Acute Respiratory Distress Sydrom

21
Penanganan Acute Respiratory Distress Syndrome pada Kasus Emergensi Asher Juniar 102011201 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Terusan Arjuna no.6 Jakarta 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Perawatan pada pasien dengan tingkat kesakitan kritis, merupakan suatu hal yang berbeda seperti yang diterapkan kepada pasien sakit baik ringan, sedang maupun berat. Perawatan pada pasien dengan kondisi kritis memerlukan pemahaman yang baik mengenai patofisologi dari kausa yang menyebabkan pasien kritis, dan seringkali perawatan dipusatkan pada cara untuk meresusitasi pasien, yang terus-menerus mengalami penurunan fungsi fisiologis tubuhnya. Resusitasi yang dikerjakan pun seringkali dilakukan secara cepat, serta tanpa memperhatikan mengenai kondisi medis yang mungkin pasien alami di masa lampau. Namun, sembari dilakukan stabilisasi dari fungsi fisiologis tubuh terutama organ-organ vital, maka sebaiknya dilakukan pengumpulan data/riwayat medis dari pasien bersangkutan yang sewaktu-waktu akan diperlukan untuk 1 | ARDS pada Emergensi

description

PBL

Transcript of Acute Respiratory Distress Sydrom

Page 1: Acute Respiratory Distress Sydrom

Penanganan Acute Respiratory Distress Syndrome

pada Kasus Emergensi

Asher Juniar

102011201

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Terusan Arjuna no.6

Jakarta 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Perawatan pada pasien dengan tingkat kesakitan kritis, merupakan suatu hal yang

berbeda seperti yang diterapkan kepada pasien sakit baik ringan, sedang maupun berat.

Perawatan pada pasien dengan kondisi kritis memerlukan pemahaman yang baik mengenai

patofisologi dari kausa yang menyebabkan pasien kritis, dan seringkali perawatan dipusatkan

pada cara untuk meresusitasi pasien, yang terus-menerus mengalami penurunan fungsi

fisiologis tubuhnya. Resusitasi yang dikerjakan pun seringkali dilakukan secara cepat, serta

tanpa memperhatikan mengenai kondisi medis yang mungkin pasien alami di masa lampau.

Namun, sembari dilakukan stabilisasi dari fungsi fisiologis tubuh terutama organ-organ vital,

maka sebaiknya dilakukan pengumpulan data/riwayat medis dari pasien bersangkutan yang

sewaktu-waktu akan diperlukan untuk kepentingan pasien ke depannya ketika pasien sudah

berhasil melewati kondisi kritisnya.

Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian dari klinisi ialah mengenai gagal

napas. Gagal napas merupakan salah satu dari alasan umum pasien dilarikan ke ICU. Pada

beberapa ICU, sekitar 75% pasien membutuhkan ventilasi mekanik selama perawatan. Gagal

napas dapat dikategorikan berdasarkan patofisiologinya menjadi 4 kelompok gagal napas,

yaitu (1) gagal napas akut hipoksemik, (2) gagal napas oleh karena hipoventilasi alveolar dan

ketidakmampuan untuk mengeliminasi karbondioksida secara efektif, (3) gagal napas oleh

karena atelektasis paru, dan (4) gagal napas oleh karena hipoperfusi dari otot-otot pernapasan

pada pasien syok. Monitoring yang baik terhadap fungsi pernapasan sekaligus fungsi sirkulasi

pasien menjadi hal utama yang perlu dilakukan pada pasien dengan kondisi kritis dan

1 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 2: Acute Respiratory Distress Sydrom

memegang makna penting bagi keselamatan jiwa pasien. Kejadian gagal napas serta gagal

jantung di ICU seringkali menjadi tantangan bagi para klinisi oleh karena merawat pasien

dengan kedua kejadian ini membutuhkan pertimbangan kritis dan tindakan yang segera.

Intervensi yang tepat waktu dan layak, baik saat di lapangan kejadian maupun ketika di ICU,

dapat menentukan kemungkinan recovery atau bahkan kemungkinan pasien tidak bisa

bertahan hidup.

Acute Respiratory Distress Syndrome atau disingkat ARDS, merupakan salah satu

dari sekian banyak penyakit yang mengancam nyawa dan membutuhkan perawatan

kegawatdaruratan yang ekstensif. Oleh karena itu, pembahasan dan pemahaman yang baik

mengenai tatalaksana emergensi terhadap penyakit ini menjadi suatu hal yang fundamental.1-3

Anamnesis

Pada pasien gawat darurat sebaik hanya dilakukan anamnesis singkat terlebih dahulu

sementara bila kondisi pasien telah tertanggani dengan baik dapat dilakukan anamnesis

lengkap pada pasien, atau keluarga.2

Pada yang datang dengan sesak nafas dapat ditanyakan :2

Sudah berapa lama sesak?

Apakah tiba-tiba atau bertahap?

Apakah yang memicu? Postur tubuh, obat, oksigen?

Adakah gejala penyerta seperti nyeri dada, batuk, palpitasi, hemoptisis, mengi,

demam?

Apakah ada episode sebelumnya

Riwayat penyakit kardiovaskular atau pernafasan,

Kemungkinan adanya diabetes ketoasidosis?

Riwayat Alergi dan kebiasaan merokok

Bagaimana pengaruh sesak pada aktivitas?

Adakah pajanan pada tempat kerja? (pnemonkoniosis)

Pemeriksaan fisik

Pada observasi dinilai keadaan umum, apakah jalan nafas adekuat (betulkan posisi

kepala, alat bantu nafas), tanda-tanda vital berupa frekuensi nafas, frekuensi nadi, tekanan

darah, suhu. Pasien dinilai apakah terdapat takikardi, takipnoe, stridor, demam, sianosis,

anemia, atau syok. 2

2 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 3: Acute Respiratory Distress Sydrom

Pada inspeksi dinilai bentuk dada, apakah pasien menggunakan otot-otot bantu

pernafasan, retraksi interkostal, pergerakan dinding dada (bagian tertinggal), laju dan irama

pernafasan. Dilakukan palpasi adakah rasa nyeri tekan, dan ekspansi dinding dada. Perkusi

dinilai adanya bunyi tumpul, hiperesonansi. Auskultasi dinilai suara nafas, adakah suara nafas

tambahan (ronki, mengi), dan vocal fremitus. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan ialah

menilai apakah terdapat tanda-tanda gagal jantung atau kelebihan cairan berupa ronki, irama

gallop, peningkatan JVP, edema perifer). Dinilai juga status kesadaran pasien, pasien yang

mengatuk atau bingung dengan sesak nafas, takipnoe, sianosis, takikardi merupakan tanda-

tanda suatu distress pernafasan.2

Pemeriksaan penunjang

a. Foto rontgen dada (Chest X-Ray)

Pada pasien ALI atau ARDS dapat ditemukan adanya infltrat alvelolar bilateral difus

dengan gambaran udem pulmonar. Namun pada stadium awal bayangan infiltrat sangat

bervariasi dapat ringan atau berat, pada intersititial atau pada alveolar, dapat terlihat

banyangan radio-opak difus atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya

lagi gambaran confluent. Pemeriksaan pada tahap awal dapat menunjukkan adanya

infiltrat asimetrik yang dapat menyebabkan hasil terlihat seperti pneumonia atau

atelektasis. Udem pulmonar yang terjadi juga harus dibedakan dengan udem pulmonar

kardiogenik dengan menilai, ukuran jantung, peningkatan corakan bronkovaskuler,

distribusi perihiler terhadap udem pulmonar. 1,3

b. Laboratorium

Analisa gas darah, meskipun tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik

untuk ALI atau ARDS namun, analisis gas darah dapat menjadi alat bantu

diagnosis. PaO2/ FiO didapatkan abnormal untuk pasien ARDS dan ALI.

Alkalosis respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul pada stadium awal. Terdapat

hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkapnea (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi

gangguan pernapasan. Pada stadium lanjut kebutuhan ventilasi per menit

meningkat yang berhubungan dengan peningkatan dead space dan penurunan

ventilasi alveolar. Asidosis metabolik dapat timbul pada stadium lanjut yang

berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme anaerob.3

Nilai rujukan untuk analisa gas darah arteri ialah pH : 7,35-7,45, PaCO2 : 35 -

45 mmHg, PaO2 ; 75-100 mmHg, SaO2 : >95 %, HCO3 : 24-28 mEq/l, kelebihan

3 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 4: Acute Respiratory Distress Sydrom

basa (BE) +2 sampai – 2 mEq/l.4 Jika didapatkan pH < 7,35, PaCO2 normal,

sementara HCO3 dan BE <24 mmHg dan <-2 mEq/l dapat disimpulkan adanya

keadaan asidosis metabolic.4

Enzim jantung, pemeriksaan laboratorium lain yang dapat digunakan untuk

mengetahui penyebab gagal nafas ialah enzim jantung seperti cardiac

phosphokinase dan troponins, untuk mengetahui adanya apakah terjadi infrak

miokardium. 3

Darah rutin, didapatkan leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia

(kerusakan endotel dan reaksi inflamasi), peningkatan kadar amilase

(pankreatitis).1

c. Ekokardiografi, pemeriksaan ini digunakan untuk menilai apakah udem pulmonar

disebabkan oleh faktor kardiogenik. Pada udem paru kardiogenik bisa didapatkan

adanya stenosis atau regurgitasi katup mitral, dilatasi ventrikel kiri, disfungsi sistolik.

Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan menajemen awal pada pasien dengan

gagal nafas.3

d. CT-scan toraks, pada CT-scan didapatkan pola heterogen, predominasi infiltrate pada

area dorsal paru (posisi supine). Konferensi consensus amerika-eropa menetaplan

defines berupa infiltrat harus bilateral dan konsisten dengan edema paru. 1

Working diagnosis

Acute Respiratory Distress Sydrome atau ARDS. ARDS ialah merupakan sindrom

yang ditandai olah peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap air, larutan

dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan yang

mengandung protein dalam parenkim paru. Dasar definisi dipakai Konsensus Komite

Konferensi ARDS Amerika-Eropa pada tahun 1994 yang terdiri dari (1) gagal napas

(respiratory failure/distress) dengan onset akut, (2) rasio tekanan oksigen pembuluh arteri

berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2/FIO2) < 200 mmHg – hipoksemia berat, (3)

radiografi torak akan ditemukan infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru,

(4) tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg, tanpa

tanda-tanda klinis adanya hipertensi atrial kiri/(tanpa adanya tanda gagal jantung kiri). Bila

PaO2/FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut sebagai Acute Lung Injury. Konsensus juga

mensyaratkan terdapatnya faktor risiko terjadinya ALI dan tidak adanya penyakit paru kronik

yang bermakna. Kedua jenis penyakit yaitu ALI dan ARDS didiagnosis ketika bermanifestasi

4 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 5: Acute Respiratory Distress Sydrom

sebagai kegagalan pernapasan berbentuk hipoksemi akut bukan karena peningkatan tekanan

kapiler paru.

ARDS ini biasanya akan diikuti dengan kegagalan pernapasan yang berlanjut menjadi

hipoksemia akut akibat dari gangguan baik yang secara sistemik maupun kepada paru itu

sendiri tanpa adanya tanda-tanda gagal jantung. ARDS ialah bentuk gagal napas akut yang

paling berat dengan persebaran infiltrat bilateral pada foto radiografi dada. Sebanyak

sepertiga pasien yang mengalami ARDS, sebelumnya mengalami sepsis terlebih dahulu.

Definisi yang diberikan oleh AECC merupakan definisi yang umum digunakan dan

mudah untuk diaplikasikan, namun juga memiliki kekurangan yang cukup serius untuk

membedakannya dengan penyakit lain yang memiliki gejala serupa, bahkan seringkali tidak

ada korelasi yang baik antara definisi klinisi yang luas ini dengan kerusakan alveolar difus

yang dikatakan merupakan karakteristik besar dari gambaran histologik ARDS/ALI. Definisi

AECC juga tidak mempertimbangkan variabel lain seperti mode ventilasi dan kadar dari

PEEP, yang dapat secara signifikan mempengaruhi oksigenasi. Sebagai tambahan, dengan

dipublikasikannya studi yang menunjukkan penggunaan rutin dari kateter Swan-Ganz yang

dikaitkan dengan komplikasi yang lebih tinggi, tekanan oklusif kapiler pulmoner yang

menjadi komponennya justru tidak diukur, dan malah menempatkan penekanan yang lebih

pada interpretasi radiografi dada yang memiliki reliabilitas yang kurang antar pengamat.

Namun walau begitu, definisi oleh AECC telah secara khusus membuktikan prediktabilitas,

singkatnya pasien dengan ARDS berdasarkan definisi ini memiliki tingkat mortalitas yang

lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak terdefinisi. Oleh karena itu, banyak kelompok

studi yang berbeda telah merekomendasikan perubahan untuk definisi ini, salah satu saran

yang dikemukakan ialah dengan menambahkan faktor risiko yang mungkin menimbulkan

ARDS baik berupa faktor langsung (pulmoner) atau tidak langsung

(ekstrapulmoner/sistemik) karena kedua jenis faktor ini memiliki mekanisme patogenik yang

berbeda, selain faktor risiko sebaiknya penghitungan rasio P/F dengan pengaturan yang

terstandar dan spesifik (PEEP dan MAP) juga diikutsertakan dalam definisi, mennyingkirkan

gagal jantung secara lebih objektif (dengan penggunaan ekokardiogram), dan hanya pasien

dengan P/F ratio kurang dari 200. Kesemua rekomendasi ini diharapkan dapat memberikan

gambaran lebih akurat mengenai derajat berat/ringannya kerusakan pada alveolar

sebagaimana yang terjadi pada kasus ARDS.

Temuan klinis yang didapatkan pada pasien ARDS ialah dispnea akut dan hipoksemia

dalam hitungan jam sampai hari terhitung dari kejadian yang menginduksinya, seperti

trauma, sepsis, overdosis obat, transfusi masif, pankreatitis akut atau aspirasi. Pasien dengan

5 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 6: Acute Respiratory Distress Sydrom

ARDS, nampak sangat sakit bahkan kritis, dengan kegagalan sistem multiorgan, dan

beberapa di antara mereka tidak dapat memberikan informasi yang justru dibutuhkan oleh

klinisi. Secara khas, keadaan sakit yang dialami pasien akan berkembang dalam 12-48 jam.

Dengan onset dari cidera paru akut, maka pasien awalnya akan mengalami dispnea yang

dipicu kelelahan, namun gejala akan terus berprogresi hingga pasien akan mengalami dispnea

berat saat istirahat, takipnea, ansietas, agitasi dan kebutuhan akan konsentrasi tinggi oksigen

yang dihirupnya. Temuan fisik kadangkala tidak spesifik dan hanya menunjukkan adanya

takipnea, takikardia, dan kebutuhan akan high fraction of inspired oxygen (FIO2) untuk tetap

menjaga saturasi oksigen tubuh pasien. Pasien dapat demam atau hipotermik. Karena ARDS

sering terjadi pada sepsis, makan hipotensi dan vasokonstriksi perifer dengan ekstremitas

dingin dapat ditemukan. Sianosis pada bibir dan nail-bed dapat terjadi. Pemeriksaan pada

paru akan menyingkap adanya bising paru yang tidak normal bilateral. Karena edema paru

kardiogenik perlu untuk dibedakan dari ARDS, maka pengamatan yang lebih teliti pada

tanda-tanda kongesti jantung atau volume overload intravaskuler, distensi dari vena juguler,

murmur dan gallop jantung, hepatomegali dan edema harus dicari.3-5

Etiologi

Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti,banyak factor penyebab yang dapat

berperan dalam gangguan ini.ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebuah

sindrom.Sepsis merupakan factor risiko yang paling tinggi,terutama mikroorganisme dan

produknya (endotoxin) sangat toksis terhadap parenkim paru dan merupakan factor risiko

terbesar kejadian ARDS berkisar 30-50%.Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua

sebagai factor risiko ARDS (30%).Dengan ph <2.5 akan menyebabkian penderita mengalami

chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar.6

Menurut Hudak & Gallo (1997) , gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS :

1. Sistemik (non-pulmonal)

Shock karena beberapa penyebab :

Sepsis gram negative

Hipotermia

Hipertermia

Obat (Narkotik,Salisilat,Trisiklik,Paraquat,Metadon,Bleomisin)

Gangguan hematologi ( DIC,Transfusi masiv,Bypass cardiopulmonal)

Eklampsia

6 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 7: Acute Respiratory Distress Sydrom

Luka Bakar

Major trauma

Pankreatitis

Emboli lemak

Tumor lisis

2. Pulmonal

Pneumonia (Viral,Bakteri,Jamur,Pneumositik Karinii)

Trauma (Emboli lemak,Kontusio Paru)

Aspirasi (cairan lambung,tenggelam,cairan hidrokarbon)

Pulmonary vasculitis

Toxic Inhalasi

Reperfusion Injury (Lung transplantation)

Epidemiologi

ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967.Diperkirakan

ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju mortalitas tergantung pada

etiologi dan sangat bervariasi.Tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan

penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral

pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.7

Manifestasi Klinik

ARDS biasanya timbul dalam waktu 24-48 jam setelah kerusakan awal pada

paru.Awalnya pasien akan mengalami dispneu,kemudian biasanya diikuti dengan pernafasan

cepat dan dalam.Selain itu juga terdapat penurunan kesadaran

mental,takikardi,takipneu,retraksi intercostals,hipoksemia, dan juga sianosis biasa terjadi

secara sentral dan perifer,bahkan tanda khas dari ARDS adalah tidak membaiknya sianosis

meskipun pasien sudah diberi oksigen.Sedangkan pada auskultasi paru dapat ditemui ronkhi

basah kasar,serta kadang wheezing, dan pada auskultasi jantung didapatkan normal tanpa

murmur maupun gallop.5,6,8

7 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 8: Acute Respiratory Distress Sydrom

Gambaran Patofisiologi ARDS

Cidera paru-paru Kerusakan

Sistemik

Kebocoran cairan Penurunan Dalam ruang Defusi Jaringan Intestisial Alveolar Hipoksia

Seluler

Permeabilitas Membran alveolar Pelepasan factor-faktor Meningkat (enzim tisosom, vasoaktif, sistem

Komplemen, asam metaboli, kolagen, histamine)

Cairan bergerak Kealveoli

kerusakan kembran alveolar kapiler MK : gguan

pertukaran gas

Produksi Surfaktan Edema intestisial Kolaps alveolar pe Komplain alveolar paru yang progresif Paru

Hipoksia arterial

Odema paru Pe pengembangan paru sianosis

Penurunan Fungsi Penurunan efektif paru Paru

Hipoventilasi

Plasma & sel darah Peningkatan Merah keluar dari frekuensi Kapiler-kapiler yang rusak pernafasan

Perdarahan dispnea

8 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

MK : Gangguan perfusi MK : gguan

pertukaran gas

ARDSMK : Gangguan pertukaran

Page 9: Acute Respiratory Distress Sydrom

Hipoksemia

Bagan 1. Gambaran pathogenesis ARDS5

Penatalaksanaan

-Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab.9

-Memastikan ventilasi yang adekuat Intubasi untuk pemasangan ETT

Ventilasi mekanis dilakukan kalau timbul hiperkapnia, kalau pasien lelah dan

tidak dapat lagi mengatasi beban kerja nafas atau timbulnya renjatan. Tujuan ventilasi

mekanis adalah mengurangi kerja nafas, memperbaiki oksigenasi arterial, dengan

pemakaian O2 yang non toksik.10,11

 Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume

merupakan langkah besar dalam penanganan ARDS. PEEP membantu memperbaiki

sindrom distress pernafasan dengan mengembangkan daerah yang sebelumnya

mengalami ateletaksis dari kapiler. Keuntungan lain dari PEEP adalah alat ini

memungkinkan pasien untuk mendapatkan FiO2 dalam konsentrasi yang lebih rendah.

Hal ini penting karena pada satu segi FiO2 yang tinggi umumnya diperlukan untuk

mencapai PaO2 dalam kadar minimal, dan pada segi lain oksigen konsentrasi tinggi 

bersifat toksik terhadap paru-paru dan menyebabkan ARDS. Efek dari PEEP adalah

memperbaiki tekanan oksigen arterial dan memungkinkan penurunan FiO2. Bahaya

yang mungkin terjadi dalam penggunaan PEEP adalah pneumothoraks dan

terganggunya curah jantung karena tekanan yang tinggi. Perhatian dan pemantauan

yang ketat ditujukan untuk mencapai “PEEP terbaik” – yaitu ventilasi pada tekanan

akhir ekspirasi yang menghasilkan daya kembang paru terbaik dan penurunan PaO2

dan curah jantung yang minimal.

- Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator

-Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.

-Memberikan dukungan sirkulasi

-Memastikan volume cairan yang adekuat

-Memberikan dukungan nutrisi

Dukungan nutrisi yang adekuat sangat penting dalam mengobati ARDS.Pasien

dengan ARDS membutuhkan 35-45 kkal/kg sehari untuk memenuhi kebutuhan

9 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

MK : Pola nafas tidak efektif

MK : Kelemahan

Page 10: Acute Respiratory Distress Sydrom

normal.Pemberian makan enteral adalah pertimbangan pertama,namun nutrisi parenteral total

dapat saja diperlukan.

Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

Obat untuk menekan proses inflamasi

1. Kortikosteroid

     Saat ini efek steroid masih dalam penelitian dan penggunaan secara  rutin

tidak dianjurkan kecuali bila ada indikasi yang spesifik yang berkaitan dengan

penyakit dasarnya. Steroid dapat mengurangi pembentukan kolagen dan

meningkatkan penghancuran kolagen sehingga penggunaannya mungkin

bermanfaat untuk mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup.

Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, lebih disukai

metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena setiap 6 jam.

2. Protaglandin E1

      Obat ini mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi

trombosit. Sebanyak 95% PGE1 akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat

selektif terhadap pembuluh darah paru dengan efek sistemik yang minimal.

Pemberian secara aerosol dilaporkan dapat memperbaiki proses ventilasi

perfusi karena menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang

ventilasinya masih baik. Walaupun demikian penggunaan PGE1 dalam klinis

masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

3. Ketokonazol

      Dapat menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah

kecil kasus dapat bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami

sepsis akibat trauma multipel.

4. Anti endotoksin dan antisitokinin

 Antibodi terhadap endotoksin dan sitokin akhir-akhir ini sedang diteliti.

Sejauh ini penggunaan secara rutin obat-obat ini masih belum dianjurkan.

  Obat untuk memperbaiki kelainan faal paru :

Amil nitrit

10 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 11: Acute Respiratory Distress Sydrom

      Dapat diberikan intravena untuk memperbaiki proses ventilasi – perfusi

dengan cara meningkatkan refleks pembuluh darah paru akibat hipoksia. Perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek tersebut.

Oksida nitrit

      Pemberian secara inhalasi dalam dosis rendah akan menyebabkan dilatasi

pembuluh darah paru secara selektif khususnya pada daerah paru dengan ventilasi

yang masih baik. efek oksida nitrit ini diharapkan dapat mengurangi pirau

intrapulmonal, memperbaiki proses ventilasi-perfusi sehingga akan meningkatkan

oksigen arteri pulmonalis. Sayangnya hingga saat ini belum ada data yang

menunjukkan prognosis pada pasien yang mendapatkan oksida nitrit

Antibiotik

      Karena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien yang mengalami ARDS maka

dianjurkan untuk diberikan sejak awal antibiotik yang berspektrum luas, hingga

didapatkan adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur.

Komplikasi

Pasien dengan ARDS seringkali emmbutuhkan ventilasi mekanis dengan intesitas

tinggi, mencakup positive end-expiratory pressure (PEEP) tingkat tinggi atau continous

positive airway pressure (CPAP) dan mungkin saja, tekanan udara dengan rata-rata tinggi,

oleh karena itu barotrauma dapat terjadi. Pasien dapat pula mengalami pneumomediastinum,

pneumothoraks atau bahkan keduanya. Komplikasi lain yang potensial terjadi ialah

kecelakaan saat ekstubasi. Bila ventilasi mekanis dibutuhkan dalam jangka waktu panjang,

pasien nyatanya membutuhkan trakeostomi. Dengan perpanjangan intubasi dan trakeostomi,

komplikasi dari saluran napas atas dapat terjadi, seperti edema laring post-ekstubasi dan

stenosis subglotis.

Pasien dengan ARDS memerlukan ventilasi mekanis yang lama dan monitoring

hemodinamik yang invasif, oleh karena itu mereka semua berisiko untuk menderita infeksi

nosokomial serius, seperti pneumonia yang berkaitan dengan ventilator dan sepsis. Insidens

dari pneumonia yang berkaitan dengan ventilator pada ARDS dapat mencapai 55%

dibandingkan pada populasi yang membutuhkan ventilasi mekanis tanpa ARDS. Strategi

preventifnya mencakup peninggian kepala saat tidur, penggunaan subglottic suction

endotracheal tube dan dekontaminasi oral.

11 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 12: Acute Respiratory Distress Sydrom

Infeksi potensial lain yang bisa terjadi ialah infeksi traktus urinarius oleh karena

pemasangan kateter dan sinusitis oleh karena pemberian makan melalui hidung dan drainase

tube. Pasien dapat pula mengalami kolitis oleh karena Clostridium difficile, sebagai

komplikasi terapi antibiotik spektrum lebar. Pasien dengan ARDS, dikarenakan waktu stay

yang cukup lama di ICU dan perawatan dengan antibiotik multipel, juga bisa mengalami

infeksi oleh karena organisme resisten banyak obat seperti methicillin-resistant

Staphylococcus aureus (MRSA) dan Vancomycin-resistant Enterococcus (VRE).

Studi yang dilakukan pada sekelompok survivor ARDS, melaporkan terjadinya

gangguan fungsi yang signifikan pada 1 tahun pertama, utamanya disebabkan oleh kelelahan

dan kelemahan otot. Perawatan dengan kortikosteroid dan penggunaan blokade

neuromuskuler merupakan faktor risiko yang menyebabkan hal ini.

Pasien dapat mengalami kesulitan dalam menggunakan ventilasi mekanis. Untuk itu,

dapat diberikan sedasi secara rutin, pemberian terapi fisikawal, menjaga nutrisi psien dan

penggunaan protokol weaning yang benar, untuk mengurangi durasi perbaikan setelah

penggunaan ventilasi mekanis.

Gagal ginjal ialah komplikasi yang lebih jarang pada ARDS, secara khusus mungkin

karena sepsis pasien. Gagal ginjal dapat berkaitan dengan hipotensi, obat-obatan nefrotoksik,

atau penyakit yang mendasari sebelumnya. Manajemen cairan akan menjadi lebih sulit pada

konteks ini, khususnya bila pasien mengalami oliguria. Kegagalan beberapa sistem organ,

dibandingkan gagal napasnya sendiri, sering menjadi penyebab kematian pasien ARDS.

Komplikasi potensial lainnya, seperti ileus, stress gastritis dab anemia. Profilaksis

stress ulcer diindikasikan untuk pasien-pasien ini. Anemia dapat dicegah dengan penggunaan

epopoietin.8

Prognosis

Angka mortalitas pada pasien ARDS telah menurun dengan adanya perbaikan pada

pelayanan emergensi, serta pengenalan tatalaksana menggunakan tidal volume yang rendah.

Mortalitas ARDS sekarang ialah 41-65%, dengan penyebab paling sering sepsis dan gagal

organ multipel.8 Mayoritas pasien meninggal setelah 7 hari.5 Risiko mortalitas meningkat

seiring dengan usia, adanya gagal organ yang telah ada sebelumnya (gagal hati kronis,gagal

ginjal kronis, penyakit immunosupresan kronis,dll), adanya penyakit paru langsung

(pneumonia, aspirasi) dibandingkan dengan penyakit non-paru (sepsis, trauma, pakreatitis).7

Pasien yang dapat bertahan dapat memiliki fungsi paru yang normal kembali dalam 6 bulan

hingga 12 bulan.6

12 | A R D S p a d a E m e r g e n s i

Page 13: Acute Respiratory Distress Sydrom

Kesimpulan

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah sekumpulan gejala dan tanda

yang terdiri dari gagal napas akut, dengan perbandingan antara PaO2/FiO2 <200 mmHg,

terdapat gambaran infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan gambaran edema paru pada

foto toraks dan tidak ada hipertensi atrium kiri serta tekanan kapiler wedge paru <18 mmHg.

Prinsip pengaturan ventilator untuk pasien ARDS ialah dengan pengaturan volume tidal

rendah (4-6 mL/kgBB), PEEP yang adekuat, untuk memberikan oksigenasi adekuat (PaO2 >

60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman.

Daftar Pustaka

1. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s

principles of internal medicine. 18th ed. United States of America: McGraw-Hill;

2012.p.2205-9.

2. Mahadevan SV, Garmel GM. An introduction of clinical emergency medicine. 2nd ed.

New York: Cambridge University Press; 2012.

3. Raghavendran K, Napolitano LM. Critical care clinics.Vol.27(3). July 2011.

4. Rahmalia A, alih bahasa. Anamnesis at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2011.h.26-7.

5. Goldman L, Schafer AI. Goldman’s cecil medicine. 24th ed. Philadelhia: Elsevier;

2012.p.626.

6. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. United States of

America: McGraw-Hill; 2010.p.291-3.

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi Ke-5. Jilid 1. Jakarta: InternaPublishing; 2009.

8. Harman EM. Acute respiratory distress syndrome. Medscape 2014 Feb 18. Available

from URL : http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview

9. Root RK. Clinical infectious diseases: a practical approach. New York: Oxford

University Press; 2004.p.558-64.

13 | A R D S p a d a E m e r g e n s i