Resusitasi Bayi Baru Lahir

33
Resusitasi bayi baru lahir Welci Novida Otemusu 10 2009 224 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] PENDAHULUAN Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan factor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaiian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Brendes yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. 1 1

Transcript of Resusitasi Bayi Baru Lahir

Page 1: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Resusitasi bayi baru lahir

Welci Novida Otemusu

10 2009 224

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan

dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir

dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan factor terpenting

yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaiian

statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini

merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh

Drage dan Brendes yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi

hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.1

Working Diagnosis

Asfiksia Neonatorum

Asfiksia adalah ketidakmampuan bayi baru lahir untuk bernapas pada waktu 60 detik

pertama.Asfiksia kelahiran merupakan konsekuensi dari hipoksia intrapartum dimana bayi

mebutuhkan resusitasi lebih lanjut.1

1

Page 2: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Tabel 1. Faktor risiko terjadinya asfiksia.1

SKOR APGAR

Virginia Apgar menemukan system pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajat stress

intrapartum saat lahir.Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memaksa pemeriksa

memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi nerbagai factor yang mungkin

berkaitan dengan dengan masalah kardiopulmonal.Skor 0,1,atau 2 diberikan pada masing-masing

dari kelima variable,1 dan 5 menit setelah lahir.Skor 10 berarti bahwa seluruh tubuh bayi

berwarna merah muda dan memiliki tanda vital normal,sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi

apnea dan tidak memiliki denyut jantung.Terdapat hubungan terbalik antara skor Apgar dengan

derajat asidosis serta hipoksia.Skor 4 atau kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan

peningkatan insidensi asidosis,sedangkan skor 8-10 biasanya berhubungan dengan ketahanan

hidup yang normal.Skor 4 atau kurang pada 5 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi

asidosis,distress pernapasan,serta kematian.Meskipun demikian,banyak neonates yang lahir

dengan skor Apgar rendah ternyata tidak asidotik.Pada beberapa kasus,asfiksia terjadi

sedemikian akutnya sampai tidak dicerminkan dalam pH darah.Selain itu,proses lain selain

asfiksia (prematuritas ekstrem sendiri,anestesi atau sedasi ibu,dan patologi ssp) dapat

2

Page 3: Resusitasi Bayi Baru Lahir

menghasilkan skor yg rendah.Terlepas dari factor penyebabnya,skor Apgar yang tetap rendah

memerlukan resusitasi.Penentuan skor Apgar harus diteruskan setiap 5 menit,sampai skor

mencapai nilai 7.3

Frekuensi Denyut Jantung

Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120 dan 160 denyut per menit.Denyutan

diatas 100 per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah jantung.

Upaya Bernapas

Bayi normal akan megap-megap saat lahir,menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik,dan

mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali pee menit pada usia 2 sampai

3 menit Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi oleh berbagai

sebab,termasuk asidosis berat,asfiksia,infeksi janin,kerusakan system saraf pusat ,atau

pemberian obat pada ibu (barbiturate,narkotik,dan trankuilizer).

Tonus Otot

Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera

setelah lahir.Bayi yang tidak dapat melakuka hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang

lemah biasanya asfiksia,mengalami depresi akibat obat,atau menderita kerusakan system

saraf pusat.

Kepekaan Refleks

Respons normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung

adalah menyeringai,batuk,atau bersin.

Warna Kulit

Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir.Mereka berubah menjadi merah muda setelah

tercapai ventilasi yang efektif.Hamoir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang berwarna

merah muda,tetapi sianotik pada tangan serta kakinya (akrosianosis) 90 detik setelah

lahir.Sianosis menyeluruh setelah 90 detik terjadi pada curah jantung yang

rendah,methemoglobinemia,polisitemia,penyakit jantung congenital jenis sianotik,perdarahan

intracranial,penyakit membrane hialin,aspirasi darah atau mekonium,obstruksi jalan

napas,paru-paru hipoplastik,hernia diafragmatika,dan hipertensi pulmonal

persisten.Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami vasokonstriksi

perifer.Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia,hipovolemia,atau asidosis berat.3,4

3

Page 4: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Tabel 2. Skor Apgar

Tanda 0 1 2

Warna kulit Seluruh tubuh biru/

pucat

Tubuh

kemerahan,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh

kemerahan

Laju

jantung

Tidak ada <100 >100 x/ menit

Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Tonus otot Tidak ada

pergerakan

Ekstremitas fleksi

sedikit

Gerakan aktif

Usaha

napas

Tidak ada Lambat Menangis kuat

Skor Apgar 8-10 pada usia 1 menit

Kebanyakan bayi yang lahir hidup mempunyai skor Apgar 8-10 pada usia 1 meit dan jarang

memerlukan tindakan resusitasi kecuali pengisapan jalan napas.Neonatus yang sangat premature

atau yang mengalami stress intrauterine yang tidak lazim,pada awalnya dapat tampak sehat,tetapi

memerlukan resusitasi beberapa menit setelah lahir.Oleh karena itu,semua bayi harus dievaluasi

ulang secara cermat pada usia 5 menit,setelah stimulasi kelahiran berhenti.Terlepas dari skor

Apgar 5 menit,semua bayi harus diobservasi secara cermat selama 12 jam pertama setelah lahir

untuk memastikan bahwa mereka telah beradaptasi dengan baik pada kehidupan ekstrauterin.3

Skor Apgar 5-7 pada Usia I Menit

Bayi-bayi ini mengalami asfiksia ringan, tetapi biasanya berespons terhadap pemberian oksigen

dan pengeringan dengan handuk. Mereka tidak boleh dirangsang dengan memberi tepukan pada

kaki atau bokong. Jika bayi tersebut gagal mempertahankan pernapasan yang ritmis saat

rangsangan dihentikan, ulangi pemberian rangsangan dan teruskan pemberian oksigen mdalui

4

Page 5: Resusitasi Bayi Baru Lahir

hidung serta mulut Tentukan obat apa yang telah diterima ibu dan kapan ia memakan obat itu.

Jika ibu menerima narkotik 30-60 menit sebelum kelahiran, pertimbangkan pemberian nalokson

intra- muskular (0,1 mg/kg) kepada bayinya jika ventilasi tidak adekuat.

Skor Apgar 3-4 pada Usia 1 Menit

Bayi-bayi ini biasanya berespons terhadap ventilasi kantong serta sungkup. Jika tidak, bayi harus

ditangani sebagai bayi dengan skor 0-2. Selain itu, pertimbangkan juga pemberian nalokson jika

ibu meminum narkotik.

Skor Apgar 0-2 pada Usia 1 Menit

Bayi-bayi ini mengalami asfiksia berat, memerlukan ventilasi segera, dan mungkin memerlukan

pemijatan jantung serta bantuan sirkulasi. Jika ventilasi menggunakan sungkup serta kantong

tidak segera berhasil, lakukan intubasi trakea dan kembangkan serta ventilasikan paru dengan

oksigen yang cukup (biasanya 80-100%) untuk mempertahankan Pa02 atau saturasi oksigen

yang normal (87-92% untuk bayi prematur dan 92-97% untuk neonatus cukup bulan).

Pengembangan yang sama di antara kedua apeks dada saat inspirasi menunjukkan ventilasi

kedua paru; ini merupakan tanda yang lebih baik daripada auskultasL Bunyi napas bilateral

tidak memastikan bahwa kedua paru mendapat ventilasi karena bunyi napas dihantarkan dengan

baik pada dada yang kedl, bahkan bila ada atdcktasis atau pneumotoraks. Bila ventilasi adekuat,

frekuensi denyut jantung meningkat dan sianosis menghilang, kecuali terdapat acidosis

metabolik yang berat. Pengukuran pH arteri, PaC02 dan PaC^ adalah satu-satunya cara yang

handal dalaro menilai ventilasi yang adekuat. Untuk mulai mengembangkan paru, mungkin

diperiukan tekanan sebesar 30-40 an H2(\ tetapi tekanan sebesar 20-30 cm HzO biasanya sudah

mencukupl Begitu para mengembang, ventilasi yang adekuat biasanya dapatdicapai dengan

tekanan kurang dari 20 cm H2Q. Pada 2 menit pertama resusitasi, tekanan inflasi

(pengembangan) haras dipertahankan seJama 1-2 detik pada setiap napas kesepuluh untuk

mengembangkan alveoli seita meredis tribusi ventilasi dari segmen paru yang terventilasi baik

ke segmen yang terventilasi buruk. Tekanan akhir-ekspirasi positif (PEEP, positive end-expiratory

pressure) sebesar 3-5 cm H20 mungkin perlu dipertahankan untuk mempertahankanoksigenasi

yang adekuat.

5

Page 6: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Ventilasi kantong-dan-sungkup tidak seefektifventilasi melalui pipa endotrakea, khususnya

bila terdapat penyakit paru bermakna. VentOasi kantong-dan-sungkup sering mendistensi

lambungdengan udara, yang mengangkat diafragma dan membatasi ventilasi. Oleh karena itu,

lambung harus didekompresi menggunakan pipa orogastrik seJama ventilasi kantong-dan-sungkup.

Keputusan untuk melanjutkan dengan intubasi trakea didasarkan pada temuan klinis serta

keterampiJan orang yang mdakukan intubasi.3,4

FAKTOR RISIKO YANG BERKAITAN DENGAN KEBUTUHAN RESUSITASI

NEONATUS3

A. FAKTOR ANTEPARTUM

1. Diabetes maternal

2. Hipertensi kronik

3. Anemia atau isoimunisasi

4. Riwayat kemarian janin dan neonatus

5. Perdarahan pada trimester dua dan tiga

6. Infeksi maternal

7. Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid,aatau kelainan neurologi

8. Polihidramnion

9. Oligohidramnion

10. Ketuban pecah dini

11. Hidrops fetalis

12. Kehamilan lewat waktu

13. Kehamilan ganda

14. Berat janin tidak sesuai masa kehamilan

15. Terapi obat-obat seperti Karbonat Magnesium; B bloker

16. Ibu pengguna obat-obat bius

17. Malformasi janin dan anomali

18. Berkurangnya gerakan janin

19. Tanpa pemeriksaan antenatal

20. Usia < 16 atau > 35 tahun

6

Page 7: Resusitasi Bayi Baru Lahir

B. FAKTOR INTRAPARTUM

1. Bedah kaesar darurat

2. Kelahiran dengan ekstraksi vakum

3. Letak sungsang atau presentasi abnormal

4. Kelahiran kurang bulan

5. Persalinan presipitatus

6. Korioamnionitis

7. Ketuban pecah lama (>18 jam sebelum persalinan)

8. Partus lama (>24 jam)

9. Kala 2 lama (>2 jam)

10. Makrosomia

11. Bradikardia janin persisten

12. Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan

13. Pengguna anestesi umum

14. Hiperstimulasi uterus

15. Pengguna obat narkotik dalam 4 jam/kurang sebelum persalinan

16. Air ketuban hijau kental bercampur mekonium

17. Prolaps tali pusat

18. Solusio plasenta

19. Plasenta previa

20. Perdarahan intrapartum

LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI NEONATUS

Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung bernafas,

menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti mengeringkan,

menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau kateter penghisap.

7

Page 8: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan langkah-langkah

resusitasi. Nilai Apgar dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi.

Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain:

1. Stabilisasi

2. Ventilasi

3. Kompresi dada

4. Penggunakan medikasi

Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya. Untuk menuju

ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung, dan kulit bayi.

Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi. Peningkatan atau

penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau perburukan. Sianosis

sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau hipovolemia merupakan indikasi

dari resusitasi lebih lanjut.2,7

8

Page 9: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Sumber : E1029 : 2005 American Heart Association (AHA) Guidelines for

Cardiopulmonary and Neonatal Patients: Neonatal Resuscitation Guidelines

9

Page 10: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric . Illinois:

American Academy of Pediatrics . 2006.

Langkah Awal Resusitasi

Langkah awal untuk memulai resusitasi meliputi mengurangi pengeluaran panas,

memposisikan kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas, membersihkan jalan

nafas, dan memberikan rangsangan.

Gambar 1.Langkah awal resusitasi.2

1. Menghangatkan

Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini dapat dilakukan

dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Sebaiknya bayi yang diletakkan di

bawah radiant warmer dibiarkan tidak berpakaian agar dapat diobservasi dengan baik serta

mencegah terjadinya hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari 1500 gram, mempunyai

risiko tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi tersebut dibungkus dengan plastik,

10

Page 11: Resusitasi Bayi Baru Lahir

selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari resusitasi neonatus yaitu untuk mencapai

normotermi dengan cara memantau suhu, sehingga tidak terjadi hipertermi iatrogenik.2,6

2. Memposisikan Kepala dan Membersihkan Jalan Nafas

Setelah diletakkan di bawah radiant warmer, bayi sebaiknya diposisikan terlentang dengan

sedikit ekstensi pada leher pada posisi sniffing position. Kemudian jalan nafas harus

dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat dibersihkan dengan hanya menyeka

hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat dilakukan suction dengan menggunakan bulb

syringe atau suction catheter jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan suction terhadap mulut lebih

dahulu sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak terdapat sesuatu di dalam rongga

mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu dihindari tindakan suction yang terlalu

kuat dan dalam karena dapat menyebabkan terjadinya refleks vagal yang menyebabkan

bradikardi dan apneu. 2,7

sniffing position

source : http://www.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/N%20teaching/Neonatal%20Resuscitation

%20Supplies%20and%20Equipment.htm l//

Jika terdapat mekonium tetapi bayinya bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari

100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan

hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika diperlukan. 5,7

11

Page 12: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses

persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha nafas

yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit, perlu

dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah lahir. Hal ini

dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter penghisap ukuran 12

French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring posterior, dilanjutkan dengan

memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan suction. Langkah ini diulangi hingga

keberadaan mekonium sangat minimal. 5,6,7

Source : http://www.firstaidmonster.com/popup_image.php/pID/7122

sumber:

12

Page 13: Resusitasi Bayi Baru Lahir

http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php

Sumber : http://journal.medscape.com/content/1999/00/43/71/437101/437101_fig.html

3. Mengeringkan dan Memberi Rangsangan

Ketika jalan nafas sudah dibersihkan, bayi dikeringkan untuk mencegah terjadinya kehilangan

panas, kemudian diposisikan kembali. Jika usaha nafas bayi masih belum baik, dapat diberikan

rangsang taktil dengan memberikan tepukan secara lembut atau menyentil telapak kaki, atau

dapat juga dilakukan dengan menggosok-gosok tubuh dan ekstremitas bayi. 2,7

Penelitian laboratotium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang

berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang cepat

maka peride selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk

telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.7

Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa

usaha bernapas megap – megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama

masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi

baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi tekanan positif harus diberikan untuk mengatasi

masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung akan mulai menurun pada saat bayi

mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.7

13

Page 14: Resusitasi Bayi Baru Lahir

4. Evaluasi Pernafasan, Laju Nadi, dan Warna Kulit

Langkah terakhir dari langkah awal resusitasi yaitu evaluasi pernafasan, laju nadi dan warna

kulit. Pergerakan dada harus baik dan tidak ada megap megap (gasping ). Gasping menunjukkan

adanya usaha nafas yang tidak efektif dan memerlukan ventilasi tekanan positif. Selain itu, laju

nadi harus lebih dari 100 kali per menit, yang diukur dengan cara melakukan palpasi tekanan

nadi di daerah dasar umbilikus, atau dengan auskultasi dinding dada sebelah kiri. Jika laju nadi

kurang dari 100 kali per menit, segera lakukan ventilasi tekanan positif.

sumber : http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php

Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh bayi untuk

menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya hipoksemia,

sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis setelah diberikan oksigen

tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan dengan laju nadi lebih dari 100 kali

per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu

dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan atau adanya hipertensi pulmoner yang persisten.

PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS 2

Penilaian Jalan Nafas

14

Page 15: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Seperti yang sudah disebutkan, penilaian dan penatalaksanaan dari jalan nafas dapat

dilakukan dengan cara pembersihan jalan nafas, memposisikan bayi pada sniffing position untuk

membuka jalan nafas. Selain itu, dapat pula dilakukan evaluasi terhadap laju nadi dan warna

kulit bayi. Evaluasi ini harus dilakukan dengan baik karena bila ada salah satu tanda vital yang

abnormal, akan segera membaik jika diberikan ventilasi. Jadi, di dalam resusitasi neonatus,

pemberian ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang paling penting dan paling efektif.

Pemberian Oksigen

Pemberian oksigen diperlukan apabila neonatus dapat bernafas, laju nadi lebih dari 100

kali per menit, tetapi masih terjadi sianosis sentral. Oksigen aliran bebas oksigen diberikan

dengan cara dialirkan ke hidung bayi secara pasif, dapat diberikan menggunakan sungkup, T-

piece resuscitator, atau selang oksigen (oxygen tubing) sesuai dengan cara yang diperlukan.

Untuk memastikan neonatus mendapatkan oksigen dengan konsetrasi tinggi, sungkup harus

diletakkan menempel pada wajah, agar menciptakan tekanan yang setara dengan Continuous

Positive Airway Pressure (CPAP) atau Positive End Expiratory Pressure (PEEP). Jika

menggunakan selang oksigen, posisi tangan harus dibentuk seperti mangkok di ujung selang dan

diletakkan di depan wajah bayi. Oksigen tidak boleh diberikan lebih dari 10 liter per menit

(LPM) untuk waktu yang lama. Oksigen cukup diberikan dengan aliran 5 LPM dalam resusitasi. 2,7

Standar oksigen yang digunakan dalam resusitasi neonatus yaitu oksigen 100%. Terdapat

penelitian yang meneliti penggunaan udara ruangan (oksigen 21%) dan oksigen 100% untuk

resusitasi neonatus.

Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan

jaringan, terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya penggunaan

oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan menggunakan

oxygen blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk menghasilkan konsentrasi udara

yang diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit jantung bawaan, penggunaan oksigen 100%

dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara umum, saturasi oksigen harus dijaga antara 85-95%,

dimana 70-80% didapatkan pada menit awal kehidupan. 7,8

15

Page 16: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi

tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara lain:

1. Bayi yang apnea

2. Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik

3. Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Aterm

Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping (megap

megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit dengan

oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100 kali per

menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif pada bayi aterm

dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan tekanan 20 cm H2O

sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya peningkatan dari laju nadi.

Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala dan sungkup, serta bersihkan

kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal dengan ventilasi yang non-

invasif, perlu dilakukan intubasi.

16

sumber : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u04/u04b_p01.html//

sumber : www.emergent.in/images/Neopuff.gif

Page 17: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm

Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar,

sehingga lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup

adekuat dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda pernapasan

yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)

sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal, perlu dilakukan intubasi.

Alat-alat Ventilasi 7

Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:

1. Self-inflating bags

2. Flow-inflating bag

3. T-piece resuscitator

4. Laryngeal mask airways

5. Endotracheal tube

Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual. Alat ini

memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun katup

pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory Pressure

(PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating bags tidak

dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan untuk

mengalirkan oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).

Sumber : http://www.nzdl.org/gsdl/collect/who/archives/HASH0176.dir/p05.gif

17

Page 18: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada

sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat dilakukan

PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain itu, dengan alat

ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus.

T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat

membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih

stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain itu,

dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.

Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila penggunaan

sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.

Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain: 7,8

1. Penghisapan mekonium dari trakea

2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif

3. Koordinasi dengan kompresi dada

4. Penggunaan Epinefrin

5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)

Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan pre-

oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya digunakan

blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0 untuk bayi

preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube dipilih

berdasarkan berat dari neonatus. 9

Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi, adanya

pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun pada

selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan dari laju

nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa dengan

laringoskop. 7,9

18

Page 19: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Ukuran ET Berat (gram) Usia gestasi (minggu)

2,5 <1000 <28

3,0 1000-2000 28-34

3,5 2000-3000 34-38

3,5-4,0 >3000 > 38

Kompresi Dada10

Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun

sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30 detik.

Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan perbandingan

kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan

kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan, yaitu

dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method).

Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur

kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan

melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi

jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan

akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter.

Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap

laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi

lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.

19

Page 20: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Penghentian Resusitasi 10

Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi

dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram,

anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian

resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.

OBAT-OBATAN

1. Epinefrin

Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat oksigenasi dengan

ventilasi dan kompresi dada tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Epinefrin dapat

menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas jantung, dan meningkatkan

frekuensi jantung. Dosis yang digunakan 0.01-0.03 mg/kg yang dapat diberikan IV atau dosis

yang lebih tinggi 0.03 sampai 0.1 mg/kg melalui pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat diulang

setiap 3-5 menit sekali. 2,3,13

20

Page 21: Resusitasi Bayi Baru Lahir

2. Volume expanders

pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya

hipovolemia terutama pada neonatus dengan respons yang tidak adekuat terhadap resusitasi yang

diberikan. Volume expanders yang dapat digunakan whole blood O-rh negative 10ml/kg, atau

Ringer Lactate 10ml/kg, dan normal saline 10 ml/kg. Semuanya ini dapat diberikan secara intra

vena selama 5-10 menit. 2,3

3. Naloxone hydrochloride

Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus dengan depresi nafas yang

tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang sebelumnya lahir dari ibu dengan mendapatkan

narkotik 4 jam sebelum kelahiran. Dosis yang diberikan 0.1 mg/kg secara IV ataupun melalui

pipa endotrakeal. Dosis ini dapat diulangi setiap 5 menit apabila dibutuhkan. 2,3

4. Dextrose

Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir pada neonatus yang

mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes, atau prematur. Bolus dextrosa

10% diberikan dengan dosis 1-2 ml/kg IV dan selanjutnya dapat diberikan dextrosa 10% dengan

laju 4-6ml/kg/menit (80-100ml/kg/hari) 2,3

KOMPLIKASI

Sistem organ Komplikasi yang mungkin

terjadi

Tindakan pasca resusitasi

Otak Apnue

Kejang

Pemantauan apnue

Bantuan ventilasi kalau

perlu,

Pemantauan gula darah,

elektrolit, pencegahan

hipotermi, pertimbangkan

terapi anti kejang.

Paru-paru Hipertensi pulmoner Pertahankan ventilasi dan

21

Page 22: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Pneumonia

Pneumotoraks

Takipneu transien

Sindrom aspirasi mekonium

Defisiensi surfaktan

oksigenasi.

Pertimbangkan antibiotika.

Foto toraks bila sesak nafas.

Pemberian oksigen alir

bebas.

Tunda minum bila sesak.

Pertimbangkan pemberian

surfaktan.

Kardiovaskular Hipotensi Pemantauan tekanan darah

dan frekuensi jantung.

Pertimbangkan inotropik

(missal dopamine) dan atau

cairan penambah volume

darah.

Ginjal Nekrosis tubular akut Pemantauan produksi urin.

Batasi masukan cairan bila

ada oligouria dan volume

vascular adekuat.

Pemantauan kadar elektrolit.

Gastrointestinal Ileus

Entrokolitis

Nekrotikans

Tunda pemberian minum.

Berikan cairan intravena.

Pertimbangkan nutrisi

parenteral.

Metabolik / hematologic Hipoglikemia

Hipokalsemia

Hiponatremia

Anemia

Trombositopenia

Pemantauan gula darah

Pemantauan elektrolit,

Pemantauan hematokrit,

Pemantauan trombosit.

22

Page 23: Resusitasi Bayi Baru Lahir

Prognosis

(a) Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.

(b) Asfiksia berat : dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.

Asfiksia pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis

permanen, misalnya restardasi mental.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard, Kliegman Roberts, Jenson Hal. Nelson Textbook of Pediatric.17th ed.

Pennsylvania : An Imprint of Elsevier Science. 2004

2. Newell J Simon,Meadow Roy Sir.Resusitasi.Dalam : Lecture Notes : Pediatrika.Jakarta :

Penerbit Erlangga;2003.h.61-3.

3. Abraham M Rudolph.Resusitasi bayi baru lahir.Dalam : Buku Ajar Pediatric

Rudolph.Jakarta : PenerbitEGC,2006.h.274-80.

4. Manuaba Gde Bagus Ida,Manuaba Chandranita.Asfiksia dan Resusitasi neonates.Dalam :

Pengantar Kuliah Obstetri.Jakarta: Penerbit EGC,2007.h.848-51.

23

Page 24: Resusitasi Bayi Baru Lahir

5. Kaye D Alan, pickney LM,  Hall M. Stan, Baluch R.Amir, Frost Elizabeth, Ramadhyani

Usha. Update On Neonatal Resuscitation [serial online]. 2009. available from URL :

http://staff.aub.edu.lb/~webmeja/20_1.html//

6. E 45 : Wu TJ, Carlo W A.. Pulmonary Physiology of Neonatal Resuscitation. Illinois:

American Academy of Pediatrics . 2001.

7. Buku resusitasi : Kattwinkel J. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 5th ed. USA:

American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006

8. E 16 : O'Donnell C, Kamlin O, Davis P, Morley C J. .Endotracheal Intubation

Attempts During Neonatal Resuscitation: Success Rates, Duration, and Adverse

Effects. Illinois: American Academy of Pediatrics.2006.

24