Resusitasi Bayi Baru Lahir
-
Upload
welci-otemusu -
Category
Documents
-
view
143 -
download
3
Transcript of Resusitasi Bayi Baru Lahir
Resusitasi bayi baru lahir
Welci Novida Otemusu
10 2009 224
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara,No.6, Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
PENDAHULUAN
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan factor terpenting
yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin. Penilaiian
statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh
Drage dan Brendes yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.1
Working Diagnosis
Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah ketidakmampuan bayi baru lahir untuk bernapas pada waktu 60 detik
pertama.Asfiksia kelahiran merupakan konsekuensi dari hipoksia intrapartum dimana bayi
mebutuhkan resusitasi lebih lanjut.1
1
Tabel 1. Faktor risiko terjadinya asfiksia.1
SKOR APGAR
Virginia Apgar menemukan system pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajat stress
intrapartum saat lahir.Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memaksa pemeriksa
memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi nerbagai factor yang mungkin
berkaitan dengan dengan masalah kardiopulmonal.Skor 0,1,atau 2 diberikan pada masing-masing
dari kelima variable,1 dan 5 menit setelah lahir.Skor 10 berarti bahwa seluruh tubuh bayi
berwarna merah muda dan memiliki tanda vital normal,sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi
apnea dan tidak memiliki denyut jantung.Terdapat hubungan terbalik antara skor Apgar dengan
derajat asidosis serta hipoksia.Skor 4 atau kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan
peningkatan insidensi asidosis,sedangkan skor 8-10 biasanya berhubungan dengan ketahanan
hidup yang normal.Skor 4 atau kurang pada 5 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi
asidosis,distress pernapasan,serta kematian.Meskipun demikian,banyak neonates yang lahir
dengan skor Apgar rendah ternyata tidak asidotik.Pada beberapa kasus,asfiksia terjadi
sedemikian akutnya sampai tidak dicerminkan dalam pH darah.Selain itu,proses lain selain
asfiksia (prematuritas ekstrem sendiri,anestesi atau sedasi ibu,dan patologi ssp) dapat
2
menghasilkan skor yg rendah.Terlepas dari factor penyebabnya,skor Apgar yang tetap rendah
memerlukan resusitasi.Penentuan skor Apgar harus diteruskan setiap 5 menit,sampai skor
mencapai nilai 7.3
Frekuensi Denyut Jantung
Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120 dan 160 denyut per menit.Denyutan
diatas 100 per menit biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah jantung.
Upaya Bernapas
Bayi normal akan megap-megap saat lahir,menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik,dan
mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali pee menit pada usia 2 sampai
3 menit Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur terjadi oleh berbagai
sebab,termasuk asidosis berat,asfiksia,infeksi janin,kerusakan system saraf pusat ,atau
pemberian obat pada ibu (barbiturate,narkotik,dan trankuilizer).
Tonus Otot
Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera
setelah lahir.Bayi yang tidak dapat melakuka hal tersebut atau bayi dengan tonus otot yang
lemah biasanya asfiksia,mengalami depresi akibat obat,atau menderita kerusakan system
saraf pusat.
Kepekaan Refleks
Respons normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung
adalah menyeringai,batuk,atau bersin.
Warna Kulit
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir.Mereka berubah menjadi merah muda setelah
tercapai ventilasi yang efektif.Hamoir semua bayi memiliki tubuh serta bibir yang berwarna
merah muda,tetapi sianotik pada tangan serta kakinya (akrosianosis) 90 detik setelah
lahir.Sianosis menyeluruh setelah 90 detik terjadi pada curah jantung yang
rendah,methemoglobinemia,polisitemia,penyakit jantung congenital jenis sianotik,perdarahan
intracranial,penyakit membrane hialin,aspirasi darah atau mekonium,obstruksi jalan
napas,paru-paru hipoplastik,hernia diafragmatika,dan hipertensi pulmonal
persisten.Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami vasokonstriksi
perifer.Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia,hipovolemia,atau asidosis berat.3,4
3
Tabel 2. Skor Apgar
Tanda 0 1 2
Warna kulit Seluruh tubuh biru/
pucat
Tubuh
kemerahan,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Laju
jantung
Tidak ada <100 >100 x/ menit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
Tonus otot Tidak ada
pergerakan
Ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan aktif
Usaha
napas
Tidak ada Lambat Menangis kuat
Skor Apgar 8-10 pada usia 1 menit
Kebanyakan bayi yang lahir hidup mempunyai skor Apgar 8-10 pada usia 1 meit dan jarang
memerlukan tindakan resusitasi kecuali pengisapan jalan napas.Neonatus yang sangat premature
atau yang mengalami stress intrauterine yang tidak lazim,pada awalnya dapat tampak sehat,tetapi
memerlukan resusitasi beberapa menit setelah lahir.Oleh karena itu,semua bayi harus dievaluasi
ulang secara cermat pada usia 5 menit,setelah stimulasi kelahiran berhenti.Terlepas dari skor
Apgar 5 menit,semua bayi harus diobservasi secara cermat selama 12 jam pertama setelah lahir
untuk memastikan bahwa mereka telah beradaptasi dengan baik pada kehidupan ekstrauterin.3
Skor Apgar 5-7 pada Usia I Menit
Bayi-bayi ini mengalami asfiksia ringan, tetapi biasanya berespons terhadap pemberian oksigen
dan pengeringan dengan handuk. Mereka tidak boleh dirangsang dengan memberi tepukan pada
kaki atau bokong. Jika bayi tersebut gagal mempertahankan pernapasan yang ritmis saat
rangsangan dihentikan, ulangi pemberian rangsangan dan teruskan pemberian oksigen mdalui
4
hidung serta mulut Tentukan obat apa yang telah diterima ibu dan kapan ia memakan obat itu.
Jika ibu menerima narkotik 30-60 menit sebelum kelahiran, pertimbangkan pemberian nalokson
intra- muskular (0,1 mg/kg) kepada bayinya jika ventilasi tidak adekuat.
Skor Apgar 3-4 pada Usia 1 Menit
Bayi-bayi ini biasanya berespons terhadap ventilasi kantong serta sungkup. Jika tidak, bayi harus
ditangani sebagai bayi dengan skor 0-2. Selain itu, pertimbangkan juga pemberian nalokson jika
ibu meminum narkotik.
Skor Apgar 0-2 pada Usia 1 Menit
Bayi-bayi ini mengalami asfiksia berat, memerlukan ventilasi segera, dan mungkin memerlukan
pemijatan jantung serta bantuan sirkulasi. Jika ventilasi menggunakan sungkup serta kantong
tidak segera berhasil, lakukan intubasi trakea dan kembangkan serta ventilasikan paru dengan
oksigen yang cukup (biasanya 80-100%) untuk mempertahankan Pa02 atau saturasi oksigen
yang normal (87-92% untuk bayi prematur dan 92-97% untuk neonatus cukup bulan).
Pengembangan yang sama di antara kedua apeks dada saat inspirasi menunjukkan ventilasi
kedua paru; ini merupakan tanda yang lebih baik daripada auskultasL Bunyi napas bilateral
tidak memastikan bahwa kedua paru mendapat ventilasi karena bunyi napas dihantarkan dengan
baik pada dada yang kedl, bahkan bila ada atdcktasis atau pneumotoraks. Bila ventilasi adekuat,
frekuensi denyut jantung meningkat dan sianosis menghilang, kecuali terdapat acidosis
metabolik yang berat. Pengukuran pH arteri, PaC02 dan PaC^ adalah satu-satunya cara yang
handal dalaro menilai ventilasi yang adekuat. Untuk mulai mengembangkan paru, mungkin
diperiukan tekanan sebesar 30-40 an H2(\ tetapi tekanan sebesar 20-30 cm HzO biasanya sudah
mencukupl Begitu para mengembang, ventilasi yang adekuat biasanya dapatdicapai dengan
tekanan kurang dari 20 cm H2Q. Pada 2 menit pertama resusitasi, tekanan inflasi
(pengembangan) haras dipertahankan seJama 1-2 detik pada setiap napas kesepuluh untuk
mengembangkan alveoli seita meredis tribusi ventilasi dari segmen paru yang terventilasi baik
ke segmen yang terventilasi buruk. Tekanan akhir-ekspirasi positif (PEEP, positive end-expiratory
pressure) sebesar 3-5 cm H20 mungkin perlu dipertahankan untuk mempertahankanoksigenasi
yang adekuat.
5
Ventilasi kantong-dan-sungkup tidak seefektifventilasi melalui pipa endotrakea, khususnya
bila terdapat penyakit paru bermakna. VentOasi kantong-dan-sungkup sering mendistensi
lambungdengan udara, yang mengangkat diafragma dan membatasi ventilasi. Oleh karena itu,
lambung harus didekompresi menggunakan pipa orogastrik seJama ventilasi kantong-dan-sungkup.
Keputusan untuk melanjutkan dengan intubasi trakea didasarkan pada temuan klinis serta
keterampiJan orang yang mdakukan intubasi.3,4
FAKTOR RISIKO YANG BERKAITAN DENGAN KEBUTUHAN RESUSITASI
NEONATUS3
A. FAKTOR ANTEPARTUM
1. Diabetes maternal
2. Hipertensi kronik
3. Anemia atau isoimunisasi
4. Riwayat kemarian janin dan neonatus
5. Perdarahan pada trimester dua dan tiga
6. Infeksi maternal
7. Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid,aatau kelainan neurologi
8. Polihidramnion
9. Oligohidramnion
10. Ketuban pecah dini
11. Hidrops fetalis
12. Kehamilan lewat waktu
13. Kehamilan ganda
14. Berat janin tidak sesuai masa kehamilan
15. Terapi obat-obat seperti Karbonat Magnesium; B bloker
16. Ibu pengguna obat-obat bius
17. Malformasi janin dan anomali
18. Berkurangnya gerakan janin
19. Tanpa pemeriksaan antenatal
20. Usia < 16 atau > 35 tahun
6
B. FAKTOR INTRAPARTUM
1. Bedah kaesar darurat
2. Kelahiran dengan ekstraksi vakum
3. Letak sungsang atau presentasi abnormal
4. Kelahiran kurang bulan
5. Persalinan presipitatus
6. Korioamnionitis
7. Ketuban pecah lama (>18 jam sebelum persalinan)
8. Partus lama (>24 jam)
9. Kala 2 lama (>2 jam)
10. Makrosomia
11. Bradikardia janin persisten
12. Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
13. Pengguna anestesi umum
14. Hiperstimulasi uterus
15. Pengguna obat narkotik dalam 4 jam/kurang sebelum persalinan
16. Air ketuban hijau kental bercampur mekonium
17. Prolaps tali pusat
18. Solusio plasenta
19. Plasenta previa
20. Perdarahan intrapartum
LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI NEONATUS
Neonatus aterm yang cairan ketubannya jernih dan bersih dari mekonium, langsung bernafas,
menangis, dan tonus ototnya baik memerlukan perawatan rutin, seperti mengeringkan,
menghangatkan, dan membersihkan jalan nafas dengan balon penghisap atau kateter penghisap.
7
Sebaliknya, neonatus yang tidak memenuhi kriteria di atas memerlukan langkah-langkah
resusitasi. Nilai Apgar dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi.
Langkah-langkah resusitasi neonatus antara lain:
1. Stabilisasi
2. Ventilasi
3. Kompresi dada
4. Penggunakan medikasi
Setiap langkah memerlukan waktu 30 detik untuk menuju ke langkah berikutnya. Untuk menuju
ke langkah berikutnya diperlukan penilaian terhadap respirasi, detak jantung, dan kulit bayi.
Contohnya, apnea dan gasping merupakan indikasi bantuan ventilasi. Peningkatan atau
penurunan detak jantung dapat menunjukkan kondisi perbaikan atau perburukan. Sianosis
sentral, penurunan cardiac output, hipotermia, asidosis, atau hipovolemia merupakan indikasi
dari resusitasi lebih lanjut.2,7
8
Sumber : E1029 : 2005 American Heart Association (AHA) Guidelines for
Cardiopulmonary and Neonatal Patients: Neonatal Resuscitation Guidelines
9
Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) of Pediatric . Illinois:
American Academy of Pediatrics . 2006.
Langkah Awal Resusitasi
Langkah awal untuk memulai resusitasi meliputi mengurangi pengeluaran panas,
memposisikan kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas, membersihkan jalan
nafas, dan memberikan rangsangan.
Gambar 1.Langkah awal resusitasi.2
1. Menghangatkan
Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini dapat dilakukan
dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Sebaiknya bayi yang diletakkan di
bawah radiant warmer dibiarkan tidak berpakaian agar dapat diobservasi dengan baik serta
mencegah terjadinya hipertermi. Bayi yang dengan berat kurang dari 1500 gram, mempunyai
risiko tinggi terjadinya hipotermi. Untuk itu, sebaiknya bayi tersebut dibungkus dengan plastik,
10
selain diletakkan di bawah radiant warmer. Tujuan dari resusitasi neonatus yaitu untuk mencapai
normotermi dengan cara memantau suhu, sehingga tidak terjadi hipertermi iatrogenik.2,6
2. Memposisikan Kepala dan Membersihkan Jalan Nafas
Setelah diletakkan di bawah radiant warmer, bayi sebaiknya diposisikan terlentang dengan
sedikit ekstensi pada leher pada posisi sniffing position. Kemudian jalan nafas harus
dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat dibersihkan dengan hanya menyeka
hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat dilakukan suction dengan menggunakan bulb
syringe atau suction catheter jika diperlukan. Sebaiknya dilakukan suction terhadap mulut lebih
dahulu sebelum suction pada hidung, untuk memastikan tidak terdapat sesuatu di dalam rongga
mulut yang dapat menyebabkan aspirasi. Selain itu, perlu dihindari tindakan suction yang terlalu
kuat dan dalam karena dapat menyebabkan terjadinya refleks vagal yang menyebabkan
bradikardi dan apneu. 2,7
sniffing position
source : http://www.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/N%20teaching/Neonatal%20Resuscitation
%20Supplies%20and%20Equipment.htm l//
Jika terdapat mekonium tetapi bayinya bugar, yang ditandai dengan laju nadi lebih dari
100 kali per menit, usaha nafas dan tonus otot yang baik, lakukan suction pada mulut dan
hidung dengan bulb syringe ( balon penghisap ) atau kateter penghisap besar jika diperlukan. 5,7
11
Pneumonia aspirasi yang berat merupakan hasil dari aspirasi mekonium saat proses
persalinan atau saat dilakukan resusitasi. Oleh karena itu, jika bayi menunjukan usaha nafas
yang buruk, tonus otot yang melemah, dan laju nadi kurang dari 100 kali per menit, perlu
dilakukan suction langsung pada trachea dan harus dilakukan secepatnya setelah lahir. Hal ini
dapat dilakukan dengan laringoskopi langsung dan memasukan kateter penghisap ukuran 12
French (F) atau 14 F untuk membersihkan mulut dan faring posterior, dilanjutkan dengan
memasukkan endotracheal tube, kemudian dilakukan suction. Langkah ini diulangi hingga
keberadaan mekonium sangat minimal. 5,6,7
Source : http://www.firstaidmonster.com/popup_image.php/pID/7122
sumber:
12
http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
Sumber : http://journal.medscape.com/content/1999/00/43/71/437101/437101_fig.html
3. Mengeringkan dan Memberi Rangsangan
Ketika jalan nafas sudah dibersihkan, bayi dikeringkan untuk mencegah terjadinya kehilangan
panas, kemudian diposisikan kembali. Jika usaha nafas bayi masih belum baik, dapat diberikan
rangsang taktil dengan memberikan tepukan secara lembut atau menyentil telapak kaki, atau
dapat juga dilakukan dengan menggosok-gosok tubuh dan ekstremitas bayi. 2,7
Penelitian laboratotium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang cepat
maka peride selanjutnya disebut apnu primer. Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk
telapak kaki akan menimbulkan pernapasan.7
Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa
usaha bernapas megap – megap dan kemudian masuk ke dalam periode apnu sekunder. Selama
masa apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi
baru lahir. Bantuan pernapasan dengan ventilasi tekanan positif harus diberikan untuk mengatasi
masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung akan mulai menurun pada saat bayi
mengalami apnu primer , tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder.7
13
4. Evaluasi Pernafasan, Laju Nadi, dan Warna Kulit
Langkah terakhir dari langkah awal resusitasi yaitu evaluasi pernafasan, laju nadi dan warna
kulit. Pergerakan dada harus baik dan tidak ada megap megap (gasping ). Gasping menunjukkan
adanya usaha nafas yang tidak efektif dan memerlukan ventilasi tekanan positif. Selain itu, laju
nadi harus lebih dari 100 kali per menit, yang diukur dengan cara melakukan palpasi tekanan
nadi di daerah dasar umbilikus, atau dengan auskultasi dinding dada sebelah kiri. Jika laju nadi
kurang dari 100 kali per menit, segera lakukan ventilasi tekanan positif.
sumber : http://healthprofessions.missouri.edu/cpd/RT/CRCE/nrpinfo.php
Penilaian warna kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan bibir dan batang tubuh bayi untuk
menilai ada tidaknya sianosis sentral. Sianosis sentral menandakan terjadinya hipoksemia,
sehingga perlu diberikan oksigen tambahan. Jika masih terjadi sianosis setelah diberikan oksigen
tambahan, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan, bahkan dengan laju nadi lebih dari 100 kali
per menit. Jika sianosis sentral masih terjadi dengan ventilasi tekanan positif yang adekuat, perlu
dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan atau adanya hipertensi pulmoner yang persisten.
PENILAIAN DAN PENATALAKSANAAN JALAN NAFAS 2
Penilaian Jalan Nafas
14
Seperti yang sudah disebutkan, penilaian dan penatalaksanaan dari jalan nafas dapat
dilakukan dengan cara pembersihan jalan nafas, memposisikan bayi pada sniffing position untuk
membuka jalan nafas. Selain itu, dapat pula dilakukan evaluasi terhadap laju nadi dan warna
kulit bayi. Evaluasi ini harus dilakukan dengan baik karena bila ada salah satu tanda vital yang
abnormal, akan segera membaik jika diberikan ventilasi. Jadi, di dalam resusitasi neonatus,
pemberian ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang paling penting dan paling efektif.
Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen diperlukan apabila neonatus dapat bernafas, laju nadi lebih dari 100
kali per menit, tetapi masih terjadi sianosis sentral. Oksigen aliran bebas oksigen diberikan
dengan cara dialirkan ke hidung bayi secara pasif, dapat diberikan menggunakan sungkup, T-
piece resuscitator, atau selang oksigen (oxygen tubing) sesuai dengan cara yang diperlukan.
Untuk memastikan neonatus mendapatkan oksigen dengan konsetrasi tinggi, sungkup harus
diletakkan menempel pada wajah, agar menciptakan tekanan yang setara dengan Continuous
Positive Airway Pressure (CPAP) atau Positive End Expiratory Pressure (PEEP). Jika
menggunakan selang oksigen, posisi tangan harus dibentuk seperti mangkok di ujung selang dan
diletakkan di depan wajah bayi. Oksigen tidak boleh diberikan lebih dari 10 liter per menit
(LPM) untuk waktu yang lama. Oksigen cukup diberikan dengan aliran 5 LPM dalam resusitasi. 2,7
Standar oksigen yang digunakan dalam resusitasi neonatus yaitu oksigen 100%. Terdapat
penelitian yang meneliti penggunaan udara ruangan (oksigen 21%) dan oksigen 100% untuk
resusitasi neonatus.
Penggunaan oksigen memiliki efek samping seperti dapat merusak paru-paru dan
jaringan, terutama pada bayi prematur. Hal ini menyebabkan direkomendasikannya penggunaan
oksigen dengan konsentrasi kurang dari 100%, yang dapat diperoleh dengan menggunakan
oxygen blender yang dapat mencampur oksigen dan udara untuk menghasilkan konsentrasi udara
yang diinginkan. Pada bayi yang menderita penyakit jantung bawaan, penggunaan oksigen 100%
dapat mengganggu perfusi jaringan. Secara umum, saturasi oksigen harus dijaga antara 85-95%,
dimana 70-80% didapatkan pada menit awal kehidupan. 7,8
15
Pemberian oksigen tambahan juga diberikan pada bayi yang memerlukan ventilasi
tekanan positif. Indikasi dari ventilasi tekanan positif dengan oksigen tambahan antara lain:
1. Bayi yang apnea
2. Laju nadi kurang dari 100 kali per menit setelah 30 detik
3. Terjadi sianosis sentral setelah diberikan oksigen tambahan
Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Aterm
Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping (megap
megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit dengan
oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100 kali per
menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif pada bayi aterm
dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan tekanan 20 cm H2O
sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya peningkatan dari laju nadi.
Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala dan sungkup, serta bersihkan
kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal dengan ventilasi yang non-
invasif, perlu dilakukan intubasi.
16
sumber : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u04/u04b_p01.html//
sumber : www.emergent.in/images/Neopuff.gif
Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm
Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar,
sehingga lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup
adekuat dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda pernapasan
yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal, perlu dilakukan intubasi.
Alat-alat Ventilasi 7
Ventilasi pada neonatus dapat menggunakan beberapa macam alat seperti:
1. Self-inflating bags
2. Flow-inflating bag
3. T-piece resuscitator
4. Laryngeal mask airways
5. Endotracheal tube
Self-inflating bags merupakan alat yang paling banyak dipakai dalam ventilasi manual. Alat ini
memiliki katup pengaman yang menjaga tekanan inflasi sebesar 35 cm H2O. Namun katup
pengaman ini kurang efektif bila digunakan terlalu kuat. Positive End-Expiratory Pressure
(PEEP) dapat diberikan apabila katup PEEP disambungkan. Tetapi self-inflating bags tidak
dapat menggunakan CPAP. Selain itu, self-inflating bags tidak dapat digunakan untuk
mengalirkan oksigen aliran bebas (free-flow oxygen).
Sumber : http://www.nzdl.org/gsdl/collect/who/archives/HASH0176.dir/p05.gif
17
Flow-inflating bags atau balon tidak mengembang sendiri dapat mengembang apabila ada
sumber gas. Alat ini tidak memiliki katup pengaman, namun dengan alat ini dapat dilakukan
PEEP atau CPAP karena adanya katup yang dapat mengatur aliran udara. Selain itu, dengan alat
ini dapat dialirkan oksigen aliran bebas dan lebih baik dalam resusitasi neonatus.
T-piece resuscitator merupakan alat yang dapat mengatur aliran udara serta juga dapat
membatasi tekanan yang diberikan. Tekanan inflasi yang diinginkan dan waktu inspirasi lebih
stabil dengan alat ini dibandingkan dengan self-inflating bags dan flow-inflating bags. Selain itu,
dengan alat ini dapat dilakukan PEEP dan dapat mengalirkan oksigen aliran bebas.
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan alat yang dapat digunakan apabila penggunaan
sungkup sudah tidak efektif. Ukuran yang biasa digunakan yaitu 1.
Indikasi penggunaan endotracheal tube antara lain: 7,8
1. Penghisapan mekonium dari trakea
2. Saat ventilasi menggunakan sungkup sudah tidak efektif
3. Koordinasi dengan kompresi dada
4. Penggunaan Epinefrin
5. Keadaan resusitasi khusus (seperti hernia diafragma kongenital)
Untuk mengurangi terjadinya hipoksia saat melakukan intubasi, sebaiknya dilakukan pre-
oksigenasi, dengan cara memberikan oksigen aliran bebas selama 20 detik. Biasanya digunakan
blade yang lurus pada tindakan ini. Blade no.1 digunakan untuk bayi aterm, no.0 untuk bayi
preterm, dan no.00 untuk bayi yang sangat preterm. Ukuran dari endotracheal tube dipilih
berdasarkan berat dari neonatus. 9
Posisi dari endotracheal tube yang benar dapat ditandai dengan peningkatan laju nadi, adanya
pengeluaran CO2, terdengarnya suara nafas, pergerakan dinding dada, adanya embun pada
selang, dan tidak ada distensi abdomen saat ventilasi. Apabila tidak ada peningkatan dari laju
nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal tube harus diperiksa dengan
laringoskop. 7,9
18
Ukuran ET Berat (gram) Usia gestasi (minggu)
2,5 <1000 <28
3,0 1000-2000 28-34
3,5 2000-3000 34-38
3,5-4,0 >3000 > 38
Kompresi Dada10
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun
sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30 detik.
Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan perbandingan
kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan
kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan, yaitu
dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method).
Metode ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur
kedalaman tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan
melingkari dada menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi
jaringan yang lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan
akses ke umbilikus untuk memasang umbilical catheter.
Setelah dilakukan kompresi dada selama 30 detik, lakukan penilaian kembali terhadap
laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit. Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi
lebih dari atau sama dengan 60 kali per menit secara spontan.
19
Penghentian Resusitasi 10
Di dalam persalinan, ada kondisi dimana tidak dilakukan resusitasi, antara lain bayi
dengan masa gestasi kurang dari 23 minggu, bayi dengan berat lahir kurang dari 400 gram,
anencephaly, dan bayi yang dipastikan menderita trisomi 13 dan 18. Sedangkan penghentian
resusitasi dapat dilakukan apabila tidak terjadi sirkulasi spontan dalam waktu 15 menit.
OBAT-OBATAN
1. Epinefrin
Epinefrin sangat penting penggunaannya dalam resusitasi, terutama saat oksigenasi dengan
ventilasi dan kompresi dada tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Epinefrin dapat
menyebabkan vasokontriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas jantung, dan meningkatkan
frekuensi jantung. Dosis yang digunakan 0.01-0.03 mg/kg yang dapat diberikan IV atau dosis
yang lebih tinggi 0.03 sampai 0.1 mg/kg melalui pipa endotrakeal. Pemberian ini dapat diulang
setiap 3-5 menit sekali. 2,3,13
20
2. Volume expanders
pada neonatus yang membutuhkan resusitasi, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
hipovolemia terutama pada neonatus dengan respons yang tidak adekuat terhadap resusitasi yang
diberikan. Volume expanders yang dapat digunakan whole blood O-rh negative 10ml/kg, atau
Ringer Lactate 10ml/kg, dan normal saline 10 ml/kg. Semuanya ini dapat diberikan secara intra
vena selama 5-10 menit. 2,3
3. Naloxone hydrochloride
Merupakan antagonis opioid yang sebaiknya diberikan pada neonatus dengan depresi nafas yang
tidak responsif terhadap resusitasi ventilasi yang sebelumnya lahir dari ibu dengan mendapatkan
narkotik 4 jam sebelum kelahiran. Dosis yang diberikan 0.1 mg/kg secara IV ataupun melalui
pipa endotrakeal. Dosis ini dapat diulangi setiap 5 menit apabila dibutuhkan. 2,3
4. Dextrose
Glukosa darah sewaktu harus diperiksa setidaknya 30 menit setelah lahir pada neonatus yang
mengalami asfiksia, neonatus yang lahir dari ibu dengan diabetes, atau prematur. Bolus dextrosa
10% diberikan dengan dosis 1-2 ml/kg IV dan selanjutnya dapat diberikan dextrosa 10% dengan
laju 4-6ml/kg/menit (80-100ml/kg/hari) 2,3
KOMPLIKASI
Sistem organ Komplikasi yang mungkin
terjadi
Tindakan pasca resusitasi
Otak Apnue
Kejang
Pemantauan apnue
Bantuan ventilasi kalau
perlu,
Pemantauan gula darah,
elektrolit, pencegahan
hipotermi, pertimbangkan
terapi anti kejang.
Paru-paru Hipertensi pulmoner Pertahankan ventilasi dan
21
Pneumonia
Pneumotoraks
Takipneu transien
Sindrom aspirasi mekonium
Defisiensi surfaktan
oksigenasi.
Pertimbangkan antibiotika.
Foto toraks bila sesak nafas.
Pemberian oksigen alir
bebas.
Tunda minum bila sesak.
Pertimbangkan pemberian
surfaktan.
Kardiovaskular Hipotensi Pemantauan tekanan darah
dan frekuensi jantung.
Pertimbangkan inotropik
(missal dopamine) dan atau
cairan penambah volume
darah.
Ginjal Nekrosis tubular akut Pemantauan produksi urin.
Batasi masukan cairan bila
ada oligouria dan volume
vascular adekuat.
Pemantauan kadar elektrolit.
Gastrointestinal Ileus
Entrokolitis
Nekrotikans
Tunda pemberian minum.
Berikan cairan intravena.
Pertimbangkan nutrisi
parenteral.
Metabolik / hematologic Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hiponatremia
Anemia
Trombositopenia
Pemantauan gula darah
Pemantauan elektrolit,
Pemantauan hematokrit,
Pemantauan trombosit.
22
Prognosis
(a) Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penatalaksanaan.
(b) Asfiksia berat : dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf.
Asfiksia pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis
permanen, misalnya restardasi mental.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman Richard, Kliegman Roberts, Jenson Hal. Nelson Textbook of Pediatric.17th ed.
Pennsylvania : An Imprint of Elsevier Science. 2004
2. Newell J Simon,Meadow Roy Sir.Resusitasi.Dalam : Lecture Notes : Pediatrika.Jakarta :
Penerbit Erlangga;2003.h.61-3.
3. Abraham M Rudolph.Resusitasi bayi baru lahir.Dalam : Buku Ajar Pediatric
Rudolph.Jakarta : PenerbitEGC,2006.h.274-80.
4. Manuaba Gde Bagus Ida,Manuaba Chandranita.Asfiksia dan Resusitasi neonates.Dalam :
Pengantar Kuliah Obstetri.Jakarta: Penerbit EGC,2007.h.848-51.
23
5. Kaye D Alan, pickney LM, Hall M. Stan, Baluch R.Amir, Frost Elizabeth, Ramadhyani
Usha. Update On Neonatal Resuscitation [serial online]. 2009. available from URL :
http://staff.aub.edu.lb/~webmeja/20_1.html//
6. E 45 : Wu TJ, Carlo W A.. Pulmonary Physiology of Neonatal Resuscitation. Illinois:
American Academy of Pediatrics . 2001.
7. Buku resusitasi : Kattwinkel J. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 5th ed. USA:
American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006
8. E 16 : O'Donnell C, Kamlin O, Davis P, Morley C J. .Endotracheal Intubation
Attempts During Neonatal Resuscitation: Success Rates, Duration, and Adverse
Effects. Illinois: American Academy of Pediatrics.2006.
24