Responsi Tuba Katar

36
BAB I PENDAHULUAN Tuba kataralis merupakan salah satu penyakit telinga bagian tengah yang sering dijumpai. Penyakit ini paling banyak dijumpai pada anak-anak dan dewasa, dimana dijumpai adanya gangguan fungsi tuba eustachius. Gangguan fungsi tuba eustachius merupakan tanda yang paling penting pada penyakit infeksi telinga bagian tengah, karena dapat menimbulkan ketulian mulai dari yang ringan sampai yang berat, tergantung pada proses yang timbul pada tuba eustachius dan dipengaruhi oleh lamanya penyakit yang diderita sehingga penanggulangannya memerlukan tindakan mulai dari yang sederhana sampai tindakan operasi 1,2 Tuba kataralis lebih sering menyerang anak-anak usia di bawah 7 tahun, dimana 70% anak berusia di bawah 7 tahun mengalami tuba kataralis. Angka kejadian pada laki- laki lebih banyak daripada perempuan. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis seperti infeksi, alergi, tumor dan abnormalitas palatum. Dalam perjalanannya tuba kataralis akan memicu terjadinya inflamasi yang lebih berat pada telinga seperti otitis media serosa dan otitis media akut. Juga dapat menjadi penyebab ketulian pada anak. 1

description

Responsi Kedokteran

Transcript of Responsi Tuba Katar

BAB I

PENDAHULUAN

Tuba kataralis merupakan salah satu penyakit telinga bagian tengah yang

sering dijumpai. Penyakit ini paling banyak dijumpai pada anak-anak dan dewasa,

dimana dijumpai adanya gangguan fungsi tuba eustachius. Gangguan fungsi tuba

eustachius merupakan tanda yang paling penting pada penyakit infeksi telinga bagian

tengah, karena dapat menimbulkan ketulian mulai dari yang ringan sampai yang

berat, tergantung pada proses yang timbul pada tuba eustachius dan dipengaruhi oleh

lamanya penyakit yang diderita sehingga penanggulangannya memerlukan tindakan

mulai dari yang sederhana sampai tindakan operasi1,2

Tuba kataralis lebih sering menyerang anak-anak usia di bawah 7 tahun,

dimana 70% anak berusia di bawah 7 tahun mengalami tuba kataralis. Angka

kejadian pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis seperti

infeksi, alergi, tumor dan abnormalitas palatum. Dalam perjalanannya tuba kataralis

akan memicu terjadinya inflamasi yang lebih berat pada telinga seperti otitis media

serosa dan otitis media akut. Juga dapat menjadi penyebab ketulian pada anak.

Pemahaman mengenai patofisiologi, faktor risiko, dan penatalaksanaan tuba

kataralis dipelukan untuk penanganan lebih dini sehingga tidak terjadi kerusakan

lebih pada telinga.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tuba Eustachius

Sebelum membahas mengenai tuba kataralis lebih lanjut ada baiknya kita

mengetahui struktur dari tuba Eustachius itu sendiri. Tuba Eustachius, merupakan

sebuah bangunan yang berbentuk tabung yang berjalan dari telinga tengah ke

nasofaring. Tuba Eustachius telah dikenal sejak zaman yunani kuno oleh Aristoteles,

tetapi kemudian dinamapakai oleh Bartolomeus Eustachius (1520-1574) sebagai

ketua ahli ekonomi di Roma dan orang yang pertama kali mendeskripsikan anatomi

tuba Eustachius. Hal ini tidak dipublikasi sehingga 200 tahun kemudian setelah

kematiannya, didapatkan satu buku yang berjudul “Epistola de Audius Organis” 1,2,3

Fungsi tuba Eustachius adalah untuk proteksi, aerasi dan drainase telinga

tengah. Bila terjadi oklusi dapat menyebabkan peradangan pada telinga tengah (otitis

media). Tuba Eustachius juga disebut tuba otofaringeal kerana menghubungkan

telinga ke faring. 1,2,3

Gambar 1 : Struktur tuba Eustachius

2

Tuba Eustachius terdiri dari tulang rawan pada dua pertiga kearah nasofaring

dan sepertiganya terdiri atas tulang. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru

terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke dalam telinga tengah atau pada saat

mengunyah, menelan dan menguap. Otot-otot dari sistem tuba Eustachius membantu

membuka dan menutup tuba agar berfungsi sebagaimana mestinya.

Gambar 2 : Tuba Eustachius pada anak dan dewasa

Panjang tuba pada orang dewasa sekitar 36mm dan terbentang pada bagian

depan, bawah dan medial dari dinding anterior kavum timpani terhadap nasofaring.

Aksis tuba membentuk sudut 30o terhadap bidang horizontal dan 45o terhadap bidang

sagital median. Daerah tuba dibahagi menjadi dua, yaitu bagian tulang dan kartilago.

Bagian tulang merupakan bagian posterior sepertiga tuba, dilapisi oleh mukosa,

panjangnya sekitar 12mm, berhubungan langsung dengan timpani anterior dan

hampir selalu dalam keadaan terbuka, kemudian kebawah dan menyempit disebut

istmus. Bagian tulang hanya mempunyai peran sedikit atau bahkan tidak ada dalam

mekanisme pembukaan tuba. Fungis istmus adalah membantu melindungi telinga

tengah dari sekret nasofaring. Schwartzbart (1994) mengatakan bahawa bagian tulang

dari tuba disebut sebagai protimpanum. 1,2,3

3

Bagian kartilago merupakan bagian anterior dua pertiga tuba yang memiliki

panjang sekitar 24mm yang terdiri dari jaringan fibrokartilago berbentuk triangular

dengan diameter vertikal 2-3 mm dan diameter horizontal 3-4 mm, pada bagian apex

akan menyempit yang juga merupakan bagian tersempit dari tulang. Ke bawah secara

langsung menjadi membran mukosa dari bagian lateral nasofaring. Umumnya bagian

kartilago ini dalam keadaan tertutup oleh tekanan jaringan tuba Estachius. 1,2,3

Tuba Eustachius dilapisi oleh mukosa yang mengandung sel-sel goblet dan

kelenjar mukus. Lapisan paling luar adalah epitel bersilia yang bergerak ke arah

nasofaring. Makin dekat ke telinga tengah terlihat sel-sel goblet dan kelenjar mukus

semakin berkurang dan mukosa silia juga menghilang. Jumlah sel goblet pada dasar

tuba lebih banyak dibandingkan bagian atap, dengan konsentrasi terbanyak berada di

area tengah tuba bagian kartilago. Bagian superior tuba banyak berperan pada

ventilasi telinga tengah, sedangkan bagian inferior telinga tengah berfungsi sebagai

proteksi telinga tengah. Mekanisme pertahanan mukosilier tuba Eustachius menetap

segera setelah lahir.1,2,3

Pada bagian inferolateral tuba terdapat lapisan lemak yang disebut lemak

Ostman yang ikut membantu proses penutupan tuba. Selain itu, lemak ini membantu

melindungi tuba Eustachius dan telinga tengah terhadap sekret nasofaring. 1,2,3 Bagian

kartilago dari tuba ditunjang oleh otot-otot yang berfungsi untuk mengontrol patensi

tuba. Otot-otot tersebut adalah tensor veli palatine, levator veli palatine,

salphingopharyngeus dan tensor tympani. 1,2,3 Otot tensor veli palatine berasal dari

dinding tulang fosa scaphoid dan dari seluruh panjang ujung tulang rawan yang

pendek yang membentuk bagian atas dinding depan dari tuba kartilago. Otot

memanjang ke bawah, membentuk tendon yang pendek yang membelok ditengah-

tengah dan sekeliling pterygoid humulus. Tensor veli palatine memisahkan tuba

Eustachius dari gangliaon optik, saraf mandibular dan cabangnya, korda timpani dan

arteri meningea media. 1,2,3

Salphingopharingeus adalah otot lembut yang menyentuh pada ujung faring

dari tuba Eustachius dan bercampur dengan otot bawah palatofaringeus. Levator veli

palatine berasal dari 2 bagian, antara lain bagian bawah permukaan kartilago tuba dan

4

bagian bawah permukaan tulang petrosa. Pada awalnya, levator terletak dibawah tuba

kemudian menyilang ke tengah dan bergabung menjadi palatum mole. 1,2,3

Persarafan berasal dari cabang faringeal ganglion sfenopalatina yang

merupakan cabang dari nervus maksilaris (V2) yang mensuplai persarafan ostium.

Saraf spinosus berasal dari saraf mandibula (V3) yang mensuplai persarafan bagian

kartilago. Plexus timpani berasal dari nervus glossopharingeal mensuplai persarafan

bagian tulang tuba Eustachius. 1,2,3

2.2 Fungsi Fisiologi Tuba Eustachius

Fungsi fisiologi dari Tuba Eustachius ada 3 yaitu ventilasi atau pengaturan

tekanan dari telinga tengah, perlindungan telinga tengah dari sekresi nasofaring dan

tekanan suara, pembersihan dan penyaluran sekresi telinga tengah ke nasofaring.1,2,3

a. Ventilasi dan regulasi tekanan

Tuba Eustachius yang normal pada saat istirahat menutup, kira-kira ada

sedikit tekanan udara telinga tengah negatif. Pembukaan yang berulang dari tuba

Eustachius secara aktif mengatur tekanan atmosfir agar tetap seimbang. 1,2,3

Tuba Eustachius membuka pada saat menelan atau menguap dengan kontraksi

otot veli palatine. Tensor veli palatine yang tidak berfungsi efektif pada palatum

durum menyebabkan disfungsi tuba Estachius. Cara kerja dari otot veli palatine

masih tidak jelas. Kontribusi pada permukaan tuba Eustachius masih

dipertanyakan. 1,2,3

Fungsi ventilasi dari tuba Eustachius anak kurang efisien daripada pada orang

dewasa. Infeksi sistem pernafasan bagian atas yang berulang-ulang dan

pembesaran adenoid pada anak-anak akan menyebabkan terjadinya penyakit

telinga tengah pada anak. Bagaimanapun, pada saat anak tumbuh, fungsi tuba

Eustachius membaik dan sebagai bukti berkurangnya frekuensi terjadinya otitis

media dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. 1,2,3

Normalnya, tuba Eustachius membuka berulang-ulang, secara stabil mengatur

tekanan bagian tengah antara +50 mm dan -50 mm H2O. Tekanan di atas dan di

bawah +50 mm -50mm H2O, tidak mengindikasikan akan terjadi penyakit telinga

5

tengah. Sekitar 1 ml udara dapat diserap dari bagian tengah telinga dalam jangka

waktu 24 jam. Sel-sel sistem mastoid berfungsi sebagai penyimpanan gas bagian

tengah telinga. 1,2,3

b. Perlindungan telinga tengah dari sekresi nasofaring dan tekanan suara

Tuba Eustachius menyalurkan secara normal sekresi dari telinga tengah

dengan sistem pengangkutan mukosiliari dan dengan berulangnya pembukaan atau

penutupan aktif tuba yang memperbolehkan sekresi mengalir ke nasofaring. 1,2,3

Kekacauan dari sistem penutupan bagian tengah telinga, seperti perforasi

membran timpani atau setelah operasi mastoid, terkadang menyebabkan refluks

dari sekresi nasofaring ke dalam tuba menyebabkan otorhea. Demikian juga

dengan mengenduskan hidung yang kuat dapat menciptakan tekanan tinggi pada

nasofaring menuju telinga tengah. 1,2,3

Sebaliknya, tekanan negatif bagian tengah telinga seperti saat berada

dipesawat atau saat penyelaman dapat menyebabkan penyumbatan tuba

Eustachius. Hal ini dapat menyebabkan stagnasi dari sekresi dan efusi berkumpul

ditelinga tengah menyebabkan barotrauma. 1,2,3

Bagian tengah juga diproteksi oleh pertahanan lokal imunologi dari epitel

respiratori dari tuba Eustachius, begitu juga pertahanan mukosiliari yang

melakukan fungsi pembersihan. Protein surfaktan imunoreaktif yang ada di paru

diisolasi dari bagian tengah telinga dari hewan dan manusia ternyata mempunyai

fungsi proteksi yang sama pada bagian tengah telinga. 1,2,3

c. Pembersihan dan penyaluran sekresi telinga tengah ke nasofaring

(Drainase)

Penyaluran sekresi dan pengeluaran benda asing dari telinga tengah

dikerjakan oleh sistem mukosiliari dari tuba Eustachius. Mukosa bagian tengah

telinga bekerjasama dengan otot tuba Eustachius melakukan fungsi penbersihan

dan juga membantu mengatur tekanan permukaan didalam lumen tuba. 1,2,3

Model flask yang diperkenalkan oleh Bluestone dan rekannya menjelaskan

lebih baik konfigurasi dari anatomi tuba Eustachius dalam proteksi dan drainase

telinga tengah. Pada model ini, tuba Estachius dan sistem bagian tengah telinga

6

menyerupai botol dengan leher yang panjang dan sempit. Mulut dari botol

mempresentasikan ujung nasofaring, bagian sempit leher mempresentasikan

istmus, bagian tengah telinga dan sistem mastoid mempresentasikan badan dari

botol tersebut. 1,2,3

Cairan yang mengalir melalui leher botol tersebut tergantung dari tekanan

pada ujung botol, radius dan panjang dari leher botol serta kekentalan dari cairan.

Aliran cairan berhenti pada bagian leher yang sempit kerana diameternya yang

kecil, juga karena tekanan udara positif pada ruang dari botol. Tetapi hal ini tidak

menjadi pertimbangan tugas dari otot tensor veli palatine pada perbukaan

nasofaringeal orifisium tuba Eustachius. 1,2,3

2.3 Definisi Tuba Kataralis

Kata “Catarrh” berasal dari bahasa yunani “katarrhein”. Katar yang berarti

turun dan rhein yang bererti mengalir. Jika diartikan dapat berarti lapisan eksudat

yang tebal yang terdiri dari mukus dan sel darah putih yang disebabkan oleh

pembengkakan dari membran mukosa dikepala yang merupakan respon dari suatu

infeksi. Ini merupakan gejala peradangan yang biasa ditemukan pada flu dan batuk,

tetapi dapat pula ditemukan pada pasien dengan infeksi dari adenoid, infeksi telinga

tengah, sinusitis atau tonsilitis. Keluhan yang sering tampak pada tuba kataralis

adalah tersumbatnya hidung dan tuba eustachius yang menyebabkan penderita dapat

mendengar suara sendiri. Beberapa usaha yang terus dikembangkan adalah

bagaimana mengurangi atau menghilangkan sumbatan tuba tersebut. 1,2,3

Tuba kataralis terbagi atas 2, yaitu :

1. Tuba kataralis akut.

Disebabkan oleh edema dari mukosa tuba eustachius, hingga lumen tertutup.

Akibat udara dalam kavum timpani tidak berhubungan lagi dengan udara yang

ada dalam faring, sehingga udara direabsorbsi dan terjadi vakum dalam

kavum timpani, akibat terjadi retraksi membrana timpani.1

2. Tuba kataralis kronis.

7

Dapat terjadi bila penyembuhan tuba kataralis akut tidak sempurna dan

adanya kelainan-kelainan dalam hidung, sinus, pallatum mole dan nasofaring.1

2.4 Etiologi

Tuba kataralis merupakan hasil dari reaksi peradangan. Tuba kataralis

disebabkan oleh peradangan membran mukosa yang menyebabkan membran mukosa

tersebut menjadi hipersekresi sebagai upaya untuk mengurangi peradangan itu

sendiri.4 Selain itu juga akibat adanya hipertrofi jaringan sekitar tuba ataupun tumor

dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis. Berikut beberapa contoh keadaan yang

menyebabkan terjadinya tuba kataralis.

a. Tuba kataralis akut1 :

Penyakit hidung (rhinitis akut), dalam sinus dan nasofaring.

Deviasi dari septum.

Poliposis nasi.

Hipertropi khonka nasalis.

Tamponade Bellocq.

Tumor pada nasofaring.

Palatoschisis

b. Tuba kataralis kronik1 :

Adenoiditis kronis dengan hyperplasia.

Adenoiditis kronis.

Sinusitis kronis.

Rhinitis alergi atau kronis

Hypertropi konkha nasi.

Poliposis nasi.

Sikatrik atau perlengketan nasofaring terutama pada fossa Rosen-

Muller.

Kerusakan torus tularis sebagai komplikasi adenoidektomi.

Deviasi septum nasi posterior.

Stenosis atau malformasi langit-langit.

Paralysis atot-otot palatum.

8

Tumor nasofaring

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis dapat

dijabarkan sebagai berikut

a. Hipertrofi adenoid

Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba Eustachius

yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga

tengah akibat tuba Eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya

sumbatan.5

b. Tumor Nasofaring

Gangguan pendengaran merupakan salah satu gejala dini dari penyakit

ini, disamping gejala dini lain yang berupa hidung buntu atau hidung keluar

darah, tetapi gejala tersebut sering tidak terpikir oleh dokter pemeriksa

bahawa penyebabnya adalah tumor ganas di nasofaring, sehingga baru

diketahui bila penyakit sudah dalam keadaan lanjut.6

Gangguan pendengaran kadang-kadang disertai juga keluhan rasa penuh

di telinga, telinga berbunyi atau rasa nyeri ditelinga. Banyak penulis

mengatakan, bahawa lokasi permulaan tumbuh tumor ganas nasofaring paling

sering adalah di fosa Rosenmuller, sebab daerah tersebut merupakan daerah

peralihan epitel. Dalam penyebarannya, tumor dapat mendesak tuba

Eustachius serta mengganggu pergerakan otot Levator Palatini yang berfungsi

membuka tuba, sehingga fungsi tuba terganggu dan mengakibatkan gangguan

pendengaran berupa menurunnya pendengaran tipe konduksi yang bersifat

reversible.6

c. Peradangan

Sering menyerang pada balita, salah satu faktor penyebabnya adalah

karena saluran penghubung antara telinga tengah dengan atap tengkorak yang

berdekatan dengan lubang hidung bagian belakang (Eustachius) pada anak

balita, yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang belum

sempurna.7

9

Anatomis yang lebih pendek, lebih sempit dan lebih mendatar

dibandingkan orang dewasa. Akibatnya saluran ini dengan mudah dapat

tersumbat, misalnya karena terjadinya infeksi baik pada hidung, sinus,

adenoid maupun tonsil. Dengan adanya cairan atau pembengkakan selaput

lendir di dalam saluran Eustachius yang tersumbat itu dapat berlanjut jadi

peradangan. Penyebab peradangannya antara lain karena adanya infeksi pada

cairan yang menyumbat bagian telinga tengah ini.7

d. Alergi

Alergi adalah satu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat

dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks

dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal.8

Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE,

mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperan dalam proses

inflamasi. Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan

beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut

organ sasaran dan pada alergi sering terjadi proses inflamasi kronis yang

kompleks sehingga menimbulkan edema pada jaringan yang mengalami

inflamasi8

e. Barotrauma

Barotrauma adalah kerusakan dibagian dalam telinga yang disebabkan

oleh tidak samanya tekanan udara dikedua gendang pendengar. 1

2.5 Patofisiologi

Tuba eustachius berfungsi mengatur tekanan kavum timpani (ventilasi) agar

tekanan udara dalam telinga tengah sama dengan tekanan udara luar, mengalirkan

keluar sekret dari telinga tengah dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke

telinga tengah.1,2,3,4

Obstruksi tuba eustachius yang disebabkan oleh kejadian-kejadian yang telah

disebutkan di atas akan menyebabkan terhalangnya udara masuk ke telinga tengah.

Sehingga udara yang ada di dalam kavum timpani tidak berhubungan lagi dengan

udara yang di dalam faring, udara yang ada dalam kavum timpani direabsorbsi

10

sehingga menyebabkan tekanan negative yang akan menarik membrane timpani

hingga menyebabkan retraksi membran timpani.1,2,3

Apabila penyakit ini tidak segera diobati, dapat berlanjut menjadi bentuk

kronis dari tuba kataralis, dimana akibat adanya vakum dalam kavum timpani akan

menyebabkan efusi dan transudasi dari mukosa dan ini biasanya terjadi pada chronic

total obstruction.1,2,3 Dimana hal itu akan berkembang menjadi suatu keadaan otitis

media serosa dan apabila terjadi infeksi bakteri ke telinga tengah akan menyebabkan

otitis media akut

Gambar 3 : Oklusi tuba yang menyebabkan perbedaan tekanan udara

2.6 Manifestasi Klinis

a. Tuba kataralis akut

Gejala :

Telinga terasa tertekan, rasa penuh,

Telinga berdengung.

Bila menelan mengeluarkan ingus, atau menguap merasa sedikit sakit dan

sekonyong-konyong pendengaran jelas kembali, tetapi akhirnya tertutup

lagi.

Pendengaran berkurang.

Autofonie (mendengar suara sendiri pada telinga yang sakit karena

bertambahnya resonansi dari suara sendiri).1,3

11

Pada otoskopi didapatkan :

Membran timpani sedikit hiperemis, reflek cahaya berubah, jika sudah

lama dapat terjadi retraksi.1,3

b. Tuba kataralis kronis

Gejala :

Telinga rasa penuh, rasa tertekan.

Tinnitus, autofonie

Telinga berbunyi, ingusan, rasa pening.

Pendengaran berkurang.

Bila ada tersendat terasa ada air didalam telinga.1,3

Pada otoskopi didapatkan:

Membrana timpani tertarik ke dalam (retraksi), reflek cahaya mengecil,

tempatnya berubah atau hilang sama sekali.1,3

Tuba kataralish kronik terbagi atas 3 stadium :

1. Tuba kataralis kronika simpleks (penyempitan eustachius yang menahun)

tejadi karena oedem dari mukosa dan timbulnya jaringan submukus.1,3

2. Bentuk eksudatif

Tejadi pemyempitan tuba eustachius akan tetapi didalam kavum timpani

terdapat cairan, ini disebabkan adanya pembendungan urat-urat darah

sehingga cairan masuk ke kavum timpani.1,3

Otoskopi :

Membrana timpani kelihatan agak membiru atau lebih mengkilat dan

agak kekuning-kuningan.

Dijumpai meniscus seperti garis hitam bila cairan tidak penuh atau

garis putih oleh karena cahaya.

Permukaan cairan tetap horizontal, walaupun posisi kepala kita

ubah.1,3

3. Bentuk hipertropi

Terjadi pembentukan jaringan didalam kavum timpani dan tuba eustachius

sehingga mengakibatkan perlengketan, pendengaran berkurang dan sukar

12

untuk sembuh kembali.1,3 Perlengketan dapat timbul antara gendang

telinga dengan promontorium antara tulang-tulang pendengaran dengan

sekitarnya, hingga pergerakkan tulang-tulang terganggu.1,3

Otoskopi :

Membrana timpani tipis (atropi), melekat pada promontorium, terdapat

penebalan timpani hingga warnanya kabur.1,3

2.7 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa manuver yang dapat dilakukan untuk memperbaiki fungsi

tuba Eustachius. Hal yang sederhana dapat dengan menelan, sehingga mengaktifkan

otot-otot dibelakang tenggorokan yang membantu membukanya tuba Eustachius.

Mengunyah permen karet, minum atau makan membantu penelanan. Menguap lebih

baik karena mengaktifkan otot lebih kuat.9

Jika telinga terasa penuh, kita dapat memaksa untuk membuka tuba

Eustachius dengan cara mengambil nafas dalam, dan menghembuskan sembari

menutup hidung dan mulut. Jika terasa berbunyi pada telinga berarti tuba Eustachius

terbuka dengan baik. Tetapi jika permasalahan masih ada walaupun sudah melakukan

manuver harus segera diperiksa dokter.9

Jika fungsi tuba sedang terganggu seperti sedang flu, sinusitis, infeksi telinga

atau serangan alergi, disarankan untuk menunda perjalanan penggunakan pesawat

atau menyelam, karena dapat menyebabkan keadaan yang membahayakan, terutama

organ pendengaran. Pada bayi dan balita, mereka tidak dapat menyamakan tekanan

sendiri secara aktif sehingga harus diberikan minuman atau permen. Karena dengan

menelan tuba Eustachius terbuka dan fungsi menyamakan tekanan dapat terjadi.9

Karena kebanyakan tuba kataralis disebabkan oleh infeksi dan inflamasi pada

saluran napas maka pengobatan ditujukan untuk menghentikan penyebabnya.

Pengobatan untuk rhinosinusitis virus pada orang dewasa didasarkan pada

vasokonstriktor, sering dikaitkan dengan agen anti-histamin dan dengan tindakan

atropinergik. Kontribusi yang mungkin timbul dari agen atropinergik murni saat ini

sedang dalam evaluasi. Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) tampaknya tidak

13

memiliki pengaruh dan penggunaan preparat kortikosteroid tidaklah tepat karena

tidak memiliki indikasi.9

Pada seorang pasien yang sedang dengan sumbatan pada hidung upaya yang

pertama adalah menegakkan diagnosis yang benar. Karena pengobatan tidak selalu

diperlukan dan apabila diberikan pengobatan haruslah seimbang dengan resiko

terapinya. Jika pasien memiliki masalah yang akut seperti rhinitis dan sinusitis.

Sebuah dekongestan topikal mungkin merupakan pengobatan yang paling efektif,

tetapi ini tidak boleh berlangsung lebih dari beberapa hari dan pasien harus

diperingatkan agar tidak membeli obat serupa untuk dipergunakan lebih lama.9

Dalam kasus yang lebih kronis seperti alergi atau rhinitis vasomotor,

pengobatan oral adalah yang terbaik. Simpatomimetik secara oral (pseudoefedrin atau

phenylephrine) mungkin sudah cukup, atau antihistamin saja sudah dapat membantu

dalam rhinitis alergi. Kombinasi produk sering efektif tetapi haruslah diingat tentang

kontraindikasi dan pencegahan untuk masing-masing bahan.9

Penyebab lain dapat ditangani dengan tindakan pembedahan seperti hipertrofi

adenoid atau fibroma nasofaring di operasi, polip hidung diekstrasi dan septum

deviasi dikoreksi.

Komplikasi yang ditimbulkan jarang terjadi bila penyakit cepat diketahui dan

di terapi dengan tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila berlanjut

maka komplikasi yang terjadi dapat menyebabkan gangguan pendengaran berkurang

tau total.1

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : KW

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Bangsa : Indonesia

14

Suku : Bali

Pendidikan : SMA

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jalan Cokroaminoto Denpasar

Tanggal Pemeriksaan : 28 Desember 2015

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama

Telinga kiri nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik THT RS Indera Provinsi Bali dengan keluhan

telinga kiri terasa nyeri sejak satu minggu sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan

nyerinya semakin memberat sekitar dua hari sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan

telinga terasa nyeri tersebut dirasakan hilang timbul. Saat nyeri pada telinganya

muncul, disertai juga dengan nyeri pada bagian kepala sebelah kiri. Selain itu pasien

juga mengeluh suaranya sendiri bergema di telinganya serta pendengarannya

berkurang karena telinganya terasa tidak nyaman. Pasien mengalami batuk dan pilek

sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan hidung tersumbat yang dirasakan lebih

berat pada hidung sebelah kiri. Saat pilek hidung pasien berair dan mengeluarkan

cairan berwarna bening. Batuk dikatkan berdahak dan pasien sulit untuk

mengeluarkannya. Riwayat demam dan sakit tenggorokan disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien mengatakan belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.

Riwayat sering bersin-bersin, pilek yang sering kambuh, dikatakan pernah namun

tidak terlalu sering. Keluhan batuk lama, telinga berair disangkal oleh pasien. Pasien

tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti asma, hipertensi, dan diabetes

melitus.

Riwayat Pengobatan

15

Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan untuk mengatasi keluhan ini

sebelum dating ke RS Indera.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan seperti yang dialami

oleh pasien. Riwayat penyakit sistemik seperti asma, hipertensi, dan diabetes mellitus

pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan maupun makanan

sebelumnya.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang pegawai swasta. Waktu pasien lebih banyak

dihabiskan di rumah setelah pulang dari bekerja. Riwayat merokok dan minum

alkohol disangkal oleh pasien.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Baik

Skor Nyeri : 3/10

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4 V5 M6

Denyut Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 18 kali/menit

Temperatur Axila : 36,5 oC

Status General

Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterus -/-

THT : Sesuai status THT

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening -/- pembesaran kelenjar

tiroid - / -

Thorak : Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)

Pulmo: vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

16

Abdomen : Distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : Hangat Edema

Status Lokalis THT

Telinga

Telinga Kanan Kiri

Daun telinga Bentuk normal Bentuk normal

Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada

Nyeri Tarik Aurikuler Tidak ada Tidak ada

MAE Lapang Lapang

Membrane timpani Intak

Reflex cahaya +

Retraksi, hiperemis

Reflex cahaya ± (suram)

Discharge Tidak ada Tidak ada

Tumor Tidak ada Tidak ada

Mastoid Normal Normal

17

+ +

+ +

- -

- -

Kanan Kiri

Retraksi - / +Hiperemi - / +

Reflex cahaya + / suram

Tes Pendengaran Kanan Kiri

Rinne + -

Schwabah Normal Memanjang

Weber Lateralisasi ke telinga yang sakit (kiri)

Hidung

Hidung Kanan Kiri

Hidung Luar Normal Normal

Kavum Nasi Normal Normal

Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Sekret Serous Serous

Mukosa Hiperemi Hiperemi

Tumor Tidak ada Tidak ada

Konka Kongesti Kongesti

Sinus Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Koana Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

18

Kanan Kiri

Anterior

Kongesti

Kanan Kiri

Kongesti

Posterior

Tenggorok

Tenggorok

Dispneu Tidak ada

Sianosis Tidak ada

Mukosa Merah muda

Dinding belakang faring Granulasi (-), post nasal drip (-)

Stridor Tidak ada

Suara Normal

Tonsil T1/T1 tenang

3.4. Resume

Pasien perempuan umur 45 tahun, suku Bali, datang ke Poliklinik THT RS

Indera Provinsi Bali dengan keluhan telinga kiri terasa nyeri sejak satu minggu

sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan nyeri dirasakan hilang timbul dan saat nyeri

pada telinganya muncul, disertai juga dengan nyeri pada bagian kepala sebelah kiri.

Selain itu pasien juga mengeluh suaranya sendiri bergema di telinganya serta

pendengarannya berkurang karena telinganya terasa tidak nyaman. Pasien mengalami

batuk dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan hidung tersumbat yang

dirasakan lebih berat pada hidung sebelah kiri. Saat pilek hidung pasien berair dan

mengeluarkan cairan berwarna bening. Riwayat demam dan sakit tenggorokan

disangkal oleh pasien.

19

Tonsil Kanan

Tonsil Kiri

Pada pemeriksaan lokalis THT ditemukan MAE kedua telinga lapang,

discharge tidak ada membran timpani kiri retraksi berwarna hiperemis dengan refleks

cahaya yang berkurang dan suram, pada hidung kiri dan kanan ditemukan mukosa

hiperemis dan kongesti.

3.5. Diagnosis Banding

- Tuba kataralis akut auricula sinistra et causa rhinitis akut

- Otitis media akut auricula sinistra fase hiperemis

3.6. Diagnosis Kerja

- Tuba kataralis akut auricula sinistra et causa rhinitis akut

3.7. Penatalaksanaan

- Pseudoefedrin HCL 60 mg setiap 8 jam

- Triprolidin HCL 2,5 mg setiap 8 jam

- Asam mefenamat 500 mg dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam apabila

terasa sakit pada telinga.

- Ambroxol 30 mg setiap 8 jam

KIE :

- Lakukan manuver untuk membuka tuba eusthacius seperti menelan,

menguap, menghembuskan nafas dalam sambil menutup mulut dan

hidung (valsava manuever) sampai telinga terasa terbuka.

- Menghindari minuman dingin dan makanan yang dapat memicu

timbulnya keluhan

- Istirahat yang cukup

- Hindari bepergian dengan pesawat atau kegiatan menyelam saat pilek

atau menderita ISPA

- Kontrol apabila keluhan menetap

- Setelah mengkonsumsi obat antihistamin sebaiknya menghindari aktivitas

seperti berkendara.

20

3.8. Prognosis

Dubius ad bonam.

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis yang telah dilakukan didapatkan pasien mengalami keluhan

telinga kiri terasa nyeri sejak satu minggu sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan

nyerinya semakin memberat sekitar dua hari sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan

telinga terasa nyeri tersebut dirasakan hilang timbul. Saat nyeri pada telinganya

muncul, disertai juga dengan nyeri pada bagian kepala sebelah kiri. Selain itu pasien

21

juga mengeluh suaranya sendiri bergema di telinganya serta pendengarannya

berkurang karena telinganya terasa tidak nyaman. Berdasarkan gejala yang

disebutkan oleh pasien tersebut mengarahkan pada diagnosis tuba kataralis akut

dimana sesuai dengan tinjauan pustaka yang telah disebutkan di atas, dimana pada

pasien ini gejala yang didapatkan adalah telinga terasa nyeri, suara sendiri yang

bergema, serta pendengaran yang berkurang dan telinga terasa tidak nyaman.

Pasien mengatakan sejak 1 minggu yang lalu mengalami batuk dan pilek,

disertai dengan hidung tersumbat yang dirasakan lebih berat pada hidung sebelah kiri.

Saat pilek hidung pasien berair dan mengeluarkan cairan berwarna bening. Riwayat

demam dan sakit tenggorokan disangkal oleh pasien. Hal ini menandakan sebelum

terjadi keluhan pada telinga terdapat suatu infeksi dan inflamasi akut pada hidung

pasien yang dapat disebabkan oleh virus. Sesuai dengan patofisiologi tuba kataralis

yang merupakan keadaan yang disebabkan oleh penyempitan dan obstruksi dari tuba

eustachius, yang salah satunya disebabkan oleh edema mukosa hidung dan berlanjut

pada edema mukosa tuba akibat adanya infeksi. Pasien belum pernah mengalami hal

yang sama sebelumnya, namun riwayat bersin-bersin dan pilek hilang timbul, serta

riwayat atopi disangkal oleh pasien yang cenderung mengarahkan pada keadaan akut

dimana faktor risiko terjadinya keadaan kronis kurang mendukung.

Berdasarkan pemeriksaan THT didapatkan membran timpani telinga kiri

hiperemi dan refleks cahaya berkurang dan suram yang menandakan adanya retraksi,

sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pada tuba kataralis akut gambaran

otoskopi ditemukan membrana timpani sedikit hiperemis, reflek cahaya berubah, jika

sudah lama dapat terjadi retraksi. Dari patofisiologi juga menyebutkan bahwa

obstruksi tuba menyebabkan terhalangnya udara masuk ke telinga tengah, sehingga

udara yang ada dalam kavum timpani direabsorbsi sehingga menyebabkan tekanan

negatif yang akan menarik membrane timpani hingga menyebabkan retraksi membran

timpani.

Pemeriksaan hidung juga menghasilkan adanya hiperemi pada mukosa hidung

dan kongesti konka serta sekret serous encer yang mengindikasikan infeksi virus

mengakibatkan rhinitis akut yang dapat menyebabkan terjadinya tuba kataralis.

22

Dari anamnesis di atas disimpulkan pasien mengalami tuba kataralis aurikula

sinistra et causa rhinitis akut. Pendekatan penatalaksanaan yang dilakukan adalah

dengan menangani penyebab obstruksi tuba eustachius tersebut. Pada pasien ini

didapatkan rhinitis akut sebagai penyebabnya, yang menyebabkan adanya kongesti

mukosa hidung dan edema mukosa tuba. Pemberian dekongestan pseudoefedrin 60

mg setiap 8 jam bertujuan untuk mengurangi kongesti. Pemberian antihistamin

Triprolidin HCL 2,5 mg setiap 8 jam bertujuan untuk mengurangi edema yang

merupakan respon inflamasi yang salah satunya disebabkan oleh mediator inflamasi

seperti histamin. Selain itu diharapkan efek sedasi yang dihasilkan menyebabkan

pasien dapat beristirahat dengan lebih baik, sehingga imunitas pasien membaik dan

dapat mempercepat penyembuhan dari infeksi dan tidak terjadi infeksi sekunder

bakteri. Dimana kita ketahui rhinitis akut akibat virus merupakan self limiting

disease, yang dapat sembuh sendiri apabila tidak ada infeksi bakteri sekunder yang

memerlukan antibiotik. Asam mefenamat merupakan salah satu OAINS yang dapat

berfungsi sebagai analgetik yang dapat diberikan apabila pasien mengalami nyeri

pada telinganya. Pasien juga diberikan ambroxol tablet 30 mg setiap 8 jam yang

bertujuan untuk mengencerkan dahak sehingga pasien dapat beristirahat dan keluhan

batuknya berkurang. Pasien juga disarankan melakukan manuver valsava untuk

membuka tuba eustachius, menghindari minuman dingin, serta bepergian dan

menyelam dengan pesawat untuk menghindari barotrauma.

BAB V

SIMPULAN

Tuba kataralis dapat disebabkan oleh peradangan yang menyebabkan edema

mukosa sehingga terjadi obstruksi pada tuba eustachius sehingga berakibat pada

retraksi membran timpani. Tuba kataralis dapat terjadi secara akut maupun kronis.

Pada anamnesis pasien ditemukan keluhan telinga kiri terasa nyeri, autofoni, serta

23

pendengaran berkurang, yang diawali oleh pilek dan batuk bedahak. Pada

pemeriksaan THT didapatkan retraksi membran timpani kiri serta kongesti konka dan

hiperemi mukosa hidung. Pasien disimpulkan mengalai tuba kataralis akut auricular

sinistra et causa rhinitis akut. Penatalaksaanaan pada pasien ini diberikan untuk

menangani penyebab obtruksi tuba yaitu pemberian dekongestan pseudoefedrin 60

mg setiap 8 jam, antihistamin untuk mengurangi edema berupa Triprolidin HCL 2,5

mg setiap 8 jam, ambroxol 30 mg setiap 8 jam dan analgetik asam mefenamat apabila

terjadi nyeri di telinga. Juga dilakukan KIE untuk melakukan valsava manuver serta

menghindari faktor risiko.

24