revisi 1

95
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru dan juga dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe. 1 TB hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama di dunia dan belum ada satu negarapun yang bebas dari TB. Bahkan negara maju sekalipun, pada mulanya kejadian TB yang telah menurun belakangan ini naik kembali sehingga TB disebut salah satu Reemerging Disease. 2 Dari data World Health Organization (WHO) Global Tuberculosis Control Report 2008 menunjukkan, prevalensi TB pada 2006 adalah 14,4 juta orang. Dari data ini diketahui pada 2006 diperkirakan ada 9,2 juta kasus TB baru, dimana 4,1 juta diantaranya adalah pasien dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dan 0,7 juta pasien TB juga terinveksi HIV. 2 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2009 menyatakan jumlah penderita TB di Indonesia sekitar 429 ribu atau berada di posisi kelima di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. 3 Namun, laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, mencatat peringkat Indonesia naik ke posisi empat dengan 1

description

hhhggghh

Transcript of revisi 1

62

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakangTuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru dan juga dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe.1 TB hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama di dunia dan belum ada satu negarapun yang bebas dari TB. Bahkan negara maju sekalipun, pada mulanya kejadian TB yang telah menurun belakangan ini naik kembali sehingga TB disebut salah satu Reemerging Disease.2Dari data World Health Organization (WHO) Global Tuberculosis Control Report 2008 menunjukkan, prevalensi TB pada 2006 adalah 14,4 juta orang. Dari data ini diketahui pada 2006 diperkirakan ada 9,2 juta kasus TB baru, dimana 4,1 juta diantaranya adalah pasien dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif dan 0,7 juta pasien TB juga terinveksi HIV.2 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2009 menyatakan jumlah penderita TB di Indonesia sekitar 429 ribu atau berada di posisi kelima di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria.3 Namun, laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, mencatat peringkat Indonesia naik ke posisi empat dengan jumlah penderita TB paru tahun 2010 sebesar 450 ribu orang.4Kasus TB paru di Indonesia merupakan kasus penyebab utama kematian ketiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2 %. Hal ini berarti pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, setiap tahun diantara 100.000 penduduk, maka 100 orang akan terinfeksi.5Berdasarkan hasil cakupan penemuan kasus TB paru tahun 2011, Kalimantan Barat menempati peringkat ke-13 dari 33 provinsi di Indonesia dengan jumlah 5.681 kasus dengan case detection rate (CDR) 50,7%.6 Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan TB Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat jumlah perkiraan penderita sekitar 10.926 dengan case detection rate (CDR) 41,17 %.7 Kabupaten Kubu Raya merupakan Kabupaten dengan angka kejadian TB kedua terbesar di Kalimantan Barat setelah Kabupaten Ketapang, dengan jumlah perkiraan penderita 1.089 orang dan case detection rate (CDR) 34,25 %.8Program penanggulangan TB yang dibuat oleh Depkes RI dibidang promotif adalah penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan tentang TB perlu dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat.9,10 Metode penyuluhan kesehatan yang paling sering digunakan untuk berbagi pengetahuan dan fakta kesehatan adalah metode ceramah karena pertimbangan waktu, biaya, tenaga dan sarana.11 Namun Ewles dan Simnett mengungkapkan bahwa metode ceramah yang dilaksanakan merupakan proses komunikasi satu arah dan cenderung membosankan, sehingga pesan yang disampaikan mudah dilupakan setelah beberapa saat.12 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah yang selama ini dilaksanakan kurang efektif, sehingga perlu dicari metode lain dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang TB.13 Salah satu metode penyuluhan kesehatan dapat menggunakan media audiovisual yaitu film.Media atau alat bantu pendidikan kesehatan adalah alat yang digunakan oleh petugas kesehatan dalam menyampaikan bahan materi atau pesan kesehatan.14 Pendidikan kesehatan dengan media film pendek menurut Rogers merupakan salah satu saluran komunikasi untuk merubah perilaku masyarakat.15 Saraswati menjelaskan bahwa model pembelajaran kesehatan menggunakan media film pendek mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa lebih tinggi dibandingkan media leaflet.16 Yulianti menjelaskan bahwa dengan pendidikan kesehatan menggunakan media audio visual dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat.17Penyuluhan kesehatan melalui komunitas sekolah ternyata paling efektif diantara upaya kesehatan masyarakat lain, khususnya dalam pengembangan perilaku hidup sehat, karena sekolah merupakan sebuah komunitas sehingga mudah dijangkau dalam upaya kesehatan masyarakat dan anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima perubahan atau pembaruan.18Pesantren Khulafaur Rasyidin merupakan salah satu pesantren yang ada di Kabupaten Kuburaya dan terletak di Kecamatan Sungai Raya. Pesantren Khulafaur Rasyidin merupakan pesantren yang memiliki populasi santri terbanyak dan belum pernah dilakukan penelitian maupun penyuluhan tentang TB paru.Berdasarkan latar belakang diatas itulah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah dan Media Audiovisual Film terhadap Pengetahuan Santri Madrasah Aliyah tentang TB Paru di Pesantren Khulafaur Rasyidin Tahun 2015.

1.2 Rumusan masalahBagaimana perbedaan efektivitas penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah dan media audiovisual film terhadap pengetahuan santri madrasah aliyah tentang TB Paru di Pesantren Khulafaur Rasyidin Tahun 2015.

1.3 Tujuan penelitian1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui perbedaan efektivitas penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah dan media audiovisual film terhadap pengetahuan santri madrasah aliyah tentang TB Paru di Pesantren Khulafaur Rasyidin Tahun 2015.1.3.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui tingkat pengetahuan santri tentang TB paru sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah.2. Mengetahui tingkat pengetahuan santri tentang TB paru sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan menggunakan media audiovisual film.3. Mengetahui tingkat pengetahuan santri tentang TB paru setelah dilakukan penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah.4. Mengetahui tingkat pengetahuan santri tentang TB paru setelah dilakukan penyuluhan kesehatan menggunakan media audiovisual film.

1.4 Manfaat penelitianHasil penelitian ini diharapakan akan bermanfaat untuk:1.4.1 Dinas KesehatanDapat membantu Dinas kesehatan dalam upaya preventif penyakit TB Paru.1.4.2 Institusi PendidikanDapat memberikan data dasar untuk bahan kepustakaan dan sebagai acuan dalam upaya melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan efektivitas promosi kesehatan dalam kasus TB Paru.1.4.3 Pesantren Khulafaur RasyidinMemberikan penyuluhan kesehatan tentang TB Paru dalam upaya preventif penyebaran TB Paru.1.4.4 Peneliti Dapat menambah dan memperluas ilmu pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan suatu penelitian ilmiah khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat.

1.5 Keaslian penelitianBerdasarkan telaah literature yang ada, penelitian yang di lakukan peneliti belum pernah di lakukan sebelumnya di Kalimantan Barat. Penelitian-penelitian yang pernah di lakukan seperti tersaji pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Penelitian-penelitian yang pernah di lakukanNo.PenelitiJudul PenelitianPopulasi PenelitianDesain penelitianTahun Institusi

1.Eli Swandewi Murti, Yayi Suryo Prabandri, Bambang Sigit Riyanto

Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Metode Peer Education Pada Kelompok Dasa Wisma Dalam Upaya Penemuan Tersangka TB Paru

Ibu-ibu dasawisma di kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.Quasi experimental dengan rancangan non-equivalent control group design with pretest and posttet

2006Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada

2.Tri Etik Handayani, Okti Sri PurwantiPengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Pencegahan Tuberkulosis Paru di Dusun Kayangan Kecamatan Karanganyar Kabupaten KaranganyarWarga di dusun kayangan RW IV yang meliputi RT 01, RT 02 dan RT 03

Quasi experimental dengan rancangan pretest and posttest with contol group design2011Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis2.1.1 DefinisiTuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosiss yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau diberbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan partial oksigen yang tinggi.19 TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob gram positif, bakteri asam lemak, bakteri tersebut sering menyerang pada paru-paru, meskipun juga dapat ke beberapa organ tubuh lainnya.20Tuberkulosis paru (TB paru) disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau dibeberapa organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan partial oksigen tinggi pada membrane selnya sehingga bakteri ini tahan terhadap asam dan pertumbuhannya berlangusng lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet sehingga penyebarannya terjadi pada malam hari.19

2.1.2 EpidemiologiPenyakit TB paru merupakan penyakit menular yang tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah dengan penduduk padat dan tingkat sosio ekonomi yang rendah. Risiko penularan di Asia, Afrika, dan Amerika Latin selama 25 tahun terakhir menunjukkan angka penularan tinggi sebesar 2-5% per tahun. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009 1,7 juta orang meninggal karena TB sementara ada 9,4 juta kasus baru TB. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun).21Pada global report World Health Organization (WHO) tahun 2010, didapatkan data TB Indonesia, total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TB baru BTA positif, 108.616 adalah kasus TB BTA negatif, 11.215 adalah kasus TB ekstra paru, 3.709 adalah kasus TB kambuh, dan 1.978 adalah kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh.22

2.1.3 EtiologiSebagian besar TB paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal 0,3-0,6 m. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.23

2.1.4 Cara penularanSumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Bahkan kuman ini dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.22Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.24

Gambar 2.1 Cara penularan TB24

2.1.5 Faktor penularanKarakteristik dari kasus TB, kontak dan pajanan mempengaruhi kemungkinan terjadinya penularan TB.25a. Karakteristik kasus TBKasus TB dengan bukti terdapatnya tanda kavitas paru melalui foto polos dada atau dengan hasil pemeriksaan BTA positif pada spesimen dahak memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi daripada kasus tanpa kedua bukti tersebut.b. Karakteristik kontak1. ImunosupresiInfeksi HIV merupakan faktor risiko tunggal terbesar dari progresi penyakit TB pada orang yang terinfeksi. Selain itu, penggunaan kortikosteroid atau agen immunosupresi lainnya juga memberikan risiko penularan lebih tinggi.2. UmurBalita memiliki risiko tinggi perkembangan penyakit TB aktif dan sebaiknya dievaluasi segera.c. Karakteristik pajanan1. Volume udaraSemakin luas ruang udara, semakin terdistribusi partikel infeksius dan semakin kecil kemungkinan terhirup oleh orang lain.2. VentilasiVentilasi merupakan faktor penting dalam risiko penularan TB melalui udara. Sistem udara yang tertutup atau dengan ventilasi yang kecil berkaitan dengan peningkatan risiko penularan TB.3. Durasi pajananMeskipun penularan TB dapat terjadi dalam pajanan singkat, kemungkinan infeksi melalui udara dari pasien menular berhubungan dengan frekuensi dan durasi pajanan.23

2.1.6 Faktor risiko kejadianFaktor risiko untuk terjadinya TB pada seseorang antara lain usia, jenis kelamin, lingkungan, gizi, bahan toksik, penyakit lain dan kemiskinan.a. UsiaSesudah usia satu tahun sampai sebelum usia pubertas, seorang anak yang terinfeksi dapat berkembang menjadi TB milier atau meningitis, atau salah satu bentuk TB kronis yang lebih meluas, terutama mengenai kelenjar getah bening, tulang atau penyakit persendian. Sebelum pubertas, bagian lesi primer paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis kelamin. Pada wanita, prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang. Pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.26b. Jenis kelaminDi seluruh Negara, diketahui bahwa kasus TB lebih sering menyerang pria dibandingkan wanita. Hal ini dapat dihubungkan dengan perbedaan respon imun antara pria dan wanita. Bukti menunjukkan bahwa pada level fisiologis, estrogen bermanfaat bagi sistem imun, sedangkan hormone seks pria, testosterone bersifat imunosupresif. Tingginya angka TB pada pria sebagian mungkin menggambarkan perbedaan epidemiologi, pajanan terhadap risiko infeksi, dan progresi dari infeksi menjadi penyakit TB. TB merupakan penyebab utama kematian pada wanita akibat penyakit infeksi. Setiap tahunnya, sekitar tiga perempat juta wanita meninggal karena TB.27c. Faktor lingkunganHubungan antara faktor lingkungan dan infeksi tuberkulosis telah diakui, dan transmisi TB telah lama diketahui berhubungan dengan ventilasi yang buruk di rumah. Hal ini dapat dijelaskan dengan terjadinya penularan TB melalui inhalasi droplet di udara.28 Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian TB paru antara lain:291. Kepadatan penghuni rumahUkuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian TB paru. Disamping itu Asosisasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapatkan kesimpulan secara statistic bahwa kejadian TB paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak memenuhi syarat pada luas ruangannya.30 Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m per orang daerah pedesaan 10 m per orang.2.Kelembaban rumahKelembaban udara dalam rumah minimal 40% 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 18C 30C.31 Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnyasaat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan alergi. Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah berkembang biaknya mikroorganisme Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara, selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk Bakteri-Baktri termasuk bakteri tuberkulosis.29 Kelembaban di dalam rumah menurut Depatemen Pekerjaan Umum (1986) dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :a. Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )b. Merembes melalui dinding ( percolating damp )c. Bocor melalui atap ( roof leaks )Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.3.VentilasiJendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya.32 Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberculosis.29 Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan makin membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik. Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteribakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapatkeluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.4.Pencahayaan Sinar MatahariCahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch (1843-1910). Dari hasil penelitian dengan melewatkan cahaya matahari pada berbagai warna kaca terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis didapatkan data sebagaimana pada tabel berikut.29 Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman.32 Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.5.Lantai rumahKomponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya.32d. Gizi Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberculosis paru. Namun apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko tuberculosis paru.26

2.1.7 Patogenesis2.1.7.1 TB primerPenularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat hidup berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk alveolar bila ukuran kurang dari lima micrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrophil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.23Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (focus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk arteri pulmonalis maka terjadi perjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.2.1.7.2 TB pasca primerKuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen yang menjadi TB dewasa (tuberculosis post primer/TB pasca primer/TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit keganasan, diabetes, HIV/AIDS dan gagal ginjal. TB pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.23Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang berdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

2.1.8 Gejala-gejala klinis Gejala Khas211. BatukBatuk terus menerus selama 3 minggu atau lebih timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat bangun pagi hari.2. DahakDahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi purulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi perlunakan.3. Batuk darahDarah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.4. Nyeri dadaNyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung scapula atau di tempat-tempat lain).5. WheezingWheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granula, ulserasi dan lain-lain (pada tuberkulosis lanjut).6. DispneuDispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan Gejala Umum1. DemamMerupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting sering kali demam sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.2. MenggigilDapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.3. Keringat malamKeringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.4. Gangguan menstruasiGangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut.5. AnoreksiaAnoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

2.1.9 Pemeriksaan fisikTanda fisik penderita TB tidak khas, tidak dapat membantu untuk membedakan TB dengan penyakit paru lain. Tanda fisik tergantung pada lokasi kelainan serta luasnya kelainan struktur paru. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrasi yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostal. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.23

2.1.10 Pemeriksaan laboratorium1. DarahPemeriksaan darah rutin kurang spesifik. Laju endap darah (LED) penting sebagai indikator kestabilan penyakit sehingga dapat digunakan untuk evaluasi penyembuhan. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.23Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga:a. Anemia ringan dengan gambaran nomokrom dan normositer.b. Gama globulin meningkat.c. Kadar natrium darah menurun.Pemeriksaan tersebut nilainya juga tidak spesifik.222. SputumPemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Di samping itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Dalam hal ini diajurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan reflex batuk. Dapat juga diberikan tambahan obat-obatan mukolitik ekspetoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan cara brushing atau bronchial washing atau BAL (Broncho Alveolar Lavage). BTA dari sputum juga dapat diperoleh dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya.23Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.23Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).24a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi hari kedua.b. P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (Unit Pelayanan Kesehatan).c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.24

2.1.11 Diagnosis1. Diagnosis TB paruSemua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.242. Diagnosis TB ekstra paruGejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti kadang sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.24

Gambar 2.2 Alur diagnosis TB paru242.1.12 Pengobatan TBPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.33Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terdiri dari:a. Isoniazidb. Rifampisinc. Pirazinamidd. Streptomisine. EthambutolPrinsip dari pemberian OAT ini harus dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, tidak dianjurkan menggunakan OAT tunggal dan meminumnya harus rutin dan patuh selama proses pengobatan. Selain itu pengobatan tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (awal) dan tahap lanjutan.a. Tahap intensif (awal)Pada tahap intensif penderita mendapatkan OAT selama 2 bulan, apabila hasil pemeriksaan BTA pada akhir tahap ini negatif, maka dapat dilanjutkan hasil pemeriksaan BTA pada akhir tahap ini negatif, maka dapat dilanjutkan dengan pengobatan tahap lanjutan tetapi jika pemeriksaan BTA masih positif maka diberikan tahap sisipan dahulu sebelum masuk ke tahap lanjutan.b. Tahap lanjutanPada tahap lanjutan pasien mendapatkan jenis obat lebih sedikit, namun jangka waktu lebih lama.Tahap ini penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

2.1.13 Pencegahan TBTindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit TB paru, yaitu:34a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulup saat batuk, dan membuang dahak tidak di sembarangan tempat.b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB, yang meliputi gejala, bahaya dan akibat yang ditimbulkan terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi atau dengan memberikan pengobatan khusus kepada penderita TB. Pengobatan dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit TB (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup.f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan dan orang lain yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan penderita TB. Perlu dilakukan tes tuberculin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan dan perlu pemeriksaan intensif.h. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TB aktif perlu pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur selama 6-12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

2.1.14 Faktor penyebab masih tingginya angka TB di Masyarakat241. Kurangnya pengetahuan tentang faktor penyebab dan pencegahan TB.2. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.3. Kurang memadainya organisasi pelayanan TB.4. Informasi-informasi yang salah tentang TB.5. Kurang memadainya tatalaksana kasus TB.

2.2 Pengetahuan2.2.1 PengertianPengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan merupakan bagian yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang.35,36

2.2.2 Tingkat PengetahuanPengetahuan yang mencakup dalam bagian kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:35,361. Tahu (Know)Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.2. Memahami (Comprehension)Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benartentang objek yang diketahuidan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.3. Aplikasi (Application)Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya seperti penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis)Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen.5. Sintesis (Synthesis)Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.6. Evaluasi (Evaluation)Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2.3 Faktor yang mempengaruhiPengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:37a. PendidikanPendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.b. MinatSebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.c. PekerjaanLingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.d. UmurDengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.e. PengalamanAdalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecendrungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan makan secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.f. Sosial BudayaKebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.g. InformasiKemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.2.4 Pengukuran PengetahuanPengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.38Menurut Arikunto, kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan skoring yaitu:381) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%.2) Tingkat pengetahuan cukup baik bila skor atau nilai 56-75%.3) Tingkat pengetahuan kurang baik bila skor atau nilai 40-55%.4) Tingkat pengetahuan tidak baik bila skor atau nilai 0,349 dan 4 item pertanyaan memiliki nilai 0,6.Pada penelitian ini, uji validitas dan reabilitas kuesionernya dilakukan dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 18.

3.10 Teknik Analisis DataAnalisa data yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini dengan menggunakan:1. Analisis Univariat Data penelitian yang diperoleh dari kumpulan jawaban kuesioner tentang pengetahuan santri mengenai TB, kemudian dilakukan skoring untuk setiap pertanyaan dengan jawaban benar diberi nilai 1 dan yang salah diberi nilai 0, sehingga didapatkan nilai skor dengan batas interval 0-14.2.Analisis BivariatUntuk menguji normalitas data digunakan uji statistik kolmogorov smirnov.a. Apabila data berdistribusi normal maka analisis bivariat menggunakan statistik parametrik uji t sampel berpasangan (Paired t Test), dengan rumus:55t = Keterangan:t : Hasil Uji td : Rata-rata dari beda antara nilai pretest dan posttestSd : Simpangan baku dari dn : Banyak sampel

b. Apabila data yang berdistribusi tidak normal maka menggunakan statistik nonparametrik uji Wilcoxon, dengan rumus:56z = Keterangan :z: Hasil uji WilcoxonT: Total jenjang (selisih) terkecil antara nilai pretest dan posttestn: Jumlah sampel

3.11Alur PenelitianAlur penelitian ini meliputi:1. Tahap persiapanTahap persiapan berupa memberitahu dan meminta izin kepada Pimpinan Pesantren Khulafaur Rasyidin untuk mengadakan penelitian dan penyuluhan tentang TB paru di pesantren tersebut.2. Tahap pelaksanaanPada kelompok kontrol dan uji, sebelum diberikan penyuluhan tentang TB paru, peneliti memberikan kuesioner (pretest) terlebih dahulu kepada santri untuk menilai pengetahuan mereka tentang TB paru. Pemberian kuesioner kepada responden dengan alokasi waktu maksimal 15 menit. Kemudian dilakukan intervensi berupa penyuluhan kesehatan dengan kelompok pertama menggunakan metode ceramah dan kelompok kedua menggunakan film dengan alokasi masing-masing maksimal 40 menit. Setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan kesehatan, dilakukan pengukuran kembali tingkat pengetahuan mengenai TB paru dengan kuesioner yang sama (posttest). Peneliti akan memberikan alokasi waktu maksimal 15 menit untuk mengisi kuesioner (posttest).3. Tahap akhirTahap ini dilakukan penyajian data yang telah diolah, melakukan pembahasan hasil penelitian, menarik kesimpulan dan memberikan saran berdasarkan temuan-temuan yang telah diperoleh dari hasil penelitian.

Menentukan sampel

Memastikan legalitas persetujuan dengan surat persetujuan menjadi responden

Membagi reponden menjadi dua kelompok yaitu kelompok penyuluhan menggunakan media audiovisual film dan kelompok dengan metode ceramah

Memberikan kuesioner yang disertai penjelasan (pretest)

Intervensi

Kelompok ujiPenyuluhan menggunakan media audiovisual filmKelompok kontrolPenyuluhan menggunakan metode ceramah

Memberikan kuesioner kembali (posttest)

Analisis dan pengolahan data

Pembahasan hasil penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian

3.12 Etika PenelitianEtika yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:1. Penelitian dilaksanakan apabila peneliti telah memperoleh perizinan dari pimpinan pesantren dan pihak terkait untuk melakukan penelitian tersebut.2. Penelitian ini dilaksanakan apabila peneliti telah mendapatkan izin dari pihak Komite Etik Fakultas Kedokteran UNTAN.

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda C. Bare. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Volume I. Jakarta: EGC. 2002.2. Aditama, Y.T. Batu sandungan itu adalah resistensi OAT. Farmacia. 2008. 8(1): 8.3. PPTI (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia). Who Global Tuberkulosis Control 2010; 2010. Diperoleh dari: http://www.ppti.info/2012/09/tbc-di indonesia-peringkat-ke-5.html. (pada tanggal 28 agustus 2014).4. World Health Organization. Global tuberculosis control 2011; 2011. Diperoleh dari http://www.who.int/tb/publications/global_report/2011/gtbr11_full.pdf. (Pada tanggal 28 agustus 2014).5. Rustono, Pasiham R., Ari U. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tb paru pada usia dewasa (studi kasus di Balai pencegahan dan pengobatan penyakit paru pati). Semarang: Penelitian Program studi magister Epidemiologi Universitas Diponegoro; 2006.6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.7. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Profil Kesehatan Kalimantan Barat Tahun 2012. Kalimantan Barat: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat; 2013.8. Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya. Profil Kesehatan Kabupaten Kubu Raya Tahun 2013. Kubu Raya: Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya; 2014.9. Widodo, E. Upaya peningkatan masyarakat dan tenaga kesehatan dalam pemberantasan tuberculosis; 2004. Diperoleh dari: http://rudyct.com/PPS702 ipb/08234/eddy_widodo.pdf. (Pada tanggal 20 agustus 2014).10. Departemen Kesehatan RI. Pengembangan media promosi kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2004.11. WHO. Education for Health: A Manual on Health Education in Primary Health Care. Geneva; 1998.12. Ewles, L. Simnett, I. Promosi Kesehatan; Petunjuk Praktis. Emilia, O. (Alih Bahasa). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta; 1994.13. Tjahjowati, S. Prawitasari,J.E. dan Pramono, D. Metode Alternatif Pendidikan Kesehatan Bagi Kader Posyandu. Berita Kedokteran Masyarakat.; 1997; XIII(3):137-149.14. Notoatmodjo, S. Promosi kesehatan dan prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.15. Rogers, Everte M, F. Floyd S. Communication of Innovations. A Cross Cultural Approach London; 1983. h. 385.16. Saraswati, Lia karisma. Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Tentang Kanker Serviks dan Partisipasi Wanita Dalam Deteksi Dini Kanker Serviks. Surakarta: Penelitian Pendidikan Profesi Kesehatan. Program Magister Kedokteran Keluarga. Universitas Sebelas Maret; 2011.17. Yulianti, Indah. Booklet untuk meningkatkan pengetahuan pemberantasan sarang nyamuk (psn) demam berdarah dengue (dbd). Jurnal kesehatan lingkungan Unnes 3(2); 2003. Diperoleh dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/1124. (Pada tanggal 20 agustus 2014).18. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi Edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.19. Tabrani, R. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates; 1996:574-9.20. Setyanto, D.B., Rahajoe, N.N. Patogenesis dan Perjalanan Alamiah tuberculosis. Di dalam: Rahajoe, N.N., Supriyanto, B., Setyanto, D.B. Buku ajar respirologi anak edisi I. Jakarta: IDAI; 2008:169-76.21. Danusantoso, H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates; 2000.22. PPTI (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia). Who Global Tuberkulosis Control 2010; 2010. Diperoleh dari: http://www.ppti.info. (pada tanggal 28 agustus 2014).23. Sudoyo, W.A., Bambang, S., Idrus, A., et al. Tuberculosis Paru. Di dalam: Ari F.S., Arina W.M., Ceva W., Pitoyo, Dyah P., dkk (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009; 357:2230-39.24. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis edisi 2. Jakarta: Bakti Husada; 2007.25. Federal Bureau of Prisons. Management of Tuberculosis; 2006. Diperoleh dari http://www.bop.gov. Diakses 28 agustus 2014.26. Crofton, J., Norman, H., Miller, F. Tuberculosis klinis. Harun, M., Sutiono, E., Citraningtyas, T., Cho, P., Noviani, E., Abidin, A.N. (alih bahasa). Jakarta: Widya Medika; 2002.27. Kolappan, C., Gopi, PG., Subramani, R., et al. Selected biological and behavioural risk factor associated with pulmonary tuberculosis. Int J Tuberc Lung Dis; 2007; 11:999-1003.28. Tornee, S., kaewkungwal, J., fungaladda, W., et al. The Association between environmantael factor and tuberculosis infection among household contacs, Southeast Asian J Trop Med Public Health; 2005; 36: 221-4.29. Azwar, A. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara; 1995. 30. Smith, P.G., Moss, A.R. Epidemiology of Tuberculosis Patoghenesis.Washington DC: ASM Press; 1994.31. Keman, S. Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman. Jurnal kesehatan lingkungan; 2005.32. Departemen Kesehatan RI. Pengawasan penyehatan lingkungan pemukiman. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1989.33. Hariadi, S., Muhammad A., Isnu P., Jusuf W., Benyamin P.M., Winariani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr.Soetomo; 2010;2:9-20.34. Naga, S.S. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: DIVA Press; 2012.35. Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. h. 114-135.36. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. h. 118-145. 37. Mubarak, Wahit Iqbal, Nurul Chayatin.Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mangajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2007.38. Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta; 2006.39. Effendy. Dasar-dasar keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 1997. h. 232-43.40. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan Masyarakat Administrasi dan Praktik 9th ed. Trans. Mukti AG. Jakarta: EGC; 1995. h. 318-20.41. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010.42. Djaali, Muljono P. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo; 2000. h. 28-30.43. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007. h. 58-179.44. Nursalam., Efendi, F. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.45. Effendy, N. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 1998.46. Setiawati, S., Dermawan, AC. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media; 2008.47. Notoadmojo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.48. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pusat Promosi Kesehatan, Panduan Pelatihan Komunikasi Perubahan Perilaku. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.49. Notoatmodjo, S. Pendidikan dan perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.50. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2003.h. 96-97.51. Hidayat, A. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika; 2007.52. Departemen Kesehatan RI. Buku Panduan Strategis Promosi Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Departemen Keshatan Republic Indonesia; 2002.53. Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.54. Noor, J. Metodologi Penelitian: Skripsi, tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah. Edisi satu. Jakarta: Kencana; 2011.55. Setiadi. Konsep Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graham Ilmu; 2007.56. Riwidikdo, H. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendika Press; 2009.

Lampiran 1LEMBAR INFORMASI

1. Saya Farah Muthia mahasiswa Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak dengan ini meminta saudara untuk berpatisipasi dengan suka rela dalam penelitian saya yang berjudul Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah dan Media Audiovisual Film terhadap Pengetahuan Santri Madrasah Aliyah tentang TB Paru di Pesantren Khulafaur Rasyidin Tahun 2015.2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceraham dan media audiovisual film terhadap peningkatan pengetahuan santri terhadap TB Paru.3. Manfaat yang akan Saudara dapatkan jika berpatisipasi dalam penelitian ini adalah bertambahnya pengetahuan tentang pengertian, penyebab, cara, penularan, tanda dan gejala, pemeriksaan, cara pencegahan dan pengobatan dari penyakit TB Paru.4. Penelitian ini akan berlangsung dengan rincian 70 menit yang meliputi 15 menit test awal, 40 menit penyuluhan kesehatan. Kemudian akan dilakukan test akhir 15 menit setelah penyuluhan dilaksanakan. Untuk tempat dan waktu penelitian sesuai kesepakatan antara pihak pesantren dengan peneliti. Saat penelitian Saudara diminta menjawab butir-butir pertanyaan yang ada pada lembar pertanyaan yang telah disediakan untuk test awal, kemudian Saudara akan mengikuti penyuluhan kesehatan dan selanjutnya Saudara diminta menjawab butir-butir pertanyaan kembali yang ada pada lembar pertanyaan untuk test akhir.5. Penelitian ini tidak membahayakan bagi keselamatan dan kesehatan Saudara.6. Saudara berhak menentukan pilihan bersedia atau tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini tanpa ada unsur paksaan dari siapa pun.7. Nama dan jati diri Saudara akan tetap dirahasiakan oleh peneliti.

Peneliti,

Farah MuthiaI11111035

Lampiran 2

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIANSaya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:1. Saya telah mengerti tentang tujuan, manfaat, prosedur, risiko serta hak saya sebagai responden dari penelitian ini seperti yang telah disampaikan oleh peneliti secara lisan dan tulisan yang tercantum dalam lembar sebelumnya.2. Dengan ini saya menyatakan (bersedia/tidak bersedia*) tanpa paksaan untuk ikut serta menjadi salah satu subyek penelitian yang berjudul Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah dan Media Audiovisual Film terhadap Pengetahuan Santri Madrasah Aliyah tentang TB Paru di Pesantren Khulafaur Rasyidin Tahun 2015.

Kubu Raya,..2015Peneliti Yang membuat pernyataan

(Farah Muthia)()NIM I11111035*) coret yang tidak perlu

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DAN MEDIA AUDIOVISUAL FILM TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI MADRASAH ALIYAH TENTANG TB PARU DI PESANTREN KHULAFAUR RASYIDINTAHUN 2015

,,,,Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah dan Media Audiovisual Film terhadap Pengetahuan Santri Madrasah Aliyah tentang TB Paru di Pesantren Khulafaur Rasyidin Tahun 2015. Hasil penelitian ini akan digunakan dalam penyusunan skripsi bagi peneliti dan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam promosi kesehatan tentang TB paru.

DATA UMUM RESPONDENNomor responden: .Nama: ............Jenis kelamin*: laki-laki perempuanUsia: tahunKelas: ..

MOHON DIISI DENGAN JUJUR

Kuesioner Pengetahuan Responden terhadap Penyakit TB Paru(Berilah tanda silang (X) pada salah satu alternative jawaban yang anggap paling benar).

1. Apa yang dimaksud dengan TB Paru ?a. Penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosisb. Penyakit tenggorokan akibat Mycobacterium Tuberculosisc. Sakit perut yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis

2. Bagaimana tanda-tanda / gejala penyakit TB Paru?a. Batuk berdahak lebih dari 3 (tiga) minggu, bercampur darah, sesak nafas, rasa nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan turun, berkeringat malam tanpa ada kegiatan dan demam lebih dari sebulan.b. Batuk yang disertai demamc. Batuk dengan gatal tenggorokan

3. Penyakit TB Paru dapat menular kepada orang lain dengan cara ?a. Terhirup percikan air liur atau dahak penderita TB Parub. Bicara berhadap-hadapan dengan penderita TB Paru c. Sudah ada dari masih dalam kandungan

4. Penularan penyakit TB Paru terjadi melalui ?a. Udarab. Pakaianc. Makanan/minuman

5. Apa faktor risiko dari penyakit TB Paru?a. Status gizi, faktor lingkunganb. Genetikc. Donor darah

6. Pemeriksaan apa yang paling penting dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit TB Paru?a. Dahak b. Rontgen c. USG

7. Apa saja obat yang dapat diberikan kepada penderita TB Paru?a. Isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, ethambutolb. Aspirin, paracetamol, ranitidine, albendazole, nistatinc. Cetirizine, ibuprofen, sanmol, metronidazole, digoxin

8. Kapan pemeriksaan dahak dilakukan?a. Sewaktu datang pertama kali - pada pagi hari kedua sewaktu datang kedua kalib, Sewaktu datang - sewaktu pulang pagi hari keduac. Sewaktu datang - pada malam hari kedua sewaktu datang kedua kali

9. Berapa tahap pengobatan TB diberikan ?a. 2 tahapb. 3 tahapc. 5 tahap

10. Tahap apa saja yang diberikan untuk pengobatan TB ?a. Tahap Intensif (awal), Tahap Lanjutanb. Tahap pengendali, Tahap pemeriksaan, tahap operasic. Tahap spekulasi, tahap pemeriksaan

11. Penyakit TB dapat disembuhkan jika?a. Pengobatan teratur disertai dengan perbaikan lingkungan dan perubahan perilakub. Pengobatan medis disertai dengan pengobatan tradisionalc. Pengobatan seumur hidup

12. Apa nama bakteri penyebab penyakit TB?a. Influenzab. Mycobacterium tuberculosisc. Varicella-zoster

13. Penyakit TB dapat dicegah dengan imunisasi apa?a. Imunisasi Campakb. Imunisasi BCGc. imunisasi DPT

14. Berapa lama pengobatan TB dilakukan?a. 2-3 bulanb. 6-12 bulanc. 8-14 bulan

LAMPIRAN 5 TABEL HASIL VALIDASI KUESIONER No. SoalKorelasi rNilai r kritik (n=30)Keterangan

10,3880,349Valid

20,3400,349Tidak Valid

30,3880,349Valid

40,3880,349Valid

50,2350,349Tidak Valid

60,0780,349Tidak Valid

70,3880,349Valid

80,3880,349Valid

90,5030,349Valid

100,3920,349Valid

110,2270,349Tidak Valid

120,3880,349Valid

130,3880,349Valid

140,3880,349Valid

150,3880,349Valid

160,3880,349Valid

170,3880,349Valid

180,3880,349Valid

LAMPIRAN 6HASIL UJI REABILITAS KUESIONERReliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N%

CasesValid30100.0

Excludeda0.0

Total30100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's AlphaN of Items

.06318

1