RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR … Dr. Didik G. Suharto, S.Sos., M.Si ... Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo...

135
RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA TESIS Disusun untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Administrasi Publik Disusun oleh : SRI KUSRINI MARUTI S. 241208005 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Transcript of RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR … Dr. Didik G. Suharto, S.Sos., M.Si ... Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo...

i

RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN

KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM LARASITA

TESIS

Disusun untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Administrasi Publik

Disusun oleh :

SRI KUSRINI MARUTI

S. 241208005

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

ii

PERSETUJUAN

RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN

KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM LARASITA

TESIS

Oleh:

SRI KUSRINI MARUTI

S241208005

Komisi Nama/NIP Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing

Pembimbing I Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D ........................ 30-8-2013

NIP. 19631101 199003 1 002

Pembimbing II Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si……… 28-9-2013

NIP.197911202006042001

Telah dinyatakan memenuhi syarat

pada tanggal 4 Oktober 2013

Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP)

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D

NIP. 19631101 199003 1 002

iii

RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN

KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM LARASITA

TESIS

Oleh:

SRI KUSRINI MARUTI

S241208005 Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Didik G. Suharto, S.Sos., M.Si .............. 22-10- 2013

NIP. 19741107 200312 1 001

Sekretaris Drs. Y. Slamet, M.Sc. Ph.D ................ 22-10- 2013

NIP. 194803161976121001

Anggota 1. Drs. Sudarmo, MA, Ph.D ............... 22-10-2013

Penguji NIP. 19631101 199003 1 002

2. Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si .................. 22-10-2013

NIP.197911202006042001

Telah dipertahankan di depan penguji

Dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal 22 Oktober 2013

Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Administrasi Publik

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D

NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19631101 199003 1 002

iv

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada:

Alloh SWT, Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Yang selalu Melindungiku dan Menuntunku.

Suamiku tercinta, Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo (mas Nunu)

Anak-Anakku tersayang :

1. Putri Pramitha Wisnu Wardhani (mbak Put/yayang)

2. Paksi Pramudya Wisnu Wardhana (mas Aci)

3. Prabu Rabindra Wisnu Wardhana (mas Abin)

Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Terima kasih untuk segenap cinta dan doa yang tak pernah padam

mengiringi setiap langkahku.

v

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul : “RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR

PERTANAHAN KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM LARASITA “ ini adalah karya penelitian sendiri dan bebas

plagiat, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan

dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta dalam daftar

pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya

ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan

perundang- undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum

ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

dan PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-

kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak

melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka

Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) UNS berhak

mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program

Studi Administrasi Publik (MAP) PPs-UNS. Apabila saya melakukan

pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan

sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 25 Agustus 2013

Mahasiswa,

Sri Kusrini Maruti

S241208005

vi

MOTTO

If You Can Dream it, You Can Do it

(Walt Disney)

“Berikan Yang Terbaik Sebelum Meminta Yang Terbaik”

(Rasta Al Banjari)

Genius is One per cent Inspiration and Ninety-nine per cent Perspiration

(Thomas Alva Edison)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah, taufik

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini

sebagai karya akhir dalam Program Pascasarjana, Program Studi Magister

Administrasi Publik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa persembahan karya

sederhana ini sekedar merupakan penuangan pengetahuan dan ilmu yang sangat

sedikit yang diberikan Sang Maha Pencipta kepada penulis, dibandingkan dengan

ilmu yang dimilikiNya sebagai Sang Maha Sempurna. Pengetahuan dan ilmu yang

sangat sedikit itu, kemudian dituangkan dalam tesis dengan judul

“RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN KOTA

SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA “.

Dalam keterbatasan penulis, bantuan moral dan material kepada penulis

selama menyelesaikan tesis ini. Sehubungan hal tersebut, dengan segala

kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih pada semua pihak yang

membantu penulis sejak mempersiapkan proposal penelitian sampai penulisan

tesis ini berakhir. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada;

1. Bapak Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister

Administrasi Publik (MAP) sekaligus Dosen Pembimbing I yang dengan

penuh kesabaran mengarahkan serta membimbing penulis hingga

terselesaikannya tesis ini.

2. Ibu Dr.Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang

penuh kebaikan memberikan berbagai masukan, saran dan petunjuk yang

sangat bermanfaat untuk perkembangan penulisan tesis ini.

3. Bapak Dr. Didik G. Suharto, S.Sos., M.Si. dan Bapak Drs. Y. Slamet,M.Sc.,

Ph.D atas kesabarannya memberikan saran, masukan dan koreksi yang sangat

berarti bagi sempurnanya tesis ini.

viii

4. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu.

5. Bapak dan Ibu Dosen beserta mas Arya Staff Sekretariat Program Studi

Magister Administrasi Publik (MAP), yang telah memberikan ilmu dengan

penuh kesabaran dan ketulusan, serta banyak membantu kelancaran proses

pembuatan tesis ini.

6. Kepala Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang telah memberikan berbagai

dukungan, semangat dan perhatian yang begitu besar, kepada penulis selama

proses penelitian ini.

7. Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga, yang telah memberikan berbagai dukungan, semangat dan perhatian

yang begitu besar, serta menyediakan waktu dengan sangat terbuka,sebagai

informan pada proses penelitian ini.

8. Seluruh Jajaran Pimpinan beserta Staf Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan

Tim LARASITA serta seluruh Informan dari stakeholder internal dan

stakeholder eksternal yang dengan segala kebaikan hati memberikan informasi

kepada penulis selama proses penelitian.

9. Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo beserta anak-anak penulis, atas dukungan

sepenuhnya dan setulusnya, baik material maupun spiritual pada setiap detail

perjuangan dari seluruh proses studi ini.

10. Kakak-Kakak Kandung penulis, serta Ibu Mertua Penulis, yang telah

memberikan dukungan doa dan semangat tiada henti.

11. Seluruh teman-teman Angkatan XII Tahun 2012 Program Studi Magister

Administrasi Publik (MAP); Mbak Umi, Mas Joko, Andy, Hendra, Lewi,

Mas Gaguk, Mbak Anis, Mas Kabul, Mas Agung, Lohmi, Agapito, Sisi , Mas

Tunggul, Tyas, Catur, Aulia serta Mas Nanok, Mbak Fey, Mas Mudji, Mas

Jalu yang telah membantu, mendukung serta memberikan warna dan keceriaan

selama proses perkuliahan dari awal sampai akhir.

12. Berbagai pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tesis ini, yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

ix

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam

penulisan tesis ini, namun penulis meyakini bahwa isi tesis ini sekiranya dapat

berguna bagi berbagai pihak. Berkaitan dengan hal tersebut, segala saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan semoga tesis ini

dapat memberi manfaat bagi semua yang membacanya, AMIN.

Surakarta, 27 Agustus 2013

Penulis,

Sri Kusrini Maruti

S241208005

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ISI TESIS .................................... v

HALAMAN MOTTO ........................................................................... vi

KATA PENGANTAR ........................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii

ABSTRAK ............................................................................................. xiv

ABSTRACT ........................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 11

A. Kajian Teori.......................................................................... 11

1. Responsivitas ................................................................... 11

2. Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan................... 14

3. Indikator Pengukuran Responsivitas .............................. 15

4. Implementasi Kebijakan Program LARASITA .............. 18

5. Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk

Sertpikat Tanah ............................................................. 27

B. Penelitian-Penelitian Terdahulu ........................................... 32

C. Kerangka Pikir...................................................................... 35

xi

BAB III METODE PENELITIAN .................................................. 38

A. Jenis Penelitian ..................................................................... 38

B. Lokasi Penelitian .................................................................. 39

C. Data dan Sumber Data.......................................................... 40

D. Teknik Penentuan Informan ................................................. 42

E. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 43

F. Validitas Data ....................................................................... 46

G. Teknik Analisis Data ............................................................ 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 49

A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Salatiga ............ 49

1. Lokasi .............................................................................. 50

2. Organisasi ........................................................................ 53

3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan Kota Salatiga 55

4. Sumber Daya Manusia .................................................... 59

5. Sarana dan Prasarana ....................................................... 62

6. Sumber Dana ................................................................... 65

7. Jenis Pelayanan ............................................................... 65

B. Hasil Penelitian .................................................................... 68

1. Implementasi Program LARASITA Pada Kantor

Pertanahan Kota Salatiga ................................................. 68

2. Implementasi Program LARASITA pada Variabel

Komunikasi, Sumber Daya, Sikap dan Struktur Birokrasi 72

a. Komunikasi dalam Program LARASITA .................. 72

b. Sumber daya dalam Program LARASITA ................. 74

c. Sikap dalam Program LARASITA ............................. 77

d. Struktur Birokrasi DALAM Program LARASITA .... 79

3. Responsivitas Pelayanan Publik dalam Implementasi

Program LARASITA....................................................... 82

a. Keluhan Dari Pengguna Jasa ...................................... 83

b. Sikap Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga ...... 87

xii

c. Referensi Perbaikan … .............................................. 89

d. Tindakan Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga. 90

e. Penempatan Pengguna Jasa Dalam Sistem Pelayanan 94

C. Pembahasan .......................................................................... 96

BAB V. PENUTUP ............................................................................... 108

A. Kesimpulan........................................................................... 108

B. Implikasi ............................................................................... 109

C. Saran ..................................................................................... 111

DAFTAR PUSTAKA

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Tingkat Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan

Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA….. .. 17

Tabel 4.1. Luas Wilayah Salatiga Berdasarkan Kecamatan dan

Kelurahan .............................................................................. 52

Tabel 4.2. Tingkat Kepadatan Penduduk Kelurahan di Kota Salatiga ... 58

Tabel 4.3. Data Pejabat Struktural Kantor Pertanahan Kota Salatiga ..... 59

Tabel 4.4. Jumlah PNS Menurut Tingkat Pendidikan Formal ................ 61

Tabel 4.5. Pemanfaatan Gedung Kantor….. ........................................... 62

Tabel 4.6. Sarana Kendaraan Dinas Roda 4 dan Kendaraan Roda 2

Kantor Pertanahan Kota Salatiga ........................................ 64

Tabel 4.7. Rekapitulasi Tanah Terdaftar Kantor Pertanahan Kota

Salatiga Dari Tahun 1960 s.d. Tahun 2012 ........................... 70

Tabel 4.8. Jumlah Sertipikat melalui pelayanan Program LARASITA

Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2010 – 2013 .......... 71

Tabel 4.9. Matrik Tingkat Efektifitas Implementasi Program LARASITA

Kantor Pertanahan Kota Salatiga ......................................... 81

Tabel 4.10. Penduduk Kota Salatiga, menurut Tingkat Pendidikan ...... 97

Tabel 4.11 Matrik Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Sala-

Tiga dalam Implementasi Program LARASITA .................. 107

xiv

Sri Kusrini Maruti. 2013. RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR

PERTANAHAN KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM LARASITA. Tesis. Pembimbing I: Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D,

Pembimbing II: Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si. Program Studi Magister

Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 18 Tahun 2009, tanggal 11

Mei 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,

maka Kantor Pertanahan Kota Salatiga mengimplementasikan Program

LARASITA. Program LARASITA dimaksudkan untuk menyediakan jasa layanan

sertipikasi tanah kepada masyarakat Kota Salatiga melalui sistem mobil keliling

dengan cara jemput bola ke kelurahan-kelurahan. Program ini bertujuan untuk :

meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan bagi masyarakat, mempercepat

legalisasi aset tanah masyarakat, mengurangi praktik percaloan, megurangi

sengketa konflik pertanahan dan menyambungkan program BPN-RI dengan

aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Dalam implementasi Program LARASITA dibutuhkan Responsivitas

pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga bagi masyarakat pengguna layanan.

Hal ini akan memberikan kontribusi positif bagi penilaian kinerja , sehingga

mendukung peningkatan akuntabilitas pelayanan publik di bidang pertanahan.

Penelitian ini bertujuan menganalisis responsivitas pelayanan Kantor

Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA. Sedangkan

indikator responsivitas pelayanan publik yang dipakai adalah : (1) terdapat

tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; (2) sikap aparat

birokrat dalam merespon keluhan dari pengguna jasa; (3) penggunaan keluhan

dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di

masa mendatang; (4) berbagai tindakan aparat birokrat untuk memberikan

kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta (5 ) penempatan pengguna

jasa oleh aparat birokrasi dalam system pelayanan yang berlaku.

Hasil akhir penelitian ini dapat diketahui bahwa Kantor Pertanahan Kota

Salatiga cukup responsif kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan

melalui implementasi Program LARASITA. Ditunjukan dengan dua indikator

responsivitas yaitu bahwa masih adanya keluhan dalam pelayanan yang

diberikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan pengguna jasa belum

ditempatkan dalam sistem pelayanan Program LARASITA. Sedangkan tiga

indikator lainnya sudah menunjukan bahwa pelayanan Kantor Pertanahan

responsif.

Kata kunci : Responsivitas, Implementasi, LARASITA, Kota Salatiga

xv

Sri Kusrini Maruti. 2013. THE LAND AFFAIRS OFFICE OF SALATIGA

CITY‟S SERVICE RESPONSIVENESS IN THE IMPLEMENTATION OF

LARASITA PROGRAM. Thesis. First Counselor: Drs. Sudarno, M.A., Ph.D,

Second Counselor: Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos., M.Si. Public

Administration Magister Study Program, Postgraduate Program of Surakarta

Sebelas Maret University.

ABSTRACT

Considering the Chairman of BPN-RI‟s Regulation Number 18 of 2009,

on May 11, 2009 about LARASITA of the Republic of Indonesia‟s National Land

Affairs Agency, the Salatiga City‟s Land Affairs Office implements LARASITA

Program. LARASITA program was intended to provide land certification service

to the people of Salatiga City through mobile system and “picking–the-ball-up”

method to the kelurahans. This program aims: to improve the service quality of

land affairs for the society, to facilitate the legalization of public land asset, to

mitigate the scalping practice, to mitigate the land affairs conflict and to attribute

the BPN-RI program to the aspiration developing within the society.

In the implementation of LARASITA Program, the responsiveness was

needed in the service of Salatiga City‟s Land Affairs Office for the service user

society. It would contribute positively to the performance assessment, thereby

supporting the improvement of public service accountability in land affairs sector.

This study aimed to analyze the responsiveness of Salatiga City Land

Affairs Office‟s service in the implementation of LARASITA Program.

Meanwhile, the indicators of public service responsiveness employed were: (1)

whether or not there is grievance among the service users in one last year; (2) the

attitude of bureaucrat apparatus in responding to the grievance of service users;

(3) the utilization of service users‟ grievance as a reference for the improvement

of service organization in the future; (4) the bureaucrat apparatus‟s varying

actions to give the service user the service satisfaction; as well as (5) the

placement of service user into the enacted service system by the bureaucracy

apparatus.

The final result of research showed that the Land Affairs Office of Salatiga

City was sufficiently responsive to the society in providing service through the

implementation of LARASITA program. It could be seen from two indicators of

responsiveness: that there were still some grievances with the service given by

Salatiga City‟s Land Affairs Office and the service user had not been placed yet

into LARASITA Program service system. Meanwhile other three indicators had

indicated that the service of Land Affairs Office had been responsive.

Keywords: Responsiveness, Implementation, LARASITA, Salatiga City

.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Esensi tanah dalam bidang ekonomi, pertanian, dan sebagai obyek hukum

adalah lahan, yang mencakup semua sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan

di bawah, pada, maupun di atas permukaan suatu bidang geografis. Dalam bahasa

sehari-hari, orang menyamakan lahan dengan "tanah". Dalam kenyataannya, lahan

tidak selalu berupa tanah, karena dapat mencakup pula kolam, rawa, danau, atau

bahkan lautan. Sesuai dengan batasannya, kandungan mineral di bawah

permukaan lahan atau lokasi orbit geostasioner di atas suatu permukaan lahan juga

menjadi bagian dari lahan dan ini menentukan nilai ekonominya.

Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, dan

permukiman terus membutuhkan lahan yang semakin luas. Pertambahan

penduduk di pusat kota dan tuntutan kehidupan baik aspek sosial, politik, budaya

pada akhirnya akan membutuhkan fasilitas dan utilitas seperti permukiman,

pendidikan, kesehatan dan sarana umum lainnya membutuhkan lahan untuk

keberlangsungannya. Kepastian hukum atas status lahan-lahan tersebut, menjadi

hal yang sangat penting. Untuk itu legalisasi aset publik berupa tanah (lahan) yang

sudah dikuasai publik harus dilakukan, yaitu dengan pensertipikatan tanah.

Esensi dari Sertipikat tanah adalah bukti kepemilikan tanah, sebagai

produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah oleh instansi yang berwenang yaitu

Badan Pertanahan Republik Indonesia. Definisi dari pendaftaran tanah

2

berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, bahwa yang di maksud dengan pendaftaran tanah adalah

rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,

berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan

dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta

dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk

pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada

haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang

membebaninya. Adapaun tujuan dari pendaftaran tanah tersebut, yaitu;

1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah, suatu

bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan

mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dan untuk memberikan

kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan dan diberikan sertipikat hak atas tanah.

Sehingga dengan sertipikat tanah, akan mengurangi adanya konflik-

konflik pertanahan. Di Kota Salatiga, pernah terjadi konflik segitiga atau yang

melibatkan pihak ketiga, yaitu konflik tanah HGU Komplek Salib Putih di

3

Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo. Pihak yang berkonflik adalah

Pemerintah Kota Salatiga sebagai yang memiliki wewenang untuk membuat

kebijakan bagi publik, PT. Rumeksa Mekaring Sabda sebagai pemegang hak guna

usaha dan Yayasan Universitas Islam Salatiga yang menuntut keadilan untuk

diberikan hak pakai dari sebagian luas tanah yang telah bersertifikat hak guna

usaha tersebut dari Pemerintah Kota. Konflik yang sempat membuat Kota Salatiga

menghangat ini telah selesai karena pihak pengugat mencabut gugatannya karena

alasan-alasan tertentu. Konflik pertanahan tersebut bisa jadi disebabkan karena

kinerja organisasi publik Kantor Pertanahan yang rendah, sehingga terjadi

kesalahan administrasi dalam proses pensertipikatan tanah.

Secara umum kinerja organisasi publik Kantor Pertanahan masih rendah,

kualitas pelayanan yang rendah dan masih adanya SDM yang belum memahami

tugas pokok dan fungsinya, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya masalah,

sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia seperti yang bisa

dilihat pada media media cetak dan elektronik. Menurut Agus Dwiyanto (1995 :

1-2) bahwa para pejabat birokrasi atasan seringkali menempatkan pencapaian

target sebagai ukuran kinerja dari organisasi publik, sementara masyarakat

pengguna jasa lebih suka menggunakan kualitas pelayanan sebagai ukuran kinerja

organisasi publik. Ada 5 (lima) hal indikator yang dapat digunakan untuk menilai

kinerja organisasi publik yaitu produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas,

responsibilitas dan akuntabilitas.

4

Rendahnya kinerja organisasi publik akan menghambat pelaksanaan

program. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Titien Indarwati

Subroto (2008) mahasiswa Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu

Administrasi dari Universitas Diponegoro Semarang, dapat diketahui bahwa pada

Kantor Pertanahan Kota Semarang dengan indikasi, kemampuan kerja dan

motivasi rendah. Dari hasil analisis yang dilakukannya diketahui bahwa dari uji

korelasi dengan rumus Kendall Tau diperoleh angka 0,217 kemampuan pegawai

berkorelasi positif terhadap kinerja organisasi dan sangat significant terhadap

kinerja. Jika kemampuan pegawai ditingkatkan maka akan meningkatkan kinerja.

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan

tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat,

terutama kepada institusi birokrasi. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya

kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan belum

memadainya kinerja organisasi publik. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat

tersebut merupakan tantangan bagi organisasi publik dalam hal ini Kantor

Pertanahan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat

melaksanakan fungsinya dengan baik. Untuk itu organisasi publik perlu

menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-

kebutuhan masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan untuk mendekatkan

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang

5

disebut LARASITA, tertuang dalam Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 18 Tahun

2009 tanggal 11 Mei 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia. Pelaksanaan Program LARASITA dilakukan oleh Kantor

Pertanahan Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia sebagai Kantor Pertanahan yang

bergerak (mobile service), yang mendekatkan layanan pertanahan terhadap

masyarakat, sehingga masyarakat dapat melakukan pengurusan sertipikat

tanahnya dengan lebih mudah, lebih cepat dan tanpa perantara.

Kegiatan operasional Program LARASITA adalah menggunakan

kendaraan mobil dan motor dengan dilengkapi seperangkat Tehnologi Informasi

(IT), yang dapat menghubungkan secara "On Line" pelayanan pertanahan dari

mobil LARASITA dengan server KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan),

dengan demikian warga masyarakat pengguna layanan tidak perlu datang ke

Kantor Pertanahan (statis), cukup dilayani di lokasi masing-masing yang

dikunjungi oleh mobil LARASITA, sesuai jadwal kunjungan yang telah

ditetapkan.

Dengan pelaksanaan Program LARASITA yang baik di seluruh

Indonesia, sudah barang tentu, hal itu sangat didambakan oleh masyarakat,

terutama yang memiliki masalah-masalah pertanahan dari berbagai aspek,

Program LARASITA adalah solusi dari masalah-masalah itu. Selain itu, dengan

pelaksanaan Program LARASITA secara menyeluruh di Indonesia, dengan

berbagai inovasinya, yang disesuaikan pada keadaan dan kebutuhan daerah

masing-masing, tentu akan memberikan kontribusi positif bagi penilaian kinerja

6

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sehingga mendukung

akuntabilitas pelayanan publik di bidang pertanahan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Megawati

(2013:90) dapat diketahui bahwa Program LARASITA yang diimplementasikan

oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo tidak efektif. Program LARASITA

di Kebupaten Sidoharjo Provinsi Jawa Timur, mencakup 21 Kelurahan/Desa,

salah satunya Kelurahan Kalitengah. Implementasi Program LARASITA di

Kelurahan Kalitengah telah melayani sebanyak 301 sertipikat warga. Pada proses

implementasi, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi terkait faktor

komunikasi, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya peralatan, dan

faktor disposisi. Ditinjau dari segi responsivitas pada faktor komunikasi,

informasi yang diberikan oleh tim LARASITA kurang efektif dan hanya

dilakukan sekali sehingga baik warga maupun petugas LARASITA kurang

memahami pelengkapan berkas persyaratan LARASITA. faktor komunikasi

kurang memenuhi kriteria responsivitas.

Melihat kasus yang terjadi, penting untuk melihat bagaimana

Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi

Program LARASITA. Ada beberapa alasan mengapa peneliti mengangkat

responsivitas sebagai objek kajian: Pertama: Perkembangan terbaru paradigma

administrasi publik, mengarah kepada masyarakat dan berorientasi kepada

masyarakat serta berupaya bagaimana strategi melakukan atau melayani

masyarakat (publik). kondisi ini merupakan tantangan besar yang harus

dihadapi mengingat kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks sementara

7

sumber daya dan peningkatan kinerja organisasi publik yang ada tidak

sebanding dengan perkembangan kebutuhan tersebut. Penyelenggaraan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma good

governance, bisa terwujud jika pemerintahan diselenggarakan secara transparan,

responsif, partisipatif, taat hukum (rule of law), sesuai konsensus, non

diskriminasi, akuntabel, serta memiliki visi yang strategis.

Kedua, kajian ini menarik untuk diangkat karena adanya “Kelompok

Kontra LARASITA” terhadap Program LARASITA. Sikap dari kelompok

masyarakat ini adalah sinis dan mempunyai keragu-raguan terhadap Program

LARASITA. Di kalangan " Kelompok Kontra LARASITA" beranggapan bahwa

pengadaan mobil dan motor LARASITA bagi daerah-daerah di perkotaan atau

kota-kota besar, adalah suatu "pemborosan" atau "tidak tepat sasaran" atau

setidak-tidaknya "kurang efektif " dalam memberikan pelayanan pertanahan bagi

masyarakat.

Dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi

terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa.

Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut

merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,

menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-

program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Oleh karena itu penelitian ini berjudul : Responsivitas Pelayanan Kantor

Pertanahan Kota Salatiga Dalam Implementasi Program LARASITA.

8

B. Rumusan Masalah

Meningkatnya tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat,

terutama kepada institusi atau organisasi pelayanan publik. Keluhan masyarakat

terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang

menunjukkan rendahnya kinerja organisasi pelayanan publik. Hal itu merupakan

tantangan bagi organisasi pelayanan publik untuk mewujudkan responsivitas

sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat

melaksanakan fungsinya dengan baik. Kantor Pertanahan Kota Salatiga sebagai,

organisasi pelayanan publik menerapkan strategi peningkatan kualitas pelayanan

pertanahan, melalui Program LARASITA, untuk memberikan keadilan bagi

masyarakat dalam pengurusan sertipikat tanah secara cepat, mudah, transparan

dan tanpa perantara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia.

Dari rumusan masalah di atas maka dapat diajukan research question

sebagai berikut, “Bagaimana responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga dalam implementasi Program LARASITA.” Sedangkan sub research

question yang akan dijawab adalah merupakan indikator-indikator dari

responsivitas sebagai berikut :

1) “Bagaimanakah pendapat dari pengguna jasa terhadap Program

LARASITA apakah ada keluhan, selama satu tahun terakhir ? “

2) “Bagaimanakah sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari

pengguna jasa layanan dari Program LARASITA?”

9

3) “Bagaimanakah penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi

bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa mendatang?”

4) “Bagaimanakah tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan

pelayanan kepada pengguna jasa ?”

5) “Bagaimanakah penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam

sistem pelayanan yang berlaku ?“

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam

implementasi Program LARASITA , dengan indikator-indikator : 1) Terdapat

tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2) Sikap aparat

birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa; 3) Penggunaan keluhan

dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan

di masa mendatang; 4) Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan

kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta 5) Penempatan pengguna jasa

oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.

D. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Teoritis

Menambah khazanah kajian mengenai responsivitas organisasi pelayanan

publik, serta dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan pelayanan publik.

10

2. Manfaat praktis

Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta, menjadi bahan referensi bagi

penelitian selanjutnya serta melengkapi kajian tentang responsivitas

organisasi pelayanan publik.

Bagi Kantor Pertanahan Kota Salatiga, memberikan sumbangan pemikiran

berupa masukan-masukan yang berguna untuk perbaikan dalam

mengimplemetasikan Program LARASITA selanjutnya.

Bagi warga masyarakat Kota Salatiga memberikan informasi mengenai

responsivitas pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kota

Salatiga dalam Program LARASITA yang telah dilaksanakan di Kota

Salatiga.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Responsivitas

Agus Dwiyanto (1995 : 1-2) mengemukakan ada lima konsep yang dapat

digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu produktivitas

(pruductivity),kualitas pelayanan (service quality), responsivitas (responsiveness),

responsibilitas (responsibility), dan akuntabilitas (accountability). Responsivitas

menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan

tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian

responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi

dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi,

Sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi

demand dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Zeitmal Parasuraman & Berry, dalam buku Delivering Quality

Service (1990) yang dikutip oleh James, A.F & Mona (1994 :190) mengemukaan

bahwa responsivitas merupakan salah satu instrument yang cukup penting dalam

mengukur kinerja suatu organisasi, termasuk di dalamnya adalah organisasi

publik. Dari pengukuran kinerja tersebut akan diketahui juga kualitas layanan

yang diberikan, sebagaimana disampaikan “service quality is a complecs topic, as

seen by the need for a definition containing five deminsions :tengibel, reability,

responsiveness, assurance and empaty.” (Kualitas pelayanan adalah hal yang

12

kompleks, hal itu dilihat dari keinginan untuk mendefinisikan lima demensi yaitu

ketampakan fisik (tengibel), rebilitas (reability), daya tanggap/responsivitas

(responsiveness), kepercayaan (assurance) and ikut merasakan (empaty)”

Selanjutnya dikemukakan pengertian responsivitas menurut Zeitmal Parasuraman

& Berry, dalam buku Delivering Quality Service (1990) yang dikutip oleh

James,A.F & Mona, (1994 : 190) adalah sebagai berikut :

Responsiveness, the willingness to help costumers and to provide prompt

service. Keeping costumers waiting, particularly for no apparent reason, creates

unnecessary negative perception of quality. In the event of a service failure, the

ability recover quickly with professionalism can create very positive perception of

quality.

Responsivitas / daya tanggap adalah kerelaan atau kemauan karyawan

untuk membantu konsumen dan menyelenggarakan pelayanan secara cepat dan

tepat. Membuat konsumen menunggu, khususnya untuk alasan yang tidak jelas

akan menimbulkan persepsi negative yang tidak perlu, terhadap kualitas.

Kegagalan dan mengembalikan persepsi positif terhadap pelayanan.

Menurut Agus Dwiyanto, dkk (2006 : 62) Responsivitas adalah

kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda

dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan

sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan

bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan,

keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa.

Menurut Hassel Nogi S. Tangkilisan (2005 : 177) Responsivitas menunjuk

pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan

13

masyarakat. Responsivitas dimasukkan dalam salah satu indikator kinerja, karena

responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik

dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan

antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat.

Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal

tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat (Dilulio, 1994 yang dikutip oleh Agus Dwiyanto, dkk , 2006 : 62)

“ Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya

memiliki kinerja yang jelek juga “ (Osborne & Plastrik, 1997 yang dikutip oleh

Agus Dwiyanto, 2006 : 62)

Dari pengertian definisi di atas sangat jelas bahwa birokrasi dalam

mendekatkan layanan kepada masyarakat seperti hal nya Program LARASITA

perlu upaya mengenali kebutuhan apa yang ada di masyarakat. Dengan kata lain

adalah apa sebenarnya maunya masyarakat, terhadap layanan yang diberikan oleh

institusi publik. Selanjutnya pengenalan kebutuhan masyarakat terhadap layanan

tersebut menjadi agenda penting untuk dikembangkan model dalam pemberian

layanan. Sehingga masyarakat menjadi terpuaskan. Oleh karena itu

pengembangan program layanan harus senantiasa ditingkatkan, mengingat kondisi

masyarakat juga berkembang.

14

2. Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan

Konsep responsivitas merupakan pertanggung jawaban dari sisi yang

menerima pelayanan atau masyarakat. Seberapa jauh mereka melihat

administrator negara atau birokrasi publik dalam hal ini Kantor Pertanahan

bersikap sangat tanggap terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan,

keluhan dan aspirasi mereka. Responsivitas pelayanan menggambarkan kualitas

interaksi antara administrasi publik dengan klien. Hal ini berarti responsivitas

dapat dilihat dari sejauh mana kebutuhan, masalah, tuntutan dan aspirasi klien

dapat dipuaskan dalam bingkai kebijakan, komprehensivitas, assesibilitas

administrasi. Terbukanya administrasi terhadap keterlibatan klien dalam

pengambilan keputusan.

Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan kepada masyarakat dan

menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat

mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan

bersama. ( Rasyid, dikutip oleh Widodo, 2007 : 269)

Responsivitas pelayanan publik sangat diperlukan karena merupakan

bukti kemampuan organisasi publik untuk menyediakan apa yang menjadi

tuntutan seluruh rakyat di suatu negara. Dalam hal ini responsivitas merupakan

cara yang efisien dalam mengatur urusan baik di tingkat pusat maupun tingkat

daerah atau lokal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, karenanya

baik pemerintah pusat maupun daerah dikatakan responsif terhadap kebutuhan

masyarakat apabila kebutuhan masyarakat tadi diidentifikasi oleh para pembuat

15

kebijakan dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki, secara tepat dan

dapat menjawab apa yang menjadi kepentingan publik. (Widodo, 2007 : 272)

Dengan demikian Kantor Pertanahan sebagai birokrasi publik, dapat

dikatakan bertanggungjawab jika mereka dinilai mempunyai responsivitas atau

daya tanggap yang tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan,

keluhan dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Kantor Pertanahan cepat

memahami apa yang menjadi tuntutan publik dan berusaha semaksimal mungkin

memenuhinya. Dapat menangkap masalah yang dihadapi oleh publik dan

berusaha untuk mencari jalan keluar atau solusi yang baik. Disamping itu, Kantor

Pertanahan juga tidak suka menunda-nunda waktu dan memperpanjang jalur

pelayanan. Dengan kata lain mengutamakan prosedur tetapi tidak mengabaikan

substansi yang ada. Parameter dalam indikator responsivitas organisasi, yang

meliputi: kemampuan mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat, khususnya

pengguna layanan; dan daya tanggap serta kemampuan organisasi

mengembangkan program-program pelayanan sesuai kebutuhan dan aspirasi

masyarakat yang dilayaninya.

3. Indikator Pengukuran Responsivitas

Penilaian kinerja birokrasi publik tidak hanya dilakukan dengan

menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi

dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat

pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan

responsivitas. (Dwiyanto, 2006 : 49)

16

Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena

birokrasi publik sering kali memiliki kewenangan monopolis sehingga para

pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang

diselenggarakan oleh pasar, dengan pengguna jasa yang memiliki pilihan sumber

pelayanan, penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi

layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh

publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap

pelayanan. (Dwiyanto, 2006 : 49)

Pengembangan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kantor

Pertanahan sebagai lembaga penyedia layanan juga didasarkan dari kebutuhan

dan umpan balik dari masyarakat selaku pengguna jasa layanan publik tersebut.

Hal ini mengacu pada paradigma The New Public Service maupun pemahaman

Good Governance, sebagaimana pengertian responsivitas yang diungkapkan oleh

Agus Dwiyanto (2006) di bawah ini :

Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan, dan

mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan

dan aspirasi masyarakat. Selanjutnya, ( Dwiyanto, 2006 : 62)

Dalam pengukuran responsivitas diperlukan dimensi-dimensi

operasional. Agus Dwiyanto (2006 : 63) mengemukakan bahwa indikator dari

responsivitas adalah sebagai berikut : 1) Terdapat tidaknya keluhan dari

pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2) Sikap aparat birokrasi dalam

merespon keluhan dari pengguna jasa; 3) Penggunaan keluhan dari pengguna

jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa

17

mendatang; 4) Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan

pelayanan kepada pengguna jasa; serta 5) Penempatan pengguna jasa oleh

aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.

Dalam penelitian ini, indikator-indikator dari Responsivitas menurut

Agus Dwiyanto tersebut di atas, digunakan untuk mengukur responsivitas

pelayanan dalam implementasi Program LARASITA pada Kantor Pertanahan

Kota Salatiga. Hal itu dikarenakan indikator responsivitas dari Agus Dwiyanto,

lengkap dan relevan dengan materi pembahasan dari objek atau masalah yang

diteliti, sehingga mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap variabel-

variabel yang dikaji melalui penelitian ini, sebagaimana pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Indikator Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga dalam implementasi Program LARASITA.

No.

Indikator

Responsivitas Pelayanan

Cenderung

Tinggi

Cenderung

Sedang

Cenderung

Rendah

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Terdapat tidaknya keluhan

dari pengguna jasa selama

satu tahun terakhir.

Tidak pernah ada

keluhan dari pe-

ngguna jasa.

Kadang-kadang ada

keluhan dari

pengguna jasa.

Sering terdapat

keluhan dari pengguna

jasa.

2. Sikap aparat birokrasi dalam

merespon keluhan dari

pengguna jasa.

Aparat birokrat

berusaha menye-

lesaikan.

Aparat Birokrat

Menampung ke-

luhan tersebut.

Aparat birokrat

Jengkel & mem-

biarkan adanya

keluhan tersebut.

3. Penggunaan keluhan dari

pengguna jasa dijadikan

referensi bagi perbaikan

penyelenggaraan pelayanan

pada masa mendatang.

Aparat birokrat

menggunakan

keluhan tersebut

untuk referensi

bagi pelayanan

mendatang.

Aparat birokrat

jarang meng-

gunakan keluhan

tersebut untuk

referensi bagi pe-

layanan mendatang.

Aparat birokrat tidak

pernah me-nggunakan

ke-luhan tersebut

untuk referensi bagi

pelayanan mendatang.

18

(1) (2) (3) (4) (5)

4. 4 Berbagai Tindakan aparat

birokrasi untuk memberikan

kepuasan pelayanan kepada

pengguna jasa.

Aparat birokrat

bersikap ramah,

melayani dengan

baik cepat dan

tepat.

Aparat birokrat

kurang bersikap

ramah, melayani

dengan baik na-mun

belum se- cara cepat

dan tepat.

Aparat birokrat

bersikap tidak ramah,

tidak memberikan

pelayanan yang baik.

5. Penempatan pengguna jasa

oleh aparat birokrasi dalam

sistem pelayanan yang

berlaku.

Pengguna jasa

selalu ditempat-

kan dalam sistem

pelayanan.

Pengguna jasa

kadang-kadang

ditempatkan da-lam

sistem pe-layanan.

Pengguna jasa tidak

ditempat-kan dalam

sistem pelayanan.

Sumber : analisa penulis, 2013

4. Implementasi Kebijakan Program LARASITA

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program

maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau

implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi,

maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian

implementasi menurut para ahli.

Pengertian pelaksanaan kebijakan, dikemukakan oleh Syukur Abdullah

(1987: 10), adalah :

“Suatu rangkaian tindak lanjut, setelah sebuah rencana dan

kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan

keputusan, langkah-langkah strategi maupun operasional yang

ditempuh guna mewujudkan suatu program ataupun

kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari

program yang ditetapkan semula”.

19

Adapun definisi Pelaksanaan (Implementasi) menurut Daniel

Mazmanian dan Paul Sabatier (1983; 61) sebagaimana yang dikutip dalam buku

Leo Agustino (2006;139), yaitu :

“Pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah pelaksanaan

keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-

undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan

peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan

masalah yangingin dibatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan

sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk

menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.

Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002; 102) membatasi

pelaksanaan (Implementasi) sebagai :

“Tindakan-tindakan yang dilakukan individu-individu (kelompok-

kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarhakan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-

keputusan sebelumnya”.

Elmore (1978) juga mengidentifikasikan komposisi utama dalam

implementasi yang efektif sebagai berikut.

“Elmore identified four main igredients for effective

implementation 1. clearly specified tasks and objectives that

accurately reflect the intent of policy; 2. A management plan that

allocates tasks and performances standarts to sub unit , 3.an

objective means of measuring sub unit performance; and 4. A

system of management controls and social sanctions sufficient to

hold subordinates accountable for their performance. Failures of

implementation are, by definition, lapses of planning,

specification and control.” (Paudel, 2009:45-46, vol XXV)

(Elmore mengidentifikasi empat komposisi utama implementasi

yang efektif: 1.Penentuan kejelasan tugas dan tujuan yang secara

akurat mencerminkan maksud dari kebijakan; 2. Sebuah rencana

manajemen yang mengalokasikan tugas dan pertunjukan

standarts ke sub bagian 3. tujuan berarti mengukur sub unit

kinerja, dan 4. Sebuah sistem pengendalian manajemen dan

20

sanksi sosial yang cukup untuk menahan bawahan bertanggung

jawab atas kinerja mereka. Kegagalan implementasi, menurut

definisi, penyimpangan perencanaan, spesifikasi dan kontrol).

Secara lebih rinci, Scott Fritzen mengidentifikasikan masalah dalam

implementasi dalam 6 hal diantaranya policy design, inter-organizational

communication and enforcement activities, characteristics of the implementing

agencies/disposition of implementers, implementation outputs and

outcomes/impacts, policy learning, dan action environment (Fritzen, 2003:6-7).

Lebih lanjut Fritzen menjelaskan mengenai kerangka konseptual untuk

mengidentifikasi kendala implementasi sebagai berikut.

The conceptual framework presented here is a way of structuring

inquiry into observed implementation patterns of a particular

policy. It incoporates some elements of both classically “top-

down” and “bottom up” approaches. The framework can be used

to identify specific implementation constraints (as the top- down

model stresses), but focuses much attention onto the institutional

environment at the local level and the dynamic impacts (often

unpredicted) of implementation.

(Kerangka konseptual yang disajikan di sini adalah cara penataan

penyelidikan pola pelaksanaan diamati kebijakan tertentu. Ini

terdiri dari beberapa kedua unsur pendekatan klasik yaitu "top-

down" dan “bottom up”. Kerangka ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kendala implementasi spesifik (sebagai model

top-down tekanan), tetapi berfokus banyak perhatian ke

lingkungan kelembagaan di tingkat lokal dan dampak dinamis

(sering terjadi ketidakpastian implementasi).

Fritzen memberikan penjelasan bahwa implementasi memiliki dampak

yang dinamis dan sering tidak terduga, dalam penekanan implementasi

kebijakan top-down dalam perhatian khusus terhadap lingkungan institusi.

21

Dalam bukunya yang berjudul Implementing Public Policy yang

diterbitkan tahun 1980, Edwards III menyatakan bahwa proses implementasi

sebagai :

“…the state of policy making between the establishment of a

policy (such as the passage of a legislative act, the issuing of an

executive order, the handing down of a judicial decision, or the

promulgation of a regulatory rule) and the consequences of the

policy for the peple whom it effect.” (Edwards, 1980 : 1)

(....pembuatan kebijakan adalah antara pendirian kebijakan

(seperti tindakan legislasi, eksekusi, dan keputusan yudisial) dan

konsekuensi kebijakan bagi masyarakat terdampak)

Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses

kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil

atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output,

outcome). Yang termasuk aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan,

pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi

dan lain-lain.

George Edwards III (1980), menjelaskan tentang implementasi sebagai :

“......... the key issue of policy is the lack of attention toward public

policy’s implementation,it is stated strongly that without an

effective implementation, the decision of policymakers will not be

successfully carried out. Hence, Edward suggested to put attention

toward four key issues: communication, resource, disposition of

attitudes, and bureaucratic structures.” (Nugroho, 2012:191)

(...isu utama kebijakan adalah kurangnya perhatian terhadap

implementasi kebijakan publik. Ditegaskan dengan kuat bahwa

tanpa implementasi efektif, keputusan pembuat kebijakan tidak

akan berhasil diwujudkan. Oleh karena itu Edwards menekankan

untuk memperhatikan empat isu utama, yaitu komunikasi, sumber

daya, sikap, dan struktur birokrasi)

22

Keempat variabel tersebut adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi atau

sikap pelaksana, dan struktur birokrasi, yang keseluruhannya saling berhubungan

dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan keberhasilan atau

kegagalan implementasi.

a. Komunikasi. Ada tiga hal dalam komunikasi ini yang perlu mendapatkan

perhatian, yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi.

1) Transmisi. Sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan harus

disalurkan pada pejabat yang akan melaksanakannya. Seringkali masalah

transmisi terjadi manakala pelaksana tidak menyetujui kebijakan

(disposisi) tersebut dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau bahkan

menutup komunikasi yang diperlukan. Masalah transmisi juga terjadi

manakala kebijakan yang akan diimplementasikan harus melalui struktur

birokrasi yang berlapis atau karena tidak tersedianya saluran komunikasi

yang memadai (sumberdaya).

2) Kejelasan (Clarity). Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam

sebuah kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat

diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun hal

tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan

sebuah kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, diantaranya adalah

sebagai berikut :

a) kerumitan dalam pembuatan kebijakan yang terjadi antara eksekutif

dan legislatif, sehingga mereka cenderung menyerahkan detil

pelaksanaannya pada bawahan;

23

b) adanya opisisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut;

c) kebutuhan mencapai konsensus antara tujuan yang saling bersaing saat

merumuskan kebijakan tersebut;

d) kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai

masalah (tentang ini sering dikatakan sebagai upaya untuk menghindar

dari tanggung jawab);

e) biasanya terjadi pada kebijakan yang menyangkut aturan hukum.

3) Konsistensi. Implementasi yang efektif selain membutuhkan komunikasi

yang jelas, juga yang konsisten. Proses transmisi yang baik namun dengan

perintah yang tidak konsisten akan menyebabkan membingungkan

pelaksana. Banyak hal yang bisa menyebabkan arah kebijakan menjadi

tidak konsisten seperti beberapa hal berikut.

a) kompleksitas kebijakan yang harus dilaksanakan;

b) kesulitan yang biasa muncul saat memulai implementasi sebuah

kebijakan baru;

c) kebijakan memiliki beragam tujuan dan sasaran, aau kadang karena

bertentangan dengan kebijakan yang lain;

d) banyaknya pengaruh berbagai kelompok kepentingan atas isu yang

dibawa oleh kebijakan tersebut.

b. Sumberdaya. Sumberdaya yang diperlukan dalam implementasi menurut

Edwards III adalah :

1) Staff, yang jumlah dan skills (kemampuannya) sesuai dengan yang

dibutuhkan;

24

2) Informasi.Informasi berbeda dengan komunikasi. Yang diperlukan di sini

adalah informasi yang terkait dengan bagaimana melaksanakan kebijakan

tersebut (Juklak-Juknis) serta, dan data yang terkait dengan kebijakan yang

akan dilaksanakan;

3) Kewenangan. Kewenangan yang dibutuhkan dan harus tersedia bagi

implementor sangat bervariasi tergantung pada kebijakan apa yang harus

dilaksanakan. Kewenangan tersebut dapat berwujud: membawa kasus ke

meja hijau; menyediakan barang dan jasa; kewenangan untuk memperoleh

dan menggunakan dana, staf, kewenangan untuk meminta kerjasama

dengan badan pemerintah yang lain.

4) Fasilitas. Kendati implementor telah memiliki jumlah staf yang memadai,

telah memahami apa yang diharapkan darinya dan apa yang harus

dilaksanakan, juga telah memperoleh kewenangan yang diperlukan untuk

mengimplementasikan kebijakan, namun tanpa fasilitas fisik yang

memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam

tergantung pada kebutuhan kebijakan : ruang kantor, komputer.

c. Disposisi. Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap

kebijakan atau program yang harus mereka laksanakan karena setiap kebijakan

membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan komitmen

yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan.

Terdapat tiga unsur utama yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan

aparat pelaksana untuk melaksanakan kebijakan yaitu:

25

1) Kognisi yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksanaan terhadap kebijakan.

Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangatlah penting bagi aparat

pelaksana lebih-lebih apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya

berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, maka implementasi

kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. Ketidakmampuan

administratif dari pelaksana kebijakan yaitu ketidakmampuan dalam

menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan yang disampaikan

oleh masyarakat dapat menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak

efektif.

2) Arahan dan tanggapan pelaksanaan, hal ini meliputi bagaimana

penerimaan, ketidakberpihakan maupun penolakan pelaksana dalam

menyikapi kebijaksanaan.

3) Intensitas respon atau tanggapan pelaksana. Karakter dari pelaksana akan

mempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana dalam mengimplementasikan

kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidak mungkin bebas dari

kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka capai.

Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu kemungkinan

dari pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah ditentukan demi

kepentingan pribadinya, sehingga dengan sikap pelaksana tersebut dapat

menjauhkan tujuan dari kebijakan sebenarnya.

d. Struktur birokrasi. Struktur Birokrasi adalah mekanisme kerja yang dibentuk

untuk mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. Ia menekankan perlu adanya

Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan

26

diantara para pelaksana, terlebih jika pelaksanaan program melibatkan lebih dari

satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan

manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan

banyak institusi untuk mencapai tujuannya.

Kajian dalam penelitian ini mengaplikasikan teori implementasi kebijakan

yang dikembangkan oleh Edwards III. Teori ini dipakai karena konstruksi teoritik

Edwards III didorong oleh 2 pertanyaan terkait faktor yang mendukung

keberhasilan kebijakan dan yang menghambat keberhasilan kebijakan. Entry point

yang dipakai oleh Edwards III memiliki relevansi langsung dengan rumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini.

Berdasarkan teori implementasi Edwards III, implementasi Program

LARASITA dapat dianalisis dalam konstruksi sebagai berikut :

Variabel komunikasi mencakup ; 1) keterbukaan informasi tentang kebijakan. 2)

akurasi penyedia layanan Program LARASITA dalam memberi kemudahan

publik untuk melakukan interaksi baik internal maupun eksternal. 3) Pelaksanaan

komunikasi berdasarkan TUPOKSI. 4) Kejelasan informasi sehingga dapat

meminimalisir terjadinya perbedaan persepsi. 5) keakuratan penyampaian

kebijakan sehingga bisa dijalankan secara bertanggung jawab.

Variabel sumber daya mencakup : kepegawaian, keuangan, kewenangan,

dan sarana prasarana. Berkaitan dengan akurasi sumber daya Pelayanan dalam

Program LARASITA, sehingga publik dapat langsung beraspirasi kepada pihak

yang berkompeten. Kemudahan akses publik terhadap dalam layanan Program

27

LARASITA sesuai kemanfaatannya. Pengelolaan sumber daya dalam Program

LARASITA secara tepat guna serta renstra sumber daya dan laporannya.

Variabel disposisi/sikap mencakup; 1) kesiapan untuk melakukan evaluasi

baik internal maupun eksternal. 2) akurasi kewenangan sehingga tidak

menciptakan overlapping yang dapat membingungkan publik. 3) perilaku

menjunjung tinggi kewenangan. 4) pemahaman terhadap TUPOKSI sehingga bisa

melaksanakan program dan kegiatan secara bertanggung jawab.

Variabel struktur brokrasi mencakup : 1) Tersampaikannya informasi

tentang SOP kepada publik seluas-luasnya sebagai acuan bagi terjadinya interaksi

antara birokrasi dengan publik. 2) Akurasi pelaksanaan SOP sehingga program

dan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan alur yang ada dan dapat memperlancar

pelaksanaan program dan kegiatan. 3) Penempatan TUPOKSI sebagai baseline

penyusunan SOP sebagai acuan pelaksanaan program dan kegiatan. 4) Kejelasan

SOP sehingga dapat meminimalisir kerancuan-kerancuan dalam pelaksanaan

program dan kegiatan. Dan 5) Renstra, laporan evaluasi diri, dan laporan

akuntabilitas.

5. Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikat Tanah)

LARASITA adalah Kantor Pertanahan Bergerak. Menurut Peraturan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009

tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maka secara

resmi LARASITA diterapkan di seluruh Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia.

LARASITA (Layanan Rakyat Sertipikat Tanah) merupakan sebuah program baru

28

dari Badan Pertanahan Nasional. Adapun yang menjadi fokus dari program ini

adalah memberikan kepastian hukum dalam proses sertipikasi tanah serta

memberi kemudahan layanan bagi masyarakat, sekaligus memotong mata rantai

pengurusan sertipikat tanah dan meminimalisir biaya pengurusan.

LARASITA dibangun dan dikembangkan untuk mewujudnyatakan amanat

pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria serta seluruh

peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pengembangan LARASITA

berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan Pertanahan

Nasional dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi BPN dari menunggu atau pasif menjadi aktif atau proaktif

(Pendahuluan Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Tentang LARASITA BPN-RI).

LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan

rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat.

Merupakan program yang memadukan teknologi informasi dengan pelayanan

petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak. Diharapkan mampu menghapus

praktik percaloan sertipikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang

murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Selain itu tujuan dari

LARASITA, adalah untuk menembus daerah-daerah yang sulit dijangkau,

sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencilpun bisa dengan mudah

mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan

biaya transportasi yang besar untuk menuju Kantor Pertanahan di Kota atau

Kabupaten.

29

LARASITA juga merupakan layanan sistem front office mobile secara

online dengan kantor pertanahan setempat, sehingga seluruh proses pelayanan dari

mobil/sepeda motor LARASITA saat itu juga langsung terdata di Kantor

Pertanahan. Penerbitan Sertipikat tanah yang dilaksanakan oleh Kantor

Pertanahan, berdasarkan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 60 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria mengenai pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah

merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus

menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan,

pembukuan, penyajian, pemeliharaan data fisik, data yuridis dalam bentuk peta,

daftar mengenai bidang –bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun. Termasuk

pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada

haknya, hak millik atas satuan rumah susun dan hak-hak tertentu yang

membebaninya (Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Dalam Pasal 3 PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, adapun yang

menjadi tujuan pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yan bersangkutan.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

30

c. Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan. Dalam rangka

pembangunan di bidang pertanahan maka pemerintah telah menetapkan suatu

kebijaksanaan khusus yang dikenal dengan istilah Sapta Tertib Pertanahan

yang meliputi :

1) Tertib Administrasi

2) Tertib Anggaran

3) Tertib Perlengkapan

4) Tertib Perkantoran

5) Tertib Kepegawaian

6) Tertib disiplin diri

7) Tertib moral

Berdasarkan Sapta Tertib Pertanahan di atas, berarti BPN di sini

memiliki fungsi melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka

memelihara tertib administrasi pertanahan. Dimana Tertib Administrasi

Pertanahan juga merupakan salah satu dari tujuan pendaftaran tanah. Dalam

hubungan LARASITA dengan pelaksanaan Sapta Tertib Pertanahan tersebut

maka segala sesuatu yang menyangkut bidang pertanahan harus diselesaikan

melalui prosedur hukum yang berlaku bukan diselesaikan dengan

mempergunakan kekerasan ataupun mempergunakan kekuasaan.

LARASITA menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada

Kantor Pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian

31

kewenangan yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan.

Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk:

1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional

(reforma agraria);

2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang

pertanahan;

3) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;

4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasi

bermasalah;

5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin

diselesaikan di lapangan;

6) Menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di

masyarakat;

7) Meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah.

Manfaat LARASITA

a. Memberikan pelayanan sertipikasi tanah kepada masyarakat lebih dekat.

Mengurangi beban biaya masyarakat atau biaya menjadi lebih ringan.

b. Masyarakat bisa dilayani langsung petugas BPN tanpa harus datang ke

Kantor Pertanahan setempat.

c. Kepastian pelayanan yang bertanggung jawab.

d. Proses lebih cepat .

32

Jenis Pelayanan LARASITA

a. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali .

b. Pengakuan dan Penegasan Hak Sporadik .

c. Pemecahan Sertipikat .

d. Pemisahan Sertipikat .

e. Penggabungan Sertipikat .

f. Pengembalian Batas.

g. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah.

h. Pengukuran Ulang dan Pemetaan Bidang Tanah.

i. Peralihan Hak – Hibah.

j. Peraliahn Hak – Jual Beli.

k. Peralihan Hak – Pembagian Hak Bersama.

l. Peralihan Hak – Pewarisan.

m. Peralihan Hak – Tukar Menukar.

n. Peralihan Hak Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik.

o. Salinah Warkah / Peta / Surat Ukur.

p. Sertipikat Wakaf Untuk Tanah Terdaftar.

B. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti yang telah melakukan berbagai kajian terkait dengan

Program LARASITA. Gusnadi (2012), membuat kajian tentang Implementasi

Program LARASITA di Kantor Pertanahan Kota Makasar, pendekatan yang

dilakukan yaitu dengan membandingkan sasaran kebijakan yang dikeluarkan oleh

33

pemerintah dengan penerima manfaat kebijakan. Artinya apabila isi kebijakan

yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat penerima

kebijakan maka kebijakan itu dianggap berhasil. Gusnadi menemukan bahwa

Program LARASITA cocok, untuk diimplementasikan di daerah-daerah pelosok

di Makasar, masyarakat penerima manfaat secara antusias ikut berpartisipasi

dalam kepengurusan sertipikat melalui Program LARASITA . Artinya secara

umum Program LARASITA bisa dikatakan berhasil, namun masyarakat penerima

manfaat yang masih terkendala dengan ketidakjelasan syarat dan prosedur

pengurusan sertipikat tanah.

Putri Endah Annafi (2011) mengkaji tentang kualitas pelayanan sertipikasi

tanah melalui LARASITA, pada Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sertipikasi tanah melalui

LARASITA adalah ideal. Hal itu dapat disimpulkan dari perhitungan ServQual

yang menunjukan selisih skor perceived dan skor expectation adalah positif, yang

berarti kualitas pelayanan ideal.

Ayu Megawati (2013), mengkaji tentang implementasi LARASITA pada

Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoharjo, didapatkan bahwa pelaksanaanya tidak

efektif. Pada proses implementasi, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi

terkait faktor komunikasi, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya

peralatan, dan faktor disposisi. Dari faktor komunikasi, adalah kurang efektif

karena baik warga maupun petugas LARASITA, kurang memahami perlengkapan

berkas persyaratan.

34

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tesis ini berupaya untuk

melakukan kajian khusus tentang responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA. Menggunakan lima

indikator responsivitas yaitu ; ada tidaknya keluhan dari pengguna layanan, sikap

aparat petugas pelayanan Kantor Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna

jasa, referensi perbaikan, tindakan aparat Kantor Pertanahan, penempatan

pengguna jasa dalam sistem pelayanan.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Supadno (2010) mahasiswa

S2 program studi Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada

Yogyakarta, diperoleh gambaran tentang Implementasi Program Layanan Rakyat

untuk Sertipikasi Tanah (Larasita) di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Bahwa implementasi program Larasita dilaksanakan oleh

Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman belum sesuai dengan Peraturan yang

berlaku.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Hapsari Sita (2010)

mahasiswa S2 program Studi Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,

dapat diketahui pelaksanaan LARASITA di Kabupaten Bantul mulai dari tahap

persiapan, sumber biaya, pelaksanaan LARASITA, persepsi masyarakat dan

PPAT, hambatan yang dihadapi dan cara menyelesaikan hambatan tersebut. Hasil

penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan LARASITA di Kabupaten Bantul

tidak sepenuhnya menerapkan Perkaban No. 18 tahun 2009. Persepsi masyarakat

terhadap pelaksanaan LARASITA di Kabupaten Bantul adalah kurang merespon

dengan LARASITA walaupun umumnya mempunyai persepsi baik (positif).

35

Persepsi PPAT terhadap LARASITA adalah adalah kurang merepon walaupun

mempunyai persepsi baik (positif) terhadap LARASITA.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tesis ini berupaya untuk

melakukan kajian khusus tentang responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA. Menggunakan lima

indikator responsivitas yaitu ; ada tidaknya keluhan dari pengguna layanan, sikap

aparat petugas pelayanan Kantor Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna

jasa, referensi perbaikan, tindakan aparat Kantor Pertanahan, penempatan

pengguna jasa dalam sistem pelayanan.

C. Kerangka Pikir

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya Program LARASITA Kota

Salatiga yang sudah mulai diimplementasikan sejak akhir tahun 2010. Keberadaan

Program LARASITA tersebut merupakan solusi atas peningkatan tuntutan

masyarakat akan pelayananan pertanahan yang semakin berkualitas, yaitu

pelayanan yang transparan, cepat, murah sebagai dampak dari perkembangan

jaman, pertumbuhan penduduk serta tingkat kepeduliaan masyarakat terhadap

program pemerintah. Untuk memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan responsivitas

pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam menjalankan Implementasi

Program LARASITA. Program LARASITA akan mengurangi terjadinya

sengketa, konflik dan perkara tanah pada masyarakat. Dengan dimilikinya asset

tanah secara legal (sertipikat tanah) oleh masyarakat, maka kesejahteraan

masyarakat akan meningkat, karena dengan sertipikat yang dimilikinya bisa

36

digunakan sebagai jaminan dalam membuka akses pada lembaga-lembaga

keuangan sebagai modal usaha.

Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini BPN RI dalam

pengembangan Program LARASITA maka penelitian tentang responsivitas

pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program

LARASITA. Pengembangan Program LARASITA sangat penting dilakukan,

karena dengan terpenuhinya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan

pertanahan maka akan berimplikasi pada peningkatan legalisasi asset yang secara

tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan kesejahteraan masyarakat

suatu kota. Dengan mengetahui bagaimana responsivitas pelayanannya maka akan

dapat dilakukan penataan segala aspek, salah satunya aspek teknik internal pada

Kantor Pertanahan Kota Salatiga, guna pengembangan implementasi Program

LARASITA, agar lebih tepat dan terarah. Gambaran skematis atas uraian

kerangka pikir dapat dilihat pada Bagan 2.1 di bawah ini.

37

Bagan Alur Kerangka Pikir

IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA

KANTOR PERTANAHAN

KOTA SALATIGA

Petugas Pelayanan /

APARAT KANTOR

PERTANAHAN

RESPONSIVITAS PELAYANAN PUBLIK

Indikator (Agus Dwiyanto) 1. Keluhan dari pengguna layanan. 2. Sikap aparat petugas pelayanan Kantor

Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna jasa.

3 .Referensi Perbaikan.

4.Tindakan Aparat Kantor Pertanahan.

5.Penempatan pengguna jasa dalam sis-

tem pelayanan

Tujuan program

Untuk memberikan keadilan bagi masyarakat dalam me-mudahkan pengurusan pertanahan, mem-percepat proses pengurusan per-tanahan, meningkatkan cakupan wilayah pengurusan pertanahan, dan untuk menjamin peng urusan pertanahan tanpa perantara di lingkungan BPN RI.

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

deskriptif. Menurut Arikunto (2010 : 117) penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang bersifat memaparkan atau menggambarkan suatu hal dengan

tujuan untuk menyelidiki keadaan atau kondisi yang terjadi pada obyek atau

wilayah penelitian tanpa adanya campur tangan dari pihak peneliti misalnya

dengan menambah, mengubah atau mengadakan manipulasi terhadap obyek

penelitian.

Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif memberikan gambaran

secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif pada

umumnya digunakan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat

terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai karakteristik atau faktor-

faktor tertentu. Menurut Faisal (1993 : 20), pengertian penelitian deskriptif adalah

sebagai berikut :

”Penelitian deskriptif (Deskriptif Research), yang biasa disebut

juga penelitian taksonomik (”Taksonomik Research”),

dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu

fenomena atau kenyataan soasial, dengan jalan mendeskripsikan

sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit

yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan

jalinan hubungan antar variabel-variabel antiseden yang

menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya,

pada penelitian deskriptif tidak menggunakan dan tidak

melakukan pengujian hipotesis...”

39

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa pada intinya penelitian ini

tidak melihat ada tidaknya jalinan hubungan antar variabel secara kuantitatif, juga

tidak melakukan pengujian hipotesis, namun hanya menggambarkan dan

melakukan analisa kualitatif.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Salatiga dengan melihat Program

LARASITA yang dilaksanakan oleh BPN RI (Kantor Pertanahan Kota Salatiga)

Jl. Imam Bonjol 42, Kota Salatiga. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan

secara sengaja, yang disesuaikan dengan judul dan permasalahan yang diteliti.

Adapun alasan atau pertimbangan mengapa memilih lokasi penelitian tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian mengenai pelayanan publik merupakan issu yang cukup penting

dan strategis, terutama dalam rangka mendukung terciptanya pelayanan yang

aspiratif dan mempunyai daya tanggap yang tinggi. Kota Salatiga sebagai

tempat penelitian, karena dari data yang ada, didapatkan bahwa jumlah

layanan sertipikasi setiap bulannya relatif kecil dibandingkan dengan kota-

kota lain di Propinsi Jawa Tengah. Sehingga perlu diteliti, apakah hal tersebut

di atas disebabkan karena kurangnya responsivitas pelayanan pada Kantor

Pertanahan Kota Salatiga.

2. Sebagai pihak yang berkepentingan terhadap kemajuan pelayanan publik

Kantor Pertanahan, penulis dapat mengamati secara intensif dan cermat

40

terhadap obyek penelitian, sehingga dapat memperoleh data atau

informasinyang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Kota Salatiga merupakan wilayah kerja penulis, sehingga proses penelitian

dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

C. Data dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan

melalui wawancara secara langsung ataupun dengan bantuan media-media

komunikasi, seperti telepon. Sumber data primer atau informan dari

penelitian ini adalah pejabat/pimpinan program maupun staf di Kantor

Pertanahan Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah. Adapun pejabat/perencana

yang dimaksud antara lain adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Salatiga,

Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan, dan Kepala Sub Seksi

Pemberdayaan Masyarakat .

Pelaksana Program LARASITA yang bertugas mendatangi

masyarakat, untuk memberikan pelayanan pengurusan sertipikat tanah.

Sebagai unsur pelaksana yang melakukan proses layanan kepada masyarakat

secara langsung. Bagaimanakah pelayanan tersebut, mempunyai

responsivitas / daya tanggap dalam memberikan produk layanan publik

kepada masyarakat, itu yang menjadi kajian utama.

41

Selain itu, Selain itu data primer juga diperoleh dari masyarakat

Kota Salatiga yang menjadi lokasi penelitian. Data primer dari masyarakat

bersumber pada Kepala Kelurahan, Perangkat Kelurahan dan masyarakat

pengguna layanan Program LARASITA. Kelompok masyarakat Kota

Salatiga sebagai pengguna layanan publik dari Program LARASITA,

diambil pendapatnya sebagai data pendukung terhadap kegiatan proses

layanan publik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dan

dapat dipertanggungjawabkan.

2. Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu dengan mengutip

sumber-sumber sekunder melalui dokumen, buku-buku, arsip, hasil penelitian,

dan peraturan perundangan. Dalam penelitian ini data sekunder yang diambil

adalah sebagai berikut :

a. Data Profil Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2013.

b. Data Profil Kota Salatiga Tahun 2012.

c. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

d. Peta Wilayah Kota Salatiga.

e. Data Tanah yang sudah terdaftar (bersertipikat) di Kota Salatiga.

f. Data tentang BMN (Barang Milik Negara) pada Kantor Pertanahan Kota

Salatiga.

g. DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kantor Pertanahan Kota

Salatiga Tahun 2013.

42

h. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia No. 18 Tahun

2009 Tentang LARASITA Badan Pertanahan Republik Indonesia.

i. Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia No. 18

Tahun 2009.

j. Foto-Foto Kegiatan Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota

Salatiga.

D. Teknik Penentuan Informan

Organisasi / institusi yang akan dilakukan penelitian adalah Kantor

Pertanahan Kota Salatiga. Informan internal (responden aparatur) , adalah seluruh

aparat birokrat yang terlibat dalam Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota

Salatiga. Dalam penelitian ini penulis menggunakan cara pengambilan sampel

dengan Snowball Sampling. Snowball Sampling ialah penarikan sampel bertahap

yang makin lama jumlah respondennya semakin bertambah besar (Slamet,

2011:63).

Penarikan sampel dengan cara snowball melalui beberapa tahap. Tahap

pertama mengidentifikasi seseorang yang kita anggap sebagai responden yang

memenuhi syarat bagi tujuan penelitian (Slamet, 2011:63). Informan pertama

dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan

Kantor Pertanahan Kota Salatiga karena dianggap paling mengetahui dan

memenuhi syarat bagi tujuan penelitian. Langkah kedua mewawancarai informan

lain yang kelasnya di bawah informan pertama, dalam hal ini Kepala Sub Seksi

Pemberdayaan Masyarakat Kantor Pertanahan Kota Salatiga, selanjutnya Kepala

43

Seksi Pengendalian Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan Petugas

Tim Program LARASITA.

Informan eksternal (responden masyarakat), yaitu kelompok masyarakat

Kota Salatiga yang telah mendapatkan pelayanan Program LARASITA. Dalam

penelitian ini penentuan informan eksternal, menggunakan teknik purposive

sampling. Teknik purposive sampling, yaitu memilih informan yang dianggap

mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya

untuk menjadi sumber data yang mantap (HB Sutopo, 2002:56).

E. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para

informan sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang

mendukung pernyataan informan. Hal ini sebagaimana dinyatakan Lofland

(Moleong, 2000:112) bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah

kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain- lain.

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

sebagai berikut.

1. Observasi. Observasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat non

verbal. Sekalipun dasar utama daripada metode observasi adalah

penggunaan indera visual, tetapi dapat juga melibatkan indera-indera lain

seperti pendengaran, rabaan dan penciuman (Slamet, 2006 : 85-86).

Berkaitan dengan teknik observasi, peneliti melakukan pengamatan

terhadap berbagai aktivitas, kejadian dan interaksi yang terjadi dalam

44

proses implementasi Program LARASITA. Meliputi variabel

implementasi sebagai berikut :

a. Komunikasi : antar para implementor internal (koordinasi) antar seksi

pelaksana Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota

Salatiga. Antara implementor dengan kelompok sasaran (masyarakat

pengguna jasa layanan).

b. Sumber daya : sumberdaya manusia pada Kantor Pertanahan Kota

Salatiga, pendanaan , peralatan dan tehnologi serta metode yang

digunakan.

c. Sikap aparat birokrat dalam mengimplementasikan Program

LARASITA.

d. Struktur Birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

2. Wawancara Mendalam. Wawancara mendalam merupakan salah satu cara

mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada informan. Hasil

wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan

mempengaruhi arus informasi, yaitu pewawancara, responden, topik penelitian

dan situasi wawancara (Irawati Singarimbun dalam Masri Singarimbun dan

Sofian Effendi, 1989:192).

Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan dengan pejabat di

lingkungan Kantor Pertanahan Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah yang

berhubungan dengan penelitian ini berkaitan dengan kebijakan dan stategi

yang dibuat di tingkat Kantor Pertanahan, yaitu Kepala Kantor Pertanahan

Kota Salatiga, Kepala Seksi Pengendalian & Pemberdayaan, Kepala sub Seksi

45

Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Sub Seksi Pengendalian Pertanahan dan

petugas Tim LARASITA. Jumlah informan internal yang diwawancari

sebanyak 6 (enam orang). Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Juli 2013

jam 08.00 WIB sampai dengan selesai. Karakteristik dari informan internal

adalah terbuka, komunikatif serta mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi

yaitu sarjana S1.

Wawancara juga dilakukan kepada informan eksternal (masyarakat

penerima layanan Program LARASITA). Dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan untuk dijawab. Daftar pertanyaan dibuat terlebih

dahulu dan dijadikan pedoman dalam melakukan wawancara. Dibutuhkan

teknik-teknik wawancara yang baik guna mendapatkan jawaban yang sesuai

dengan kenyataan di lapangan. Metode ini cukup efektif dan efisien, apabila

teknik wawancara yang dikembangkan sangat baik.

Jumlah informal yang diwawancari sejumlah 5 (lima) orang

merupakan perwakilan dari masing-masing kecamatan yang berjumlah 4

(empat) di Kota Salatiga. Yaitu Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti,

Kecamatan Argomulyo masing-masing 1 (satu) orang dan Kecamatan

Tingkir 2 (dua) orang. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 30 s.d 31 Juli

2013. Karakteristik dari informan eksternal adalah sangat komunikatif dan

kooperatif serta mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi yaitu sarjana S1.

3. Kajian Dokumentasi. Hal ini merupakan upaya untuk mendapatkan data

sekunder yang berasal dari buku panduan organisasi atau program, laporan

46

kegiatan, evaluasi program, maupun jenis dokumentasi lainnya. Hal-hal yang

didokumentasikan adalah kegiatan selama pelayanan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga melalui Program LARASITA.

F.Validitas data

Teknik pemeriksaan validitas data yang digunakan yaitu dengan

menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam proses trianggulasi data yang

dilakukan adalah dengan trianggulasi sumber. Sumber data terdiri dari informan

internal yaitu aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga akan diperoleh data

perihal layanan publik yang diberikan kepada masyarakat dan bagaimanakah

menyikapi keluhan dari masyarakat. Sedangkan dari kelompok masyarakat

pengguna layanan akan diperoleh data atau informasi tentang aspek pelayanan

publik yang diberikan oleh petugas Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan

bagaimanakah penilaian masyarakat tentang penyikapan yang diberikan. Dari dua

sumber data tersebut diharapkan diperoleh data dan informasi yang saling

mendukung dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam teknik triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda. Triangulasi dapat diperoleh dengan cara :

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

47

2. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang

dikatakan secara pribadi.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen.

4. Membandingkan apa yang dikatakan orang sepanjang waktu dengan situasi

pengamatan/penelitian.

5. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangannya (Lexy J. Moleong, 1998:178).

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif dari Miles

and Huberman. Dalam model ini ada tiga komponen yaitu pengumpulan data,

reduksi data, dan penyajian data. Aktifitas penarikan kesimpulan berbentuk

interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus

selama kegiatan penelitian berlangsung di lapangan. Bahkan sebelum data benar-

benar terkumpul, antisipasi akan adanya reduksi data sudah nampak. Selama

pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi berikutnya yaitu

membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,

membuat pemilihan data, menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus sesudah

penelitian data di lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

Penyajian data, sama halnya dengan reduksi data, penciptaan dan

48

penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari analisisnya. Ia merupakan

bagian dari analisis. Selanjutnya adalah penarikan kesimpulan, penarikan

kesimpulan adalah hanya sebagian dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-

kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, yaitu dengan cara

merefleksikan kembali apa yang telah kembali ditemukan serta bertukar pikiran

dengan teman sejawat untuk memperoleh kebenaran “intersubyektif” (Slamet,

2008:140).

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Salatiga

Kantor Pertanahan Kota Salatiga merupakan instansi vertikal dari Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI). BPN RI terbentuk sesuai

dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia dengan nomor 26 tahun 1988,

pada tahun 2006 diadakan perubahan struktur baik di BPN Pusat, Kanwil, maupun

Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten.

Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang merupakan instansi pelayanan

publik di daerah, dalam melakukan tugas pelayanan tidak lepas dari Sebelas

agenda Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, yaitu :

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada badan pertanahan nasional RI.

2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertipikasi

tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.

3. Memastikan penguatan atas hak-hak tanah.

4.Menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan di daerah-daerah korban

bencana alam dan di daerah-daerah konflik diseluruh tanah air.

5.Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik

pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.

6. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan (SIMTANAS) dan

sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.

50

7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat.

8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah

9.Melakasanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan

pertanahan yang telah ditetapkan.

10.Menata kelembagaan Pertanahan Nasional.

11.Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan kebijakan

pertanahan.

1. Lokasi

Wilayah pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga, meliputi seluruh

Kota Salatiga. Kota Salatiga merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa

Tengah yang berada pada jalur lalu-lintas regional Semarang – Solo. Terletak

antara 007°17´00" dan 007°17´23" Lintang Selatan danantara 110°27´56,81" dan

110°32´4,64"Bujur Timur dan keseluruhan wilayahnya berada dibagian dalam

wilayah Kabupaten Semarang, dengan batas-batas antara lain:

- Sebelah Utara: Kabupaten Semarang (Kec. Pabelan dan Kec. Tuntang).

- Sebelah Selatan: Kabupaten Semarang (Kec. Getasan dan Kec. Tengaran)

- Sebelah Timur: Kabupaten Semarang (Kec. Pabelan dan Kec. Tengaran)

- Sebelah Barat: Kabupaten Semarang (Kec. Tuntang dan Kec. Getasan).

Untuk lebih jelasnya Wilayah Kota Salatiga dapat dilihat pada Peta sebagai mana

Gambar 4.1 di bawah ini :

51

Peta Wilayah Kota Salatiga

-

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2010

Dengan luas 5.678,11 Km², secara administratif Kota Salatiga terdiri dari

4 Kecamatan yaitu Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Tingkir, Kecamatan

Argomulyo dan Kecamatan Sidomukti dengan jumlah kelurahan sebanyak 22

Kelurahan. Luas wilayah berdasarkan kecamatan dan kelurahan ditunjukkan

seperti pada Tabel 4.1. di bawah ini.

52

Tabel 4.1 Luas Wilayah Salatiga Berdasarkan

Kecamatan dan Kelurahan

NO KECAMATAN LUAS (Ha)

1 KECAMATAN SIDOREJO

1.624,72

1. Kelurahan Blotongan 423,80

2. Kelurahan Sidorejo Lor 271,60

3. Kelurahan Salatiga 202,00

4. Kelurahan Bugel 294, 37

5. Kelurahan Kauman Kidul 195,85

6. Kelurahan Pulutan 237,10

2 KECAMATAN TINGKIR

1.054.85

1. Kelurahan Kuto Winangun 293,75

2. Kelurahan Gendonga 68,90

3. Kelurahan Kalibening 99,60

4. Kelurahan Sidorejo Kidul 277,30

5. Kelurahan Tingkir Lor 177,50

6. Kelurahan Tingkir Tengah 137,80

3 KECAMATAN ARGOMULYO

1.852,69

1. Kelurahan Noborejo 332,20

2. Kelurahan Ledok 187,33

3. Kelurahan Tegalrejo 188,40

4. Kelurahan Kumpulrejo 629,03

5. Kelurahan Randuacir 377,0

6. Kelurahan Cebongan 138,10

4 KECAMATAN SIDOMUKTI

1.145,85

1. Kelurahan Kecandran 399,20

2. Kelurahan Dukuh 377,25

3. Kelurahan Mangunsari 290,77

4. Kelurahan Kalicacing 78,73

JUMLAH 5.678,11

Sumber : Profil Daerah Salatiga 2010

Kondisi geografis serta sosial ekomoni wilayah akan berimplikasi,

terhadap implementasi suatu kebijakan dalam hal ini adalah Program

LARASITA. Sebagaimana penjelasan terdahulu bahwa LARASITA adalah,

program pelayanan sertipikasi tanah yang mendatangi masyarakat pengguna jasa,

di kelurahan-kelurahan. Masing-masing daerah mempunyai karakteristik

penduduk yang berbeda-beda.

53

Menurut Christensen (1995 : 17) karakteristik penduduk yang meliputi

jumlah, kepadatan dan tingkat heterogenitas merupakan elemen mendasar dalam

melihat aspek lokalitas suatu daerah. Perbedaan antara daerah rural dengan urban,

kota besar dan kota kecil, maupun antara kabupaten dengan kota merupakan

determinan penting dalam menjelaskan perbedaan dinamika politik masyarakat.

Masyarakat perkotaan seperti hal nya di Kota Salatiga relatif lebih kritis

terhadap kinerja birokrasi Kantor Pertanahan dalam mengimplementasikan

Program LARASITA dibandingkan dengan masyarakat pedesaan yang masih

serba terbatas akses informasi dan pengetahuannya.

Dalam hal jumlah penduduk, semakin besar jumlah penduduk di suatu

daerah biasanya akan membuat kondisi masyarakat semakin kompleks, semakin

banyak permasalahan publik dan semakin memerlukan pengaturan serta

pengorganisasian oleh birokrasi pemerintah. Berbagai kelompok dengan beragam

kepentingan akan bermunculan di masyarakat. Birokrasi dituntut dapat memenuhi

kebutuhan publik akan penyelenggaraan pelayanan yang diperlukan. (Dwiyanto,

2006 : 131)

2. Organisasi

Berdasarkan Presiden No 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan

Nasional , Pasal 1 menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional adalah

Lembaga Pemerintah Non Departeman yang berada dibawah dan bertanggung

jawab kepada Presiden. Kemudian untuk melaksanakan fungsi Badan Pertanahan

Nasional di daerah dikeluarkanlah Peraturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan

54

Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.

Kantor Pertanahan Kota Salatiga merupakan instansi pelayanan publik di

daerah yang berada di bawah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

(BPN RI), merupakan instansi vertikal yang menyelenggarakan pelayanan

pertanahan. Unit layanan vertikal adalah unit layanan yang berada di bawah

kementerian / lembaga pusat tetapi memiliki layanan sampai di tingkat daerah.

Pelayanan yang diberikan antara lain pelayanan pembuatan sertipikat hak atas

tanah dan pelayanan kadastral (survey tanah, pengukuran tanah dan pemetaan

tanah).

Sesuai dengan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 4

Tahun 2006, maka dapat diketahui struktur organisasi Kantor Pertanahan. Kantor

Kota Salatiga dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang bertanggung jawab

kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kepala

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah. Kepala

Kantor Pertanahan Kota Salatiga, membawahi :

a. Kepala Sub Bagian Tata Usaha, yang membawahi : Kepala Urusan Umum &

Kepegawaian serta Kepala Urusan Perencanaan & Keuangan.

b. Kepala Seksi Survey, Pengukuran & Pemetaan, yang membawahi : Kepala

Sub Seksi Pengukuran & Pemetaan serta Kepala Sub Seksi Tematik &

Potensi Tanah.

c. Kepala Seksi Hak Tanah & Pendaftaran Tanah, yang membawahi : Kepala

Sub Seksi Penetapan Hak Tanah, Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah

55

Pemerintah, Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak, Kepala Sub Seksi Peralihan,

Pembebanan Hak dan PPAT.

d. Kepala Seksi Pengaturan & Penataan Pertanahan, yang membawahi : Kepala

Sub Seksi Penatagunaan Tanah & Kawasan Tertentu serta Kepala Sub Seksi

Landreform & Konsolidasi Tanah.

e. Kepala Seksi Pengendalian & Pemberdayaan, yang membawahi : Kepala Sub

Seksi Pengendalian Pertanahan dan Kepala Sub Seksi Pemberdayaan

Masyarakat.

f. Kepala Seksi Sengketa, Konflik & Perkara, membawahi : Kepala Sub Seksi

Perkara Pertanahan serta Kepala Sub Seksi Sengketa & Konflik Pertanahan

3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Kantor Pertanahan Kota Salatiga mempunyai tugas melaksanakan

sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kota Salatiga. Dalam

menyelenggarakan tugasnya, Kantor Pertanahan mempunyai fungsi :

a. Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan

tugas pertanahan;

b. Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;

c. Pelaksanaan survei, pengukuran, dan pemetaan dasar, pengukuran, dan

pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survei potensi

tanah;

56

d. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan penataan

pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan wilayah

tertentu;

e. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah,

pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah aset pemerintah;

f. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah

terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat;

g. Penanganan konflik, sengketa, dan perkara pertanahan;

h. Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah;

i. Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional

(SIMTANAS);

j. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,

pemerintah dan swasta;

k. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;

l. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;

m. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana,

perundang-undangan serta pelayanan pertanahan.

Walaupun Kantor Pertanahan Kota Salatiga sudah melaksanakan sebagian

tugas pokok dan fungsi dari BPN RI , namun pada tataran unit di daerah ini

belum mempunyai visi dan misi Kantor Pertanahan yang jelas. Hal ini

disebabkan banyaknya kepentingan-kepentingan individu terkait dengan

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Tidak adanya Visi dan Misi

57

kantor, menyebabkan tujuan dari organisasi menjadi kabur dan multidimensional.

Sejalan dengan pendapat dari Agus Dwiyanto (2006) :

“Kenyataan bahwa birokrasi publik memiliki stakeholder yang banyak

dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya

membuat birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi

yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik dimata para

stakeholder juga berbeda-beda.”

Kantor Pertanahan Kota Salatiga memberikan pelayanan bidang

pertanahan kepada seluruh penduduk Kota Salatiga, maka kondisi demografis

perlu ditampilkan dalam pembahasan ini karena, sebagai gambaran bahwa dari

jumlah penduduk tersebut dapat diketahui data awal besaran layanan dan jumlah

pengguna layanan di masing-masing kelurahan. Pada daerah-daerah yang lebih

padat penduduknya dimungkinkan akan membutuhkan layanan yang lebih

beragam dan pengguna yang lebih banyak pula. Sebaliknya pada daerah-daerah

yang penduduknya lebih sedikit maka jumlah layanan yang diberikan juga

semakin sedikit.

Dari segi demografi, jumlah penduduk Kota Salatiga menunjukkan trend

meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kota Salatiga

sebanyak 176.795 jiwa dan pada tahun 2006 menurun sejumlah 9.751 menjadi

167.044 jiwa namun pada tahun 2010 meningkat menjadi 174.621 jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk tersebut berdampak pada kepadatan yang

timbul dan sudah mulai terasa pada pusat kota yang meliputi beberapa kelurahan

seperti Salatiga, Kutowinangun, Gedongan dan Kelurahan Kalicacing sebagai

pusat konsentrasi permukiman dan aktivitas utama dengan tingkat kepadatan rata-

58

LUAS JLH KEPADATAN

(km²) PENDUDUK per km²

I SIDOREJO 16.247 50,647 3,117

1 Blotongan 4.238 11,683 2,757

2 Siderejo Lor 2.716 13,349 4,915

3 Salatiga 2.02 15,690 7,767

4 Bugel 2.944 2,745 932

5 Kauman Kidul 1.958 3,931 2,008

6 Pulutan 2.371 3,249 1,370

II TINGKIR 15.549 40,377 2,597

1 Kutowinangun 2.938 20,301 6,910

2 Gendongan 0.689 5,838 8,473

3 Sidorejo kidul 5.996 4,261 711

4 Kalibening 2.775 1,641 591

5 Tingkir Lor 1.773 3,962 2,235

6 Tingkir Tengah 1.378 4,374 3,174

III ARGOMULYO 18.536 43,666 2,356

1 Noborejo 3.332 5,589 1,677

2 Ledok 1.873 10,051 5,366

3 Tegalrejo 1.884 11,109 5,896

4 Kumpulrejo 6.29 7,322 1,164

5 Randuacir 3.776 5,178 1,371

6 Cebongan 1.381 4,417 3,198

IV SIDOMUKTI 11.46 39,931 3,484

1 Kecandran 3.933 5,323 1,353

2 Dukuh 3.772 11,084 2,938

3 Mangunsari 2.908 16,275 5,597

4 Kalicacing 0.787 7,249 9,211

2010 61.792 174,621 2,826

2009 61.792 170,022 2,752

2008 61.792 167,044 2,703

2007 57.031 167,261 2,933

2006 56.781 176,795 3,114

2005 56.781 176,183 3,103

NoKECAMATAN

KELURAHAN

JUMLAH TOTAL

rata 7,627jiwa/km2. Hal itu akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan

layanan di bidang pertanahan. Tingkat kepadatan penduduk untuk masing- masing

kelurahan ditunjukkan dalam Tabel 4.2 . di bawah ini.

Tabel 4.2 Tingkat Kepadatan Penduduk Kelurahan di Kota Salatiga

Sumber : Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kota Salatiga , 2010

Kondisi demografis perlu untuk ditampilkan dalam pembahasan ini

sebagai gambaran bahwa dari jumlah penduduk tersebut dapat diketahui data awal

besaran layanan dan jumlah pengguna layanan di masing-masing kelurahan. Pada

daerah-daerah yang lebih padat penduduknya dimungkinkan akan membutuhkan

59

layanan yang lebih beragam dan pengguna yang lebih banyak pula. Sebaliknya

pada daerah-daerah yang penduduknya lebih sedikit maka jumlah layanan yang

diberikan juga semakin sedikit.

4. Sumber Daya Manusia

Pegawai Kantor Pertanahan Kota Salatiga terdiri dari 46 orang PNS dan

16 orang Pegawai tidak tetap (Non PNS). Dari 46 orang PNS tersebut, yang

menduduki jabatan fungsional sebanyak 4 orang dan jabatan struktural adalah

sebanyak 21 orang, terdiri dari :

- 1 orang pejabat eselon III ( Kepala Kantor Pertanahan)

- 6 orang pejabat eselon IV ( 5 Kepala Seksi dan 1 Kepala Sub Bagian)

- 14 orang pejabat eselon V (Kepala Sub Seksi)

- Sedangkan yang 25 orang adalah staf.

Pada saat dilakukan observasi ke Kantor Pertanahan Kota Salatiga, maka

didapatkan data Pejabat Struktural per Tanggal 1 Juni 2013 sebagai berikut :

Tabel 4.3. Data Pejabat Struktural Kantor Pertanahan Kota Salatiga

No. Nama Jabatan Eselon

1. Ronald F.P.M. Lumban Gaol, S.H.,

M.M.

Kepala Kantor III

2. Ir. Sri Kusrini Maruti Ka. Sub. Bag. Tata Usaha IV

3. Samsul Ma‟rif, BSc. Kasi SPP IV

4. Ana Pujiastuti, SH Kasi HTPT IV

5. - Kasi PPP IV

6. Nurakhmi Suryandari, APtnh Kasi P&P IV

7. Efrizal, SH Kasi SKP IV

8. Drs. Sri Wahyuni Kaur Perencanaan &

Keuangan

V

60

No. Nama Jabatan Eselon

9. Sri Suhasmi, SH Kaur Umum & Kepe-

gawain

V

10. Adi Susilo, APtnh Kasubsi Pengukuran &

Pemetaan

V

11. Bambang Sutopo, SP Kasubsi Tematik &

Potensi Tanah.

V

12. Trining Handayani,SE,MSi Kasubsi Pendaftaran Hak V

13. Bambang Prajuritno, SH Kasubsi Penetapan Hak V

14. Yuwantoro,SH Kasubsi Pengaturan Tanah

Pemerintah

V

15. E. Mia Puji Rahayu, SH Kasubsi Peralihan,

Pembebanan Dan PPAT

V

16. Maryanto, SH Kasubsi Landreform Dan

Konsolidasi Tanah

V

17. M. Taufik Purwanto Kasubsi Penatagunaan

Tanan Dan Kawasan

Tertentu

V

18. Dwi Haryo Seno Kasubsi Pengendalian

Pertanahan

V

19. Nur Solikhin, SP Kasubsi Pemberdayaan

Masyarakat

V

20. Eko widiatmo, SH Kasubsi Perkara

Pertanahan

V

21. Sri Boediarti Wahyuningsih,SH Kasubsi Sengketa Dan

Konflik Pertanahan

V

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2012

d.

JUMLAH PNS MENURUT GOLONGAN

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Pengatur Muda ( II/a )

Pengatur Muda Tk. I ( II/b )

Pengatur ( III/c )

Pengatur Tk. I ( II/d )

Penata Muda ( III/a )

Penata Muda Tk. I ( III/b )

Penata ( III/c )

: 3 Orang

: 2 Orang

: 3 Orang

: 1 Orang

: 1 Orang

: 12 Orang

: 7 Orang

61

8.

9.

Penata Tk. I ( III/d )

Pembina ( IV/a )

JUMLAH

: 17 Orang

: 1 Orang

: 46 Orang

e. Bila dilihat dari tingkat pendidikan formalnya pegawai Kantor Pertanahan Kota

Salatiga sebagaimana pada Tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4

JUMLAH PNS MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL

NO BAGIAN/SEKSI

TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH

SD SMP SMA AKD D.IV S.1 S.2

1.

2. 3.

4.

5. 6.

SUB BAGIAN TU

SEKSI SPP SEKSI HTPT

SEKSI PPP

SEKSI PP SEKSI SKP

1

- 1

-

- -

1

2 -

-

- -

3

3 5

3

- -

1

2 -

-

1 -

1

3 1

-

1 -

2

2 5

1

1 3

1

- 2

-

- -

10

12 14

4

3 3

JUMLAH 2 3 14 4 6 14 3 46

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013

Dari Tabel di atas dapat diketahui kondisi tingkat pendidikan aparat

birokrat Kantor Pertanahan Kota Salatiga cukup heterogen. Hal tersebut

mempengaruhi orientasi perubahan dalam pelayanan. Rendahnya tingkat

pendidikan sebagian aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga menyebabkan

orientasi birokrasi pada perubahan cenderung rendah.

Dampak dari banyaknya aparat birokrat yang berpendidikan rendah adalah

aparat tidak berani untuk bicara mengenai kemajuan organisasinya. Bagi aparat

dari kelompok tersebut mereka hanya pelaksana. Keadaan tersebut membuat

mereka pasif dalam berpikir dan bertindak untuk kemajuan organisasi, apalagi

62

menciptakan pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat pengguna jasa layanan

Program LARASITA. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kualitas aparat

birokrat dan kinerja organisasi pelayanan publik, dalam hal ini layanan sertipikasi

tanah bagi masyarakat melalui Program LARASITA.

5. Sarana dan Prasarana

Pengamatan fisik dilakukan di lapangan untuk mengamati secara

seksama terhadap kondisi perkantoran sebagai tempat pengimplementasian

Program LARASITA. Serta tempat para aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga

memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan karena,

faktor sarana dan prasarana kantor ini mempunyai hubungan erat dengan

responsivitas pelayanan publik.

Kantor Pertanahan Salatiga terletak di Jl. Imam Bonjol No. 42 Kota

Salatiga, dengan luas tanah 2.640 M2 dan luas bangunan 679 M2. Bangunan

Kantor Pertanahan Kota Salatiga adalah berlantai sati, merupakan peninggalan

jaman colonial yang sudah mengalami rehabilitasi ringan pada tahun 2010.

Sedangkan pemanfaatan gedung kantor secara rinci dapat dilihat pada

Tabel 4.5 di bawah ini.

63

Tabel 4.5. PEMANFAATAN GEDUNG KANTOR

No. Pemanfaatan Luas (M2)

1. Loket Pelayanan 14

2. Ruang Mediasi 8

3. Lobby (ruang tunggu pelayanan) 35

4. Ruang Kepala Kantor 27

No. Pemanfaatan Luas (M2)

5. Ruang Sub Bagian TU 28

6. Ruang Perencanaan dan Keuangan 18

7. Ruang Kepala Seksi HT & PT 12

8. Ruang Sub Seksi Penetapan Hak dan PTP 30

9. Ruang Sub Seksi Pendaftaran Hak 25

10. Ruang Buku Tanah dan Warkah 17

11. Ruang Buku Tanah dan Warkah 53

12. Ruang Sub Seksi PPH dan PPAT 36

13. Ruang Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah 14

14. Ruang Server 10

15. Ruang Komputer Petugas Ukur 10

16. Ruang Kepala Seksi Pengukuran dan Pemetaan 10,5

17. Ruang Sengketa, Konflik dan Perkara 28

18. Ruang Kasubsi Pengukuran dan Pemetaan 10,5

19. Ruang Petugas Ukur dan Peta 60

20. Ruang Warkah SU dan GU 31,5

21. Ruang Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan 23

22. Ruang Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan 32,5

23. Ruang Kepala Seksi PPP 10

24. Aula 55

25. Kantin 17

26. Penjaga Kantor 24

27. Gudang 15

28. Mushola 12,25

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013

Sarana yang dimiliki Kantor Pertanahan Kota Salatiga adalah : server 2

unit dalam ruang ber- Ac, jaringan Internet, daya listrik 13.000 watt, PC

Komputer sejumlah 30 unit, Laptop 10 unit serta seperangkat alat ukur tanah

64

seperti Total Station, Theodolite dan meteran. Sedangkan prasarana kendaraan

yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat dilihat pada Tabel 4.6.

sebagai berikut.

Tabel. 4.6 Sarana Kendaraan Dinas Roda 4 dan Roda 2

Kantor Pertanahan Kota Salatiga

No. Jenis kendaraan No Polisi Kondisi

A.

1.

2.

3.

4.

5.

B.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Kendaraan Roda 4

Toyota Kijang Inova

Toyota Kijang LSX

Toyota Kijang Super

Daihatsu Espass

Mitsubishi L 300 Larasita

Kendaraan Dinas Roda 2

Honda Win

Honda GL 100

Honda GL 100

Honda GL MAX

Suzuki RC 100

Suzuki Smash

Suzuki Shogun 125 R

Honda CG 110 E

Honda Supra X 125

Suzuki Thunder 125 A Larasita

Suzuki Thunder 125 A Larasita

Suzuki A 100

Suzuki A 100

Honda Win

Honda Win

H.88 B

H 9504 KB

H 9504 JB

H 9505 KB

H 9508 AB

H 9979 AB

H 9761 B

H 9673 B

H 9622 AB

H 9968 AB

H 9578 BB

H 9950 B

H 9714 B

H 9884 AB

H 9949 BB

H 9950 BB

B 3838 EQ

B 5148 EQ

B 4707 KQ

B 4767 KQ

Sangat Baik

Baik

Rusak Berat

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Rusak

Ringan

Rusak

Ringan

Rusak

Ringan

Rusak

Ringan

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013

Dari pengamatan terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Kantor

Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana tersebut

sudah cukup memadai dalam memberikan responsivitas pelayanan pertanahan

kepada masyarakat Kota Salatiga.

65

6. Sumber Dana

Dana untuk mendukung pelaksanaan program kerja Kantor Pertanahan

Kota Salatiga bersumber dari DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran) yang

berasal dari Dana APBN. Sumber dana DIPA terdiri dari Rupiah Murni dan

Penerimaan Bukan Pajak (PNBP). PNBP adalah dana dari masyarakat yang

menggunakan layananan yang disetorkan ke Kas Negara, selanjutnya berdasarkan

prosentasi dapat dipergunakan oleh satuan kerja yang bersangkutan, dalam hal ini

Kantor Pertanahan Kota Salatiga, antara lain untuk biaya pengelolaan pertanahan.

Pada tahun 2013 Kantor Pertanahan Kota Salatiga mendapatkan alokasi dana dari

APBN dalam bentuk rupiah murni sebanyak Rp 3.958.834.000,- (tiga milyard

sembilan ratus lima puluh delapan juta delapan ratus tigapuluh empat ribu rupiah).

7. Jenis Pelayanan

Jenis-Jenis pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga

adalah sebagai berikut :

a. Pelayanan Pendaftaran Pertama Kali :

1) Pemberian Hak Konversi, Pengakuan dan Penegasan Hak .

2) Wakaf dari Tanah Belum bersertipikat ( Konversi, Pengakuan dan

Penegasan Hak ).

3) Wakaf dari Tanah Negara.

4) P3MB/Prk.

5) Pendaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun .

6) Pemberian Hak Guna Usaha (Hak Guna Usaha Perorangan/Badan

Hukum)

66

b. Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah :

1) Peralihan Hak Atas Tanah dan Satuan Rumah Susun .

2) Ganti Nama Sertipikat Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Rumah

Susun.

3) Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha.

4) Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Bangunan / Hak Pakai.

5) Perpanjangan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun .

6) Pembaruan Hak Guna Bangunan / Hak Pakai dan Pemberian Hak Guna

Bangunan / Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan.

7) Pembaruan Hak Guna Usaha Perorangan/Badan Hukum.

8) Wakaf dari Tanah Yang Sudah Bersertipikat.

9) Perubahan Hak Atas Tanah.

10) Sertipikat Pengganti Hak Atas Tanah, Hak Milik Atas Rumah Susun, dan

Hak Tanggungan.

c. Pelayanan Pencatatan dan Informasi Pertanahan :

1) Pencatatan : Blokir, Sita, Pengangkatan Sita.

2) Informasi Pertanahan : Pengecekan Sertipikat, SKPT, Informasi Titik Dasar

Teknik, Informasi Peta, Informasi Nilai Tanah (ZNT).

d. Pelayanan Survey, Pengukuran dan Pemetaan :

1) Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah: Pengukuran Bidang untuk

keperluan pengembalian batas, Pengukuran dalam rangka kegiatan

inventarisasi / pengadaan tanah, Pengukuran atas permintaan instansi

67

dan/atau masyarakat untuk mengetahui luas, Pengukuran dalam rangka

pembuatan peta situasi lengkap (topografi).

2) Pemetaan Tematik dan Potensi Tanah : Pemetaan Tematik Bidang Tanah

untuk Pemecahan Sertipikat, Pemetaan Tematik Untuk Zona Nilai Tanah

dan Potensi Tanah

e. Pelayanan Pengaturan dan Penataan Pertanahan :

1) Konsolidasi Tanah Swadaya dan ObJek Landreform

2) Pertimbangan Teknis :

a) Pertimbangan Teknis Pertanahan, dalam rangka : Penetapan Lokasi Ijin

Lokasi , Ijin Perubahan Penggunaan Tanah

b) Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah

f. Pelayanan Pengaduan Pertanahan :

1) Perkara Pertanahan

2) Sengketa dan Konflik Pertanaha.

B. Hasil Penelitian

1. Implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga

Implementasi Program LARASITA, merupakan Kantor Pertanahan

bergerak (Mobile Land Office) yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pada

Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Tujuan dari Program LARASITA adalah

sebagai berikut :

68

a. Mendekatkan Layanan Pertanahan kepada masyarakat, sehingga

masyarakat lebih mudah mendapatkan pelayanan dan informasi

pertanahan.

b. Mengurangi beban biaya transportasi masyarakat saat mendaftar dan

mengambil sertipikat.

c. Menghilangkan campur tangan pihak ke-3 yang berkaitan dengan

pelayanan pertanahan.

d. Memberikan kepastian pelayanan pertanahan yang bertanggungjawab.

e. Untuk kegiatan penyuluhan pertanahan, menerima pengaduan secara

langsung oleh masyarakat yang dilayani oleh Tim LARASITA.

Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga

menggunakan kendaraan mobil dengan dilengkapi seperangkat Tehnologi

Informasi (IT), yang dapat menghubungkan secara "On Line" pelayanan

pertanahan dari mobil LARASITA dengan server KKP (Komputerisasi Kantor

Pertanahan), dengan demikian warga masyarakat pengguna layanan tidak

perlu datang ke Kantor Pertanahan (statis), cukup dilayani di lokasi masing-

masing yang dikunjungi oleh mobil LARASITA, sesuai jadwal kunjungan yaitu

Hari Rabu dan Kamis jam 09.00 WIB sampai dengan selesai jam kerja, ke-22

kelurahan di Kota Salatiga.

Program LARASITA, siap untuk melayani masyarakat yang akan

mendaftarkan bidang-bidang tanahnya untuk diterbitkan sertipikat hak atas

tanahnya di kelurahan-kelurahan, sehingga masyarakat tidak perlu datang ke

Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Di Kota Salatiga belum seratus persen bidang-

69

bidang tanah sudah bersertipikat. Jumlah bidang tanah di Kota Salatiga adalah

sebagai berikut :

- Jumlah Seluruh Bidang Tanah : + 82.000 bidang

- Jumlah Bidang Tanah Terdaftar (bersertipikat) s/d akhir Th. 2012 adalah

sebanyak 70.348 bidang (85,79%)

- Sisanya adalah bidang-bidang tanah yang belum terdaftar (belum

bersertipikat ).

Data Semua bidang tanah yang telah bersertipikat, disimpan baik secara

manual dengan Buku Tanah maupun format digital. Semua data dalam Buku

Tanah di entry kan ke komputer kemudian divalidasi untuk selanjutnya menjadi

data base pertanahan. Apabila data base ini sudah lengkap dalam arti sudah semua

bidang tanah yang bersertipikat di entry kan 100 %, maka Program LARASITA

bisa berjalan dengan efektif. Hal ini dikarenakan data digital dapat diakses

dimanapun, sehingga ketika petugas LARASITA melayani masyarakat di

lapangan maka tidak perlu balik lagi ke Kantor Pertanahan untuk melihat data

buku tanah manual yang tersimpan di Kantor Pertanahan. Jadi masyarakat bisa

dilayani sepenuhnya dilapangan tanpa harus melanjutkan proses ke Kantor

Pertanahan.

Dari pengamatan Implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan

Kota Salatiga, pelaksanaannya belum efektif. Hal ini karena belum komplitnya

data base pertanahan yang dimiliki, sehingga proses pensertipikatan masih harus

dilanjutkan di Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Data tentang rekapitulasi Buku

70

Tanah yang ada di Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat dilihat pada Tabel 4.7

di bawah ini.

Tabel 4.7 Rekapitulasi Tanah Terdaftar Kantor Pertanahan

Kota Salatiga Dari Tahun 1960 s.d. Tahun 2012

DATA FISIK BUKU TANAH

JML AKTIF TIDAK

AKTIF

DATA

ENTRY TELAH

DI

VALIDASI

SISA

BELUM

DIENTRY HM HGB HGU WAKAF SARUSUN HPL

60.365

8.748

4

901

146

36

70.34

8

41.849

7.661

49.510

49.510

20.838

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga , 2013

Jumlah produk sertipikat melalui pelayanan Program LARASITA di

Kantor Pertanahan dari tahun 2010 sampai dengan bulan September tahun 2013

dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini :

Tabel 4.8 Jumlah Sertipikat melalui pelayanan Program LARASITA

Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2010 – 2013

No. Tahun Jumlah

1. 2010 121

2. 2011 79

3. 2012 121

4. 2013 40

Jumlah Total 361

Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013

71

Dalam Implementasi Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota

Salatiga, komunikasi didesain melalui rencana operasional yang disepakati

bersama pada naskah buku saku pelayanan LARASITA, yang didukung dengan

serangkaian rapat koordinasi, baik dalam penyusunan program dan kegiatan

maupun perencanaan anggaran. Rapat koordinasi dilakukan secara internal di

dalam Kantor Pertanahan Kota Salatiga maupun eksternal. Diselenggarakan oleh

Kepala Kantor Pertanahan dengan melibatkan pihak kelurahan dan pimpinan unit

kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

Pelaksanaan Program LARASITA didukung oleh segenap sumber daya

yang ada baik dari sisi sumber daya manusia, kewenangan, informasi, maupun

fasilitas–fasilitas lain yang dibutuhkan. Sikap dan struktur birokrasi juga memiliki

porsi pengaruhnya tersendiri dalam pelaksanaan Program LARASITA tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana variabel

implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang

meliputi : komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana dan struktur birokrasi.

2. Implementasi Program LARASITA Variabel Komunikasi, Sumberdaya,

Sikap Pelaksana, dan Struktur Birokrasi

a. Komunikasi dalam Program LARASITA

Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat komplek

dan rumit. Sumber informasi yang berbeda dapat melahirkan interpretasi yang

berbeda pula. Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan

tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab

72

dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan

dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.

Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu

dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran

maupun tujuan kebijakan itu.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam implementasi

Program LARASITA, antara pembuat kebijakan dan aktor implementasi

LARASITA tidak ada komunikasi langsung melalui lisan. Namun para

Implementor/ pelaksana di dalam Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yaitu Kepala

Kantor beserta seluruh stafnya memahami Program melalui kebijakan yang telah

dibuat secara tertulis. Kebijakan tersebut adalah Peraturan Kepala BPN RI

Nomor 18 Tahun 2009 serta Buku Saku Pelayanan LARASITA. Sehingga

mereka terlebih dahulu memahami seluk beluk program secara utuh.

Para implementor dapat mengidentifikasi hal-hal atau masalah-

masalah yang telah, sedang dan akan dihadapi terkait dengan pelaksanaan

Program LARASITA di wilayah Kota Salatiga baik masalah itu dari internal

sendiri (antar seksi tehnis) maupun yang ada di luar Kantor Pertanahan

(eksternal).

Komunikasi dengan masyarakat pengguna jasa, dilakukan dengan cara

sosialisasi program dilakukan oleh pejabat eselon 4 di lingkungan Kantor

Pertanahan Kota Salatiga dan staf yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan

sosialisasi sebelum implementasi Program LARASITA di lapangan. Sosialisasi

dilaksanakan dalam berbagai tingkatan. Tahap pertama, dimulai dengan sosialisasi

73

di tingkat kabupaten/kota dengan sasaran para pejabat Pemerintah Daerah, para

Camat, para Kepala Desa/Lurah dan organisasi masyarakat. Tahap berikutnya,

sosialisasi dilaksanakan di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa dengan

melibatkan masyarakat secara langsung.

Dalam Implementasi Program LARASITA, konsistensi dan keseragaman

dari standards dan objectives telah dikomunikasikan dengan berbagai sumber

informasi. Walaupun komunikasi di dalam dan antara organisasi-organisasi

merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit, namun dalam pelaksanaan

Program LARASITA telah dilakukan berbagai koordinasi dan sosialisasi baik di

dalam organisasi Kantor Pertanahan maupun Organisasi di luar Kantor

Pertanahan.

Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai agenda sosialisasi kebijakan,

kegiatan sosialisasi dilakukan untuk tingkat pimpinan unit kerja. Pimpinan unit

kerja kemudian menindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi di tingkat unit

kerja. Alur ini yang banyak tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga

pengetahuan staff lebih ditentukan oleh inisiatif untuk mengakses informasi.

Dari hasil pengamatan disimpulkan bahwa tingkat efektifitas variabel

komunikasi pada implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota

Salatiga adalah “tinggi”. Hal ini dikarenakan, pembuat kebijakan telah

mengkomunikasikan Program secara tertulis dengan jelas dan konsisten, sehingga

pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukan mengetahui tujuan , memberi

manfaat &memenuhi keinginan kelompok sasaran (pengguna layanan).

74

b. Sumber Daya dalam Program LARASITA

Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staff, keahlian dari para

pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan

kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program,

adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan sebagaimana

yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai

untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.

Dengan kata lain, dalam hal sumber daya berkaitan erat dengan siapa

melakukan apa (SDM), berdasarkan baseline apa (informasi), dengan cara

bagaimana (kewenangan), dan dengan dukungan apa (fasilitas). Artinya, dalam

sumber daya berkaitan erat dengan pengelolaan SDM, informasi, kewenangan,

dan fasilitas secara sistematis dan menyeluruh.

Penggunaan Sumber Daya dalam Program LARASITA pada Kantor

Pertanahan Kota Salatiga adalah sebagai berikut :

1) Sumber Daya Manusia

Tim LARASITA yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota

Salatiga, keanggotaannya terdiri paling sedikit 5 (lima) orang :

a) Koordinator, dengan persyaratan paling rendah pejabat eselon IV yaitu

Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga;

b) Petugas Pelaksana, paling sedikit 4 (empat) orang, dengan persyaratan

paling tinggi pejabat eselon IV atau staf yang menurut penilaian dianggap

75

cakap dan mampu untuk melaksanakan LARASITA. (Surat Keputusan Tim

sebagaimana terlampir).

c) Kondisi SDM Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga bisa

diuraikan sebagai berikut :

Aspek Kuantitas : Tim Larasita yang terdiri dari 5 orang, sudah cukup

memadai, dalam memberikan pelayanan publik melalui mobil Larasita.

Aspek Kualitas : jenjang pendidikan S1 dan mempunyai kecakapan dan

pengetahuan dalam hal pelayanan pertanahan, sebagai mana yang

dipersyaratkan dalam peraturan perundangan.

2) Sumber Daya Pembiayaan.

Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga dibiayai oleh

ABPN yang memadai, yang setiap tahunnya dituangkan dalam DIPA ( Daftar

Isian Pelaksanaan Anggaran). Dalam satu tahun Anggaran Kantor Pertanahan

Kota salatiga mendapatkan Alokasi Dana sebesar Rp 54.000.000,- (Lima Puluh

Empat Juta Rupiah).

3) Sumber Daya Peralatan

Sumber daya peralatan yang digunakan dalam kegiatan operasional

Program LARASITA adalah menggunakan kendaraan mobil dengan dilengkapi

seperangkat Laptop dan modem, yang dapat menghubungkan secara "On Line"

pelayanan pertanahan dari mobil LARASITA dengan server KKP

(Komputerisasi Kantor Pertanahan), dengan demikian warga masyarakat

pengguna layanan tidak perlu datang ke Kantor Pertanahan (statis), cukup

76

dilayani di lokasi masing-masing yang di kunjungi oleh mobil LARASITA,

sesuai jadwal kunjungan yang telah ditetapkan.

4) Sumber Daya Metoda.

Implementasi Program LARASITA dilaksanakan dengan metoda sebagai

berikut :

Kegiatan dengan teknologi informasi dan komunikasi, Apabila telah

tersedia infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, LARASITA

dilakukan dengan memanfaatkan infrastruktur tersebut yang menyambungkan

LARASITA secara langsung dengan server di kantor pertanahan. Apabila tidak

tersambung karena sesuatu hal, maka kegiatan tetap dapat dilaksanakan karena

aplikasi untuk keperluan ini sudah ada dalam perangkat komputer LARASITA

yang tersedia. Aplikasi LARASITA menyiapkan laporan harian kegiatan

LARASITA yang harus dicetak oleh petugas. Hasil cetakan laporan menjadi

laporan serah terima berkas dan keuangan kepada petugas di kantor pertanahan.

Kegiatan LARASITA secara manual, Apabila infrastruktur teknologi

informasi dan komunikasi belum tersedia, maka kegiatan LARASITA dapat

dilakukan secara manual. Setiap kegiatan dicatat dan dibukukan dengan Daftar-

daftar Isian atau buku-buku lainnya yang berlaku. Khusus untuk kegiatan

legalisasi aset, nomor berkas permohonan, misalnya, diberikan nomor sementara.

Apabila petugas LARASITA telah kembali ke kantor pertanahan, maka nomor

berkas sementara tersebut disinkronisasikan dengan nomor berkas di kantor

pertanahan.

77

Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa variabel sumber daya

pada implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga,

mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi karena didukung dengan sumber daya

berupa : SDM, pendanaan, peralatan dan metode teknologi informasi, serta

fasilitas yang sangat memadai.

c. Sikap Pelaksana dalam Program LARASITA

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan

adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari

kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika

pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi

akan mengalami banyak masalah. Disamping itu, dukungan dari pejabat pelaksana

sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Wujud dari dukungan

pimpinan ini diantaranya adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas

program dan penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para

pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam

melaksanakan kebijakan/program.

Pengalaman-pengalaman subyektivitas individu memegang peranan yang

sangat besar, disaring melalui persepsi-persepsi pelaksana Program LARASITA,

dalam yurisdiksi dimana kebijakan tersebut dihasilkan. Tiga unsur dari pelaksana

yang mungkin mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk

melaksanakan kebijakan Program LARASITA, yakni:

1) Kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan Program LARASITA.

2) Macam tanggapan terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan), dan

78

3) Intensitas tanggapan terhadap Program LARASITA.

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa tingkat efektifitas variabel

sikap pelaksana pada implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan

Kota Salatiga, adalah sedang. Hal ini dikarenakan bahwa petugas LARASITA

sikap dan komitmen yang cukup baik. Mereka mempunyai pemahaman yang baik

terhadap Program, menerima dengan baik dan menanggapi Program dengan

kontinyu serta sungguh-sungguh.

d. Struktur Birokrasi Program LARASITA

Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma dan pola-pola

hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang

mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka

miliki dalam menjalankan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan

kerjasama banyak orang. Unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu

organisasi dalam implementasi kebijakan diantaranya tingkat pengawasan

hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-proses dalam badan

pelaksana.

Karakteristik badan pelaksana Implementasi Program LARASITA

dalam ini jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mempunyai

struktur birokrasi, karakteristik-karakteristik, norma-norma dan koordinasi yang

baik, potensial serta nyata dalam menjalankan kebijakan Program LARASITA,

khususnya di Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

79

Pendekatan dalam implementasi kebijakan Program LARASITA adalah

pendekatan secara top-down, yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke

bawah. Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar, pada

pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah para pembuat keputusan merupakan

aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan pihak-pihak lain yang

terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat, sehingga para pembuat

keputusan meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah

maupun subsistem-subsistem kebijaksanaan yang lain.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat efektifitas variabel

struktur birokrasi dalam implementasi Program LARASITA di Kota Salatiga ini

adalah rendah atau kurang efektif, karena susunan komponen (unit kerja) dalam

organisasi sudah menunjukan fungsi dan pembagian kerja yang kurang jelas.

Tidak menunjukkan spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian

laporan serta pengawasan secara kurang jelas. Jenis-jenis kegiatan yang berbeda

tidak dikoordinasikan & diintegrasikan secara jelas. Standart Operasional

Prosedur (SOP) yang ada, masih dirasa kurang jelas belum transparan dan

berbelit-belit. Adanya fragmentasi (penyebaran tanggung jawab) dalam struktur

organisasi, yang menyulitkan koordinasi.

Hasil pengamatan lainnya adalah bahwa di wilayah perkotaan yang

seperti Kota Salatiga yang luasnya relatif lebih kecil dibandingkan wilayah

kabupaten, maka letak Kantor Pertanahan di wilayah kota mudah dijangkau

sehingga masyarakat pengguna layanan cenderung memilih datang langsung ke

Kantor Pertanahan. Kendatipun demikian, kebijakan Program LARASITA tetap

80

diberlakukan juga kota-kota di seluruh Indonesia. Padahal program ini lebih

cocok dimplementasikan di wilayah pedesaan. Untuk lebih jelasnya, pada Tabel

4.9 ditampilkan matrik tingkat efektifitas implementasi Program LARASITA,

untuk masing-masing variabel implementasi yaitu komunikasi, sumber daya,

sikap pelaksana / desposisi dan struktur birokrasi.

Tabel 4.9 Matrik Tingkat Efektifitas Implementasi Program LARASITA

pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga

Variabel

Implementasi

Tingkat Efektifitas Implementasi

Tinggi Sedang Rendah

1. Komunikasi Sudah m Pembuat kebijakan telah mengkomunikasikan Program secara jelas dan konsisten,

sehingga pelaksana mengetahui apa yang

harus dilakukan mengetahui tujuan , memberi manfaat &memenuhi keinginan

kelompok sasaran (pengguna layanan)

- -

2. Sumber Daya - SDM sangat memadai baik dari segi

kualitas maupun kuantitas.

- Ada informasi yang jelas sehingga pelaksana Program dapat meng-ambil

keputusan.

- Pelaksana punya kewenangan tugas dan tanggung jawab secara penuh.

- didukung dengan sumber daya berupa :

SDM, pen- danaan, peralatan dan metode teknologi informasi, serta

fasilitas yang sangat memadai

- -

3. Sikap Aparat

pelaksana

- - sikap dan komitmen

pelaksana dalam menjalankan Program

cukup baik.

- kinerja pelaksana Program cukup baik

sehingga kelompok

sasaran cukup puas.

-

4. Strukur

Birokrasi

-

-

- susunan komponen (unit kerja) dalam

organisasi sudah menunjukan fungsi

dan pembagian kerja yang kurang

jelas. - menunjukkan spesialisasi pekerjaan,

saluran perintah dan penyampaian laporan serta pengawasan secara

kurang jelas.

- jenis-jenis kegiatan yang berbeda dikoordinasikan & diintegrasikan

secara kurang jelas.

- Adanya Standart Opera-sional Prosedur (SOP) yang kurang jelas

dan berbelit-belit.

-fragmentasi (penye-baran tanggung jawab) dalam struktur organisasi,

yang menyulitkan koordinasi, banyak

terjadi.

Sumber : analisa penulis, 2013

81

3. Responsivitas Pelayanan dalam Implementasi Program LARASITA

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan akan didapat hasil

terhadap indikator responsivitas pelayanan publik untuk masing-masing informan

(responden), baik informan internal (aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga)

maupun informan eksternal (masyarakat pengguna layanan). Diambilnya

responden dari masyarakat pengguna layananan, dimaksudkan untuk

mendapatkan data yang lebih akurat, untuk mengetahui pandangan masyarakat

terhadap responsivitas pelayanan yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan

Kota Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA.

Pertanyaan dalam wawancara kepada masing-masing sampel telah

disiapkan sebelumnya dan berfungsi sebagai panduan. Pertanyaan perihal

responsivitas pelayanan publik telah isesuaikan dengan indikator yang ada.

Sebagai penjelas tentang penyebutan informan (responden) dalam penulisan

ilmiah ini dibedakan dengan responden aparatur, yaitu informan internal yang

berasal dari Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dan responden masyarakat, yaitu

informan eksternal yang berasal dari masyarakat pengguna layanan Program

LARASITA.

a. Keluhan dari Pengguna Jasa

Indikator pertama yang muncul dari reponsivitas ini adalah keluhan dari

masyarakat selaku pengguna layanan publik, dalam hal ini pengguna dari

layanan Program LARASITA. Pada indikator ini disampaikan tanggapan dari

masing-masing responden aparatur yang dilanjutkan dengan responden

82

masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah dalam melayani masyarakat pernah

mendengar keluhan?

Uraian dari reponden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga Bp. Dwi

Haryo Seno, Kepala Sub Seksi Pengendalian Pertanahan yang dalam Tim

LARASITA sebagai staf pelaksana, perihal keluhan dari pengguna jasa layanan

Program LARASITA, dapat diuraikan sebagai berikut :

“Terima kasih, masalah keluhan dari masyarakat itu ada, yaitu

terkait dengan layanan dalam Program LARASITA yang tidak

bisa diselesaikan dalam waktu sekali pertemuan di lapangan.

Masyarakat menganggap bahwa seketika itu juga semua

urusan/masalah pertanahan bisa selesai, walaupun mungkin

berkas-berkas kurang lengkap, Ini mungkin terkait dengan

kekurang pengertian masyarakat mengenai LARASITA.

Padahal dalam melaksanakan tugasnya, LARASITA juga

melakukan penyuluhan pertanahan disamping pendaftaran

pertanahan. Sebenarnya, tujuannya adalah memberikan

pelayanan dengan mendekati masyarakat, jadi seperti Kantor

Pertanahan yang berjalan yang proaktif gitu, tetap diperlukan

berkas-berkas yang lengkap, saksi-saksi yang lengkap seperti

halnya kantor yang ada di masing-masing kota atau kabupaten.

Jadi mengenai prosedur dan persyaratan adalah tetap. Jadi di

situlah masyarakat kadang-kadang mengeluh karena tidak

sesuai dengan harapan mereka”

Dari pendapat yang diuraikan oleh responden aparatur Kantor Pertanahan Kota

Salatiga Bp. Dwi Haryo Seno mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan

publik khususnya untuk pensertipikatan tanah, Program LARASITA belum

dapat memenuhi semua harapan masyarakat pengguna layanan. Masyarakat

berharap dengan adanya Program LARASITA yang melayani di lapangan,

sudah dapat menyelesaikan proses sertipikasi hingga selesai. Masyarakat juga

berharap ada kemudahan prosedur dan persyaratan yang harus dilengkapi.

83

Namun kenyataannya Program LARASITA, dalam hal pendaftaran tanah masih

harus kembali ke Kantor Pertanahan untuk menyelesaiakan prosesnya. Karena

masih diperlukan pengecekan pada buku tanah yang ada pada Kantor

Pertanahan. Hal itu dikarenakan belum adanya data base yang lengkap tentang

kepemilikan tanah (buku tanah) yang bisa dikses secara on line di lapangan.

Secara rinci terkait dengan salah satu pelayanan Program LARASITA

yaitu pendaftaran tanah, juga masih terdapat keluhan seperti yang dijelaskan

oleh responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga Bp. Eko Widiatmo

Kepala Sub Seksi Perkara, yang dalam Tim LARASITA sebagi staf pelaksana,

sebagai berikut :

“Untuk keluhannya Bu banyak, salah satunya adalah masalah

biaya pendaftaran tanah. Bahwa ada perbedaan biaya antara

yang ditentukan oleh petugas LARASITA saat datang di

lapangan dengan biaya yang ditentukan oleh aparat lain yang di

Kantor Pertanahan. Kita petugas LARASITA mengemukakan

biaya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Karena proses

tidak dapat diselesaikan langsung di lapangan, masyarakat

pengguna layanan datang sendiri ke Kantor Pertanahan, dan

ketemu dengan aparat Kantor Pertanahan lainnya, masyarakat

ditarik biaya yang lebih banyak bahkan kadang dua kali lipat,

lha itu yang menjadi kendala yang dikeluhkan masyarakat.”

Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa Program LARASITA belum bisa

menyelesaian keluhan masyarakat tentang adanya pungutan biaya tambahan

yang dilakukan oleh oknum aparat Kantor Pertanahan. Karena layanan

sertipikasi belum bisa seratus persen dilakukan di lapangan saat Program

84

LARASITA dijalankan, pengguna layanan masih harus datang sendiri ke

Kantor Pertanahan untuk melanjutkan proses pengurusan sertipikat.

Sedangkan jawaban responden masyarakat pengguna layanan Bp. Asroi,

terkait dengan keluhan adalah sebagai berikut :

“ Selama ini yang kami amati petugas itu baik, tidak ada

permasalahan hanya saja ada hal-hal teknis, masalah prosedur

cukup merepotkan kami, dan itu memang karena sudah menjadi

regulasi yang baku sehingga apa yang diharapkan masyarakat

pengurusan sertipikat tanah secara mudah itu belum bisa

dijalani oleh masyarakat.”

Dari pernyataan responden masyarakat pengguna layanan tersebut bisa diketahui

bahwa masyarakat masih merasa direpotkan oleh prosedur pengurusan sertipikat

yang masih belum sederhana, sehingga pengurusan sertipikat tanah belum bisa

dilakukan dengan mudah.

Keluhan responden masyarakat pengguna layanan lainnya, Ibu Siti Sulami

terkait dengan waktu penyelesaian sertipikat tanah sebagai berikut :

“ Terima kasih, Selamat pagi juga, jadi bagi saya pelayanan

LARASITA itu yang pertama sangat membantu masyarakat

kelas bawah lalu yang kedua LARASITA selama ini di

Kelurahan Mangunsari saya rasa baik, petugasnya juga baik

lalu memberikan penjelasan juga baik dan jelas kepada warga

kami, lalu setelah sertipikat jadi, penyerahan sertipikat juga

bagus yaitu diantar ke sini, Cuma kadang-kadang tidak tepat

waktu, agak molor sedikit biasa……ya itulah satu keluhan dari

masyarakat, karena prosesnya terlalu agak panjang 8 bulan

baru selesai, tapi ada yang 6 bulan sudah selesai , nah mungkin

hal-hal itu yang menjadi keluhan dari masyarakat itu saja dari

kami selaku aparat pemerintah di kelurahan semoga Program

LARASITA ini bisa berjalan terus sehingga masyarakat juga

senang. “

85

Jawaban dari responden aparatur Kantor Pertanahan Bp. Nur Sholihin,

Kepala Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat, yang dalam Tim LARASITA

sebagai skretaris, terkait dengan adanya keluhan masyarakat mengguna layanan

mengenai prosedur pengurusan sertipikat tanah adalah sebagai berikut :

“ Kaitannya dengan keluhan, mungkin dalam penyelesaian

sertipikat mereka tidak paham dengan prosedur. Keluhan

mereka, rata-rata terkait dengan waktu penyelesaian sertipikat,

kok lama begitu. Memang kalau kita lihat Program Pertanahan

kaitannya dengan pensertipikatan, tidak seperti produk-produk

lain yang bisa langsung jadi. Sertipikasi tanah memerlukan

tahapan-tahapan, yang kadang tidak diketahui oleh masyarakat.

Seperti untuk pendaftaran sertipikat pertama kali ada tahapan

pengumuman data fisik dan yuridis yang perlu waktu dua bulan

sendiri, sehingga waktu penyelesaian terasa lama. Sebetulnya

Cuma itu, yang menjadi keluhan masyarakat. Secara umum,

kelihatannya tidak ada atau jarang ditemui keluhan-keluhan

lainnya dari masyarakat, mengenai pelayanan LARASITA yang

ada, terima kasih. “

Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga tersebut

diketahui memang ada keluhan dari masyarakat terhadap produk layanan Pogram

LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, khususnya terkait prosedur yang

harus ditempuh dalam proses sertipikasi tanah sehingga menyebabkan lamanya

waktu penyelesaian sertipikat tanah. Sementara masyarakat terkadang tidak tahu

Standart Operasional Prosedur yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan, sehingga

terjadi keluhan-keluhan. Salah satu alternatif pemecahan dalam menghadapi

keluhan masyarakat adalah dilakukan lagi sosialisasi kepada masyarakat baik

tentang Program LARASITA, ataupun semua tentang pelayanan yang ada pada

Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

86

Dari Semua jawaban responden tersebut, berdasarkan analisis penulis

diketahui bahwa jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga

dan responden masyarakat pengguna layanan, mengatakatan : “Ada Keluhan” dari

pelayanan publik Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

b. Sikap Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Dalam indikator kedua yaitu masalah sikap aparatur Kantor Pertanahan

Kota Salatiga (petugas Program LARASITA), dalam menghadapi keluhan

masyarakat pengguna layanan, dapat dijelaskan oleh masing-masing responden

sebagaimana sampel yang telah diwawancari.

Responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga (petugas Program

LARASITA) Bp. Nur Sholihin Kepala Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat,

yang dalam Tim LARASITA sebagai sekretaris, menyampaikan bahwa sikap

aparatur dalam menghadapi keluhan cukup baik, hal itu diungkapkan sebagai

berikut :

“ Kaitannya kalau memang ada keluhan dari masyarakat kita

terima dengan baik kita catat karena hal itu sebagai bagian dari

koreksi masyarakat. Kalau memang memerlukan penjelasan kita

jelaskan dengan baik kalau perlu soaialisasi ya kita sosialisasi

dengan baik, kalau perlu penyelesaian yang lain kita catat.

Waktu penyelesaian sesuai SOP atau memang sudah melebihi

SOP. Jika melebihi, kita cari solusinya dengan koordinasi

kedalam (internal), apa yang menjadi kendala dari

penyelesaian. Tapi kalau masih dalam jangka waktu SOP

karena ketidaktahuan dari masyarakat, kita sampaikan bahwa

memang prosedur penerbitan sertipikat merupakan prosedur

yang sudah tetap yang memerlukan waktu yang tidak singkat.”

87

Dari jawaban yang diungkapkan responden aparatur Kantor Pertanahan

Kota Salatiga bisa diketahui bahwa sikapnya dalam menanggapi keluhan

masyarakat, adalah sudah cukup baik, sehingga masyarakat merasa senang.

Jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan dikuatkan oleh jawaban

responden masyarakat pengguna layanan Bp. Sudwijo sebagai berikut : “Ya cukup

bagus dalam pelayanan, baik menurut saya seperti itu.”

Pada jawaban pertanyaan indikator kedua dari responden aparatur kantor

Pertanahan Kota Salatiga Bp. Sugeng Widodo Staf Seksi Hak Tanah dan

Pendaftaran Tanah, yang dalam Tim LARASITA sebagai staf pelaksana, adalah

sebagai berikut :

“Dalam Program LARASITA, saya menghadapi masyarakat ,

dengan fleksibel. Setiap orang itu, kita layani dengan cara yang

tidak mesti sama. Kalau pemohon itu nggak dhong (tidak

paham) setiap kita kasih penjelasan karena mungkin usia, kita

dengan sabar memberi penjelasan bahkan saya datangi

rumahnya gitu. Kalau yang dikasih penjelasan itu bisa nangkep

ya kita kasih penjelasan di situ dengan cara yang nyantai aja,

toh kita sudah tidak dikejar-kejar pekerjaan yang lain.

Sehingga, pemohon tidak merasa takut. ”

Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga,

tersebut diketahui bahwa sikapnya dalam menghadapi keluhan masyarakat adalah

fleksibel, yang mengandung arti setiap masyarakat dilayani dengan perlakuan

yang berbeda-beda sesuai dengan karakter dan kebutuhannya masing-masing.

Penekanan terhadap sikap sabar dalam melayani merupakan salah satu alternatif

untuk menampung aspirasi keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik yang

cukup baik.

88

c. Referensi Perbaikan

Dalam indikator ini pertanyaan adalah munculnya keluhan sebagai bahan

referensi terhadap perbaikan system pelayanan publik. Dalam indikator ketiga ini

responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, menjawab bahwa semua

keluhan masyarakat pengguna layanan dijadikan acuan dalam upaya perbaikan

pelayanan, sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Nurachmi Suryandari, Kepala

Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang

dalam struktur organisasi Tim LARASITA, adalah koordinator, sebagai berikut :

“ Berkaitan dengan keluhan kalau memang ada keluhan, kalau

keluhan itu mungkin bisa kita atasi atau mungkin bisa kita

jawab di situ ya itu akan kita berikan apa namanya mungkin

akan kita jawab langsung atau kalau memang itu berupa

masukan-masukan mungkin itu akan kita jadikan referensi nanti

untuk perbaikan-perbaikan pelaksanaan LARASITA di

lapangan”

Hal tersebut juga dipertegas lagi oleh jawaban responden aparat Kantor

Pertanahan Kota Salatiga yang lain yaitu Bp. Nur Sholihin, Kepala Sub Seksi

Pemberdayaan Masyarakat, yang dalam Tim LARASITA menjabat sebagai

sekretaris, sebagai berikut :

“ Kaitannya dengan, keluhan masyarakat tetep kita catat kita

jadikan referensi untuk pelayanan yang lebih baik. Penjelasan

kepada masyarakat kita sampaikan, masyarakat sering kita

undang dalam pelayanan-pelayanan atau sosialisasi-sosialisasi

yang ada. Waktu pelayanan, masyarakat banyak yang datang, di

situ kita sampaikan bahwa, kita minta masukannya apa yang

kita berikan selama ini apa memang sudah pas atau ada yang

kurang pas di dalam pelayanan. Sehingga layanan ini, nanti ke

depannnya menjadi lebih baik dan tepat sasaran dan bisa

89

memberi kemudahan kepada masyarakat baik itu dalam rangka

mendapatkan pelayanan atau cuman untuk mendapatkan

informasi terkait dengan pelayanan pertanahan, terima kasih. “

Jawaban-jawaban dari responden aparatur Kantor Pertanahan tersebut

menandakan secara tepat bahwa keluhan maupun masukan dijadikan referensi

untuk introspeksi diri dalam memberikan layanan. Sedangkan jawaban responden

masyarakat pengguna layanan ibu Siti Sulami, adalah sebagai berikut :

“ Keluhan yang saya sampaikan, sudah ditindak-lanjuti, jadi

setiap ada jadwal LARASITA di Mangunsari permasalahan

kami sampaikan kepada Tim, dan Alhamdulillah ada tindak

lanjut makanya dulu awal-awalnya proses penyelesaian

sertipikat tanah agak lama akhir-akhir ini sudah lebih cepat

yaitu 5 bulan. berartikan ada kemajuan dengan laporan yang

saya sampaikan sebelumnya.”

Berdasarkan jawaban semua responden dapat diketahui bahwa, keluhan-

keluhan yang muncul dari masyarakat pengguna layanan Program LARASITA

telah dijadikan referensi terhadap perbaikan system pelayanan publik.

d. Tindakan Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Indikator keempat adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparatur

Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk memberi kepuasan kepada pengguna jasa

layanan, sebagaimana yang diungkapkan oleh responden aparatur Kantor

Pertanahan Kota Salatiga, Bp. Dwi Haryo Seno, Kepala Sub Seksi Pengendalian

Pertanahan, yang dalam Tim LARASITA bertugas sebagai staf pelaksana, sebagai

berikut :

90

“ Selama ini LARASITA berjalan seolah-olah sudah mapan

begitu, namun sebenarnya walau sudah terjadwal di kantor

kelurahan tapi masyarakat kadang-kadang tidak bisa datang ke

kantor kelurahan. Masyarakat kadang-kadang tidak mendapat

pemberitahuan dari kelurahan kalau Tim LARASITA datang.

Sehingga perlu ada tindakan refreshing atau disegarkan

kembali guna memberikan kepuasan kepada masyarakat,

dengan penyuluhan lagi, bagaimana maunya masyarakat

apakah waktunya, tempatnya bisa disesuaikan dengan

kebutuhan masyarakat, sehingga hasil dari LARASITA bisa

menjadi lebih baik dan menemukan solusi-solusi bagaimana

kebutuhan masyarakat tentang sertipikat bisa tercapai serta

tujuan LARASITA juga lebih tercapai.”

Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga dapat

diketahui bahwa tindakan yang dilakukan cukup solutif dan bijak dalam

memberikan kepuasan masyarakat pengguna layanan. Dengan tindakan yang

dilakukan yaitu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, dapat menjelaskan

prosedur sertipikasi tanah dan semua tentang pelayanan pertanahan yang ada.

Lebih lanjut, tindakan lain yang dilakukan oleh aparat Kantor Pertanahan

Kota Salatiga untuk memberikan kepuasan kepada pengguna layanan Program

LARASITA seperti yang diungkapkan Bp. Nur Sholihin, sekretaris Tim

LARASITA sebagai berikut :

“ Kaitannya dengan tindakan untuk memberi kepuasan

masyarakat, sudah di mulai dengan perbaikan peralatan

pelayanan yaitu mobil LARASITA yang dulu standart

sebagaimana yang kita terima dari BPN Pusat, sekarang sudah

dimodifikasi. Sebelumnya mobil tidak ada peneduhnya

sekarang ada, sehingga masyarakat bisa tenang dan teduh jika

berdiri di dekat mobil, tidak panas lagi. Kemudian dengan SDM

nya selalu melayani dengan baik. Karena kita satu Tim, itu

untuk setiap saat kita melayani masyarakat harus dengan baik

dan ramah meskipun memang banyak masyarakat yang

91

dihadapai dengan macam-macam aneka warna sikap dan

watak. Memang itu sudah menjadi tugas dari teman-teman Tim

LARASITA, harus bisa melayani dengan baik. Kemudian biar

pelayanan lancar kita tekanakan pada timing atau waktu

pelayanan dalam satu hari, mulai jam 9 dan berakhir jam 12 di

satu tempatnya.”

Demikian juga jawaban dari Ibu Nurachmi Suryandari, terkait dengan

tindakan yang dilakukan oleh petugas LARASITA untuk memberikan kepuasan

kepada masyarakat pengguna layanan adalah sebagai berikut :

“Untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan atau pemohon

atau masyarakat dalam hal ini para petugas LARASITA

memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dalam arti dengan

sikap yang ramah kemudian juga memberikan keterangan-

keterangan yang mudah diterima oleh masyarakat memberikan

informasi yang lebih terbuka, sehingga masyarakat akan lebih

mudah memahaminya dan untuk mereka mungkin mengajukan

sertipikat dengan persyaratan-persyaratan yang sudah kita

berikan akan lebih mudah melengkapi , saya rasa itu.”

Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat

diketahui bahwa, sudah banyak tindakan-tindakan yang diambil guna

memperbaiki pelayanan dalam rangka untuk memberikan kepuasan kepada

masyarakat pengguna layanan.

Sedangkan jawaban dari responden masyarakat pengguna layanan

memberi jawaban terkait dengan tindakan aparatur Kantor Pertanahan Kota

Salatiga, sebagaimana yang disampaikan oleh ibu Tri Endah sebagai berikut :

“ Tindakan yang dilakukan oleh petugas LARASITA adalah

dengan memberi informasi yang tepat, saya kira itu menjadi

sesuatu kepuasan bagi masyarakat yang mengikuti LARASITA,

92

karena ini kan sifatnya informatif , karena LARASITA bukan

hanya melayani masyarakat yang datang dengan membawa

berkas yang sudah lengkap saja. Tapi juga melayani masyarakat

yang menginginkan informasi pertanahan “

Dari jawaban tersebut dapat diketahui bahwa tindakan petugas

LARASITA yang dapat memberi kepuasan kepada masyarakat pengguna layanan

adalah adanya memberikan kejelasan tentang informasi pertanahan. Jawaban lain

disampaikan oleh responden masyarakat pengguna layanan yaitu Ari Mulyana

sebagai berikut :

“Tindakan petugas LARASITA yang dapat memberi

kepuasan kepada kami selama ini adalah timing atau waktu

pelayanan yang lebih tepat dan penyelesaian sertpikat tanah

yang lebih cepat dari pada yang dulu, kerjasama seperti itu

menjadikan masyarakat sangat diuntngkan. Karena masyarakat

sering bertanya kepada petugas tentang masalah pertanahan”

Jadi dapat diketahui bahwa pada dasarnya masyarakat pengguna layanan

Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, sangat mengharapkan

adanya informasi tentang pertanahan secara jelas dan transparan. Hal itu bisa

terjadi apabila petugas LARASITA menjalankan tugasnya dengan baik dan

bertanggung-jawab sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

e. Penempatan Pengguna Jasa Dalam Sistem Pelayanan

Indikator terakhir adalah penempatan pengguna jasa dalam system

pelayanan. Hal ini mengandung maksud bahwa dalam upaya perbaikan dan

penyempurnaan bidang pelayanan, pengguna jasa atau masyarakat pengguna

93

layanan ditempatkan dalam posisi sebagai narasumber dalam upaya perbaikan

system pelayanan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden aparatur Kantor

Pertanahan diperoleh keterangan bahwa penempatan posisi pengguna jasa sangat

penting dalam upaya perbaikan system layanan, sebagaimana diungkapkan oleh

Bp. Eko Widiatmo Kepala Sub Seksi Perkara Kantor Pertanahan Kota Salatiga,

yang dalam Tim LARASITA sebagai staf pelaksana, sebagai berikut :

“ Kita mengajak sharing (berbagi ilmu), mengajak masyarakat

pengguna layanan yang datang, untuk memberikan masukan

kepada kita, sehingga kedepannya, kita dapat memperbaiki diri

dalam hal melayani masyarakat, mungkin itu Bu. “

Jawaban senanda juga disampaikan oleh Bp. Nur Shoikin, terkait dengan

penempatan posisi pengguna layanan Program LARASITA dalam system

pelayanan adalah, sebagai berikut:

“Kaitannya dengan menempatkan masyarakat pengguna

layanan atau konsumen pada system layanan, kalau sepanjang

masukan yang disampaikan masyarakat itu sesuai dengan

tahapan atau prosedur aturan-aturan pelayan yang ada, kita

terima masukan tersebut sebagai referensi. Apabila ternyata

tidak sesuai dengan aturan yang ada, cukup kita dengar dan

dicatat saja, jadi tidak serta merta bahwa masukan menjadi

dasar perbaikan layanan.”

Dari jawaban-jawaban yang disampaikan oleh responden aparatur Kantor

Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa pada Program LARASITA,

pengguna layanan dijadikan narasumber untuk perbaikan layanan, jadi

ditempatkan dalam system pelayanan.

94

Sedangkan jawaban responden masyarakat pengguna layanan untuk

pertanyaan, yang sama yaitu Apakah pengguna layanan ditempatkan dalam

system layanan, diungkapkan oleh ibu Tri Endah Lestari, sebagai berikut :

“Ya terkadang mungkin secara tidak langsung Petugas

LARASITA menempatkan kami seperti itu, tapi cuma cara

penyampaiannya saja yang sifatnya komunikatif, jadi kami juga

tidak merasakan itu suatu inputan bagi mereka, hanya

terkadang ya sharing (berbagi ilmu) saja dengan petugas

LARASITA, berbincang-bincang gitu. Mungkin hal itu sebagai

masukan bagi mereka “

Jawaban yang berbeda disampaikan oleh responden masyarakat pengguna

layanan lainnya. Menurutnya dia belum pernah dijadikan narasumber dalam

Program LARASITA. Sebagaimana kalimat Bp. Sudwijo sebagai berikut :

“Sampai saat ini belum pernah diajak”

Demikian juga jawaban Bp. Asroi sebagai berikut :

“Jujur saja belum ada komitment dari petugas untuk

menempatkan kami dalam system layanan sebagai nara sumber,

petugas LARASITA belum menindak lanjuti apa yang menjadi

harapan dari masyarakat, hanya petugas itu mempunyai satu

target agenda kegiatan seperti ini yang itu secara rutin sudah

terjadwalkan. Itu mungkin ada di buku agenda atau di buku

catatan namun lebih dari itu kami tidak melihat ada kemauan

atau keseriusan untuk merubah pola-pola dalam pelayanan

LARASITA ini.”

Dari jawaban yang berbeda antara responden aparatur Kantor Pertanahan

Kota Salatiga dan masyarakat pengguna layanan Program LARASITA, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa belum sepenuhnya pengguna layanan

95

ditempatkan dalam system layanan. Dengan kata lain sudah dijadikan narasumber

namun belum bisa memperbaiki pelayanan Program LARASITA yang

dimplementasikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

C. Pembahasan

Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan

program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi

Program LARASITA, dijabarkan menjadi 5 indikator beserta pembahasannya

sebagai berikut :

1) Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun

terakhir.

Masyarakat Kota Salatiga selaku pengguna layanan Program

LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, mempunyai andil terhadap

tingkat responsivitas layananan publik Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Berdasarkan tingkat kelulusan sekolah (pendidikan), penduduk Kota

Salatiga paling banyak adalah lulusan SMA atau yang sederajat. Tingkat

kelulusan (pendidikan) merupakan gambaran singkat tentang kualitas penduduk.

Gambaran lebih jelas ditunjukkan pada Tabel 4.10 di bawah ini :

96

Tabel 4.10. Penduduk Kota Salatiga, menurut Tingkat Pendidikan

No. Pendidikan Jumlah

(orang)

(1) (2) (3)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Tidak/ belum pernah sekolah

Tidak/belum tamat SD

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Akademi/Diploma

S1

S2

S3

9.231

6.154

14.078

14.947

16.097

5.557

13.648

677

75

Jumlah 80.464

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2010

Dengan tingkat pendidikan serta kualitas hidup yang kian baik, maka akan

semakin besar tuntunan dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan yang

diberikan oleh instansi pelayanan publik.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dapat

diketahui bahwa pada kondisi masyarakat yang dinamis seperti pada kelurahan :

Salatiga, Kutowinangun, Gedongan dan Kelurahan Kalicacing, lebih berani

menyampaikan keluhan, kritikan atau masukan kepada para aparatur Kantor

Pertanahan Kota Salatiga, terkait dengan pelayanan pertanahan yang diberikan.

Hal demikian, menuntut aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk

meningkatkan responsivitas pelayanannya.

Sebaliknya pada kondisi masyarakat yang kurang dinamis terhadap

pelayanan pertanahan, seperti di pinggiran kota misal Kelurahan Kumpul Rejo,

Noborejo dan Cebongan cenderung kurang berani dalam menyampaikan keluhan,

97

kritikan maupun masukan kepada aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Hal ini menyebabkan perkembangan proses layanan publik terhambat.

Hal lain yang mempengaruhi responsivitas Kantor Pertanahan yaitu

adanya koordinasi eksternal yang efektif yang secara nyata dilakukan oleh aparat

birokrat dengan stakeholder lain, misalnya PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).

PPAT sebenarnya adalah pejabat yang berwenang membuat Akta Tanah misalkan

Akta Jual beli, Akta Hibah, Akta Pembagian dan Pemecahan, dan lain-lain.

Namun bukan rahasia lagi jika PPAT juga berlaku sebagai penjual jasa, yang

melayani masyarakat untuk pengurusan proses sertpikat tanah. Masih adanya

perbedaan antara pelayanan yang diberikan oleh PPAT dengan yang diberikan

oleh Kantor Pertanahan. Hal itu menandakan bahwa belum ditemukan kesamaan

persepsi dalam memberikan kualitas pelayanan yang diberikan.

Komunikasi yang transparan dengan masyarakat pengguna jasa

menyangkut pemberian pelayanan jarang dilakukan oleh aparat Kantor

Pertanahan Kota Salatiga. Hal ini menyebabkan pihak masyarakat pengguna jasa

selalu berada pada posisi yang dirugikan, karena harus bolak-balik dalam

melengkapi dokumen pelayanan. Dengan demikian menandakan adanya

perbedaan persepsi anatara masyarakat pengguna jasa dengan aparat Kantor

Pertanahan Kota Salatiga terhadap kualitas yang diberikan.

Belum semua aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga, menguasai tugas

pokok dan fungsinya. Apabila ada masyarakat pengguna jasa yang datang dan

terlihat mengalami kebingungan berkaitan dengan informasi pelayanan

98

pertanahan, jarang sekali ditemukan aparat yang berinisiatif untuk membantu atau

sekedar menanyakan kesulitan yang dialami oleh masyarakat pengguna jasa.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden,

dapat diketahui bahwa, untuk indikator “Terdapat tidaknya keluhan dari

pengguna jasa selama satu tahun terakhir”, jawaban responden mengatakatan : “

kadang-kadang masih ada Keluhan” dari pelayanan publik Program LARASITA

Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Keluhan yang disampaikan oleh masyarakat

pengguna jasa merupakan indikator pelayanan yang memperlihatkan bahwa

produk pelayanan sertipikat yang selama ini dihasilkan oleh Kantor Pertanahan

Kota Salatiga khususnya melalui Program LARASITA, belum sepenuhnya dapat

memenuhi harapan pengguna layanan.

Adanya keluhan dari masyarakat pengguna layanan dalam satu tahun

terakhir, menunjukkan bahwa kemampuan responsivitas pelayanan Kantor

Pertanahan untuk mengantisipasi kemunculan berbagai keluhan dari masyarakat

pengguna jasa ternyata masih lemah. Demikian juga dari hasil wawancara yang

dilakukan kepada aparat birokrat, dapat diketahui bahwa kadang-kadang masih

terdapat keluhan masyarakat pengguna layanan , terkait dengan lama waktu

penyelesaian sertipikat, prosedur yang masih belum sederhana dan juga masih

adanya pungutan yang dilakukan oleh oknum aparat Kantor Pertanahan Kota

Salatiga.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa

responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator,

99

“terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir” adalah

cenderung sedang. Hal ini dikarenakan kadang-kadang masih adanya keluhan

dari pengguna jasa tentang pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga melalui

Program LARASITA.

2) Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa.

Aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga merupakan sumber

daya manusia yaitu pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 46 orang dan pegawai

tidak tetap (non PNS) sebanyak 16 orang pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikan formalnya dari 46 orang PNS Kantor

Pertanahan Kota Salatiga, ada 2 orang lulusan SD, 3 orang SMP, 14 orang SMA,

4 orang Akademi, 6 orang DIV, 14 orang S1 dan 3 orang S2.

Dari data di atas diketahui bahwa PNS Kantor Pertanahan Kota Salatiga

rata-rata berpendidikan SMA dan S1. Dengan kondisi tingkat pendidikan yang

relatif tinggi seperti itu Kantor Pertanahan seharusnya dapat memberikan

responsivitas pelayanan kepada masyarakat Kota Salatiga.

Berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan, terlihat aparat Kantor

Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi Program LARASITA sudah

maksimal melaksanakan tugas-tugas bagian informasi dalam menjalankan misi

penyebaran informasi pelayanan secara akurat kepada pengguna jasa.

Namun berdasarkan wawancara kepada salah satu responden pengguna

jasa, didapatkan jawaban agak sedikit berbeda, yaitu bahwa keluhan yang

disampaikan kepada petugas LARASITA, sifatnya hanya ditampung dijanjikan

100

untuk diselesaikan. Masih ada aparat yang masih bersikap arogan dan kurang

ramah dalam melayani terhadap pengguna jasa. Hal tersebut konsekuensinya

adanya kekecewaan pengguna jasa terhadap aparat Kantor Pertanahan Kota

Salatiga.

Kurang baiknya sikap aparat dalam melayani pengguna jasa

memperlihatkan bahwa system pelayanan birokrasi masih menggunakan desain

pelayanan yang tidak berdasar pada kepentingan pengguna jasa, tetapi masih

menetapkan dasar aturan formal secara kaku. Pelayanan birokrasi masih

menerapkan manajemen pelayanan yang semata-mata hanya berdasar pada

pendekatan formalistik, bukannya mencoba untuk menerapkan pelayanan secara

kontekstual berdasarkan perkembangan aspirasi pengguna jasa. Pengaruh kultur

dan struktur birokrasi yang masih paternalistik-sentralistik turut memberikan andil

yang besar terhadap lemahnya responsivitas aparat birokrasi dalam memberikan

pelayanan publik.(Dwiyanto, 2006)

Berdasarkan hasil wawancara kepada responden aparatur Kantor

Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa sikapnya dalam menghadapi

keluhan masyarakat adalah fleksibel, yang mengandung arti setiap masyarakat

dilayani dengan perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan karakter dan

kebutuhannya masing-masing. Penekanan terhadap sikap sabar dalam melayani

merupakan salah satu alternatif untuk menampung aspirasi keluhan masyarakat

terhadap pelayanan publik yang cukup baik. Sikap petugas LARASITA dalam

menghadapi keluhan pengguna jasa sudah cenderung responsif. Petugas berusaha

menyelesaian keluhan pengguna jasa. Apabila petugas tidak dapat menyelesaikan

101

sendiri di lapangan, maka akan menyampaikan keluhan pengguna jasa tersebut

kepada, atasan atau pejabat yang lebih tinggi di Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Dari semua hasil wawancara dan berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor

Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator, “Sikap aparat birokrasi dalam

merespon keluhan dari pengguna jasa” adalah cenderung tinggi. Hal ini

dikarenakan Aparat birokrasi Kantor Pertanahan selalu berusaha menyelesaikan

semua permasalahan pelayanan yang dikeluhkan oleh pengguna jasa.

3) Penggunaan keluhan dari pengguna jasa dijadikan referensi bagi

perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden aparatur Kantor

Pertanahan Kota Salatiga, maka dapat diketahui bahwa, keluhan-keluhan yang

muncul dari masyarakat pengguna layanan Program LARASITA telah dijadikan

referensi terhadap perbaikan system pelayanan publik. Salah satu contoh keluhan

pengguna jasa yang dijadikan referensi perbaikan adalah lamanya waktu

penyelesaian pensertpikatan tanah. Dengan adanya keluhan masyarakat tentang

waktu penyelesaian yang terlalu lama melebihi SOP, maka petugas LARASITA

akan berkoordinasi dengan aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga yang

berwenang menangani langsung proses pensertipikatan tanah tersebut, agar

lamanya waktu penyelesaian sesuai dengan SOP.

Untuk dapat memperbaiki penyelenggaraan Program LARASITA, ke

depan dibutuhkan transparansi SOP, baik menyangkut waktu penyelesaian,

102

prosedur peryaratan dan biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna jasa dalam

proses sertipikasi tanah.

Tidak dapat dipungkiri bahwa transparansi tidak selamanya bersifat

absolut. Pemberian informasi yang berlebihan juga dapat kontraproduktif bagi

organisasi. Perlu dibuat kejelasan pembatasan perihal siapa saja yang dapat

mengakses informasi dan informasi apa saja yang bisa diakses oleh sosial.

Menurut James Madison dalam Pope,J., transparasi sangat penting karena

kerahasiaan yang berlebih dapat menghambat pendidikan politik suatu

masyarakat, peluang bagi individu untuk bersikap terhadap inisiatif politik

menjadi tumpul, dan memicu pendekatan sangkaan buruk dan ketidakpercayaan

dalam melihat kebijakan (Pope, 2007).

Untuk itu sebagai instansi pelayanan publik Kantor Pertanahan Kota

Salatiga mempunyai kewenangan untuk memilah mana informasi yang dapat

diakses oleh masyarakat pengguna jasa, dan informasi yang memang perlu dijaga

kerahasiaannya.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa responsivitas

pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “Penggunaan

keluhan dari pengguna jasa dijadikan referensi bagi perbaikan penyelenggaraan

pelayanan pada masa mendatang” adalah cenderung sedang. Hal ini karena

Aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga jarang menggunakan keluhan

tersebut untuk referensi bagi pelayanan Program LARASITA mendatang.

103

4) Berbagai Tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan

pelayanan kepada pengguna jasa.

Dari jawaban responden melalui wawancara, dapat diketahui bahwa para

petugas LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga telah melakukan tindakan

untuk member kepuasan kepada masyarakat pengguna jasa. Tindakan petugas

LARASITA yang dapat memberi kepuasan kepada masyarakat pengguna layanan

tersebut adalah dengan memberikan kejelasan tentang informasi pertanahan.

Berdasarkan hasil observasi pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga,

petugas LARASITA tidak berani melakukan diskresi dalam melakukan pelayanan

kepada masyarakat pengguna jasa. Rendahnya kemampuan birokrasi dalam

melakukan diskresi, disamping dapat menjadi indikator rendahnya tingkat

responsivitas birokrasi dalam memahami aspirasi dan kebutuhan publik, juga

merupakan indikator untuk menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada

peraturan yang diterapkan secara kaku. (Dwiyanto,2006)

Aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga masih dibatasi oleh berbagai

orientasi teknis prosedural (juklak) dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat pengguna jasa. Tindakan aparat dalam melayani masih belum

berdasarkan pada inisiatif, kreativitas dan improvisasi, sehingga petugas menjadi

lamban dalam merespon setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat, termasuk rendahnya daya inovasi pelayanan kepada masyarakat.

Dari hasil pengamatan bisa disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan

Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “tindakan aparat birokrasi

104

untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa” adalah cenderung

tinggi. Hal ini dikarenakan aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga

bersikap ramah, melayani dengan baik cepat dan tepat.

5) Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam system

pelayanan yang berlaku.

Dari jawaban yang berbeda antara responden aparatur Kantor Pertanahan

Kota Salatiga dan masyarakat pengguna layanan Program LARASITA, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa belum sepenuhnya pengguna layanan

ditempatkan dalam system layanan. Adakalanya pengguna jasa sudah dijadikan

narasumber namun belum bisa memperbaiki pelayanan Program LARASITA

yang dimplementasikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

Kultur paternalistik telah menyebabkan orientasi birokrasi terhadap

masyarakat Lebih cenderung menunjukkan fungsi dan peran sebagai pengatur

dibandingkan sebagai pelayan masyarakat. Fungsi pelayanan yang seharusnya

lebih menempatkan masyarakat pengguna jasa dalam system layanan untuk

didahulukan kepentingannya, menjadi tidak terpenuhi. Hal demikian

menyebabkan posisi birokrat sangat kuat dan dominan dalam mempergunakan

wewenang dan kekuasaan terhadap masyarakat pengguna jasa.

Masyarakat pengguna jasa sangat tergantung pada aparat birokrasi sebagai

petugas pelayanan untuk mendapatkan pelayanan yang cepat dan tepat.

Ketergantungan ini menyebabkan sebagian besar masyarakat harus menuruti

perintah petugas.

105

Sebenarnya Program LARASITA adalah program responsif yang

diimplementasikan secara nasional di semua kota dan kabupaten di seluruh

Indonesia. Namun pelaksanaannya di daerah, khususnya di Kota Salatiga belum

berhasil seperti apa yang diamanatkan oleh pembuat kebijakan.

Idealnya dengan adanya layanan keliling dengan mobil LARASITA,

pengguna jasa tidak perlu mendatangi Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk

meneruskan pengurusan sertipikat tanah. Namun yang terjadi selama ini,

masyarakat pengguna jasa belum bisa sepenuhnya dilayani di lapangan pada saat

mobil LARASITA berkunjung. Ini menunjukkan belum siapnya jajaran BPN RI

untuk pengimplementasian program LARASITA, salah satu penyebabnya adalah

belum siapnya data base pertanahan yang bisa di akses secara on line di lapangan.

Petugas LARASITA masih perlu melihat data buku tanah manual untuk preoses

sertipikasi.

Di samping itu, Program LARASITA lebih cocok diimplementasikan di

daerah-daerah pelosok pedesaan, dimana masyarakat pengguna jasa sulit

menjangkau Kantor Pertanahan yang ada.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan

Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “penempatan pengguna

jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku”, termasuk dalam

kategori cenderung sedang. Hal ini dikarenakan pengguna jasa tidak selalu

ditempatkan dalam sistem layanan.

106

Berdasarkan analisa penulis maka tingkat responsivitas pelayanan Kantor

Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA, dapat dibuat

matrik seperti sebagaimana Tabel 4.11 dibawah ini.

Tabel 4.11. Matrik Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga dalam implementasi Program LARASITA.

No.

Indikator

Responsivitas Pelayanan

Tinggi Sedang Rendah

1. Terdapat tidaknya

keluhan dari pengguna

jasa selama satu tahun

terakhir.

- - Kadang-kadang ada keluhan

dari pengguna jasa. - -

2. Sikap aparat birokrasi

dalam merespon

keluhan dari pengguna

jasa.

Aparat birokrat

berusaha

menyelesaikan.

- - - -

3. Penggunaan keluhan

dari pengguna jasa

dijadikan referensi bagi

perbaikan

penyelenggaraan

pelayanan pada masa

mendatang.

- - Aparat birokrat jarang

meng-gunakan keluhan

tersebut untuk referensi bagi

pelayanan mendatang.

- -

4. 4 Berbagai Tindakan

aparat birokrasi untuk

memberikan kepuasan

pelayanan kepada

pengguna jasa.

Aparat birokrat

bersikap ramah,

melayani dengan

baik cepat dan

tepat.

- - - -

5. Penempatan pengguna

jasa oleh aparat

birokrasi dalam sistem

pelayanan yang berlaku.

- - Pengguna jasa kadang-

kadang ditempatkan da-lam

sistem pelayanan.

- -

Sumber : analisa penulis, 2013

107

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan tahapan-tahapan penelitian yang telah dilakukan, pada bagian

akhir dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Bahwa Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program

LARASITA sudah bisa dikatakan cukup responsif, namun belum semua dari lima

indikator tingkat responsivitasnya tinggi, secara rinci diuraikan sebagai berikut :

1. Keluhan dari pengguna jasa, pada pelayanan Program LARASITA masih

ditemukan banyak keluhan, terkait dengan : lama waktu penyelesaian yang

masih melebihi SOP, prosedur sertipikasi tanah yang masih belum sederhana

dan masih belum mengatasi adanya pungutan yang dilakukan oknum aparatur

Kantor Pertanahan yang melayani di Kantor mengingat belum sepenuhnya

Program LARASITA mampu menyelesaikan proses sertpikasi di lapangan

harus tetap dilanjutkan di Kantor Pertanahan. Dari hal-hal yang disampaikan

tersebut bisa dikatakan bahwa pada indikator pertaman tingkat

responsivitasnya cenderung sedang.

2. Sikap aparatur Kantor Pertanahan, dalam implementasi Program LARASITA

sudah cukup baik dan sabar dalam menanggapi keluhan dari masyarakat

pengguna jasa, sehingga indikator kedua ini tingkat responsivitasnya

cenderung tinggi. Aparatur Kantor Pertanahan dengan tingkat pendidikan

formal yang relatif tinggi, disamping punya kemampuan untuk pengembangan

108

diri atau peningkatan kapasitas diri, juga merupakan hal yang sangat penting

dalam peningkatan responsivitas pelayanan.

3. Referensi Perbaikan, dalam menanggapi keluhan masyarakat pengguna

layanan Program LARASITA, aparat Kantor Pertanahan sudah

menjadikannya sebagai referensi perbaikan untuk implementasi program ke

depan. Jadi bisa dikatakan bahwa indikator ketiga ini tingkat responsivitasnya

cenderung sedang.

4. Tindakan aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam menanggapi

keluhan sangat responsif dan bisa memeuhi kepuasan masyarakat pengguna

layanan. Jadi bisa dikatakan bahwa indikator keempat ini tingkat

responsivitasnya cenderung tinggi.

5. Penempatan pengguna jasa dalam system layanan LARASITA belum

sepenuhnya dilakukan, walaupun pengguna layanan sudah memberikan

masukan guna perbaikan program, namun kenyataannya belum ada perubahan

yang berarti kearah perbaikan tersebut (tingkat responsivitasnya cenderung

sedang) .

B. I m p l i k a s i

1. Implikasi Teori

Pengukuran responsivitas pelayanan publik sesuai dengan indikator sebagaimana

dikemukakan dalam pembahasan penelitian ini, ternyata masih ada salah satu

faktor yang perlu dikaji lebih jauh, yakni pengertian dan pemahaman tentang

layanan publik kepada masyarakat dan aparatur birokrasi. Pemahaman bahwa

109

lembaga pemerintah dibentuk tidak lain adalah untuk memberikan pelayanan

publik, ternyata masih ada sebagian birokrasi dan masyarakat yang belum

memahaminya. Responsivitas pelayanan publik yang tinggi secara langsung

maupun tidak langsung akan mendukung proses pelayanan yang berkualitas.

2. Implikasi Praktis

Implikasi praktis sebagai hasil dari penelitian ini adalah bahwa Kantor

Pertanahan Kota Salatiga dalam memberikan responsivitas pelayanan publik

melalui implementasi Program LARASITA, mempunyai ketergantungan juga

terhadap sarana prasarana, kompetensi aparatur dan kondisi masyarakat. Apakah

secara organisasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga sekarang ini sudah mampu

memeberikan pelayanan yang baik, masih perlu pengkajian lebih mendalam.

Berdasarkan pengamatan di lapanagan, diketahui bahwa sumberdaya manusia,

sangat potensial menjadi hambatan dalam melakukan responsivitas pelayanan

publik, apabila tidak didukung kompetensi yang memadai.

Perkembangan masyarakat sangat dinamis, menyebabkan aparatur instansi

pelayanan publik seperti halnya Kantor Pertanahan Kota Salatiga tertantang untuk

lebih berbenah diri dalam meningkatkan pelayanan sehingga mampu untuk

memenuhi tuntutan-tuntunan masyarakat pengguna layanan.

Implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga,

yang sudah dimulai pada tahun 2010 perlu melibatkan seluruh stakeholder guna

penyempurnaannya, agar lebih responsif terhadap masyarakat pengguna jasa

110

layanan sehingga bisa memenuhi semua beutuhan masyarakat Kota Salatiga

khususnya di bidang pelayanan pertanahan.

C. S a r a n

1. Perlunya diadakan workshop, pelatihan-pelatihan ataupun bimbingan teknis

bagi pegawai guna peningkatan terhadap kemampuan aparatur Kantor

Pertanahan Kota Salatiga dalam memberikan pelayanan pertanahan

khususnya melalui implementasi Program LARASITA. Materi pelatihan

antara lain menyangkut : Etika Pelayanan. Pelatihan juga harus ditekankan

guna peningkatan pemahaman responsivitas pelayanan publik sehingga

bermanfaat langsung bagi aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam

peningkatan pelayanan. Dengan layanan yang semakin baik diharapkan

keluhan yang ada sebagai tuntutan akibat perubahan soaial segera dapat

teratasi.

2. Perlunya peningkatan sarana prasarana penunjang pelayanan publik.

Walaupun responsivitas pelayananan publik baik tetapi tidak akan efektif

memberikan layanan yang memuaskan apabila di dalam proses pemberian

layanan tersebut tidak tersedia sarana prasarana penunjang yang memadai.

3. Perlunya menerapkan sistem insentif bagi pegawai Kantor Pertanahan Kota

Salatiga guna meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan kepada

publik. Sistem insentif merupakan elemen penting dalam suatu organisasi

untuk memotivasi karyawan mencapai prestasi kerja yang diinginkan.

Insentif yang diberikan kepada karyawan yang berprestasi berupa

111

penghargaan materi maupun nonmateri, sedangkan karyawan yang tidak

berprestasi mendapatkan disinsentif berbentuk teguran, peringatan,

penundaan / penurunan pangkat atau bahkan pemecatan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo, 2006, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung : CV. Alfa Beta

Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta.Rineka Cipta.

Christensen, Terry, 1995, Local Politics : Governing at the Grassroots, Belmont,

California : Wadsworth Publishing Company.

Dewi, Hapsari Sita, 2010, Pelaksanaan layanan rakyat untuk sertifikasi tanah

(Larasita) di Kabupaten Bantul, Yogyakarta : Universitas Gadjah

Mada Press.

Dunn, N Wiliam, 1999, Pengantar Analisa Kebijakan Publik Yoyakarta : Gadjah

Mada University Press.

Dwiyanto, Agus, 1995,”Penilaian kinerja Organisasi Pelayanan Publik”. Seminar

Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya,

Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Mei.

Dwiyanto,Agus, dkk., 2006, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gajah

Mada University Press : Yogyakarta.

Dwiyanto,Agus, dkk., 2006, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan

Publik, Gajah Mada University Press : Yogyakarta, Cetakan Ketiga,

Mei 2008.

Gusnadi, Ardiyansyah, 2012, Implementasi Layanan Sertipikasi Tanah Untuk

Rakyat (LARASITA) di Kantor Pertanahan Kota Makasar, Fakultas

Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanudin, Makasar.

Indarwati Subroto, Titien, 2008, Analisis Kinerja Pegawai Kantor Pertanahan

Kota Semarang, Universitas Diponegora, Program Pascasarjana,

program Studi Magister Ilmu Administrasi, Semarang.

James, A.F. & Mona, 1994. Service Management for Competitive Advantage.

Singapore : Mc Graw Hill inc.

Mangara , EPM, 6 Oktober 2011, LARASITA Menjangkau yang Tidak

Terjangkau, (online) http ://bpn.go.id, diakses 16 Januari 2013

Manullang, M., 1997, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Megawati, Ayu, 2013, Evaluasi Implementasi Program Layanan rakyat Untuk

Sertipikasi Tanah (LARASITA) di Kantor Pertanahan Kabupaten

Sidoharjo. Studi Pada Pelaksanaan Program LARASITA di Kelurahan

Kalitengah, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoharjo .

Universitas Negeri Surabaya.

Miles, MatthewB and Huberman, Michael A, 1992. Analisis Data Kualitatif ;

Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan oleh Tjejep

Rohendi Rosidi, 1992. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nugroho, Riant, Dr., 2008. Public Policy.Jakarta:PT. Elex Media.

Nugroho, Riant, 2012. Public Policy for The Developing Countries. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Sangaji, Irfan, 2010, Birokrasi dan Analisis, Fisip Universitas Indonesia, Jakarta.

Sanipah, Faisal,litian Sosial. Jakarta : Rajawali Press

Singarimbun, Masri, 1997, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press.

Siagian, Sondang P, 2006, Administrasi Pembangunan, Jakarta : PT. Toko

Gunung Agung.

Slamet, Yulius, 2006, Metodologi Penelitian Sosial, Surakarta : Sebelas Maret

University Press.

Subarsono,AG,2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep Teori dan Aplikasi,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta

Supadno, 2010, Implementasi program layanan rakyat untuk sertifikasi tanah

(LARASITA) di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta : Studi kasus di Desa Argomulyo dan Desa Umbulmartani,

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret

University Press.

Syukur, Abdullah, 1987, Kumpulan Makalah “Study Implementasi Latar

Belakang Konsep Pendekatan dan relevansinya Dalam Pembangunan” ,

Persadi, Ujung Pandang.

Tangkilisan, Hassel Nogi. S, 2005, Manajemen Publik , Jakarta : PT. Grasindo,

anggota IKAPI, Jakarta.

Tjokro, Bintoro., 1994, Perencanaan Pembangunan, Jakarta : CV.Haji

Masagung.

Van Meter, Donald S. & Carl E. VanHorn, “The Policy Implementation Process

: A Conseptual Framework in Administration & Society”, Vol. 6 No.4,

February 1975, Sage Publications, Inc. Hal 463

Wahab, Solichin Abdul. 1990. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara.

Jakarta: Rineka Cipta

Widodo, Joko, 2007, Analisis Kebijakan Publik, Malang :Bayumedia Publishing.

Winarno, Budi, 2002, Kebijakan Publik : Teori dan Proses, Yogyakarta :

Penerbit Media Pressindo.

Jurnal Internasional

Elmore, Richard E. 1978. Organizational Models of Social Program

Implementation, Public Policy,vol 26, no.2. page 185-228

Fritzen, Scott. 2003. The „misery‟ of Implementation : Governance, Institutions

and Anti-corruption in Vietnam. 5 arts link. Singapore.

Paudel, Narendra, Raj. 2009. A critical Account of Policy Implementation

Theories: Status and Reconsideration. Napalese Journal of Public Policy

and Governance, Vol XXV, No 2, Page 37, 45-46.

Dokumen Kebijakan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 1

dan Pasal 3.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan

Pertanahan Nasional.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18

Tahun 2009 tentang LARASITA Republik Indonesia.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.

Diunduh dari Internet :

www.bpn.go.id, ”LARASITA Untuk Rakyat”

www.google.com, ”Konsep Implementasi Kebijakan Van Horn dan

Lampiran 1

Foto-Foto Kegiatan Program LARASITA

KANTOR PERTANAHAN KOTA SALATIGA

Tahun 2010 s.d. Tahun 2013

Lampiran 2