Resume Dan Analisis Film Africa
description
Transcript of Resume Dan Analisis Film Africa
TUGAS FILSAFAT ILMU
(kelompok)
RESUME DAN ANALISIS AFRICA’S FORGOTTEN KINGDOM
TERHADAP ASPEK ILMU MENURUT JOHN ZIMAN
Disusun Oleh
NUR IZZAHUDIN (13/347558/TK/40748)
SYAMSUDIN AL AMIN (13/353562/TK/41360)
GUNAYEL KHARIS P. (13/348777/TK/41002)
JOVID FLORIAN (13/347525/TK/40736)
GUGUN MITRA PERDANA (12/333637/TK/39982)
JURUSAN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
RESUME : Africa’s Forgotten Kingdom
Tahun 1871 penjelajah Jerman bernama Karl Mauch mencari kota legenda Zimbabwe di
pedalaman Afrika. Karl Mauch mempunyai impian untuk menjelajah Afrika sejak ia masih berusia
10 tahun. Pengetahuan mengenai daratan Afrika ia peroleh melalui legenda dalam Alkitab. Ia
sangat tertarik dengan legenda tambang emas Raja Solomon yang diberikan pada Ratu Sheba. Ia
pun mulai membekali diri untuk dapat memulai petualangan di Afrika dengan mempelajari
pengetahuan mengenai kedokteran dari literatur, mengumpulkan serangga, berkonsultasi dengan
dokter dan melatih kemampuan fisiknya melalui olahraga setiap hari. Ia juga mempelajari cara
untuk bertahan hidup kelak saat menjelajahi Afrika. Karena ia berasal dari keluarga yang kurang
mampu, Karl Mauch mempelajari semuanya secara mandiri dan meminta dukungan untuk
menjelajahi Afrika kepada Insitut Geografi Jerman namun ia ditolak dengan alasan status
pendidikan. Insitut Geografi Jerman tidak ingin membiayai penjelajahan tanpa adanya status
pendidikan tingkat universitas.
Karl Mauch tetap nekat untuk berangkat dengan cara ia mendaftar menjadi awak kapal
yang akan berlayar menuju Durban, Afrika Selatan pada tahun 1864. Ia pun sampai di Afrika. Pada
tahun 1865, Afrika Selatan didiami oleh bermacam-macam suku, seperti Suku Xhosa, Zulu, dan
Lesotho. Kemudian datang orang kulit putih, bahkan sebagian menjajah. Penjajahan yang
dilakukan orang kulit putih yang kebanyakan adalah orang Belanda sangat tidak manusiawi.
Mereka memperlakukan orang berkulit hitam selayaknya binatang. Hal itu, menyebabkan Mauch
membenci penjajahan tersebut. Ia pun ingin berada di perbatasan untuk memulai petualangannya.
Setahun kemudian ia bepergian dari satu perkampungan ke perkampungan lainnya di daerah
perbatasan untuk menggali lebih dalam mengenai pedalaman Afrika Selatan. Selama
perjalanannya ia menemui warga Afrika yang tidak ramah akibat penjajahan tersebut. Mereka
mencurigai siapapun yang membuat peta atau meneliti tanah milik mereka. Akhirnya Karl Mauch
berpura-pura gila untuk mencapai tujuannya. Semua hasil penelitiannya dan catatan harian
miliknya dikirimkan ke Insitut Geografi Jerman. Ia pun mendapatkan dukungan untuk melanjutkan
penjelajahannya, bahkan ia juga mendapatkan emas.
Singkat cerita, setelah melalui perjalanan panjang selama 6 tahun dan terserang penyakit,
Mauch tetap melanjutkan perjalanannya hingga akhirnya ia menemukan reruntuhan tua yang
diduga merupakan Zimbabwe yang Agung. Karl Mauch dan penduduk setempat beranggapan
bahwa bangunan tersebut merupakan peninggalan dari orang kulit putih. Akhirnya Karl Mauch
menyimpulkan bahwa bangunan tersebut merupakan peninggalan Ratu Sheba. Mauch mencari
bukti untuk mendukung teorinya. Dia memotong serpihan dari balok kayu. Bau yang dipancarkan
memiliki kesamaan besar dengan kayu cedar yang digunakan dalam pensil. Warnanya juga sama.
Mauch percaya bahwa Sheba telah mengimpor cedar dari Libanon, tanah di sebelah utara Israel
kuno. Tiba-tiba Mauch jatuh sakit dan harus kembali ke negaranya. Saa kembali, Jerman telah
banyak berubah yaitu banyak terjadi peperangan dan gejolak politik. Selain itu, usahanya selama
ini serta teorinya mengenai Shaba. Ahli Kimia juga membantah argumen Mauch tentang kayu dari
reruntuhan Zimbabwe berasal dari Lebanon. Menurutnya, reruntuhan dari sampel kayu yang
dibawa Mauch berasal dari Afrika. Karl Mauch depresi dan mengakhiri hidupnya dengan
melompat dari jendela lantai atas pada tahun 1875. Atas semua pencapaiannya untuk menemukan
Zimbabwe, didirikan Tugu Karl Mauch di salah satu perguruan tinggi pelatihan guru di Jerman.
Lima puluh tahun kemudian, tahun 1929, salah satu ahli purbakala terkenal Gertrude
Caton-Thompson menjelajahi reruntuhan Zimbabwe untuk mencari petunjuk asal usul Zimbabwe.
Gertrude lahir pada tahun 1888 dari sebuah keluarga Inggris. Ia senang bepergian ke suatu tempat
misalnya Roma dan Pompei. Mulai saai itu, ia menyukai peradaban kuno. Selama usianya sampai
20 tahun, ia hidup dalam keadaan makmur namun tidak sesuai dengan tujuan hidupnya. Ia juga
menikah dengan seorang prajurit bernama Carlyon MacFarlane. Setelah 2 tahun, Gertrude juga
ikut berperang bersama suaminya. Pada tahun 1916, ia mendapat kabar bahwa suaminya telah
tiada. Peristiwa tersebut telah membentuk karakter mandiri, tegas, disiplin dan penuh kasih sayang
serta mempengaruhi karirnya. Pada tahun 1920 ia menjadi relawan untuk melakukan penggalian
purbakala di selatan Perancis. Ia yang saat itu berusia 32 tahun menetapkan hatinya untuk mengejar
keinginannya menjadi seorang ahli purbakala. Ahli budaya Mesir Sir Flinders Petrie meminta
bantuannya untuk melakukan penggalian di Mesir. Getrude dapat bekerja sama dengan baik
dengan Sir Petrie. Pada tahun 1924, Sir F. Petrie membantu Getrude memperoleh dana untuk
penggaliannya sendiri di Mesir. Namun kesimpulannya dari hasil penggalian tersebut terdapat
konradiksi dengan teori Sir Petries. Akhirnya Sir Petries memutuskan aliran dana untuk Gertrude,
tetapi Gertrude tetap melanjutkan dengan dananya sendiri.
Sebuah yayasan Anglo Rhodesian mendekati Gertrude untuk menjalankan penggalian
di Great Zimbabwe. Harapannya untuk menemukan petunjuk tentang kependudukan misterius
yang pernah berkembang di sana dan ia harus mempresentasikan kesimpulannya tentang penduduk
Zimbabwe asli kepada Bristish Association for the Advancement of Science hanya dalam waktu 8
bulan. Dengan membawa anggota tim terdiri dari wanita, ia sampai di Afrika. Namun karena
topan, ia terlambat sampai di Salisbury, ibukota Rhodesia. Sesampainya di reruntuhan Zimbabwe,
ia menemukan kondisi reruntuhan telah hancur akibat penambangan. Ia dan timnya menggali di
beberapa situs yang tersisa namun belum juga menemukan kesimpulan hingga pertemuan dengan
British Association sudah semakin dekat. Gertrude menggunakan pesawat untuk melakukan
pengamatan sehingga ia bisa memeriksa reruntuhan dari sudut pandang yang baru. Dia menjadi
salah satu arkeolog pertama yang menggunakan observasi udara. Saat ia melewati reruntuhan
bukit ia melihat jalan tanah yang tertutup oleh vegetasi. Itu mengantarkannya pada teras bagian
bawah dari dinding bukit dan jelas tidak pernah digunakan selama ratusan tahun. Keesokan harinya
Gertrude memindahkan timnya ke teras bukit. Disana mereka menemukan banyak benda yang
tidak tersentuh oleh siapapun kecuali penduduk asli. Segala sesuatu yang Gertrude Caton
Thompson temukan jelas merupakan peninggalan Afrika. Ada perubahan model tembikar dan
desain gerabah, tetapi selalu Afrika. Satu-satunya bahan asing yang ia temukan adalah manik-
manik kaca dan keramik dari daerah Timur Jauh tetapi jelas tertanggal sekitar abad ke-13. Jadi
mereka berkesimpulan pada fakta yang ada bahwa material tersebut merupakan budaya lokal abad
ke-13 yang didapatkan dari perdagangan terhadap luar negeri.
Gertrude berkesimpulan bahwa Great Zimbabwe telah menjadi kota orang kulit hitam
Afrika sejak abad 9 hingga abad 14 dan merupakan pusat perdagangan utama yang besar. Great
Zimbabwe telah mendominasi rute perdagangan Afrika karena adanya pengangkutan gading dan
emas menuju pantai. Mitra dagang mereka adalah pedagang Arab yang merupakan perantara
perdagangan menuju India dan China.
Gertrude mempresentasikan penemuannya di antara keriuhan di Johannesburg pada 2
Agustus 1928. Dalam sebuah kertas Gertrude membunuh peradaban kulit putih yang hilang yang
selama ini diyakini. Sebagai gantinya ia menggambarkan sebuah metropolis hitam yang
berkembang. Diperkirakan hidup 10 hingga 15 ribu orang, sebuah kota besar seperti kota di Eropa
pada saat itu. Banyak dari para pendengar presentasi yang tersinggung. Mereka tetap yakin bahwa
orang-orang Afrika tidak akan mampu menciptakan peradaban tersebut.
Hasil kerja Gertrude memberinya reputasi yang tinggi diantara para akademisi dan
ilmuan. Dan tidak ada siapupun yang dapat membuktikan selain Gertrude bahkan dalam 50 tahun
terakhir, yang akan meyakinkan orang bahwa Great Zimbabwe tidak eksotis. Gertrude
mengucapkan selamat tinggal pada para pekerja Afrikanya. Rasa ironis muncul ketika ia ditanya
oleh salah seorang dari mereka yang bertanya tentang siapa pekerja kasar di Inggris jika tidak ada
orang kulit hitam disana.
Gertrude berangkat ke Inggris pada akhir 1929 dimana kontroversi seputar Great
Zimbabwe masih mengikutinya. Pada tahun 1930, temuan Gertrude dari Great Zimbabwe
dipamerkan di British Museum di London. Dia hadir disana setiap 3 minggu sekali untuk
menjawab pertanyaan terutama bagi mereka yang masih percaya pada Ratu Sheba. Penggalian
besar terakhirnya di tahun 1938. Gertrude berharap menemukan hubungan antara Arab Selatan
dan Great Zimbabwe. Dimungkinkan pedagang Arab yang membawa barang ke pantai Afrika dari
India dan China mempengaruhi pembangunan besar Zimbabwe. Gertrude mencari arsitektur yang
umum, seni, pasangan batu, apa pun yang mungkin menghubungkan dua tempat tersebut. Dia
menemukan bangunan Arab yang masih mempraktekkan teknik bangunan batu tradisional, tapi
hubungan mereka dengan Great Zimbabwe tidak jelas. Menjelang akhir ekspedisi, ia mengalami
sakit parah. Akibat sakit dan kelelahan, ia kembali ke Inggris. Dia mulai menderita penyakit ringan
yang mengganggunya selama sisa hidupnya. Seorang dokter mendiagnosis adanya gangguan hati.
Setelah berusia 50 tahun, Gertrude menetap dalam kehidupan yang tenang bersama teman-
temannya, deNavarros dan anak-anak mereka, Michael. Gertrude meninggalkan warisan terbesar
yaitu untuk mengungkapkan bahwa peradaban yang tinggi muncul di Sub-Sahara Afrika.
Pemukim kulit putih tidak bisa lagi mengklaim Great Zimbabwe sebagai milik mereka. Ketika
mayoritas hitam di Rhodesia meraih kendali pada tahun 1979, mereka mengganti nama negara
mereka “Zimbabwe” untuk mengenang diri mereka pada masa lalu Afrika. Seperti kata Gertrude
Caton Thompson, "Great Zimbabwe” masih berdenyut dan terletak di jantung Afrika.
Dari sudut pandang konotatif, ilmu dapat didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan yang
memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah bermetode, berobjek, sistematik dan universal.
John Ziman dalam hal ini menjelaskan bahwa ilmu tersusun atas empat aspek, yaitu :
1. Keahlian
Peneliti 1 (Karl Mauch):
Pada film dokumentasi yang berjudul Africa's Forgotten Kingdom, penyusun dapat
melihat bagaimana Karl Mauch berusaha keras untuk mewujudkan impiannya meneliti
keberadaan kota legenda Zimbabwe yang ia ketahui dari alkitab. Dalam proses
persiapannya ia sempat ditolak dengan alasan status pendidikan oleh Insitut Geografi
Jerman ketika ingin memohon bantuan biaya penjelajahannya. Sikap dari institu
geografi jerman ini dapat dipahami ketika dihubungkan dengan aspek pertama
mengenai ilmu yang dikemukakan oleh John Ziman di atas, yaitu aspek keahlian.
Aspek ini menyebutkan bahwasannyya ilmu didapat dari proses riset oleh peneliti yang
berkompeten yang bekerja sama dalam scientific community. Sementara pada kala itu
Karl Mauch tidak memiliki “bukti kompetensinya” di bidang yang ia ajukan ke Institut
Geografi Jerman. Sehingga bukanlah sesuatu yang mengejutkan bila permohonan
bantuan biaya penjelajahannya ditolak oleh Institut Geografi Jerman.
Peneliti 2 (Gertrude Caton-Thompson):
Jika dibandingkan dengan Peneliti 1 (Karl Mauch), Peneliti 2 (Gertrude Caton-
Thompson) lebih mudah dalam mencari bantuan dalam menjalankan penelitiannya.
Bahkan sebuah yayasan Anglo Rhodesian malah mendekati Gertrude untuk
menjalankan penggalian di Great Zimbabwe. Tidak lain hal ini karena beliau
merupakan salah satu ahli purbakala terkenal yang ada pada masa tersebut.
2. Metodologi
Peneliti 1 (Karl Mauch):
Metode yang dipergunakan oleh Karl Mauch dalam usahanya mencapai impiannya,
yaitu menemukan kerajaan Solomon seperti dalam Alkitab bibsa dibilang kurang jelas.
Hal ini terlihat dari aktivitasnya yang bisa dibilang nekat tanpa ada perhitungan. Seperti
ketika beliau tidak mendapat pembiayaan dari Institut Geologi Jerman, beliau nekat
menjadi awak kapal untuk bisa mengunjungi Afrika melaksanakan ekspedisinya. Pada
saat ekspedisi pun tidak terlihat dengan jelas metode yang beliau gunakan. Dengan
gaya berfikir yang seakan self-centered hanya beliau bersikukuh apa yang beliau
temukan mendukug hipotesa yang beliau tanamkan sejak awal. Hal ini terlihat ketika
beliau mencari bukti untuk mendukung teorinya. Dia memotong serpihan dari balok
kayu. Bau yang dipancarkan memiliki kesamaan besar dengan kayu cedar yang
digunakan dalam pensil. Warnanya juga sama. Mauch percaya bahwa Sheba telah
mengimpor cedar dari Libanon, tanah di sebelah utara Israel kuno.
Peneliti 2 (Gertrude Caton-Thompson):
Berbeda dengan Karl Mauch, Gertrude Caton-Thompson menggunakan metode yang
lebih bisa diterima oleh nalar. Penyusun dapat menyatakan hal ini dengan melihat
keputusan dari Gertrude untuk menggunakan pesawat dalam melakukan pengamatan
sehingga ia bisa memeriksa reruntuhan dari sudut pandang yang baru. Ketika beliau
menemukan kondisi reruntuhan telah hancur akibat penambangan dan belum juga
menemukan kesimpulan hingga pertemuan dengan British Association sudah semakin
dekat.
3. Dokumentasi
Peneliti 1
Walau bagaimanapun, Karl Mauch tetap melaksanakan aspek ilmu yang ketiga,
yaitu aspek dokumentasi dengan mengirimkan hasil penelitiannya selama di Afrika dan
catatan harian miliknya ke Insitut Geografi Jerman.
Peneliti 2
Seperti Karl Mauch, Gertrude juga melaksanakan aspek dokumentasi. Beliau
mendokumentasikan berbagai objek penelitiannya melalui media foto. Beliau juga
mempresentasikan penemuannya di Johannesburg walaupun menimbulkan keriuhan
diantara peneliti. Catatannya yang menguburkan peradaban kulit putih di masa lalu
Afrika pun membuat beliau menjadi terkenal diantara peneliti-peneliti yang lain.
4. Instrumentasi
Peneliti 1 :
Sangat disayangkan hasil penelitian dari Karl Mauch tidak diterima baik dari
kalangan masyarakat maupun dari kalangan peneliti. Hal ini menjadi pukulan yang
berat bagi Karl Much yang pada akhirnya membuatny derpresi dan mengakhiri
hidupnya sendiri.
Peneliti 2 (Gertrude Caton-Thompson):
Berbeda dengan Karl Mouch, hasil penelitian dari Gertrude Caton-Thompson lebih
diterima oleh masyarakat walaupun memakan waktu yang cukup lama. Hal ini
dibuktikan dengan sikap kaum Rhodesia mengganti nama negara mereka “Zimbabwe”
untuk mengenang diri mereka pada masa lalu Afrika. Seperti kata Gertrude Caton
Thompson, "Great Zimbabwe” masih berdenyut dan terletak di jantung Afrika.