyarakat.

Hal ini dimaksudkan agar pelaksaan pengawasan dapat berjalan dengan

efektif meskipun terdapat keterbatasan wewenang yang dimiliki DPRD.

2. DPRD Kabupaten Malang hendaknya

memaksimalkan aspek-aspek penunjang guna lebih memberikan manfaat

dalam setiap tugas serta mengeliminasi faktor penghambat diluar peraturan

perundang-undangan sebagai inisiatif positif untuk semakin meningkatkan

120

Page 58: Revisi Bab 4 Dan 5 Baru

peran pentingnya.

3. Masyarakat sebagai bagian dari sasaran kebijakan

hendaknya turut menjadi unsur dalam pengawasan khususnya terkait dengan

pelaksanaan kebijakan dalam bentuk proyek lapangan di wilayah masing-

masing. Dalam hal ini dapat dilakukan kerjasama intensif dengan DPRD

khususnya berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan kerja proyek yang

bersangkutan.

4. DPRD Kabupaten Malang, khususnya para anggota

diharapkan mengesampingkan atribut kepartaian dan bertindak sebagai

wakil rakyat ketika berhadapan langsung dengan masyarakat. Hal ini

penting guna membangun jaringan pengawasan yang ideal untuk menunjang

fungsi pengawasan. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan

saluran komunikasi yang ada dan berperan aktif, tidak hanya menunggu

masukan dari masyarakat. Dengan kata lain dibentuk komunikasi dua arah

antara masyarakat dan DPRD.

121