Resume Aspek Hukum Konstruksi Bab IV-Ricky Aristio-1206239415

download Resume Aspek Hukum Konstruksi Bab IV-Ricky Aristio-1206239415

of 6

description

resume

Transcript of Resume Aspek Hukum Konstruksi Bab IV-Ricky Aristio-1206239415

Resume Aspek Hukum Konstruksi Bab IVNama: Ricky AristioNPM: 1206239415

PENDAHULUAN

Bentuk-bentuk kontrak konstruksi dapat dipandang dari aspek-aspek tertentu dan dapat dikaji dari sumber permasalahan serta untung rugi yang timbul dari bentuk kontrak tersebut. Bentuk kontrak konstruksi dapat dibagi menjadi empat aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain aspek perhitungan biaya, aspek perhitungan jasa, aspek cara pembayaran, dan aspek pembagian tugas.

ASPEK PERHITUNGAN BIAYA

Aspek ini mendasari bagaimana cara menghitung biaya pekerjaan yang akan dicantumkan dalam kontrak. Dua macam bentuk kontrak konstruksi dari aspek ini adalah Fixed Lump Sum Price dan Unit Price.Kontrak Fixed Lump Sum Price adalah suatu kontrak dimana volume pekerjaan tidak boleh diukur ulang. Batasan dari Lump Sum menurut PP No. 29/2000 adalah harga tetap dan bila ada perubahan maka ditanggung oleh penyedia jasa selama gambar dan spesifikasi tetap dimana perubahan tersebut hanya boleh dilakukan terhadap salah satu volume atau harga satuan yang tidak merubah harga penawaran total. Dalam kontrak ini, risiko Pengguna Jasa kecil karena cukup hanya mengawasi pelaksanaan. Ciri-ciri dari kontrak ini adalah Penyedia Jasa menanggung risiko. Risiko timbul ketika nilai kontrak tidak mencukupi untuk melakukan kegiatan konstruksi. Namun apabila uang yang dipakai lebih sedikit daripada keputusan kontrak, maka Penyedia Jasa akan mendapatkan keuntungan.Kontrak Unit Price adalah kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. Menurut PP No, 29/2000, kontrak ini mengandung harga satuan yang pasti dimana volume pekerjaan akan diukur dan koreksi hanya bisa dilakukan pada volume bukan harga satuannya. Kontrak ini merupakan variasi dari kontrak lump sum. Kelemahannya adalah sulit untuk mengukur volume dengan tepat dan teliti. Kontrak ini menjadi tidak adil ketika selama konstruksi terjadi perubahan harga satuan. Baik Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa dapat mengalami kerugian dari perubahan harga satuan.Risiko dari kontrak Unit Price adalah banyaknya pekerjaan pengukuran ulang yang harus dilakukan Pengguna dan Penyedia Jasa untuk benar-benar mendapat volume yang sebenarnya. Pengguna Jasa jadi harus mengeluarkan biaya lebih untuk pengukuran ulang ini. Tapi dapat dimungkinkan untuk menutupi kelemahan, kontrak Unit Price dan Fixed Lump Sum Price digabung.

ASPEK PERHITUNGAN JASA

Aspek perhitungan jasa adalah aspek yang mengatur perhitungan jasa yang akan diberikan oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa. Aspek ini terdiri dari tiga jenis yaitu Cost Without Fee, Cost Plus Fee, dan Cost Plus Fixed Fee.Kontrak Cost Without Fee adalah bentuk kontrak di mana Penyedia Jasa dibayar biaya pekerjaan yang dilakukan tanpa mendapat imbalan jasa. Biasanya bentuk kontrak ini dipakai untuk pekerjaan yang bersifat sosial bukat untuk mendapatkan laba seperti pembangunan tempat ibadah, panti asuhan, yayasan sosial dan lain-lain. Penyedia Jasa mendapatkan keuntungan dari efisiensi pemakaian bahan selama proses pembangunan atau dengan cara mempercepat pekerjaan sehingga biaya tidak membengkak. Keuntungan juga dapat diperolah apabila dilakukan pekerjaan sejenis secara berulang-ulang.Kontrak Cost Plus Fee adalah bentuk kontrak dimana jasa untuk Penyedia Jasa berupa persentase dari biaya pekerjaan. Tak ada batasan kategori apa saja biaya yang digolongkan sebagai biaya pekerjaan. Hal ini dapat dimanipulasi oleh Penyedia Jasa untuk menambahkan biaya pekerjaan yang seharusnya tidak perlu sehingga Penyedia Jasa mendapakan keuntungan yang lebih besar. Pengguna Jasa berpendapat bahwa peraturan ini sangat merugikan karena proyek dapat dimanipulasi sedemikian rupa. Di Indonesia jenis kontrak ini sempat dilarang sejak tahun 1988, namun ternyata dipakai kembali melalui PP No. 29/2000.Kontrak Cost Plus Fixed Fee adalah bentuk kontrak perkembangan dari kontrak Cost Plus Fee dimana jumlah imbalah untuk Penyedia Jasa bervariasi tergantung besarnya biaya. Di awal kontrak telah diputuskan jumlah imbalan untuk Penyedia Jasa yang pasti dan tetap walaupun biaya pekerjaan berubah. Kelemahan dari kontrak ini adalah tidak ada kepastian mengenai batas biaya yang akan diberikan. Penyedia Jasa tidak dapat seenaknya menambah biaya pekerjaan karena risikonya adalah Pengguna Jasa tidak memberikan imbalan.

ASPEK CARA PEMBAYARAN

Aspek cara pembayaran merupakan bagaimana cara pembayaran prestasi pekerjaan yang telah dilakukan oleh Penyedia Jasa. Aspek ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu cara pembayara bulanan (Monthly Payment), pembayaran atas prestasi (Stage Payment), dan Pembayaran atas seluruh hasil pekerjaan setelah pekerjaan selesai 100% atau pra pendanaan penuh dari Penyedia Jasa (Contractors Full Prefinanced). Ketiganya memiliki konsekuensi hukum dan risiko/permasalahn sendiri.Aspek Monthly Payment adalah sistem dimana prestasi Penyedia Jasa dihitung setiap akhir bulan. Kelemahan dari aspek ini adalah sekecil apapun prestasi Penyedia Jasa pada bulan tersebut, jasa tetap harus dibayarkan. Hal itu membuat waktu penyelesaian menjadi terlambat. Solusinya adalah menambahkan syarat prestasi setiap bulan, namun Penyedia Jasa dapat memanipulasikannya dengan cara menimbun bahan di lapangan. Kecenderungannya Penyedia Jasa menuntut pembayaran sebesar-besarnya tanpa memikirkan kemajuan pekerjaan. Pengukuran hasil pekerjaan secara berkala menurut PP No. 29/2000 dilakukan secara bulanan pada tiap akhir bulan.Aspek Stage Payment adalah sistem dimana pembayaran kepada Penyedia Jasa dilakukan atas dasar prestasi/kemajuan pekerjaan dengan ketentuan dalam kontrak. Tidak ada dasar prestasi dalam bulanan. Besaran prestasi dinyatakan dengan persentase, dan kadang disebut sebagai pembayaran cicilan. Penyedia Jasa mendapat tidak sampai 100% jasa karena ada masa tanggungan atas cacat. Setelah serah terima kedua baru sisa persentase jasa tadi dibayar. Bisa juga jaminan diserahkan di awal oleh Penyedia Jasa ke bank.Kelemahan dari aspek ini adalah prestasi yang diakui bukan hanya prestasi fisik namun juga prestasi bahan mentah atau setengah jadi sehingga Penyedia Jasa akan berusaha memasukkan barang sebanyak-banyaknya untuk mengajar prestasi tanpa memedulikan bangunan fisiknya sudah jadi atau belum (Front end loading). Pengguna Jasa harus merencanakan pembayaran termin yang baik agar meningkatkan ketepatan pelaksanaan. Pembayaran terlalu dini dan kelebihan pembayaran harus dihindari Pengguna Jasa.Ada tiga landasan pembayaran berdasarkan prestasi yaitu biaya, waktu dan kemajuan pekerjaan. Berdasarkan biaya, Penyedia Jasa memberikan laporan keuangan tiap bulan dan jasa dihitung dari laporan tersebut. Berdasarkan waktu, seperti pada aspek monthly payment. Berdasarkan kemajuan pekerjaan, jasa dilihat dari progress pekerjaan. Dari ketiganya pembayaran berdasarkan waktu paling merugikan.Aspek Contractors Full Prefinanced adalah bentuk kontrak dimanaPenyedia Jasa harus mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak. Setelah pekerjaan selesai barulah Penyedia Jasa mendapatkan imbalan. Sebagai jaminan, Pengguna Jasa harus memasukkan jaminan ke Bank yang berlaku selama proses konstruksi. Setelah pekerjaan selesai, jaminan dapat dicairkan dan diterima oleh Penyedia Jasa. Biasanya nilai kontrak jenis ini akan lebih tinggi karena Penyedia Jasa tidak menanggung seluruh biaya uang.

ASPEK PEMBAGIAN TUGAS

Aspek pembagian tugas merupakan aspek yang mengatur bagaimana tugas-tugas yang dilakukan selama konstruksi beserta pembagiannya. Aspek ini terdiri dari kontrak biasa/konvensional, kontrak spesialis, Rancang bangun, Engineering, Procurement & Construction (EPC), BOT/BLT dan Swakelola.Bentuk kontrak konvensional memiliki pembagian tugas yang sangat sederhana yaitu Pengguna Jasa menugaskan Penyedia Jasa untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Ini merupakan kontrak paling tua yang dikenal di Indonesia. Pekerjaan sudah dibuat rencananya dan dapat diborongkan ke beberapa sub kontraktor dan selama proyek ada pengawas yang ditunjuk Pengguna Jasa yaitu pimpinan proyek. Pimpinan proyek yang menjadi jembatan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.Dalam bentuk kontrak ini diperlukan tiga kontrak terpisah. Pertama adalah kontrak antara Pengguna Jasa dengan Konsultan Perencana sebagai Penyedia Jasa untuk merencanakan Proyek. Kedua adalah kontrak antara Pengguna Jasa dan Konsultan Pengawas untuk mengawasi jalannya proyek. Ketiga adalah kontrak antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa yang mengerjakan proyek tersebut. Beberapa kasus konsultan untuk perencanaan dan pengawasan adalah konsultan yang sama.Kelemahan bentuk kontrak ini bagi Pengguna Jasa adalah tanggung jawab dilimpahkan kepada pimpinan proyek karena Pengguna Jasa tidak terlibat langsung dengan jalannya pekerjaan, selain itu perlu koordinasi dengan Penyedia Jasa selama proyek. Koordinasi ini penting karena ada faktor-faktor yang merubah harga seperti rencana yang kurang lengkap dan inflasi.Bentuk kontrak berikutnya adalah bentuk kontrak spesialis. Bentuk kontrak ini mirip dengan bentuk kontrak konvensional. Perbedaan utamanya adalah disini terdapat Penyedia Jasa yang merupakan spesialis dalam setiap pekerjaan tertentu sehingga melibatkan banyak Penyedia Jasa. Semua Penyedia Jasa menandatangani kontrak langsung dengan Pengguna Jasa. Di sini tak ada Penyedia Jasa Utama. Bentuk ini masih jarang ditemui di Indonesia. Keuntungan dari bentuk kontrak spesialis adalah mutu pekerjaan yang lebih andal, penghematan waktu, penghematan biaya serta keleluasaan dan kemudahan untuk mengganti Penyedia Jasa. Dengan memilih Penyedia Jasa yang ahli di bidangnya, mutu pekerjaan akan menjadi lebih baik. Pengawasan ketat perlu dilakukan olehj Pengguna Jasa agar tidak terjadi saling tumpang tindih antar Penyedia Jasa. Tanpa pengawasan yang baik, efisiensi tidak akan tercapai dan harga justru akan meningkat. Pendekatan Penyedia Jasa oleh Pengguna Jasa bergantung pada lingkup pekerjaan, kualifikasi, pengawasan dan tingkat keterlibatan.Bentuk kontrak berikutnya adalah bentuk kontrak rancang bangun (Design Build, Turn Key). Bentuk kontrak ini lebih tepat disebut dengan Design Build daripada Turn Key. Perbedaanya adalah Desing Build melakukan pembayaran per termin, Turn Key dilakukan setelah pekerjaan selesai. Dalam kontrak rancang bangun, Penyedia Jasa bertugas membuat perencanaan proyek yang lengkap dan sekaligus melaksanakannya dalam satu kontrak konstruksi. Jadi Penyedia Jasa mendapat pembayaran atas pekerjaan konstruksi dan mendapatkan pula imbalan atas pembuatan rencana proyek tersebut. Konsultan Perencana mendapat tugas bukan dari Pengguna Jasa melainkan dari Penyedia Jasa. Pengguna Jasa tidak menempatkan pengawas di lapangan melainkan menunjuk wakil yang mengamati jalannya pekerjaan. Pengguna Jasa harus memilih Penyedia Jasa dengan bijak karena banyak tanggung jawab yang dilakukan dalam bentuk kontrak ini. Prestasi bulanan pun tidak diperlukan dalam kasus ini.Bentuk kontrak berikutnya adalah bentuk kontrak Engineering, Procurement & Construction (EPC). Bentuk kontrak ini sama dengan kontrak rancang bangun hanya saja kontrak EPC dimaksudkan untuk pembangunan pekerjaan-pekerjaan dalam industri minyak bumi, gas dan petrokimia sementara kontrak rancang bangun untuk pekerjaan konstruksi sipil. Pada kontrak EPC yang dilihat adalah performance dari pekerjaan tersebut. Penyedia Jasa naya mendapat TOR (Term of Reference) dari pabrik yang diminta sehingga dari perencanaan, penentuan proses dan peralatannya sampai dengan pengerjaannya menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa. Pekerjaan dinilai sesuai dengan TOR yang telah diberikan.Bentuk kontrak berikutnya adalah bentuk kontrak BOT/BLT. Bentuk kontrak ini merupakan pola kerja sama antara pemilik tanah dan investor dimana akan menjadikan lahan tersebut sebagai fasilitas perdagangan, hotel, resort, atau jalan tol. Di sini kegiatan oleh investor dimulai dari membangun fasilitas sesuai kehendak pemilik lahan. Inilah arti dari B (Build). Kemudian, investor mempunyai hak untuk mengelola dan mencari keuntungan dari fasilitas tersebut selama kurun waktu tertentu. Inilah arti dari O (Operate). Setelah masa konsensi seleasi, fasilitas dikembalikan kepada Pengguna Jasa. Inilah arti dari T (Transfer). Bentuk kontrak ini mirip rancang bangun tetapi perbedaannya adalah pada rancang bangun tidak ada masa konsensi. Perjanjian perencanaan dan pembangunan rancang bangun beserta konsensi disebut (Concession Contract). Biasanya masa membangun dengan pengelolaan disatukan agar memicu investor mempercepat hasil proyek sehingga pengelolaan waktunya lebih banyak.Bentuk kontrak BLT (Build, Lease, Transfer) agak berbeda dengan bentuk kontrak BOT. Disini setelah fasilitas selesai dibangun, pemilik fasilitas seolah menyewa fasilitas yang baru dibangun untuk kurun waktu tertentu (Lease) kepada investoruntuk dipakai sebagai angsuran dari investasi. Fasilitas dapat pula disewa kepada pihak lain melalui perjanjian sewa. Setelah masa sewa berakhir, fasilitas dikembalikan kepada pemilik fasilitas.Bentuk kontrak yang terakhir adalah bentuk Swakelola (Force Account). Bentuk kontrak ini bukanlah seperti bentuk kontrak pada umumnya karena pekerjaan dilakukan sendiri tanpa menggunakan Penyedia Jasa. Disebut pula Eigen Beheer contohnya pemerintah melaksanakan pekerjaan dengan mempekerjakan sekumpulan orang dari instansi itu sendiri. Kelemahan dari swakelola adalah kemungkinan ada reaksi dari pihak luar, keterbatasan sumber daya manusia, penghimpunan pegawai, pelatiham dan biaya retensi, kesulitan dalam hubungan pekerjaan konstruksi, dan kenaikan pertanggungjawaban untuk tugas-tigas sehubungan konstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

Yasin, H. Nazarkhan, 2006, Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama