Responsi Umum CHF Functional III-IV

22
BAB I PENDAHULUAN Gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi patologi, dimana terdapat ketidakmampuan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. 1 Angka kejadian gagal jantung kongestif semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat 1,5 % - 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita gagal jantung kongestif dan 700.000 diantaranya harus dirawat di RS per tahun. Faktor risiko terjadinya gagal jantung kongestif yang paling sering adalah penyakit jantung koroner dan hipertensi. Faktor resiko lain yang dapat ditemukan adalah kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal dan penyakit katup jantung. 2 Gejala gagal jantung kongestif adalah sesak, kelelahan, baik dalam keadaan istirahat maupun dalam keadaan latihan, edema, tanda- tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. 1 Pada awal gagal jantung, akibat curah jantung yang rendah di dalam tubuh terjadi aktifitas saraf simpatis 1

description

Responsi Umum CHF Functional III-IV

Transcript of Responsi Umum CHF Functional III-IV

Page 1: Responsi Umum CHF Functional III-IV

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif adalah suatu kondisi patologi, dimana terdapat

ketidakmampuan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan

jaringan.1 Angka kejadian gagal jantung kongestif semakin meningkat dari tahun

ke tahun, tercatat 1,5 % - 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita gagal

jantung kongestif dan 700.000 diantaranya harus dirawat di RS per tahun. Faktor

risiko terjadinya gagal jantung kongestif yang paling sering adalah penyakit

jantung koroner dan hipertensi. Faktor resiko lain yang dapat ditemukan adalah

kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal dan penyakit katup jantung.2 Gejala gagal

jantung kongestif adalah sesak, kelelahan, baik dalam keadaan istirahat maupun

dalam keadaan latihan, edema, tanda-tanda objektif adanya disfungsi jantung

dalam keadaan istirahat.1

Pada awal gagal jantung, akibat curah jantung yang rendah di dalam tubuh

terjadi aktifitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta

pelepasan arginin vasopresin yang merupakan mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan tekanan darah. Namun setelah beberapa saat, kelainan sistem

neurohumoral ini akan memacu perburukan gagal jantung tidak hanya karena

vasokontriksi serta retensi air dan garam, akan tetapi juga karena adanya efek

toksik langsung dari noradrenalin dan angiotensin terhadap miokard. Apabila

keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload dan preload, hipertrofi/

dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal

jantung yang tidak terkompensasi.3 Diagnosis gagal jantung kongestif berdasarkan

1

Page 2: Responsi Umum CHF Functional III-IV

kriteria Framingham. Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu

kriteria major dan dua kriteria minor.4 Penilaian derajat fungsional pada gagal

jantung kongestif dapat digunakan kriteria fungsional New York Heart

Association (NYHA).5

Terapi pada pasien gagal jantung kongestif diberikan segera setelah

diagnosis telah ditegakkan, perlu diketahui adanya retensi cairan atau tidak. Jika

tidak ada retensi cairan, pengobatannya yaitu ACE Inhibitor dan beta blocker. Jika

terdapat retensi cairan diberikan diuretik bersama dengan ACE Inhibitor dan beta

blocker.6

Berikut ini akan dibahas suatu laporan kasus tentang seorang perempuan

dengan diagnosa kerja gagal jantung kongestif yang dirawat di instalasi rawat inap

C1.

2

Page 3: Responsi Umum CHF Functional III-IV

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien Ny. SS, usia 63 tahun, sudah menikah, suku minahasa,

pekerjaan wiraswasta, alamat Kema III Lingk. IX, Sulawesi Utara, masuk rumah

sakit tanggal 13September 2013 di Instalasi Rawat Inap C1 dengan keluhan utama

sesak nafas.

Pada anamnesis didapatkan sesak awalnya dialami sejak 1 tahun yang lalu

bersifat hilang timbul. Sesak dirasakan semakin memberat sejak 3 hari sebelum

masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terutama saat beraktivitas seperti naik tangga

dan berjalan jauh (± 20-30 meter). Pasien tidur menggunakan tiga bantal dan

pasien sering terkaget bangun tengah malam karena sesak. Pasien mengeluh

bengkak pada kedua kaki yang dialami sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Pasien juga mengeluh batuk sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, lendir

dirasakan sulit keluar, batuk terutama pada malam hari dan lebih berat bila tidur.

Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati dan mual. Tidak ada keluhan demam,

pilek dan muntah,nafsu makan menurun, berat badan menurun. BAB dan BAK

biasa. Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus sejak 12 tahun lalu,

tidak rutin minum obat. Tidak ada riwayat darah tinggi, asam urat, kolesterol,

asma dan ginjal. Riwayat sosial, merokok (-) alkohol (-).

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat dengan

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 140/80 mmHg,frekuensi nadi 108 kali

permenit reguler dan isi cukup, frekuensi pernapasan 28 kali permenit, suhu badan

aksila 37,0oC. Berat badan 45 kg, tinggi badan 150cm, indeks massa tubuh (IMT)

3

Page 4: Responsi Umum CHF Functional III-IV

20 kg/m2. Pada pemeriksaan kepala didapatkan rambut hitam, tidak terlalu tebal,

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, pupil bulat isokor. Pada

pemeriksaan hidung tidak ditemukan deviasi septum, sekret tidak ada, pendarahan

tidak ada. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah

bening, trakea letak tengah, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, jugular venous

pressure (JVP) 5 + 3 cmH2O.

Pada pemeriksaan dada didapatkan pergerakan dinding dada simetris

dalam keadaan statis dan dinamis, fremitus raba kiri sama dengan kanan, sonor di

kedua lapangan paru, suara pernapasan vesikuler, terdapat ronki basah

halusdibasal kedua lapangan paru dan tidak terdapat wheezing. Pada pemeriksaan

jantung didapatkan ictus cordis tampak pada inspeksi di ICS V linea midclavicula

sinistra, ictus cordis teraba setinggi ICS V linea midclavicula sinistra. Batas

jantung kanan pada ruang interkosta IV linea parasternalis dextra, batas jantung

kiri pada ruang interkosta V linea axilaris anterior sinistra. Auskultasi irama

teratur (M1 > M2, T1 > T2, A2 > A1, P2 > P1, A2 > P2) tanpa adanya bising dan gallop

pada keempat katubnya.

Pada pemeriksaaan abdomen tampak datar, peristaltik usus normal, palpasi

lemas, nyeri tekan tidak ada. Hepar teraba 2 cm bawah arcus costa dengan tepi

tumpul, permukaan datar dan lien tidak teraba, ballottement tidak ada, shifting

dullness tidak ada. Nyeri ketok kostovertebra kiri dan kanan tidak ada. Pada

ekstremitas, akral teraba hangat, oedema (+) kedua tungkai, tidak ada deformitas

jari.

Pemeriksaan laboratorium darah: hemoglobin 12,5 g/dL, hematokrit 37,3

x103/mm3, leukosit 6900/mm3, trombosit 267.000/mm3, eritrosit 3,21 x106/mm3,

4

Page 5: Responsi Umum CHF Functional III-IV

natrium 123mEq/L , kalium 4,5 mEq/L , chlorida 97 mEq/L,ureum darah

35mg/dL. Foto thorax di dapatkan kardiomegali, dengan CTR 52 %. EKG

didapatkan kesan Left Atrium Hipertrofi dan OMI inferior.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan maka ditegakkan diagnosis kerja sebagai CHF fungsional III

et causa CAD dd/ HHD, Susp. DM Tipe 2, Hipertensi grade I, Hiponatremi.

Pasien direncanakan untuk dilakukan Echocardiography (konsul Kardiologi),

pemeriksaan laboratorium lengkap, GDS 4 porsi, konsul gizi.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu : Oksigen nasal kanul 2-4 L/menit,

IVFD NaCl 0,9% + Furosemide 200 mg 7 tetes/menit, Captopril 3 x 12,5 mg

PO, dulcolactol syrup 1 sendok makan setiap 8 jam, injeksi ranitidin 50 mg setiap

12 jam iv, ambroxol 30 mg tablet setiap 8 jam, takar urin/24 jam, balans cairan,

bedrest.

Hari kedua perawatan, keluhan sesak dirasakan berkurang, masih ada

penurunan nafsu makan. Keadaan umum sakit sedang, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 140/80 mmHg dengan frekuensi nadi 100 kali permenit reguler,

frekuensi pernapasan 24 kali permenit, suhu badan 37,50 C. Ronki basah halus

dikedua lapangan paru berkurang, edema pada tungkai berkurang. Input : 1100 cc.

Urine output : 1150 cc. Hasil lab : eosinofil 0 %, basofil 0%, neutrofil batang 0%,

neutrofil segmen 59 %, limfosit 36 %, monosit 5 %, leukosit 7.500/mm3, eritrosit

3,19/mm3,Hb 12,5 g/dL, Hematokrit 36,1% , trombosit 192.000/mm3, GDP 93

mg/dL, protein total 7,0 g/dL, kreatinin 0,7 mg/dL, ureum 40 mg/dL, asam urat

6,0 mg/dL, albumin 3,8 g/dL, globulin 3,2 g/dL, SGOT 33 U/L, SGPT 26 U/L ,

kolesterol total 85 mg/dL, HDL 33 mg/dL, LDL 161 mg/dL, trigliserida 160

5

Page 6: Responsi Umum CHF Functional III-IV

mg/dL, Natrium 126mEq/L, Kalium 2,41 mEq/L, chlorida 102 mEq/L. Diagnosis

kerja sebagai CHF fungsional III et causa CAD dd/ HHD, DM Tipe 2 terkontrol

tanpa obat, Hipertensi grade I, Hiponatremi. Diterapi dengan Oksigen nasal kanul

2-4 L/menit, IVFD NaCl 0,9%7 tetes/menit, Furosemide 20 mg I-I-0 iv, Captopril

3 x 12,5 mg PO, dulcolactol syrup 1 sendok makan setiap 8 jam, injeksi ranitidin

50 mg setiap 12 jam iv, ambroxol 30 mg tablet setiap 8 jam, takar urin/24 jam,

balans cairan, bedrest.

Hari ketiga perawatan, keluhan sesak dirasakan berkurang, sudah dapat

melakukan aktifitas lebih berat dari sebelumnya, masih ada penurunan nafsu

makan. Keadaan umum sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan

darah 110/70 mmHg dengan nadi 84 kali permenit reguler, frekuensi pernapasan

24 kali permenit, suhu badan 36,50 C. Ronki tidak ada, edema berkurang. Input :

1150 cc Urine output : 1250 cc .Diagnosis kerja sebagai CHF fungsional II - II I et

causa CAD dd/ HHD, DM Tipe 2 terkontrol tanpa obat, Hipertensi grade I,

Hiponatremi. Terapi lanjut, diet rendah lemak dan rendah garam.

Hari Keempat perawatan, sesak berkurang, sudah bisa makan sedikit-

sedikit, bengkak dikaki berkurang. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang

dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg dengan nadi 88

kali permenit reguler, frekuensi pernapasan 24 kali permenit, suhu badan 36,30 C.

Input : 1250 cc Urine output : 1300 cc. Diagnosis kerja sebagai CHF fungsional II

et causa CAD dd/ HHD, DM Tipe 2 terkontrol tanpa obat, Hipertensi grade I,

Hiponatremi. Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu : Ganti venflon, injeksi

furosemide 20 mg I-I-0 iv, Captopril 3 x 12,5 mg PO, dulcolactol syrup 1 sendok

makan setiap 8 jam, injeksi ranitidin 50 mg setiap 12 jam iv, ambroxol 30 mg

6

Page 7: Responsi Umum CHF Functional III-IV

tablet setiap 8 jam, Bisoplrolol 1,25 mg setiap 24 jam, takar urin, balans cairan

negatif, bedrest. Rencana pemeriksaan : DL, Na, K, Cl

Hari kelima perawatan, sesak berkurang, bengkak berkurang, Sudah

dapat melakukan aktivitas fisik seperti berjalan ke toilet. Keadaan umum pasien

tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 140/70

mmHg dengan nadi 60 kali permenit reguler, frekuensi pernapasan 20 kali

permenit, suhu badan 36,30 C. Input : 1300 cc, Urin output : 1400 cc. Hasil lab :

LED 10 mm/jam, leukosit 7000/mm3, eritrosit 3,99/mm3, Hb 11, 8 g/dL,

hematokrit 34,2 %, trombosit 170.000/mm3. Diagnosis kerja sebagai CHF

fungsional II et causa CAD dd/ HHD, DM Tipe 2 terkontrol tanpa obat,

Hipertensi grade I, Hiponatremi.

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu : furosemid 40 mg tablet dalam 24

jam, ranitidin 150 mg tablet setiap 12 jam, Bisoplrolol 1,25 mg setiap 24 jam,

captopril 12,5 mg tablet setiap 8 jam, bisacodyl sirup 1 sdm setiap 8 jam, asetosal

80 mg tablet setiap 24 jam.

Pasien direncanakan rawat jalan dan kontrol poliklinik penyakit jantung.

7

Page 8: Responsi Umum CHF Functional III-IV

BAB III

PEMBAHASAN

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung gagal

memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk mencukupi kebutuhan

metabolisme.7

Gagal jantung didiagnosis dengan menggunakan kriteria Framingham

yang terdiri kriteria mayor dan minor. Kriteria mayor terdiri dari : Paroxysmal

nocturnal dyspnea, distensi vena-vena leher, peningkatan vena jugularis, ronki,

kardiomegali, edema paru akut, gallop (bunyi jantung III), refluks hepatojugular

positif. Kriteria minor : Edema ekstremitas, batuk malam, sesak pada aktivitas,

hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal, takikardia

(>120 denyut/menit). Kriteria Mayor atau minor : penurunan berat badan ≥ 4,5kg

dalam 5 hari terapi.4 Untuk penilaian kriteria fungsional dari gagal jantung

kongestif bisa dilihat dari tabel dibawah ini, menurut NYHA.

Tabel. 1.Penilaian kriteria fungsional New York Heart Association (NYHA)5

Kelas 1

Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa gangguan pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah, palpitasi, dyspnoe, atau angina.

Kelas 2Pasien dengan penyakit jantung dengan sedikit gangguan pada aktivitas fisik, akan membaik jika istirahat.

Kelas 3Pasien dengan penyakit jantung dengan aktivitas fisik yang terbatas. Akan membaik apabila istirahat. Aktivitas yang sedikit akan menyebabkan lelah, palpitasi, dyspnoe, atau angina.

Kelas 4

Pasien dengan penyakit jantung yang tidak mampu untuk melakukan aktivitas apapun dengan nyaman. Gejala- gejala dari heart failure atau sindroma angina ada muncul pada saat istirahat. Apabila ada aktivitas fisik, akan meningkatkan ketidaknyamanan.

8

Page 9: Responsi Umum CHF Functional III-IV

Berdasarlan teori diatas, dari anamnesa didapatkan sesak nafas bersifat

hilang timbul.Sesak dirasakan saat beristirahat dan memberat terutama saat

beraktivitas seperti naik tangga dan jalan jauh. Pasien tidur menggunakan tiga

bantal, pasien sering terkaget bangun tengah malam karena sesak. Pasien juga

mengeluh bengkak pada kedua kaki.

Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan tekanan darah 140/80

mmHg , frekuensi nadi 108 kali permenit reguler isi cukup, frekuensi pernapasan

28 kali permenit. Suhu badan aksila 37,0 º C, ditemukan peningkatan JVP 5 + 3

cmH20, Rhonki dibasal paru, pada perkusi batas jantung kiri pada ICS V linea

aksilaris anterior sinistra, hepatomegali 2 cm bawah arcus costa, edema pada

kedua tungkai. Hasil foto thorax didapatkan kardiomegali.

Berdasarkan kriteria Framingham pada pasien ini terdapat 4 kriteria mayor

yaitu paroxysmal nocturnal dispnea, peningkatan tekanan vena jugularis, Rhonki,

kardiomegali. Dengan 3 kriteria minor yaitu edema ekstremitas, sesak pada

aktifitas dan hepatomegali. Berdasarkan kriteria NYHA, pasien dengan sesak

nafas saat beraktifitas maupun istirahat, dapat diklasifikasikan sebagai CHF fc III-

IV.

Penyakit Arteri Koroner (Coronary artery disease (CAD) merupakan

penyempitan atau terhambatnya aliran darah dalam pembuluh darah koroner yang

disebabkan oleh aterosklerosis. Aterosklerosis (kadang dikenal sebagai

‘pengerasan’ dari pembuluh darah) merupakan pembentukan timbunan kolesterol

dan lemak (plak) pada bagian dalam pembuluh darah. Plak-plak ini menghambat

aliran darah menuju otot jantung dengan cara menyumbat pembuluh darahnya

ataupun dengan cara menyebabkan fungsi dan bentuk pembuluh darahnya menjadi

9

Page 10: Responsi Umum CHF Functional III-IV

tidak sempurna. Tanpa adanya pasokan darah yang mencukupi, jantung tersebut

menjadi kekurangan oksigen serta nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan untuk

melakukan tugasnya dengan sempurna, sehingga menyebabkan terjadinya gagal

jantung kongestif.8

Pada pasien ini dengan diagnosis CHF fc III-IV e.c CAD, sesuai dengan

teori diatas yang mengatakan bahwa CAD dapat menyebabkan gagal jantung

kongestif, juga dengan melihat hasil EKG dari pasien ini memberi gambaran OMI

inferior.

Hiponatremia adalah sebuah gangguan elektrolit (gangguan pada garam

dalam darah) di mana konsentrasi natrium dalam plasma lebih rendah dari normal.

Sebagian besar kasus hiponatremia terjadi dalam hasil orang dewasa dari jumlah

berlebih atau efek dari hormon penahan air yang dikenal sebagai hormon

antidiuretik yang biasanya disingkat ADH. Diagnosis hiponatremia bergantung

terutama pada pemeriksaan, riwayat medis klinis dan darah dan tes urine.9

Hiponatremia (natrium plasma < 135 mEq/L) lazim didapatkan pada gagal

jantung dan biasa diikuti dengan prognosis buruk. Jika simtomatik biasanya

dikelola dengan restriksi cairan, yang menghasilkan imbang air negatif,

peningkatan osmolalitas plasma dan peningkatan natrium plasma.10 Penyebab

hiponatremia dapat bermacam-macam, hipovolemik hiponatremia dapat terjadi

akibat kehilangan natrium dan cairan bebas dan diganti oleh cairan hipotonis yang

tidak sesuai. Euvolemik hiponatremia terjadi karena intake cairan yang

berlebihan. Hipervolemik hiponatremia terjadi jika penyimpanan natrium

meningkat secara tidak seharusnya.

10

Page 11: Responsi Umum CHF Functional III-IV

Diagnosis hiponatremia didapatkan dari hasil laboratorium, dimana

Natrium 123 mEq/L. Pada kasus ini hiponatremia yang terjadi adalah

hipervolemik.

Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dapat berupa penatalaksanaan

umum tanpa obat - obatan dan terapi farmakologi. Terapi umum berupa edukasi,

istirahat, olahraga, aktivitas sehari - hari, serta rehabilitasi. Sedangkan terapi

farmakologinya berupa:

1. Angiotensin-converting enzyme inhibitor/penyekat enzim konversi angiotensin.

dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan

fraksi ejeksi 40 - 45 % untuk meningkatkan survival, memperbaiki simtom.

bila terjadi retensi cairan harus diberikan bersama diuretik dan dititrasi sampai

dosis yang dianggap bermanfaat.

2. Diuretik. Penting untuk pengobatan simptomatik bila ditemukan beban cairan

berlebihan, kongesti paru, atau edema perifer. harus dikombinasi dengan

penyekat enzim konversi angiotensin atau penyekat beta.

3. Beta Blocker (obat penyekat beta). Direkomendasikan untuk semua gagal

jantung ringan, sedang, dan berat. Dengan syarat tidak ditemukan adanya

kontraindikasi terhadap penyekat beta. sampai saat ini hanya beberapa

penyekat beta yang direkomenasikan yaitu bisoprolol karvedilol, metoprolol,

suksinat, dan nebivolol.

4. Antagonis Reseptor Aldosteron. Sebagai tambahan dimana dapat menurunkan

morbiditas dan mortalitas. Merupakan pertimbangan apabila gagal jantung

berat meskipun telah menggunakan penyekat enzim konversi angiotensin

11

Page 12: Responsi Umum CHF Functional III-IV

maupun diuretik. Yang biasanya digunakan adalah spironolakton 25 mg / hari

dimana harus dilakukan pemeriksaan potasium dan kreatinin.

5. Antagonis penyekat reseptor Angiotensin II. Masih merupakan alternatif bila

pasien tidak toleran terhadap penyekat enzim konversi angiotensin. Penyekat

angiotensin II sama efektif dengan penyekat enzim konversi angiotensin pada

gagal jantung kronik guna menurunkan morbiditas dan mortalitas. Dapat

dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian

penyekat enzim konversi angiotensin pada pasien yang simptomatik guna

menurunkan mortalitas.

Penanganan yang diberikan pada kasus ini yaitu Oksigen nasal kanul,

IVFD NaCl 0,9% + Furosemide 200 mg untuk penanganan diuretik karena pada

pasien ini ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru, atau edema perifer.

diberikan bisoprolol merupakan beta blocker yang dapat dikombinasikan dengan

diuretik, Dulcolactol mengandung zat aktif laktulosa yang bekerja membuat

suasana asam di usus, sehingga memudahkan buang air besar dengan cara

melunakkan feses. Injeksi ranitidin merupakan golongan H2 blocker untuk

menghambat sekresi pada asam lambung yang menyebabkan nyeri pada ulu hati.

Ambroxol merupakan golongan mucolitik sebagai pengencer dahak serta

mengurangi batuk secara simptomatik, takar urin, balans cairan negatif untuk

melihat adanya efektifitas dari diuretik yang digunakan.

Prognosis pada pasien ini baik, karena belum terjadi komplikasi lebih

lanjut dan segera mendapat penanganan dari gagal jantung kongestif.

12

Page 13: Responsi Umum CHF Functional III-IV

BAB IV

KESIMPULAN

Seorang pasien perempuan,usia 63 tahun, masuk rumah sakit tanggal 13

September 2013 di Instalasi Rawat Inap C1. Setelah dilakukan pemeriksaan

berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan

diagnosa “CHF fungsional III et causa CAD dd/ HHD, DM Tipe 2 terkontrol

tanpa obat, Hipertensi grade I, Hiponatremi.” Dilakukan terapi dengan Oksigen

nasal kanul, injeksi furosemide, dulcolactol syrup, injeksi ranitidin, ambroxol,

takar urin, balans cairan negatif. Prognosis pada pasien ini baik, karena belum

terjadi komplikasi lebih lanjut dan segera mendapat penanganan dari gagal

jantung kongestif.

13

Page 14: Responsi Umum CHF Functional III-IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Ghanie A. Tatalaksana Gagal Jantung Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

2. Braunwald E. Heart Failure and Corpulmonale. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17ed. Chicago: McGraw-Hill; 2008.

3. Istharini A. Gagal jantung kongestif. Patofisiologi gagal jantung kongestif. Agustus 2010.

4. Rani, Aziz A, Dkk. Panduan Pelayanan Medik : Gagal Jantung Kroni. Cetakan ketiga. Jakarta: PB. PAPDI.2009.

5. Rhapael C, Briscoe C, Davies J, Whinnett Z, Manisty C,Sutton R, etc. Limitations of the New York Heart Association Functional Classification

System and Self‐reported Walking Distances in Chronic Heart Failure. Heart. 2007 April; 93(4) : p. 476–82

6. Braunwald E. Heart Failure and Corpulmonale. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18 ed. Chicago: McGraw-Hill; 2008.

7. Definisi gagal jantung. Diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Gagaljantung.Pada tanggal 17/9/2013

8. Penyakit Arteri Koroner. Diunduh dari : http://theharleystreetclinicsingapore.com/indonesia/heart-disease-types.html.Pada tanggal 20/09/2013.

9. Hiponatremia. Diunduh dari: http://www.news - medical.net/health/Hyponatremia-What-is - Hyponatremia%28Indonesian%29.aspx. Pada tanggal 19/9/2013

10. De Luca L, Klein L, Udelson JE, Orlandi C, SardellaG, Fedele F, Gheorghiade M.Hyponatremia in Patients with Heart Failure. The American Journal of Cardiology Volume 96 Issue 12. Supplement 1,19. December 2005, Pages 19-23.

14