Resume

14
RESUME Abstrak Obat yang menyebabkan anemia hemolitik imun (DIIHA) sangat jarang terjadi pada masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh 125 jenis obat. Anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat independen antibodi (in vitro dan in vivo) sangat susah dibedakan dari autoantibodi yang menyebabkan tipe Autoimun Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) idiopatik. Obat yang teridentifikasi menyebabkan DIIHA adalah obat antimikroba (cefotetan,ceftriaxone dan piperasilin) yang dapat bergabung dengan obat dependen antibodi. Sedangkan obat yang teridentifikasi menyebabkan AIHA adalah fludarabine. Tidak mudah untuk mengidentifikasi interaksi obat yang memicu anemia hemolitik imun, satu-satunya cara untuk terapi adalah dengan menghentikan obat. 1. Pendahuluaan Obat diduga sebagai penyebab anemia hemolitik imun pada tahun 1953, hal ini dikemukaan oleh Snappner yang memaparkan bahwa pasien pansitopenia dengan anemia hemolitik,yang menunjukkan hasil positif pada uji antiglobulin langsung (DAT), setelah diberikan mephenytoin (mesantoin).

description

BIO

Transcript of Resume

Page 1: Resume

RESUME

Abstrak

Obat yang menyebabkan anemia hemolitik imun (DIIHA) sangat jarang

terjadi pada masyarakat. Penyakit ini disebabkan oleh 125 jenis obat. Anemia

hemolitik yang disebabkan oleh obat independen antibodi (in vitro dan in vivo)

sangat susah dibedakan dari autoantibodi yang menyebabkan tipe Autoimun

Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) idiopatik. Obat yang teridentifikasi

menyebabkan DIIHA adalah obat antimikroba (cefotetan,ceftriaxone dan

piperasilin) yang dapat bergabung dengan obat dependen antibodi. Sedangkan

obat yang teridentifikasi menyebabkan AIHA adalah fludarabine. Tidak mudah

untuk mengidentifikasi interaksi obat yang memicu anemia hemolitik imun, satu-

satunya cara untuk terapi adalah dengan menghentikan obat.

1. Pendahuluaan

Obat diduga sebagai penyebab anemia hemolitik imun pada tahun 1953,

hal ini dikemukaan oleh Snappner yang memaparkan bahwa pasien pansitopenia

dengan anemia hemolitik,yang menunjukkan hasil positif pada uji antiglobulin

langsung (DAT), setelah diberikan mephenytoin (mesantoin).

Harris mendokumentasikan aktivitas dan serologi dari kasus anemia

hemolitik imun karena obat. Obat stibophen yang digunakan untuk mengobati

schistosomiasis. Dengan perlakuan sebagai berikut, pasien diberikan stibophen

selama 10 tahun, selama itu tidak menimbulkan masalah sama sekali. Setelah 10

tahun pasien mengalami hemolisis intravaskular akut. DAT positif dan serum

pasien bereaksi dengan sel darah merah alogenik hanya saat ada pemasukan obat.

Sehingga pada saat obat dihentikan maka kadar hemoglobin pasien akan kembali

normal dalam 20 hari, serologi menjadi negative setelah 60 hari.

Dausset dan Contu (1967) mengulas tentang anemia hemolitik yang

disebabkan karena induksi obat (DIIHA). Ditemukan ada 34 kasus yang

disebabkan karena 15 obat. Worlledge (1969) menambahkan 6 kasus yang sama

Page 2: Resume

dengan obat sejenis. Pada tahun 1980, telah ditemukan 33 obat penyebab DIIHA,

12% dari 347 kasus anemia hemolitik. Pada tahun 1989, ditemukan 50 obat

teridentifikasi dapat menyebabkan IHA. Sedangkan pada tahun 2007 telah

ditemukan 125 obat yang teridentifikasi berpotensi menyebabkan DIIHA.

Banyak sekali laporan kasus pasien yang disebabkan karena terapi anemia

hemolitik (HA) dengan obat tertentu dan anemia hemolitik akan berhenti dengan

sendirinya pada saat obat berhenti diberikan. Namun hal tersebut belum spesifik

untuk mendeteksi anemia hemolitik yang disebabkan karena obat. Diagnosis yang

diperkuat dengan data serologis sangat dibutuhkan untuk mendeteksi apakah

antibodi ikut terlibat atau tidak. 30% dari diskrasia darah yang fatal diakibatkan

karena obat dan 5% (8 dari 171) dari diskrasia tentang obat sudah positif dideteksi

IHA. DIIHA bersifat langka pada masyarakat pada umumnya. Penderita DIIHA

dan AIHA adalah 1:100.000-1.000.000 penduduk.

2. Respons Imun terhadap Obat

Suatu obat akan bersifat imunogenik jika memiliki berat molekul minimal

1000 kDa. Namun beberapa obat tidak memiliki berat molekul sebesar itu.

Sehingga mereka akan bersifat hapten. Obat yang bersifat hapten akan bisa

bersifat imunogenik jika terkonjugasi dengan molekul pembawa berupa protein.

Konjugat tersebut dapat menimbulkan suatu antibodi pada obat saja, terhadap

antigen pada bagian obat maupun terhadap protein carier.

Beberapa obat akan membentuk suatu ikatan kovalen dengan protein

(membran RBC) yang akan menuju target yang dituju untuk mendeteksi obat

antibodi in vitro. Namun, beberapa obat yang menyebabkan Acuate Intravaskular

Hemolitic hanya memiliki afinitas / ikatan yang rendah dengan protein maupun

dengan sel darah merah.

Walaupun memiliki ikatan yang rendah, namun obat tersebut tetap akan

mengarahkan antibodi pada obat tersebut. Selain itu, antibodi juga dapat

diarahkan menuju metabolit antibodi. Sehingga, sangat penting untuk melakukan

penyelidikan mengenai antibodi obat. Belum diketahui mengapa beberapa orang

Page 3: Resume

memiliki reaksi antibodi pada obat, sehingga memang harus berhati-hati dalam

memberikan obat.

3. Mekanisme yang terlibat dalam hemolisis in vivo dan temuan serologi

terkait.

Tahun 1962, Ackroyd menyarankan agar obat yang bersifat hapten

diberikan pada suatu antigenik baru sebagai tambahan pada platelet, sehingga

menyebabkan antibodi berikatan dengan dengan obat jika obat tersebut terikat

pada membran sel.

Tahun 1952, Miesch menyarankan sebuah teori alternatif, antibodi akan

bereaksi dengan obat membentuk suatu obat anti kompleks imun. Namun

beberapa obat seperti kina dan quinidine tidak memiliki ikatan yang kuat terhadap

membran platelet. Dengan melakukan beberapa percobaan, maka ditemukanlah

antibodi penisilin pada tahun 1958. Sel darah merah yang berinteraksi dengan

penisilin akan mudah untuk mempersiapkan in vitro dan dapat digunakan sebagai

pendeteksi IgG dan IgM penisilin antibodi. Namun setelah beberapa tahun

kemudian, ditemukan bahwa IgG penisilin pada sel darah merah akan

menyebabkan DAT dan menyebabkan kehancuran pada sel darah merah yang

dilapisi oleh IgG tersebut.

Tahun 1966 telah ditemukan bahwa beberapa obat (metildopa) dapat

menyebabkan autoantibodi. Hal ini menyebakan terjadinya AIHA atau mungkin

IHA. Kemudian muncullah suatu mekanisme “modifikasi membran” yang

dilakukan oleh Garraty dan Petz yang menunjukkan bahwa beberapa obat dapat

mempengaruhi membran eritrosi sehingga menimbulkan sel darah merah yang

bersifat nonimunologiccaly.

Antibodi IgG dan IgM yang terlibat pada DIIHA terdiri dari dua jenis, yaitu :

a. Dependent obat

Yaitu antibodi akan bereaksi dengan sel darah merah in vitro dengan

bantuan obat.

Page 4: Resume

b. Independent obat.

Yaitu antibodi akan bereaksi dengan sel darah merah tanpa kehadiran obat

obatan tertentu.

Sel darah merah yang telah bergabung dengan Imunoglobulin, jika

berikatan dengan Fc reseptor pada makrofag akan menyebabkan penghancuran

kekebalan. Tahun 1970, pendekatan modern belum memecahkan masalah

pembentukan autoantibodi sel darah merah. Tahun 1971, ditemukan sebuah

sefalosporin golongan pertama. Hanya sedikit pasien yang mengidap penyakit

anemia hemolitik karena induksi sefalosporin.

4. Diagnosis dan Pengobatan DIIHA

Pasien dengan DIIHA biasanya disertai dengan hemolisis intravaskular

akut setelah menerima obat, atau hemolisis ekstravaskular ringan, kadang-kadang

dimulai setelah bulan terapi. Tanda klinis DIIHA mirip dengan anemia hemolitik

imun lainnya. Pasien yang mengalami hemolisis akut setelah pemberian obat

biasanya dikarenakan ada riwayat pemakaian obat-obatan (misal ceftriaxone)

sebelumnya tanpa adanya masalah dan mungkin dikarenakan obat antibodi yang

diberikan sebelumnnya belum memasuki episode hemolitik didalam sirkulasi.

Jika pasien tidak memiliki riwayat mengkonsumsi obat sebelumnya,

diperhatikan riwayat setiap biokimia obat terkait, karena mungkin pasien tidak

menyebutkan obat yang non-resep. Hal tersebut lebih kompleks dibandingkan

menyatakan obat-obat umum seperti cefotetan untuk pengobatan DIIAH sehingga

menyebabkan anemia henolitik menjadi parah yang terjadi dalam beberapa hari

dengan obat dosis tunggal (misal, setelah penggunaan profilaksis dalam

pembedahan) pada pasien yang belum pernah menerima cefotetan sebelumnya.

Hal tersebut dikarenakan kelemahan antibiotik cefotetan untuk dideteksi dalam

plasma sekitar 75% dari individu acak.

Antibiotik tersebut bisa ada di dalam plasma dikarenakan di Amerika

Serikat, antibiotik tersebut ditambahkan ke pakan ternak dan diberikan kepada

ayam dan sapi dengan profilaksis. Dengan demikian, dosis tunggal cefotetan

Page 5: Resume

dapat menyebabkan respon imun sekunder dengan dampak klinis yang tak

terduga.

Di berbagai tulisan yang membahas DIIAH tidak memiliki bukti yang

cukup untuk mengkonfirmasi keterkaitan obat tersebut dengan penyakit anemia

hemolitik. Kebanyakan tulisan berdasarkan pada diagnosis yang ada, yaitu anemia

hemolitik terjadi setelah obat diberikan dan akan berakhir ketika obat pemberian

dihentikan. Hal tersebut kurang mendukung, sehingga perlu dilakukan suatu

penunjang diagnosis, yaitu melakukan DAT. Biasanya hasil DAT akan positif

pada kasus DIIAH, dan kasus dengan hasil DATs negatif jarang ditemui.

Di Amerika Serikat pemeriksaan menggunakan DAT telah rutin dilakukan

menggunakan anti-IgG dan anti-C3. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya anti-

IgG, anti-C3, ataupun keduanya yang ditemukan pada DIIAH. Jika serum /

plasma pasien dan eluat dari sel darah merah DAT+ pasien mengandung obat-

independen antibodi (autoantibodi), WAIHA idiopatik harus dipertimbangkan

terlebih dahulu lebih umum daripada DIIHA.

Tidak mungkin membedakan serologi WAIHA idiopatik dari DIIHA yang

dikarenakan obat-independen antibodi. Satu-satunya cara untuk mendukung

diagnosis adalah melihat adanya remisi hematologi yang terjadi setelah

penghentian obat. Hal ini biasanya jelas dalam 1-2 minggu. Kesulitan utama yang

dihadapi adalah seringnya pemberian steroid segera setelah penghentian obat,

sehingga sangat sulit untuk mengetahui adanya remisi yang terjadi karena obat

dihentikan atau karena steroid dimulai.

Jika serum / plasma pasien, atau eluat dari sel darah merah mereka tidak

bereaksi dengan sel darah merah deteksi antibodi dan riwayat sangat

menunjukkan DIIHA, maka pencarian ketergantungan obat-dependen antibodi

harus dilakukan. Hal tersebut tidak mudah karena dibutuhkan pengalaman serta

keahlian untuk mendapatkan interpretasi hasil yang baik. Jika suatu obat telah

telah terbukti kebenarannya menjadi penyebab DIIHA, publikasi yang relevan

cukup memberi detail teknisnya, tapi jika tidak buku dapat memberikan yang

Page 6: Resume

lebih rinci. Tapi jika suatu obat belum diketahui menjadi penyebab DIIHA, akan

menjadi hal yang sulit dan perlu dilakukan penelitian. Hal tersebut membutuhkan

tangan-tangan laboratorium yang memiliki keahlian dalam bidang tersebut.

Hal utama adalah jika pasien mengalami anemia, selain transfusi, yaitu

dengan penghentian obat yang dicurigai sebagai penyebab. Ada data terbatas yang

menunjukkan bahwa steroid memiliki efek apapun ketika anemia hemolitik tidak

autoimun. Sebagian besar laporan kasus di mana steroid muncul untuk membantu

dikacaukan oleh penghentian simultan obat. Sebagian besar obat dibersihakan dari

sistem dengan sangat cepat, pengecualian untuk cefotetan sebagai penyebab

anemia hemolitik sering berlanjut lebih lama dari yang diharapkan setelah obat

dihentikan.

Davenport et al. menemukan ikatan yang tegas antara cefotetan dan sel

darah merah pasien yang menerima cefotetan, dan ikatan cefotetan-RBC ini dapat

dideteksi sampai 98 hari setelah dosis terakhir obat. Walaupun sebuah

cephalosporin menyebabkan DIIHA dan dapat disembuhkan jika obat dihentikan,

belum tentu berefek sama dengan cephalosporin lainnya.

5. Karakteristik DIIHA Yang Paling Umum

Prosentase obat yang banyak menyebabkan penyakit DIIHA adalah 42%

antimikroba, 16% non-steroid anti peradangan, 13% antineoplastics dan 6% anti

hipertensi/diuretic. Prosentase obat antimikroba yang paling poten adalah 53%

cetofetan, 16% ceftriaxone.

a. Sefalosporin

Sefalosporin generasi pertama (sefalotin, sefaleksin, dan cefazolin)

menyebabkan DAT positif tetapi belum tentu menyebabkan DIIHA.

Sefalosporin generasi kedua (sefamandol, cefoxitin, cefaclor, cefurox-

ime, cefonicid, cefotetan, dan cefmetazole). Generasi ketiga sefalosporin

(sefotaksim, cefoperazone, ceftizoxime, ceftriaxone, dan ce xime fi),

ceftriaxone merupakan penyebab DIIHA . Belum ditemukan adanya

dindikasi yang diakibatkan sefalosporin generasi ke empat.

Page 7: Resume

b. Cefotetan

Lebih dari 50% kasus DIIHA disebabkan cefotetan. Ada 18% korban

jiwa dan 8% gagal ginjal. 59% dari kasus yang dikaitkan dengan

penggunaan profilaksis cefotetan (60% terkait dengan operasi), hanya

18% dari pasien telah menerima cefotetan secara langsung. Hal tersebut

dapat berhubungan dengan temuan adanya antibodi cefotetan pada pasien

acak dan donor darah. Diketahui pada beberapa kasus di mana cefotetan

dengan dosis tinggi akan menyebabkan anemia hemolitik yang fatal.

Diagnosis yang benar dari DIIHA dibuat secara retrospektif.

c. Ceftriaxone

Ceftriaxone adalah obat yang paling umum. Beberapa anak riwayat

intravaskular HA (misalnya, hemoglobin menurun 1 g / dL dalam waktu 1-

2 jam dari menerima ceftriaxone) sehigga sekitar 50% memiliki HA fatal.

Anak-anak yang selalu menerima ceftriaxone sebelumnya, DAT biasanya

positif, dan antibodi ceftriaxone terdeteksi dalam serum pasien. HA

berefek dalam orang dewasa,penurunan hemoglobin kurang terjadi dan

tidak terjadi dalam beberapa jam setelah menerima obat dan efek kematian

jarang terjadi.

d. Piperacillin

Piperacillin adalah penisilin semi-sintetis. Antibodi untuk piperasilin

diharapkan bereaksi dengan antibodi penisilin (misalnya, serum dan eluat

reaktif dengan sel darah merah berlapis obat). Piperacillin sering

digunakan campuran dengan azobactam, sebuah β-laktamase inhibitor, di

Amerika Serikat sebagai Zosyn (Wyeth, Philadelphia, PA) atau negara-

negara lain sebagai Tazocin (Wyeth) untuk mengobati infeksi serius.

Antibiotik gabungan aktif melawan banyak bakteri Gram-positif dan

Gram-negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa. Sel darah merah

berlapis Zosyn bisa reaktif karena dua alasan yaitu karena antibodi untuk

piperasilin dan nonimmunologic adsorpsi protein karena komponen

tazobactam , meskipun tidak dilaporkan, antibodi untuk tazobactammust

juga dipertimbangkan. Leger menunjukkan bahwa piperasilin memerlukan

Page 8: Resume

pH tinggi untuk melapisi sel darah merah secara optimal. Plasma dari 91%

dari donor dan 49% dari pasien, tanpa anemia hemolitik, aglutinasi

berlapis piperasilin sel darah merah. Plasma dari pasien dengan anemia

hemolitik direaksikan dengan sel darah merah yang tidak diobati dengan

adanya piperasilin.

e. Analog purin nucleoside

Sebagai contohnya adalah Fludarabine dan Cladribine, keduanya

menyebabkan produksi RBC autoantibodi dan AIHA.

6. DIIHA mengikuti transplantasi

Anemia hemolitik relatif umum terjadi setelah transplantasi, dan

diantaranya menyebabkan penyakit imun dan beberapa memiliki penyebab

nonimun (misalnya, sindrom uremik hemolitik). Anemia hemolitik imun dapat

menjadi alloimun (misal, reaksi transfusi hemolitik dan penumpang sindrom

limfosit); autoimun (misal, AIHA, aplasia sel darah merah ) dan DIIHA.

DiGiuseppe et al. Melaporkan, pada anak yang menjalani transplantasi hati

pada umur 1 tahun, ia berhasil dipertahankan pada siklosporin selama 4 tahun

kemudian beralih ke tacrolimus, yang meningkat dari 2 mg ke 8 mg. Ia

mengembangkan AIHA, hemoglobin turun menjadi 3,5 g / dL setelah transfusi

satu unit sel darah merah, dan pasien meninggal. Otopsi mengungkapkan PTLD

klinis tak terduga.

7. Kesimpulan

Kasus DIIHA jarang terjadi. Meskipun jarang, para hematologis harus

menyadari obat yang paling umum dan memiliki karakteristik penyebab anemia

hemolitik yang berat dan kadang-kadang fatal. Untuk mendapatkan diagnosis

yang benar tidak mudah, bahkan ketika ada hubungan temporal yang baik untuk

obat tertentu. Sebuah DAT positif adalah petunjuk pertama, tetapi bantuan dari

laboratorium yang memiliki pengalaman di bidang ini sering diperlukan untuk

mengkonfirmasi terjadinya suatu peristiwa berkenaan dengan sistem imun tubuh

terhadap obat tertentu.

Page 9: Resume

Pengobatan biasanya sederhana, hanya dengan menghentikan obat yang

dicurigai, meskipun dalam kasus yang parah, transfusi dan mungkin pertukaran

plasma mungkin diperlukan. Jika obat (misalnya, fludarabine) telah menyebabkan

anemia hemolitik autoimun, maka steroid atau obat lain biasanya digunakan untuk

WAIHA dapat membantu setelah penghentian obat. Ada sedikit data (jika ada)

membuktikan bahwa steroid membantu ketika anemia hemolitik disebabkan oleh

ketergantungan obat-antibodi (misalnya, sefalosporin atau piperasilin).