Remark_modul Input Output
-
Upload
widagdo-donni -
Category
Documents
-
view
703 -
download
6
Transcript of Remark_modul Input Output
Abstrak
Pada industri-industri besar, hampir semuanya menggunakan mesin-mesin dengan
teknologi modern. Teknologi modern tersebut kebanyakan menggunakan system control pada
pengopersiaannya. Pada mesin-mesin tersebut terdapat salah satu jenis kontroller otomatik yang
disebut on-off kontroller. On-off kontroller pada dasarnya merupakan sistem kontrol loop
tertutup. Dalam sistem kontrol ini, elemen penggerak hanya mempunyai dua posisi tetap, yang
dalam beberapa hal, benar-benar merupakan posisi on-off. Kontrol ini relatif murah dan
sederhana, dan karena itu banyak digunakan dalam sistem kontrol di industri dan rumah-rumah.
BAB II
PERCOBAAN I
MODUL INPUT-OUTPUT ON-OFF DISKRIT
2.1. Tujuan
Tujuan Percobaan Kontrol on-off adalah sebagai berikut. :
1. Mengetahui berbagai jenis input/output on-off diskrit
2. Memahami karakteristik jenis-jenis input/output on-off diskrit
2.2 DASAR TEORI
2.2.1 Indikator LED
LED (Light Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya adalah suatu
bahan padat sejenis dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya. Dalam
penggunannya digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar. Strukturnya
juga sama dengan dioda, tetapi kemudian diketahui bahwa elektron yang melewati
sambungan P-N juga melepaskan energi berupa energi panas dan energi cahaya.
Untuk mendapatkan emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai
adalah gallium, arsenic, dan phosporus. Jenis doping yang berbeda menghasilkan
warna cahaya yang berbeda pula.
Gambar 2.1 Simbol LED
Pada saat ini warna-warna cahaya LED yang banyak ada adalah warna
merah, kuning dan hijau. Pada dasarnya semua warna bisa dihasilkan, namun akan
menjadi sangat mahal dan tidak efisien. Dalam memilih LED selain warna, perlu
diperhatikan tegangan kerja, arus maksimum dan disipasi dayanya. Rumah
(casing) LED dan bentuknya juga bermacam-macam, ada yang persegi empat,
bulat dan lonjong.
Karakteristik LED meyerupai karakteristik dioda pada umumnya, antara lain :
Karakteristik V-I yang sama dengan tegangan bias maju 1,4 volt.
Untuk mengeluarkan emisi cahaya harus diberi bias maju dengan range
arus antara 5-20 mA.
Memiliki tegangan breakdown antara 5-50 volt pada bias mundur.
2.2.1.1 Dioda
Dioda termasuk komponen elektronika yang terbuat dari bahan semi-
konduktor. Beranjak dari penemuan dioda, para ahli menemukan juga komponen
turunan lainnya yang unik. Dioda memiliki fungsi yang unik yaitu hanya dapat
mengalirkan arus satu arah saja. Struktur dioda tidak lain adalah sambungan
semikonduktor P dan N. Satu sisi adalah semikonduktor dengan tipe P dan satu
sisinya yang lain adalah tipe N. Dengan struktur demikian arus hanya akan dapat
mengalir dari sisi P menuju sisi N.
Gambar 2.2 Simbol dan struktur dioda
Gambar di atas menunjukkan sambungan PN dengan porsi kecil yang
disebut lapisan deplesi (depletion layer), dimana terdapat keseimbangan hole dan
elektron. Seperti yang sudah diketahui, pada sisi P banyak terbentuk hole-hole
yang siap menerima elektron sedangkan di sisi N banyak terdapat elektron-
elektron yang siap untuk bebas bergerak ke sisi P. Lalu jika diberi bias positif,
dengan arti kata memberi tegangan potensial sisi P lebih besar dari sisi N, maka
elektron dari sisi N akan bergerak untuk mengisi hole di sisi P. Tentu kalau
elektron mengisi hole disisi P, maka akan terbentuk hole pada sisi N karena
ditinggal elektron. Ini disebut aliran hole dari P menuju N, Kalau mengunakan
terminologi arus listrik, maka dikatakan terjadi aliran listrik dari sisi P ke sisi N.
Gambar 2.3 Dioda dengan bias maju
Sebaliknya, apakah yang terjadi jika polaritas tegangan dibalik yaitu
dengan memberikan bias negatif (reverse bias). Dalam hal ini, sisi N mendapat
polaritas tegangan lebih besar dari sisi P. Tidak akan terjadi perpindahan elektron
atau aliran hole dari P ke N maupun sebaliknya. Karena baik hole dan elektron
masing-masing tertarik ke arah kutup berlawanan. Bahkan lapisan deplesi
(depletion layer) semakin besar dan menghalangi terjadinya arus.
Gambar 2.4 Dioda dengan bias mundur
Hal ini menyebabkan dioda hanya dapat mengalirkan arus satu arah saja.
Dengan tegangan bias maju yang kecil saja (beberapa volt diatas nol) dioda akan
menjadi konduktor. Ini disebabkan karena adanya dinding deplesi (deplesion
layer). Untuk dioda yang terbuat dari bahan Silikon tegangan konduksi adalah di
atas 0.7 volt. Kira-kira 0.2 volt batas minimum untuk dioda yang terbuat dari
bahan Germanium.
Gmbar 2.5 Grafik arus dioda
Sebaliknya untuk bias negatif dioda tidak dapat mengalirkan arus, namun
memang ada batasnya. Sampai beberapa puluh bahkan ratusan volt baru terjadi
breakdown, ketika dioda tidak lagi dapat menahan aliran elektron yang terbentuk
di lapisan deplesi.
2.2.1.3 Zener
Fenomena tegangan breakdown dioda ini mengilhami pembuatan
komponen elektronika lainnya yang dinamakan zener. Sebenarnya tidak ada
perbedaan sruktur dasar dari zener, melainkan mirip dengan dioda. Tetapi dengan
memberi jumlah doping yang lebih banyak pada sambungan P dan N, ternyata
tegangan breakdown dioda bisa makin cepat tercapai. Jika pada dioda biasanya
baru terjadi breakdown pada tegangan ratusan volt, pada zener bisa terjadi pada
angka puluhan dan satuan volt. Di datasheet ada zener yang memiliki tegangan Vz
sebesar 1.5 volt, 3.5 volt dan sebagainya.
Gambar 2.6 Simbol Dioda Zener
Ini adalah karakteristik zener yang unik. Jika dioda bekerja pada bias maju
maka zener biasanya berguna pada bias negatif (reverse bias).
2.2.1.4 Dioda Laser
Dioda laser adalah sejenis laser di mana media aktifnya sebuah
semikonduktor persimpangan P-N yang mirip dengan yang terdapat pada dioda
pemancar cahaya (LED). Dioda laser kadang juga disingkat LD atau ILD. Dioda
laser baru ditemukan pada akhir abad ini oleh ilmuwan Universitas Harvard.
Prinsip kerja dioda ini sama seperti dioda lainnya yaitu melalui sirkuit dari
rangkaian elektronika, yang terdiri dari jenis P dan N. Pada kedua jenis ini sering
dihasilkan 2 tegangan, yaitu:
1. biased forward, arus dihasilkan searah dengan nilai 0,707 untuk
pembagian v puncak, bentuk gelombang di atas ( + ).
2. backforward biased, ini merupakan tegangan berbalik yang dapat
merusak suatu komponen elektronika.
2.2.1.5 Aplikasi
Dioda banyak diaplikasikan pada rangkaian penyerah arus (rectifier)
power suplai atau konverter AC ke DC. Di pasaran banyak ditemukan dioda
seperti 1N4001, 1N4007 dan lain-lain. Masing-masing tipe berbeda tergantung
dari arus maksimum dan juga tegangan breakdown-nya. Zener banyak digunakan
untuk aplikasi regulator tegangan (voltage regulator). Zener yang ada di pasaran
tentu saja banyak jenisnya tergantung dari tegangan breakdown-nya. Di dalam
datasheet biasanya spesifikasi ini disebut Vz (zener voltage) lengkap dengan
toleransinya, dan juga kemampuan disipasi daya.
Gambar 2.7 LED array
LED sering dipakai sebagai indikator yang masing-masing warna bisa
memiliki arti yang berbeda. Menyala, padam dan berkedip juga bisa berarti lain.
LED dalam bentuk susunan (array) bisa menjadi display yang besar. Dikenal juga
LED dalam bentuk 7 segment atau ada juga yang 14 segment. Biasanya digunakan
untuk menampilkan angka numerik dan alphabet.
2.2.2 Indikator Akustik (Buzzer)
Gambar 2.8 Rangkaian Buzzer
Indikator Akustik atau Buzzer terbuat dari elemen piezoceramic pada
suatu diafragma yang mengubah getaran/vibrasi suara menjadi gelombang suara.
Alat ini menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.
Buzzer atau beeper memiliki dua tipe, yang pertama, resonator sederhana
yang disuplai sumber AC dan kedua melibatkan transistor sebagai micro-
oscillator yang membutuhkan sumber DC.
2.2.3 Relay
Relay merupakan switch yang dioperasikan secara listrik. Definisi ini tidak
membatasi cakupan antara solid state (semikonduktor) relay dan elektromagnetik
relay atau gabungan keduanya.
Gambar 2.9 Diagram Blok Relay
The National Association of Relay Manufacturers (NARM)
mendefinisikan Relay adalah sebuah alat kontrol listrik untuk membuka dan
menutup kontak-kontak listrik yang mempengaruhi operasi dari suatu alat lain
yang dikontrolnya dalam rangkaian yang sama atau rangkaian lain. Solid State
Relay (SSR) adalah suatu alat tanpa ada bagian yang bergerak yang mempunyai
fungsi seperti relay atau switch.
Elektromagnetik relay didefinisikan sebagai sebuah relay yang beroperasi
atau reset selama ada pengaruh elektromagnetik yang disebabkan oleh aliran arus
pada coil yang membuat beroperasinya kontak-kontak kontrol.
2.2.3.1 Jenis-jenis relay
Klasifikasi Relay OMRON berdasarkan fungsinya :
1. General Purpose relays
2. Power Relays
3. Special Purpose Relay
4. PCB Relay
Gambar 2.10 Jenis-jenis relay Omron – LY, MKS, G8P, G7L, G5S ,G5PA,
G5NB, G5SB, G2R
Power Relay digunakan bersama dengan socket, beroperasi pada arus DC
dan AC. Yang termasuk pada jenis ini adalah :
LY 1,2,3,4 (Menunjukkan banyaknya pole)
MK2P, 3P (2 pole dan 3 pole)
G7L (1 pole)
Perbedaan lain selain jumlah pole adalah ukuran (dimensi), bentuk casing,
dan kualitas.Beberapa aplikasi dari relay :
1. Untuk jenis power relay banyak digunakan pada mesin-mesin industri.
2. Untuk jenis PCB aplikasinya tergantung dari load yang akan digunakan.
Relay G5S banyak digunakan pada AC (air conditioner) dan kulkas.
Relay G5PA banyak digunakan pada radio, TV.
Relay G8P/G8PT banyak digunakan pada lampu-lampu mobil, mesin
cuci.
2.2.3.2 Konstruksi Relay
a. Coil
Material coil adalah tembaga yang mempunyai konduktivitas cukup tinggi
yang dilapisi dengan bahan isolator. Maksud dilapisi oleh isolator adalah untuk
menghindari terjadinya kontak antara tembaga karena lilitan coil ini digulung
(winding) satu sama lain.
Bahan coil yang digunakan terdiri dari kelas-kelas dari bahan isolator itu
sendiri (insulation grade).
Tabel 2.1 Kelas-kelas bahan isolator coil
Insulation
grade
Maximum permitted
Temperature
Representative winding material
(code)
A 1050 C Enameled copper wire (EW)
B 1200 C Polyurethane/copper wire (UEW)
C 1300 C Heat-resistant polyurethane
/copper wire (UEW-B)
Polyester/ copper wire (PEW)
b. Casing
Material dari casing itu sendiri terdiri dari bahan thermoplastik dan
thermosetting. Hal ini tergantung dari pemakaian konsumen, bila relay yang akan
digunakan akan beroperasi pada kondisi temperatur cukup tinggi, maka casing
relay harus dibuat dari material thermosetting yang cenderung mempunyai sifat
lebih tahan panas dari pada bahan thermoplastik.
Gambar 2.11 Casing relay
c. Armature
Armature dibuat dari besi lunak, dan yang sering dipakai dari silicon steel
atau permalloy.
Gambar 2.12 Armature
d. Yoke
Yoke dibuat dari bahan yang sama dengan armature.
Gambar 2.13 Yoke
e. Terminal
Terminal pada umumnya dibuat dari copper atau copper alloy.
Gambar 2.14 Terminal yang sudah dimasukan ke base
f. Contact
Untuk kebutuhan umum (general), contact biasa dibuat dari perak atau
perak paduan. Tetapi material contact juga disesuaikan menurut besar kecilnya
load.
PGS alloy (Platinum, gold, silver)
AgPd (Silver Palladium)
Ag (Silver)
(AgCdO) (Silver, Cadmium oxide)
AgNi (AglnSn)
(Silver, Indium, tin)
g. Core
Core pada umumnya dibuat dari besi lunak. Untuk membuat relay dapat
dialiri arus AC maka core diberi lapisan baja.
Gambar 2.15 Core
h. Socket Relay
Socket relay adalah tempat meletakkan relay. Terbuat dari plastik dan
berfungsi untuk memudahkan penggantian relay apabila terjadi kerusakan.
Gambar 2.16 Socket Relay
2.2.3.3 Prinsip kerja relay
Prinsip dasar relay dalam operasi adalah desain kontaktor dan motor
starter. Terdapat beberapa variasi dari solenoid yang secara prinsip digunakan
untuk pengoperasian relay. Struktur relay paling sederhana ditunjukkan pada
gambar 2.9
Pada dasarnya relay adalah set contact yang dikendalikan oleh coil. Coil
relai menggunakan prinsip elektromagnetik seperti pada solenoid. Ketika relay
diberi energi, akan timbul medan magnet yang menyebabkan armature tertarik ke
tengah coil. Dari gambar terlihat bahwa armature adalah bagian relay yang
menyebabkan contact bergerak dari posisi open ke posisi close. Begitu pula jika
relay tidak diberi energi, medan elektromagnetik lenyap, dan armature kembali ke
posisi semula yang berarti contact berpindah dari posisi close ke open.
Gambar 2.17 Struktur relay sederhana
Diagram electric relay ditunjukkan oleh gambar di bawah :
Coil circuit for relay
Gambar 2.18 Diagram elektrik relay
Hal yang perlu diperhatikan adalah coil disuplay oleh tegangan 12 V DC dan
beban di suplay tegangan 110 V AC. Dalam hal ini coil secara sederhana
bertindak sebagai operator untuk menarik contact ke posisi closed. Coil
membutuhkan arus yang relatif kecil untuk menghidupkan elektromagnet dan
menarik contact ke posisi closed.
2.2.4 Solenoida
Dalam suatu industri atau perangkat yang sering kita gunakan sehari-hari
kita bisa mengeset perangkat itu sesuai dengan keinginan kita yang biasanya di
inginkan otomatisasi sistem. Sistem kontrol itu sendiri berfungsi sebagai
pembanding antara harga sebenarnya dengan plant yang kita inginkan, salah satu
system controlling adalah system on-off yang salah satunya menggunakan
Solenoida
Pada dasarnya solenoide adalah piranti yang digunakan sebagai switch
dalam sistem kontrol, biasanya solenoide digunakan untuk memindahkan beban
secara mekanis. Jadi, alat ini digunakan untuk memindahkan beban secara
mekanis atau mempertahankannya, system yang digunakan adalah medan magnet,
semakin besar arus yang mengalir pada solenoida maka medan magnet akan
semakin besar dan pada batasan tertentu akan menarik switch yang terbuat dari
konduktor dan switch ini yang kemudian di manfaatkan dalam aplikasi kontrol on-
off.
2.2.4.1 Konstruksi solenoida
Suatu solenoid adalah suatu kumparan kawat panjang dengan suatu pola
seperti bentuk sekrup, yang pada umumnya dikelilingi oleh suatu bingkai baja dan
mempunyai suatu inti baja di dalam lilitan. Ketika ada aliran arus litrik solenoid
menjadi alat elektromagnetik, di mana tenaga elektris diubah jadi pekerjaan
mekanis.
Gambar 2.19 Pull Type Solenoid
Gambar 2.20 Push Type Solenoid
Inti suatu solenoid pada umumnya dibuat dari dua bagian, suatu penggiat
(pengisap/ spekulan ) yang dapat dipindahkan, dan suatu penghalang/penopang
atau inti akhir yang telah ditetapkan. Efisiensi suatu solenoid adalah suatu faktor
dari kekuatan mekanis alat, ketetapan magnetik dan bentuk wujud inti elektrik
yang meliputi bagian-bagian dari solenoid yang berupa pengisap/spekulan dan
perubahan/sarung.
Pengisap bebas bergerak yang terletak di pusat lilitan dipasang dengan
arah linier. Ketika coil diberi tenaga oleh arus listrik, suatu gaya magnetis akan
terbentuk antara pengisap/spekulan dan inti akhir, hal inilah yang menyebabkan
pengisap/spekulan itu dapat bergerak. Untuk memperoleh hasil solenoid yang
lebih baik maka harus digunakan bahan yang baik pula. Hal tersebut penting bagi
suatu solenoid untuk menghilangkan gaya magnetisnya ketika daya listrik
masukan dipindahkan, hal ini untuk memungkinkan pengisap/spekulan tersebut
untuk dapat kembali mulai lagi posisi aslinya ( posisi mula-mula ). Sedangkan
medan magnet sisanya disebut kemagnetan bersifat sisa (residual magnetism).
Material pemandu yang terletak di pusat dan penyepuhan
pengisap/spekulan harus dipilih untuk mendapatkan friksi minimum dan
pengausan rendah. Gelas, kaca, nilon, kuningan untuk pemandu dan nikel electro-
less atau fraksi lain yang mempunyai lapisan tipis sangat cocok untuk
pengisap/spekulan.
Desain dan pemilihan suatu solenoid memerlukan pengetahuan dasar
mekanik dan hubungan timbal baliknya dengan bidang elektrik. Dalam banyak
kesempatan hal tersebut penting untuk membuat trade offs antar berbagai
mekanik, elektrik, yang berkenaan dengan panas, akustis, dan sifat fisis. Desain
ini telah diatur untuk membantu kita di dalam pemilihan solenoid yang sesuai
dengan penggunaannya.
2.2.4.2 Jenis-jenis solenoida
Banyak jenis dan macam-macam solenid yang ada, diantaranya :
1. Tubular Solenoids, dapat bekerja pada tegangan AC dan DC.
Gambar 2.21 Tubular Solenoid
2. Open Frame, solenoid yang dapat bekerja pada tegangan AC dan
DC.
Gambar 2.22 Open Frame
3. Low Profil, solenoid yang dapat bekerja pada tegangan AC dan
DC.
Gambar 2.23 Low Profil
4. Hinged clapper, solenoid yang dapat bekerja pada tegangan AC
dan DC.
Gambar 2.24 Hinged clapper
5. Latching, solenoid hasil modifikasi dari jenis solenoid yang lain.
Gambar 2.25 Latching
6. Rotary
Gambar 2.26 Rotary
2.2.5 Hall-Effect Sensor
Sensor Hall Effect digunakan untuk mendeteksi kedekatan (proximity),
kehadiran atau ketidakhadiran suatu objek magnetis (yang) menggunakan suatu
jarak kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Half-Effect Sensor, yaitu tipe linear dan
tipe on-off. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet secara linear,
mengukur arus DC dan AC pada konduktor dan fungsi-fungsi lainnya. Sedangkan
tipe on-off digunakan sebagai limit switch, sensor keberadaan (presence sensors),
dsb. Sensor ini memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara
langsung atau mengendalikan beban dengan buffer amplifier.
Gambar 2.27 Diagram Hall Effect
Keterangan gambar :
1. Elektron
2. Sensor Hall atau Elemen Hall
3. Magnet
4. Medan Magnet
5. Power Source
Gambar diagram hall effect tersebut tersebut menunjukkan aliran elektron.
Dalam gambar A menunjukkan bahwa elemen Hall mengambil kutub negatif pada
sisi atas dan kutub positif pada sisi bawah. Dalam gambar B dan C, baik arus
listrik ataupun medan magnet dibalik, menyebabkan polarisasi juga terbalik. Arus
dan medan magnet yang dibalik ini menyebabkan sensor Hall mempunyai kutub
negatif pada sisi atas.
Hall Effect tergantung pada beda potensial (tegangan Hall) pada sisi yang
berlawanan dari sebuah lembar tipis material konduktor atau semikonduktor
dimana arus listrik mengalir, dihasilkan oleh medan magnet yang tegak lurus
dengan elemen Hall. Perbandingan tegangan yang dihasilkan oleh jumlah arus
dikenal dengan tahanan Hall, dan tergantung pada karakteristik bahan. Dr. Edwin
Hall menemukan efek ini pada tahun 1879.
Hall Effect dihasilkan oleh arus pada konduktor. Arus terdiri atas banyak
beban kecil yang membawa partikel-partikel (biasanya elektron) dan membawa
gaya Lorentz pada medan magnet. Beberapa beban ini berakhir di sisi – sisi
konduktor. Ini hanya berlaku pada konduktor besar dimana jarak antara dua sisi
cukup besar.
Salah satu yang paling penting dari Hall Effect adalah perbedaan antara
beban positif bergerak dalam satu arah dan beban negatif bergerak pada
kebalikannya. Hall Effect memberikan bukti nyata bahwa arus listrik pada logam
dibawa oleh elektron yang bergerak, bukan oleh proton. Yang cukup menarik,
Hall Effect juga menunjukkan bahwa dalam beberapa substansi (terutama
semikonduktor), lebih cocok bila kita berpikir arus sebagai “holes” positif yang
bergerak daripada elektron.
Gambar 2.28 Pengukuran Tegangan Hall
Dengan mengukur tegangan Hall yang melalui bahan, kita dapat
menentukan kekuatan medan magnet yang ada. Hal ini bisa dirumuskan :
Dimana VH adalah tegangan yang melalui lebar pelat, I adalah arus yang
melalui panjang pelat, B adalah medan magnet, d adalah tebal pelat, e adalah
elektron, dan n adalah kerapatan elektron pembawa. Dalam keberadaan kekuatan
medan magnetik yang besar dan temperatur rendah, kita dapat meneliti quantum
Hall effect, yang dimana adalah kuantisasi tahanan Hall.
Dalam bahan ferromagnetik (dan material paramagnetik dalam medan
magnetik), resistivitas Hall termasuk kontribusi tambahan, dikenal sebagai
Anomalous Hall Effect (Extraordinary Hall Effect), yang bergantung secara
langsung pada magnetisasi bahan, dan sering lebih besar dari Hall Effect biasa.
Walaupun sebagai sebuah fenomena yang dikenal baik, masih ada perdebatan
tentang keberadaannya dalam material yang bervariasi. Anomalous Hall Effect
bisa berupa efek ekstrinsik bergantung pada putaran yang menyebar dari beban
pembawa, atau efek intrinsik yang dapat dijelaskan dengan efek Berry phase
dalam momentum space kristal.
Hall effect menghasilkan level sinyal yang sangat rendah dan
membutuhkan amplifikasi. Amplifier tabung vakum pada abad 20 terlalu mahal,
menghabiskan tenaga dan kurang andal dalam aplikasi sehari-hari. Dengan
pengembangan IC berharga murah maka Hall Effect Sensor menjadi berguna
untuk banyak aplikasi. Alat Hall Effect saat disusun dengan tepat akan tahan
dengan debu, kotoran, lumpur dan air. Sifat ini menyebabkan alat Hall Effect lebih
baik untuk sensor posisi daripada alat alternatif lainnya seperti sensor optik dan
elektromekanik.
Hall effect sensor sering dipakai untuk Split ring clamp-on sensor, Analog
multiplication, Power sensing, Position and motion sensing, Automotive ignition
dan fuel injection serta Wheel rotation sensing. Sensor ini banyak tersedia di
berbagai macam pabrik, dan digunakan untuk sensor-sensor yang bervariasi
seperti sensor aliran cairan, sensor power dan sensor tekanan.
2.2.6 Reflective-Opto Switch
Alat ini terdiri dari pasangan emitter/detektor pada tempat yang sama.
Emitter meradiasikan cahaya UV dan jika tidak ada halangan yang akan
memantulkan cahaya tersebut, maka tidak akan ada cahaya yang diterima oleh
detektor.
Jika objek pemantul (dengan warna/permukaan yang sesuai) dibuat
menghadap alat ini, detektor (photoresistor) mensaturasi output, sehingga
terbentuk sinyal logika.
Emitter dan detektor disesuaikan, di mana detektor mempunyai puncak
sensitivitas yang bersesuaian dengan panjang gelombang emitter.
Seberapa baik pendeteksian suatu objek tergantung pada :
Jumlah cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya.
Kepekaan photodetector.
Jarak antara switch dari objek.
Kondisi cahaya dari lingkungan sekitar.
Kedudukan tegak lurus permukaan dari pantulan cahaya dengan
switch.
2.2.7 Proximity Switch Induktif
Alat ini diklasifikasikan sebagai berikut :
Bersumber daya AC atau DC.
2 terminal, di mana beban dihubungkan antara terminal satu dengan
sumber AC atau DC, sementara terminal lain merupakan GND.
terminal, dua terminal di antaranya adalah sumber tegangan dan GND,
sedangkan terminal lainnya adalah output beban yang dihubungkan
dengan sumber tegangan (tipe NPN ) atau ke GND (tipe PNP).
Alat ini terdiri dari suatu osilator, demodulator, trigger, dan switching
amplifier.
Alat ini beroperasi dengan prinsip transistor osilator yang operasinya
dumped ketika objek metal mendekati elemen yang beresonansi. Efisiensi
dumping effect ini tergantung dari tipe metal dan jarak.
Jika objek metal memasuki medan magnet kumparan osilator, arus pusar
akan diinduksi pada kumparan yang mengubah amplitudo osilasi. Demodulator
akan mengkonversi perubahan amplitudo menjadi sinyal DC yang akan
mengaktifkan trigger.
Keuntungan Penggunaan Proximity Switch induktif :
Tidak perlu ada kontak fisik secara langsung antara pemakai dengan
sistem.
Dapat bekerja di lingkungan dengan kondisi apapun.
Responnya berjalan dengan cepat.
Awet dan tahan lama.
Berikut merupakan petunjuk kontruksi bahan switch proximity yang baik :
Gambar 2.29 Petunjuk kontruksi bahan switch proximity
2.2.7.1 Aplikasi
Gambar 2.30 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Tank Level Control
Gambar 2.31 Aplikasi penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Grinding Amount Detection
Gambar 2.32 Aplikasi Penggunaan Proximity Switch Induktif untuk Work Pierce Sorting.
2.2.7.2 DATA SHEET
Gambar. 2.33 Data Sheet Selection Guide
Gambar. 2.34 Data Sheet Proximity Switch Control
2.2.7.3 Kurva Karakteristik
Gambar 2.35 Karakteristik Proximity Switch Induktif.
Dari gambar 2.35 di atas, terlihat bahwa dengan ukuran objek yang sama,
besi memiliki jarak dari sensor yang paling jauh, kemudian berturut-turut diikuti
oleh baja, kuningan, alumunium, serta tembaga. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa besi memiliki kerapatan molekul yang paling besar (paling rapat molekul-
molekulnya) dibandingkan dengan baja, kuningan, alumunium, serta tembaga.
2.3 PENGUJIAN ALAT
2.3.1 Alat dan Bahan
1. Modul input/output ON-OFF diskrit (modul B3510-L)
2. Multimeter digital 1 buah
3. Konektor 9 buah
4. Power supply +15 V dan variable 0-20 V (DC)
5. Penggaris
2.3.2 Cara Kerja
2.3.2.1 Indikator LED
1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 Volt.
2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt di antara terminalnya
(+) dan (-) dengan 5 variasi tegangan.
3. Amati nyala lampu LED setiap kenaikan tegangan.
2.3.2.2 Indikator Akustik (Buzzer)
1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 volt
2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt di antara
terminalnya (+) dan (-) dengan 5 variasi tegangan.
3. Amati kinerja buzzer setiap kenaikan tegangan
2.3.2.3 Relay
1. Ukur sumber tegangan DC 0 sampai 20 volt
2. Berikan tegangan DC 0 sampai dengan 20 Volt di antara terminal
kumparan, meningkat secara perlahan dengan 3 variasi tegangan.
3. Amati kondisi Relay.
4. Turunkan tegangan secara perlahan sampai release point.
5. Catat tegangan pada release point
2.3.2.4 Solenoida
1. Ukur tegangan DC 0-15 Volt.
2. Berikan Tegangan 0-15 Volt pada solenoida.
3. Amati kondisi solenoida.
2.3.2.5 Hall effect sensor
1 Membuat pengkoneksian seperti pada gambar
Soket B1 dihubungkan dengan ground
Menghubungkan soket B2 pada tegangan 0-20 V tegangan DC
untuk mengaktifan Hall Sensor
Soket B3 dihubungkan dengan tegangan positif 15 volt
Soket B4 adalah keluaran rangkaian, menhubungkan seperti
dalam modul rangkaian.
2 Mengamati kondisi sensor
3 Menghubungkan soket B2 pada tegangan DC 0 sampai 20 volt
4 Menaikkan tegangan secara perlahan sampai sensor aktif ( hidup / on )
kemudian mencatat tegangannya. Setelah itu, tegangan diturunkan
sampai sensor mati dan mencatat kembali tegangannya
5 Mengulangi sampai 3 kali
2.3.2.6 Reflective Opto-Switch
1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar 2.49.
Perhatikan kontak/soket B5 dihubungkan ke GND pada
papan.
Kontak B6 adalah output yang di “pulled up” dengan +V.
2. Ukur tegangan Supply dengan tepat 15 V
3. Amati kondisi Indikator.
2.3.2.7 Proximity Switch Induktif
1. Buat pengkoneksian seperti pada gambar 2.50
Amati kontak B6 yang terhubungkan supply +V secara internal.
Amati kontak B7 sebagai output
2. Hubungkan beban antara kontak B8 dan B7
3. Ukur tegangan supply dengan tepat 15 V
4. Ukur jarak ON/OFF untuk masing-masing material.
5. Amati kondisi indikator.
2.3.3 Data Percobaan
a. Percobaan Indikator LED
Tabel 2.2 Data Percobaan Indikator LED
No Tegangan (volt) Kondisi Led
1 1,25 Mati
2 0,78 Redup
3 1,92 Terang
b. Percobaan Indikator Buzzer
Tabel 2.3 Data percobaan Indikator Akustik (Buzzer)
No Tegangan (volt) Kondisi Buzzer
1 1,25 Mati
2 3,99 Bunyi pelan
3 5,66 Bunyi keras
c. Percobaan Relay
Tabel 2.4 Data Percobaan Relay
No Tegangan naik (v) Kondisi relay Tegangan turun (v) Kondisi relay
1 7,54 On 1,72 Off
d. Percobaan Solenoida
Tabel 2.5 Data Percobaan Solenoida
No Tegangan (volt) Kondisi solenoid
1 4,04 On
2 4,26 On
e. Percobaan Hall Effect Sensor
Tabel 2.6 Data Percobaan Hall-Effect Sensor
No Tegangan Naik (volt) Kondisi Sensor Tegangan Turun (volt)Kondisi
Sensor
1 13,13 On 0,01 Off
2 13,14 On 0,01 Off
f. Percobaan Proximity Swich Induktif
Tabel 2.7 Data Percobaan Proximity Switch Induktif
No Bahan Jarak Kondisi indicator
1 Mild iron (besi) 6 mm On
2 Brass (kuningan) 3 mm On
3 Aluminium 2 mm On
g. Percobaan Reflective Opto-Switch
Tabel 2.8 Data Percobaan Reflective Opto Switch
No Bahan Tegangan Keluaran (volt) Jarak bahan Kondisi Buzzer
1 Putih 13,64 2,5 cm On
2 Ungu 13,64 2,5 cm On
3 Hitam 0 2,5 cm Off
2.4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
2.4.1. Indikator LED
Gambar 2.36 Rangkaian percobaan Indikator LED
Pada gambar rangkaian di atas, diketahui bahwa arus DC sebesar 0-20 V
dialirkan ke dioda yang hanya dapat mengalirkan arus searah. Arus listrik yang
mengalir ini kemudian dikonversi oleh LED menjadi cahaya. LED (Light
Emitting Diode) atau dioda pemancar cahaya adalah suatu bahan padat sejenis
dioda yang mengkonversi arus listrik menjadi cahaya. Dalam penggunannya
digunakan sebagai penanda berupa nyala lampu pijar. Strukturnya juga sama
dengan dioda, elektron yang menerjang sambungan P-N juga melepaskan energi
berupa energi panas dan energi cahaya. Untuk mendapatkan emisi cahaya pada
semikonduktor, doping yang dipakai adalah gallium, arsenic, dan phosporus. Jenis
doping yang berbeda menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula.
Energi yang didapat oleh LED membentuk pasangan lubang elektron,
energi tersebut dilepaskan pada waktu elektron bergabung dengan lubang. Dalam
silikon dan germanium rekombinasi ini terjadi melalui perangkap-perangkap dan
energi yang dilepaskan tadi pindah ke kristal dalam bentuk panas. Ternyata dalam
semikonduktor yang lain seperti arsenida galium banyak rekomendasi langsung
terjadi tanpa bantuan perangkap dalam hal ini energi yang dilepaskan waktu
elektron jatuh dari pita konduksi ke pita valensi muncul dalam bentuk radiasi.
proses pembentukan cahaya bertambah dengan pertambahan arus yang
diinjeksikan dengan penurunan temperatur. Cahaya yang terbentuk akan terpusat
dekat dengan persambungan oleh karena sebagian besar dari pembawa berada
dalam jarak panjang difusi dari persambungan.
Tabel 2.9 Data Percobaan Indikator LED
No Tegangan (volt) Kondisi Led
1 1,25 Mati
2 0,78 Redup
3 1,92 Terang
Dari tabel 2.9 dapat diperoleh analisa bahwa semakin besar tegangan maka
sensor akan semakin aktif, dalam hal ini nyala indikator LED akan semakin
terang.
Fungsi Diode :
1. Sebagai penyearah arus
2. Sebagai pelipat tegangan
3. Sebagai Penetak tegangan
Fungsi Resistor :
1. Membangkitkan arus
2. Mengatur besarnya arus yang diinginkan
2.4.2 Indikator Akustik (Buzzer)
Gambar 2.37 Rangkaian percobaan indikator Buzzer.
Berdasarkan gambar percobaan di atas, buzzer mendapat supply tegangan
DC 20 V dihubungkan resistor dan kemudian diparalelkan dengan dioda zener.
Dioda Zener adalah dioda yang didesain dengan kemampuan membuang daya
yang memadai untuk dijalankan di daerah dadal (break down Region). Dioda
zener dapat digunakan sebagai acuan tegangan atau sebagai alat yang memberikan
tegangan tetap. Dioda akan mengendalikan tegangan beban terhadap perubahan
dalam arus beban dan terhadap perubahan sumber tegangan. Oleh karena di dalam
daerah dadal perubahan yang besar dalam arus dioda mengakibatkan perubahan
yang kecil dalam tegangan dioda selanjutnya bila arus beban dan sumber tegangan
berubah arus dioda akan menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan ini untuk
mempertahankan tegangan beban yang hampir tetap.
Indikator Akustik atau Buzzer terbuat dari elemen piezoceramic pada
suatu diafragma yang mengubah getaran/vibrasi suara menjadi gelombang suara.
Alat ini menggunakan resonansi untuk memperkuat intensitas suara.
Buzzer atau beeper memiliki dua tipe : yang pertama, resonator sederhana
yang disuplai sumber AC dan kedua melibatkan transistor sebagai micro-
oscillator yang membutuhkan sumber DC.
Tabel 2.10 Data Percobaan Indikator Akustik (Buzzer)
No Tegangan (volt) Kondisi Buzzer
1 1,25 Mati
2 3,99 Bunyi pelan
3 5,66 Bunyi keras
Dari tabel 2.10 di atas menunjukkan hubungan searah antara tegangan dan
kondisi indikator akustik atau buzzer. Semakin besar tegangan input yang
diberikan maka semakin sensitif pula respon yang diberikan dalam percobaan kali
ini semakin besar getaran/vibrasi suara sehingga mengakibatkan semakin tinggi
pula bunyi yang dikeluarkan oleh indikator buzzer.
Fungsi Dioda Zener:
1. Membuang daya yang tidak diperlukan pada daerah break down
2. Sebagai acuan tegangan
3. Mengatur operasi rangkaian sehingga arus dan tegangan dapat
seimbang
4. Pada plant percobaan ini, sebagai alat pengaman untuk
menghindari terjadinya polaritas tegangan sumber yang terbalik
Fungsi Resistor :
1. Membangkitkan arus
2. Mengatur besarnya arus yang diinginkan
2.4.3 Relay
Gambar 2.38 Rangkaian percobaan Relay
Pada gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa relay mendapat energi dari
power supply DC sebesar 20 V. Ketika relay diberi energi, akan timbul medan
magnet yang menyebabkan ammature tertarik ke tengah coil. Jika relay tidak
diberi energi, medan elektromagnetik lenyap, dan armature kembali ke posisi
semula yang berarti contact berpindah dari posisi close ke open.
Coil atau kumparan relay beroperasi pada tegangan DC 12 Volt. Kawat
tambaga pada kumparan memiliki koefisien temperature positif sehingga
cenderung menarik lebih sedikit ketika temperature naik.
Pemilihan relay yang sesuai kebutuhan harus memenuhi beberapa kriteria,
antara lain:
Perawatan yang minim
Mempunyari kemampuan untuk disambungkan kebeberapa saluran
secara independent
Mudah adaptasi/disesuaikan dengan tegangan operasi dan tegangan
tinggi
Kecepatan operasi tinggi, misalnya waktu yang diperlukan untuk
menyambungkan saluran singkat.
Relay mempunyai prinsip kerja apabila pada lilitan dialiri arus listrik maka
arus listrik tadi akan mengalir melalui lilitan kawat dan akan timbul medan
magnet( sesuai dengan hukum Oerstad )
Dan juga sesuai dengan hukum Biot-Savart yang menyatakan bahwa
kawat berarus akan menimbulkan induksi medan magnetik sebesar
dB = k ...................................................................... (2)
dimana;
K= Suatu tetapan r = jari-jari (meter)
i = Besarnya Arus dl = panjang kawat (meter)
= Sudut antara dl dan r B = Induksi magnetic (Weber)
Karena induksi medan magnet yang timbul itulah maka selanjutnya akan
timbul suatu gaya yang di timbulkan oleh medan magnet tersebut, yang
mengakibatkan pelat yang ada di dekat kumparan akan tertarik ataupun terdorong
sehingga saluran dapat tersambung ataupun terputus. Gaya tersebut dinamai
dengan gaya Lorentz yang di formulasikan :
F = il x B ....................................................................................... (3)
dimana;
F = Gaya Lorentz (Newton) l = panjang penghantar
i = Arus (Ampere) B = Induksi magnetic (Weber)
Relay memiliki karakteristik histeresis. Jika tegangan supply pada
kumparan meningkat secara perlahan (terjadi pada operasi tegangan 5-10 Volt)
kemudian tegangan pada kumparan diturunkan secara perlahan, maka tegangan
relay akan menurun 7,5 sampai 8,5 Volt.
Sekali dioperasikan, relay akan megubah karakteristik geometris rangkaian
magnetiknya (menurunkan kelentingan rangkaian magnetik). Oleh karena itu,
dibutuhkan arus yang lebih rendah untuk menjaga agar relay tetap bekerja
daripada arus yang dibutuhkan untuk membuat relay bekerja.
Tabel 2.11 Data Percobaan Relay
No Tegangan naik (v) Kondisi relay Tegangan turun (v) Kondisi relay
1 7,54 On 1,72 Off
Dalam pengunaannya relay mempunyai banyak keuntungan dan kerugian
yang diantaranya sebagai berikut:
Keuntungan:
1. Tidak mudah terganggu dengan adanya perubahan temperature
di sekitarnya
2. Mudah mengadaptasi bermacam-macam tegangan operasi
3. Mempunyai tahanan yang cukup tinggi pada kondisi tidak
kontak
4. Memungkinkan untuk menyambungkan beberapa saluran
secara independent
Selain itu relay juga mempunyai kerugian diantaranya sebagai berikut.
1. Bila diaktifkan, maka relai akan berberbunyi
2. Relay mempunyai kecepatan menyambung atau memutus
saluran terbatas.
3. Kontaktor bisa terpengaruh dengan adanya debu
2.4.4 Solenoida
Gambar 2.39 Rangkaian percobaan Solenoida
Dari rangkaian percobaan solenoida di atas, dapat dijelaskan bahwa
rangkaian dialiri arus listrik DC sebesar 0-20 V. Solenioda mempunyai dua
bagian, yaitu suatu penggiat (pengisap/ spekulan) yang dapat dipindahkan, dan
suatu penghalang/ penopang atau inti akhir yang telah ditetapkan. Pengisap bebas
bergerak yang terletak di pusat lilitan dipasang dengan arah linier. Ketika coil
diberi tenaga oleh arus listrik, suatu gaya magnetis akan terbentuk antara
spekulan/ pengisap dan inti akhir. Hal inilah yang menyebabkan pengisap itu
dapat bergerak.
Di lapangan kita bisa menemukan solenoid dengan arus searah (DC)
ataupun arus bolak balik (AC), sedangkan yang sering digunakan adalah Solenoid
DC. Solenoid DC secara konstruktif mempunyai inti yang pejal dan terbuat dari
besi lunak. Dengan demikian mempunyai bentuk yang simple dan kokoh. Selain
itu maksudnya agar diperoleh konduktansi optimum pada medan magnet. Bila ada
kelonggaran udara, tidak akan mengakibatkan kenaikan temperatur operasi,
karena temperatur operasi hanya akan tergantung pada besarnya tahanan
kumparan serta arus listrik yang mengalir.
Bila solenoid DC diaktifkan maka arus listrik yang mengalir meningkat
secara perlahan. Ketika arus listrik dialirkan ke dalam kumparan akan terjadi
elektromagnet. Selama terjadinya induksi akan menghasilkan gaya yang
berlawanan dengan tegangan yang digunakan. Bila solenoid dipasifkan maka
medan magnet yang pernah terjadi akan hilang dan dapat mengakibatkan tegangan
induksi yang besarnya bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan tegangan
yang ada pada kumparan. Tegangan induksi ini dapat mengakibatkan rusaknya
isolasi pada gulungan koil, selanjutnya bila hal ini terjadi terus akan terjadi
percikan api. Untuk mengatasi hal ini maka harus dibuat rangkaian yang meredam
percikan api, misalnya dengan memasang tahanan yang dihubungkan secara
paralel dengan induktansi. Sehingga bila terjadi pemutusan arus listrik, energi
akan tersimpan dalam bentuk medan magnet dan dapat hilang lewat tahanan yang
dipasang tadi.
Tabel 2.12 Data Percobaan Solenoida
No Tegangan (volt) Kondisi solenoid
1 4,04 On
2 4,26 On
Dari tabel 2.12 di atas dapat kita cari tegangan rata-rata untuk
menghidupkan solenoida, perhitungannya adalah sebagai berikut :
Perhitungan rata-rata tegangan yang digunakan untuk mengaktifkan
solenoida:
……………………………………. (6)
Dari percobaan diperoleh :
(4,04+4,26)/2= 4,15
Dari perhitungan di atas diperoleh hasil berbeda dari typical point yang
sebenarnya sebesar 10 Volt. Hal ini dikarenakan kekurang-presisian multimeter
dalam mengukur tegangan input dari power supply.
Keuntungan Solenoid DC dan Kerugian Solenoid DC
- Mudah pengoperasiannya
- Usianya lama
- Bunyi yang dihasilkan lemah
- Tenaga untuk mengoperasikan kecil
- Perlu peredam percikan api
- Terjadi tegangan tinggi saat pemutusan arus
- Waktu sambung lama
- Perlu adaptor bila yang dipakai tegangan AC
- Bagian yang kontak cepat aus.
2.4.5 Hall Effect Sensor
Sensor Efek Hall digunakan untuk mendeteksi kedekatan (proximity),
kehadiran atau ketidakhadirannya suatu obyek magnetis (yang) menggunakan
suatu jarak kritis. Pada dasarnya ada dua tipe Hall-Effect Sensor, yaitu tipe linear
dan tipe ON-OFF. Tipe linear digunakan untuk mengukur medan magnet secara
linear, mengukur arus DC dan AC pada konduktor. Sedangkan tipe ON-OFF
digunakan sebagai limit switch, sensor keberadaan (presence sensors). Sensor ini
memberikan logika output sebagai interface gerbang logika secara langsung atau
mengendalikan beban dengan buffer amplifier.
Gambar 2.40 Rangkaian percobaan Hall-Effect Sensor
Dari gambar rangkaian di atas dapat dijelaskan bahwa LED (Light
Emitting Diode) bekerja sebagai beban. Beban dihubung pararel dengan Hall-
Effect Sensor. Kemudian dari sensor menuju langsung ke ground sehingga
besarnya tegangan yang masuk ke beban sama dengan tegangan yang masuk ke
sensor. Dari tegangan yang masuk sensor langsung memberikan respon.
Tegangan dari power supply sebesar 0-20 volt DC kemudian diberi beban
berupa LED dan dihubungkan pararel dengan sensor Hall-Effect yang kemudian
memberikan respon terhadap input tegangan yang diterima.
Tabel 2.13 Data Percobaan Hall-Effect Sensor
No Tegangan Naik (volt) Kondisi Sensor Tegangan Turun (volt)Kondisi
Sensor
1 13,13 On 0,01 Off
2 13,14 On 0,01 Off
Pada percobaan Hall-Effect Sensor, perhitungan rata-rata tegangan naik
yang digunakan untuk menghidupkan Hall effect sensor :
Dari percobaan diperoleh :
(13,13+13,14)/2= 13,135
Sehingga rata-rata tegangan naik yang digunakan untuk menghidupkan
indikator led sebagai beban dari Hall effect sensor adalah 13,135 volt. Jadi dalam
percobaan ini Hall effect sensor memiliki tegangan on sebesar 13,135 volt.
Sementara tegangan turunnya
Dari percobaan diperoleh :
(0,01+0,01)/2= 0,01
Sehingga rata-rata tegangan turun yang digunakan untuk mematikan
indikator led sebagai beban dari Hall effect sensor adalah 0,01 volt. Jadi dalam
percobaan ini Hall effect sensor memiliki tegangan off sebesar 0,01 volt.
2.4.6 Reflective Opto-Switch
Gambar 2.41 Rangkaian percobaan Reflective Opto-Switch
Dari gambar rangkaian di atas switch yang digunakan adalah Replective
Opto Switch sedangkan bebannya adalah indikator akustik (buzzer). Tegangan
masuk ke dalam input sebesar 0-20 volt DC. Kemudian dihubungkan ke beban
dan dihubungkan dengan switch. Maka indikator akustik (buzzer) akan
memberikan respon terhadap switch yang dijalankan melalui media yang
bermacam-macam, dalam percobaan ini digunakan kertas hitam, kertas hijau dan
kertas putih. Sehingga diperoleh respon yang berbeda pula dari indikator buzzer.
Tabel 2.14 Data Percobaan Reflective Opto Switch
No Bahan Tegangan Keluaran (volt) Jarak Bahan Kondisi Buzzer
1 Putih 13,64 2,5 cm On
2 Ungu 13,64 2,5 cm On
3 Hitam 0 2,5 cm Off
Dari tabel 2.14 di atas dapat diperoleh analisa sebagai berikut : untuk
tegangan dan jarak bahan yang sama, kertas putih, baju biru tua, baju merah dan
kertas coklat memberikan respon untuk menswitch sensor (dalam percobaan di
atas indikator Buzzer). Sedangkan untuk kertas hitam switch tidak aktif. Hal ini
dikarenakan untuk bahan kertas hitam, cahaya UV yang dipancarkan dari emitter
tidak terpantul sehingga detektor tidak menerima cahaya. Akibatnya indikator
buzzer tidak memberikan respon.
2.4.7 Proximity Switch Induktif
Gambar 2.42 Rangkaian percobaan Proximity Switch Induktif
Pada percobaan di atas solenoida digunakan sebagai beban dan Proximity
Switch sebagai sensor sehingga soleinoid lebih efektif kerjanya. Sedangkan untuk
switchnya digunakan proximity. Untuk ketelitian sensor, diukur berdasarkan
material yang digunakan dalam proximity dalam percobaan di atas digunakan
besi, kuningan, dan alumunium. Dengan demikian dapat dibedakan tingkat
kesensitivitasan material tersebut. Perbandingan tingkat kesensitivitasan material-
material tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.15.
Tabel 2.15 Data Percobaan Proximity Switch Induktif
No Bahan Jarak Kondisi indicator
1 Mild iron (besi) 6 mm On
2 Brass (kuningan) 3 mm On
3 Aluminium 2 mm On
Dari tabel 2.15 di atas dapat kita analisa bahwa untuk ketiga material di
atas (besi, kuningan dan alumunium), memerlukan jarak yang berbeda-beda untuk
menyalakan indikator. Semakin dekat jarak yang diperlukan, maka semakin
rendah kesensitivitasannya dalam hal ini kerapatan molekul yang dimiliki material
tersebut. Dari percobaan di atas sudah sesuai dengan hasil dengan kurva Typical
Characteritics of Proximity pada gambar 2.35.
Dari kurva Typical Characteristics of Proximity dapat dilihat bahwa
alumunium mempunyai kerapatan molekul paling kecil (paling longgar molekul-
molekulnya) di antara ketiga material di atas. Sedangkan besi mempunyai
kerapatan molekul paling besar di antara ketiganya. Hal ini pun sesuai dengan
kurva Typical Characteristics of Proximity pada gambar 2.43.
Gambar 2.43 Karakteristik Proximity Switch Induktif.
2.5 PENUTUP
2.5.1 Kesimpulan
1. Dari percobaan indikator LED dapat diperoleh kesimpulan bahwa
semakin besar tegangan maka sensor akan semakin aktif, dalam hal ini
nyala indikator LED akan semakin terang.
2. Dari percobaan indikator akustik menunjukkan hubungan searah antara
tegangan dan kondisi indikator akustik atau buzzer. Semakin besar
tegangan input yang diberikan maka semakin sensitif pula respon yang
diberikan dalam percobaan kali ini semakin besar getaran/vibrasi suara
sehingga mengakibatkan semakin tinggi pula bunyi yang dikeluarkan
oleh indikator buzzer.
3. Dari percobaan relay, hingga rata-rata tegangan naik yang digunakan
untuk menghidupkan relay adalah 7,16 Volt, sedangkan rata-rata
tegangan turun yang digunakan untuk mematikan relay adalah 1,652
Volt.
4. Pada percobaan solenoida, solenoida digunakan sebagai sensor terhadap
input tegangan yang masuk rangkaian. Besar tegangan rata-rata yang
digunakan untuk mengaktifkan solenoida sebesar 4,32 V.
5. Pada percobaan Half-Effect Sensor, LED digunakan sebagai beban dan
digunakan Sensor Hall-Effect sebagai sensor. Prinsip kerja Hall-Effect
Sensor menggunakan kutub-kutub magnet.
Tegangan naik yang di gunakan untuk menghidupkan Hall-Effect Sensor
sebesar 14,973 V. Sedangkan tegangan turun yang di gunakan untuk
mematikan indikator LED sebagai beban dari Hall-Effect Sensor sebesar
6,93 V.
6. Dari percobaan Reflective Opto-Switch, dapat disimpulkan, untuk
tegangan dan jarak bahan yang sama, kertas putih, baju biru tua, baju
merah, dan kertas coklat memberikan respon untuk menswitch sensor
(dalam percobaan di atas indikator Buzzer). Sedangkan untuk kertas
hitam switch tidak aktif. Hal ini dikarenakan untuk bahan kertas hitam,
cahaya UV yang dipancarkan dari emitter tidak terpantul sehingga
detektor tidak menerima cahaya. Akibatnya indikator buzzer tidak
memberikan respon.
7. Dari percobaan Proximity Switch Induktif, dapat disimpulkan bahwa
alumunium mempunyai kerapatan molekul paling kecil di antara ketiga
material di atas. Sedangkan besi mempunyai kerapatan molekul paling
besar di antara ketiganya.
2.5.2 Saran
1. . Untuk mendapatkan ketinggian intensitas suara yang diinginkan maka
perlu dilakukan pengaturan resonansi dengan menaikkan/ menurunkan
tegangan pada power supply.
2. Untuk menjaga agar relay tetap bekerja maka arus yang mengalir pada
relay perlu dijaga agar lebih rendah dari arus yang dibutuhkan untuk
membuat relay bekerja.
3. Hall-Effect sensor mempunyai 2 tipe yaitu tipe linear dan tipe on-off.
Kedua tipe tersebut mempunyai fungsi yang berbeda, oleh karena itu
perlu diperhatikan pemilihan tipe-tipe tersebut sesuai penggunaannya.
4. Agar Reflective Opto Switch dapat mendeteksi suatu obyek dengan baik,
maka perlu diperhatikan
a. Jarak switch dan objek yang disampaikan
b. Pantulan cahaya dari objek
c. Kondisi cahaya dari lingkungan sekitar
d. Kedudukan tegak lurus permukaan dari pantulan cahaya dengan
switch.
5. Agar solenoida memberi respon terhadap input maka perlu diperhatikan
tegangan yang masuk pada solenoida
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Petunjuk Praktikum Dasar Sistem Kontrol.
2. Millman, Jacob and C. Halkias. Elektronika Terpadu : (Integrated
Electronics) Rangkaian dan Sistem Analog dan Digital. Erlangga : Jakarta.
1997
3. www.electroniclab.com
4. id.wikipedia.org
5. www.elektroindonesia .com
6. Laporan Praktikum Dasar Sistem Kontrol tahun 2001/2002.