Respiratory distress pada anak skenario tutorial

download Respiratory distress pada anak skenario tutorial

of 44

description

y

Transcript of Respiratory distress pada anak skenario tutorial

LAPORAN INDIVIDU SKENARIO C BLOK 27

DISUSUN OLEH :

Nama

: Rafenia Nayani

NIM

: 04121401024

Kelas

: PDU NON Reguler 2012

Kelompok: IVFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

2015I. Analisis Masalah

1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH Karena mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.

1.1. Apa etiologi kesulitan bernafas pada kasus ?=Kesulitan bernafas bisa disebabkan oleh :

Kelainan pada jalan nafas

Kelainan pada jantung

Kelainan pada paru-paru

Kelainan lain seperti neuromuscular, psikogenik, metabolic, medikasi, nyeri yang parah

Penyebab kesulitan bernafas pada anak yang umum adalah :

Asma

- Pneumonia

Bronkiolitis

- Croup

Epiglotitis

- Aspirasi benda asing

Myocarditis

1.2. Bagamana patofisiologi kesulitan bernafas pada kasus ? (Template) 1.3. Bagaimana hubungan antara riwayat panas tidak tinggi dan batuk pilek 2 hari yang lalu dengan kesulitan bernafas saat ini ?=Kesulitan bernapas yang di alami oleh awi merupakan manifestasi klinis berat dari penyakit croup (laringotrakeobronkitis). Panas tidak tinggi dan batuk pileh merupakan gejala awal dari penyakit croup. Penyakit croup paling banyak disebabkan oleh virus, dan di tandai dengan demam yang tidak tinggi. Batuk dan pilek merupakan kelanjutan dari infeksi virus ke mukosa saluran penapasan dan menyebabkan peningkatan sekresi mukus dan terjadi proses batuk guna mengeluarkan sekresi mukus yang berlebihan. Gejala penyakit croup berjalan bertahap, di awali dengan batuk pilek dan demam tidak tinggi dan kemudian berkembang menjadi kesulitan bernafas.1.4. Bagaimana klasifikasi gawat nafas pada anak ?

=Respiratory distress, respiratory failure, dan respiratory arrest merupakan masalah pernapasan yang berkelanjutan yang menyebabkan hipoksia pada anak. Klasifikasinya, yaitu:

a. Respiratory Distress: ditandai dengan respon anak terhadap pertukaran udara yang tidak adekuat di paru-paru yang dihasilkan oleh setiap kondisi yang menyebabkan ancaman pada oksigenasi dan ventilasi.

Tanda respiratory distress: Respiratory rate meningkat, peningkatan usaha untuk bernafas, retraksi supraclavicular, suprasternal, intercostal, atau subcostal, menggunakan otot bantu pernapasan (otot aksesorius) termasuk diantaranya adalah nafas cuping hidung, dan pernapasannya mungkin akan menghasilkan suara yang berisik (grunting, wheezing, stridor).

Obstruksi jalan nafas akan berlangsung lebih cepat pada anak-anak karena ukuran saluran pernapasan mereka yang lebih kecil dan elastisitas relatif dari jaringan pendukung. Ketika seorang anak dengan respiratory distress dan peningkatan kerja pernapasan berkembang / penampilannya menjadi berubah (lebih tenang/kurang gelisah/mengantuk) dan respiratory rate nya menjadi normal atau melambat, perlu dipertimbangkan bahwa pasien mulai mengalami respiratory failure. Perubahan ini disebabkan oleh hipoksia dan atau hiperkarbia.

b. Respiratory failure : terjadi ketika anak tidak lagi mampu melakukan kompensasi secara cukup sehingga proses oksigenasi dan ventilasi menjadi tidak adekuat dan anak jatuh dalam keadaan hipoksia. Respiratory failure terjadi ketika dinding dada anak kelelahan setelah periode peningkatan pernapasan yang lama.

Tanda respiratory failure: penampilan yang abnormal (awalnya agitasi, lesu dan penurunan tingkat kesadaran, pucat dan sianosis sebagai tanda progresifitas gagal nafas) RR dan usaha nafas awalnya meningkat, namun akan menurun ketika kondisi anak semakin bertambah berat. Sering dikaitkan dengan tanda yang jelas berupa bradikardi.

Suatu gambaran yang abnormal (agitasi yang berat atau letargi) atau sianosis pada anak dengan peningkatan usaha nafas dapat mengindikasikan kemungkinan gagal nafas.c. Respiratory arrest: terjadi ketika tidak ada lagi pernapasan yang efektif pada anak. Respiratory arrest merupakan penyebab yang paling sering dari cardiac arrest.

Kesimpulan : pada kasus ini Awi masih dalam keadaan Respiratory Distress yang karena kondisi anak masih gelisah, RR masih meningkat, dan tanda-tanda respiratory distress lainnya, yang kemungkinan sedang masuk ke tahap respiratory failure karena adanya tanda sianosis.

Perbedaan tatalaksana pada kasus distress nafas dan gagal nafas:

Distress NafasGagal Nafas

Posisi yang nyaman Suplemen oksigen/ suction sesuai kebutuhan Terapi spesifik sesuai kumungkinan etiologi Pemeriksaan laboratorium dan radiografi sesuai indikasi Posisikan kepala dan buka jalan napas

Berikan oksigen 100 %

Bag mask ventilation sesuai kebutuhan

Lakukan pengeluaran benda asing jika diperlukan

Advance airway sesuai kebutuhan

Pemeriksaan laboraturim dan radiografi sesuai indikasi

2. Pemeriksaanfisik:

Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan 12 kg, panjang badan 86 cm, temperatur 37oC di axilla.

2.1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik :=

Hasil Pemeriksaan FisikInterpretasi

Anak digendong ibu, gelisah, menangis terusTidak ada penurunan kesadaran.

edema laring ( udara tidak bisa masuk ( difusi menurun ( hipoksia jaringan ( gelisah

Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris.

Bibir dan sekitarnya tampak biru

edema laring ( udara tidak bisa masuk ( difusi menurun ( hipoksia jaringan ( hipoksia sentral

Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafasPeningkatan usaha nafas dan stridor inspirasi.Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi mukosa, eksudat fibrin) ( hipoksia ( menstimulus pusat respirasi ( terjadi peningkatan usaha bernafas untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafasInfeksi (virus atau bakteri) ( inflamasi, eritem dan edem di laring & trakea ( sehingga mengganggu gerakan plica vocalis ( Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi.

Berat badan 12kgNormal

Panjang badan 86cm

Temperatur 37,6oC di axilla36-37 oCTerjadi peningkatan suhu tubuh (subfebris) ( demam tidak terlalu tinggi ( ciri khas infeksi virus.

2.2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis antara obstruksi jalan nafas atas dan bawah?= Pada kasus ini dijelaskan bahwa pasien megalami kesulitan bernafas dengan riwayat batuk pilek dan panas tidak tinggi 2 hari sebelumnya, dan terdengar suara mengorok (stridor) setiap kali anak menarik nafas. Untuk menentukan diagnosis nya perlu dilakukan pemisahan dengan jenis stridor akut lainnya, yaitu :Pada kasus ini, kemungkinan besar anak mengalami viral croup. Viral croup merupakan penyebab yang paling sering dari stridor akut. Sebagian besar penegakkan diagnosis cukup dilakukan dengan pemeriksaan klinis pada pasien.

Selain itu, sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis (lihat di sintesis).Initial Triage:

Kita harus mendapatkan sejarah singkat mengenai kondisi medis sekarang dan dahulu pasien/ riwayat kelahiran (rawat inap, intubasi/ventilasi mekanik) dan kontak dengan orang sakit.

Periksa status imunisasi: Haemophilus influenza tipe B (HiB), pneumokokkus, tetanus. Penting ketika mempertimbangkan epiglottitis atau bacterial croup.

Kita harus mendapatkan semua riwayat pasien yang bersangkutan, termasuk dan onset dan durasi gejala termasuk gejala prodromal dari croup (rhinorrhea, sakit tenggorokan, demam ringan dan batuk) dan penetuan adanya obstruksi pada saluran nafas atas. (suara serak (hoarseness), batuk yang mengaung (barking cough), stridor yang terdengar) dan keterlibatan subglottic (aphonia)

Menanyakan adanya riwayat penyakit jantung kongenital atau didapat, stenosis subglottic kongenital atau yang didapat, tracheomalacia, tracheal webs, penyempitan choanal atau atresia, micrognathia, macroglossia

Lihat pengobatan antipiretik terakhir yang diberikan (waktu pemberian dan dosis)

Clinical Assesement:

Evaluasi harus terus dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat progresivitas dari croup dari yang non-invasive hingga yang ekstensive.Evaluasi status hidrasi. Evaluasi pasien dengan menggunakan Croup Score setiap 30-90 menit berdasarkan tingkat keparahan pasien.

Pada kasus ini, Croup score pasien adalah 14, sehingga pasien termasuk dalam severe croup.3. Paru: Respiratory Rate: 48 kali/menit.Nafascupinghidung (+), Gerakandinding dada simetriskiridankanan, retraksi supra sternal danselaiga (+).Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-).

3.1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan paru ?=

Respiratory rate 48x/menit24-40 kali/menitTerjadi peningkatan respiratory rate yang ditandai dengan adanya nafas cuping hidung, ini merupakan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Nafas cuping hidung (+)(-)

Gerakan dinding dada simetris kiri dan kananNormal

Retraksi supra sternal dan sela iga (+)Abnormal. Pada kasus ini, terjadi obstruksi saluran nafas akibat inflamasi yang menyebabkan edema pada laring, sehingga setelah terjadi obstruksi jalan nafas mengakibatan terjadi hypoxia. Tubuh berusaha mengkompensasi keadaan ini dengan melibatkan otot-otot tambahan pernafasan sehingga terjadi lah retraksi suprasternal dan intercostals.

Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-)Normal

4. Jantung: tidak ada kelainan HR: 135kali/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.

4.1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal HR: 135 kali /menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.=

Jantung: tidak ada kelainanNormal

HR 135x/menit90-150x/ menitNormal

Nadi brachialis kuat, nadi radialis kuatNormal

5. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.5.1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal:

=

Kulit berwarna merah muda, hangatMulai terjadi penurunan O2 ke kulit.

Capillary refill time 2 detikNormal, belum terjadi syok, karena pada saat syok capillary refill time lebih dari 2 detik.

2. Template

1. How to diagnose (Pediatric Assesment Triangle)=Penilaian awal pediatrik dimulai dengan kesan umum melalui observasi yang disebut sebagai Pediatric Assessment Triangle (PAT). Teknk penilaian ini dilakukan tanpa memegang anak. Dengan melihat dan mendengar, pemeriksa dapat mendapatkan kesan kegawatan anak. Tiga komponen PAT adalah: Penampilan anak/Appearance Upaya napas/Work of Breathing Sirkulasi/Circulation1. Penampilan anak

Merupakan cerminan kecukupan ventilasi dan oksigenasi otak. Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metode tides meliputi penilaian :

Tonus (T=tone)

Interaksi (I = interactiveness)

Konsolabilitas (C = consolability)

Cara melihat (L = look/gaze)

Berbicara atau menangis (S = speech/cry)

KarakteristikHal yang dinilaiNormal

ToneApakah anak dapat bergerak aktif atau menolak pemeriksaan dengan kuat? Apakah tonus ototnya baik atau lumpuh?Dapat bergerak dengan spontan

Dapat duduk atau berdiri (tergantung usia)

InteractivenessBagaimana kesadarannya? Apakah suara mempengaruhinya? Apakah dia mau bermain dengan mainan atau alat pemeriksaan? Apa anak tidak bersemangat berinteraksi dengan pengasuh atau pemeriksa?Dapat berinteraksi dengan orang disekitar

Dapat mengambil mainan

ConsolabilityApakah anak dapat ditenangkan oleh pengasuh atau pemeriksa? Atau anak menangis terus atau terlihat agitas sekalipun dilakukan pendekatan yang lembut?Berhenti menangis ketika dipegang oleh ibunya

Memiliki respon yang berbeda ketika dipegang oleh pemeriksa

Look/gazeApakah memfokuskan penglihatan pada muka atau pandangan kosong?Terdapat kontak mata dengan pemeriksa

Speech/cryApakah anak berbicara atau menangis dengan kuat atau lemah atau parau?Suara tangisan yang kuat

Dapat mengucapkan kata-kata atau kalimat (tergantung usia

2. Upaya napas

Upaya napas merefleksikan usaha anak dalam mengatasi gangguan oksigenasi dan ventilasi. Karakteristik yang dinilai adalah:

KarakteristikHal yang dinilai

Suara napas yang tidak normal/Abnormal breath soundMengorok, stridor, parau, merintih, mengi

Posisi tubuh yang tidak normal/Abnormal positioningSniffing, tripoding, menolak berbaring

Retraksi/RetractionSupraklavikula, interkosta, substernal, head bobbing

Cuping hidung/FlaringNapas cuping hidung

3. Sirkulasi

Sirkulasi mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ vital. Hal yang dinilai:

KarakteristikHal yang dinilai

Pucat/PallorKulit atau mukosa tampak kurang merah karena kurangnya aliran darah ke daerah tersebut

MottlingKulit bercak kebiruan akibat vasokonstriksi

SianosisKulit dan mukosa tampak biru

Interpretasi kelainan dari 3 komponen PAT diterangkan pada tabel berikut.

Dari evaluasi gawat darurat pada anak dengan menggunakan PAT, pada kasus ini ditemukan abnormalitas pada upaya napas/work of breathing, dimana Awi mengorok, terdapat retraksi suprasternal, dan napas cuping hidung. Kemungkinan Awi mengalami distress pernapasan.

Selanjutnya dilakukan primary survey yakni evaluasi ABCD:

Primary Survey

1. Airway

Evaluasi : Apakah pasien dapat menangis atau berbicara?

Stridor : indikasi sumbatan parsial.

Tidak perlu pasang ETT karena pasien sadar.2. Breathing

Evaluasi RR, mekanik pernapasan (nasal flaring, retractions, wheezing, grunting, stridor)

Berikan oksigenasi murni dan nebulizer berisi steroid untuk proses inflamasi dan epinefrin adrenelin rasemik untuk mendinginkan mukosa sehingga terjadi vasokontriksi sehingga mengurangi edem.

3. Circulation

Evaluasi warna kulit, tekanan darah, frekuensi jantung. Capillary refill time, pulse quality.

4. Disability

Skala AVPU (Alert, respon to Voice, respon to Pain, Unresponsive)

GCS

Postur

Pupil

4. Differential diagnose

=Diagnosis banding yang paling sering pada penyakit croup adalah epiglottitis, aspirasi benda asing dan angioedema. Pada epiglottitis terdapat demam tinggi, tidak adanya batuk croupy, terdapat posisi tripoding dan pada insfeksi rongga mulut terdapat epiglottis yang berwarna merah. Sedangkan pada penyakit croup demamnya tidak tinggi kecuali yang disebabkan oleh bakteri, pada pemeriksaan rongga mulut epiglotis tidak merah, pasien merasa lebih nyaman jika posisi supinasi sedangkan pada epiglottitis pasien merasa tidak nyaman pada posisi supinasi.Pada aspirasi benda asing, gejala muncul secara mendadak dan terdapat riwayat tersedak. Sedangkan pada penyakit croup tidak terdapat riwayat tersedak. Pada angioedema terdapat pembengkakan di daerah leher dan muka, biasanya disebabkan oleh reaksi alergi.Diagnosis Kerja: Awi, anak laki-laki berusia 2 tahun, mengalami distress pernafasan akibat infeksi croup berat.

Awi berusia 2 tahun mengalami obstruksi saluran napas atas akibat penyakit croup yang disebabkan oleh infeksi virus parainfluenza tipe 1.5. Working diagnose

=Distress pernafasan akibat penyakit croup derajat berat.6. Patofisiologi

=Pada kasus ini kemungkinan besar anak mengalami infeksi oleh virus. Pada kasus Croup penyebab yang paling sering adalah Parainfluenza virus. Virus menyebabkan infeksi akut croup melalui inhalasi langsung dari batuk dan atau bersin atau melalui tangan yang terkontaminasi setelah kontak dengan fomite, bagian tubuh yang terkontaminasi tersebut selanjutnya menyentuh mukosa dari mata, hidung, dan atau mulut. Jalur masuk utama dari infeksi ini adalah hidung dan nasofaring. Infeksi akan menyebar dan akhirnya akan melibatkan laring dan trakea. Meskipun saluran pernapasan bawah dapat terlibat, namun beberapa praktisi berpendapat bahwa infeksi pada saluran pernapasan bawah menujukkan bahwa telah terjadi infeksi bakteri sekunder.

Infeksi pada saluran pernapasan atas ini kemudian akan menyebakan terjadinya terjadinya suatu proses inflamasi. Proses inflamasi diperlukan sebagai pertahanan pejamu terhadap mikroorganisme yang masuk tubuh serta penyembuhan luka yang membutuhkan komponen selular untuk memberihkan debris lokasi cedera serta meningkatkan perbaikan jaringan. Pada tempat infeksi, makrofag yang menemukan mikroba akan melepas sitokin (TNF dan IL-1) yang akan mengaktifkan sel endothel sekitar venul untuk memproduksi selektin (ligan integrin dan kemokin). Selektin berperan dalam pengguliran neutrophil di endothel. Integrin berperan dalam adhesi neutrophil, kemokin mengaktifkan neutrophil dan merangsang migrasi melalui endothel ke tempat infeksi. Monosit darah dan sel T yang diaktifkan menggunakan mekanisme yang sama untuk bermigrasi ke tempat infeksi. Sel endothel merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskuler. Pada keadaan normal, hanya sebagian kecil molekul yang melewati dinding vascular (transudate). Bila terjadi inflamasi, sel endothel akan mengkerut sehingga molekul-molekul besar dapat melewati dinding vaskular. Dimana, setelah timbul respon inflamasi, berbagai sitokin dan mediator inflamasi lainnya akan bekerja pada endothel, dan neutrophil merupakan sel pertama yang berikatan dengan endothel pada inflamasi dan bergerkan keluar vascular. Cairan yang mengandung banyak sel inflamasi disebut eksudat inflamasi yang menimbulkan terjadinya edema.

Inflamasi dan edema pada daerah subglotis laring dan trakea, khususnya yang dekat dengan kartilago krikoid, merupakan tempat yang paling sering dijumpai. Secara histologi, area yang terlibat akan mengalami edema, dengan infiltasi selular yang lokasinya pada lamina propria, submukosa, dan adventitia. Infiltrat ini akan berisi limfosit, histiosit, sel plasma, dan neutrophil. Virus parainfluenza akan mengaktivasi sekresi klorida dan menghambat absorpsi sodium melalui epithelium trakea yang berkontribusi terhadap edema pada saluran nafas. Daerah anatomis yang terkena dampak adalah bagian yang paling sempit dari saluran nafas anak yaitu laring, sehingga, edema ini secara signifikan akan mengurangi diameter saluran nafas, membatasi aliran udara. Penyempitan ini kemudian akan menyebabkan batuk yang barky, turbulensi aliran udara dan stridor, dan retraksi dinding dada. Penurunan mobilitas dari vocal cords akibat edema memicu terjadinya suara serak.

Stridor merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien dengan croup. Onset akut dari suara peringatan abnormal ini cukup untuk orang tua membawa anak mereka mengunjungi rumah sakit. Stridor merupakan suara yang terdengar parau, bernada tinggi, suara musical terdengar pada saat inspirasi yang terjadi akibat aliran udara turbulen melalui obstruksi parsial pada saluran pernapasan atas. Obstruksi parsial saluran nafas ini dapat terjadi di supraglottis, glottis, subglottis, dan atau trachea. Selama inspirasi, daerah saluran nafas yang mudah collaps (ex; area supraglotis) akan tertutup karena tekanan negatif intraluminal pada saat inspirasi. Area yang sama ini akan dipaksa membuka selama fase ekspirasi.

Berdasarkan waktu dari siklus pernapasan, stridor dapat terdengar pada saat inspirasi, ekspirasi, atau keduanya (biphasic).Stridor pada saat inspirasi menunjukkan adanya obstruksi laring, sementara stridor pada saat ekspirasi menunjukkan adanya obstruksi pada trakheobronkhial. Stridor biphasic menunjukkan adanya anomaly pada subglottis maupun glottis. Onset akut dari stridor merupakan ciri utama dari croup bagaimanapun juga masih mungkin terdengar stridor ekspirasi dengan suara yang rendah.

Bagaimana Pediatric Assessment Triangle (PAT)?

7. Tatalaksana

=Seperti dengan semua pasien, ABC (Airway, Breathing, Circulation) harus diprioritaskan. Pasien dengan tanda-tanda kegagalan pernapasan harus diintubasi dengan endotraceal tube 0,5-1 mm lebih kecil dari ukuran yang diharapkan. Oksigen harus diberikan untuk mempertahankan saturasi 92% sampai 94%. Anak harus tetang untuk mengurangi gangguan pernapasan.Andalan farmakoterapi dalam pengelolaan croup adalah kortikosteroid dan epinefrin nebulasi. Deksametason merupakan kortikosteroid pilihan utama. Dalam ulasan Cochrane baru-baru ini, deksametason terbukti mengurangi gejala, mengurangi lama rawatan, dan menurunkan angka kunjungan kembali penderita croup. Deksametason diberikan sebagai dosis tunggal 0,6 mg / kg per oral / IM / IV (oral lebih disukai, meskipun parenteral rute telah terbukti sama-sama efektif) sampai maksimal 10 mg. Ada beberapa studi yang menunjukkan dosis rendah deksametason (0,15-0,3 mg / kg) mungkin sama efektif.

Budesonide inhalasi dapat digunakan jika tersedia (2 mg melalui nebulizer) dan telah terbukti sama efektifnya dengan deksametason, meskipun ketersediaan, biaya, dan kenyamanan membuat deksametason pilihan yang lebih menarik.

Epinefrin nebulasi digunakan pada croup sedang sampai berat. L-Epinefrin diberikan 5 mL dalam 1: 1000 larutan (epinefrin rasemat diberikan 0,5 mL dari larutan 2,25% dalam 2,5 mL normal saline) diberikan melalui nebulizer setiap 15 menit. Meskipun komplikasi jantung yang serius dari pengobatan epinephrine sangat jarang, tetapi anak yang diberikan terapi epinefrin tetap harus monitoring jantung terus menerus.

Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat, yang tidak responsif dengan terapi lain dan merupakan terapi alternatif selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi melakukan intubasi adalah hiperkarbia dan ancaman gagal napas. Intubasi dilakukan hingga edema laring teratasi.

Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan karena helium bersifat inert, tidak beracun, serta mempunyai densitaas dan viskositas rendah. Sehingga membantu mengurangi obstruksi dengan meningkatkan aliran gas dan mengurangi kerja otot-otot respiratori. Jika dikombinasikan dengan oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat.

Antibiotik diberikan pada pasien laringotrakeobronkitis atau laringotrakeopneumonitis yang disertai infeksi bakteri. Diberikan terapi empiris sampai hasil kultur keluar. Pilihan utama adalah sefalosporin generasi ke dua atau ke tiga.

8. Komplikasi

=Komplikasi jarang terjadi. Kurang dari 5% anak yang didiagnosis croup memerlukan perawatan di rumah sakit, dan kurang dari 2%-nya memerlukan intubasi. Kematian terjadi pada 0,5% anak yang diintubasi.Superinfeksi bakteri dapat menyebabkan pneumonia atau bacterial tracheitis. Infeksi yang mengancam jiwa yang dapat timbul setelah infeksi saluran pernapasan akut akibat virus.

9. Pencegahan dan edukasi

=Croup adalah penyakit menular. Hindari kontak dengan orang lain yang sedang pilek atau batuk.

Biasakan anak mencuci tangan mereka untuk mengurangi kemungkinan penyebaran infeksi.

Berikan pengobatan yang tepat dengan gejala infeksi pernapasan.

Beri anak minum yang cukup

Hindari paparan iritasi pernapasan seperti asap.

10. Prognosis

=Meskipun sebagian besar anak-anak dengan croup membaik setelah 48 jam, namun ada beberapa kasus yang membutuhkan waktu lebih lama untuk penyembuhan. Penatalaksanaan di rumah sakit untuk pengebotan yang lebih intensif ditemukan pada beberapa kasus dengan jumlah yang sedikit. Hanya sekitar 1-2% akan menjadi cukup parah sehingga membutuhkan tabung pernapasan dengan ventilasi mekanis atau perawatan intensif pediatrik.

Prognosis : Ad vitam : Dubia at Bonam.

Ad functionam : Dubia at Bonam.

11. KDU

=4. Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas.

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.

Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3. Learning issue

A. ANATOMI SISTEM RESPIRASI PADA ANAK

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia.

Hidung

Ketika masuk rongga hidung udara disaring, dihangarkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorax bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang dieksresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh ranbum-rambut yang terdapat di hidung, dan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Faring

Di bagian ini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Larynx

Larynx terdiri dari cartilago, ligamen,otot otot, dan pita suara. Cartilago thyroidea adalah yang terbesar yang dapat dirasakan di depan leher yang biasanya dikenal sebagai jakun. Letaknya tepat di atas cartilago cricoidea yang mana terhubung dengan cartilago thyroidea oleh sebuah jaringan ikat, membrane cricotyroidea. Trachea

Trachea adalah tabung yang panjangnya sekitar 13 cm dan diameternya 2,5 cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok balok rawan hialin berbentuk huruf U yang mempertahankan trachea tetap terbuka. Trachea berasal dari leher di bawah cartilage cricoidea larynx setinggi corpus vertebra cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) dan membelah menjadi bronchus kanan dan kiri BronchusBronchus ada 2 yaitu bronchus kanan dan bronchus kiri. Bronchus principalis kanan lebih besar, lebih pendek, dan lebih vertical dibandingkan bronchus principalis kiri. Bronchus kanan panjangnya sekitar 2,5 cm. Sebelum masuk ke hillus paru paru kanan, bronchus principalis mempercabangkan bronchus lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior. Bronchus principalis kiri lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis kanan dan panjangnya sekitar 5 cm. Ia berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan esophagus. Waktu masuk ke hillus paru paru kiri, ia bercabang menjadi bronchus lobaris superior dan inferior.Struktur anatomi sistem pernafasan anak, terutama pada anak dibawah usia 5 tahun masih mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan sistem pernafasan pada anak terutama terjadi di pulmo (paru-paru) dan chest wall (dinding dada).

Gambar 1. Tahapan perkembangan sistem respirasi mulai dari lahir hingga dewasa

Pada paru-paru, proses alveolisasi yang sudah terjadi masih terus berlangsung. Jumlah alveoli bertambah dari sekitar 20-50 juta saat lahir menjadi sekitar 300 juta pada usia 8 tahun. Penambahan jumlah alveoli berbanding lurus dengan luas permukaan alveoli dari sekitar 2,8m2 pada saat lahir menjadi 32m2 pada umur 8 tahun. Saat dewasa, luas permukaan alveoli akan menjadi sekitar 75m2.

Ventilasi kolateral melalui pores of Kohn dan Lamberts canal masih belum berkembang sempurna pada perkembangan awal anak. Hal ini menyebabkan atelektasis cenderung lebih sering ditemukan pada anak dibanding pada orang dewasa.

Gambar 1. Perkembangan ventilasi kolateral pada anak

Dinding dada pada anak dan dewasa memiliki perbedaan struktur yang nyata. Pada anak, tulang-tulang costae memiliki orientasi yang horizonal, sementara pada dewasa, orientasi tulang costae-nya cenderung melenceng kearah bawah. Selain itu pada anak masih terjadi proses osifikasi dan kalsifikasi tulang-tulang dinding dada dan perkembangan dari otot-otot pernafasan. Dinding dada anak yang belum sempurna terutama pada bayi berimplikasi pada compliance yang berlebihan pada dinding dada anak, sehingga kerja pernafasan anak lebih berat dibanding dewasa pada volume tidal yang sama. Selain itu pada distress pernafasan, sebagian energi yang dihasilkan dari kontraksi diafragmatik terbuang percuma secara signifikan melalui distorsi kerangka iga.

Gambar 2. Perbandingan dinding dada anak dan dewasa

Saluran nafas atas pada anak memiliki perbedaan struktur anatomi seperti yang digambarkan pada Gambar 3 dan 4. Posisi laring pada anak terletak sejajar dengan sela vertebrae C3-4, lebih tinggi dibanding laring dewasa yang terletak sejajar dengan sela vertebrae C4-5. Perbandingan ukuran lidah terhadap rongga mulut anak lebih besar dibanding pada dewasa. Bagian saluran nafas atas tersempit pada anak terletak pada cincin cricoid dibandingkan dengan dewasa seperti pada Gambar 4.

Jalan nafas

Jalan nafas bayi dan anak sangat berbeda dengan dewasa. Perbedaan paling dramatis terlihat pada waktu bayi dan mungkin berkurang dimasa anak seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Jalan nafas anak usia 8 tahun secara karakteristik sudah menyerupai dewasa. Perbedaan paling mencolok adalah dalam hal ukuran diameter karena saluran nafas anak jelas lebih kecil. Selain lebih sempit, jalan nafas mulai dari rongga hidung mudah sekali tersumbat oleh sekret, edema, darah, bahkan tertutup oleh sungkup (face-mask) yang menyebabkan peninggian usaha nafas (work of breathing).

Mengikuti hukum Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan nafas berbanding lurus dengan peningkatan 4 kali aliran udara. Peningkatan panjang jalan nafas, viskositas udara ataupun pengurangan diameter jalan nafas akan mereduksi aliran udara laminar. Perubahan ukuran diameter jalan nafas paling berpengaruh sehingga adanya edema jaringan saja akan menyebabkan pengurangan secara nyata kaliber jalan nafas. Jalan nafas anak berbentuk terowongan seperti corong dengan ujung yang menyempit/funnel-shape, berbeda dengan dewasa yang berbentuk silinder. Bagian paling sempit pada jalan nafas bayi dan anak terletak pada area dibawah level pita suara dan tulang rawan krikoid, sedangkan pada dewasa setentang pita suara. Konfigurasi anatomis inilah yang menjadi dasar penggunaan tube trakeal tanpa balon pengembang (uncuffed tracheal tube) cukup efektif pada bayi dan anak. Jalan nafas subglotis bayi dan anak tersusun atas jaringan ikat longgar (loose connective tissue) yang dapat dengan mudah mengalamii ekstensi akibat inflamasi dan edema (terutama pada infeksi virus laringotrakeobronkitis/ penyakit croup), yang secara dramatis akan mereduksi kaliber jalan nafas. Hal yang sama juga dapat terjadi jika ukuran pipa endotrakeal (ETT) terlalu besar atau inflamasi berlebihan dari balon pengembang atau cuff.

Otot pernafasan

Tulang dada bayi dan anak masih lunak dan cenderung tidak stabil karena pergerakan iga. Pada bayi dan anak, tingginya komplians dari tulang iga menyebabkan posisi tulang iga cederung lebih mendatar dan otot-otot sela iga kurang mengembang sehingga membatasi pergerkan torakal. Diafragma merupakan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga mudah terjadi kegagalan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga mudah terjadi kegagalan pernafasan apabila fungsi diafragma terganggu oleh berbagai sebab diantaranya proses pembedahan,distensi abdomen, atau hiperinflasi paru.

Parenkim paru

Jaringan ikat elastis yang membatasi dan menjadi sekat antara alveoli memungkinkan udara masuk dan keluar dari jalan nafas berdasarkan rekoil elastisitasnya. Pada hari pertama kehiduan, alveoli gampang sekali menjadi kolaps. Dengan bertambahnya usia, jaringan ikat yang menjadi sekat antar alveoli ini akan bertambah lentur dan elastis. Faktor imaturitas menjadi penyebab utama defisiensi surfaktan yang menyebabkan kurangnya kemampuan alveoli untuk mengembang/ inflasi dan tidak dapat mempertahankan agar alveoli tidak mengempis. Konsekuensinya akan terjadi penurunan elastisitas rekoilnya, paru menjadi kolaps dan atelektasis. Jalur ventilasi kolateral baru terbentuk setelah usia 3 tahun sehingga bayi dan anak cenderung mudah mengalami hipoksemia dan hiperkapnia akibat obstruksi jalan nafas.

B. FISIOLOGI RESPIRASI PADA ANAK

Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu :

1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.

2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.

3. Transportasi gas melalui darah.

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan seluler.

Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :

1. Inspirasi (menarik napas)

2. Ekspirasi (menghembus napas)

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.

Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru.

Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3 mmHg (Alsagaff, 2002).

Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru.

Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan utama berupa : batuk, sesak, batuk darah, nyeri dada (Danusantoso, 2000).

1. Batuk

Batuk adalah suatu refleks defasif belaka yaitu untuk membersihkan saluran pernapasan dari sekrit (berupa mucus), bahan nekrotik, benda asing, dan sebagainya. Refleks ini bisa pula ditimbulkan berbagai rangsangan pada mukosa saluran pernapasan dan juga dari rangsangan pleura parietalis (Danusantoso, 2000).

2. Sesak

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada saat inspirasi atau pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebakan oleh adanya penyempitan ataupun penyumbatan pada tingkat bronkeolus/ bronkus/ trakea/ larings. Sebab lain adalah karena berkurangnya volume paru yang masih berfungsi baik, juga berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru terhambat (Danusantoso, 2000).

3. Batuk Darah

Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga mengenai pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal dari nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff, 2002).

4. Nyeri Dada

Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum dan dinding toraks (Danusantoso, 2000).

Adanya bermacam-macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral dan dada menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada samping dada yang karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi menunjukkan adanya pleuritis, nyeri juga dapat disebabkan oleh herpes dan sulit dibedakan dengan nyeri yang berasal dari serabut saraf kolumna vertebralis, nyeri juga terjadi akibat fraktur (Rab,1996).

Perbedaan fisiologi respirasi pada anak dan orang dewasa adalah sebagai berikut.

1. Pada bayi dan anak lebih dominan pergerakan dinding abdomen karena otot intracosta relatif lebih lemah, iga lebih horizontal, compliance rendah sehinggasusah mengembangkan dinding dada

2. perbedaan konfigurasi anatomi rongga dada- letak costa yang horisontal- tidak memungkinkan perluasan rongga dada yang sama dengan dewasa, sehingga pemenuhan oksigen bayi harus bernafas lebih sering daripada memperdalamkan nafasnya

3. 50% otot diafragma orang dewasa merupakan otot tipe I yang sangat tahan terhadap kelelahan, sedangkan neonatus hanya 25% dan bayi prematur hanya 10%. Hal ini menyebabkan diafragma bayi akan cepat melelahkan diafragma

4. tingkat metabolik istirahat anak lebih tinggi dengan kebutuhan oksigen yang lebih tinggi. Sehingga sedikit peningkatan kebutuhan akan menyebabkan hypoxia. Hypoxia pada bayi menyebabkan bradycardia (kurang dari 100X/mnt) daripada tachycardia, seperti pada orang dewasa

5. bayi lebih banyak mengembangkan paru bagian atas daripada daerah dependent seperti pada orang dewasa, meskipun pola perfusinya sama. Perbedaan ini bisa akan tetap hingga mencapai usia 20 tahun. Pada bayi dengan kelainan paru unilateral, oxygenasi bisa dioptimalkan dengan memposisikan paru yang baik pada bagian atas

6. pada bayi kecil dead space lebih dari kapasitas fungsional residual. Didaerah dependent mungkin terjadi penutupan saluran nafas bahkan selama bernafas normal

C. DISTRESS PERNAPASAN

Distress pernapasan merupakan suatu keadaan sistem respirasi melakukan kompensasi untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi.

EtiologiPerubahan FisiologisVolume TidalFrekuensi PernapasanTemuan Lain

Hipoksemia, asidemia, demam, peningkatan metabolismSedikit -

Penyakit restriktifMendengkur, pernapasan paksa pada inspirasi

Penyakit obstruktif jalan nafas atasNormalInspirasi memanjang, pernapasan paksa pada inspirasi

Penyakit obstruktif jalan nafas bawahNormal atau BervariasiEkspirasi memanjang, pernapasan paksa pada ekspirasi dan sering pada inspirasi

Penyakit neuromuscularMungkin ada tanda kelemahan otot lain

Gangguan pengendalianNormal atau Tanpa tanda distress

Diagnosis

NoPenilaianDistress NafasGagal NafasHenti Nafas

1Status mentalSadar, agitasi, melawanAgitasi hebat atau kurang responsiveTidak responsif

2Tonus otot/ posisi tubuhNormal, posisi tripodNormal atau hipotoniaAtonia

3Gerakan dadaAdaAdaTidak ada

4Upaya napasMeningkatSangat meningkat diselingi periode apneaTidak ada

5Warna kulitKemerahan atau pucatPucat, berbercak (mottled) atau sianosis

Sianosis

6Tindakan Pendekatan segera, bekerja dengan tingkat sedang, bantu anak dalam posisi nyaman, beri O2 tanpa menyebabkan agitasi, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya.Gerak cepat, buka saluran nafas, hisap lendir, berikan O2, segera berikan bantuan ventilasi tekanan positif bila pasien tidak membaik, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnyaSegera buka saluran nafas, hisap lendir, berikan O2, segera berikan bantuan ventilasi tekanan positif, nilai ulang ada/kembalinya nafas spontan, pengobatan berdasarkan evaluasi selanjutnya

D. KEGAWATDARURATAN NAFAS PADA ANAK

Terdapat beberapa kegawatdaruratan nafas, yang terbagi menjadi kegawatdaruratan pada gangguan pernafasan atas dan gangguan pernafasan bawah.1. Gangguan pernafasan atas

croup

epiglotitis

aspirasi benda asing

2. Gangguan pernafasan bawah

status asmatikus

bronkiolitis

pneumonia

Tatalaksana Umum

Evaluasi dan tatalaksana pasien gawat nafas harus dilakukan segera. Intervensi ditujukan untuk meningkatkan oxygen delivery, membantu ventilasi dan identifikasi serta tatalaksana etiologi yang mendasari. Apapun yang menjadi penyebab gawat nafas, tatalaksana agresif harus segera dilakukan untuk memulihkan oksigenasi dan ventilasi. Jalan nafas harus dipastikan adekuat. Jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation) harus dioptimalkan dan dipertahankan.1. Berikan Oksigen Agitasi akan memperburuk gangguan pernafasan, biarkan anak dipangku orang tuanya saat pemberian O2Gagal nafas harus di curigai pada anak dengan penurunan tingkat kesadaran.

Ventilasi tekanan positif harus diberikan pada anak gangguan pernafasan yang tidak responsif atau anak dengan sianosis, gasping, atau apnea yang tidak responsif terhadap oksigen.

1) Buka jalan napas, gunakan maneuver head tilt, chin lift, dan jaw thrust.

Manuver head tilt, chin lift

Manuver Jaw Thrust2) Suction untuk membersihkan jalan napas dari darah, muntahan atau sekret. 3) Ventilasi dengan pediatric bag- valve-mask device and oksigen 100%.

Pasang NGT untuk menghindari distensi lambung, muntah dan aspirasi jika BVM ventilasi berkepanjangan diperlukan.

Pemasangan NGT pada anak Anak yang tidak ada respon dengan ventilasi BVM, harus dilakukan endotrakeal intubasi jika respon klinis tidak cepat terlihat.

Gunakan monitor jantung jika ditoleransi oleh anak atau jika terapi obat dilakukan.

Bagging pada anakTerdapat perbedaan tatalaksana awal anak dalam keadaan distres napas dan gagal napas.Distress NafasGagal Nafas

Posisi yang nyaman Suplemen oksigen/ suction sesuai kebutuhan Terapi spesifik sesuai kumungkinan etiologi Pemeriksaan laboratorium dan radiografi sesuai indikasi Posisikan kepala dan buka jalan napas

Berikan oksigen 100 %

Bag mask ventilation sesuai kebutuhan

Lakukan pengeluaran benda asing jika diperlukan

Advance airway sesuai kebutuhan

Pemeriksaan laboraturim dan radiografi sesuai indikasi

Penyebab yang mendasari juga harus ditentukan dan ditatalaksana. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk yang memungkinkan untuk menentukan lokalisasi gangguan dengan cepat.

E. INFEKSI CROUP

Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas2.

Pada croup sindrom ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal. Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya secara umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai penyebab

Klasifikasi

Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:

A. Viral Croup (laringotrakeobronhotis)

Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala obstruksi saluran pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Usia 6 tahun. Stridor (+), Batuk (sepanjang waktu), Demam (+) yang tinggi, durasi 2-7 hari, Keluarga sejarah (+), kecenderungan oleh asma (-).

B. Spasmodic CroupSpasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala prodromal, anak tiba-tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan, biasanya pada malam hari sebelum menjelang tidur, serangan terjadi sebentar kemudian kembali normal.

Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat keparahan batuk atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4 kategori:

1. Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-kadang muncul, Stridor yang tidak dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada kegiatan dan teradapat retraksi dada ringan.

2. Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, Stridor lebih bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa gangguan pernapasan yaitu gawat napas (repiratory distress).

3. Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering timbul, Inspirasi stridor lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau kurang istirahat, akan tetapi, lebih terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, juga terdapat gangguan pernapasan.

4. Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor positif (kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit gangguan kesadaran (letargi), dan kelesuan.

Patofisiologi

Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi langsung dari sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar terjadi partikel masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di laryngotrakeitis, laryngotrakeobronkitis dan laryngotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari nasofaring atau oropharynx yang turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi 2-8 hari. Diffuse peradangan yang menyebabkan eritema dan edema dinding mukosa dari saluran pernapasan. Laring adalah bagian tersempit saluran pernafasan atas, yang membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya obstruksi.

Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan mengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm akan menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan 75% pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan gangguan mobilitas pita suara. Edema pada daerah subglottis juga dapat menyebabkan gejala sesak napas.

Airway karena turbulensi udara menyebabkan peradangan yang menyebabkan penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi (selama inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis mengandung infiltrat selular di lamina propria, submukosa dan advensisia. Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.

Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal, epigastrial.

Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari1. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong.

Diagnosis

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17 .

Skor total 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.

Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada indrawing. Sebuah nilai total 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan . Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah sangat jarang (20.000/mm3 yang didominasi PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan diagnosis croup sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-Scan.

Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea foto lateral, serta peumonia bilateral.

Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher. Konvektivitas lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen subglottic menghasilkan konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik pada tingkat margin inferior pita suara yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic mengubah tampilan radiografi dari kolom udara trakea, yang menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.

Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambaran normal foto lateral

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior

Gambaran Sindrom Croup foto lateral

Dalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas adalah 1 cm proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara yang benar. Mukosa pada tingkat ini memiliki lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan oleh adanya edema pada trakea, yang menghasilkan elevasi mukosa trakea dan hilangnya memikul normal (Convexities lateral) dari kolom udara

Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis. Akan tetapi, gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus saja.

Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut:

1. Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-camping.

2. Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.

3. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.

Pada pemeriksaan CT scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor sejak usia di bawah 6 bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya massa.DAFTAR PUSTAKA

American Academic of Pediatric. 2005. Pediatric Education for Prehospital Professionals (PEPP). Canada: Jones dan Barlett Publishers

Bratawijaya, karnen G dan Rengganis, Iris. 2010. Imunologi Dasar edisi ke-IX. Jakarta: Balai Penerbit,FKUI

British Columbia Ambulance Service Guidelines. 2013. Category (Pediatric) "Pediatric Respiratory Distress, Respiratory Failure, & Respiratory Arrest". Diakses dari: http://bctg.bcas.ca/Category/Introduction/124Children Hospital Colorado. 2011. Croup Clinical Care Guidelines: Age 6 months to 3 Years. Diakses dari:

http://www.childrenscolorado.org/File%20Library/Conditions-Programs/Breathing/Croup-Clincal-Care-Guidelines.pdfCroup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Badan Penerbit IDAI: 2008. p 320-328.

Croup, Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO,DEPKES dan IDAI. 2009. p 104-105

Defendi, Germain L. 2014. Croup. Diakses dari:

http://emedicine.medscape.com/article/962972-overviewDieckmenn, R. & Brownstein, D. 2010. The Pediatric Assessment Triangle. Pediatric Emergency Care. 26 (4): 312-315.

Dominic A dan Henry A Kilham Fitzgerald, 2003, Croup: Assesment and Evidence-Based Management. Medical Journal The Australia. MJA 2003; 179 (7) : 372-377

Hardiono d. pusponegoro dkk. Standar Pelayanan Medis Anak Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia: 2004.

Harjono, Rima M, dr dkk. Kamus Kedokteran Dorland. EGC: 1996

Orenstein DM: Acute inflammatory upper airway obstruction In: Behrman RE, Kliegman RM, Jensen HB (eds). Nelson Textbook of Paediatrics 16th ed. Philadelphia, W.B. Saunders, 2000; 1275 - 9. 12.

Roosevelt GE. Inflamasi akut obstruksi jalan napas atas (batuk, Epiglottitis, laringitis, dan trakeitis bakteri). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, BF Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics.18 ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2007: chap 382

Sindroma Croup, Penyakit Respirologi, Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi III, Buku satu, RSUD dr. Soetomo Surabaya: 2008. p 57-61

Wardiyah, H. Dkk. 2014. Referat: Kegawatdaruratan Respirasi pada Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Zoorob, R., Sidani, M. & Murray, J. 2011. Croup: An Overview. American Family Physician. 83(9):1067-1073.

udara

Droplet

Kontak langsung

Infeksi Virus

Inflamasi, spasme pada epithelium larynx (region subglotis) dan trachea

Dysfungsi dari vocal cord dan obstruksi subglotis

Peningkatan usaha nafas

Nafas cuping hidung

Retraksi supra sternal dan sela iga

Tachypneu (45x/menit)

Jaringan kekurangan suplai darah

HR 135x/menit

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

Respon inflamasi

Imunitas non spesifik

Makrofag dan produksi sitokin(IL-1, IL-6, TNF-)

Merangsang sel B berproliferasi

Terbentuk IgE yang diikat oleh mastosit dan basophil

Mediator inflamasi histamine, eosinophil, tripase, kinin

Merangsang sel mukosa penghasil mukus

Pilek

Secret mucus menjadi lebih banyak

Merangsang reseptor batuk untuk mengeluarkan mucus

Batuk

Memicu hypotalamus mengeluarkan fosfolipase (fosfolipid( as.arakidonat)

Mengeluarkan prostaglandin

Set point di hypothalamus

Demam

2