NCB KMK Respiratory Distress Syndrome

36
Neonatus Kurang Bulan dengan Berat Badan Lahir Rendah dan Respiratory Distress Syndrome Rudy Hermawan Cokro Handoyo 102010097-C5 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Peralihan dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin memerlukan banyak perubahan fisiologi dan biokimia. Hilangnya ketergantungan terhadap peredaran darah ibu melalui plasenta, memerlukan pengaktifan fungsi paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan fungsi organ lain seperti hati , jantung, ginjal, selain itu juga termasuk sistem imunologi yang berperan dalam perlindungan terhadap infeksi. Tidak semua bayi dapat beradaptasi dengan baik bahkan banyak meninggal akibat kegagalan penyesuaian biokimia dan fisiologi.Kegagalan itu disebabkan oleh keadaan seperti asfiksia, prematuritas, gangguan persalinan, dan lain-lain. Besarnya angka kesakitan dan kematian neonatus mencerminkan besarnya masalah kegagalan penyesuaian kehidupan bayi baru lahir. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama 1

Transcript of NCB KMK Respiratory Distress Syndrome

Neonatus Kurang Bulan dengan Berat Badan Lahir

Rendah dan Respiratory Distress Syndrome

Rudy Hermawan Cokro Handoyo

102010097-C5

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

Peralihan dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin memerlukan banyak

perubahan fisiologi dan biokimia. Hilangnya ketergantungan terhadap peredaran darah ibu

melalui plasenta, memerlukan pengaktifan fungsi paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan

karbon dioksida dan fungsi organ lain seperti hati , jantung, ginjal, selain itu juga termasuk sistem

imunologi yang berperan dalam perlindungan terhadap infeksi. Tidak semua bayi dapat

beradaptasi dengan baik bahkan banyak meninggal akibat kegagalan penyesuaian biokimia dan

fisiologi.Kegagalan itu disebabkan oleh keadaan seperti asfiksia, prematuritas, gangguan

persalinan, dan lain-lain. Besarnya angka kesakitan dan kematian neonatus mencerminkan

besarnya masalah kegagalan penyesuaian kehidupan bayi baru lahir. Respiratory Distress

Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat

napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi

kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel

dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat

fungsi surfaktan.1

Skenario

Seorang Ibu hamil 33 minggu G1P0A0 berusia 30 tahun datang dengan keluhan perdarahan

pervaginam. Ibu telah diketahui menderita plasenta previa totalis. Bayi dilahirkan via SC dengan

berat 1200 g dan ketuban jernih. Bayi meringis dengan ekstremitas sedikit fleksi dan tampak biru,

denyut jantung 130x/menit dengan nafas irregular. Setelah di stimulasi, bayi menangis kuat dan

akitf. Satu jam setelah lahir, bayi menangis lemah dengan badan tampak kebiruan, (+)

mendengkur dengan sedikit retraksi dada sehingga bayi harus dirawat.

Pernapasan dan Sirkulasi Neonatus

Terdapat dua kejadian yang sangat penting yang terjadi segera setelah bayi lahir, yaitu

terjadinya pernapasan bayi pertama kali dan putusnya hubungan neonatus dengan plasenta.

1

Dengan dua kejadian ini maka akan terjadi perubahan sirkulasi pada neonatus secara drastis yang

tidak sama dengan sirkulasi orang dewasa sehingga disebut sirkulasi neonatus. Perubahan

kardiovaskular yang terjadi segera setelah lahir berupa penurunan resistensi vaskular paru,

peningkatan aliran darah paru, peningkatan resistensi sistemik, pengaliran darah melalui duktus

arteriosus dari kiri ke kanan dan penutupan foramen ovale. Setelah proses pernafasan

berlangsung, udara yang masuk ke dalam paru menyebabkan turunnya resistensi pembuluh darah

pulmonal. Dengan adanya perubahan ini, aliran darah ke atrium kiri melalui vena pulmonalis

menjadi meningkat sehingga tekanan dalam atrium kiri lebih tinggi dari atrium kanan dan hal ini

akan menyebabkan penutupan foramen ovale. Jika resistensi pembuluh darah pulmonal turun

sampai rendah dari tekanan pembuluh darah sistemik maka duktus arteriosus akan menutup.

Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10 – 15 jam setelah lahir dan menutup

permanen pada usia 2 – 3 minggu.

Segera setelah bayi lahir, terjadi perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi neonatus.

Sirkulasi neonatus adalah darah dari tubuh bagian bawah yang masuk melalui vena kava superior

masuk ke dalam atrium kanan dan melalui katup trikuspidalis masuk ke dalam ventrikel kanan.

Dari ventrikel kanan, darah dengan kandungan CO2 yang tinggi melalui arteri pulmonalis masuk

ke dalam paru – paru dan mengalami oksigenasi. Dari paru – paru melalui vena pulmonalis darah

yang mengandung oksigen tinggi akan masuk ke atrium kiri dan selanjutnya ke ventrikel kiri

kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta. Setelah membahas tentang sirkulasi

maka penulis akan membahas pernafasan neonatus. Pada saat bayi melewati jalan lahir , dinding

dada tertekan sehingga sebagian cairan paru – paru akan keluar. Setelah itu terjadi pengembangan

dinding dada, kira – kira 40 cc udara akan menggantikan cairan yang keluar. Kemudian pada

sebagian bayi , otot – otot glossofaringeus akan berkontraksi dan memasukkan sekitar 5 – 10 cc

udara ke dalam trakea. Sebelum nafas pertama tekanan intra pleura akan sama dengan tekanan

atmosfir.Hal ini menunjukkan bahwa dada tidak mengembang sampai setelah lahir. Mekanisme

yang pasti terjadinya penambahan volume rongga dada akibat pernafasan pertama tidak

diketahui.Pada waktu pernafasan pertama tekanan intra pleura turun sekitar 40 cm H2O selama

0,5 detik atau lebih. Dengan keluarnya cairan dari saluran nafas, tahanan saluran nafas dan

tekanan intra pleura menurun. Sebagian cairan yang masih tersisa , pada sebagian bayi akan

dibatukkan. Selain mekanisme di atas, pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesarea,

pengeluaran cairan paru – paru dilakukan seluruhnya dengan reabsorbsi oleh pembuluh darah dan

limfe.2

Regulasi suhu tubuh

2

Pengaturan suhu tubuh pada neonatus adalah keseimbangan antara termogenesis dan

termolisis. Termogenesis pada bayi dihasilkan dengan metabolisme asam lemak dan trigliserida.

Termogenesis bayi belum dpat dengan menggigil oleh sebab itu proses termogenesi pada bayi

disebut nonshivering thermogenesis. Pada saat lahir , tekanan oksigen yang rendah akan

menyebabkan asfiksia. Asfiksia akan menyebabkan rangsangan pengeluaran epinefrin dan nor

epinefrin dari medulla adrenal. Pengeluaran epinefrin dan norepinefrin akan menyebabkan

vasokontriksi yang akan mempertahankan sirkulasi otak. Selain itu, epinefrin akan menyebabkan

rangsangan metabolisme brown fat. Metabolisme brown fat lebih banyak menghasilkan panas

karena metabolisme lemak melewati siklus krebs yang menghasilkan ATP rendah sehingga energi

bebas banyak, energi bebas inilah yang akan, menjadi panas. Termolisis pada bayi sangat

dipengaruhi oleh luas permukaan bayi yang lebih luas dibandingkan dewasa sehingga kehilangan

panas jauh lebih besar. Selain itu, kulit dan jaringan subkutan yang tipis pada bayi meningkatkan

konduksi sehingga kehilangan panas menjadi meningkat dan akhirnya kehilangan cairan tubuh.

Kehilangan cairan tubuh akan menyebabkan penurunan berat badan bayi kira – kira 5 – 10 % pada

2-3 hari pertama. Selain konduksi, neonatus akan kehilangan panas dengan cara evaporasi,

konveksi, dan radiasi. Evaporasi adalah proses kehilangan panas melalui penguapan dari kulit

tubuh yang basah ke udara, karena bayi baru lahir diselimuti oleh air ketuban / cairan amnion.

Proses ini terjadi apabila bayi baru lahir tidak langsung dikeringkan setelah proses persalinan atau

memandikan bayi segera setelah lahir. Pencegahan evaporasi adalah dengan cara pengeringan

bayi segera setelah lahir. Konveksi adalah proses kehilangan panas pada bayi melalui aliran udara

di sekitar bayi yang lebih dingin. Misalnya bayi yang dilahirkan di kamar yang pintu dan jendela

terbuka, ada kipas / AC yang dihidupkan. Radiasi adalah proses kehilangan panas melalui

pemancaran / radiasi dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misalnya suhu

kamar bayi / kamar bersalin dibawah 25 C, terlebih lagi jika dinding kamarnya lebih dingin

karena bahannya dari keramik / marmer.2

Fungsi Hati

Bayi baru lahir menggunakan sumber energi (KGD 30 – 40 mmHg/100ml) dari

glikogen yang berasal dari otak, jantung, dan hati. Tetapi setelah beberapa jam , persedian

glikogen akan habis maka proses glukoneogenesis akan diaktivasi. Apabila proses

glukoneogenesis terhambat maka KGD < 20 mg/100ml , akan mengakibatkan gangguan saraf dan

koma atau apnoe dan sianosis. Protein dan lemak tidak melewati plasenta sehingga neonatus harus

memproduksi protein dan lemak sendiri dengan cara mengaktifkan metabolisme asam lemak dan

asam amino. Hati pada neonatus belum dapat melaksanakan fungsi ekskresi bilirubin dan

3

detoksifikasi dengan baik sehingga dapat terjadi jaundice selama 3 – 7 hari. Jaundice pada

neonatus pada keadaan ini adalah keadaan yang fisiologis.

Traktus gastrointestinal dan endokrin

Neonatus memiliki waktu pengosongan lambung 3 – 4 jam dan pH lambung kurang dari

3. Enzim lambung dan HCl membantu pencernaan susu. Enzim intestinal dan empedu pada

neonatus cukup sedangkan amilase pankreas masih rendah. Absopsi zat nutrisi baik kecuali lemak

karena enzim lipase yang rendah pada neonatus. Pada neonatus, filtrasi glomerulus rendah akan

menyebabkan produksi urin rendah, selain itu kapasitas ginjal juga rendah untuk

mengkonsentrasikan urin. Pada saat persalinan, klem tali pusat akan menyebabkan 100 ml darah

ibu masuk ke bayi sehingga pada keadaan anemia sebaiknya dilakukan penundaan klem tali pusat

agar darah yang masuk ke dalam bayi menjadi lebih banyak dan Hb akan menjadi lebih tinggi.

Pertumbuhan pada fetus dirangsang oleh hormon esterogen dan progesteron sedangkan pada

neonatus di rangsang oleh hormon pertumbuhan dan tiroid. Kelenjar tiroid berasal dari

pertumbuhan dari kantung brakial keempat yang akan turun ke leher. Kelenjar tiroid akan

berfungsi pada 10 – 11 minggu pada fetus dan mencapai kadar T4 darah dewasa pada saat 18 -20

minggu. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yaitu T3 dan T4. Hormon pertumbuhan

dihasilkan oleh hipofise anterior.1

Sistem saraf

Pertumbuhan sistem saraf sangat meningkat pada trimester pertama dan kedua. Dengan

berat otak saat lahir adalah 400 gram. Neonatus masih mempunyai refleks primitif seperti refleks

moro, suckling, rooting. Fungsi motorik dilaksanakan oleh cortical cerebri.1

Anamnesis

1. Identitas pasien

2. Keluhan utama

3. Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan tampak kebiruan pada badan bayi (seluruh badan atau ujung ekstremitas?)

Adakah suara mendengkur? Apakah badan bayi panas? Apakah bayi tampak Kejang?

4. Riwayat kehamilan

Konsumsi obat-obatan, Asupan makanan, Umur ibu saat hamil, yang diderita selama hamil?

Aktivitas berat saat hamil? Riwayat memelihara binatang seperti kucing dan unggas? Riwayat

ketuban pecah sebelum waktunya?

5. Riwayat persalinan

4

Lahirnya per vaginam/seksio? Lahir cukup bulan? Berat badan lahir? Panjang badan lahir?

Langsung menangis? Warna kulit saat lahir (ikterus? Sianosis?), riwayat persalinan

sebelumnya?

6. Riwayat pasca persalinan

Apakah bayi langsung mendapat ASI dari ibunya? bayi mau menetek? Gerak bayi aktif atau

tidak?

7. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit orang tua? Apakah anak yang lain memiliki keluhan yang sama?

Pemeriksaan Fisik

Penampilan umum

Pemeriksaan bayi baru lahir harus dilakukan secepat mungkin setelah dilahirkan untuk

menemukan abnormalitas dan melakukan tindakan pemeriksaan berikutnya. Pada persalinan

resiko tinggi, pemeriksaan awal sebaiknya dilakukan di ruang bersalin dan dipusatkan pada

kelainan bawaan dan permasalahan patofisiologik yang mungkin menimbulkan gangguan

kardiovaskuler dan metabolik. Setelah bayi stabil, dilakukan pemeriksaan yanh lebih terperinci

dalam waktu 24 jam pertama kehidupan. Pada bayi yang sehat sebaiknya dilakukan di depan

ibunya, dan pada saat ini variasi anatomik sekecil apapun harus dikatakan pada ibunya. Pada saat

bayi pulang, harus dilakukan pemeriksaan, oleh karena abnormalitas tertentu terutama bising

jantung sering timbul atau menghilang pada periode awal neonatus. Denyut nadi, pernafasan,

panjang badan, berat badan, ukuran lingkar kepala dan ukuran setiap abnormalitas harus dicatat.

Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan terhadap kepala, leher, mulut, dada, abdomen, kelenjar

mammae, genitalia,anus dan rektum, kulit, kelenjar getah bening da ekstremitas.

Kepala, lingkar kepala rata – rata bayi cukup bulan adalah 33-38 cm. Kulit kepala

diperiksa untuk melihat adanya erosi, laserasi, bruise yang disebabkan oleh forsep. Kaput

suksedanum harus diperiksa dan sefalhematoma kadang – kadang baru terlihat setelah 3 sampai 4

hari setelah lahir. Molding pada tulang kepala dapat menghilang pada hari ke 5. Ukuran fontanella

yang membesar menunjukkan adanya keterlambatan osifikasi tulang dan dihubungkan dengan

keadaan hipotiroid, sindrom trisomi, malnutisi, dan osteogenesis imperfekta. Penampilan muka

secara umum harus dilihat dengan kaitannya dengan dismorfik, seperti lipatan epikantus, mata

yang letaknya berjauhan dan telinga agak rendah sering berkaitan dengan sindroma kongenital.

Mata sering terbuka secara spontan jika bayi ditegakkan atau dimiringkan perlahan – lahan ke

depan dan ke belakang. Hal ini akibat refleks labirin dan reflek leher. Daun telinga, sering terjadi

skin tag preaurikuler unilateral atau bilateral, jika bertangkai pada dasarnya bisa diikat kuat

sehingga akan terjadi gangren.

5

Mulut, Pada bayi normal jarang memperlihatkan adanya pembentukan gigi prekok yang

tumbuh pada tempat gigi seri bawah dan gigi ini biasanya tanggal sendiri, tapi dapat juga terjadi

pada sindrom – sindrom. Inspeksi juga harus dilakukan pada palatum mole dan durum untuk

menetukan adanya celah tersembunyi. Lidah kelihatan relatif lebih besar. Pemeriksaan

tenggorokan pada neonatus sangat sulit karena lengkungan pada palatum.

Leher, pemeriksaan leher harus dilakukan untuk melihat gerakan, goiter, tirogosal atau

traktus cabang bronkial. Kadang – kadang tampak asimetris dengan cekungan yang dalam pada

sisi lain. Agenesis otot paling sering disebabkan posisi janin persisten dengan kepala miring ke

sisi yang lain yang disebut Asyntilism.

Dada, pada pemeriksaan dada yang kita perhatikan adalah respirasi dan jantung.

Respirasi, frekuensi pernafasan neonatus 40 – 60 x/menit. Pemeriksaan pada bayi yang normal

dilakukan setiap 3- 4 jam sekali sedangkan pada bayi yang abnormal dilakukan setiap 1 – 2 jam

sekali. Pada bayi premaur sering terlihat retraksi yang ringan, jika tanpa grunting maka retraksi

disebut normal. Apnea didefinisikan bila tidak bernafas selama 20 detik dengan atau tanpa

bradikardi dan disertai atau tidak sianosis. Jantung, pemeriksaan meliputi frekuensi, ritme,

kualitas, dan ada atau tidaknya murmur. Posisi jantung dapat ditentukan dengan melakukan

palpasi dan auskultasi sehingga dapat dibedakan posisi kiri atau kanan. Frekuensi jantung normal

adalah 120 – 160 x/menit. Pemeriksaan pada bayi normal 3-4 jam sekali sedangkan pada bayi

yang abnormal 1- 2 jam sekali. Murmur pada neonatus tidak memiliki arti yang signifikan.

Abdomen, pemeriksaan abdomen pada neonatus berbeda dengan anak yang lebih tua.

Organ abdominal anterior seperti hepar, lien, usus, dapat dilihat melalui dinding perut terutama

pada anak yang kurus atau prematur. Pada palpasi pemeriksaan dari kuadran bawah ke atas akan

teraba ujung hepar atau lien. Hati kadang – kadang dapat teraba 2 – 2,5 cm dibawah arkus

kostarum, sedangkan lien biasanya tidak teraba.

Kelenjar mammae, pengaruh hormonal ibunya akan menimbulkan pembesaran dan sekresi

kelenjar mammae pada kedua jenis kelamin.

Genitalia, pada laki – laki sering ditemukan adanya fimosis, skrotum sering berukuran

besar, dan kelainan – kelainan lain. Panjang dan besar ukuran penis harus diukur, jika kurang

dari 2,5 cm adalah abnormal dan harus dilakukan evaluasi. Wanita, kelainan yang sering

ditemukan adalah pembesaran labia mayora. Pemeriksaan labia juga harus dilakukan untuk

melihat adanya kista , himen imperforata.

Anus dan rektum, pengeluaran mekonium akan berlangsung dalam waktu 12 jam pertama

setelah kelahiran. Anus imperforata tidak selalu terlihat dan mungkin memerlukan pemeriksaan

6

dengan memasukkan jari kelingking secara hati – hati ke rektum atau dengan pemeriksaan

radiologis.

Kulit, epidermis pada neonatus khususnya prematur adalah tipis dan berwarna merah.

Kelainan yang sering timbul adalah milia, mongolian spot, eritema toksikum.

Kelenjar getah bening, pada pemeriksaan palpasi, 30 % neonatus ditemukan adanya

pembesaran kelenjar getah bening dengan diameter < 12 mm dan sering terdapat di daerah

inguinal, servikal, dan leher.

Ekstremitas, kelainan yang sering terjadi adalah anomali jari, club feet dan dislokasi

panggul yang memerlukan koreksi.2

Penilaian maturitas fisik

Semua bayi harus dilakukan penilaian usia kehamilan yang lengkap (jika mungkin

dalam 1 jam setelah lahir dan ≤ 12 jam ). Tujuan penilaian adalah membandingkan bayi menurut

nilai standar pertumbuhan neonatus berdasar usia kehamilan (dianggap akurat dengan kisaran ±2

mgg), verifikasi perkiraan obstetri untuk usia kehamilan, identifikasi bayi kurang bulan, lebih

bulan, besar / kecil untuk usia kehamilan, amati dan rawat terhadap kemungkinan komplikasi.

Penilaian neuromuskular

Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal,

scarf sign dan heel to ear manuver. Postur adalah paling baik saat terlentang dan tenang. Amati

fleksi tangan dan kaki (bandingkan dengan angka yang ada pada lembar kerja). Square window

dengan cara fleksikan pergelangan tangan bayi (sebanyak mungkin namun hati-hati) lalu amati

sudut antara ibu jari dan bagian lengan bawah (bandingkan dengan angka yang ada pada lembar

7

Tabel 1. Penilaian maturitas fisik.2

kerja). Arm recoil dengan cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan

lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan lepaskan.

Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap terentang / gerakan acak, Skor 1:

fleksi parsial 140-180°, Skor 2: fleksi parsial 110-140 °, Skor 3: fleksi parsial 90-100 °, dan Skor

4: kembali ke fleksi penuh. Sudut popliteal dengan letakkan bayi terlentang, kepala, punggung

dan panggul menempel pada permukaan lalu pegang paha pada posisi fleksi dengan ibu jari dan

telunjuk kiri, dengan telunjuk tangan kanan, luruskan kaki di belakang mata kaki dengan tekanan

lembut dan bandingkan sudut di belakang lutut/sudut popliteal dengan angka pada lembar kerja.

Scarf sign dengan meletakkan bayi terlentang lalu pegang tangan bayi dan tempelkan lengan

melewati leher ke bahu yang berlawanan sejauh mungkin, siku mungkin perlu diangkat melewati

badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan

amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja. Heel-to-ear-

manuver (manuver tumit telinga) dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu

jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada

permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut

(bandingkan dengan angka pada lembar kerja). Untuk mendapat hasil penilaian usia kehamilan

bisa kita lakukan dengan menjumlahkan seluruh skor tiap kolom lalu cocokkan ke dalam tabel

skor maka akan didapatkan usia kehamilan. Apabila hanya dilakukan penilaian maturitas fisik

maka hasil skor dikalikan dua lalu dicocokkan ke dalam tabel skor untuk mendapat kan usia

kehamilan.3

8

Tabel 2. Penilaian neuromuskular bayi. 2

Bayi badan lahir rendah (BBLR) dan prematur

Bayi BBLR adalah neonatus dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir.

Bayi dengan berat badan lahir ada dua kelompok yaitu bayi yang lahir dengan usia kehamilan

kurang dari 37 minggu ( preterm) yang disebut berat badan rendah prematur dan bayi yang lahir

dengan usia kehamilan besar 37 minggu yang disebut pertumbuhan janin terhambat (IUGR).

Penyebab prematur dengan berat badan rendah dibagi

atas empat faktor yaitu faktor maternal, fetal,

medicak dan iatrogenik. Faktor maternal adalah

penyakit yang dialami ibu selama mengandung,

komplikasi persalinan seperti plasenta previa, dan

perdarahan, serviks inkompeten, dan infeksi

maternal. Faktor fetal adalah kehamilan ganda dan

malformasi kongenital. Faktor medical adalah proses

kelahiran yang harus dilakukan sebelum waktunya

oleh karena ibunya diabetes, penyakit jantung yang

parah, hipertensi, hipoksia fetus, hidrops fetalis.4

Kriteria Bayi Baru Lahir Normal

Bayi yang lahir dengan presentasi kepala melalui vagina tanpa menggunakan alat, pada usia

kehamilan 37- 42 minggu, dengan berat badan 2500-<4000 gram, dengan nilai APGAR ≥7 tanpa

cacat bawaan. Secara rinci dapat di jelaskan sebagai berikut :

Berat badan 2500 – 4000 gram

Usia Kehamilan37-42 minggu

Menangis pada saat lahir (Skor Apgar 7)

Tidak terdapat kelainan/cacat kongenital

Panjang badan lahir 48 – 52 cm

Lingkar dada 30 – 38 cm, Lingkar kepala 33 – 35 cm

Bunyi jantung dalam menit – menit pertama kira – kira 180x/menit, kemudian menurun

sampai 120 – 140x/menit

Pernafasan pada menit – menit pertama cepat kira – kira 80x/menit kemudian menurun

setelah tenang kira – kira 40 x/menit.

Klasifikasi bayi berdasarkan berat lahir :

- Berat Lahir Rendah : < 2500 gram

- Berat Lahir cukup/normal : > 2500 – 4000 gram

9

Gambar 1. Grafik berat badan terhadap usia

gestasi.4

- Berat Lahir lebih : > 4000 gram

- Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) : berat lahir 1500-2500 gram

- Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) : berat lahir < 1500 gram

- Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) : berat lahir < 1000 gram

Klasifikasi bayi berdasarkan usia gestasi :

- Bayi kurang bulan : < 37 minggu

- Bayi cukup Bulan : 37-42 minggu

- Bayi lebih bulan > 42 minggu

- Bayi kecil untuk masa kehamilan : berat lahir < 10 persentil menurut grafik “Lubchenco”

- Bayi besar untuk masa kehamilan : berat lahir > 10 persentil menurut grafik “Lubchenco”

APGAR Score

Merupakan metode untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel

(pernafasan, frekuensi denyut Jantung, warna kulit, tonus otot & iritabilitas reflek). Dilakukan

pada :

Menit ke 1 kelahiran

untuk mengetahui bayi asfiksia /tidak dan memberi kesempatan pd bayi untuk memulai

perubahan

Menit ke-5

untuk mengetahui prognosis bayi

Menit ke-10

penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yang rendah & perlu tindakan resusitasi.

Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa mendatang, nilai yang

rendah berhubungan dengan kondisi neurologis.

Tabel 3. Skor APGAR.4

Interpretasi :

10

Preosedur penilaian APGAR

Pastikan pencahayaan baik

Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dg cepat & simultan.

Jumlahkan hasilnya

Lakukan tindakan dg cepat & tepat sesuai dg hasilnya

Ulangi pada menit kelima

Ulangi pada menit kesepuluh

Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai.

Penilaian: Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2. Nilai tertinggi adalah 10.4

Pemeriksaan Penunjang

Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah Tes Kematangan

Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah

terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes tersebut diklasifikasikan sebagai

tes biokimia dan biofisika.

Tes Biokimia (Lesithin - Sfingomyelin rasio)

11

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion,

maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk

menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan

paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan

sfingomielin dari cairan amnion. Tes ini pertamakali

diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan salah

satu test yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes

dibandingkan dengan tes yang lain. Rasio Lesithin

dibandingkan Sfingomyelin ditentukan dengan thinlayer

chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus dan

dipisahkan dengan pelarut organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi; titik lipid

dapat dilihat dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine. Kemudian dihitung

rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organic dari lesithin dan

sfingomyelin. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan

komponen non spesifik dari cairan amnion. Rasio L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada

saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu.

Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal

RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Beberapa penulis telah melakukan

pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama. Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi

harga absolut rasio L/S bayi immatur dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut

dimana rasio L/S merupakan prediktor untuk kebutuhan dan lamanya pemberian bantuan

pernapasan. Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik yang signifikan antara rasio L/S

dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan. Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil

interpretasi dari tes ini. Pada studi yang dilakukan telah menemukan bahwa mekonium tidak

mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi mengandung suatu bahan yang tak teridentifikasi

yang susunannya mirip lesithin, sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu.

Test Biofisika :

Shake test diperkenalkan pertamakali oleh Clement pada tahun 1972. Test ini bardasarkan

sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar gelembung tetap stabil.

Dengan mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan

gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam

lemak bebas. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam saline dengan 1 ml ethanol

95% dan dikocok dengan keras. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2

kali (cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal,

12

Gambar 2. Gambaran foto thoraks pasien respiratory distress syndrome.3

mempunyai nilai prediksi positif yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal

RDS.3

Radiografi Thoraks

Radiografi thorak pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran ground-

glass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air

bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkioli yang terisi udara didepan alveoli yang

kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh

asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan

jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik

yang adekuat.2,3

Pemeriksaan Darah Tepi

Hemoglobin, Hematokrit, Lekosit, Trombosit, Hitung jenis, Glukosa darah sewaktu, Morfologi

darah tepi Eritrosit, Lekosit, Trombosit.3

Working diagnosis

Kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi napas meningkat

(tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,

adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti

vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Sedangkan

pendapat lain disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak

langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi

organ non pulmonar. Definisi bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri

pulmonal = 18 mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya

kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat

napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS.

Diferensial diagnosis

1. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)

TTN adalah penyebab paling umum dari gangguan pernapasan neonatal, yang merupakan

lebih dari 40 persen kasus. Hal itu terjadi ketika cairan paru residu tetap dalam jaringan paru-

paru janin setelah kelahiran. Prostaglandin yang dihasilkan setelah kelahiran melebarkan

pembuluh limfatik untuk mengeluarkan cairan paru-paru dengan meningkatnya sirkulasi paru-

paru melalui proses bernapas. Ketika cairan terus menetap meskipun terjadi mekanisme ini,

dapat berakibat timbulnya TTN. Faktor risiko termasuk asma ibu, bayi laki-laki, makrosomia,

diabetes ibu, dan persalinan sesar. Gambaran klinis termasuk tachypnea segera setelah lahir

atau dalam waktu dua jam, dengan tanda-tanda gangguan pernapasan lain. Gejala dapat

13

berlangsung dari beberapa jam sampai dua hari. Radiografi dada menunjukkan infiltrat

parenkim difus, "siluet basah" di sekitar jantung, atau akumulasi cairan intralobar.

2. Mekonium Aspiration Syndrome (MAS)

Cairan ketuban bercampur mekonium terjadi pada sekitar 15 persen dari kelahiran,

menyebabkan sindrom aspirasi mekonium pada bayi dalam 10 sampai 15 persen dari kasus

tersebut, biasanya dalam jangka panjang. Mekonium terdiri dari sel-sel deskuamasi, sekret,

lanugo, air, pigmen empedu, enzim pankreas, dan cairan ketuban. Meskipun steril, mekonium

menyebabkan iritasi lokal, obstruksi, dan media untuk pertumbuhan bakteri. Adanya

mekonium dapat mewakili hipoksia atau distress janin di dalam rahim. Gejala yang sama

dapat terjadi setelah aspirasi darah atau cairan ketuban jernih.

Sindrom aspirasi mekonium menyebabkan gangguan pernapasan yang signifikan segera

setelah lahir. Hipoksia terjadi karena aspirasi yang terjadi di dalam rahim. Radiografi dada

menunjukkan atelektasis merata atau konsolidasi.

3. Infeksi

Infeksi bakteri merupakan kemungkinan penyebab lain gangguan pernapasan neonatal.

Patogen umum termasuk grup B streptokokus (GBS), Staphylococcus aureus, Streptococcus

pneumoniae, dan batang enterik gram negatif. Pneumonia dan sepsis memiliki berbagai

manifestasi, termasuk tanda-tanda khas gangguan serta ketidakstabilan suhu. Berbeda dengan

TTN, RDS, dan MAS, infeksi bakteri membutuhkan waktu untuk berkembang, dengan

konsekuensi gangguan pernapasan terjadi beberapa jam sampai hari setelah lahir.

Faktor risiko pneumonia termasuk ketuban pecah dini lama, prematuritas, dan demam ibu.

Pencegahan infeksi GBS melalui skrining universal dan pengobatan antepartum mengurangi

penyakit tingkat awal, termasuk pneumonia dan sepsis, sebanyak 80 percent. 

Radiografi dada membantu dalam diagnosis, dengan infiltrat bilateral menunjukkan infeksi

rahim. Efusi pleura terjadi pada dua pertiga dari kasus. Kultur darah serial dapat diperoleh

untuk kemudian mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. begitu neonatus lahir ada

baiknya langsung diberikan antibiotik ampicillin dan gentamicin atau cefotaxime sampai

kultur darah atau cairan serebrospinal menunjukkan hasil infeksi negatif.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, RDS diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi baru lahir tiap

tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kira-kira 50% kelahiran neonates yang

lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami RDS, dan kurang dari 30 % neonatus

premature usia kehamilan 30-31 minggu mengalami keadaan ini.

14

Pada satu laporan, angka kejadian RDS sekitar 42% pada infant 501-1500g, dengan 71%

dilaporkan pada berat badan 501-750 gram, 54% yang berat badan 751-1000g, 36% yang berat

badannya 1001-1250g, dan 22% pada 1251-1500g. RDS lebih jarang ditemukan di Negara

berkembang dibanding lainnya, terutama karena kebanyakan infant premature yang kecil untuk

masa kehamilan mengalami stress di dalam rahim karena diinduksi oleh hipertensi. Tambahan,

juga dikarenakan pada wilayah ini kebanyakan persalinan dilakukan didalam rumah, sehingga

pencatatatannya buruk.

Faktor Risiko Respiratory Distress Syndrome

1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi masih imatur

dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga paru.

2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi mekonium,

pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri

yang membawa darah keluar dari paru.

3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetesterjadi keterlambatn

pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi

4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar,berapa pun usia

gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of

Newborn).

5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat terjadi pneumonia

bakterialis atau sepsis.

6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi mekonium.3

Etiologi

Pada bayi premature, respiratory distress syndrome terjadi karena gangguan sintesis dan

sekresi surfaktan yang menyebabkan terjadinya atelektasis, ketidakseimbangannya ventilasi-

perfusi, dan hipoventilasi yang mengakibatkan hipoksemia. Analisis gas darah menunjukkan

asidosis metabolik dan respiratorik yang mengakibatkan vasokonstriksi pulmonum, kerusakan

endotel dan integritas epithelial dan terbentuknya eksudat protein dan terbentuknya formasi

membrane hialin.

Defisiensi relative dari surfaktan menurunkan daya kompliens paru dan kapasitas residu

fungsional, dengan meningkatkan deadspace. Hipoksia, asidosis, hipotermia dan hipotensi akan

merusak produksi dan sekresi surfaktan. Evaluasi makroskopik, menunjukkan bahwa paru terlihat

merah seperti hati dan tidak berudara (seperti gambaran hati). Sedangkan atelektasis dan distensi

difus di bagian distal saluran napas diobservasi secara mikroskopik. Atelektasis progresif,

barotruma atau volutrauma dan toksisitas oksigenasi merusak sel endotel dan sel epitel

15

mengakibatkan eksudasi matriks fibrin dari darah. Membrane hialin di alveoli terbentuk dalam

waktu setengah jam setelah kelahiran. Pada bayi premature, epitel mulai menyembuh saat 36-72

jam setelah kelahiran, dan sintesis surfaktan dimulai. Fase penyembuhan ditandai dengan

regenerasi sel alveolar, termasuk sel tipe II, menghasilkan peningkatan aktivitas surfaktan.

Patofisiologi

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh

alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding

thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan

kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan

fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,

pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,

hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,

lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap

mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan

seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk

mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal

menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi

dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena

adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau

volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel

jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.

Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.

Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses

penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan

bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal

Displasia (BPD).1

Gejala klinis

Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan

selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi

surfaktan. Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah

lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi

dinding dada,dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :

16

Stadium 1 : Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara

Stadium 2 : Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran

airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan

jantung dengan penurunan aerasi paru.

Stadium 3 : Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat

lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.

Stadium 4 : Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Gejala klinis yang progresif dari RDS:

a. Takipnea diatas 60x/menit

b. Grunting ekspiratoar

c. Subcostal dan interkostal retraksi

d. Cyanosis

e. Nasal flaring

Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut

apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali

dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam

pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan

sembuh pada akhir minggu pertama. Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan

menggunakan skor Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai

digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan

skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada

semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam

untuk menilai progresivitasnya.2

Tabel 4. Evaluasi gawat napas dengan skor Downes.2

PemeriksaanSkor

0 1 2

Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan 02

Sianosis menetap walaupun diberi O2

Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk

Tidak ada udara masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop

Dapat didengar tanpa alat bantu

Skor > 6 : Ancaman gagal nafas

Penatalaksanaan

17

Terapi respiratory distress syndrome ditujukan untuk mencegah komplikasi dan

memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada neonatus, seperti hipoksemia

dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi baru lahir yang mengalami

gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus (NICU), bila tidak

tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU. Sebelum dirujuk

atau dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk

mencapai keberhasilan perawatan.

Penatalaksanaan Non Respiratorik

Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus yang mengalami

distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus dihindari. Temperatur bayi harus

dijaga dalam rentang 36,5−37,5oC.

Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas yang berat,

dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan hipoglikemia.

Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan. Pemberian cairan biasanya

dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau

¾ dari kebutuhan cairan harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat

ditambahkan pada infus cairan yang diberikan. Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak

hari pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari 3

g/kgBB/hari. Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress nafas

sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti sepsis perlu

dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini mungkin harus dimulai sampai

hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik inisial yang dianjurkan adalah ampisillin dan

gentamisin.5

Penatalaksanaan Respiratorik

Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas dibersihkan dari

lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta memastikan

pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring saturasi oksigen dapat dilakukan dengan

menggunakan pulse oxymetri secara kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan

ventilasi. Semua bayi yang mengalami distress nafas dengan atau tanpa sianosis harus

mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah

dihangatkan.5

Tabel 5. Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri.5

> 95% Bayi aterm

88-94% Bayi pre term (28-34 minggu)

18

85-92% < 28 minggu

Tujuan utama dalam penatalaksanaan gagal nafas adalah menjamin kecukupan pertukaran gas dan

sirkulasi darah dengan komplikasi yang seminimal mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan

menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas. Indikasi untuk memulai ventilasi mekanis pada

pasien yang mengalami gagal nafas biasanya didasari atas menetap atau memburuknya keadan

klinis akibat proses pertukaran gas di paru-paru yang terganggu.

Penatalaksanaan di ruang NICU

Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus (NICU)

saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan, high frequency ventilator, inhaled

nitric oxide (iNO), telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi gagal

nafas pada neonatus (misalnya dengan pemberian nitrat oksida, extracorporeal membrane

oxygenation), 25-30% penderita yang berhasil bertahan hidup mengalami gangguan kognitif, 6-

13% mengalami cerebral palsy, 6-30% mengalami gangguan pendengaran, dan pada usia sekolah

banyak yang mengalami gangguan perhatian, pendengaran, disfungsi neuromotorik dan perilaku.

Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan berbagai efek pada

sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan

optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang

minimal, serta tekanan ventilator/volume tidal yang minimal. Derajat distress pernafasan, derajat

abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan derajat instabilitas kardiopulmonal serta

keadaan fisiologis penderita harus ikut dipertimbangkan dalam memutuskan untuk memulai

penggunaan ventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh

parameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan mekanis yang

diinginkan.

Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) prolonged apnea, (2) PaO2

kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan

tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan (4) bayi yang

menggunakan anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi mekanis

antara lain: (1) frequent intermittent apnea, (2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan

nafas, (3) dan pada pemberian surfaktan.3

Surfaktan

Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi mengalami

respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya

19

4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30%

atau lebih.

Tabel 6. Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.2

Nama Produk Dosis Awal Dosis TambahanGalfactant 3 ml/KgBB Dapat diulang sampai 3 kali pemberian

dengan interval tiap 12 jamBeractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6 jam, sampai total

4 dosis dalam 48 jamColfosceril 5 ml/KgBB diberikan dalam 4 menit Dapat diulang setelah 12 dan 24 jamPorcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB dapat diberikan tiap

12 jam

Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan

nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan yang

lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang

dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan

nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage,

tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan dengan cara ini kurang efektif

karena volume surfaktan yang sampai kedalam paru-paru lebih sedikit. Komplikasi yang

mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain, bradikardi, hipoksemia, hipo atau

hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi, hipoksemia dan sumbatan pada endotracheal tube (ETT)

dapat terjadi pada saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan perfusi serebral dapat terjadi

pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi yang mendadak dari aliran darah paru kedalam

sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat diatasi dengan menghentikan pemberian

surfaktan dan meningkatkan aliran oksigen dan ventilasi.2

High Frequency Ventilation

High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik yang menggunakan volume

tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat. Keuntungan HFV adalah dapat memberikan gas

yang adekuat dengan tekanan pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga mengurangi kejadian

barotrauma.

High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma volume dan

atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko barotrauma yang kecil pada paru-

paru. HFV telah digunakan pada bayi dengan respiratory distress syndrome (RDS) yang

memerlukan bantuan nafas lebih lanjut. HVF mengurangi kejadian barotrauma pada bayi dengan

berat badan rendah. Pada saat ini penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena komplikasi

yang lebih sedikit. Penggunaan klinis HFV lebih menguntungkan dibandingkan ventilator biasa.

Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien RDS yang menggunakan ventilator HFV

20

memperlihatkan penurunan kejadian lung injuries. Penggunaan HFV ini dapat menyediakan

ventilasi yang adekuat dengan airway pressure (tekanan jalan nafas) yang rendah, sehingga

penggunaannya dapat dipertimbangkan pada pneumotoraks, hipoplasia paru, sindroma aspirasi

mekonium, pneumonia dengan atelektasis.

Inhaled Nitric Oxide

Pengunaan Inhaled nitric oxide (iNO) berdasar kepada kemampuannya sebagai vasodilator di

paru-paru tanpa menurunkan tonus vaskuler paru. Penggunaan iNO dipertimbangkan karena

memiliki kemampuan selektif menurunkan pulmonary vascular resistance (PVR).

Nitrat oksida disintesis pada saluran napas atas dan bawah. Nitrat oksida merupakan salah

satu substansi fisiologis yang dilepaskan endotel untuk memelihara tekanan darah dalam batas

normal. Nitrat oksida akan berdifusi dari lapisan endotel ke dalam otot polos pembuluh darah

dimana akan mengaktifkan guanil siklase, dan mengkatalisir formasi dari cGMP, cGMP

kemudian akan mengfosforilasi beberapa protein melalui protein kinase dependent cGMP, yang

secara tidak langsung akan menyebabkan defosforilasi miosin dan menyebabkan relaksasi otot

polos. Sirkulasi paru janin cenderung mempunyai resistensi yang tinggi. Nitrat oksida endogen

secara fisiologis penting untuk mengatur tonus vaskuler paru janin. Nitrat oksida menyebabkan

angiogenesis, pembentukan alveolar dan pertumbuhan paru normal. Terapi iNo pada bayi baru

lahir telah diteliti pada bayi preterm dan aterm. Nitrat oksida eksogen yang dihantarkan melalui

ventilator akan menyebabkan vasodilatasi paru. Terapi iNO memperbaiki oksigenisasi tanpa efek

samping jangka pendek seperti perdarahan paru, perdarahan intrakranial, pnumotoraks pada bayi

prematur dengan gagal napas.1

Prognosis

Tergantung prematuritas dan berat ringannya penyakit. Bila penyakitnya ringan penyembuhan

dapat terjadi pada hari ke 3-7. Namun dengan perawatan yang intensif, mortalitasnya dapat

menurun. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seperti bayi

prematur lain yang tidak mengalami Respiratory Distress Syndrome.

Pencegahan

Salah satu strategi yang selama ini digunakan adalah  dengan pemberian obat-obatan untuk

menghentikan kontraksi rahim dengan pemberian obat-obat tokolitik. Hal ini penting  karena 

dengan adanya kontraksi awal  akan merangsang proses lanjutan terjadinya mekanisme kontraksi

sebenarnya. Salah satu obat yang dianjurkan  sesuai dengan anjuran Food and drug

Administration (FDA) adalah ritodrin. Sekitar 80 persen   wanita dengan kontraksi prematur yang

diterapi dengan ritodrin  kehamilannya  bisa dipertahankan  sampai 24-48 jam. Usaha lain yang

dilakukan di samping  menunda proses kontraksi rahim tadi adalah dengan  pemberian hormon

21

kortikosteroid, yang bertujuan mengurangi risiko  sindroma gawat nafas bayi saat lahir,

pencegahan perdarahan intraventrikel, radang usus dan keadaan lain yang meningkatkan risiko

kematian bayi. Umumnya efek suntikan  akan terjadi setelah 18 jam disuntik dengan dosis

pertama, dan pengaruh maksimal akan terjadi dalam 48 jam pascasuntikan. Selain itu, penting

sekali diperhatikan kerja sama yang baik dengan tim perinatologis (dokter anak) untuk persiapan

pertolongan bayi segera setelah lahir. Karena tanpa perawatan yang baik pascalahir akan sia-sia

saja upaya pemberian obat-obatan tadi. Selain obat ritodrin juga dipakai obat yang bisa

menghambat perangsang kontraksi rahim, seperti magnesiumsulfat, calsium chanel blockers, dan

prostaglandin sinthesis inhibitor. Secara teoritis obat yang diberikan akan membuat otot rahim

relaksasi dengan mengikat reseptor adrenergiknya sehingga akan meningkatkan kadar protein

kinase yang akan menekan reaksi awal kontraksi (myosin-light chain kinase). Penelitian

menunjukkan bahwa insidensi bayi lahir prematur setelah pemberian obat ini menurun sangat

signifikan. Obat lain yang bisa dipakai untuk mencegah kontraksi prematur adalah nitrik oksida

(N20) dengan tujuan menstabilkan tonus otot polos rahim dengan pemberian  transdermal glyceryl

trinitrat. Selain itu juga bisa dengan  pemakaian magnesium sulfat (MgSO4), dengan harapan

terjadi hyperpolarisasi yang menghambat myosin light chain kinase dan kompetisi dengan

kalsium intraselular. Obat calsium beta bloker juga bisa digunakan untuk mencegah kontraksi

prematur. Obat ini sering digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi. Pemberian calsium

bloker bertujuan menghambat influks kadar calsium intrasel, sehingga otot rahim tetap dalam

relaksasi. Obat antiprostaglandin bisa juga digunakan, obat anti-Cyclooxygenase

(COX)/prostglandin sintetase seperti indometasin  sering juga dipakai untuk mencegah kontraksi

prematur. Sangat perlu diperhatikan oleh ibu hamil adalah mencegah terjadinya kontraksi

prematur terutama  bagi kelompok berisiko, misalnya dengan kehamilan ganda. Selain itu, bagi

kelompok yang mempunyai riwayat kelahiran prematur, sebaiknya mengurangi frekuensi

berhubungan badan saat usia kehamilan di atas  28 minggu, demi menghindari dampak relatif 

prostaglandin dari cairan sperma.1

Komplikasi

Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi:

1. Ruptur alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,

pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk

dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya

perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv

seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.

22

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi

pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi

mekanik.

4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS

terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam

paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan

pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan

tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,

adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan

menurunnya masa gestasi.

2. Retinopathy premature. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang

berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya

infeksi.1

Kesimpulan

Syndrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) merupakan istilah dari disfungsi

pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan

keerlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga di kenal denga nama

hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membrane hyaline, karena pada penyakit ini

selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. RDS sering ditemukan pada bayi

premature. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin

muda usia kehamilan ibu semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin

tua usia kehamilan semakin rendah kejadian RDS.

Daftar Pustaka

1. Honrubia D, Stark AR. Respiratory distress syndrome. Dalam : Cloherthy J, Eichenwald

EC, Stark AR. editor. Manual of neonatal care. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins;2004.h.341-61.

2. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory distress syndrome. Dalam: Rennie JM, Roberton

NRC. A manual of neonatal intensive care, Edisi Ke-4. London: Marcell Dekker Inc;

2002.h.128-78.

23

3. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, editor. Hyaline membran disease (respiratory

distress syndrome). Dalam: Neonatology-management, procedures, on-call problems,

diseases, and drugs. Edisi ke-5. London: McGraw-Hill;2004.h.539-43.

4. Damanik MS, Harianto A, Etika R. Masalah perawatan pada bayi prematur. Dalam:

Damanik MS, Harianto A, Etika R. Perawatan neonatologi. Edisi ke-1; 2004.h.1-12.

5. Indarso F. Kegawatan nafas pada bayi baru lahir, respiratory distress syndrome. Dalam:

Indarso F. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-1;2003.h.1-16.

24