Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

135
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu Tradisional Di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap Disusun oleh : Wiji Wijayanti D0107022 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Admnistrasi JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2011

Transcript of Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

Page 1: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Responsivitas Dinas Kesehatan

Dalam Pembinaan Jamu Tradisional

Di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap

Disusun oleh :

Wiji Wijayanti D0107022

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana

Pada Jurusan Ilmu Admnistrasi

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2011

Page 2: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

RESPONSIVITAS DINAS KESEHATAN DALAM PEMBINAAN

JAMU TRADISIONAL DI KECAMATAN KROYA KABUPATEN

CILACAP

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Prof.Dr.Ismi Dwi Astuti N,M.Si

NIP. 19610825 198601 2 001

Page 3: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh Penguji Skripsi Jurusan Ilmu

Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Pada Hari : Kamis

Tanggal : 28 Juli 2011

Panitia Penguji :

1. Drs.Suharsono,M.S

NIP. 195107011979031001

Ketua

(.....................................)

2. Herwan Parwiyanto,S.Sos,M.Si

NIP. 1975505052008011033

Sekretaris

(.....................................)

3. Prof.Dr.Ismi Dwi Astuti N,M.Si

NIP. 19610825 198601 2 001

Penguji

(.....................................)

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Prof.Drs.Pawito,Ph.D

NIP. 19540805 198503 1 002

Page 4: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

MOTTO

.......Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-

orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat

QS. AL Mujaadallah Ayat 11

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ”Aku tidak akan berhenti

(berjalan) sebelum sampai kepada ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan

berjalan sampai bertahun-tahun

QS. AL Kahfi Ayat 60

”Ilmu hanya akan didapat dengan belajar. Kesabaran dan kemurahan hati hanya

akan didapat dengan bersungguh-sungguh. Barang siapa yang menginginkan

kebaikan, akan diberikan kepadanya, dan barang siapa yang menjaga dirinya

dari kejelekan, ia akan dilindungi.”

( Al Hadits Shahihah Al Jami’)

Tidak ada hal yang mustahil di dunia ini dengan izin Allah.Bermimpi, siapkan strategi, dan melangkahlah dengan keyakinan

kuatkan dengan do’a selalu agar Dia (Allah) selalu menuntun.(Penulis)

Page 5: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh hormat skripsi ini kupersembahkan

kepada :

Bapak dan ibuku yang selalu mencurahkan kasih

sayangnya sepanjang hidupku, selalu memberikan

motivasi dalam meraih mimpi-mimpiku, selalu berdoa

demi kesuksesanku.

Kakakku Supriyanto yang selalu memberi dukungan,

bimbingan, dan doa.

Adikku Yoga Winursita dan Siwi Setyowati Pramudya

N yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan

do’a

Fatkhurrohman yang senantiasa menemani,

mendukung dan memberikan motivasi

Keluarga besarku yang tidak bisa disebutkan satu per

satu yang selalu mendukungkung

Sahabat-sahabatku (Ike, Lusi, Riza, Marat, Uti, Ripi)

yang selalu menemani dan membantuku.

Almamater AN ’07 yang tidak pernah terlupakan.

Page 6: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRAK

Wiji Wijayanti, D0107022, Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu Tradisional di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap, Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011. 124 halaman.

Perkembangan tekhnologi yang makin pesat membuat perajin jamu tradisional yang di Kecamatan Kroya mencampur sejumlah produksi mereka menggunakan Bahan Kimia Obat. Bahan Kimia Obat merupakan suatu larangan dalam produksi jamu tradisional. Hal ini menjadikan produksi jamu tradisional mendapat larangan produksi dan edar dari Dinas Kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkajiresponsivitas Dinas Kesehatan dalam melakukan pembinaan terhadap perajin jamu tradisional dan mengetahui hambatan-hambatan dalam mewujudkan responsivitas tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, yang didapat dari hasil wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Tekhnik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Validitas data menggunakan triangulasi data. Analisis yang digunakan adalah analisis interaktif.

Hasil penelitian yang telah dilaksanakan berdasarkan data-data yang diperoleh adalah Berdasarkan empat komponen responsivitas yaitu kemampuan menanggapi permasalahan, kemampuan mengenal kebutuhan, kemampuan memenuhi kebutuhan dan kecepatan dalam memenuhi kebutuhan secara keseluruhan pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan tidak responsif. Terdapat satu komponen dari keempat komponen tersebut diatas yang dinilai cukup responsif yaitu kemampuan dalam menanggapi permasalahan. Sedangkan komponen lainnya tidak responsif. Hambatan yang terjadi dalam pencapaian responsivitas tersebut adalah masalah dana dan komunikasi. Dana tersebut selain sebagai modal juga sebagai nilai keuntungan. Sedangkan komunikasi yaitu lemahnya konsensus dan lemahnya penyampaian pendapat oleh pengusaha jamu. Rekomendasi yang diberikan penulis adalah agar Dinas Kesehatan lebih memperhatikan: (i) kebutuhan-kebutuhan untuk perwujudan CPOTB diantaranya adalah gedung standar CPOTB, Apoteker, perizinan, bahan baku dan pengetahuan tentang tanaman khasiat obat, (ii) Berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan lebih cepat dan terarah agar permasalahan BKO dapat cepat terselesaikan, (iii) Mengintensifkan komunikasi dengan perajin melalui jejak dengar pendapat antara Dinas Kesehatan dan Perajin.

Kata Kunci: Dinas Kesehatan, Responsivitas, Jamu Tradisional

Page 7: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Wiji Wijayanti, D0107022, Responsiveness Health Office in Development Herbal Medicine in Kroya Sub-district Cilacap Regency. A Thesis, Majoring in Public Administration, Faculty of Political and Social Science, Sebelas Maret University, Surakarta, 2011, page.124

Development of rapidly technology having a spesific place in the human life especially in society who made traditional human medicine in Kroya sub-district. They are mix their production with chemical drugs. It is a prohibition in producing traditional herbal medicine. This problem made some of production haven’t permit Health Office to produce and distribution. This research purpose toknow responsiveness Health Office doing development of herbal entrepeneur and to know some detentions to being responsive.

This research is descriptive research. Data used by commposed primary and secondary from interview in deep, observation and documentation. Sample used a purposive sampling. The validity used triangulation. whereas analyze used interactive analyze. Result of this research are :

According the four component of responsivess whom clasified by researcher are capability to respect the problem, capability to identify of demand, capability of supply the demand and the time used to supply of demand and its for all are unresponsive. Basicly that four component whom identified by reseacher there is one component was responsive its capability to respect of problem. It seen on Tradisional Manufacturing Practice Good provided to herbal entrepeneur based on health legislation. The others seen that some herbal entrepeneur’s need unfulfilled. The destention of responsivennes are money and communication. Money as capital and as the value of profit. Whereas communication as limited of consensus between Health Office staff and herbal entrepeneur; and as limited of herbal entrepeneur’s aspiration to Health Office.

Reseacher recommens the Health Office: (i) to more identifying and fill up the herbal entrepeneur’s need to purpose realizing the Tradisional Manufacturing Practice Good, its are building, pharmacist, licensing and knowledge about the plant which used efficacy of medicinal plants. (ii) make effort to fulfilled the herbal entrepeneur need’s with quickly and directional. Thus the problem herbal entrepeneur can be resolved. (iii) Futhermore the researcher expect the to increasing communication between the herbal entrepeneur and Health Office staff with trail hearing to realize communication both .

Keyword: Health Office, Herbal Medicine, Responsiveness

Page 8: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu Tradisional Di Kecamatan Kroya. Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, maka pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus kepada:

1. Prof.Dr.Ismi Dwi Astuti N,M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan arahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap beserta staff di dalamnya khususnya Bagian Farmami

3. Kepala Koperasi Aneka Sari Bapak Amir Fuad beserta staff di dalamnya.

4. Kepada Pengrajin Jamu di Kecamatan Kroya5. Kepada kedua orang tuaku yang telah memberikan kasih sayang dan

kesabaran yang tiada habisnya dan tidak tergantikan untuk setiap dukungan dan doa restu yang tidak pernah putus.

6. Kepada Kakakku Supriyanto atas doa dan dukungannya7. Kepada Adikku Yoga Winursita dan Siwi Setyowati Pramudya

Ningrum atas do’a dan motivasinya.8. Kepada Fatkhurrohman yang senantiasa menemani dan memotivasi9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses

penyusunan skripsi ini.10.Teman-teman seperjuangan AN-07

Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kemampuan dalam skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Surakarta,

Penulis

Wiji Wijayanti D 0107022

Page 9: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL........................................................................................ iHALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iiiHALAMAN MOTTO ...................................................................................... ivHALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vABSTRAK ....................................................................................................... viABSTRACT ....................................................................................................... viiKATA PENGANTAR ..................................................................................... viiiDAFTAR ISI.................................................................................................... ixDAFTAR TABEL............................................................................................ xDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Balakang Masalah................................................................. 1B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6C. Tujuan ............................................................................................ 6D. Manfaat .......................................................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORIA. Paradigma Administrasi Negara

1. Good Governance ...................................................................... 13 2. Responsivitas.............................................................................. 16 3. Kesehatan Dalam Perspektif Undang-undang ........................... 33

B. Konsep Pemikiran .......................................................................... 35BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 39B. Tekhnik Pengumpulan Data........................................................ 44C. Tekhnik Analisis Data ................................................................ 48D. Matriks Penelitian....................................................................... 52

BAB IV. HASIL PENELITIANA. Deskripsi Lokasi Kabupaten Cilacap ............................................ 53B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Responsifitas Pembinaan Jamu Tradisional oleh Dinas Kesehatan782. Hambatan Responsivitas Dinas Kesehatan .............................. 1063. Matriks Responsivitas .................................................................... 118

BAB V PENUTUP1. Kesimpulan ........................................................................................ 1192. Saran .................................................................................................. 122

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

Page 10: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Perbedaan New Public Management & New Public Servis ........ 12

Tabel 3.1 : Matriks Penelitian ....................................................................... 52

Tabel 4.1 : P4B menurut jenis kelamin periode tahun 2008 ......................... 57

Tabel 4.2 : Jumlah Perusahan Industri Dan Tenaga Kerja Menurut Kode

Industri Kabupaten Cilacap Tahun 2009 ................................... 59

Tabel 4.3 : Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut

Lapangan Usaha Akhir Tahun 2009 ........................................... 63

Tabel 4.4 : Banyaknya Buruh Tani, Nelayan, Buruh Industri, Buruh Bangunan,

PNS, TNI/ POLRI Dan Pensiunan Menurut Desa Tahun 2009.......... 64

Tabel 4.5 : Data Pembagian Perajin Jamu Tradisional Koperasi Aneka Sari 77

Tabel 4.6 : Daftar Hadir Peserta BinTek CPOTB Bekerjasama Dengan BPOM

Semarang ............................................................................................. 83

Tabel 4.7 : Matriks Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu

Tradisional di Kecamatan Kroya Kab.Cilacap ........................... 118

Page 11: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Three Dimention Of Responsiveness ...................................... 20

Gambar 2.2 : Kerangka Pemikiran ............................................................... 38

Gambar 3.3 : Komponen Dalam Analisis Data............................................ 48

Page 12: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Industri skala kecil atau home industry sangat mempengaruhi tingkat

perekonomian suatu negara dan memberikan konstribusi yang sangat besar

dalam mengurangi angka pengangguran yang berdampak pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Begitu pula dengan industri jamu tradisional atau

obat tradisional di Cilacap khususnya Cilacap Timur kecamatan Kroya yang

merupakan industri rumah tangga yang memproduksi jamu tradisional khas

daerah Cilacap. Menurut Sekretaris Koperasi Aneka Sari bahwa industri ini

terbukti mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 6121 orang dari 254 perajin

jamu tradisional yang tersisa dari sekitar 1000 perajin pada tahun 1997-2000

pada waktu dulu sewaktu jamu ini dalam masa kejayaannya.

Industri jamu tradisonal ini telah memproduksi jutaan jamu tradisional

yang tersebar hampir diseluruh nusantara dan selama ini produksinya telah

membawa manfaat yang besar baik bagi konsumen maupun produsennya,

serta mengenalkan kabupaten Cilacap terhadap daaerah lain melalui produk

jamu yang khas dari daerah ini. Agar jamu tradisional ini mampu bertahan

dan terus berkembang dibutuhkan suatu usaha pembinaan. Selain pengelolaan

dan pemberdayaan, perlindungan terhadap eksistensi industri rumahan ini

kian menjadi penting untuk melindungi dari segelintir pihak dengan

kepentingan pribadinya yang dapat merugikan pihak lain.

Page 13: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Seiring dengan berkembangnya industri ini serta berkembangnya

pengetahuan dan harapan masyarakat pelaku industri jamu, akhirnya terjadi

upaya pencampuran jamu tradisional dengan obat kimia dengan harapan

mampu meningkatkan kualitas jamu tradisional. Upaya ini dilakukan dengan

bekal pengetahuan seadanya dari pelaku industri jamu dan tanpa adanya

arahan dari tenaga ahli farmasi serta pantauan atau arahan dari pihak yang

berwenang. Usaha pencampuran tersebut ternyata berdampak positif terhadap

jumlah produksi industri ini karena harganya yang murah dan khasiat yang

cepat terasa namun ternyata berpengaruh terbalik terhadap kelangsungan

industri di lingkungan masyarakat. Tidak adanya pantauan, resep atau

pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku industri jamu dalam indikasi

pencampuran obat kimia tertentu mendapat perhatian yang keras dari

pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dinas

Kesehatan setempat dan sektor kepolisian sebagai upaya yang di kategorikan

sebagai kriminalitas.

Berbagai pelaku industri yang terbukti mencampuri hasil produksinya

dengan menggunakan bahan kimia obat tertentu mendapat pencekalan dengan

memberhentikan kegiatan produksi atau menyita hasil produksinya di

pasaran. Berbagai pelaku industri menjadi gulung tikar dan tidak mampu lagi

berproduksi karena modal yang seadanya menjadi hilang akibat hasil operasi

pasar tersebut. Jumlah perajin yang merugi dapat terlihat dari sejumlah

perajin yang mendatakan diri di Koperasi dari yang semula berjumlah 1000

perajin pada tahun 1997-2000 sekarang hanya berjumlah ± 254 perajin yang

Page 14: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masih aktif, belum lagi ditambah dengan mereka yang tidak mendatakan diri

di Koperasi karena keanggotaannya bersifat sukarela.

BPPOM menghimbau bahwa dengan adanya pencampuran jamu

tradisional dengan bahan obat kimia akan membahayakan kesehatan bahkan

nyawa bagi konsumen jamu ini. Namun berdasarkan hasil observasi dan

wawancara dengan Kepala Koperasi Aneka Sari selama ini belum ada

konsumen yang mati karena mengonsumsi jamu tradisional Cilacap ataupun

komplain dari konsumen yang terkena penyakit dalam akibat meminum obat

tradisional atau jamu tradisional ini. Himbauan ini jelas mematikan image

jamu tradisional di mata para konsumennya. Selama ini juga belum ada kata

sepakat mengenai tolak ukur over dosis yang dihimbaukan oleh BPPOM

melalui Dinas Kesehatan atas produksi jamu Cilacap yang menggunakan

BKO (Bahan Obat Kimia).

Diungkapkan oleh Sekretaris Koperasi Aneka Sari bahwa akibat dari

permasalahan ini berbagai ribuan karyawan menjadi menganggur, ratusan

salesman atau distributor menjadi kehilangan pekerjaan mereka, serta pemilik

industri kecil jamu tradisional tersebut tidak lagi mempunyai pendapatan atau

pemasukan akibat berhentinya usaha mereka. Masalah pelik ini telah terjadi

hampir sekitar 10 tahun lamanya namun hingga sampai sekarang belum ada

penyelesaian yang tepat yang mampu mewakili kepentingan berbagai pihak

yang terlibat di dalamnya.

Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap selaku badan yang berwenang

dalam fungsi kesehatan masyarakat diharapkan mampu untuk mengelola,

Page 15: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memberdayakan, dan melindungi kegiatan ekonomi yang bergerak dalam

bidang kesehatan khususnya industri jamu tradisional atau obat tradisional.

Sekarang ini industri jamu tradisional atau obat tradisional di Cilacap dalam

kondisi yang kritis dan memprihatinkan. Bahkan boleh dikatakan hampir

punah. Terlihat hanya tinggal segelintir perajin yang mampu bertahan yaitu

sejumlah ± 254 perajin dari jumlah sebelumnya yaitu 1000 perajin pada tahun

1997-2000. Dikatakan oleh Sekretaris Koperasi Aneka Sari bahwa

menurunnya jumlah perajin tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal,

diantaranya adalah :

1). Pembunuhan karakter terhadap jamu tradisional Cilacap karena disinyalir

menggunakan BKO yang membahayakan kesehatan oleh beberapa

oknum tertentu bahwa jamu Cilacap berbahaya untuk dikonsumsi.

2). Plagiat dari daerah lain karena terbuktinya potensi industri rumah tangga

ini dalam menghasilkan rupiah yang besar. Apalagi didorong oleh

lemahnya eksistensi industri jamu ini di Cilacap.

3). Lemahnya koordinasi antar perajin jamu tradisional di kabupaten Cilacap

4). Preferensi oleh masyarakat sebagai akibat dari pembunuhan karakter

terhadap jamu ini melalui media massa

Dibutuhkan suatu sikap, tindakan dan ketegasan dari pemerintah

melalui Dinas Kesehatan khususnya akan fenomena yang terjadi terhadap

industri ini dan menjadikan hasil indutri ini tidak merugikan kesehatan

maupun keselamatan konsumennya seirama dengan pemberdayaan jenis

Page 16: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

usaha ini sehingga masyarakat kembali mendapatkan sumber pendapatan

mereka.

Sikap Dinas Kesehatan dalam permasalahan ini menjadi suatu

perhatian yang penting terkait sebagai lembaga yang membawahi masalah

kesehatan masyarakat dan mengingat tingginya potensi ekonomi dalam sektor

ini. Diharapkan kebijakan melalui program pembinaan yang dilakukan oleh

Dinas Kesehatan merupakan kebijakan yang tepat dan mampu menjawab

persoalan yang terjadi serta sesuai dengan kebutuhan dan harapan stakeholder

lainnya yaitu perajin jamu dan konsumen.

Sikap Dinas Kesehatan tersebut dengan memberikan tanggapan bahwa

para perajin jamu harus menstandarkan produksinya sesuai dengan ketentuan

CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Hal ini didukung

dengan kegiatan pembinaan yang dilakukan baik formal maupun informal.

Pembinaan yang telah berlangsung lama tersebut ternyata belum

memberikan hasil yang efektif. Hal ini terbukti karena masih adanya

pengusaha jamu yang menggunakan BKO. Dengan demikian dalam upaya

pencapaian tujuan tersebut yaitu produk jamu yang sesuai dengan CPOTB,

pembinaan harus dilakukan secara tepat yaitu pemberian layanan yang sesuai

dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat sebagai penerima layanan dengan

tetap menerapkan prinsip adil dan bijaksana. Pemenuhan pelayanan yang

sesuai dengan aspirasi tersebut hendaknya juga tidak menganggu ketentraman

masyarakat lainnya yang berada diluar sasaran program pembinaan tersebut.

Sehingga pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan harus sesuai

Page 17: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan kebutuhan dan harapan masyarakat yaitu pembinaan yang responsif

terhadap perajin jamu. Responsivitas Dinas Kesehatan dalam pembinaan yang

diberikan kepada perajin jamu menjadi hal penting yang harus diamalkan

dalam upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik sebagai pemberi

layanan kepada masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan dalam pembinaan industri jamu

atau obat tradisional di Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap?

2. Apa hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan dalam melakukan

pembinaan jamu tradisional atau obat tradisional di Kecamatan Kroya

Kabupaten Cilacap?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dibagi dalam tiga tujuan, yaitu :

1. Tujuan Operasional

a. mengetahui responsivitas Dinas Kesehatan dalam pembinaan jamu

tradisional atau obat tradisional di Kecamatan Kroya Kabupaten

Cilacap.

b. mengidentifikasi hambatan-hambatan yang terjadi di dalam pembinaan

jamu tradisional atau obat tradisional.

c. sebagai bahan rekomendasi bagi pelaksanaan program pembinaan

dimasa yang akan datang.

Page 18: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Tujuan Fungsional

Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada Dinas Kesehatan dalam

melakukan pembinaan industri jamu tradisional atau obat tradisional

secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.

3. Tujuan Individu

Sebagai syarat bagi penulis untuk memenuhi gelar Sarjana pada Jurusan

Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

D. MANFAAT

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain :

1. Sebagai informasi bagi pembuat kebijakan khususnya Dinas Kesehatan

mengenai program pembinaan dalam mengatasi masalah produksi jamu

yang dianggap membahayakan kesehatan karena adanya kandungan bahan

obat kimia berbahaya oleh sejumlah perajin industri jamu tradisional atau

obat tradisional.

2. Meningkatkan kegiatan ekonomi para pelaku industri jamu tradisional atau

obat tradisional dengan pemenuhan kebutuhan mereka dengan tepat dan

cepat.

3. Mengetahui hambatan-hambatan pelaksanaannya agar dapat diselesaikan

bersama dan menjadi suatu bahan rekomendasi bagi program kebijakan di

masa yang akan datang.

Page 19: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Sektor industri jamu tradisional atau obat tradisional dapat terus

berkembang dan menopang perekonomian daerah Kabupaten Cilacap pada

umumnya.

Page 20: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel

bebas tertentu dimasukan dalam penelitian karena berdasarkan teori tersebut

variabel yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau

merupakan salah satu penyebab (Mustofa, 2009:142).

Seiring dengan berkembangnya kehidupan masyarakat melalui

meningkatnya kesejahteraan hidup mereka, pemerintah daerah dituntut untuk

menyelenggarakan pemerintah yang aspiratif terhadap suara rakyat, serta

melibatkan masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai

konsekuensinya maka masyarakat harus ditempatkan secara aktif dalam kegiatan

penyelenggaraan pemerintah. Pelibatan masyarakat hanya akan terjadi jika mereka

diberi ruang dan kesempatan untuk berpartisipasi. Penciptaan kesempatan itu

dengan meletakan masyarakat sebagai pihak yang ikut menentukan posisi dalam

pelayanan publik. Konsep peletakan masyarakat sebagai pihak yang juga ikut

memainkan posisi dalam pelayanan publik terkandung dalam paradigma New

Public Management. Dengan demikian maka perlu diterapkannya paradigma New

Public Manajement.

Konsep New public Manajement ini dipandang sebagai suatu konsep baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan oleh pejabat–pejabat pemerintah serta diupayakan agar para pemimpin birokrasi menemukan alternatif cara-cara pelayanan publik berdasarkan perspektif ekonomi (Thoha, 2008:75).

Penerapan konsep perspektif ekonomi tersebut memberikan impilikasi

adanya ketidakadilan pada pelayanan publik terhadap mereka yang lemah

Page 21: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ekonominya (kepemilikan sumber dana). Hal ini dalam konsep New Public

Management hanya mereka yang memiliki sumber daya ekonomi akan menerima

pelayanan prima. Semakin tingginya sumber ekonomi dari penerima pelayanan

diharapkan akan bergaris lurus dengan pelayanan yang akan diterima, hal ini

sesuai dengan prinsip yang dijalankan dalam dunia bisinis. Hal ini menciptakan

ketidakadilan pelayanan publik walaupun tujuannya adalah untuk meningkatkan

motivasi pemberian kualitas yang prima. Adanya kelemahan tersebut menciptakan

terjadinya pergeseran paradigma pada penyelenggaraan pemerintahan agar

tercipta keadilan pada semua lapisan masyarakat yaitu penerapan New Public

Service. Konsep New Public Service menerapkan masyarakat sebagai citizenship

(kewarganegaraan) yang demokratis yaitu individu bebas secara aktif untuk

terlibat dalam komunitas dan kehidupan politik (Thoha, 2008:85).

New Public Service memandang masyarakat sebagai pihak yang harus

dilayani secara adil tanpa membedakan kepemilikian sumber daya. Terdapat

pembatasan yang jelas antara hak dan kewajiban antara pemerintah dan

masyarakat. Dalam New Public Service menekankan adanya pelibatan secara

penuh masyarakat dalam proses pemerintahan. Memandang masyarakat bukan

lagi sebagai klien namun sebagai citizenship.

Citizenship yang democratic ialah adanya keterlibatan yang aktif dari warga Negara dalam proses pemerintahan. Warga Negara tidak hanya melihat dari perspketif individu dalam persoalan yang lebih besar, namun dia melihat semua persoalan dari perspketif yang lebih luas untuk kepentingan umum (concern to whole), merasa ikut memiliki, dan adaya moral bond dengan komunitasnya (Sandel, 1996 dalam Thoha, 2008:86).

Page 22: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penerapan masyarakat sebagai citizen yang demokratis dalam

perwujudannya dibutuhkan tata pemerintahan yang baik yang mampu

memfasilitasi, memenuhi dan mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan

masyarakat secara adil. Yaitu tanpa membedakan penerima layanan tersebut baik

kaya maupun miskin mendapatkan prioritas yang sama. Pelaksanaan prinsip good

governance (tata pemerintahan yang baik) menjadi keharusan yang tidak bisa

dielakan lagi. Merupakan suatu konsep yang menerapkan prinsip-prinsip suatu

pemerintahan yang baik yang sesuai dengan harapan masyarakat.

New Public Manajement and New Public Service konsep tersebut

memiliki pandangan pesrpektif yang berbeda. Keduanya memiliki tujuan yang

sama yaitu berupaya untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat

hanya saja caranya yang berbeda. New Public Service merupakan upaya

penyempurnaan atas kekurangan New Public Management agar lebih berorientasi

kepada masyarakat. Dengan demikian sehingga masyarakat akan lebih terlayani

dengan baik secara merata dan adil. Pelayanan yang baik akan bisa dirasakan oleh

masyarakat bukan hanya yang kuat baik secara ekonomi maupun pengaruhnya

dalam kehidupan sosial namun oleh semua lapisan masyarakat.

Denhart and Denhart (2002:28) mengkonsepkan perbedaan New Public

Management and New Public Service sebagai berikut:

Page 23: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 2.1Perbedaan New Public Management and New Public Service

Perspektif(1)

NPM(2)

NPS(3)

Dasar teoritikal dan epistemologi

Teori ekonomi, dasarpembahasan yang lebih menekankan pada ilmu sosial positif

Teori demokratis, pendekatan yang bervariasi untuk pengetahuan yang positif, interpretatif dan kritis

Rasionalitas & keterkaitan model perilaku manusia

Tekhnikal dan rasional ekonomi, “orang ekonom” atau kepentingan sendiri dalam pembuatan keputusan

Strategi atau rasionalitas formal, multi tes rasionalitas (politik, ekonomi, dan organisasi)

Pemahaman kepentingan publik

Kepentingan publik mewakili kumpulan kepentingan individual

Kepentingan publik merupakan hasil dialog tentang pembagian nilai

Kepada siapa pelayanan publik yang responsif ditunjukan

Pelanggan Warga negara

Peran mekanisme pemerintah dalam mencapai kebijakan yang objektif

Mengendalikan ( menggerakan sebagai katalisator dalam melancarkan kekuatan pasar). Menciptakan mekansime & struktur insentif utk mencapai kebijakan yg objektif melalui agen prifat dan non- profit

Melayani (negosiasi dan penghubung kepentingan antara warganegara dan kelompok komunitas, menciptakan pembagian nilai). Membangun koalisi publik & lembaga privat utk menemukan kesepakatan satu sama lain atas suatu kebutuhan

Struktur organisasi yang diasumsikan

Organisasi desentralisasi publik dengan kontrol utama dalam suatu lembaga

Kolaborasi struktur dengan pembagian kepemimpinan internal & eksternal

Sumber: Buku karangan Janet Denhart dan Robert Denhart. The Public Service-Serving, not Steering (2002)

Perwujudan New Public Service membutuhkan suatu kondisi

pemerintahan yang baik dan bertangggung jawab terhadap kebutuhan dan

kepentingan masyarakat agar tercipta kesejahteraan bersama. Pemerintahan yang

baik merupaka pemerintahan yang menekankan konsep transparansi atau

keterbukaan, partisipasi, dasar hukum, responsivitas, orientasi pada konsensus,

keadilan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas dan visi strategi (Fahmal,

Page 24: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2006:62). Komponen-komponen tersebut merupakan komponen dalam arah

menuju pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintahan yang baik

merupakan kondisi berlangsungnya paradigma New Public Service yang

menempatkan masyarakat sebagai citizen yang ikut aktif dalam kegiatan

pemerintahan. Pemerintahan yang baik mencerminkan kesinergian antara

pemerintah, swasta dan masyarakat.

1. Good Governance

Pelaksanaan good governance merupakan konsekuensi terhadap

kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akan pelayanan yang lebih

baik. Good governance merupakan suatu proses demokratisasi agar masyarakat

bisa ikut berpartisipasi secara aktif dalam kebijakan pemerintah, agar

pemerintah mampu untuk menerapkan sikap terbuka terhadap masyarakatnya

dan pengamalan nilai-nilai lainnya yang terdapat pada nilai-nilai good

governance. Tata pemerintahan yang mampu menciptakan keharmonisan

hubungan antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. Mengakomodasi

berbagai kepentingan di dalamnya dengan bijaksana dan responsif tehadap

kebutuhan dan kepentingan publik.

Perwujudan good governance salah satunya dilihat melalui kontribusi

masing-masing pihak atau stakeholder tersebut dalam proses pemerintahan.

Dalam hal ini sering kali terjadi perbedaan kepentingan pada masing-masing

stakeholder. Pemerintah dituntut untuk transparan dalam menjalankan jalannya

pemerintahan. Good governance diterapkan pada seluruh bidang kehidupan

Page 25: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

baik ekonomi, sosial, politik, hukum dan budaya yang dijalankan oleh

pemerintah.

Pemerintah harus mampu mempertanggungjawabkan dalam segala

kebijakan yang dilakukannya terkait dengan proses pemerintahan yang

dijalankannya. Sehingga tercipta adanya akuntabilitas. Akuntabilitas publik

menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk

pada pejabat politik yang dipilih oleh masyarakat (Dwiyanto, 2006:51).

Pemerintah harus mampu membagi peranan dari masing-masing stake

holder yaitu merupakan pihak-pihak yang terlibat baik pemberi dan penerima

layanan maupun pihak yang memiliki kepentingan di dalamnya dengan secara

optimal dan adil sesuai dengan kontribusinya. Mengatur dan mengelola

masyarakat aktif dalam kegiatan pemerintahan sehingga ikut merasa memiliki

dan masyarakat yang partisipatif dalam permasalahan publik yang sedang

terjadi. Dengan demikian akan memberikan akses untuk menciptakan

komunikasi dua arah secara berkesinambungan antara pemerintah dan

masyarakat.

Tata pemerintahan yang baik membagi dan mengoptimalkan peran dari

masing-masing stakeholder diantaranya yaitu sektor swasta. Yaitu dengan

mengelola dan membina agar peran swasta ikut membantu dalam menjaga

perekonomian agar berjalan dengan baik yaitu dengan menciptakan kehidupan

yang stabil dan iklim yang kondusif untuk berkembangnya kegiatan ekonomi.

Oleh karena itu pemerintah perlu mengakomodasikan kepentingan sektor

swasta secara responsif agar usaha mereka dapat berkembang dengan baik.

Page 26: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut Kesepakatan APKASI (Asosiasi Pemerintahan Kabupaten

Seluruh Indonesia) dan APEKSI (Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh

Indonesia) bahwa salah satu prinsip dalam mewujudkan tata pemerintahan

yang baik yaitu adanya daya tanggap (Fahmal, 2006:66). Kemampuan daya

tanggap tersebut mengandung makna kepekaan para penyelenggara pemerintah

dalam menangkap aspirasi atau kepentingan masyarakat. Daya tanggap

merupakan kemampuan pemerintah dalam menangkap hal-hal yang diharapkan

oleh masyarakat dengan mengidentifikasi kebutuhan dan mengakomodasikan

kepentingan masyarakat. Apabila pemerintah mampu mengenali dan

menangkap kebutuhan masyarakat maka dapat dikatakan penyelenggaraan

pemerintahan tersebut telah responsif (Tangkilisan, 2005:177).

Menurut UNDP dalam Tangkilisan (2005:115) bahwa salah satu

karakteristik good governence adalah responsiveness yaitu bahwa setiap

lembaga dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus

mencoba melayani setiap stakeholder. Mardiasmo (2002:18) dalam

Tangkilisan (2005:114) bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah

untuk menciptakan good governance. Oleh karena itu dalam perwujudan

pemerintahan yang baik sesuai dengan UU No 32 tahun 2004 pemerintah perlu

menekankan responsiveness beserta prinsip lain yang mengikuti. Dengan

menerapkan responsivitas dalam proses penyelenggaranan kepentingan publik

maka akan dihasilkan pelayanan yang efektif dan optimal karena pelayaan

yang diberikan akan berorientasi terhadap kebutuhan masyarakat selaku

penerima layanan tersebut dalam upaya melakukan pembangunan.

Page 27: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kemampuan daya tanggap pemerintah terhadap kepentingan dan kebutuhan

masyarakat merupakan wujud responsivitas pemerintah kepada masyarakat

dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Dengan demikian responsivitas

perlu dan penting untuk diterapkan dalam pemerintahan agar pemerintah selalu

tanggap dalam kepentingan dan kebutuhan masyarakatnya.

2. Responsivitas

Pelayanan publik yang responsif akan memainkan dampak yang

signifikan terhadap tujuan pelayanan publik itu sendiri. Hal ini karena

pelayanan yang diberikan berangkat dari kebutuhan dan harapan masyarakat

selaku penerima layanan sehingga yang diberikan merupakan representasi dari

harapan. Dengan demikian pelayanan publik yang sesuai dengan harapan

masyarakat menunjukan kinerja yang baik pada suatu pemerintahan yang tidak

akan terlepas dari konsep good governance. Upaya mewujudkan pelayanan

publik yang responsif dapat dilakukan melalui beberapa cara.

Tangkilisan (2005:222) mengemukakan bahwa responsivitas berkaitan

dengan kecepatan tanggapan yang dilakukan oleh aparatur atau petugas

terhadap kebutuhan penggunan jasa dalam hal ini masyarakat yang

membutuhkan pelayanan. Dengan demikian bahwa salah satu upaya melihat

responsivitas pelayanan publik dapat dilihat melalui kecepatan pemerintah

dalam memberikan tanggapan terhadap kebutuhan masyarakat.

Responsivitas merupakan salah satu usaha mewujudkan pemerintahan

yang baik yang didambakan oleh masyarakat. Responsivitas menunjukan

kemampuan pemerintah dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Page 28: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan

program–program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakat (Dwiyanto, 2006:177). Bukan hanya kemampuan dalam

menanggapi kebutuhan masyarakat tetapi merupakan upaya yang dilakukan

oleh pemerintah dalam mengembangkan program-program dalam upaya

memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat tersebut.

Seringkali kepentingan dan kebutuhan masyarakat tersebut saling

bertentangan satu sama lain serta isu publik tersebut seringkali merupakan

upaya yang sengaja diciptakan oleh sekelompok komunitas tertentu.

Kepentingan masyarakat yang saling bertentangan tersebut saling bersaing

dalam mendapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam keadaaan ini pemerintah

dituntut untuk peka dalam mengidentifikasi kepentingan yang harus

mendapatkan prioritas dengan menerapkan azas keterbukaan atau transparansi.

Tangkilisan (2005:177) bahwa responsivitas yang rendah ditunjukan

dengan ketidakselarasan antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat.

Pemerintah yang responsif merupakan pemerintah yang bijaksana dalam

merespon masalah yang terjadi di tengah masyarakat untuk kemudian

mendapat intervensi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Peran serta

masyarakat dalam intervensi terhadap permasalahan mereka merupakan hal

penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Dengan demikian

pemerintah mengenal dan memahami kebutuhkan mereka sehingga intervensi

Page 29: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang dilakukan akan menjadi efektif dan efisien. Hal ini karena mengacu

kepada harapan serta aspirasi masyarakat secara langsung dan transparan.

Dalam mewujudkan responsivitas dibutuhkan sikap fleksibilitas

organisasi terhadap kebutuhan-kebutuhan yang terus berubah seiring dengan

perubahan lingkungan. Begitupula terhadap perubahan yang terjadi di

lingkungan yang menciptakan kebutuhan yang semakin berubah, organisasi

dituntut untuk lebih responsif.

“The organization most sensitive to change in the environment have a strategic organizational capability that enable them to change easily and thus to continue to maintain acceptable result without incurring high reorganization cost. In this way, organizational responsiveness is based on the concept of fleksibility”. (Journal Internasional: Measuring the organizational responsiveness trough managerial fleksibility. volume 22 issue 6 tahun 2009 oleh Antonio J Verdu & Jose Maria Gomez-Gras page 668)www.emeraldinsight.com/0953-4814.htm

Dalam jurnal internasional Measuring the organizational

responsiveness trough managerial fleksibility volume 22 issue 6 tahun 2009

oleh Antonio J Verdu & Jose Maria Gomez-Gras mengemukakan mengenai

konsep suatu manajemen fleksibilitas dalam mewujudkan organisasi yang

responsif, yaitu :

The coalignment of flexibility to required flexibility can be operatively defined by measuring the gap between what management percieves as necessary for meeting the enviromental demand of the sectors and what management actuallly percieves within its firms. This gap between actual and required flexibility show indirectly the organizational the responsifness when management percieves that the firm is not co-aligned with enviromental demand. (Journal Internasional: Measuring the organizational responsiveness trough managerial fleksibility volume 22 issue 6 tahun 2009 oleh Antonio J Verdu & Jose Maria Gomez-Gras page 671) www.emeraldinsight.com/0953-4814.htm

Page 30: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dengan demikian dapat dipahami bahwa apabila suatu organisasi ingin

menyadari tingkat responsivitasnya terhadap penerima layanan salah satunya

dengan menyadari apabila organisasi tersebut sudah tidak lagi fleksibel. Sikap

tidak fleksibel tersebut terlihat pada gap yang terjadi yaitu kesenjangan antara

yang dipahami oleh organisasi sebagai kebutuhan dengan kebutuhan yang

sebenarnya yang terjadi di lapangan. Secara tidak langsung responsivitas

organisasi dapat ditunjukan dengan kepekaan organisasi dalam memahami, dan

memenuhi kebutuhan lingkungannya.

Dengan menganalisis gap ini kita dapat menentukan kekurangan dan

kelebihan yang dapat digunakan untuk menilai perubahan yang dibutuhkan

dalam organisasi dan arah manajemen yang diperlukan atau yang seharusnya

dilakukan. Dengan demikian untuk mewujudkan responsivitas Dinas

Kesehatan yaitu dengan menganalisis kesenjangan yang terjadi antara yang

telah diberikan oleh Dinas Kesehatan sebagai bentuk pemberian layanan

kepada perajin jamu dan layanan yang dibutuhkan dan diharapkan oleh perajin

jamu tersebut.

Dalam jurnal tersebut juga dikemukakan bahwa pelurusan kembali

antara lingkungan dan organisasi harus dianalisis menggunakan suatu konsep

yang tepat berdasarkan literatur. Ketepatan tersebut dapat dipahami dengan

baik dalam konsistensi internal antara suatu set-variabel yang fundamental.

Responsivitas organisasi ditunjukan dengan adanya fleksibilitas organisasi

dengan adanya kesadaran untuk menyesuaikan yang diberikan oleh organisasi

terhadap kebutuhkan dalam lingkungannya dalam suatu sektor dan tindakan

Page 31: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang diberikan untuk mengatasinya. Volberda dalam jurnal tersebut juga

mengemukakan bahwa:

Volberda (1996) combines more/less variety of capabilities and fast/slow response to distinguish four types of flexibility: steady-state, operational, structural and strategic. Drawing on the literature to date, we will now define the different types of managerial flexibility1. Strategic flexibility2. Structural flexibility3. Operational flexibility4. Internal and external scopes(Journal Internasional: Measuring the organizational responsiveness trough managerial fleksibility volume 22 issue 6 tahun 2009 oleh Antonio J Verdu & Jose Maria Gomez-Gras page 670) www.emeraldinsight.com/0953-4814.html

Volberda (1996) dalam jurnal tersebut juga mengemukakan bahwa

kombinasi banyak sedikitnya berbagai kemampuan dan cepat lambatnya

respon, untuk membedakannya terdapat 4 tipe fleksibilitas yaitu : keadaaan

yang kondusif, operasional, struktur dan strategi. Penggambaran literatur

tersebut dapat ditetapkan pada perbedaan tipe fleksibilitas manajemen, yaitu

1. Fleksibilitas strategi, berkaitan dengan kemampuan dalam menyesuaikan

perubahan dalam lingkungan

2. Fleksibilitas struktur, berkaitan dengan kegiatan manajerial termasuk di

dalamnya manajemen SDM, dan beberapa kegiatan manajerial yang dapat

mempengaruhi fleksibilitas struktur seperti sistem kewenangan, job

design, training, kerja tim, partisipasi, rekruitmen, dan sistem kompensasi

3. Fleksibilitas operasional, dibutuhkan ketika perubahan dalam lingkungan

tidak melibatkan suatu perubahan dalam hubungan antara

perusahaan/organisasi dengan lingkungan

Page 32: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Lingkup internal dan eksternal. Lingkup internal merupakan kemampuan

organisasi menyesuaikan dengan lingkungannya sedangkan lingkup

eksternal merupakan kemampuan organisasi mempengaruhi lingkungan

demikian juga untuk mengembalikan kerentanannya.

Dengan demikian cepat/lambatnya suatu respon organisasi salah

satunya dipengaruhi oleh fleksibilitas organisasi melalui manajemennya yang

dapat dibedakan kedalam empat hal tersebut diatas. Dalam mengukur

responsivitas tidak semua kepentingan masyarakat tersebut harus mendapat

perhatian dari pemerintah. Pemerintah harus peka karena banyak diantara

masalah yang mengemuka ke publik merupakan masalah yang sengaja

diciptakan demi kepentingan salah satu pihak tertentu yang menyebabkan

kerugian lebih banyak pada pihak lainnya. Dari hasil penelitian dalam jurnal

tersebut diungkapkan mengenai cara melihat responsifitas organisasi bahwa:

“Practising should test the level or organization responsiveness in their companies and take decisions according to what is needed, considering the different dimention fleksibility. These decisions may involve proposing and evaluating alternative or taking into account to speed of activating/deactivating each option and its cost of entry/exit. A measurement scale for organizational responsiveness allows managers to integrate contextual and internal variable in the same variable while simulataneosly taking into the range, cost and speed dimensions of fleksibility”. (Journal Internasional: Measuring the organizational responsiveness trough managerial fleksibility volume 22 issue 6 tahun 2009 oleh Antonio J Verdu & Jose Maria Gomez-Gras page 683) www.emeraldinsight.com/0953-4814.html

Santosa (2008:131) bahwa responsivitas merupakan kemampuan

lembaga publik dalam merespon kebutuhan masyarakat terutama yang

berkaitan dengan basic needs (kebutuhan dasar) dan HAM (hak sipil, hak

politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya). Dengan demikian pelayanan

Page 33: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

publik harus mengutamakan kebutuhan dasar manusia dan HAM. Hal ini

karena eksistensi manusia bergantung dengan kemampuan dalam memenuhi

kebutuhan dasar dan hakikinya yaitu HAM.

Dalam mewujudkan responsivitas tidak terlepas dari fleksibilitas

yang diberikan oleh pemberi layanan dalam memenuhi kebutuhan pihak yang

dilayani. Begitupula dalam proses atau rantai dalam memenuhi kebutuhan

tersebut. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan penerima layanan atau

masyarakat. Berikut merupakan kutipan dalam jurnal internasional bahwa

responsivitas dalam proses penyampaian suatu pelayanan membutuhkan

kesatuan hubungan antara adanya karaktersitik produk yang inovatif dan

memiliki fungsi sesuai yang diharapkan; dan lingkar kebutuhan hidup:

“Responsiveness in the wider supply chain context has been discussed by Fisher (1997), who argue that product characteristic (innovatif or functional) and life cycle need to be linked to the layout and function (conversion and market mediation) of the supply chain”. (Journal Internasional “The Three Dimensions Of Responsiveness” oleh Mattyhias Holweg dalam Journal Internsional Of Operation & Production Management volume 25 issue 7 tahun 2005 page 605) www.emeraldinsight.com/0144-3577.html

Bahwa responsivitas dalam konteks rantai atau proses penyampaian

produk (program) yang telah didiskusikan oleh Fisher (1997) bahwa

karakteristik produk dan lingkar kehidupan perlu untuk dihubungkan dalam

gambaran dan fungsi dari rantai atau proses penyampaian layanan tersebut.

Dengan demikian karakteristik program yang akan diberikan perlu

dihubungkan dengan sesuai kebutuhan atau kondisi kehidupan yang sedang

terjadi dalam proses penyampaian program layanan tersebut.

Page 34: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“........a consensus that different organisations will need different types of fleksibility in order to be responsive to market needs”. (Journal Internasional “The Three Dimensions Of Responsiveness” oleh Mattyhias Holweg dalam Journal Internsional Of Operation & Production Management volume 25 issue 7 tahun 2005 page 608) www.emeraldinsight.com/0144-3577.html

Dengan demikian dalam menciptakan fleksibilitas organisasi sebagai

upaya mewujudkan organisasi yang responsif membutuhkan tipe flekibilitas

yag berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam hal ini yaitu

kondisi masyarakat. Berikut merupakan kerangka dimensi responsivitas dalam

proses rantai penyampaian produk (layanan) dalam jurnal internasional “The

Three Dimensions Of Responsiveness” oleh Matthias Holweg dalam Journal

Internsional of Operation & Production Management volume 25 issue 7 tahun

2005 page 618 :

Gambar 2.1

(Journal Internasional “The Three Dimensions Of Responsiveness” oleh Mattyhias Holweg dalam Journal Internsional Of Operation & Production Management volume 25 issue 7 tahun 2005 page 618) www.emeraldinsight.com/0144-3577.html

Page 35: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“........These commonalities can be grouped into three “dimensions” of responsiveness. These dimensions follow the systems approach of considering a manufacturing system’s inputs (in terms of customer demand), transformation processes (in terms of manufacturing and logistics, as well product customisation), its outputs (in terms of order fulfilment), and its environment (in terms of generic industry variables such as the typical product life cycle, seasonality of demand, etc.)”. (Journal Internasional “The Three Dimensions Of Responsiveness” oleh Mattyhias Holweg dalam Journal Internsional Of Operation & Production Management volume 25 issue 7 tahun 2005 hal 605) www.emeraldinsight.com/0144-3577.html

Bahwa dapat dikelompokan tiga dimensi responsivitas dalam

penyampaian pelayanan. Dimensi-dimensi ini mengikuti pendekatan sistem

dalam mempertimbangkan suatu sistem input manufacturing (dalam hal

permintaan pelanggan), proses transformasi (dalam hal pemenuhan kebutuhan)

dan lingkungan itu sendiri (dalam hal variabel industri umum seperti siklus

kebutuhan hidup yang khusus, kondisi dari kebutuhan dan lain sebagainya).

Konsep tersebut merupakan konsep yang lebih mendekati dengan dunia bisnis

namun karena sesuai dengan perkembangan paradigma administrasi negara

sekarang ini maka perlu adanya pengadopsian nilai-nilai swasta yang sekiranya

dibutuhkan dalam perkembangan kehidupan manusia. Ackoff dalam jurnal ini

mengemukakan bahwa :

Ackoff (1971) for example defines a “response” as:

“. . . a system event for which another event that occurs to the same system or to its environment is necessary but not sufficient; that is, a system event produced by another system or environmental effect (the stimulus). Thus a response is an event of which the system itself is the co-producer”. (Journal Internasional “The Three Dimensions Of Responsiveness” oleh Mattyhias Holweg dalam Journal Internsional Of Operation & Production Management volume 25 issue 7 tahun 2005 halaman 604) www.emeraldinsight.com/0144-3577.html

Page 36: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam jurnal tersebut juga dijabarkan bahwa dengan memperhatikan

kepada penerapan manajemennya dalam tugas yang responsif, masukan ini

diberikan melalui permintaan pelanggan. Dengan adanya perintah analisis

masukan dan keluaran digunakan untuk menganalisis proses (rantai

responsivitas). Salah satunya adalah dengan permulaan suatu pemenuhan

masukan yang spesifik ke dalam sistem dan mengukur keluar dengan waktu

yang dibutuhkan. Sistem memproduksi dengan waktu yang responsif dengan

keinginan pelanggan dalam menunggunya.

Dalam jurnal ini disimpulkan bahwa beberapa perdebatan yang relevan

dapat diidentifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

kontribusi untuk diskusi masalah responsivitas dalam rantai permintaan. Pada

kesempatan yang lain lemahnya definisi lebih dahulu oleh Matson kekurangan

dalam bukti empirik dalam meruntuhkan klaim time–based, dengan daya saing

yang jelas mendemontrasikan kebutuhan yang komprehensif dan pemersatu

konsep model responsif. Rantai penyediaan yang responsif seperti dalam

gambar diatas terdiri dari :

1. Dimensi produk

2. Dimensi proses

3. Dan dimensi volum

Dimensi produk tersebut merupakan dimensi yang berkaitan sebagai

faktor kunci seperti poin dari produk yang dibiasakan (biasa dikonsumsi) yaitu

terkait dengan bentuk produk, memastikan itu bersifat modular (menyatu) atau

integral (terpisah) termasuk di dalamnya berbagai produk internal dan eksternal

Page 37: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

adalah kunci determinan sebagai rantai permintaan seperti pada keseluruhan

rantai dalam suatu kehidupan yang diterapkan dalam suatu produksi.

Dimensi proses, merupakan dimensi yang mencakup pengatur waktu

produksi yang tidak hanya kegiatan proses manufaktur, tapi juga kemampuan

merespon dari operasi penyediaan dan logistik merupakan hal yang tidak kalah

penting. Dengan demikian pengaturan rantai penyediaan dalam jangka

menyediakan dan poin produk yang biasa diinginkan oleh pelanggan adalah

hal yang krusial. Dalam hal ini yaitu kemampuan organisasi dalam proses

pemberian layanan dimulai dari pembentukan program atau pengembangan

program layanan sampai dengan penghantarannya kepada masyarakat

pengguna atau sasaran program.

Sedangkan dimensi volum termasuk faktor permintaan alami dan

variabilitas, harapan pelanggan dalam jangka waktu pemesanan sampai pada

penyampaiannya dengan waktu yang dibutuhkan dan dengan produk yang

beragam, seperti pada faktor distribusi dalam distribusi permintaan di luar jarak

dari spesifikasi yang ditawarkan (kualitas melebihi dari yang diharapkan).

Responsivitas menunjukan kinerja pelayanan suatu organsasi. Menurut GDS 2002, melihat responsivitas pelayanan publik dari banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan dan tindakan pemerintah dalam menanggapi keluhan tersebut, dan kepedulian pemerintah terhadap masalah kesehatan, pendidikan, maupun UKM, ketiga bidang tersebut dijadikan indikator responsifkarena ketiga jenis pelayanan tersebut amat diperlukan oleh masyarakat banyak dan menjadi kebutuhan strategis dari masyarakat luas (Dwiyanto, 2003 : 88).

Dari beberapa definisi responsivitas dan unsur unsur yang terkait maka

peneliti memutuskan beberapa indikator yang akan digunakan dalam mengukur

responsivitas Dinas Kesehatan terhadap pembinaan perajin atau pengusaha

Page 38: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

obat tradisional disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi. Indikator-

indikator tersebut antara lain adalah:

1. Kemampuan dalam menanggapi permasalahan jamu atau obat tradisional

2. Kemampuan mengenal dan memahami kebutuhan masyarakat peracik atau

perajin OT

3. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

4. Kecepatan dalam memenuhi kebutuhan

Selain itu terdapat beberapa hal yang ikut mempengaruhi responsivitas

dalam suatu pelayanan publik. Penerapan responsivitas membutuhkan

partisipasi masyarakat dalam proses pemerintahan melalui keterbukaan atau

transparansi serta komunikasi yang baik antar pemerintah dan masyarakat.

Komunikasi dibutuhkan agar terjamin kesesuaian harapan antara pemerintah

dalam masyarakat sehingga apabila terjadi kesalahpahaman dapat terselesaikan

dengan baik. Namun sebaliknya apabila tidak ada keselarasan komunikasi

diantara keduanya harapan masing-masing pihak akan susah teridentifikasi

dengan baik dan tepat.

Rendahnya responsivitas penyelenggaraan pelayanan publik mengindikasikan aparat birokrasi memiliki keengganan memberikan pelayanan publik dengan baik yang disebabkan karena belum adanya komunikasi yang interaktif antara aparat birorasi dengan para pengguna jasa. Yaitu belum adanya komunikasi yang eksternal secara nyata oleh birokrasi (Dwiyanto, 2006:68).

Komunikasi eksternal merupakan komunikasi dengan pihak luar

organisasi khususnya yaitu masyarakat. Komunikasi tersebut terlihat masih

banyaknya gap pelayanan yang terjadi. Yaitu belum ditemukannya kesamaan

Page 39: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

persepsi antara pengguna jasa dan pemberi layanan ataupun arus infomasi yang

mengalir di dalamnya belum sesuai dengan kebutuhan. Komunikasi yang baik

ditunjang dengan adanya manajemen informasi yang baik sehingga informasi

yang ada dapat dikomunikasikan dengan efektif dan efisien.

Manajemen informasi tersebut dapat ditinjau dari segi internal

maupun eksternal. Segi internal terlihat melalui manajemen informasi yang

dilakukan oleh suatu organisasi atau instansi untuk menunjang jalannya

ketercapaian tujuan organisasi serta dalam menangani suatu masalah atau

program tertentu dalam diri organsasi.

Dengan beredarnya informasi dari unit ke unit lain maka terjadilah arus informasi atau hubungan informasi antar unit. Hubungan tersebut merupakan hubungan antar sub-sistem dalam suatu kaitan kerja sama suatu sistem. Dengan demikian disebut Sistem Informasi. Karena sistem informasi tersebut dikerjakan dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen agar tujuan dapat tercapai dengan efisien dan efektif, maka disebut Management Sistem Informasi (Amsyah, 2001:03).

Agar suatu program atau fungsi dalam suatu organisasi dalam

berjalan dengan baik dibutuhkan suatu sistem informasi yang mampu

mendukung jalannya pekerjaan tersebut. Yaitu informasi yang mengalir secara

sempurna dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Sistem informasi

tersebut merupakan suatu rangkaian informasi yang tersusun sedemikian rupa

sehingga di dalamnya terdapat hubungan saling ketergantungan satu sama lain

dengan tujuan untuk mewakili berbagai unsur di dalamnya untuk memudahkan

organisasi dalam mencapai tujuannya.

Manajemen informasi eksternal dilihat dari manajemen sistem informasi

dari suatu organisasi diolah dengan cara sedemikian rupa sehingga organsasi

Page 40: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mampu menyajikan dan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh publik

dengan kecapaian kepentingan bersama. Selain itu komunikasi eksternal juga

ditunjukan melalui kemampuannya dalam menjalin komunikasi yang interaktif

dengan penerima layanan. Pengelolaan informasi menjadi sedemikian penting

dalam menunjang kinerja suatu organisasi agar lebih memahami keadaan dan

kebutuhan masyaarakat sehingga tercipta komunikasi yang lancar antara

pemerintah dan masyarakat.

Selain komunikasi hal-hal lain yang ikut berpengaruh terhadap

responsivitas suatu layanan publik adalah sumber daya manusia baik secara

kualitas maupun kuantitas. Sumber daya manusia tersebut meliputi pihak

pemberi layanan maupun penerima layanan. Hal lainnya adalah sumber-

sumber daya lain meliputi kesediaan fasilitas sarana dan prasarana pendukung

pelayanan publik maupun kesediaan alokasi dana yang sesuai dengan

kebutuhan.

Sumber daya manusia merupakan kunci penentu dalam suatu isu

ataupun masalah publik. Hal ini karena manusia merupakan pelaku sekaligus

sasaran dalam suatu isu publik. Begitupula dalam suatu pelayanan publik.

Sebaik apapun konsep layanan publik dibuat dengan sempurna namun jika

pelaksana tidak melaksanakannya dengan baik maka tidak akan sesuai dengan

harapan. Hal ini juga berbanding lurus dengan pihak penerima layanan, apabila

manusia itu sendiri sebagai penerima layanan tidak menyadari atau tidak

adanya kemauan dalam menjalankan atau menerima layanan publik tersebut

maka tidak akan efektif.

Page 41: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Agar dalam suatu organisasi publik dapat berperan secara maksimal

dalam menjalankan fungsinya, yaitu memberikan layanan publik sesuai dengan

prinsip good governance maka sumber daya manusia yang ada di dalamnya

harus sesuai dengan kebutuhan dalam penyediaan pelayanan publik.

Kesesuaian tersebut meliputi kualitas maupun kuantitasnya. Berkualitas apabila

kuantitasnya tidak sesuai atau seimbang dengan fungsi yang harus dijalankan

maka fungsi tersebut tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien, begitupula

sebaliknya. Sedarmayanti (2010:322) organisasi birokrasi publik dapat

dibentuk dengan membagi habis fungsi pemerintahan sehingga tercipta struktur

organisasi yang layak dan sesuai dengan dasar pemikiran dan fungsi

pemerintahan.

Dengan demikian bahwa agar organisasi publik berjalan dengan baik

dan mampu memenuhi tuntutan fungsi organisasi itu sendiri harus diimbangi

dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan yang berarti tidak kurang dan

tidak berlebih. Begitupula dengan kualitas sumber daya manusia itu sendiri

harus sesuai dengan tugas dan fungsinya. Hessel (2005:188) bahwa aparatur

yang berkualitas memiliki beberapa aspek yang perlu dibina yaitu inisiatif,

kreativitas, percaya diri sendiri, dinamika, fleksibel, loyalitas, kemampuan

berkomunikasi, semangat untuk bekerja kelompok dll.

Kualitas manusia dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyikapi

dan mengerjakan sesuatu atau menghadapi suatu masalah. Robbins & Judge

(2008:57) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan adalah

seseorang yang mampu melaksanakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan

Page 42: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang diberikan padanya. Kemampuan tersebut dibagi menjadi dua, yaitu

kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual

dibutuhkan oleh seseorang dalam menjalankan berbagai tugas yang berkaitan

dengan aktivitas yang berkaitan dengan nalar dan pola pikir yang biasanya

diperoleh melalui proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Sedangkan

kemampuan fisik berkaitan dengan pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan

aktivitas otot yang membutuhkan stamina tubuh yang prima.

Hal berikutnya adalah sumber-sumber daya lain diantaranya adalah

kesediaan fasilitas sarana dan prasarana yang menunjang jalannya pelayanan

publik serta adanya alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan. Sumber daya

manusia yang siap baik secara kualitatif maupun kuantitatif apabila tidak

didukung dengan sumber-sumber daya lainnya seperti fasilitas sarana dan

alokasi dana yang cukup maka program atau layanan tersebut akan menjadi

susah terealisasikan.

Ekowati (2009:80) mengemukakan bahwa dalam pemenuhan kebutuhan dan kepentingan masyarakat melalui pelayanan publik organsasi tidak bisa lepas dari kebutuhan akan financial yang cukup dimana mampu memenuhi kebutuhan pelaksanaan program pelayanan publik. Alokasi sumber daya finansial yang memadai juga dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan fasilitas yang dibutuhkan terkait dengan pelaksanaan program sehingga masyarakat pengguna dapat menikmati fasilitas sesuai kebutuhan pelaksanaan suatu program.

Kebebasan daerah dalam konsep otonomi daerah ditujukan agar

daerah mampu melayani kepentingan dan memenuhi kebutuhan masyarakat

dengan lebih responsif. Seringkali pelaksanaan otonomi daerah dalam hal

manajemen pemerintah daerah cenderung menjadi salah kelola.

Page 43: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Adanya pelaksanaan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah

menjadi lebih dekat dengan masyarakat sehingga kebutuhan masyarakat bisa

terlayani dengan baik. Dalam kenyataannya seringkali dijumpai adanya

pelayanan dari pemerintah daerah yang justru menyulitkan kepentingan

masyarakatnya. Menurut Sutari Sukawi dalam Romli (2007:139) masalah

tersebut seringkali ditemui dalam aparat pemerintah daerah salah satunya

adalah karena lemahnya sanksi yang tegas sehingga cenderung tidak ada

control yang baik dalam kinerja mereka.

Lemahnya displin dan buruknya mental aparatur dalam menjalankan

tugasnya merupakan akibat adanya sanksi yang tidak tegas yang bisa

menjadikan mereka bekerja dengan lebih professional yang berorientasi efektif

dan efisien dalam memberikan pelayanan yang responsif terhadap masyarakat.

Kesan budaya patrimonial pada birokrasi kita harus diubah secara tegas.

Menekankan bahwa birokrat bukan pihak yang dilayani tapi justru mereka

yang harus melayani kebutuhan dan kepentingan masyarakat dengan baik.

Osborne dalam Romli (2007:140) berpendapat bahwa “Pemerintah

yang demokratis lahir untuk melayani warganya, tugas pemerintah adalah

untuk mencari cara menyenangkan warganya”. Dengan demikian bahwa

pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang mengenal dengan baik

kepentingan dan kebutuhan masyarakatnya serta menempatkan kebutuhan dan

kepentingan masyarakat diatas kebutuhan pribadi mereka. Menuntut birokrat

agar agresif dalam melayani kebutuhan dan kepentingan masyarakat sehingga

tercipta rasa puas atas pelayanan tersebut.

Page 44: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kompetensi birokrasi yang dituntut oleh good governance adalah kemampuannya untuk menjembatani antara negara dan masyarakat madani, yaitu birokrasi harus mampu memberikan pelayanan publik dengan adil dan inklusif dengan sebaik–baiknya dan hal ini menuntut kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, merumusakannya dalam kebijakan mengimpelementasikannya (Khan dan Meimer dalam Tangkilisan, 2005:187).

Dalam penelitian ini peneliti akan melihat dan menyimpulkan

kemampuan Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dalam memenuhi kebutuhan

dan aspirasi masyarakat khususnya mengenai industri jamu tradisional atau

obat tradisional dari sisi kesehatan masyarakat dan menyelesaikan masalah

yang tengah terjadi agar menjadi produksi yang layak konsumsi sesuai dengan

fungsi dari Dinas ini.

3. Kesehatan Dalam Perspketif UU

Kesehatan merupakan aspek kehidupan yang begitu penting dan

menetukan aspek kehidupan yang lainnya. Tanpa kesehatan manusia tidak

mampu menjalankan aktivitas hidupnya dengan baik. Dengan kesehatan

manusia mampu melakukan produktivitasnya dengan baik sehingga mampu

berkarya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat hubungan yang

positif antara kesehatan dan produktivitas kerja (Todaro & Smith, 2004:413).

Dalam sistem kesehatan masyarakat, terdapat 5 (lima) karakteristik utama,

yakni adanya peran pemerintah; masyarakat sebagai fokus program kesehatan;

hubungan antara pemerintah dan masyarakat; pelayanan, dan kewenangan

pemerintah (Dwiyanto, 2009:357). Dengan demikian dalam upaya kesehatan

dibutuhkan sinergitas dan kerjasama antar pemerintah dan masyarakat dalam

Page 45: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mewujudkan kesehatan masyarakat secara adil dan merata dalam berbagai

bentuk pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu kesehatan harus diupayakan pada seluruh masyarakat

secara adil dan merata. Kesehatan menunjukan martabat bangsa. Upaya

kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui cara

tradisional sesuai dengan Pasal 48 ayat 1 (b) : penyelengaraan upaya kesehatan

melalui kegiatan pelayanan kesehatan tradisional (UU Kesehatan, 2009:189).

Khususnya di Indonesia sebagai negara agraris yang kaya akan jenis flora

yang bermanfaat bagi kesehatan manusia yang merupakan kekayaan tersendiri

yang tidak semua negara lain memilikinya.

Upaya kesehatan tradisional dalam dilakukan dengan dua jenis kegiatan.

Tertuang pada pasal Pasal 59 tentang pelayanan kesehatan tradisional ayat 1

(a): pelayanan kesehatan menggunakan ketrampilan (b) : pelayanan kesehatan

yang menggunakan ramuan (UU Kesehatan, 2009:193). Akan menjadi lebih

baik apabila dua jenis pelayanan kesehatan tradisional tersebut secara

maksimal dan secara berkesinambungan. Ramuan yang berkhasiat dipadukan

dengan tekhnik ketrampilan meramu dengan baik dan professional.

Dalam prosesnya agar masyarakat memiliki kemampuan untuk

menghasilkan atau produktif maka masyarakat harus dilibatkan dalam

pengolahan sumber daya yang dimiliki salah satunya kekayaan alam hayati

seperti banyaknya jenis tumbuhan yang berkhasiat untuk kesehatan. Dalam UU

kesehatan Pasal 99 ayat 2 : masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya

untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan,

Page 46: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

meningkatkan, dan menggunakan sediaan farmasi yang dapat

dipertanggungjawabkan (UU Kesehatan, 2009:205). Pertanggungjawaban

tersebut yaitu tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain termasuk pada

konsumen hasil produksi tersebut.

Agar produksi jamu atau obat tradisional sesuai dengan standar kesehatan

maka produksinya harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh

Lembaga Balai Obat dan Makanan RI Nomor : HK.00.05.4.1380 yaitu tentang

CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Dalam CPOTB

tersebut mengandung materi bahan produksi, standar gedung yang digunakan,

tekhnisi, izin produksi dan edar. Dengan demikian suatu produksi jamu atau

obat tradisional hanya boleh diproduksi dan diedarkan apabila telah sesuai

dengan CPOTB melalui izin yang diberikan oleh lembaga-lembaga yang

terkait di daerah khususnya Dinas Kesehatan dalam lingkup kabupaten atau

kota. Begitu pula mengenai izin industri OT dan pendaftaran OT yang

dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Nomor : 246/Menkes/Per/V/1990.

4. Konsep Pemikiran

Alur pemikiran dalam penelitian ini dapat terlihat dalam kerangka

pemikiran mengenai penelitian tentang Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam

Pembinaan Jamu Tradisional atau Obat Tradisional.

Seiring dengan perkembangan zaman, tekhnologi mulai dikenal oleh

masyarakat luas serta mendapat tempat dihati masyarakat maka industri jamu

tradisional atau obat tradisional juga tidak ketinggalan atas adanya

perkembangan tekhnologi tersebut. Perkembangan tekhnologi tersebut

Page 47: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menciptakan sejumlah perajin berussaha meningkatkan kualitas jamunya. Hal

ini dibuktikan dengan adanya perajin yang berusaha mencampuri jamu

produksinya dengan BKO ( Bahan Kimia Obat) namun ada juga yang tetap

konsisten dengan ramuan herbal. Adanya sejumlah perajin jamu atau obat

tradisional yang menggunakan BKO menyebabkan adanya pemberhentian

produksi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Penggunaan BKO

tanpa pengawasan tenaga ahli disinyalir bisa membahayakan kesehatan

konsumennya.

Adanya gap antara perajin jamu atau obat tradisional yang menggunakan

BKO dan yang tetap konsisten menggunakan ramuan tradisional sehingga

menciptakan adanya upaya dari Dinas dengan memberikan pembinaan agar

produksi jamu tradisional atau obat tradisional aman bagi kesehatan sehingga

tidak membahayakan para konsumennya dan bisa diterima kembali oleh

masyarakat luas.

Dalam usaha menyelesaikan permasalahan yang tengah terjadi yaitu agar

perajin bisa memproduksi jamu tradisional atau obat tradisional yang aman

bagi konsumennya maka pembinaan tersebut harus merupakan pilihan program

yang tepat dan mampu memenuhi kebutuhan perajin jamu atau obat tradisional

yaitu pembinaan yang responsif terhadap terhadap perajin jamu atau obat

tradisional. Diharapkan apabila program pengembangan ini telah sesuai dengan

permasalahan yang tengah terjadi maka program tersebut mampu menciptakan

keseluruhan produksi jamu tradisional atau obat tradisional yang aman bagi

kesehatan. Apabila pembinaan ini berhasil maka akan tercipta produksi jamu

Page 48: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang lebih baik lagi yaitu lebih berkualitas sehingga mampu meningkatkan

kualitas jualnya di pasaran tanpa harus membahayakan kesehatan bagi para

konsumennya sehingga mereka perajin yang menggunakan BKO menjadi

kembali memproduksi jamu atau obat tradisional yang aman bagi kesehatan

atau layak konsumsi dan tidak lagi harus berurusan dengan pihak BPOM.

Pemberian layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi

masyarakatnya maka akan menunjukan kemampuan suatu organisasi

pemerintah yang baik yang mampu menjalankan fungsinya dengan baik pula

yaitu pelaksanaan good governance dalam tugas dan fungsinya. Secara tidak

langsung apabila suatu organisasi publik mampu menjalankan fungsinya

dengan baik salah satunya yaitu pelayanan yang responsif terhadap masyarakat

maka organisasi tersebut telah menerapkan nilai-nilai good governance.

Fokus dalam penelitian ini adalah melihat kesesuaian atau responsivitas

Dinas Kesehatan dalam memberikan pembinaan dengan yang diharapkan

perajin jamu atau obat tradisional. Melihat kesesuaian pembinaan yang

dilakukan dengan permasalahan masyarakat perajin jamu atau obat tradisional.

Responsivitas tersebut diukur melalui beberapa indikator, diantaranya adalah:

1. Kemampuan dalam menanggapi permasalahan jamu atau obat tradisional

2. Kemampuan mengenal dan memahami kebutuhan masyarakat peracik atau

perajin OT

3. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

4. Kecepatan dalam memenuhi kebutuhan

Page 49: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

Responsivitas1. kemampuan menanggapi

permasalahan2. kemampuan dalam mengenal dan

memahami kebutuhan3. kemampuan dalam memenuhi

kebutuhan4. kecepatan dalam memenuhi

kebutuhan

IPTEK

Jamu atau OT

BKO Tanpa BKO

Pembinaan DinKes

CPOTB

Page 50: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus mengenai responsivitas Dinas

Kesehatan Kabupaten Cilacap dalam pembinaan pada industri jamu tradisional

di Cilacap khususnya Kecamatan Kroya.

1. Lokasi Penelitian & Jenis Penelitian

Lokasi penelitian diadakan di Kabupaten Cilacap. Pemilihan lokasi ini

didasarkan pada pertimbangan :

a. Kritisnya indutri jamu tradisional di Cilacap yang berkurangnya perajin

usaha jamu dari jumlah sebelumnya sekitar ± 1000 pada tahun 1997-2000

perajin kini hanya sekitar ± 254 perajin jamu tradisional karena adanya

indikasi produksi jamu yang menggunakan BKO (Bahan Kimia Obat)

sehingga menyebabkan adanya pemberhentian produksi oleh BPOM dan

Dinas Kesehatan selaku lembaga di daerah.

b. Harapan meningkatkan perekonomian masyarakat dalam sektor mikro

khususnya masyarakat Kroya dimana kebanyakan masyarakat Kroya

menggantungkan hidupnya pada sektor usaha jamu tradisional atau obat

tradisional.

c. Adanya izin dari pihak-pihak yang terkait untuk melakukan penelitian deii

Kabupaten Cilacap.

Page 51: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menjelaskan fenomena yaitu

tentang masalah responsivitas Dinas Kesehatan dalam melakukan pembinaan

terhadap perajin jamu tradisional atau obat tradisional. Penelitian deskriptif

pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian ini

berusaha untuk mendeskripsikan mengenai responsivitas Dinas Kesehatan

dalam melakukan pembinaan jamu tradisional atau obat tradisional kepada para

perajin jamu atau obat tradisional yang berada di kecamatan Kroya pada

khususnya.

Tujuan dari jenis penelitian ini adalah agar mampu menghasilkan suatu

informasi kualitatif yang representatif dan mampu melakukan deskripsi yang

lebih akurat yaitu dengan menggunakan triangulasi data maupun sumber.

3. Desain Penelitian

Penelitian responsivitas berfungsi untuk melihat tingkat kemampuan

dalam menanggapi suatu persoalan/fenomena yang tengah terjadi. Dalam

penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendeskripsikan mengenai responsivitas

Dinas Kesehatan yang dirasakan oleh perajin jamu atau obat tradisional dalam

melakukan pembinaan dalam usaha menciptakan jamu tradisional layak

konsumsi. Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu deskriptif maka

responsivitas tersebut akan menjelaskan kemampuan Dinas Kesehatan dalam

menanggapi persoalan/fenomena yang tengah terjadi sesuai dengan indikator

yang diuraikan.

Page 52: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Batasan Penelitian

Pada penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu untuk menganalisis

mengenai responsivitas Dinas Kesehatan dalam melakukan pembinaan jamu

tradisional dan untuk menganalisis kendala/hambatan dalam melakukan

pembinaan jamu tradisional yang responsif. Penelitian ini dibatasi hanya pada

unit analisis yang telah ditentukan yaitu perajin jamu tradisional khususnya di

kecamatan Kroya.

Dalam menjawab formulasi masalah pertama dan kedua dilakukan melalui

wawancara kepada sejumlah perajin mengenai sejumlah informasi yang

dibutuhkan dalam menunjang kebutuhan penelitian. Informasi akan terus

dikumpulkan pada tingkat informasi yang dibutuhkan oleh peneliti sampai

pada tingkat jenuh dan mencukupi semua kebutuhan infomasi.

5. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah perajin jamu tradisional

khususnya di kecamatan Kroya. Analisis dilakukan untuk mengetahui

responsivitas Dinas Kesehatan dalam melakukan pembinaan yang diberikan

kepada perajin jamu dalam upaya menciptakan jamu trasisonal yang layak

konsumsi.

Dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk mengetahui

responsivitas yang dirasakan oleh perajin terkait pembinaan yang diberikan

kepada mereka.

Page 53: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perajin jamu tradisonal di

Cilacap khususnya masyarakat di Kroya. Sampel dalam penelitian diperoleh

melalui non-probability sampling yaitu tekhnik pengambilan sampel yang tidak

memberikan peluang/kesempatan yang tidak sama bagi setiap unsur atau

anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2008:218). Tekhnik

sampel yang digunakan yaitu dengan teknik Purposive Sampling yaitu teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,

2008:219).

Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sejumlah perajin

jamu dimana sampel yang diambil ditentukan berdasarkan pengetahun mereka

atas sejumlah informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Diutamakan adalah

mereka yang masih melakukan produksi jamu tradisional dan pernah mengikuti

pembinaan yang yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Mereka yang masih

berproduksi dianggap mereka masih akurat mengenai pengetahuan

perkembangan jamu tradisional Cilacap.

7. Sumber data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder yang

diambil dari individu dan lembaga/instansi yang berkaitan dengan penelitian

ini.

1). Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

lapangan (informan). Fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung

Page 54: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ataupun dari media-media komunikasi, misalnya telepon dari pihak-pihak

yang berkaitan langsung dengan masalah yang menjadi objek penelitian.

Data primer dalam penelitian ini adalah berasal dari wawancara langsung

dengan perajin jamu tradisional di kecamatan Kroya yang dianggap

memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Wawancara dilakukan

kepada perajin jamu yang masih aktif berproduksi dan mengikuti pembinaan

yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan baik formal maupun non-formal.

2). Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

dilapangan melainkan diperoleh dari studi dokumentasi yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti. Adapun yang menjadi sumber

data sekunder ini meliputi :

a. Dokumen, dokumen yang ada pada Koperasi Aneka Sari berkait dengan

masalah jamu tradisional; data mengenai riwayat jamu tradisional yang

ada pada Koperasi Aneka Sari berkait dengan masalah yang diteliti.

b. Website seperti penggunaan Google dalam mendukung informasi

mengenai masalah yang diteliti sebagai tambahan pengetahuan bagi

peneliti.

c. Arsip, diantaranya arsip mengenai izin produksi yang dimiliki oleh

perajin dan arsip kegiatan binaan jamu tradisional yang ada pada

Koperasi Aneka Sari dan Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap.

Yang dimaksud dalam data sekunder adalah data dan informasi

mengenai program/kegiatan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan.

Page 55: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Data tersebut baik primer maupun sekunder sangat bermanfaat dalam

mengetahui sejauh mana responsivitas Pemerintah Daerah Kabupaten

Cilacap (Dinas Kesehatan) dalam mengelola, merespon dan menangani

masalah yang sedang tengah dihadapi oleh sektor industri jamu tradisional

di Cilacap khususnya dalam pembinaan jamu tradisional sehingga menjadi

produksi yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat secara medis

sehingga perekonomian pelaku usaha ini kembali tumbuh dengan produksi

jamu tradisional yang layak konsumsi aman bagi kesehatan.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara

bertanya langsung kepada responden. Dalam penelitian ini teknik

wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam (indepth

interview). Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang

bersifat “open ended” dan mengarah pada kedalaman informasi. Dalam hal

ini subyek yang diteliti posisinya lebih sebagai informan utama dalam

penelitian ini dimana sumber data yang diperoleh merupakan sumber data

utama dalam menganalisa masalah penelitian.

Jenis wawancara yang akan dilakukan adalah semi-terstruktur

(semistructure interview). Tujuan dari wawancara ini adalah untuk

menemukan permasalahan yang lebih terbuka, dimana fihak yang diajak

Page 56: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

wawancara diminta pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2008:233). Peneliti

memilih jenis wawancara ini agar informasi atau data yang diperoleh oleh

peneliti lebih lengkap dan menggambarkan permasalahan yang tengah

terjadi dengan lebih luas sehingga hasil yang didapat lebih representatif

terhadap masalah yang terjadi di lapangan.

Dengan demikian selain peneliti mendapatkan informasi yag

menunjang penelitian juga mendapatkan ide–ide atau masukan dari

informan mengenai masalah yang tengah diteliti.

Peneliti berusaha menggali informasi selengkap-lengkapnya mengenai

informasi yang diharapkan oleh peneliti terhadap informan. Wawancara

dilakukan dengan mengembangkan indikator dalam sejumlah pertanyaan

berkait dengan indikator yang telah ditentukan oleh peneliti bisa tergali

dengan lengkap.

2 . Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang bersumber

pada laporan dan dokumen yang tersedia. Arsip-arsip termasuk juga buku

tentang pendapat, teori, dalil/hukum. Data dikumpulkan dari dokumen-

dokumen Dinas Kesehatan, Koperasi Aneka Sari, dan perajin jamu yang

berkaitan dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan berupa program-

program yang pernah dilakukan oleh Dinas Kesehatan bekerjasama dengan

Koperasi Aneka Sari berkait dengan pembinaan jamu layak konsumsi,

kegiatan-kegiatan yang dikembangkan berkait dengan program tersebut,

Page 57: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam renstra serta kebijakan-kebijakan

lain berkait dengan pembinaan tersebut.

3.Observasi

Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan mengamati

kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan. Selain melakukan wawancara

peneliti juga mengamati apa yang sedianya terjadi di lapangan mengenai

permasalahan tersebut. Dengan demikian hasil yang ditemukan di lapangan

akan menjadi lebih obyektif dan peneliti ikut merasakan setiap fenomena

yang terjadi.

Jenis obsesrvasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah observasi

partisipatif moderat. Moderat participation means that the reseacher

maintains a balance between insider and outsider (Stainback,1988 dalam

Sugiyono 2008:227). Peneliti selain berperan sebagai orang dalam (perajin)

peneliti juga berperan sebagai masyarakat luar yang biasa.

4. Triangulasi Data

Triangulasi data bertujuan untuk mempertajam informasi yang

diperoleh oleh peneliti sehingga infornasi atau data yang ditemukan di

lapangan akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Selain itu dengan triangulasi

akan lebih menguatkan data yang diperoleh di lapangan (Sugiyono,

2008:241).

Dalam penelitian ini traingulasi data dilakukan dua cara, yaitu

triangulasi tekhnik dan sumber. Triangulasi tekhnik dilakukan dengan

observasi partisipatif moderat, wawancara, dan dokumentasi kepada unit

Page 58: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

analisis yaitu perajin jamu tradisional di kecamatan Kroya. Tujuan dari

triangulasi tekhnik ini adalah agar informasi yang diperoleh peneliti lebih

akurat antara apa yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi mengenai pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan.

Dengan demikian selain peneliti melakukan wawancara kepada

sejumlah perajin/pengusaha jamu tradisional juga melakukan observasi

partisipatif moderat terhadap lingkungan dan kondisi pembinaan yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan serta melihat dari hasil dokumentasi yang

ada pada Dinas Kesehatan atau pada KOPJA Aneka Sari. Triangulasi

dilakukan dengan membandingkan data atau informasi yang diperoleh dari

beberapa tekhnik pengumpulan data.

Triangulasi berikutnya yaitu triangulasi sumber. Triangulasi sumber

dilakukan dengan menguji validitas atau crosscheck data atau informasi

yang diperoleh dari sample yaitu perajin jamu tradisional dengan Dinas

Kesehatan mengenai pembinaan yang dilakukan. Selain itu crosscheck juga

akan dilakukan kepada Koperasi Aneka Sari selaku koperasi perkumpulan

para perajin jamu tradisional di kabupaten Cilacap. Dengan demikian selain

informasi dari hasil wawancara dengan perajin, peneliti juga

membandingkan dengan informasi yang diperoleh melalui wawancara

dengan Dinas Kesehatan dan KOPJA Aneka Sari. Sehingga data yang

diperoleh oleh peneliti akan menjadi lebih jelas. Triangulasi data secara

tidak langsung merupakan proses pengumpulan data yang sekaligus

melakukan kredibilitas data.

Page 59: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Teknik Analisa Data

Analisis data menurut Susanto mencakup tiga proses yaitu

pengumpulan data untuk kemudian dilakukan reduksi data, display data ke

dalam suatu matriks, kesimpulan melalui menuturan hasil dari penelitian.

(Susanto,2006:143)

Miles Huberman (1984) dalam Sugiyono (2008:246) mengemukakan

bahwa aktivitas dalam analisa kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.

Dengan demikian analisis data dalam penelitian ini adalah analisis interaktif.

Peneliti berusaha mengumpulkan data terus menerus sampai data yang

diperoleh dianggap telah lengkap dan tuntas. Aktivitas dalam analisa data

yaitu reduksi data, display data dan kesimpulan/verifikasi data (Sugiyono,

2008:246. Analisis data dapat diungkapkan dalan tiga proses yaitu :

1. Reduksi data

Tahap awal dari analisa data dalam penelitian ini adalah reduksi

data. Reduksi data dimulai dari pengumpulan data yang dilakukan oleh

peneliti setiap harinya baik dari kegiatan wawancara, obsesrvasi maupun

dokumentasi. Data yang terkumpul tersebut dirangkum, diseleksi,

dikategorikan dan kemudian difokuskan sesuai dengan masalah yang sedang

diteliti. Yaitu data hasil wawancara diklasifikasikan sesuai dengan indikator

penelitian. Dalam melakukan reduksi data peneliti memfokuskan pada

perajin jamu tradisional, kegiatan pembinaan yang dilakukan, interaksi

antara perajin dengan Dinas Kesehatan.

Page 60: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Sajian/Display Data Dan Validitas Data

Setelah data terkumpul dan ditelaah selanjutnya data disajikan dalam

bentuk suatu informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan adanya pengambilan tindakan. Informasi

kemudian dikelompokan sesuai formulasi peneleitian yang diambil.

Berbagai informasi yang diperoleh selama dilapangan diklasifikasikan

sesuai dengan fokus masing-masing formulasi penelitian. Penyajian tersebut

berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Masing-masing indikator akan

membahas masalah yang berkaitan dengan indikator tersebut berdasarkan

data yang diperoleh dari lapangan. Peneliti akan memilah informasi yang

berkaitan dengan penilaian perajin atas responsivitas Dinas Kesehatan

dalam pembinaan jamu tradisional dengan informasi yang berkaitan dengan

hambatan/kendala yang ditemui dalam pembinaan tersebut.

3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Reduksi data dan sajian data harus disusun pada waktu peneliti

sudah mendapatkan data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam

penelitian. Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai

melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan

semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan display data. Dalam

penelitian ini usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya

berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi atau display datanya.

Kesimpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan dapat

dipertanggungjawabkan. Cara penarikan kesimpulannya dilakukan dengan

Page 61: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menghubungkan tiap-tiap indikator dengan hasil data yang diperoleh untuk

kemudian diambil kesimpulan secara keseluruhan atas penilaian dari

beberapa indikator tersebut. Selain itu juga menyimpulkan indikator mana

yang menonjol dalam responsivitas tersebut baik yang positiv maupun

negatif sehingga di dapatkan kesimpulan yang lebih spesifik.

Selain itu juga adanya penggabungan data hasil penilaian

responsivitas dengan sejumlah hambatan yang ada di dalamnya. Sehingga

dapat dilakukan intervensi yang tepat baik dari hasil data mengenai

hambatan yang teridentifikasi menonjol maupun sejumlah hasil penilaian

indikator tertentu yang menonjol.

Verifikasi dilakukan dengan melihat kembali hubungan dari

masing-masing indikator dalam rangkaian kesimpulan yang menyeluruh

yaitu mengenai kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban dari

penelitian yang sedang diteliti atau keluar dari area penelitian yang

direncanakan serta melihat kembali mengenai kesimpulan tersebut sesuai

dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan dengan melihat kembali hasil

dari reduksi data.

Dalam penelitian ini tampak bahwa tujuan bentuk penelitiannya

adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis interaktif, menurut

Sugiyono (2008:246) maka prosesnya berlangsung dalam bentuk proses

berikut :

Page 62: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

collection display data

data reduction conclusions drawing /

data

Gambar 3.1 Komponen Dalam Analisis Data

Model Miles dan Hubermen dalam Sugiyono (2008:247)

Page 63: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Matriks Penelitian

Tabel 3.1

Matriks Penelitian

Aspek yang diteliti Sumber Data Unit Analisis

Tekhnik Pengumpulan

Tekhnik Analisis

DataResponsivitas

1. Kemampuan menanggapi BKO

2. Kemampuan mengenal dan memahami kebutuhan

3. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

4. Kecepatan dalam memenuhi kebutuhan

Sumber data utama berasal dari perajin / pengusaha jamu yang mengikuti pembinaan. Traingulasi dilakukan dengan pegawai Dinas Kesehatan bagian Farmani dan Koperasi Aneka Sari

Perajin jamu tradisional

Tekhnik pengumpulan data yang utama dilakukan dengan wawancara purposive sampling kepada perajin terutama yang mengikuti pembinaan formal kemudian observasi dan dokumentasi

Analisis dilakukan secara interaktif

Hambatan dalam pelaksanaan responsivitas

1. Uang2. Komunikasi

Sumber data utama berasal dari perajin jamu kemudian dilakukan triangulasi data dengan pegawai farmami Dinas Kesehatan dan Koperasi

Perajin jamu

tradisional

Tekhnik pengumpulan data yang utama dilakukan dengan wawancara purposive sampling kepada perajin terutama yang mengikuti pembinaan formal kemudian dengan obeservasi dan dokumentasi.

Analisis dilakukan secara interaktif

Page 64: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Kabupaten Cilacap

1. Letak Geografis Kabupaten Cilacap

a. Keadaan Umum Kabupaten Cilacap

Letak geografis Kabupaten Cilacap pada 108º 4’ 30 “ – 109º 22’ 30 “

Garis Bujur Timur dan 7º 30’ 20 “ – 7º 45’ Garis Lintang Selatan, dengan

luas wilayah 225.361 Km2 dengan batas wilayah meliputi :

sebelah utara :Kabupaten Banyumas

sebelah selatan :Samodera Hindia

sebelah timur :Kabupaten Kebumen

sebelah barat :Kabupaten Ciamis

Secara geografis berada di bagian wilayah selatan Provinsi Jawa

Tengah berhadapan langsung dengan perairan Samudera Hindia, dengan

panjang garis pantai ± 105 km, yang dimulai dari bagian timur pantai

Desa Jetis Kecamatan Nusawungu ke arah barat hingga Ujung Kulon

Pulau Nusakambangan berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.

Topografi wilayah Kabupaten Cilacap terdiri dari permukaan landai

dan perbukitan dengan ketinggian antara 6-198 m dari permukaan laut.

Wilayah topografi terendah pada umumnya dibagian selatan yang

merupakan daerah pesisir dengan ketinggian antara 6-12 m dpl, yang

meliputi wilayah Cilacap Timur yaitu Kecamatan Nusawungu,

Binangun, Adipala, sebagian Kesugihan, Cilacap Utara, Cilacap Tengah,

Page 65: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Cilacap Selatan, Kampung Laut, dan sebagian Kawunganten. Topografi

yang termasuk dataran rendah dan sedikit berbukit antara lain Kecamatan

Jeruklegi, Maos, Sampang, Kroya, Kedungreja, dan Patimuan dengan

ketinggian antara 8-75 m dpl. Sedangkan topografi yang termasuk

dataran tinggi atau perbukitan meliputi wilayah Cilacap bagian barat

yaitu Kecamatan Daeyeuhluhur, Wanareja, Majenang, Cimanggu,

Karangpucung, dengan ketinggian antara 75-198 m dpl, dan Kecamatan

Cipari, Sidareja, sebagian Gandrungmangu, dan sebagian Kawunganten

dengan ketinggian antara 23-75 m dpl.

Kabupaten Cilacap dalam tatanan administrasi pemerintahan terdiri

dari 24 Kecamatan dan 284 desa/kelurahan, dengan spesifikasi 11

Kecamatan (72 desa/kelurahan) yang memiliki wilayah pesisir di wilayah

selatan Jawa Tengah. Jumlah penduduk keseluruhannya berdasarkan

sensus penduduk pada tahun 2009 mencapai 1,744,128 jiwa (laki-laki:

873,251 jiwa; perempuan: 870,877 jiwa), pertumbuhan penduduk sekitar

0.32%. Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin terbanyak pada

kelompok umur 15-19 dengan jumlah 180,653 yaitu laki- laki 92,686 dan

perempuan 87,967.

b. Visi

Visi pemerintah Kabupaten Cilacap sesuai RPJMD (Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Cilacap Tahun

2008-2012 adalah “Terciptanya Pemerintahan Yang Tangguh,

Page 66: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Terpercaya Dan Mandiri Guna Mewujudkan Kesejahteraan

Masyarakat”.

c. Misi

Untuk mewujudkan Visi Kabupaten Cilacap ditetapkan Misi sebagai

berikut:

Menyelenggarakan pemerintahan daerah secara efisien dan efektif

dengan mensinergikan upaya-upaya bersama antara pemerintah, swasta

dan masyarakat (Good Governance).

1) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik sumberdaya

aparatur maupun sumberdaya masyarakat secara luas sebagai modal

dasar bagi pelaksanaan otonomi daerah.

2) Memberikan pelayanan prima dalam rangka menumbuhkan iklim

investasi yang sehat.

3) Penguatan struktur perekonomian daerah melalui penguatan potensi

ekonomi lokal.

4) Meningkatkan pembangunan atau penyediaan sarana dan prasarana

infrastruktur ekonomi, perdagangan, pendidikan dan kesehatan untuk

mencapai derajat manusia yang bermartabat.

5) Meningkatkan kemampuan keuangan daerah dengan

mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah melalui

kebijakan yang berpihak pada masyarakat.

Mengacu kepada Misi yang dijalankan oleh Kabupaten Cilacap

bahwa Pemerintah Daerah tersebut mengupayakan adanya kerjasama

Page 67: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang sinergi antar lembaga yang saling terkait secara bersama-sama

memberdayakan potensi ekonomi lokal melalui pemberian bantuan

yang mampu menunjang jalannya pemberdayaan tersebut.

Apabila Misi tersebut berhasil dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah

secara keseluruhan maka secara tidak langsung Visi dari Pemerintah

Daerah Cilacap akan terwujud. Yaitu masyarakat yang mandiri dan

sejahtera secara ekonomi dan sosial karena pembangunan ekonomi

yang baik adalah pembangunan ekonomi yang mampu menciptakan

pemerataan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah dengan

pemberdayaan ekonomi masyarakat bawah agar mampu berkembang

dengan baik serta mampu menciptakan kemandirian ekonomi sehingga

akan tercipta pembangunan nasional yang seutuhnya.

Page 68: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Penyebaran Penduduk Kabupaten Cilacap

a. Gambaran Umum Demografis

Tabel 4.1Daftar P4B menurut jenis kelamin periode tahun 2008

NO KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 DAYEUHLUHUR 24,116 24,519 48,635

2 WANREJA 47,316 47,449 94,765

3 MAJENANG 61,723 61,724 123,447

4 CIMANGGU 49,199 48,926 98,125

5 KARANG PUCUNG 35,951 36,786 72,737

6 CIPARI 30,532 30,619 61,151

7 SIDAREJA 28,205 28,866 57,071

8 KEDUNGREJA 40,252 39,922 80,174

9 PATIMUAN 22,263 22,553 44,816

10 GANDRUNGMANGU 50,489 51.237 101,726

11 BANTARSARI 34,408 34,086 68,494

12 KAWUNGANTEN 38,764 40,064 78,828

13 KAMPUNG LAUT 8,634 8,116 16,750

14 JERUK LEGI 31,423 30,268 61,691

15 KESUGIHAN 48,219 47,954 96,173

16 ADIPALA 40,124 39,994 80,118

17 MAOS 23,493 23,485 46,978

18 SAMPANG 18,611 18,346 36,957

19 KROYA 51,027 51,337 102,364

20 BINANGUN 33,185 32,448 65,633

21 NUSAWUNGU 38,576 38,278 76,854

22 CILACAP SELATAN 39,658 38,639 78,297

23 CILACAP TENGAH 42,217 41,835 84,052

24 CILACAP UTARA 34,866 33,426 68,292

TOTAL 873,251 870,877 1,744,128

Sumber Data : BPS Kabupaten Cilacap 2009/2010

Penduduk Kabupaten Cilacap tersebar ke dalam 24 Kecamatan.

Berdasarkan tabel 2.1 tersebut dapat terlihat bahwa Majenang

merupakan Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar

dibandingkan dengan kecamatan–kecamatan lainnya di Kabupaten

Cilacap. Kroya berada pada urutan kedua Kecamatan dengan jumlah

penduduk terbanyak. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk

Page 69: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terkecil berada pada Kecamatan kampung laut yang merupakan

wilayah yang terisolasi karena pemukimannya berada diatas pantai.

Kabupaten Cilacap bisa dikatakan sebagai Kabupaten dengan

berbagai sektor industri yang cukup menonjol. Terbukti dengan

banyaknya industri besar yang berada di Kabupaten ini seperti induk

Pertamina terbesar di Jawa Tengah berada di Kabupaten Cilacap yang

menyediakan kebutuhan minyak, gas dan bahan bakar lainnya. Cilacap

juga merupakan salah satu penghasil ikan hiu terbaik karena hiu-hiu

tanggkapan dari daerah Cilacap memiliki kualitas kesegaran yang tidak

diragukan lagi. Cilacap merupakan pengekspor kapulaga dan

temulawak terbesar ke Cina khususnya dari daerah Dayeuhluhur.

Selain itu juga terdapat industri pengolahan kayu lapis, PLTU, Holcim,

dlsb.

Tingginya angka industri di Cilacap menunjukan iklim bisnis yang

potensial di kawasan ini. Dengan demikian para investor telah banyak

yang mempercayakan modalnya untuk menjalankan usahanya di

Kabupaten Cilacap. Secara tidak langsung hal ini akan memberikan

keuntungan yang berlipat karena selain perolehan dari PAD hal ini

juga akan sejalan dengan lapangan pekerjaan yang akan tersedia.

Apabila kesempatan kerja tersebut mampu diimbangi dengan kualitas

SDM yang sesuai dengan kebutuhan maka akan dapat mengurangi

angka pengangguran.

Page 70: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Mengacu kepada keuntungan yang akan di dapat maka akan

menjadi lebih baik apabila Pemerintah Kabupaten Cilacap terus

mengupayakan dan membantu perkembangan sektor industri dalam

segala jenis usahanya agar terus maju dan berkembang karena sejalan

dengan perkembangan tersebut akan memberikan keuntungan kepada

Pemerintah Daerah dan masyarakat pada umumnya. Berikut

merupakan tabel mengenai jumlah perusahaan industri di Kabupaten

Cilacap beserta tenaga kerja yang ada di dalamnya.

Tabel 4.2Jumlah Perusahan Industri Dan Tenaga Kerja

Menurut Kode Industri Kabupaten Cilacap Tahun 2009

Kode Industri

Besar Sedang

Jml Perus

Tenaga Kerja Produksi Tng Kerja LainnyaLaki2 PR Jml Laki2 PR Jml

15 BesarSedang

633

594582

841380

1,435962

280149

6432

344181

17 BesarSedang

1-

480-

--

4800

190-

20-

2100

20 BesarSedang

31

1,86321

373-

2,23621

5710

29-

8610

23 BesarSedang

-1

-30

-30

600

7-

--

70

24 BesarSedang

-3

-96

-42

0138

-96

-12

0108

25 BesarSedang

51

1,83750

72520

2,56270

1,1115

2212

1,3327

26 BesarSedang

1-

598-

5-

6030

132-

29-

1610

36 BesarSedang

-1

-15

-45

060

-3

--

03

Sumber : BPS Kabupaten Cilacap 2009/2010Keterangan :15 Perusahaan Industri Makanan dan Minuman17 Perusahaan Industri Tekstil20 Perusahaan Industri Pengolahan Kayu, barang dari kayu (tidak

termasuk furniture) dan barang anyaman23 Industri Batu Bara, Pengilangan Minyak Bumi dan Pengolahan Gas

Bumi, Barang-barang Dari Hasil Pengilangan Minyak Bumi, Dan Bahan Bakar Nuklir

24 Perusahaan Industri Kimi dan Barang-barang dari Kimia25 Perusahaan Industri Pengolahan Karet dan barang-barang dari karet26 Perusahaan Industri Pengolahan barang galian bukan logam36 Industri Furniture dan Industri Pengolahan Lainnya

Page 71: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari tabel tersebut terlihat bahwa sektor industri yang paling

banyak adalah berada pada perusahaan makanan dan minuman

kategori industri sedang yang mencapai jumlah 33 industri yang

mampu menyerap tenaga kerja ± 1143 tenang kerja.

Menurut BPS Kabupaten Cilacap bahwa industri besar adalah

perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja minimal 100 orang,

industri sedang adalah perusahaan industri dengan tenaga kerja 20-99

orang serta industri kecil adalah industri dengan tenaga kerja 5-19

orang sedangkan industri rumah tangga adalah industri dengan tenaga

kerja 1-4 orang. Sesuai dengan tabel 4.2 diatas sektor perusahaan

makanan dan minuman memiliki jumlah tenaga kerja laki–laki lebih

banyak dibanding dengan perempuan. Selain itu sektor industri

makanan dan minuman merupakan salah satu jenis mata pencaharian

sektor industri yang menonjol dibandingkan dengan lainnya. Dengan

demikian banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada

sektor perusahaan menengah tersebut.

3. Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Cilacap

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

sangat esensial karena kondisi kesehatan seseorang akan sangat

mempengaruhi kelancaran aktivitasnya. Kepedulian Pemerintah terhadap

masalah kesehatan diwujudkan antara lain melalui penyediaan beberapa

sarana kesehatan seperti Pukesmas, Puskesmas Pembantu dan Polindes

yang keberadaannya telah menyebar di tiap Kecamatan. Adanya

Page 72: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Puskesmas tersebut merupakan wujud fasilitas kesehatan dari Pemerintah

yang mudah, dekat dan terjangkau bagi masyarakat. Puskesmas tersebut

berfungsi untuk melayani kebutuhan kesehatan bagi masyarakat setempat,

membina dan mengawasi kesehatan masyarakat sekitarnya.

Di Kabupaten Cilacap setiap Kecamatan telah memiliki minimal satu

Puskesmas. Bahkan beberapa Kecamatan yang penduduknya relatif

banyak telah berdiri dua Puskesmas, sehingga ratio Puskesmas terhadap

penduduk pada tahun 2009 adalah satu Puskesmas rata-rata melayani

48,488 penduduk (BPS Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2010).

Di samping itu, untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, di Kabupaten Cilacap telah ada 81 Puskesmas pembantu dan

2,062 Posyandu. Salah satu peran serta masyarakat dalam upaya

pembangunan kesehatan adalah dengan mengikuti program KB dan

proram imunisasi. Pada tahun 2009 pencapaian akseptor KB baru tercatat

sebanyak 62,711 dari target sebanyak 99,942.

4. Struktur Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Kroya

Jenis mata pencaharian di Kecamatan Kroya dibagi menjadi

beberapa jenis mata pencaharian yaitu 8 sektor. Diantaranya adalah

pertanian, pertambangan, industri, bangunan, perdagangan, angkutan

komunikasi, jasa dan lain-lainnya yang tidak termasuk dalam kelompok-

kelompok tersebut. Di Kecamatan Kroya mayoritas penduduknya bekerja

pada sektor pertanian dengan jumlah 21,619 penduduk kemudian disusul

dengan perdagangan mencapai jumlah 8,945 penduduk, jumlah tersebut

Page 73: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari jumlah keseluruhan tenaga kerja 48,820 penduduk. Sektor industri

hanya mencapai 2,775 penduduk dan menempati urutan ke-enam.

Kelompok masyarakat yang bekerja pada sektor industri jamu merupakan

kelompok masyarakat yang masuk dalam kelompok perdagangan dan

perindustrian. Salah satu sisi mereka sebagai produksen di sisi lainnya ada

juga yang sebagai distributor atau pedagang. Atau bahkan ada juga yang

berperan dua-duanya. Data lebih lanjut dapat terlihat pada tabel 4.3.

Banyaknya jumlah penduduk yang bekerja pada suatu sektor akan

mempengaruhi jumlah buruh yang ada di dalamnya. Seringkali semakin

banyak penduduk yang bekerja pada suatu sektor maka akan menciptakan

hubungan yang positif dengan jumlah buruh yang ada di dalamnya. Hal ini

karena semakin tinggi produksi suatu barang maka akan semakin tinggi

pula tuntutan terhadap SDM. Salah satunya adalah sebagai tenaga produksi

atau buruh. Semakin berkembangnya suatu sektor maka kesempatan

pekerjaan bagi buruh akan semakin meningkat. Apalagi dalam sektor

industri pada khususnya seringkali berhubungan dengan produksi dalam

jumlah yang besar yang membutuhkan tenaga manusia lebih banyak

walaupun mesin-mesin produksi modern telah berkembang di masyarakat.

Banyaknya jumlah buruh di Kecamatan Kroya dapat dilihat pada tabel 4.4.

Page 74: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.3

Mata Pencaharian Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Usaha Akhir Tahun 2009

Desa / Kel Pertanian Pertambangan Industri Bangunan Perdagangan Angkutan / Komunikasi

Jasa Lainnya Jumlah

Sikampuh 2,402 - 140 140 360 39 318 126 3,525Karangturi 1,627 - 88 185 253 28 154 100 2,435Ayamalas `1,206 - 129 130 301 47 616 232 2,661Karangmangu 1,242 - 72 159 522 73 952 228 3,248Pucung Kidul 1,124 - 440 155 519 70 421 135 2,864Mergawati 842 - 296 184 157 32 270 `179 1,960Pucung Lor 1,100 - 392 140 466 53 317 128 2,596Bajing 476 - 61 207 842 89 1,010 301 2,986Kroya 616 - 135 182 1,029 187 307 381 2,837Pesanggrahan 754 - 90 195 401 88 360 132 2,020Pekuncen 1,468 - 55 245 343 92 943 242 3,388Bajing Kulon 872 - 72 190 651 59 943 196 2,983Kedawung 1,733 - 145 265 812 80 419 200 3,654Mujur 1,282 - 194 136 531 99 381 278 2,901Gentasari 2,441 - 301 240 1,149 68 702 329 5,230Mujur Lor 792 - 90 139 352 43 161 206 1,783Buntu 821 - 75 138 257 46 210 202 1,749Jumlah 21,619 - 2,775 3,030 8,945 1,193 8,484 3,595 48,820

Sumber : BPS Kabupaten Cilacap 2009/2010

Page 75: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.4

Banyaknya Buruh Tani, Nelayan, Buruh Industri, Buruh Bangunan, PNS, TNI / POLRI Dan Pensiunan Menurut Desa

Tahun 2009

Desa / Kelurahan Buruh Tani Nelayan Buruh Industri Buruh Bangunan

PNS / POLRI Pensiunan Pengusaha

Sikampuh 1,200 3 175 132 76 47 90Karangturi 930 3 60 169 13 3 89Ayamalas 560 - 92 116 47 25 86

Karangmangu 740 - 68 145 109 42 126Pucung Kidul 580 4 300 140 86 30 154

Mergawati 521 3 176 167 32 9 73Pucung Lor 649 - 342 136 40 6 160Bajing 290 2 46 188 175 89 187

Kroya 290 1 120 170 382 100 222Pesanggrahan 468 14 86 181 13 10 132Pekuncen 1,052 3 47 230 71 23 90

Bajing Kulon 330 2 99 172 70 84 110Kedawung 860 6 190 251 82 30 168Mujur 650 4 257 120 92 40 128

Gentasari 1,852 4 334 229 186 65 291Mujur Lor 418 4 108 121 17 20 88

Buntu 500 1 96 119 46 8 82Jumlah 11,890 54 2,596 2,787 1,537 631 2,276

Sumber : BPS Kabupaten Cilacap 2009/2010

Page 76: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan tabel 4.4 tersebut terlihat bahwa jumlah buruh terbesar

berada pada sektor pertanian mencapai 11,890 kemudian disusul dengan

jumlah buruh bangunan dengan jumlah 2,787. Terdapat angka yang menarik

yaitu pada jumlah buruh industri pada tabel 4.4 tersebut yaitu mencapai angka

2,596. Hal ini karena sesuai tabel 4.3 jumlah penduduk dengan mata

pencaharian industri tidak begitu menonjol dibandingkan dengan sektor

lainnya, namun jumlah buruh yang bekerja pada sektor industri mampu

memberikan angka yang signifikan dibandingkan dengan jumlah buruh pada

sektor mata pencaharian lainnya.

Dengan demikian dapat terlihat bahwa sektor industri lebih berperan

dalam penyerapan tenaga kerja di dalamnya. Sektor industri mampu

menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan sektor usaha

lainnya. Dengan demikian sektor industri seharusnya harus terus

mendapatkan perhatian dari Pemerintah agar dapat terus berkembang.

Page 77: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap

Setiap organisasi memiliki Visi sebagai identitas keberadaan

organisasi tersebut ada. Melalui Visi maka dapat terlihat untuk apa organisasi

itu hadir dan ada di tengah kehidupan masyarakat. Selain itu Visi merupakan

arah tujuan utama organisasi berjalan. Begitupula dengan Dinas Kesehatan

yang merupakan lembaga pemerintah di tingkat daerah yang berwenang dan

berfungsi untuk memelihara, membina dan meningktkan tingkat kesehatan

masyarakat di tingkat wilayahnya. Dalam mewujudkan fungsi tersebut Dinas

Kesehatan juga memilikin Visi dan Misi yang menjadi arah tujuannya.

Berikut merupakan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap :

a. Visi

Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap yaitu terwujudnya

masyarakat Cilacap yang sejahtera, maju, mandiri, bersaing, memiliki

solidaritas yang tinggi dalam suatu pemerintahan yang adil, demokratis,

bersih, bertanggungjawab serta Cilacap sebagai pusat pembangunan Jawa

Tengah bagian selatan melalui pemanfaatan secara optimal segenap

sumber daya yang ada dengan mempertimbangkan keserasian dan

kelestarian.

b. Misi

Dalam upaya mewujudkan Visi tersebut beberapa Misi yang akan

dilakukan yaitu:

Page 78: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan

ekonomi kerakyatan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan

keadilan.

2) Meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan formal maupun

pendidikan ketrampilan untuk mewujudkan masyarakat yang maju

dan memiliki daya saing tinggi.

3) Meningkatkan kemandirian melalui pengembangan program-program

pemberdayaan serta merangsang tumbuhnya kewaspadaan

masyarakat.

4) Meningkatkan derajat ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dalam rangka meningkatkan kualitas moral dan kerukunan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Page 79: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6. Gambaran Umum Jamu Cilacap

Kabupaten Cilacap pada umumnya, dan wilayah Cilacap Timur

khususnya terkenal sebagai daerah perajin jamu jawa. Usaha ini merupakan

usaha turun-temurun dari nenek moyangnya. Seperti kita ketahui bersama

bangsa kita terkenal beraneka ragam tanaman obat yang tersebar di seluruh

kepulauan Indonesia. Bahkan tanaman yang berkhasiat obat banyak tumbuh

secara liar disekeliling kita. Pemanfaatan tanaman obat yang bisa

dimanfaatkan menjadi jamu awalnya digunakan sebagai pertolongan

pertama untuk obat keluarga khususnya di wilayah Cilacap timur yaitu di

Desa Gentasari, namun karena ternyata mendatangkan nilai ekonomis,

dibuatlah usaha peracik jamu tradisional.

Usaha perajin jamu jawa yang ada di desa Gentasari pada awalnya

adalah usaha pengisi waktu luang sehabis para petani mengerjakan usaha

tani tanaman pangan (sawah). Sebagai usaha sampingan pengisi waktu

luang tentunya dalam pemasarannya tidak terlalu luas atau besar.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara kita, ternyata hal ini

berdampak baik terhadap perkembangan pemasaran jamu jawa dari Desa

Gentasari pada khusunya dan Kecamatan Kroya pada umumnya, selain itu

jamu jawa semakin mendapat tempat di hati para konsumen, sehingga

kedudukan usaha jamu semakin berkembang, dan menjadi usaha pokok atau

setidaknya mempunyai kedudukan yang sama dengan usaha pertanian.

Atas pertimbangan tersebut pada tahun 1978 dibentuk Himpunan

Perajin Jamu Jawa yang ada di Gentasari dan sekitarnya dan sekaligus

Page 80: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

merupakan embrio dari Koperasi. Perkembangan Perajin Jamu Jawa

semakin meningkat maka para pembina terutama dari Departemen Koperasi,

Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan memandang perlu

untuk menjadikan HPJA sebagai Koperasi dan pada tanggal 10 Juli 1985.

Himpunan Perajin Jamu Jawa Asli dilikuidasi menjadi Himpunan Perajin

Indonesia (HIPMI) sektor jamu jawa sebagai wadah kelembagaannya dan

Koperasi Perajin Jamu Asli Gentasari sebagai bidang usahanya dan Badan

Hukum disyahkan pada tanggal 10 Februari 1986 oleh Bupati Cilacap

Pujono Pranyoto dengan nomor Badan Hukum : 10485BHVI.

Untuk memperluas jangkauan pembinaan anggota Koperasi maka pada

tanggal 16 Agustus 1994 diadakan rapat anggota khusus untuk membahas

perubahan ADART, dan dari hasil musyawarah tersebut disetujui untuk

merubah nama Koperrasi Perajin Jamu Asli Gentasari menjadi Koperasi

Aneka Sari.

Berdasarkan PerMenKes Nomor: 246/MenKes/Per/V/1990 Bab I

Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) bahwa Obat tradisional adalah bahan atau

ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan

atau galenik atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun

telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Dengan

demikian bahwa pelaku atau pengusaha obat tradisional merupakan orang

atau pihak yang membuat atau mengusahakan bahan atau ramuan tersebut

diatas dengan berdasarkan pengalaman.

Page 81: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kualifikasi industri obat tradisional menurut PerMenKes tersebut diatas

adalah sebagai berikut yang tertuang dalam Bab 1 ketentuan Umum Pasal 1

ayat (2) dan (3) yaitu : (2) Industri Obat Tradisional adalah industri yang

memproduksi obat tradisional dengan total aset diatas Rp 600.000.000, tidak

termasuk tanah dan bangunan, (3) Industri Kecil Obat Tradisional adalah

industri obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp 600.000.000,

tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi di lapangan bahwa rata-

rata modal pengusaha jamu (PJ) adalah jauh dibawah Rp 600.000.000.

Dengan demikian berdasarkan kualifikasi tersebut maka rata-rata pengusaha

jamu di kecamatan Kroya adalah merupakan pengusaha industri kecil obat

tradisional. Dalam usaha mendirikan industri obat tradisional diperlukan

izin dari Mentri hal ini sesuai dengan PerMenKes Bab I Pasal 2 ayat (1).

Selain itu industri kecil obat tradisional wajib memenuhi persyaratan

untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) sesuai dalam

PerMenKes 246 Bab III Pasal 6 ayat (2). Selain memiliki NPWP industri

kecil obat tradisional harus memperkerjakan sekurang-kurangnya seorang

Apoteker warga negara Indonesia sebagai penanggung jawab tekhnis hal ini

tertuang pada PerMenKes 246 Bab III Pasal 8 ayat (2). Industri kecil obat

tradisional kemudian juga diwajibkan untuk mengikuti pedoman CPOTB

(Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) tertuang pada PerMenKes

246 Bab III Pasal 9 ayat (1). Berdasarkan lampiran Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.1380 CPOTB

Page 82: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaringan

mutu yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah

dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan

dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai.

Dalam PerMenKes 246 Bab IV Pasal 13 ayat (2) dan (3) terdapat suatu

kelonggaran berkaitan dengan pembangunan proyek perajin obat tradisional

dapat mengajukan perpanjangan persetujuan prinsip industri kecil obat

tadisional selama-lamanya satu tahun (lihat lampiran PerMenKes 246).

Dalam industri kecil obat tradisional bahan baku ditentukan oleh

pejabat Dinas Kesehatan setempat. Dalam PerMenKes 246 Bab V Pasal 23

ayat (2) bahwa salah satunya dilarang menggunakan bahan kimia sintetik

atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat (lihat lampiran PerMenKes

246).

Klasifikasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan ataupun Koperasi

mengenai tingkatan industri obat tradisional atau jamu tidak ada standar

bakunya. Berdasarkan kondisi di lapangan atau masyarakat jamu saat ini

dari jumlah 257 perajin 222 diantaranya adalah skala home industry atau

industri kecil obat tradisional dengan modal di bawah Rp 600.000.000.

Dengan demikian ± 35 perajin lainnya merupakan skala menengah diatas Rp

600.000.000. Namun berdasarkan observasi dilapangan diantara 35 perajin

yang digolongkan sebagai industri obat tradisional (modal diatas Rp

600.000.000) belum ada yang telah memiliki gedung atau bangunan standar

CPOTB.

Page 83: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Diungkapkan oleh Bidang Pelayanan Kesehatan bagian Farmami

bahwa pernyataan Jamu Tradisional sebenarnya kurang tepat karena

ungkapan yang benar menurut pihak Dinas Kesehatan adalah Obat

Tradisional. Namun mengacu pada lampiran Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.1380 istilah obat tradisional

merupakan jamu. Keberadaan obat tradisional atau jamu tradisional di

Kecamatan Kroya dan sekitarnya memiliki potensi yang positif. Namun,

karena seiring dengan perkembangan para pengusaha jamu tersebut

sehingga menciptakan kecenderungan kuat dengan mencampuri hasil

produksi mereka dengan bahan kimia obat (BKO). Hal ini merupakan satu

hal yang dilarang pada pembuatan obat tradisional. Walaupun menggunakan

pengawasan Apoteker produksi obat tradisional dilarang menggunakan

Bahan Kimia Obat.

Perbedaan konsep peristilahan antara perajin jamu tradisional dan

Dinas Kesehatan yaitu “Jamu Tradisional” dan konsep “Obat Tradisional”

didasarkan pada skala produksi dan efek produk tersebut. Berdasarkan

informasi dari Dinas Kesehatan istilah yang seharusnya digunakan adalah

obat tradisional bukan jamu tradisional. Menurut pihak Dinas Kesehatan

bagian staff Farmami yaitu Ibu Titi bahwa dari segi produksinya terdapat

beberapa perajin atau pengusaha dengan skala produksi menengah ke atas

sehingga tidak layak apabila didefinisikan sebagai perajin yang konotasinya

adalah skala kecil. Selain itu istilah kata perajin secara tidak langsung

bermakna legalitas produksi dengan cara yang tradisional seperti peralatan

Page 84: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang tradisional dan tanpa adanya Apoteker. Hal ini karena Dinas

Kesehatan mengharapkan bahwa produksi obat jamu tradisional harus

diproduksi sesuai dengan standar kesehatan salah satunya adalah adanya

Apoteker dan sesuai dengan alur produksi CPOTB. Namun klasifikasi yang

diberikan oleh Dinas Kesehatan mengenai skala usaha industri baik skala

menengah atau kecil tidak ada indikator baku yang digunakan maka

penetapan ini menjadi tidak jelas dan tepat. Hal ini karena klasifikasi yang

ada pada PerMenKes 246 tidak dijadikan pedoman yang baku dalam

menentukan skala usaha industri obat tradisional.

Awal mula penggunaan BKO pada sejumlah produksi jamu

diungkapkan oleh salah satu perajin/pengusaha jamu bahwa telah terjadi

sekitar tahun 1999 sebagai konsekuensi adanya salah satu pengusaha jamu

yang menggunakan BKO sehingga memancing perajin/pengusaha jamu

lainnya untuk ikut menggunakan BKO sebagai bentuk persaingan usaha.

Apalagi ditambah dengan khasiat yang lebih cepat terasa dan harga produksi

yang menjadi lebih murah.

Jamu tradisional Cilacap memproduksi berbagai jenis jamu dengan

khasiat yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan konsumen. Diantaranya

adalah:

1) Jamu Gemuk Sehat

2) Jamu Pegal Linu

3) Jamu Pengobatan Asam Urat

4) Jamu Pengobatan Asma

Page 85: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5) Jamu Pelangsing

6) Jamu Mengobati Hipertensi, dlsb

Berdasarkan ungkapan Apoteker bahwa jamu tradisional ini mencapai

zaman kesuksesannya sekitar tahun 1997-2000. Mereka peracik jamu home

indutry ini mampu menyerap karyawan sampai 150-200 orang, sedangkan

skala menengah mampu menyerap sekitar 3000 karyawan dengan omset

rata-rata per-PJ 200 juta untuk per-bulan. Skala yang digunakan tersebut

juga tidak ada indikator yang jelas. Hal ini hanya didasarkan pada sejumlah

pengusaha jamu yang dianggap jauh menonjol dibandingkan dengan

lainnya. Dalam waktu tersebut yaitu tahun 1997-2000 pengusaha dengan

skala yang dianggap menengah tersebut hanya 2-3 pengusaha.

Sekarang ini hal tersebut hanya sebatas cerita pengrajin jamu dengan ±

3000 karyawan. Sejak adanya oknum yang mempelopori penggunaan BKO

usaha ini kini hampir punah dan belum juga mendapat titik terangnya. Hal

ini karena produksi jamu yang disinyalir mnenggunkan BKO akan terus

diawasi dan dilakukan penertiban lokasi produksi dan pasar sehingga bisa

mengakibatkan hilang dan berkurangnya modal para perajin/pengusaha

jamu.

Terdapat salah satu peracik jamu tradisional yaitu Bapak Parmin (07

Februari 2011) yang kini menjadi percontohan produksi jamu tanpa BKO

bahwa dia memproduksi jamu tradisional murni dari khasiat tumbuh-

tumbuhan yang diramu sedemikian rupa sehingga menghasilkan jamu sesuai

Page 86: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan khasiat yang diinginkan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain

adalah :

a. cabe jawa

b. temu lawak

c. lengkuas

d. pala

e. kunir

f. jahe

g. kencur

h. kapulaga

i. sambiroto, dlsb.

Berbagai bahan tersebut kemudian dikeringkan dengan mesin oven

yang merupakan pemberian cuma-cuma dari pihak LIPI untuk kemudian

digiling lagi menggunakan mesin penghalus yang juga merupakan hadiah

dari LIPI dan Lembaga Riset dan Tekhnologi Jawa Tengah atas partipasinya

dalam rintisan jamu tradisional yang murni. Hasil dari proses tersebut akan

menjadi berbentuk serbuk.

Usaha jamu Bapak Parmin kini dilanjutkan oleh anaknya dengan

merintis dari awal produksi murni tanpa menggunakan BKO merupakan

suatu tantangan tersendiri bagi pengusaha muda yang merupakan penerus

ke-3 dari leluhurnya. Salah satunya adalah kendala pasaran dalam menerima

hasil produksinya yang dengan harga lebih mahal dibanding dengan

produksi jamu lainnya. Selain itu masih terdapat persepsi sebagian

Page 87: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masyarakat yang merasakan khasiat kurang manjur dengan produksi jamu

yang murni tradisional. Harga pokok hasil produksi jamu tradisional murni

tersebut diperkirakan sekitar 12000-13000 rupiah sedangkan yang

menggunakan BKO sekitar 7000 rupiah.

Dengan demikian dibutuhkan suatu usaha yang keras dalam

mengembangkan produksi jamu tradisonal murni ini. Namun terdapat suatu

peluang tersendiri karena sifat pemasaran jamu tradisional ini adalah selling

direct yaitu door to door sehingga perajin bisa langsung menjual hasil

produksinya langsung kepada konsumen sehingga tidak memperpanjang

harga dengan berbagai alur distributor seperti hasil produksi barang lainnya.

Diharapkan usaha rintisan anak Pak Parmin ini bisa menjadi

percontohan bagi pegusaha yang lain. Selama bertahun-tahun usaha jamu

yang diindikasi menggunakan BKO ini menjadi seperti usaha terselubung

dikalangan Dinas Kesehatan, Kepolisian dan lembaga lainnya. Selama itu

pula masalah jamu tradisional belum terpecahkan dengan baik. Jutaan

produk jamu tradisional Cilacap telah tersebar diberbagai Nusantara bahkan

ke negara tetangga dan sejumlah produk itu pula telah berkhasiat bagi

sejumlah konsumennya. Namun adanya penggunaan BKO pada sejumlah

produk tersebut belum juga mendapat titik temu. Data per-Juni 2010

pengusaha jamu tradisional yang memiliki izin TR hanya berjumlah 31 jenis

usaha jamu (lihat di lampiran). Sedangkan pengusaha jamu yang masih

terdaftar di Koperasi Aneka Sari berjumlah 254. Berikut merupakan tabel

pembagiannya :

Page 88: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.5Data Pembagian Perajin Jamu Tradisional Koperasi Aneka Sari

Sumber : Dokumen Koperasi Aneka Sari

Nama Unit JumlahI 15II 23III 23IV 9V 26VI 28VII 13VIII 36IX 14X 16XI 18XII 33

Jumlah 254

Page 89: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Responsifitas Pembinaan Jamu Tradisional oleh Dinas Kesehatan

Penilaian responsifitas dinilai berdasarkan indikator yang telah

dirumuskan sebelumnya dalam Bab II. Diantaranya di paparkan sebagai

berikut :

a. Kemampuan dalam menanggapi permasalahan BKO

Adanya masalah penggunaan BKO pada sejumlah perajin obat

tradisional di Kabupaten Cilacap menuntut beberapa lembaga terkait untuk

menyikapinya. Diantaranya adalah Dinas Kesehatan. Semakin dini suatu

masalah mendapat tanggapan dan tindakan sebagai upaya pemecahannya

maka akan semakin cepat masalah tersebut terselesaikan. Kecepatan

tersebut juga harus diimbangi dengan ketepatan dari tindakan yang

diambil. Masalah yang terjadi dalam industri obat tradisional selama ± 10

tahun belum juga terselesaikan.

Sejumlah peracik obat tradisional kini banyak yang telah berhenti

berproduksi. Adanya indikasi pengggunaan BKO pada sejumlah produksi

obat tradisional di Cilacap mendapatkan perhatian dan tanggapan dari

Dinas Kesehatan melalui sosialisasi sampai pada pembinaan. Pembinaan

tersebut telah dilakukan mulai dari tahun 1998-1999 sejak mulai terjadinya

pencampuran unsur BKO.

Pembinaan tersebut dilakukan secara formal maupun informal.

Pembinaan formal dilakukan dengan melakukan sosialisasi sampai pada

pembinaan dengan pelibatan lembaga BPOM. Pembinaan tersebut

Page 90: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

merupakan pembinaan mengenai CPOTB (Cara Pembuatan Obat

Tradisional yang Baik).

CPOTB merupakan panduan standarisasi pembuatan obat tradisional

yang sesuai dengan perundang-undangan. Dalam CPOTB terangkum

sistem produksi obat tradisional yang sesuai dengan UU kesehatan. Dalam

CPOTB memuat hal-hal mengenai bahan-bahan yang boleh digunakan

dalam produksi obat tradisional, alur proses produksi dan penggunaan

Apoteker yang memantau dan menjamin standarisasi produk. Pembinaan

tekhnis CPOTB merupakan bentuk tanggapan dari Dinas Kesehatan

dengan adanya sejumlah produk obat tradisional yang menggunakan BKO.

Dinas Kesehatan merupakan lembaga yang bertugas sebagai pembina

dalam tekhnis pelaksanaan CPOTB. Dalam standarisasi produk obat

tradisional yang sesuai dengan CPOTB produksi tersebut dilarang keras

menggunakan bahan baku BKO.

Pembinaan CPOTB pada sejumlah peracik obat tradisional

diharapkan akan mampu menciptakan produksi obat tradisional tanpa

BKO. Dinas Kesehatan berfokus pada masalah tekhnis pelaksanaan

CPOTB, yaitu meliputi penjabaran materi yang terdapat dalam CPOTB

seperti alur denah gedung, bahan yang harus digunakan, pengolahan

limbah, serta UU tentang CPOTB.

“Ya belum punya modalnya mba kalau harus membuat gedung, uang darimana saya. Saya cuma produksi kecil-kecilan buat memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, produksi saya juga belum banyak apalagi sekarang ini sering dilakukan penertiban di pasaran saya sendiri juga kadang takut untuk berproduksi”. (Wawancara dengan Bapak Warsono, 23 April 2011)

Page 91: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Beberapa peracik OT mengeluhkan karena mereka belum mampu

memenuhi semua prinsip CPOTB karena keterbatasan modal khususnya

dalam pembuatan gedung standar CPOTB. Hal ini dituturkan oleh Bapak

Warsono dan Parmin (07 Februari 2011) bahwa mereka belum mampu

membuat gedung standar CPOTB karena skala produksi mereka masih

kecil mereka belum mempunyai modal apabila untuk membuat gedung

standar CPOTB. Namun menurut Bapak Warsono beliau menanggapi

positif pembinaan tersebut dan beliau merasa memahami materi yang

disampaikan dalam pembinaan tersebut. Berikut merupakan ungkapan dari

Bapak Parmin,

“Sekarang ini modal darimana mba, saya mengharapkan Dinas Kesehatan memberikan waktu untuk mendapatkan modal membuat gedung dengan memberikan kelonggaran produksi jamu. Biaya untuk membuat gedung tersebut kan tidak sedikit”. (Wawancara 07 Februari 2011)

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Bapak Sumanto dengan

skala usaha yang masih relatif kecil. Berikut merupakan ungkapan dari

Bapak Sumanto, “ Kalau usaha saya sudah besar dan memiliki modal ya

saya setuju apabila harus membuat gedung tapi sekarang ini modalnya

belum ada”. (Wawancara 23 April 2011)

Bagi mereka yang skala produksinya menengah ke atas mereka

mengungkapkan akan mencoba untuk mempertimbangkan pembuatan

gedung standar CPOTB. Hal ini diungkapkan oleh mantan salah satu

manajer peracik OT bahwa manajemennya telah mempertimbangkan

Page 92: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam upaya membuat gedung berstandar CPOTB. Berikut merupakan

ungkapan dari Bapak Wan,

“Ya dari kami sudah pernah membahas akan rencana pembuatan gedung tersebut, dana kayakna ya ada tapi masih kami pertimbangkan karena prosedur yang mengikutinya juga banyak”. (Wawancara 18 Maret 2011)

Berdasarkan ungkapan dari beberapa perajin/pengusaha jamu bahwa

mereka sebenarnya menanggapi positif himbauan untuk pembuatan

gedung yang merupakan prasyarat CPOTB hanya saja mereka belum

mampu memenuhinya karena mereka belum memiliki modal yang cukup

untuk memenuhi syarat CPOTB tersebut. Hal ini sesuai dengan yang

dituturkan oleh Kepala Koperasi Aneka Sari Bapak Amir bahwa

pembinaan tersebut mendapat apresiasi yang baik dari para anggota hanya

saja pelaksanaannya masih lemah. Berikut merupakan ungkapan dari

Bapak Amir,

“Selama ini para perajin si memberikan apresiasi yang cukup baik terhadap pembinaan formal yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan hanya saja dalam pelaksanaannya memang masih cukup lemah”. (Wawancara 27 April 2011)

Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil observasi lapangan yaitu

dari daftar hadir peserta pembinaan yang dilakukan pada tanggal 12 April

2010 jumlah peserta yang hadir hanya berjumlah 52 dari 300 jumlah

undangan. Menurut Sekretaris Koperasi Ibu Kasinem bahwa hal ini karena

kelesuan dari para anggota terhadap pembinaan yang dianggap belum

mampu memberikan solusi yang baik. Berikut merupakan ungkapan dari

Ibu Kasinem,

Page 93: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Mereka pada malas mba, soalnya ya pembinaannya itu-itu saja mereka si paham tapi ya bagaimana mereka belum bisa kalau harus sesuai dengan harapan Dinas Kesehatan dan BPOM.” (Wawancara 18 Februari 2011).

Dari keseluruhan unit kelompok terdapat beberapa unit yang

anggotanya sama sekali tidak ada yang hadir. Yaitu unit 5, 9, dan 11.

Anggota kelompok unit yang banyak hadir mengikuti pembinaan adalah

unit 2 dan 12. Namun berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan

observasi hanya 1 perajin/pengusaha jamu yang menerapkan produksi

murni hanya saja belum memiliki gedung. Secara tidak langsung hasil dari

pembinaan formal yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan BPOM

selama adanya BKO hanya ada 1 perajin/perngusaha yang menerapkan

produksi tanpa BKO. Jumlah peserta 52 tersebut itupun merupakan

termasuk anggota Polsek Kroya sebagai tamu undangan dan beberapa

perajin yang belum tercatat sebagai anggota unit Koperasi. Berikut

merupakan daftar tabel mengenai jumlah peserta yang hadir dalam

pembinaan yang dilakukan oleh BPOM dan Dinas Kesehatan dalam

rangka penyuluhan mengenai tekhnis CPOTB.

Page 94: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.6

Daftar Hadir Peserta BinTek CPOTB Bekerjasama Dengan BPOM Semarang

Unit Kelompok(1)

Jumlah(2)

1 42 83 54 35 -6 57 28 49 -10 211 -12 12

Jumlah 45

Sumber: Dokumen Koperasi Aneka Sari

Berdasarkan hasil wawancara dengan mantan Apoteker Koperasi

sekaligus merupakan utusan dari Dinas Kesehatan dalam pembenahan

jamu Cilacap, yaitu Bapak Ferdi pada 30 April 2011 bahwa Dinas

Kesehatan memandang semua peracik OT merupakan orang kaya yang

siap dan mampu dalam memenuhi semua persyaratan CPOTB. Sedangkan

berdasarkan hasil temuan lapangan tidak semua peracik OT merupakan

orang kaya, banyak diantara mereka masih dalam skala ekonomi

menengah. Diungkapkan pula oleh Bapak Ferdi bahwa dari 257 perajin

jamu 222 diantaranya adalah home industry sedangkan sisanya dalam

skala pabrik. Berikut merupakan uangkapan Bapak Ferdi,

”Kadang yang menjadi masalah adalah Dinas Kesehatan memandang semua perajin jamu itu rata-rata orang kaya yang mampu untuk membuat gedung sesuai dengan CPOTB padahal kenyataannya kan tidak seperti itu, itu yang membuat susah. Padahal dari sekitar 257 perajin jamu 222 diantaranya adalah skala home industry”. (Wawancara 30 April 2011)

Page 95: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dinas Kesehatan terbatas dan memfokuskan diri pada permasalahan

tekhnis CPOTB yaitu pembinaan tekhnis pelaksanaan CPOTB. Hal ini di

dukung oleh pernyataan Kepala bagian Farmami beserta staf di dalamnya,

Ibu Listyorini dan Titi (25 April 2011) bahwa Dinas Kesehatan hanya

berfokus pada masalah tekhnis CPOTB. Berikut merupakan uangkapan

dari Ibu Titi,

“Dinas Kesehatan itu cuma sebatas sebagai pelaksana tekhnis saja mba, hal ini sesuai dengan fungsi Dinas Kesehatan. Kalau masalah lainnya itu ya bukan urusan kami. Itu urusan Disperindagkop dengan Koperasisana (Aneka Sari)”. (Wawancara 25 April 2011)

Hal-hal yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

sistem pelaksanaan temasuk sistem pengolahan limbah dan proses

melegalisasikannya diserahkan kepada Dinas Perdagangan, Industri dan

Koperasi (Disperindagkop) dan Koperasi Aneka Sari. Hal ini terlihat

dalam permasalahan gedung standar CPOTB milik Koperasi yaitu gedung

Central yang belum juga mendapat legalitasnya dari pihak–pihak yang

terkait seperti Dinas Kesehatan dan BPOM karena masih ada kekurangan

yang kemudian diserahkan kepada Disperindagkop dan Koperasi. Yaitu

mengenai belum sesuainya denah gedung, pengolahan limbah serta belum

adanya kesepahaman antara Dinas Kesehatan dengan pengelola Koperasi

mengenai sistem pelaksanaan produksi dan distribusi jamu.

Selain itu Dinas Kesehatan melalui Ibu Listyorini menanggapi

bahwa bagi mereka yang merasa tidak mampu untuk memenuhi standar

CPOTB diharapkan untuk tidak memproduksi obat tradisional dan atau

beralih pada profesi lain. OT hanya boleh beredar asal sesuai dengan

Page 96: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

aturan. Bentuk tanggapan lainnya adalah memberikan motivasi. Berikut

merupakan ungkapan dari Ibu Listyorini, “Ya kalau sekiranya ga bisa ya

alih profesi saja, kan banyak lapangan kerja lainnya tidak hanya jamu bisa

jualan makanan atau lainnya”. (Wawancara 25 Februari 2011)

Namun berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Amir Kepala

Koperasi Aneka Sari pada 27 April 2011 bahwa Dinas Kesehatan kurang

memberikan pembinaan yang persuasif. Selain itu Ibu Listyorini (18

Januari 2011) juga mengungkapkan bahwa hasil dari pembinaan tersebut

secara kualitatif belum dapat dinilai efektif karena selalu masih ada saja

yang harus diproses di meja hijau. Pembinaan tersebut juga dilakukan

dengan prosedur penarikan obat tradisional dari peredaran melalui Public

Warning dari BPOM atas produk obat tradisional yang tidak memenuhi

syarat. Efektivitas dari upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan

terhadap sejumlah PJ adalah dilihat melalui hasil produksi jamu murni

tanpa menggunakan BKO.

Dengan demikian bahwa tanggapan yang ditujukan dan yang

diberikan oleh Dinas Kesehatan menyikapi adanya BKO pada sejumlah

produksi jamu adalah melalui sosialisasi dan pembinaan CPOTB.

Tanggapan tersebut telah sesuai karena mengacu pada UU Kesehatan yang

berlaku, para perajin juga menanggapinya cukup apresiasif namun dalam

pelaksanaannya Dinas Kesehatan kurang memahami kemampuan para PJ

dalam melaksanakan dan menerapkan CPOTB tersebut sehingga hasil dari

Page 97: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tanggapan tersebut belum efektif dalam memecahkan permasalahan yang

ada.

b. Pengenalan Kebutuhan Dalam Pembinaan Jamu Tradisional

Dalam upaya mewujudkan produksi obat tradisional yang sesuai

dengan CPOTB dibutuhkan banyak hal. CPOTB merupakan suatu standar

produksi pada obat tradisional yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas

Obat dan Makanan. Dalam standar CPOTB produsen obat tradisional

harus memiliki gedung standar CPOTB, Apoteker, perijinan yang sah

diantaranya izin IKOT (Industri Kecil Obat Tradisional), termasuk di

dalamnya alat-alat mesin produksi, pengetahuan tentang khasiat tanaman

obat tradisional, bahan baku, dll.

Masih terkait dengan penjabaran diatas bahwa hal yang

memberatkan para perajin adalah terkait dengan kesediaan fasilitas sesuai

dengan CPOTB khususnya gedung dan alat-alat yang dibutuhkan di

dalamnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Warsono (23 April 2011)

salah seorang peracik OT bahwa agar produksi OT-nya sesuai dengan

CPOTB beliau membutuhkan adanya fasilitas gedung CPOTB karena

skala produksinya masih kecil maka ia belum mampu untuk membuat

gedung yang sesuai dengan CPOTB. Selain itu beliau juga merasa

susahnya mendapatkan bahan-bahan OT di lapangan dalam jumlah yang

besar. Beliau juga mengeluhkan agar perijinan dipermudah. Berikut

merupakan ungkapan dari Bapak Warsono, “Selain gedung, bahan

Page 98: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

produksi tanaman obat berkhasiat juga susah didapatkan di pasaran dalam

jumlah yang besar”. (Wawancara 23 April 2011)

Menurut Bapak Parmin (Wawancara 07 Februari 2011) bahwa

dalam CPOTB disyaratkan adanya standar gedung yang juga

merepresentasikan alur produksi yang benar. Gedung tersebut berukuran ±

4 x 12 meter persegi. Pembangunan gedung tersebut harus sesuai dengan

denah yang distandarkan oleh BPOM pusat. Peracik OT dengan skala

usaha yang relatif masih kecil tidak mampu jika harus membuat gedung

yang sesuai dengan CPOTB. Berikut merupakan ungkapan Bapak Parmin,

“Dalam CPOTB itu para perajin harus memiliki gedung sesuai standar BPOM kurang lebih berukuran 4 x 12 meter disitu alur, dan denah diatur. Para perajin yang masih skala kecil mana mampu mba kalau harus membuat gedung yang seperti itu. Saya juga menyayangkan sikap Dinas Kesehatan yang belum juga mendapatkan perpanjangan izin, padahal saya mendapat banyak bantuan dan dukungan dari pihak lain. Menurut saya Dinas Kesehatan kurang maksimal. Mereka hanya akan memberikan izin apabila saya sudah memiliki gedung”. (Wawancara 07 Februari 2011)

Bapak Parmin (07 Februari 2011) juga mengeluhkan sikap Dinas

Kesehatan dalam hal perizinan. Walaupun banyak dinas lain yang ikut

mendukung usaha rintisan OT murni-nya tanpa menggunakan BKO ia tak

kunjung juga mendapatkan perpanjangan izin dari Dinas Kesehatan karena

belum adanya gedung standar CPOTB. Dukungan dari dinas lainnya

terbukti dengan adanya beberapa mesin produksi yang hibahkan

kepadanya. Diantaranya adalah mesin pencampur atau mixer, mesin

pengering atau oven, timbangan, dan mesin penggiling yang semuanya

berasa daril LIPI Jawa Tengah dan Kementrian Riset dan Tekhnologi.

Page 99: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tahun 2011 diagendakan bantuan akan kembali turun dari Dinas

Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cilacap yaitu mesin pengemas

foil.

Menurut Bapak Parmin (07 Februari 2011) dengan alasan tidak

memilikinya gedung standar CPOTB sampai sekarang proses

perpanjangan izin belum juga diberikan. Beliau menuturkan bahwa ia

keterbatasan modal jika harus memiliki gedung dengan standar CPOTB. Ia

tetap semangat memasarkan hasil produksinya kepada konsumen

walaupun banyak konsumen yang menyangsikan khasiat OT-nya yang

murni tanpa adanya BKO, selain itu produksi OT-nya juga memiliki harga

yang lebih mahal dibandingkan OT dengan BKO.

Diungkapkan oleh Pak Parmin (07 Februari 2011) bahwa izin

produksi dan edar hanya akan diberikan jika telah memiliki standar

CPOTB salah satunya adalah kepemilikan gedung standar CPOTB.

Dengan demikian pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam

pelaksanaannya masih terdapat banyak kekurangan dalam mengenal

kebutuhan produksi OT yang sesuai dengan CPOTB. Bahwa tidak semua

peracik atau pengusaha jamu mampu memiliki gedung standar CPOTB

beserta kebutuhan di dalamnya termasuk membayar Apoteker karena

modal yang belum memadai.

Kebutuhan yang dirasakan oleh Bapak Parmin (07 Februari 2011)

selain gedung dan perijinan ia juga mengungkapkan bahwa ia juga

membutuhkan materi mengenai resep-resep khasiat tanaman tumbuhan

Page 100: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang bisa dijadikan sebagai OT. Beliau mengeluhkan materi pembinaan

yang hanya berkutat mengenai CPOTB khususnya denah-denahnya. Ia

mengharapkan adanya materi lain seperti pengetahuan tentang khasiat

tanaman obat serta materi tentang penggunaan bahan pemanis dan

pewarna yang diperbolehkan untuk produksi OT. Pak Parmin (07 Februari

2011) bahwa ia sampai sekarang mengeluhkan susahnya mencari bahan

baku tanaman obat dalam jumlah yang besar, belum lagi jika ada maka

harganya sangat mahal. Berikut merupakan ungkapan Bapak Parmin,

“Saya mengharapkan Dinas Kesehatan juga memberi pengetahuan tentang khasiat tanaman obat, tanaman-tanaman apa saja yang bisa digunakan sebagai obat, bahan pewarna dan pemanis apa saja yang boleh digunakan jangan hanya denah-denah mengenai gedung, selain itu bahan baku di pasaran juga susah dalam jumlah yang besar, jika ada harganya juga mahal”. (Wawancara 07 Februari 2011)

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bapak Wan beliau

merupakan salah seorang mantan manajer peracik obat tradisional skala

menegah keatas mengungkapkan bahwa untuk sekarang ini harga jahe di

pasaran mencapai 8.000 kg.

Diungkapkan oleh Pak Wan 07 April 2011 bahwa untuk

mengajukan izin produksi dan edar harus dilakukan uji laboratorium

terhadap produksi OT agar dipastikan bebas BKO. Uji tersebut dilakukan

secara swadana oleh peracik atau pengusaha OT. Uji laboratorium tersebut

berkisar antara 10 juta sampai 12 juta. Biaya tersebut belum termasuk izin

TR, dan izin BPOM. Hal ini dikeluhkan karena biaya tersebut sangat

mahal tidak sesuai dengan skala usaha yang rata–rata masih kecil. Berikut

merupakan uangkapan Bapak Wan:

Page 101: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Prosesnya itu juga banyak mba, jamu harus dilakukan uji laboratorium dulu sebelum mendapatkan izin. Uji laboratorium itu dilakukakan secara swadana dan harganya sekitar 10-12 juta rupiah. Mereka yang usahanya masih kecil saya rasa belum mampu apabila harus melakukan uji laboratorium. Belum lagi proses pengajuan TR dan IKOT”. (Wawancara 07 April 2011)

Selain gedung dan perizinan terdapat kebutuhan lainnya yang sama

pentingnya dalam CPOTB. Yaitu kebutuhan akan Apoteker. Hal ini

diungkapkan oleh Bapak Sumanto (23 April 2011) bahwa ia

mengharapkan terdapat kelonggaran dari Dinas Kesehatan agar seorang

Apoteker bisa membawahi satu unit untuk sementara sampai mereka

merasa mampu untuk membayar Apoteker secara individual.

Diungkapkan oleh Bapak Amir 27 April 2011 bahwa dalam

menyikapi masalah ini gabungan para peracik obat tradisional melalui

wadah Koperasi Aneka Sari merintis pembangunan gedung central dengan

pengajuan dana dalam APBD Kabupaten Cilacap. Gedung tersebut

dibangun pada 20 Februari 2008 dan selesai pada tahun 2009. Namun

belum juga mendapat izin karena masih terbelenggu dalam masalah

pengolahan limbah dan lay-out yang menggambarkan sistem alur

produksi. Sampai saat ini gedung tersebut tidak bisa digunakan dan

mengaggur kurang lebih selama dua tahun. Kelambanan masalah tersebut

sampai sekarang ini terjadi karena keterbatasan dana dan ketatnya

peraturan yang berlaku. Untuk menanggapinya beliau sejak awal tahun

2010 melalui tim di dalamnya telah mengajukan kepada DPRD sekaligus

dalam upaya sinkronisasi mengenai persamaan persepsi dan permasalahan

Page 102: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perizinan yang belum juga dikeluarkan. Melalui gedung tersebut

diharapkan semua proses produksi OT dilakukan dalam gedung tersebut

sehingga peracik atau pengusaha OT hanya akan melakukan pemasaran

atau pelabelan produksi sesuai dengan nama merk dagangnya. Hal ini

dilakukan sebagai salah satu strategi untuk menghindari adanya

pencampuran BKO. Gedung ini merupakan tempat untuk mewadahi

mereka para peracik OT skala kecil dengan modal yang terbatas yang

belum mampu untuk membuat gedung CPOTB. Berikut merupakan

ungkapan dari Bapak Amir,

“Untuk mengatasinya kami melalui Koperasi secara bersama-sama merintis pembuatan gedung yang sekarang ini disebut gedung Central. Itu merupakan murni rintisan dari pihak kami untuk mewadahi perajin jamu skala kecil yang tidak mampu untuk memenuhi berbagai persyaratan yang ada termasuk gedung dan segala keperluan di dalamnya. Namun itu belumbisa digunakan karena masih ada beberapa yang harus dibenahi. Diantaranya adalah lay-out, izin ANDAL, serta sistem produksi yang nantinya akan dijalankan belum sinkron dengan harapan Dinas Kesehatan”. (Wawancara 27 April 2011)

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bapak Ferdi (30 April 2011)

bahwa strategi yang diambil dalam permasalahan ini adalah dengan

merintis gedung central yang merupakan wadah bagi para peracik obat

tradisional yang tidak memiliki gedung standar CPOTB.

Produksi OT hanya diizinkan beredar apabila memiliki perizinan

yang sah dan lengkap. Perizinan tersebut meliputi IKOT/IOT, Izin Prinsip.

Izin tersebut hanya bisa dikeluarkan apabila semua persyaratan CPOTB

telah terpenuhi dengan baik oleh peracik obat tradisional. Dengan

demikian sekarang ini para peracik OT tidak bisa memproduksi atau

Page 103: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengedarkan OT secara sah hukum. Menurut Bapak Ferdi (30 April 2011)

bahwa seharusnya pada tahun 2010 semua IOT atau IKOT harus sudah

ditutup semua, namun Dinas Kesehatan masih memberikan kelonggaran

kepada PJ untuk berbenah diri sampai dengan saat ini. Dikemukakan oleh

Bapak Amir 27 April 2011 bahwa susahnya proses perizinan terjadi sekitar

awal bulan Januari 2010 sampai sekarang ini. Sedangkan sebelumnya

masih dirasa mudah dalam mengajukan perizinan baik pembuatan

perizinan maupun perpanjangan izin. Berikut merupakan ungkapan dari

Bapak Ferdi,

”Izin yang harus dipenuhi itu macam-macam, ada izin IKOT/IOT, Izin Prinsip, dan TR. Kalau semua izin tersebut sudah terpenuhi maka produk tersebut baru boleh edar sah secara hukum. Sebenarnya awal tahun 2010 jamu Cilacap harus ditutup semua, namun Dinas Kesehatan masih memberikan kelonggaran kepada perajin untuk berbenah diri”. (Wawancara 30 April 2011)

Dengan demikian apabila mengacu pada permasalahan yang ada,

upaya baik dari Dinas Kesehatan apabila tidak diimbangi dengan

pengenalan permasalahan, sikap humble dan sikap fleksibilitas terhadap

kondisi yang ada maka sikap baik tersebut akan susah dirasakan oleh para

perajin. Akan menjadi lebih baik apabila upaya Dinas Kesehatan untuk

memberikan kesempatan kepada perajin untuk berbenah diri juga

mendapat pengawalan, bimbingan, arahan dan bantuan yang

memungkinkan untuk dilakukan sehingga permasalahan yang dihadapi

oleh para perajin bisa teratasi dengan baik sesuai dengan pengamalan

prinsip NPS bagi Dinas Kesehatan.

Page 104: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menanggapi hal ini Dinas Kesehatan hanya akan memberikan

pengarahan hal-hal yang harus dipenuhi dalam tercapainya legalitas

gedung central. Berkaitan dengan pemecahan masalah yang ada di

dalamnya, Dinas Kesehatan lebih menyerahkan kepada Koperasi dan

Disperindagkop. Hal ini seperti upaya mendapatkan izin ANDAL dan

upaya yang dilakukan Koperasi dalam pembenahan lay-out. Berkaitan

dengan pemenuhan kebutuhan mesin dan bahan baku hal ini memang

merupakan fungsi Disperindagkop.

Sehubungan dengan sosialisasi penggunaan gedung central Dinas

Kesehatan lebih menyerahkan kepada Koperasi. Persyaratan adanya

Apoteker juga diserahkan kepada perajin itu sendiri atau Koperasi.

Berkaitan dengan beragai kebutuhan tersebut Dinas Kesehatan kurang

maksimal dalam berperan berkaitan dengan sifat kegiatan usaha ini yang

merupakan jenis usaha masyarakat skala kecil dalam kelompok yang besar

yang menyangkut kehidupan orang banyak.

Akan menjadi lebih baik apabila Dinas Kesehatan ikut membantu

upaya positif dari Koperasi dengan cara mendukung lancarnya

pelaksanaan gedung tersebut melalui upaya ikut mensosialisasikan kepada

perajin untuk secara maksimal memanfaatkan adanya gedung tersebut,

membantu dalam pemecahan masalah gedung, ikut membantu yang

mungkin bisa dilakukan agar gedung tersebut cepat bisa dirasakan

manfaatnya oleh para perajin melalui sikap fleksibilitasnya.

Page 105: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Secara tidak langsung Dinas Kesehatan menjabarkan berbagai

masalah yang ada, menjelaskan yang seharusnya dilakukan namun dalam

pelaksanaan prasyarat tersebut Dinas Kesehatan kurang maksimal. Akan

menjadi lebih baik apabila Dinas Kesehatan juga secara bersama-sama

merespon hal-hal yang dibutuhkan oleh PJ berkaitan dengan CPOTB.

Dikemukakan oleh Kepala bagian Farmami sesuai dengan

kewenangan dan peran Dinas Kesehatan hanya bewenang dalam

memberikan pembinaan dalam hal tekhnis CPOTB. Dinas Kesehatan

hanya sebagai pengarah, motivator dan pemberi izin legalitas bersama

dengan BPOM. Berikut merupakan ungkapan Ibu Titi bagian Farmami,

”Mba kita itu hanya berwenang sebagai pelaksana tekhnis saja, urusan yang lain-lain itu bukan urusan kami. Kita itu hanya sebagai motivator agar para pengusaha jamu itu tidak menggunakan BKO”.(Wawancara, 25 April 2011)

Berdasarkan berbagai kebutuhan-kebutuhan tersebut

pengenalannya masih belum efektif. Terdapat banyak kebutuhan yang

dibutuhkan oleh para perajin dalam upaya CPOTB. Kebutuhan-kebutuhan

tersebut diantaranya adalah Gedung standar CPOTB, serta prasyarat yang

ada di dalamnya termasuk Apoteker, perizinan, bahan baku serta tata

laksana produksi. Selain gedung, kebutuhan lainnya yaitu terkait

pengetahuan mengenai tanaman khasiat obat. Dinas Kesehatan cenderung

menganggap bahwa para perajin mampu untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan tersebut padahal faktanya tidak demikian. Kebutuhan prasyarat

seperti gedung yang telah dirintis oleh Koperasi Aneka Sari bukan

Page 106: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

merupakan upaya pemberdayaan dan motivasi dari Dinas Kesehatan dalam

memenuhi prasyarat dalam CPOTB. Motivasi yang diberikan merupakan

motivasi produksi jamu tanpa menggunakan BKO, namun upaya dalam

realiasasinya masih kurang efektif.

c. Pemenuhan Kebutuhan

Responsivitas Dinas Kesehatan bukan hanya dilihat dari

kemampuan menanggapi masalah dan pengenalan kebutuhan. Hal lainnya

yaitu kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Pengenalan

kebutuhan tanpa pemenuhan kebutuhan maka permasalahan tidak akan

terpecahkan. Berbagai kebutuhan PJ tersebut membutuhkan peranan

lembaga-lembaga pemerintah terkait, khususnya Dinas Kesehatan sesuai

dengan tupoksinya. Berkaiatan dengan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai

dengan tupoksinya yaitu berkaitan dengan perizinan dan hal-hal yang

terkait di dalamnya. Hal ini tidak lain adalah gedung CPOTB dan berbagai

persyaratan di dalamnya termasuk Apoteker dan sistem pelaksanaan

produksi jamu.

Berkaitan tidak semua PJ mampu membuat gedung standar

CPOTB, maka dalam penunjang kelancaran produksi diharapkan Dinas

Kesehatan ikut membantu dalam perwujudan dan lancarnya kegiatan

gedung Central. Diungkapkan oleh Ibu Listyorini dan Titi pada hari Senin

25 April 2011 bahwa berkaitan dengan gedung central merupakan

wewenang Disperindagkop, Dinas Kesehatan hanya sekedar pemaparan

mengenai tekhnis CPOTB dan pemberi izin. Dengan demikian upaya

Page 107: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemenuhan kebutuhan para PJ oleh Dinas Kesehatan masih kurang

maksimal hal ini karena terdapat banyak unsur-unsur yang terkait dalam

perwujudan CPOTB yang harus dipenuhi oleh PJ.

Akan menjadi lebih baik apabila Dinas Kesehatan bekerjasama

dengan Disperindagkop dan PJ melalui Koperasi dalam pemenuhan

kebutuhan terkait dengan berjalannya gedung central agar mampu

memberikan manfaat yang maksimal bagi pengrajin sehingga kegiatan

produksi dan distribusi jamu tidak lagi bermasalah. Diharapkan apabila

gedung tersebut berjalan sesuai dengan tujuannya yaitu produksi jamu

tanpa BKO serta mampu diberdayakan sebagai penghasil PAD. Bapak

Amir pada Rabu 27 April mengungkapkan,

“Pembinaan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan bahwa pembinaan tersebut kurang persuasif kepada PJ, perijinan belum terpenuhi dengan baik, pengawasan yang tidak hanya penyalahan kepada PJ tapi juga mengandung bimbingan, serta pemasaran termasuk di dalamnya pencitraan kembali Jamu Cilacap yang belum maksimal. Pada awal tahun 2010 pengetatan perijinan mulai diberlakukan. Pengetatan ini harusnya diimbangi dengan persiapan yang mendukung sehingga akan menjadiimplementable kepada para PJ. Penerapan kebijakan apabila tidak diimbangi dengan fasilitas pendukung maka penerapan tersebut akan menjadi terkendala”. (Wawancara, 27 April 2011)

Apabila Dinas Kesehatan ingin menciptakan jamu atau obat

tradisional yang sesuai dengan CPOTB, Dinas Kesehatan juga harus

menyiapkan hal-hal yang terkait dengan prinsip-prinsip CPOTB

khususnya bagi mereka yang modal usahanya masih relatif kecil. Yaitu

Dinas Kesehatan ikut membantu dalam memberikan solusi pemenuhan

prinsip-prinsip tersebut sehingga tidak hanya menyerahkan sepenuhnya

Page 108: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kepada PJ. Sesuai dalam penerapan good governace bahwa pemerintah

berkewajiban dalam memberikan pelayanan sebaik-baiknya terhadap

kepentingan masyarakat. Bapak Amir juga mengungkapkan,

“Jamu Cilacap tumbuh sejak puluhan tahun yang lalu jangan sampai nila setitik rusak susu sebelanga. Hanya karena BKO yang muncul 10 tahun terakhir akhirnya berdampak pada kematian usaha ini dan menciptakan pengagguran dalam jumlah yang besar”. (Wawancara, 27 April 2011)

Dalam pembinaan informal di lapangan sering kali membuat

ketakutan para PJ yang merasa menggunakan BKO karena apabila terbukti

kasusnya akan dilimpahkan kepada Kepolisian atau Kejaksaan. Seringkali

dilakukan perampasan alat-alat produksi. Sehingga pembinaan informal

termasuk di dalamnya penyuluhan akan menjadi terkendala karena

seringkali diliputi rasa emosi antara kedua belah pihak.

Berdasarkan pengamatan di lapangan belum ada PJ yang telah

membuat gedung standar CPOTB sehingga selama itu sejak awal tahun

2010 Dinas Kesehatan belum mengeluarkan surat izin kepada PJ.

Diungkapkan oleh Bapak Ferdi 30 April 2011 bahwa untuk gedung central

telah mendapat persetujuan izin namun masih terkendala dalam

pengolahan limbah. Hal ini dapat dikatakan bahwa izin tersebut masih

bersifat semu.

Begitupula dengan persyaratan adanya Apoteker dalam suatu PJ.

Dalam prinsip CPOTB mensyaratkan adanya minimal satu Apoteker

dalam suatu PJ. Hal ini juga tidak mampu dipenuhi oleh PJ yang memiliki

modal sedikit. Diungkapkan oleh Ibu Listyorini dan Ibu Titi pada senin 25

Page 109: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

April 2011 bahwa setiap PJ harus memiliki minimal satu Apoteker.

Apoteker tersebut tidak boleh membawahi lebih dari satu PJ. Dengan

demikian untuk masalah ini para PJ yang tidak mampu mambayar

Apoteker mau tidak mau harus menginduk di gedung central yang

memiliki Apoteker di dalamnya. Biaya Apoteker tersebut dibebankan pada

biaya produksi tambahan yang akan dikenakan pada hasil produksi jamu.

Sedangkan selama ini gedung tersebut belum juga beroperasi.

Menurut Bapak Ferdi 30 April 2011 nantinya apabila gedung

Central dalam produksi jamu, harga jamu atau obat tradisional yang akan

diberikan kepada PJ seharga 25,000. Setiap 25 box maka akan dikenakan

biaya 25,000 dan kelipatannya untuk PPh, dan biaya produksi tambahan

lainnya. Dengan demikian jenis usaha ini potensial sebagai penghasil PAD

apabila dikelola dengan baik. Para PJ diharapkan nantinya hanya

melakukan penjualan kepada konsumen atau distributor sesuai dengan

kemasan dan nama merk dagang masing-masing perajin. Hal ini dilakukan

untuk menghindari adanya pencampuran BKO kembali. Berikut

merupakan uangkapan Bapak Ferdi,

“Itu nanti rencananya gedung Central akan melakukan penyerbukan dan pengemasan sesuai dengan kemasan yang diberikan oleh masing-masing perajin. Harga yang akan diberikan rencanya satu box harganya 25,000 rupiah, dari 25 box dan kelipatannya akan dikenakan biaya 25,000 sebagai biaya PPh dan biaya produksi lainnya yang nantinya akan meningkatkan PAD Kabupaten Cilacap”. (Wawancara 30 April 2011)

Sistem ini ternyata tidak lepas dari konflik, beberapa PJ melalui

Koperasi merasa keberatan dengan keputusan yang direkomendasikan oleh

Page 110: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dinas Kesehatan beserta Apotekernya. Beberapa PJ melalui Koperasi

mengharapkan agar gedung central mengeluarkan serbuk khasiat dalam

bentuk tepung serbuk serta pengemasan dilakukan oleh masing-masing PJ.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Koperasi Bapak Amir 27 April 2011

bahwa Koperasi mengharapkan agar sistem produksi pada gedung central

hanya sebatas pada peracikan tepung khasiat sedangkan pengemasan

dilakukan oleh masing-masing PJ. Berikut merupakan ungkapan Bapak

Amir, “Kami mengharapkan sistem produksi nantinya gedung central

hanya melakukan penyerbukan bahan-bahan, pengemasan dilakukan oleh

para perajin”. (Wawancara, 27 April 2011)

Begitupula dengan pernyataan dari Bapak Ferdi 30 April 2011

bahwa Koperasi menghendaki pengemasan serbuk diserahkan kepada

masing-masing PJ sehingga gedung central hanya melakukan produksi

tepung khasiat.

Menurut Bapak Ferdi bahwa masalah ini memberikan

pertimbangan tersendiri bagi Dinas Kesehatan dalam memberikan legalitas

gedung central. Dinas Kesehatan mengkhawatirkan akan terjadi

pencampuran BKO kembali. Dengan demikian belum terjadi kesatuan

konsensus untuk tujuan bersama antara Dinas Kesehatan dan PJ dalam

penyelesaian BKO pada jamu Cilacap.

Dapat terlihat bahwa penghilangan BKO pada sejumlah PJ di

Cilacap cukup susah. Selain karena permasalahan modal, hal ini karena

tingkat finansial atau keuntungan yang menjanjikan pada penggunaan

Page 111: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BKO dalam produksi jamu atau obat tradisional. Biaya produksi yang

hanya 7000 per-box dapat dijual seharga 15.000 per-box. Berbeda dengan

produksi tanpa BKO yang diperkirakan 25.000 per-box. Diungkapkan oleh

Bapak Ferdi 30 April 2011 bahwa murahnya biaya produksi dengan BKO

karena tepung yang digunakan merupakan tepung non-khasiat atau ampas

sisa produksi PT besar seperti Sidomuncul. Sedangkan apabila tanpa BKO

maka khasiat yang diandalkan adalah dari tepung khasiat yang masih

belum diambil ekstrak-nya. Berikut merupakan ungkapan dari Bapak

Ferdi,

”Memang susah mba menghilangkan BKO karena keuntungan yang dijanjikan dengan menggunakan BKO sehingga perajin kadang masih sering tergoda untuk menggunakan BKO. Hal ini karena dalam menggunakan BKO tepung yang digunakan adalah tepung dasar yang sudah diambil ekstraknya oleh PT-PT besar seperti Sidomuncul dan lainnya dan ampasnya dibuang ke sini (Cilacap) sehingga harga tepung tersebut murah. Namun dari sisi konsumen mereka kadang justru lebih menyukasi yang BKO karena selain harganya yang murah khasiat yang dirasakan juga cepat hanya 1-2 hari khasiat sudah dapat dirasakan sedangkan apabila menggunakan tepung khasiat kami sudah menelitinya sekitar 2-3 hari khasiat bisa dirasakan. Hanya saja karena pada BKO tepung yang digunakan adalah ampas yang teksturnya kasar bisa membahayakan organ hati”. (Wawancara, 30 April 2011)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut diatas bahwa dari sisi

konsumen mereka lebih menyukai jamu dengan BKO karena harganya

yang murah dan khasiat yang cepat hanya sekitar 1-2 hari khasiat sudah

dapat dirasakan berbeda dengan tanpa BKO sekitar 2-3 hari. Hal ini juga

dikuatkan oleh pernyataan Bapak Ferdi 30 April 2011 bahwa dari sisi

konsumen sendiri mereka lebih menyukai penggunaan BKO karena

khasiatnya cepat, hanya saja ini bisa membahayakan organ hati dalam

Page 112: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penggunaan jangka panjang karena tepung tersebut sifatnya kasar karena

merupakan ampas.

Untuk menghilangkan BKO pada produksi jamu atau obat

tradisional maka dibutuhkan niat bersama untuk membenahi dan

menunjang beberapa faktor pendukungnya. Niat bersama dapat terbentuk

melalui kesamaan konsensus antara PJ dan Dinas Kesehatan dengan

komunikasi yang baik. Untuk menciptakan kesamaan konsensus Dinas

Kesehatan harus menyiapkan strategi yang tepat kepada PJ agar mereka

beralih meninggalkan BKO. Apabila dengan jalan kekerasan melalui

hukum belum juga efektif dan memberi dampak yang berkepanjangan

maka Dinas Kesehatan harus lebih berfokus pada upaya pendekatan

sebagai pengayom yang didambakan oleh masyarakat. Yaitu melalui

pendekatan yang sinergis menempatkan diri dalam permasalahan para PJ

tersebut dan membimbing mereka agar meninggalkan BKO.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Dinas Kesehatan

dalam upaya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan PJ masih kurang maksimal.

Komunikasi yang dibangun oleh Dinas Kesehatan sekiranya juga masih

kurang maksimal terlihat masih adanya perbedaan konsensus yang belum

terpecahkan. Selain itu fleksibilitas dalam menjalankan tugasnya juga

dirasa kurang maksimal karena pengetatan peraturan yang dilakukannya.

Hal ini terlihat dalam kurang maksimalnya Dinas Kesehatan melibatkan

diri dalam kebutuhan-kebutuhan tersebut tentunya dalam hal-hal yang

masih berhubungan dengan tupoksinya.

Page 113: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Kecepatan dalam pemenuhan kebutuhan

Kecepatan pemenuhan kebutuhan akan mempengaruhi kecepatan

dalam pencapaian tujuan atau pemecahan suatu masalah. Semakin cepat

suatu lembaga atau instansi memberikan pelayanan atau pemenuhan

kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya maka akan semakin responsif

lembaga atau instansi tersebut kepada kebutuhan masyarakat.

Kecepatan Dinas Kesehatan dalam memenuhi kebutuhan para PJ

dalam pelaksanaan dan penerapan CPOTB dapat dilihat ketika Dinas

Kesehatan memenuhi kebutuhan para PJ. Yaitu melihat upaya pemenuhan

kebutuhan yang diharapkan oleh PJ kepada Dinas Kesehatan telah sesuai

dengan waktu yang diharapkan oleh para PJ atau belum. Semakin cepat

Dinas Kesehatan memenuhi kebutuhan PJ maka Dinas Kesehatan dapat

dikatakan responsif terhadap kebutuhan PJ. Kecepatan Dinas Kesehatan

dalam pemenuhan kebutuhan kepada PJ dapat dilihat ketika Dinas

Kesehatan memberikan izin kepada PJ baik izin IOT atau IKOT ataupun

Izin Prinsip serta kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti gedung CPOTB

dan berbagai unsur di dalamnya. Semua prasyarat CPOTB sebenarnya

mengarah pada pencapaian izin yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan.

Izin hanya diberikan apabila semua prasyarat telah terpenuhi.

Diungkapkan oleh Bapak Amir bahwa sebelum tahun 2010 proses

perizinan dikatakan cukup mudah dan lancar hanya sekitar 1-2 minggu.

Berikut merupakan ungkapan Bapak Amir,

Page 114: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Kalau dulu sebelum tahun 2010 si lumayan mudah dan cepat mendapatkan izin, mulai awal tahun 2010 sampai sekarang menjadi lumayan susah. Sekarang ini karena ada pengetatan. Ya sejak maraknya isu tentang jamu Cilacap”. (Wawancara, 27 April 2011)

Bapak Warsono dan Parman juga mengungkapkan hal yang sama.

Sampai sekarang Bapak Parman meminta perpanjangan izin belum juga

dikeluarkan walaupun beliau mendapat dukungan dari LIPI,

Disperindagkop, dan Kementrian Riset dan Tekhnologi.

Diungkapkan oleh Kepala Bagian Farmami Ibu Listyorini (25

April 2011) bahwa Dinas Kesehatan berjanji apabila semua prasyarat

sudah terpenuhi maka pihaknya pasti akan memberikan izin. Kesulitan izin

sejak awal tahun 2010 merupakan wujud tanggapan Dinas Kesehatan atas

pemberitaan media massa yang pada waktu itu yang terus melakukan

pembunuhan terhadap jamu tradisional Cilacap yaitu dengan kebijakan

untuk menutup Jamu Cilacap pada tahun 2010. Namun Dinas Kesehatan

memberikan kesempatan untuk berbenah diri kepada para PJ. Dalam hal

ini Dinas Kesehatan lebih menempatkan diri pada posisi di luar arena

lapangan, pihaknya hanya akan memberikan penilaian melalui izin yang

dikeluarkan. Pelaksanaan dalam lapangan (permasalahan) pihaknya lebih

berperan sebagai motivator yang menonton.

Mengenai kebutuhan pembinaan yang persuasif, Dinas Kesehatan

telah memenuhinya dengan cepat yaitu tiga bulan sekali hanya saja

pembinaan ini masih kurang efektif. Hal ini karena pembinaan tersebut

hanya bersifat eksplanasi mengenai tekhnis-tekhnis CPOTB dan syarat-

Page 115: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

syarat yang harus dipenuhi oleh para PJ agar mendapatkan izin produksi.

Selain itu apabila ditemukan produk yang tidak sesuai maka akan

dilakukan penyitaan barang dan alat produksi. Namun usaha Dinas

Kesehatan agar para PJ mampu sesuai dengan harapan Dinas Kesehatan

berperan kurang menonjol. Berikut merupakan ungkapan Bapak Amir,

”Ya kalau pembinaan si cukup cepat biasanya tiga bulan sekali dilakukan

pembinaan oleh Dinas Kesehatan bekerjasama dengan BPOM”.

(Wawancara, 27 April 2011)

Sedangkan berkaitan dengan kebutuhan tekhnis lainnya meliputi

gedung, Apoteker dan lainnya yang akan diwadahi dalam gedung central

oleh para PJ melalui Koperasi masih terdapat kekurangan pada lay-out dan

pengolahan limbahnya. Sesuai dengan tupoksinya harusnya Dinas

Kesehatan lebih melibatkan diri membantu dalam memberikan solusi

mengenai pembenahan lay-out.

Akan menjadi lebih baik apabila Dinas Kesehatan lebih bersikap

untuk fleksibel terhadap persoalan yang ada dan yang memungkinkan

untuk dilakukan dengan pertimbangan tingkat pentingnya suatu

persyaratan apabila dibandingkan dengan kehidupan masyarakat banyak

yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Misalnya saja adalah

pada persoalan lay-out. Lay-out tersebut merupakan suatu denah gedung

agar sesuai dengan perundang-undangan. Sekiranya tingkat bahaya yang

akan dihasilkan dengan ukuran gedung yang kurang sesuai dengan tingkat

bahaya yang ditimbulkan pada hasil produksi kurang memberikan

Page 116: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kontribusi yang penting. Apalagi jika hal ini dipertimbangkan pada

sejumlah masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini serta

keuntungan yang segera akan didapat apabila gedung tersebut dapat

digunakan secepatnya. Sekiranya hal ini bisa dijadikan pertimbangan bagi

Dinas Kesehatan.

Hanya sebagai perbandingan Dinas Kesehatan Kabupaten

Banyumas memberikan kelonggaran untuk permasalahan gedung yang

masih dalam proses pembuatan asalkan PJ tersebut bebas tanpa

menggunakan BKO. Secara tidak langsung Dinas Kesehatan tersebut

cukup fleksibel dan hasil yang didapat cukup efektif dengan memberikan

kesempatan kepada PJ untuk berbenah melalui suatu kebijakan yang nyata.

Kecepatan Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap dapat dinilai

dengan seberapa besar upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan PJ secara cepat, efektif dan efisien.

Apabila Dinas Kesehatan berupaya maksimal dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan PJ maka kebutuhan-kebutuhan tersebut akan cepat

dirasakan manfaatnya oleh PJ. Sejauh ini upaya pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan PJ oleh Dinas Kesehatan kurang maksimal sehingga sampai

sekarang PJ belum merasakan manfaat dari kebutuhan-kebutuhan yang

mereka harapkan dari Dinas Kesehatan. Dengan dekimian kecepatan Dinas

Kesehatan dalam memenuhi kebutuhan para PJ masih lemah.

Page 117: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Hambatan Responsivitas Dinas Kesehatan

1) Sumber Daya Uang

a. Uang Sebagai Faktor Modal

Dalam pelaksanaan suatu tujuan atau program tidak terlepas dari

kebutuhan akan uang. Tanpa adanya sumber daya uang kelancaran

pelaksanaan suatu program ataupun usaha pemberian pelayanan yang

prima akan terganggu. Begitupula dalam pelayanan yang diberikan

oleh Dinas Kesehatan dalam memenuhi kebutuhan para PJ. Dalam

upaya memberikan pelayanan sesuai yang diharapkan oleh para PJ

Dinas Kesehatan tidak terlepas dari kebutuhan akan biaya dalam

jumlah yang besar. Kebutuhan biaya tersebut baik untuk kegiatan

operasional maupun alokasi dana untuk membantu memenuhi

kebutuhan tekhnis produksi jamu atau obat tradisional untuk realisasi

CPOTB.

Berdasarkan pernyataan Ibu Titi bahwa Dinas Kesehatan

mendapatkan alokasi dana 50 juta untuk anggaran kegitan tahun 2010-

2011 untuk kegitan pembinaan sehingga kegiatan yang dilakukan oleh

Dinas Kesehatan hanya sebatas pembinaan tekhnis. Alokasi yang

diharapkan oleh Dinas Kesehatan adalah 100 juta hanya saja alokasi

dana yang diberikan hanya 50 juta termasuk didalamnya pembinaan

tidak hanya kepada PJ namun juga pengusaha makanan dan

minumannya lainnya di Kabupaten Cilacap. Dinas Kesehatan melalui

bagian Farmami mengharapkan agar pada tahun 2012 pihaknya

Page 118: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mendapatkan alokasi dana sebesar 100 juta sehingga pihaknya lebih

fokus dan berbuat lebih responsif terhadap kebutuhan para PJ.

Dana 50 juta tersebut digunakan oleh bagian Farmami salah satunya

untuk melakukan pembinaan formal setiap 3 bulan sekali dan

pembinaan informal secara interaktif hampir setiap 3-4 minggu ke

lapangan kepada lebih dari satu PJ. Dalam menyikapi hal ini Dinas

Kesehatan bekerjasama dengan BPOM dalam melakukan pembinaan.

Hal ini dilakukan dengan mengadakan pembinaan secara bersama-

sama ke lapangan yaitu kepada para PJ. Selain memangkas biaya hal

ini juga untuk merekatkan tupoksi mereka sehingga diharapkan tujuan

mereka akan lebih mudah tercapai.

Permasalahan modal selain dari pihak Dinas Kesehatan, juga

modal dari pihak PJ. Hal ini karena PJ belum mampu secara modal

untuk memenuhi kebutuhan gedung standar CPOTB, Apoteker, mesin

serta bahan baku.

b. Uang Sebagai Nilai Keuntungan Yang Diperoleh

Faktor uang selain memberikan kendala sebagai modal penciptaan

responsivitas Dinas Kesehata kepada para PJ, uang juga menjadi

kendala lain. Uang yang merupakan wujud dari sebuah keuntungan

dalam dunia usaha khususnya usaha jamu dalam jumlah yang cukup

besar membuat para PJ enggan untuk beralih meninggalkan BKO.

Tingginya nilai ekonomi atau jaminan keuntungan yang diberikan

oleh produksi jamu BKO membuat pembinaan jamu atau obat

Page 119: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tradisional tanpa BKO menjadi begitu susah dan membutuhkan usaha

yang ulet dan konsisten secara terus–menerus. Harga pokok yang

begitu rendah pada penggunaan BKO yaitu sekitar 7000 rupiah

menjanjikan keuntungan yang besar bagi para PJ dan distributornya.

Hasil produksi jamu BKO ini dijual dipasaran dengan harga kisaran

12,000-17,000 merupakan suatu keuntungan yang fantastis.

Tingginya nilai rupiah jamu tradisional BKO memberikan

pertimbangan tersendiri bagi sejumlah PJ untuk meninggalkan BKO.

Harga biaya produksi yang rendah dengan pencampuran BKO mampu

memberikan keuntungan yang tinggi. Berbeda dengan biaya produksi

apabila menggunakan ekstrak tumbuhan berkhasiat ditambah lagi

beberapa hal yang mendukung untuk pengalihan ke ekstrak tanaman

khasiat belum menunjang.

Tingginya harga tepung ekstrak tumbuhan berkhasiat disebabkan

karena tingginya harga bahan-bahan pokok yaitu tumbuhan–tumbuhan

berkhasiat. Selain harganya mahal dipasaran, bahan–bahan pokok

tersebut juga susah dicari di lapangan. Dengan berbagai hal yang

dianggap lebih menyulitkan proses produksi yang sesuai dengan

CPOTB, sejumlah PJ lebih memilih menggunakan BKO dengan

proses produksi yang lebih cepat. Proses produksi tersebut lebih

murah dibandingkan standar CPOTB selain karena mereka memang

belum mampu secara modal untuk sesuai dengan standar CPOTB.

Page 120: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berbagai pertimbangan tersebut mereka lebih memilih

menggunakan BKO dan pembinaan CPOTB menjadi kurang efektif.

Keuntungan dua kali lipat yang diberikan oleh produksi BKO begitu

dijadikan sandaran hidup bagi para PJ. Dahulu tingkat pendidikan

keluarga menjadi lebih terjamin, biaya kesehatan menjadi lebih

terjamin serta kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Upaya untuk

merubah pandangan mengenai nilai keuntungan dari produksi dengan

BKO menjdi murni ekstrak tanaman khasiat dibutuhkan suatu strategi

yang matang, tepat dan kontinu dari berbagai pihak yang berada di

dalamnya khususnya Dinas Kesehatan yang berwenang dalam

mengatasi masalah BKO pada sejumlah produk jamu dalam wilayah

administrasi Kabupaten Cilacap.

Salah satu PJ yaitu Serbuk Manjur melalui Apotekernya mengatakan

pada tahun kejayaan PJ Cilacap pihak Serbuk Manjur mampu

mencapai 500 juta per-bulan. Kejayaan jamu Cilacap terjadi antara

tahun 1997-2000. Diungkapkan oleh Bapak Ferdi yang juga

merupakan Apoteker Serbuk Manjur pada 30 April 2011 bahwa

kejayaan Serbuk Manjur sampai meng-iklankan produksinya pada

salah satu TV swasta nasional dan mengekspor produksinya sampai di

Singapure, Taiwan dan negara-negara lainnya. Begitupula pada PJ-PJ

lain mencapai omzet 200 juta per-bulan. Kejayaan ini terjadi sebelum

adanya pencampuran BKO pada sejumlah produksi jamu. Serbuk

Manjur kini telah benar-benar berhenti berproduksi karena pihaknya

Page 121: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terbukti ikut mencampuri produksinya dengan BKO pada waktu

belakangan ini. Sekitar 3000 karyawannya telah berhenti bekerja dan

mereka kini hanya mengandalkan pekerjaan serabutan disekitar

mereka. Akibatnya banyak anak-anak mereka yang kini harus terpaksa

memperoleh pendidikan seadanya. Menamatkan sampai tingkat SMA

dan sederajatnya pun terasa sangat susah apalagi biaya pendidikan

yang semakin mahal. Jauh berbeda ketika mereka masih merasakan

manfaat atas aliran distribusi pendapatan dari jamu khususnya

sebelum ada BKO. Begitupula dengan karyawan dari PJ lainnya.

Keuntungan yang mereka dapat ketika merasakan kejayaan jamu

lama-lama habis beserta modal produksi karena tidak sedikit yang

terus disita oleh pihak Dinas Kesehata, BPOM dan Kepolisian.

Berikut merupakan ungkapan dari Bapak Ferdi,

“Dulu mba waktu jaman suksesnya jamu Cilacap para PJ mendapatkan uang 50 juta ia saking gampangnya. Itu sekitar tahun 1997-2000. Tiap PJ minimal punya karyawan 10-15 orang. Belum lagi seperti Serbuk Manjur yang merupakan PJ yang cukup besar pada waktu itu sampai memiliki karyawan sekitar 3000 orang meliputi masyarakat tetangga desa. Serbuk Manjur dulu juga sampai mengekspor produksi ke beberapa negara seperti Singapure, Taiwan dan negara-negara tetanggana lainya. Peresmian gedung dan kantor Serbuk Manjur diresmikan oleh Kepala BPOM Pusat pada waktu itu. Namun karena seiring perkembangan sehingga Serbuk Manjur ikut menggunakan BKO dan diketahui oleh BPOM dan Dinas Kesehatan usaha kami kini menjadi hancur dan kini kami sedang berusaha untuk berbenah diri”. (Wawancara, 30 April 2011)

Rendahnya harga produksi jamu ini juga didukung oleh para

konsumennya yang tersebar diseluruh Indonesai bahkan sampai diluar

negeri. Mereka justru merasa tertolong dengan adanya obat tradisional

Page 122: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari Cilacap. Dengan harga yang cukup terjangkau bagi mereka,

mereka bisa merasakan khasiatnya secara manjur dan cepat. Berkaitan

dengan adanya isu BKO yang disiarkan oleh berbagai media massa

opini terbagi menjadi dua. Dari sejumlah konsumen ada yang merasa

takut dan ada pula yang merasa percaya pada jamu atau obat

tradisional ini karena selama bertahun-tahun berlangganan jamu

tersebut mereka merasa tidak merasakan efek negatif yang diisukan

oleh media publik. Hal ini juga dituturkan oleh sejumlah konsumen

jamu atau obat tradisional buatan Ibu Sum bahwa para konsumennya

masih mempercayai produknya hanya saja para distributornya merasa

ketakutan karena sering mendapat inspeksi dari Kepolisian. Berikut

merupakan ungkapan Ibu Sum:

”Kalau dari pelanggan saya si mereka biasa-biasa aja masih banyak yang pesen. Orang mereka jadi langganan saya sudah cukup lama dan mereka merasa biasa-biasa saja malah merasa terbantu. Hanya saja sekarang saya takut karena belakangan ini sering terjadi penertiban dan penyitaan barang oleh pihak Dinas Kesehatan dan Kepolisian”. (Ibu Sum 25 April 2011)

Dengan demikian nilai keuntungan yang dijanjikan dengan BKO

merupakan faktor tersendiri yang menjadikan PJ susah untuk beralih

menggunakan tanaman khasiat obat selain karena faktor-faktor

pendukungnya memang belum terpenuhi dengan baik.

2). Komunikasi

a. Lemahnya Konsensus

Kesamaan konsensus merupakan hal yang penting dalam

melaksanakan suatu kebijakan atau program. Khususnya antara

Page 123: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemberi dan penerima program. Tanpa adanya kesamaan konsensus

maka tujuan program tersebut akan sulit dimengerti oleh penerima

program atau sasaran. Begitupula dengan harapan para PJ sebagai

kelompok sasaran tidak akan dimengerti dengan baik oleh Dinas

Kesehatan apabila konsensus diantara keduanya lemah. Ataupun

tujuan dari Dinas Kesehatan akan susah dimengerti oleh PJ. Dengan

adanya kesamaan konsensus maka tujuan bersama antara Dinas

Kesehatan dan PJ akan lebih mudah untuk mendapatkan titik tengah

sebagai wujud solusi bersama.

Lemahnya konsensus diantara Dinas Kesehatan dan PJ terlihat

pada perbedaan pemikiran diantara keduanya. Di salah satu pihak

Dinas Kesehatan mengharuskan semua PJ yang ingin berproduksi

harus telah sesuai dengan CPOTB. Di sisi lain PJ belum mampu untuk

memenuhi semua prasyarat CPOTB. Menurut Dinas Kesehatan semua

PJ merupakan kelas ekonomi keatas yang dianggap mampu memenuhi

semua prasyarat CPOTB. Dinas Kesehatan juga menganggap bahwa

semua PJ menggunakan BKO dan paradigma bahwa PJ susah untuk

meninggalkan BKO. Berikut merupakan ungkapan Ibu Titi bagian

Farmami,

”La mba rumah mereka aja bagus-bagus, besar-besar. Mereka semua itu rata-rata sudah menggunakan BKO. Mereka sudah susah dibilangin”. (Wawancara, 15 Februari 2011)

Berdasarkan pernyataan Ibu Titi (18 Februari 2011) bahwa mereka

(PJ) beruntung sekali dengan pendidikan seadanya mereka dengan

Page 124: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mudah mendapatkan kekayaan. Bahwa PJ memiliki uang yang banyak

dan rumah yang bagus. Berbagai pembinaan telah mereka lakukan

sampai pada pembinaan religius namun PJ kembali lagi menggunakan

BKO. Para PJ sudah susah dibina untuk meninggalkan BKO karena

paradigma mereka yang sudah susah untuk dirubah. Berikut

merupakan ungkapan Ibu Titi,

“Enak banget mba masa mau ngalahin yang sekolah, yang sekolah saja belum tentu bisa seperti mereka, rumah mereka aja bagus-bagus, pembinaan sudah kami lakukan mba sampai pada pembinaan religius tapi ya bagaimana lagi paradigma mereka yang susah”. (Wawancara, 18 Februari 2011)

Sebenarnya para PJ mulai ada kesadaran untuk meninggalkan BKO

karena dahulu mereka memang tidak menggunakan BKO, hanya saja

hal itu tidak semudah yang dipikirkan oleh Dinas Kesehatan karena

mereka terhalang keterbatasan modal untuk memenuhi prasyarat

CPOTB sesuai harapan Dinas Kesehatan. Adanya fasilitas gedung

Central yang dirintis oleh Koperasi Aneka Sari yang masih tertunda

mengharapkan ulur tangan Dinas Kesehatan untuk ikut membantu

demi kelancaran gedung Central tersebut. Namun sekiranya Dinas

Kesehatan lebih menyerahkan masalah tersebut kepada Koperasi dan

Disperindagkop hal ini sesuai pernyataan Ibu Listyorini pada 27 April

2011. Berikut merupakan ungkapan Ibu Listyorini,

Page 125: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

”Ya kalau masalah kaya gimana pembenahan gedung, sistem pelaksanaan, pemenuhan persyaratan pengajuan izin itu bukan kewenangan kami mba, mungkin bisa ditanyakan ke Disperindagkop karena dia yang lebih berwenang, kami hanya sebatas pelaksana tekhnis mba mengenai apa saja yang harus dipenuhi oleh PJ”. (Wawancara, 27 April 2011)

b. Lemahnya Dalam Penyampaian Keluhan Para PJ Terhadap Dinas

Kesehatan (Krisis Percaya Diri)

Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya

responsivitas Dinas Kesehatan dalam mengatasi permasalahan

BKO pada sejumlah produksi jamu Cilacap adalah karena

lemahnya komunikasi diantara keduanya salah satunya adalah

karena PJ enggan memberikan suara sebagai bentuk penyampaian

pendapat, keluhan maupun sebagai bentuk penyampaian harapan.

Lemahnya dalam memberikan suara mereka kepada pihak Dinas

Kesehatan menyebabkan konsensus diantara mereka tidak sinkron

sehingga Dinas Kesehatan kurang memahami hal-hal sebenarnya

terjadi dan harapan para PJ. Begitupula sebaliknya.

Ketidaksepahaman ini sangat mempengaruhi efektivitas pembinaan

yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan serta pelaksanaan CPOTB

kepada para PJ.

Akan menjadi lebih baik apabila PJ mampu dan mau

menyampaikan suara mereka kepada Dinas Kesehatan bahwa

mereka memang memiliki itikad baik untuk meninggalkan BKO

hanya saja mereka keterbatasan modal apabila harus memenuhi

begitu banyak persyaratan CPOTB. Mengajak Dinas Kesehatan

Page 126: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

untuk sama-sama menciptakan solusi yang baik karena bagi

mereka usaha ini sangat penting bagi kehidupan mereka dan bisa

dijadikan keuntungan tersendiri bagi Pemerintah Daerah. Hal ini

juga didukung oleh sikap terbukanya Dinas Kesehatan terhadap

aspirasi masyarakatnya. Ini membutuhkan kemampuan mendengar

Dinas Kesehatan terhadap kebutuhan dan permasalahan

masyarakat.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mereka

cenderung lebih diam dan mencari solusi sendiri melalui media

Koperasi. Mereka menyuarakan suara-suara mereka dalam temu

rutin Koperasi. Mereka merasa takut apabila menyampaikan

berbagai keluhan tersebut kepada Dinas Kesehatan dan BPOM.

Dalam berbagai media pertemuan antara PJ dengan Dinas

Kesehatan maupun BPOM mereka lebih sering memilih diam

daripada menyuarakan keluhan dan masalah mereka.

Hal ini didukung oleh pernyataan Bapak Warsono, Sumito,

Ibu Sum bahwa mereka lebih memilih diam dalam menyuarakan

berbagai masalah mereka khususnya keterbatasan modal mereka

apabila harus memenuhi semua prasyarat CPOTB. Berdasarkan

hasil pengamatan lapangan mereka mengalami krisis percaya diri

dalam menyampaikan berbagai keluhan tersebut karena di sisi lain

mereka merasa bersalah dan merasa takut kepada petugas Dinas

Kesehatan dan BPOM. Khususnya hal ini dapat terlihat dalam

Page 127: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pembinaan informal sudah dapat dipastikan mereka selain Bapak

Parman pasti merasa ketakutan dan banyak diantaranya memilih

untuk kabur apabila mereka mendapat pemeriksaan dari Dinas

Kesehatan pada lokasi produksinya.

Apabila para PJ menyampaikan keluhan dan aspirasi

dengan terbuka dan kontinue terhadap Dinas Kesehatan berkaitan

dengan masalah CPOTB maka kebutuhkan, keluhkan dan harapan

para PJ dapat diketahui dengan baik oleh Dinas Kesehatan. Dengan

demikian strategi yang akan seharusnya diambil oleh Dinas

Kesehatan akan lebih tepat dan efektif terhadap penyelesaian

CPOTB. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan sikap

keterbukaan Dinas Kesehatan terhadap keluhan masyarakat

termasuk di dalamnya para PJ.

Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Wan 07 April 2011

bahwa biasanya dalam suatu pertemuan formal para PJ cenderung

tidak berani mmeberikan aspirasi dan keluhan kepada Dinas

Kesehatan. Berikut merupakan ungkapan Bapak Wan,

”Ya begitu mba, kami kebanyakan diam termasuk juga saya. Ya,,,,hanya sebatas mendengarkan apa yang mereka (Dinas Kesehatan) sampaikan dalam acara pembinaan formal”. (Wawancara, 07 April 2011)

Para PJ lebih banyak diam dalam pertemuan tersebut.

Dengan demikian bahwa bukan hanya dalam pertemuan non-

formal namun dalam pertemuan formal pun para PJ cenderung

Page 128: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tidak berani menyampaikan keluhan dan harapannya. Hal ini

menyebabkan penyelesaian masalah CPOTB dalam jamu Cilacap

menjadi terhambat sampai hari ini karena masing-masing pihak

tidak mengkomunikasikan keinginannya dengan baik.

Page 129: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Matriks Responsivitas

Tabel 4.7Matriks Responsivitas Dinas Kesehatan Terhadap Permasalahan BKO Pada Jamu Tradisional

Di Kecamatan KroyaKomponen

(1)Kasus

(2)Hasil(3)

Responsivitas1. Kemampuan

menanggapi

Pembinaan CPOTB baik formal maupun informal. Bahwa semua PJ harus memenuhi CPOTB.

Tanggapan yang diberikan telah tepat yaitu sesuai dengan Perundang-undangan. Dengan demikian bisa dikatakan cukup responsif.

2. Kemampuan dalam mengenal dan memahami kebutuhan PJ

Kebutuhan dalam pelaksanaan CPOTB sangat beragam namun Dinas Kesehatan hanya berperan sebagai pelaksana tekhnis yang menjelaskan prasyarat yang harus dipenuhi dalam CPOTB. Memandang bahwa semua PJ mampu memenuhi prasyarat tersebut padahal kenyataannya tidak demikian. PJ membutuhkan gedung standar CPOTB dan unsur di dalamnya diantaranya adalah: Apoteker, perizinan, bahan baku, pengetahuan tanaman khasiat obat. Tidak ada fleksibilitaas dari Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan kurang memahami bahwa tidak semua PJ mampu untuk memenuhi kebutuhan terkait CPOTB. Dinas Kesehatan kurang berperan terhadap kebutuhan tersebut. Dengan demikian pada komponen ini Dinas Kesehatan tidak responsif.

3. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

Dinas Kesehatan lebih menyerahkan kebutuhan-kebutuhan tersebut kepada PJ, Koperasi serta Disperindagkop. Koperasi merintis gedung Central namun masih terkendala izin ANDAL dan sistem produksi yang akan dilaksanakan belum menemukan titik temu. Dinas Kesehatan menyerahkan urusan ini kepada Koperasi dan Disperindagkop.

Dengan demikian dalam komponen ini Dinas Kesehatan tidak responsif.

4. Kecepatan dalam memenuhi kebutuhan

Karena Dinas Kesehatan lebih menyerahkan kebutuhan-kebutuhan tersebut kepada Koperasi dan Disperindagkop dan kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan oleh PJ kepada Dinas Kesehatan belum terpenuhi maka Dinas Kesehatan bisa dikatakan lambat dalam memenuhi kebutuhan para PJ

Dalam komponen ini Dinas Kesehatan tidak responsif

Hambatan Responsivitas1. Uang

1). Uang sebagai modal

2). Uang sebagai faktor keuntungan

Susahnya pelaksanaan CPOTB karena PJ tidak memiliki modal untuk memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan CPOTB. Dinas Kesehatan juga kurang berperan dalam usaha pengajuan anggaran untuk memenuhi kebutuhan CPOTB khususnya untuk gedung CentralKeuntungan menggunakan BKO memberikan pertimbangan dan faktor tersendiri bagi PJ untuk meninggalkan BKO

Kebutuhan CPOTB belum terealisasi dengan baik

Selain karena belum mampu memenuhi CPOTB mereka masih tergiur untuk menggunakan BKO

2. Komunikasi1). Persamaan

Konsensus2). Minimnya

penyeluran aspirasi oleh PJ

Terjadi perbedaan konsensus antara pikiran dan harapan PJ dan Dinas Kesehatan tentang jamuPJ cenderung tidak berani mengeluarkan aspirasi mereka karena merasa takut

Sulitnya dalam penyelesaian konflik

Page 130: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka kesimpulan yang dapat

diambil mengenai responsivitas Dinas Kesehatan dalam pembinaan jamu

tradisional di kecamatan Kroya adalah sebagai berikut:

1. Pada komponen kemampuan dalam menanggapi persoalan BKO, Dinas

Kesehatan bisa dikatakan cukup responsif karena tanggapan yang

diberikan melalui sosialisasi dan pembinaan CPOTB merupakan

langkah yang tepat karena sesuai dengan perundang-undangan yang

berlaku.

2. Kemampuan mengenal dan memahami kebutuhan PJ khususnya dalam

pelaksanaan CPOTB masih kurang responsif terlihat bahwa Dinas

Kesehatan menganggap bahwa semua PJ mampu memenuhi berbagai

kebutuhan dalam pelaksanaan CPOTB. Namun kenyataannya adalah

sebaliknya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diantaranya adalah :

gedung standar CPOTB temasuk unsur di dalamnya adalah Apoteker,

perijinan, bahan baku, serta pengetahuan mengenai tanaman khasiat

obat.

3. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan PJ terkait pelaksanaan

CPOTB masih kurang responsif terlihat pada sikap Dinas Kesehatan

yang lebih menyerahkan urusan kebutuhan PJ kepada PJ itu sendiri,

Koperasi dan Disperindagkop. Usaha gedung rintisan yang dipelopori

Page 131: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

oleh Koperasi yang masih terkendala masalah izin ANDAL, lay-out,

dan sistem pelaksanaan produksi yang direncanakan, Dinas Kesehatan

kurang melibatkan diri dalam hal ini dan tidak ada fleksibilitas dari

Dinas Kesehatan.

4. Kecepatan dalam memenuhi kebutuhan para PJ masih dirasa kurang

responsif karena dilihat dari pemenuhan kebutuhan para PJ yang

sampai saat ini belum juga terpenuhi dengan baik sesuai dengan

harapan PJ maka secara tidak langsung upaya pemenuhan kebutuhan

oleh Dinas Kesehatan masih cukup lambat. Hal ini juga karena kurang

adanya fleksibilitas dari Dinas Kesehatan dalam mempertimbangkan

hal-hal yang mungkin sekiranya akan menjadi lebih baik apabila

Dinas Kesehatan memberikan fleksibilitasnya yaitu hal-hal yang tidak

akan memeberikan kerugian atau bahaya yang lebih besar

dibandingkan dengan keuntungan yang akan di dapat. Misalnya saja

pada permasalahan lay-out.

Berdasarkan hasil penelitian keempat komponen tersebut maka

dapat dikatakan secara keseluruhan bahwa Dinas Kesehatan masih kurang

responsif terhadap pembinaan jamu tradisional terkait permasalahan BKO

yang terjadi pada jamu atau obat tradisional di Kecamatan Kroya.

Lemahnya responsivitas Dinas Kesehatan dalam penyelesaian

BKO pada sejumlah PJ dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalamya.

Diantaranya adalah:

Page 132: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Uang, uang mempengaruhi lemahnya responsivitas Dinas

Kesehatan. Uang memeiliki dua kontribusi sebagai penghambat

dalam lemahnya responsivitas Dinas Kesehatan. Diantaranya

adalah :

a. Uang sebagai modal, keterbatasan modal Dinas Kesehatan dan

PJ menyebabkan sulitnya merealisasikan CPOTB dalam

produksi jamu atau obat tradisional

b. Uang sebagai nilai keuntungan, tingginya nilai keuntungan yang

diberikan dalam produksi jamu menggunakan BKO

menyebabkan PJ masih sering tergiur untuk memproduksi

dengan BKO selain juga karena mereka merasa frustasi dengan

persyaratan CPOTB yang dirasa sangat memberatkan mereka

karena mereka tidak memiliki modal yang cukup.

2). Komunikasi, komunikasi ikut mempengaruhi dalam lemahnya

responsivitas Dinas Kesehatan dalam permasalahan CPOTB.

Komunikasi juga memiliki dua kontribusi dalam lemahnya

responsivitas. Yaitu :

a. Lemahnya konsensus, lemahnya konsensus diantara Dinas

Kesehatan dan PJ menyebabkan pemikiran, serta harapan

diantara keduanya susah untuk sinkron. Dengan demikian

tujuan yang diharapkan oleh Dinas Kesehatan kurang dipahami

oleh Dinas Kesehatan. Begitupula sebaliknya hal-hal yang

Page 133: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

selama ini menyebabkan mereka masih menggunakan BKO

kurang dipahami oleh Dinas Kesehatan.

b. Lemahnya para PJ dalam menyampaikan keluhan dan

harapannya

Hal ini masih terkait dengan permasalahan diatas bahwa

lemahnya konsensus diantara PJ dan Dinas Kesehatan

disebabkan oleh lemahnya PJ dalam menyampaikan

aspirasinya kepada Dinas Kesehatan dan masih kurang

maksimalnya motivasi yang diberikan oleh Dinas Kesehatan

dalam menciptakan kondisi untuk penyampaian keluhan secara

optimal. Lemahnya penyampaian aspirasi para PJ disebabkan

karena krisis percaya diri pada para PJ karena rasa takut dan

bersalah mereka atas tindakan yang mereka lakukan yaitu

pencampuran produksi dengan BKO.

B. Saran

Saran yang diajukan oleh peneliti diantaranya adalah :

1. Belum berhasilnya pembinaan tersebut seharusnya Dinas Kesehatan lebih

intensif mencari jalan keluar agar pembinaan tersebut berjalan efektif

dengan tetap berada dalam koridor keadilan, transparansi, dan semangat

citizenship. Dinas Kesehatan seharusnya lebih mendekatkan diri kepada

para pengusaha jamu secara personal dengan harapan Dinas Kesehatan

lebih memahami permasalahan sebenarnya dari sudut pandang mereka

sehingga jalan keluar bersama dapat dicapai dengan baik.

Page 134: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Belum terealisasinya CPOTB dalam proses produksi jamu disebabkan

karena lemahnya modal yang dimiliki oleh para PJ. Adanya inisiatif para

PJ melalui Koperasi merupakan wujud kemandirian masyarakat dalam

berwiraswasta. Hal ini seharusnya mendapat apresiasi dari lembaga

pemerintah khususnya Dinas Kesehatan serta diharapkan mampu

melibatkan diri secara maksimal dalam membantu realisasi CPOTB.

Diantaranya adalah fleksibilitas mengenai lay-out, manajemen sistem tata

produksi, sosialisasi gedung Center, peng-upayaan percepatan penggunaan

gedung Center.

3. Mengingat tingginya manfaat yang bisa didapat dengan manajemen yang

tepat yaitu sebagai kantong lapangan kerja serta salah satu sektor penghasil

PAD Kabupaten Cilacap seharusnya berbagai lembaga pemerintah

khususnya Dinas Kesehatan lebih peka dalam permasalahan tersebut dan

konsisten menciptakan jalan keluarnya sehingga sektor jamu benar-benar

mampu dijadikan sandaran hidup para pelaku di dalamnya. Selain itu hal

ini karena mampu memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah

(melalui PAD). Dalam hal ini tentunya sesuai dalam koridor UU dan

peraturan yang berlaku.

4. Sesuai dengan PerMenKes 246 Nomor: 246/MenKes/Per/V/1990 tentang

Izin Usaha Industri Obat Tradisional Dan Pendaftaran Obat Tradisional

Mentri Kesehatan RI mengenai klasifikasi usaha industri obat tradisional

yang tertuang pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (2) dan (3) maka

penerapan prasyarat CPOTB termasuk di dalamnya gedung standar

Page 135: Responsivitas Dinas Kesehatan Dalam Pembinaan Jamu ...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

CPOTB dan Apoteker menjadi tidak logis apabila diterapkan pada seluruh

industri skala kecil khususnya home industry jamu tradisional yang di

kecamatan Kroya dengan modal jauh di bawah Rp 600.000.000 mengingat

pemenuhan prasyarat tersebut membutuhkan dana yang besar dan skala

usaha yang besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.