Rehanilitasi jaringan irigasi

116
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah Subhanallah Wata’ala, atas segala limpahan rahmad dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang” dengan baik. Pada kesempatan ini, penyusun mengucpakan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Prof.Dr.Ir.Suhardjono,M.Pd. Dipl.HE. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsii ini. 3. Dr. Ir. M. Bisri, MS yang telah memberikan kritik, saran, bantuan, serta selaku dosen penguji skripsi ini. 4. Ir. M. Janu Ismojo, MT. yang telah memberikan kritik, saran, bantuan, serta selaku dosen penguji skripsi ini. 5. Teman-teman Teknik Pengairan 2003, terima kasih banyak. 6. Semua pihak yang telah membantu sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Penyusun sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun harapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian, sebagai masukan dalam perbaikan skripsi ini. Harapan penyusun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Malang, September 2008 Penyusun

description

jaringan irigasi

Transcript of Rehanilitasi jaringan irigasi

Page 1: Rehanilitasi jaringan irigasi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah Subhanallah Wata’ala,

atas segala limpahan rahmad dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul “Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di

Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang” dengan baik.

Pada kesempatan ini, penyusun mengucpakan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.Ir.Suhardjono,M.Pd. Dipl.HE. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan

skripsi ini.

2. Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsii

ini.

3. Dr. Ir. M. Bisri, MS yang telah memberikan kritik, saran, bantuan, serta selaku

dosen penguji skripsi ini.

4. Ir. M. Janu Ismojo, MT. yang telah memberikan kritik, saran, bantuan, serta selaku

dosen penguji skripsi ini.

5. Teman-teman Teknik Pengairan 2003, terima kasih banyak.

6. Semua pihak yang telah membantu sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Penyusun sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penyusun harapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian, sebagai

masukan dalam perbaikan skripsi ini. Harapan penyusun, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua.

Malang, September 2008

Penyusun

Page 2: Rehanilitasi jaringan irigasi

DAFTAR ISI

Daftar Isi i Daftar Tabel iii Daftar Gambar iv Daftar Lampiran v

Bab I Pendahuluan1.1 Latar Belakang 11.2 Identifikasi Masalah 21.3 Batasan Masalah 41.4 Rumusan Masalah 41.5 Tujuan Dan Manfaat 5

Bab II Tinjauan Pustaka2.1 Tinjauan Umum 62.2 Analisis Curah Hujan 7

2.2.1. Uji Konsistensi data Curah Hujan 72.2.2. Uji Konsistensi dengan Metode RAPS 72.2.3. Curah Hujan efektif 8

2.3 Kebutuhan Air Irigasi 102.4 Evapotranspirasi 11

2.4.1. Evaporasi 112.4.2. Transpirasi 122.4.3. Evapotranspirasi 12

2.5 Kebutuhan Air Tanaman 142.6 Kebutuhan Air di sawah 15

2.6.1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan 162.7 Perkolasi 172.8 Pengolahan tanah dan Persemaian 18

2.8.1. Pengolahan Tanah 182.8.2. Persemaian 19

2.9 Pergantian Lapisan Air (WLR) 192.10 Efisiensi Irigasi 192.11 Pola Tata Tanam 20

2.11.1. Tata Tanam 202.11.2. Jadwal Tata Tanam 21

2.12 Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi 212.12.1. Unsur Fungsional Pokok 212.12.2. Tingkatan jaringan Irigasi 22

2.13 Perencanaan Jaringan Irigasi 232.13.1. Saluran Pembawa 23

2.14 Desain Bangunan 262.14.1. Layout petak tersier 26

i

Page 3: Rehanilitasi jaringan irigasi

Bab III Metode Studi3.1 Umum 27

3.1.1 Daerah Studi 273.2 Pengumpulan Data 283.3 Tahapan Studi 29

Bab IV Hasil dan Pembahasan4.1. Umum 364.2. Analisis Curah Hujan 37

4.2.1. Uji Konsistensi Data Curah Hujan 374.2.2. Curah Hujan Rancangan dan Curah Hujan Efektif 40

4.3. Kebutuhan Air Irigasi 434.4. Evapotranspirasi 434.5. Kebutuhan Air Tanaman 464.6. Kebutuhan Air di Sawah 46

4.6.1. Penyiapan Lahan 464.7. Perkolasi 494.8. Pengolahan Tanah dan Persemaian 49

4.8.1. Pengolahan Tanah 494.8.2. Persemaian 49

4.9. Pergantian Lapisan Air 494.10. Efisiensi Irigasi 504.11. Pola Tata Tanam 504.12. Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi 52

4.12.1. Unsur Fungsional Pokok 524.12.2. Tingkatan Jaringan Irigasi 52

4.13. Perencanaan Jaringan Irigasi 534.13.1. Debit Rencana Saluran 534.13.2. Pembagian Petak 534.13.3. Nomenklatur 564.13.4. Dimensi Saluran 56

Bab V Kesimpulan5.1. Kesimpulan 625.2. Saran 63

Daftar Pustaka

ii

Page 4: Rehanilitasi jaringan irigasi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Q/n0,5 dan R/n0,5 8Tabel 2.2 Harga Perkolasi Untuk Berbagai Tekstur Tanah 18Tabel 2.3 Harga-harga Efisiensi Untuk tanaman Ladang (upland crops) 20Tabel 2.4 Harga Koefisien Kekasaran Bahan Untuk Saluran Tanah 24Tabel 2.5 Tinggi Jagaan Minimum 25Tabel 2.6 Kemiringan talud Minimum Untuk saluran tanah 25Tabel 2.7 Lebar Minimum Tanggul 25Tebal 4.1. Data Curah Hujan 10 Harian Stasiun Ploso (mm) 38Tabel 4.2. Data Curah Hujan Maksimum (mm) 39Tabel 4.3. Stasiun Ploso 39Tabel 4.4. Curah Hujan Tahunan Stasiun Ploso 41Tabel 4.5. Perhitungan R80 41Tabel 4.6. Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan Efektif 42Tabel 4.7. Analisa Evaporasi Potensial Metode Penmann Modifikasi 45Tabel 4.8. Tabel Penyiapan Lahan 48Tabel 4.9. Pola Tata Tanam 51Tabel 4.10. Pembagian Bangunan Bagi dan Luas Areal Irigasi 54Table 4.11. Skema Jaringan Irigasi Saluran Sekunder Jatimlerek 55Tabel 4.12. Profil Hidrolika Dimensi Saluran Sekunder Jatimlerek 58Table 4.13. Tabel Pekerjaan Rehabilitasi Saluran Sekunder Jatimlerek 59Tabel 5.1. Kebutuhan Air Irigasi per Luas 63Tabel 5.2. Dimensi Saluran Sekunder Jatimlerek 63

iii

Page 5: Rehanilitasi jaringan irigasi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Kebutuhan Air Tanaman 31Gambar 3.2 Diagram Alir Penyelesaian Studi 32Gambar 3.3 Peta Lokasi Daerah Studi 35

iv

Page 6: Rehanilitasi jaringan irigasi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Daftar Pendukung Analisa Kebutuhan AirTabel 1. Tabel Data Klimatologi Stasiun Begadung 64Tabel 2. Tabel Besaran nilai angot (Ra) 64Tabel 3. Tabel Koef Bulanan Rumus Penmann 65Tabel 4. Tabel Hub suhu (t) dengan nilai ea 65

Lampiran 2. Inventarisasi Saluran dan BangunanInventarisasi SaluranRuas 01 – 04 66Ruas 05 – 08 67Ruas 09 – 13 68Inventarisasi BangunanBangunan Bagi (Km 0,000) 69Bangunan Sadap B.JM-1 (Km 0,188) 70Jembatan PU (Km 0.216) 71Pelimpah Samping (Km 0.329) 72Bangunan Sadap B.JM-2 (Km 0.382) 73Jembatan Orang (Km 0.650) 74Jembatan Orang (Km 1.111) 75Bangunan Sadap B.JM-3 (Km 1.300) 76Jembatan Desa (Km 1.477) 77Jembatan Desa dan Bangunan Sadap B.JM-4 (Km 1.780) 78Jembatan Desa (Km 2.332) 79Bangunan Sadap B.JM-5 (Km 2.714,7) 80Bangunan Sadap B.JM-6A (Km 3.016) 81Talang (Km 2.523) 82Bangunan Sadap B.JM-8 (Km 3.782) 83Bangunan Sadap B.JM-9 (Km 4.400) 84Bangunan Sadap B.JM-10 (Km 4.929) 85Jembatan Desa (Km 5.026) 86Bangunan Sadap B.JM-11 (Km 5.210) 87Bangunan Sadap B.JM-11 (Km 5.395) 88Bangunan Sadap B.JM-12 (Km 5.495) 89Jembatan Orang (Km 5.905) 90Bangunan Sadap B.JM-13 (Km 6.433) 91

Lampiran 3. Daftar Usulan Pekerjaan Saluran Irigasi JatimlerekTabel 1. Daftar Pekerjaan 92

Lampiran 4. Potongan Memanjang dan Melintang SaluranPotongan MemanjangPatok S0 – S23 100Patok S23 – S47 101Patok S47 – S71 102Patok S71 – S95 103Patok S95 – S119 104Patok S119 – S133 105

v

Page 7: Rehanilitasi jaringan irigasi

Potongan MelintangPatok S1 – S5 106Patok S6 – S12 107Patok S13 – S19 108Patok S20 – S26A 109Patok S26 – S32 110Patok S32 – S38 111Patok S39 – S46 112Patok S47 – S53 113Patok S54 – S60 114Patok S61A – S167 115Patok S68 – S71 116Patok S72 – S78 117Patok S79 – S85 118Patok S86 – S93 119Patok S94 – S100 120Patok S101A – S106 121Patok S107 – S112 122Patok S113 – S119 123Patok S120 – S127 124Patok S127 – S133 125

vi

Page 8: Rehanilitasi jaringan irigasi

ABSTRAKSI

Agung Wirawan Pradana. 0310640004. (2008). Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang . Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang.Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Suhardjono, M.Pd. Dipl.HE dan

Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng.

Secara administratif lokasi pekerjaan SID jaringan irigasi Jatimlerek terletak di Kabupaten Jombang propinsi Jawa Timur. Areal potensial dan fungsional yang berada pada Daerah Irigasi Sekunder Jatimlerek seluas 587 Ha. Secara umum saluran yang ada saat ini kapasitasnya masih mampu mengalirkan air ke petak - petak tersier. Namun ada beberapa ruas saluran sekunder Jatimlerek yang mengalami pendangkalan dan tinggi tanggul pada penampang saluran irigasi tidak sama, sehingga apabila debit naik pada saat musim hujan akan terjadi banjir pada ruas tertentu sehingga pada musim hujan terjadi luber. Agar dapat mengalirkan debit irigasi dan mampu menampung air buangan, direncanakan dimensi saluran yang sudah cukup lebar tetap dipertahankan, sedangkan kemiringan dasar dan tanggul perlu dinormalisasi dan pembuatan talud pasangan batu pada beberapa ruas yang rawan longsor.

Dalam studi kali ini menitikberatkan pada masalah irigasi, karena salah satu kendala dalam mewujudkan peningkatan hasil pertanian ialah tentang irigasi. Yakni usaha peningkatan produksi pangan (intensifikasi) dengan mengoptimalkan sistem jaringan irigasi di tingkat tersier sampai sekunder pada saluran primer Jatimlerek . Hal ini disebabkan jumlah air yang terbatas sedangkan penggunaannya yang tidak terbatas.

Penyelesaian studi meliputi penentuan kebutuhan air tanaman kemudian analisadata topografi dalam penentuan petak tersier, sehingga diperoleh lay out petak tersier. Membandingkan kebutuhan air irigasi eksisting dengan kebutuhan air irigasi rencana kemudian kebutuhan air irigasi yang digunakan adalah sesuai dengan kondisi eksisting, menghitung debit kebutuhan di intake bangunan, desain jaringan serta analisa dimensi saluran.

Hasil dari studi ini adalah sistem jaringan irigasi teknis sampai dengan tingkat tersier. Dari pola tata tanam tersebut didapat kebutuhan air irigasi sebesar 1,31 lt/dt/ha.. Beberapa bagian dari saluran juga mengalami rehabilitasi diantaranya dengan menambah pasanagan batu. Oleh karena itu diadakan studi perencanaan rehabilitasi yang membahas mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan usulan perbaikan bangunan dan saluran di daerah Irigasi Jatimlerek. Adapun kondisi eksisting yang ada di saluran Sekunder Jatimlerek dapat dilihat di lampiran II ( Inventarisasi saluran dan bangunan kondisi eksisting ).

Page 9: Rehanilitasi jaringan irigasi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang stok pangan nasional 30 % maka

pembangunan di bidang irigasi untuk menunjang sektor pertanian perlu digalakkan.

Sistim jaringan irigasi sejak otonomi daerah kurang terawat sehingga bangunan dan

saluran sebagian besar sudah mengalami penurunan fungsi. Untuk itu diperlukan

Survey, Investigasi dan Desain (SID) dalam rangka perbaikan dan rehabilitasi secara

partisipatif dengan melibatkan stake holder dan HIPPA/Gabungan HIPPA sehingga

jaringan irigasi tersebut dapat berfungsi kembali secara teknis.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2001 tentang irigasi, dengan

terbitnya UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air serta diikuti dengan Peraturan

Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi (pengganti PP No. 77 tahun 2001), maka

untuk melaksanakan kebijakan tersebut, lembaga HIPPA dan Gabungan HIPPA perlu

ditumbuhkembangkan. Di antaranya dengan melibatkan mereka pada kegiatan -

kegiatan dalam perencanaan dan perbaikan irigasi atas dasar prinsip pemberdayaan agar

hasil pembangunan/perbaikan irigasi berhasil baik dan berfungsi serta dapat dilestarikan

pengelolaannya oleh HIPPA dan Gabungan HIPPA.

Dalam rangka mempertahankan swasembada pangan, maka perlu dilakukan

usaha-usaha untuk terus meningkatkan intensitas tanaman pangan khususnya tanaman

padi. Pada program Ketahanan Pangan Nasional tersebut, pembangunan di bidang

irigasi untuk menunjang sektor pertanian juga harus terus digalakkan melalui berbagai

program dan sumber dananya. Hal itu bertujuan untuk menunjang peningkatan produksi

pertanian khususnya padi, memantapkan swasembada pangan, meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan petani, dan optimasi pemanfaatan

sumber daya air.

Guna mencapai tujuan tersebut di atas, diperlukan desain partisipatif dan

konstruksi rehabilitasi jaringan irigasi atas prinsip pemberdayaan HIPPA/Gabungan

HIPPA. Pada waktu yang lalu di daerah irigasi tersebut belum dilaksanakan Survey,

Investigasi dan Desain (SID) secara partisipatif sehingga hasilnya tidak sesuai dengan

kebutuhan pengguna air irigasi dan fungsi pemberdayaan bagi pengguna atau pengelola

irigsi yang sesuai dengan aturan yang ada tidak dijalankan (topdown).

1

Page 10: Rehanilitasi jaringan irigasi

2

Untuk rehabilitasi nantinya dilakukan pemberdayaan sesuai dengan peraturan

Pemerintah No. 20 Tahun 2006, sehingga pendekatan ini paling mungkin untuk

diaplikasikan khususnya pada Daerah Irigasi tersebut.

Upaya yang dilakukan sebagai suatu usaha peningkatan produksi tanaman pangan

adalah ekstensifikasi dan intensifikasi. Di mana ekstensifikasi adalah suatu upaya

pembukaan lahan baru, dan intensifikasi adalah suatu usaha peningkatan produksi

tanaman pangan dimana pengembangannya berpegang pada Panca Usaha Tani dalam

hal penyiapan lahan, penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan

tidak kalah pentingnya adalah irigasi.

Dalam studi kali ini menitikberatkan pada masalah irigasi, karena salah satu

kendala dalam mewujudkan peningkatan hasil pertanian ialah tentang irigasi. Yakni

usaha peningkatan produksi pangan (intensifikasi) dengan mengoptimalkan sistem

jaringan irigasi di tingkat tersier sampai sekunder pada saluran primer Jatimlerek . Hal

ini disebabkan jumlah air yang terbatas sedangkan penggunaannya yang tidak terbatas.

Pengelolaan irigasi yang baik harus dapat memberikan air secara tepat agar

tanaman dapat menerima air sesuai kebutuhannya, dan sebelum merencanakan jaringan

irigasi harus diketahui kebutuhan air tanaman pada suatu areal pertanian yang mengacu

pada pola tata tanam yang direncanakan.

Pengelolaan saluran Irigasi yang baik erat kaitannya dengan peningkatan produksi

daerah irigasi. Karena itu dalam pengoperasian suatu jaringan hendaknya selalu

diperhatikan mengenai ketersediaan air, kebutuhan air dan bagaimana cara membagi air

yang ada tersebut sejauh mungkin adil dan merata agar semua tanaman dapat tumbuh

dengan baik.

.

1.2. Identifikasi Masalah

Secara topografis, kabupaten Jombang dibagi menjadi 3 (tiga) sub area, yaitu :

a. Kawasan Utara, bagian pegunungan kapur muda Kendeng yang sebagian besar

mempunyai fisiologi mendatar dan sebagian berbukit, meliputi kecamatan Plandaan,

Kabuh, Ploso, Kudu dan Ngusikan.

b. Kawasan Tengah, sebelah selatan sungai Brantas, sebagian besar merupakan tanah

pertanian yang cocok bagi tanaman padi dan palawija, karena irigsinya cukup bagus

meliputi kecamatan Bandar, Kedungmulyo, Perak, Gudo, Diwek, Mojoagung,

sumobito, Jogoroto, Peterongan, Jombang, Megaluh, Tembelang dan Kesamben.

Page 11: Rehanilitasi jaringan irigasi

3

c. Kawasan Selatan, merupakan tanah pegunungan, cocok untuk tanaman perkebunan,

meliputi kecamatan Ngoro, bareng, Mojowarno dan Wonosalam.

Secara administratif lokasi pekerjaan SID jaringan irigasi Jatimlerek terletak di

Kabupaten Jombang propinsi Jawa Timur.

Areal potensial dan fungsional yang berada pada Daerah Irigasi Sekunder

Jatimlerek yang masuk seluas 587 Ha.

Kondisi bangunan pada jaringan irigasi Sekunder Jatimlerek pada umumnya

masih cukup baik, hanya pada beberapa bangunan sadap yang pintunya tidak dapat

dioperasikan dengan sempurna karena berkarat dan daun pintu kayu lapuk, namun hal

ini tidak sampai menimbulkan masalah yang berarti. Kondisi saluran pembawa ini pada

umumnya masih baik, tetapi dibeberapa tempat terdapat kerusakan - kerusakan pada

saluran Sekunder Jatimlerek. Kerusakan – kerusakan di saluran Sekunder Jatimlerek

diantaranya adalah talud yang terkikis, lining plat rusak, masalah sedimentasi pada

saluran dan lain-lain. Secara umum saluran yang ada saat ini kapasitasnya masih

mampu mengalirkan air ke petak - petak tersier. Namun ada beberapa ruas saluran

sekunder Jatimlerek yang mengalami pendangkalan dan tinggi tanggul pada penampang

saluran irigasi tidak sama, sehingga apabila debit naik pada saat musim hujan akan

terjadi banjir pada ruas tertentu sehingga pada musim hujan terjadi luber. Agar dapat

mengalirkan debit irigasi dan mampu menampung air buangan, direncanakan dimensi

saluran yang sudah cukup lebar tetap dipertahankan, sedangkan kemiringan dasar dan

tanggul perlu dinormalisasi dan pembuatan talud pasangan batu pada beberapa ruas

yang rawan longsor.

Pada saluran sekunder Jatimlerek pada musim kemarau air tidak pernah mengalir

sampai ke B.Jml 10 s/d B.Jml 13.hal ini dikarenakan banyaknya bocoran sepanjang

saluran sekunder Jatimlerek sehingga debit yang sudah diperhitungkan tidak dapat

mencukupi daerah yang di layani saluran tersebut. Dengan adanya fungsi saluran yang

mulai berkurang karena adanya bangunan yang rusak. Maka perlu didakan sebuah

redesain bangunan dan saluran yang fungsinya sudah berubah. Dengan demikian

diharapkan saluran akan berfungsi sebagaimana mestinya.

Sistim jaringan irigasi sejak otonomi daerah kurang terawat dan bahan bangunan

dan saluran sebagian besar sudah mengalami penurunan fungsi sehingga diperlukan

Survey, Investigasi dan Desain (SID) dalam rangka perbaikan dan rehabilitasi secara

partisipatif dengan melibatkan stake holder dan HIPPA/Gabungan HIPPA sehingga

jaringan irigasi tersebut dapat berfungsi kembali secara teknis.

Page 12: Rehanilitasi jaringan irigasi

4

Dalam studi kali ini akan dibahas mengenai perencanaan sistem jaringan irigasi di

saluran sekunder Jatimlerek.

1.3. Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pada studi yang dilakukan dan untuk menghindari

terjadinya pembahasan yang keluar dari pokok perencanaan, maka dilakukan

pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Studi dilakukan di daerah irigasi Jatimlerek pada saluran sekunder Jatimlerek

di Kabupaten Jombang seluas 587 Ha.

2. Data curah hujan merupakan data sekunder dan dalam hal ini merupakan

wewenang dari Proyek Irigasi Andalan Jawa Timur (IRJAT) di Surabaya,

Dinas Pengairan Kabupaten Jombang, Dinas Pengairan Kabupaten

Mojokerto, Cabang Dinas Pengairan Kesamben, serta Balai P.S.A.W.S Puncu

selodono Kediri. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan

selama 10 tahun terakhir yang dimulai dari tahun 1997 – 2006 diambil dari

Stasiun Begadung.

3. Menghitung kebutuhan air irigasi berdasarkan pola tata tanam.

4. Penggunaan air hanya untuk irigasi.

5. Tidak membahas mengenai penjadwalan distribusi air dan konstruksi pintu

karena pada studi ini lebih mengarah pada perencanaan dimensi saluran.

6. Tidak membahas mengenai analisa ekonomi dengan alasan untuk

mempersempit permasalahan yang ada.

7. Analisa perencanaan dilakukan pada Saluran Sekunder Jatimlerek meliputi :

- Saluran irigasi sekunder dan tersier.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam studi ini adalah :

1. Bagaimana sistem perencanaan jaringan irigasi utama di saluran sekunder

Jatimlerek ?

2. Bagaimana analisa kondisi eksisting yang ada di Saluran sekunder Jatimlerek

sekarang ?

3. Berapakah kebutuhan air irigasi di lahan pertanian wilayah Sekunder

Jatimlerek dengan kondisi eksisting dan rencana ?

Page 13: Rehanilitasi jaringan irigasi

5

4. Bagaimana bentuk dimensi saluran irigasi yang akan direncanakan ?

1.5. Tujuan Dan Manfaat

Adapun tujuan dari studi ini adalah untuk menghasilkan produk-produk dari

perencanaan saluran irigasi di daerah irigasi Sekunder Jatimlerek, Kabupaten Jombang

yang meliputi :

1. Sistem jaringan irigasi.

2. Usulan Pola Tata Tanam.

3. Dimensi saluran irigasi.

4. Potongan memanjang dan melintang saluran irigasi.

Manfaat kajian ini adalah sebagai bahan masukan bagi semua pihak dalam

merencanakan saluran irigasi teknis yang baik, sehingga penggunaan Sumber Daya Air

dapat dilakukan seoptimal mungkin, terutama pada daerah irigasi Jatimlerek. Dan juga

diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan Tata Laksana

Pembangunan Prasarana Pengairan serta pelaku Operasi dan Pemeliharaan Daerah

Irigasi Jatimlerek dalam upaya peningkatan potensi dan pemanfaatan lahan Irigasi.

Page 14: Rehanilitasi jaringan irigasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang berbagai teori dasar yang digunakan sebagai

acuan dalam pengolahan data. Landasan teori pada bab II ini yang pertama mengenai

tentang tinjauan secara umum peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Pembahasan

kedua terdiri dari analisis curah hujan yang berisi tentang uji konsistensi data curah

hujan, uji konsistensi dengan metode RAPS, curah hujan rancangan, curah hujan efektif.

Pembahasan ketiga mengenai kebutuhan air irigasi dan evapotranspirasi yang

terdiri dari penjelasan tentang evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, evapotranspirasi

cara Penmann. Pembahasan keempat mengenai pengertian pola tata tanam yang terdiri

dari koefisien tanaman, kebutuhan air tanaman, perkolasi, pengolahan tanah dan

persemaian, pergantian lapisan air, efisiensi irigasi.

Terakhir, pembahasan kelima yang menjelaskan mengenai tingkatan jaringan

irigasi dan perencanaan jaringan irigasi irigasi yang terdiri dari saluran pembawa,

dimensi saluran, desain bangunan bagi dan layout petak tersier.

2.1. Tinjauan Umum

Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan

hal yang penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu bagian

dari program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi

merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.

Untuk memperoleh hasil produksi yang optimal pemberian air harus sesuai

dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman. Dalam pembangunan proyek

irigasi banyaknya air yang diperlukan untuk pertanian harus sesuai dengan tepat,

sehingga pemberian air irigasi dapat seefisien mungkin. Besar kebutuhan air irigasi

ditentukan oleh banyak faktor, terutama tergantung pada macam tanaman dan masa

pertumbuhan tanaman sampai produksi.

Faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah (Anonim,

1986 (b) : 5) :

- Jenis tanaman.

- Cara pemberian air.

- Jenis tanah yang digunakan.

.6

Page 15: Rehanilitasi jaringan irigasi

7

D =

- Cara pengelolaan dan pemeliharaan saluran serta bangunan.

- Waktu tanam berturutan, sehingga memudahkan pengaliran air.

- Pengolahan tanah.

- Iklim dan keadaan cuaca, meliputi curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban

serta suhu udara.

2.2. Analisis Curah Hujan

2.2.1. Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Uji konsistensi diperlukan untuk menguji kebenaran data lapangan yang tidak

dipengaruhi kesalahan pada saat pengiriman atau pengukuran (Harto, 1993: 59).

2.2.2. Uji Konsistensi dengan Metode RAPS

Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums), merupakan pengujian

konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri, yaitu pengujian dengan

kumulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata

penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya (Buishand, 1982 dalam Harto, 1993:

59).

Adapun rumus yang digunakan (Harto, 1993: 59) :

S*0 = 0 (2-1)

dengan :

k

S*k = ∑ (Yi − Y)i =1

(2-2)

k = 1, 2, 3, …………, n

S** =S *k (2-3) Dy

k

∑ (Yi − Y)2

2 i = 1y

n(2-4)

Nilai Statistik Q dan R

Q = maks | S** k | untuk 0 < k < n (2-5)

R = maks S** k – min S** k (2-6)

Dengan :

S*0 = simpanan awal

S* k = simpanan mutlak

S** k = nilai konsistensi data

n = jumlah data

Page 16: Rehanilitasi jaringan irigasi

Dy = simpangan rata-rata

Q = nilai statistik Q untuk 0 < k < n

R = nilai statistik (range)

Tabel 2.1. Nilai Q/n 0.5 dan R/n 0.5

NQ/n

0.5R/n

0.5

90% 95% 99% 90% 95% 99%10203040

100

1,051,101,121,141,171,22

1,141,221,241,271,291,36

1,291,421,481,521,551,63

1,211,341,401,441,501,62

1,281,431,501,551,621,75

1,381,601,701,781,852,00

Sumber : Harto, 1993: 60

2.2.3. Curah Hujan Efektif

Tanah yang berada dalam kondisi alamiah mengandung air. Yang terpenting bagi

tanaman adalah bahwa air dalam tanah harus senantiasa berada dalam keadaan yang

mudah untuk diserap (Sosrodarsono, 1976 : 215). Untuk menjaga agar ketersediaan air

di dalam tanah selalu berada dalam keadaan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman

maka diperlukan adanya penberian air irigasi atau yang berasal dari alam yaitu air

hujan.

Hujan yang turun jumlahnya tidak selalu tepat untuk membuat kondisi tanah

sedemikian rupa hingga memudahkan tanaman untuk menyerap air. Di dalam

memperhitungkan kebutuhan air irigasi, curah hujan diperhitungkan sebagai penambah

untuk memenuhi kebutuhan air tanaman (Sosrodarsono, 1976 : 215). Jika curah hujan

yang jatuh intensitasnya rendah, maka air akan habis menguap dan tidak bisa

dipergunakan untuk pertumbuhan tanaman. Air hujan yang jatuh dan dimanfaatkan oleh

tanaman untuk memenuhi kebutuhan air konsumtifnya disebut curah hujan efektif. Jadi

curah hujan efektif ini merupakan sebagian dari curah hujan yang jatuh pada suatu

daerah pada kurun waktu tertentu.

Berdasarkan pengertian diatas maka perlu dibedakan antara curah hujan efektif

dan curah hujan efektif nyata sebagai berikut :

• Curah hujan nyata adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah pada

kurun waktu tertentu.

• Curah hujan efektif adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan

dapat digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.

Page 17: Rehanilitasi jaringan irigasi

Dasar perhitungan kebutuhan tanaman, perkolasi, dan apa yang lainnya dihitung

berdasarkan curah hujan efektif. Sedangkan jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh

tanaman tergantung dari jenis tanaman tersebut dan jenis tanahnya. (Anonim dalam

Sriwidjajanto, 2002 : 8).

Untuk mendapatkan curah hujan efektif digunakan metode Basic Year, dimana

menentukan suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar perencanaan. Untuk irigasi dipakai

R80, artinya curah hujan yang lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan 20% dan

yang lebih besar atau sama dengan R80 sebesar 80%. Dihitung dengan persamaan

sebagai berikut :

R80 = n/5 + 1 (2-7)

Dengan

R80 = Curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 80% (mm).

n = Periode lamanya pengamatan curah hujan (tahun).

Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Curah hujan tahunan selama n tahun diurutkan dari kecil ke besar.

2. Dengan persamaan (2-7) di atas didapatkan urutan curah hujan yang diambil sebagai

curah hujan efektif.

3. R80 yang diperoleh merupakan tahun dasar perencanaan.Dalam studi ini perhitungan

hujan rancangan dilakukan dengan metode tahun dasar (Basic Year).

Curah hujan efektif merupakan bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara

efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman dalam pertumbuhannya (Anonim, 1986 (a)

: 75).

Nilai curah hujan efektif untuk masing-masing tanaman adalah sebagai berikut

(Anonim, 1986 (f) : 10) :

1. Untuk tanaman padi, curah hujan efektif ditentukan 70% dari curah hujan 10 harian

yang terlampaui 80% dari waktu periode tersebut.

Re = 0.7 x R80 (2-8)

2. Untuk tanaman palawija, curah hujan efektif adalah 50% dari curah hujan bulanan.

Re = R50 (2-9)

dengan :

R80 = Curah hujan rancangan dengan probabilitas 80% (mm).

R50 = Curah hujan rancangan dengan probabilitas 50% (mm).

Re = Curah hujan efektif.

Page 18: Rehanilitasi jaringan irigasi

2.3. Kebutuhan Air Irigasi

Besarnya kebutuhan air di air sawah tergantung dari jenis tanaman, diperoleh

dengan persamaan sebagai berikut (Anonim, 1986 (f) : 5) :

a. Untuk tanaman padi

NFR = ET + IR + WLR + P – Reff (2-10)

b. Untuk tanaman palawija

NFR = ET + P – Reff (2-11)

dengan :

NFR = Kebutuhan air di sawah {1 mm/hari x (10.000/24) x 60 x 60 = 1 1/dt/ha}.

ET = Kebutuhan air tanaman (mm/hari).

IR = Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari).

WLR = Kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari).

P = Perkolasi (mm/hari).

Reff = Curah hujan efektif (mm).

Sedang kebutuhan air irigasi total yang diukur dalam pintu pengambilan atau

intake dinyatakan dengan rumus (Anonim, 1986 (a) : 159) :

DR =

dengan :

( NFR .

A ) E R

(2-12)

DR = Kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan atau intake (m3/dt).

ER = Efisiensi irigasi.

A = Luas sawah yang diairi (m2).

NFR = Kebutuhan air di sawah (mm).

Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau waduk dan

dialirkan melalui sistem jaringan irigasi guna menjaga keseimbangan jumlah air di

lahan pertanian. Jumlah kebutuhan air guna memenuhi kebutuhan air irigasi dapat dicari

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung evapotranspirasi potensial.

2. Menghitung penggunaan konsumtif tanaman.

3. Memperkirakan laju perkolasi lahan yang dipakai.

4. Memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan (pengolahan lahan dan

persemaian).

5. Menghitung kebutuhan air di sawah.

6. Menentukan Efisiensi Irigasi.

7. Menghitung kebutuhan air di intake.

Page 19: Rehanilitasi jaringan irigasi

2.4. Evapotranspirasi

2.4.1. Evaporasi

Evaporasi adalah berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah

dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono, 1976 : 57). Evaporasi merupakan faktor

penting dalam studi tentang pengembangan sumber-sumber daya air. Evaporasi sangat

mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa

untuk irigasi, penggunaan konsumtif (consumptive use) untuk tanaman dan lain-lain.

Air akan menguap dari tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman

dan pepohonan, pada permukaan yang tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air

bebas mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan

sifat pemantulan permukaan (albedo) dan hal lain juga akan berbeda untuk permukaan

yang langsung tersinari oleh matahari dan yang terlindungi dari sinar matahari.

Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah

sebagai berikut (Soemarto, 1986: 43) :

1. Radiasi matahari

Evaporasi berjalan terus hampir tanpa berhenti di siang hari dan kerap kali juga di

malam hari. Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa

panas latent untuk evaporasi. Proses evaporasi akan sangat aktif jika ada penyinaran

langsung dari matahari.

2. Angin

Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara permukaan tanah dan udara

menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses evaporasi berhenti. Agar proses tersebut

berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu hanya

dimungkinkan jika ada angin. Jadi, kecepatan angin memegang peranan penting

dalam proses evaporasi.

3. Kelembaban (humiditas) relatif

Faktor lain yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembaban relatif udara. Jika

kelembaban relatif naik, maka kemampuan udara untuk menyerap air akan

berkurang sehingga laju evaporasi menurun. Penggantian lapisan udara pada batas

tanah dan udara dengan udara yang sama kelembaban relatifnya tidak akan

menolong untuk memperbesar laju evaporasi.

4. Suhu (temperatur)

Energi sangat diperlukan agar evaporasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah

cukup tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat dibandingkan jika suhu

udara dan tanah rendah karena adanya energi panas yang tersedia.

Page 20: Rehanilitasi jaringan irigasi

2.4.2. Transpirasi

Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, dan masing-

masing jenis tanaman berbeda-beda kebutuhannya. Hanya sebagian kecil air yang

tinggal di dalam tumbuh-tumbuhan, sebagian besar daripadanya setelah diserap lewat

akar-akar dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat bagian tumbuh-tumbuhan yang

berdaun (Soemarto, 1986: 44).

Transpirasi adalah suatu proses air yang ada di dalam tumbuhan dilimpahkan ke

dalam atmosfir sebagai uap air (Subarkah, 1980 : 39).

Dalam kondisi lapangan tidaklah mungkin untuk membedakan antara evaporasi

dan transpirasi jika tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan. Kedua proses tersebut

(evaporasi dan transpirasi) saling berkaitan sehingga dinamakan evapotranspirasi.

Proses transpirasi berjalan terus hampir sepanjang hari dibawah pengaruh sinar matahari

(Soemarto, 1986 : 44).

2.4.3. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan gabungan dari proses penguapan air bebas

(evaporasi) dan penguapan melalui tanaman (transpirasi) (Suhardjono, 1994 : 11).

Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut

evapotranspirasi atau kebutuhan air (consumtive use). Jika air yang tersedia di dalam

tanah cukup banyak, maka evapotranspirasi disebut evapotranspirasi potensial.

Evapotranspirasi adalah faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana

irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi (Sosrodarsono, 1976:

60).

Data-data yang diperoleh dari stasiun klimatologi adalah letak lintang,

temperatur rata-rata bulanan (t), kelembaban relatif rata-rata bulanan (Rh), kecepatan

angin rata-rata bulanan (u), kecerahan matahari rata-rata bulanan (n/N). Yang dapat

dijelaskan sebagai berikut (Suhardjono, 1994 : 30) :

• Suhu udara rata-rata bulanan (T)

Suhu udara merupakan data yang harus tersedia bila akan menggunakan rumus

Blaney-Criddle, radiasi maupun Pennman. Rata-rata suhu bulanan di Indonesia

berkisar antara 24-29oC dan tidak terlalu berbeda dari bulan yang lain.

• Kelembaban relatif rata-rata bulanan (RH)

Kelembaban relatif atau relative humidity (dalam prosentase), merupakan

perbandingan tekanan uap air dengan tekanan uap air jenuh. Data pengukuran di

Indonesia menunjukkan besar kelembaban relatif berkisar antara 65-84 %. Hal ini

berarti Indonesia adalah daerah dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada musim

Page 21: Rehanilitasi jaringan irigasi

ET0* = Evapotranspirasi potensial sebelum dikoreksi/evaporasi mula air bebas

(mm/hari).

W = Faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah.

Rs =

=

Radiasi gelombang pendek, dalam setahun evaporasi ekivalen (mm/hari).

(0,25 + 0,54 n/N). Ra (2-15)

penghujan (Oktober-Maret) kelembaban relatif lebih tinggi daripada musim

kemarau (April-September).

• Kecepatan angin rata-rata bulanan (u)

Data kecepatan angin diukur berdasarkan tiupan angin pada ketinggian 200 meter di

atas permukaan tanah. Bila kecepatan angin diukur tidak pada ketinggian tersebut

diperlukan penyesuaian. Data kecepatan angin dari delapan daerah di Indonesia

menunjukkan kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 0,5 m/dt sampai 4.5

m/dt atau sekitar 2 sampai 15 km/jam (1 km/hari = 0,0116 m/dt sedangkan 1 km/jam

= 0,2778 m/dt).

• Kecerahan Matahari Rata-Rata Bulanan (n/N)

Data pengukuran kecerahan matahari (%) dibutuhkan pada penggunaan rumus

Radiasi dan Pennman. Kecerahan matahari adalah perbandingan antara n dengan N,

atau disebut rasio keawanan. Nilai N merupakan jumlah jam potensial matahari

yang bersinar dalam sehari, sedangkan nilai n adalah jumlah jam nyata matahari

bersinar dalam sehari. Untuk daerah khatulistiwa besar N adalah sekitar 12 jam

setiap harinya, dan tidak jauh berbeda antara bulan yang satu dengan yang lainnya.

Besar n berhubungan erat dengan keadaaan awan, makin banyak awan makin kecil

nilai n. Harga rata-rata bulanan kecerahan matahari (n/N) di beberapa daerah

Indonesia, berkisar antara 30-88%. Di musim kemarau harga (n/N) lebih tinggi

dibanding musim hujan. Akibat banyaknya awan di musim hujan yang memperkecil

harga n dan prosentase n/N.

Dalam menghitung besarnya evapotranspirasi kita bisa menggunakan beberapa

rumus empiris seperti Penmann, Tornhwite, Blaney-Criddle, Turc-Langbein-Wundt

(Soemarto, 1986 : 54).

Besarnya evapotranpirasi potensial dapat dihitung dengan menggunakan metode

Penmann Modifikasi yang telah disesuaikan dengan keadaan daerah Indonesia

(Suhardjono, 1994 : 54) dengan rumus sebagai berikut :

ETo = c . Eto* (2-13)

ET0* = W. (0,7. Rs - .Rn1) + (I – W) . f(u). (ea – ed) (2-14)

dengan :

Page 22: Rehanilitasi jaringan irigasi

Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer atau

angkat angot (mm/hari).

Rn1 = Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari).

= f(t) . f(ed) . f(n/N) (2-16)

f(t) = Fungsi suhu = σ . Ta4 (2-17)

f(ed) = Fungsi tekanan uap = 0,344 – 0,44 . ed0.5 (2-18)

f(n/N) = 0,1 + (1 + u/100) (2-19)

f(u) = Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2,00 m (m/dt).

= 0,27 (1 + u /100) (2-20)

ea = Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya.

ed = ea* RH. (2-21)

Rh = Kelembaban udara relatif (%).

Setelah harga ET0 didapat, maka besar harga evapotranspirasi potensial (ET0)

dapat dihitung dengan rumus:

ET0 = ET0* . c (2-22)

dengan :

c = Angka koreksi Penanam yang besarnya mempertimbangkan perbedaan

cuaca.

2.5. Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air

yang hilang akibat penguapan. Air dapat menguap melalui permukan air (evaporasi)

yang dipengaruhi oleh faktor iklim, yaitu (Suhardjono, 1994 : 11) :

- Suhu udara.

- Kecepatan angin.

- Kelembaban udara.

- Kecerahan matahari.

Air juga dapat menguap melalui daun-daun tanaman (transpirasi) yang

dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor tanaman, yaitu :

- Jenis Tanaman.

- Varietas Tanaman.

- Umur Tanaman.

Kegiatan mengatur jenis, varietas dan umur pertumbuhan tanaman disebut sebagai

pengaturan pola tata tanam. Dengan demikian usaha mengatur pola tata tanam

Page 23: Rehanilitasi jaringan irigasi

dimaksudkan untuk mengatur besar koefisien tanaman agar mendapatkan besar ET,

sehingga sesuai dengan ketersediaan air irigasi.

KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ET)

EVAPOTRANSPIRASI

(ET0)

Terjadi pada

saat yang sama

EVAPORASI TRANSPIRASI

(E) (T)

Besar penguapan air melalui permukaan tanah (evaporasi) berhubungan dengan

faktor iklim (suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan kecerahan sinar

matahari). Besar air yang menguap melalui tanaman (transpirasi) disamping dipengaruhi

oleh keadaan iklim juga dipengaruhi oleh faktor tanaman (jenis, macam dan umur).

Dengan demikian, besar kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air yang

hilang akibat proses evapotranspirasi. Kebutuhan air tanaman dapat dirumuskan sebagai

berikut (Suhardjono, 1994 : 12) :

ET = k . ETo (2-23)

Dengan :

ET = Kebutuhan air untuk tanaman (mm/hr)

K = Koefisien tanaman, yang besarnya tergantung pada jenis, macam, dan umur

tanaman

ETo = Evapotranspirasi potensial (mm/hr)

2.6. Kebutuhan Air Di Sawah

Tanaman membutuhkan air agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Air

tersebut dapat berasal dari air hujan maupun aair irigasi. Air irigasi adalah sejumlah air

yang pada umumnya diambil dari sungai atau waduk dan dialirkan melalui sistem

Page 24: Rehanilitasi jaringan irigasi

jaringan irigasi, guna menjaga keseimbangan jumlah air di lahan pertanian (Suhardjono,

1994 : 6) :

Besarnya kebutuhan air di sawah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

(Anonim/KP-01, 1986 : 157) :

- Penyiapan lahan.

- Penggunaan konsumtif.

- Perkolasi.

- Pergantian lapisan air.

- Curah hujan efektif.

Pendugaan kebutuhan air di sawah dilakukan berdasarkan jenis tanaman,

persamaan netto kebutuhan air (Netto Farm Requirement) dengan Metode Standar

Perencanaan Jaringan Irigasi, yaitu dengan persamaan sebagai berikut (Anonim dalam

Sriwidjajanto, 2002 : 10) :

NFR Padi = LP + ET + WLR + P – Re Padi (2-24)

NFR plw = ET – Re plw (2-25)

NFR tebu = ET – Re tebu (2-26)

Dengan :

NFR padi = Netto kebutuhan air padi di sawah (mm/hr).

NFR plw = Netto kebutuhan air palawija (mm/hr).

NFR tebu = Netto kebutuhan air tebu (mm/hr).

LP = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hr).

ET = Kebutuhan air untuk tanaman.

WLR = (Water Lever Requirement) kebutuhan air untuk penggantian lapisan air

(mm/hr).

P = Perkolasi (mm/hr)

Re padi = Curah hujan efektif untuk padi sawah (mm/hr).

Re plw = Curah hujan efektif untuk palawija (mm/hr).

Re tebu = Curah hujan efektif untuk tebu (mm/hr)

2.6.1 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan diperlukan untuk menciptakan kondisi lembab yang memadai

untuk persemaian. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan tanaman padi biasa diambil

200 mm yang meliputi penjenuhan dan penggenangan. Pada awal transplantasi akan

ditambahkan air 50 mm. Apabila lahan dibiarkan bero selama jangka waktu yang lama

(2,5 bulan atau lebih), maka diambil 250 mm sebagai kebutuhan air untuk penyiapan

lahan (Anonim/KP-01, 1986 ; 159). Pekerjaan penyiapan lahan untuk daerah irigasi

Page 25: Rehanilitasi jaringan irigasi

yang luas dapat diselesaikan sekitar 30 sampai 45 hari sebelum tanam dimulai ( Anonim

dama Sumiadi : 9).

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dipengaruhi oleh evaporasi, kejenuhan

tanah, perkolasi dan jangka waktu untuk penyiapan lahan. Untuk menghemat pemakaian

air irigasi pada saat penyiapan lahan, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut

(Wirosoedarmo, 1985 : 87):

1. Penyiapan lahan tidak dilakukan secara serempak.

2. Saat penyiapan lahan untuk tanaman padi musim hujan, biasanya menunggu cukup

turunnya hujan sehingga air hujan dapat digunakan seefektif mungkin dan pada saat

penyiapan lahan untuk padi gadu biasanya kondisi tanah masih lembab.

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat dihitung dengan metode yang

disumbangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968) dengan persamaan sebagai berikut

(Anonim/KP-01,1986 : 160) :

IR = M. e k

(e k −1)(2-27)

dengan :

IR = Kebutuhan air untuk pengolahan lahan, mm/hari

M = Kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi dan

perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan (mm/hari)

M = Eo + P (2-28)

E0 = Evaporasi air terbuka yang diambil 1.1 Eto selama pengolahan lahan,

mm/hari.

k = (M.T) / S (2-29)

T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = Air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm

berdasarkan dari tekstur tanah.

2.7. Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air sampai ke bawah dari zona tak jenuh (antara

permukaan tanah sampai ke bawah permukaan air tanah) ke dalam daerah jenuh (daerah

di bawah permukaan air tanah) (Soemarto, 1986: 80).

Daya perkolasi (Pp) adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan dan

besarnya dipengaruhi kondisi tanah dan muka air tanah perkolasi terjadi saat daerah tak

jenuh mencapai daya medan (field capacity).

Page 26: Rehanilitasi jaringan irigasi

Tabel 2.2. Harga Perkolasi untuk Berbagai Tekstur Tanah

Jenis Tanah Perkolasi (mm/hari)

Tanah porous (Sandy Loam)

Lempung Sedang (Loam)

Liat berat (Clay)

3 – 6

2 – 9

1 – 2

Sumber : Soemarto, 1986: 80

2.8. Pengolahan Tanah dan Persemaian

2.8.1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk tanaman padi di sawah membutuhkan lebih banyak

daripada untuk tanaman palawija. Banyaknya air yang diperlukan untuk tanaman padi,

berkisar antara 250-300 mm, dengan masa pengolahan yang lamanya berkisar antara

1-1,5 bulan (Anonim, 1986 (a) : 158).

Besar air yang diperlukan untuk pengolahan tanah ditentukan dari rumus :

WP = A x S + A x d (n + 2) (2-30)

Dimana :

Wp = Banyaknya air yang diperlukan pada saat pengolahan tanah (m3)

A = Luas daerah yang akan diolah (ha)

S = Tinggi air untuk pengolahan tanah (pudding water depth)

D = unit water requirement (mm), adalah jumlah evapotranspirasi dan perkolasi

N = Lama waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah

Besar air yang diperlukan untuk pengolahan tanah pada suatu hari dapat dihitung

dengan persamaan :

Wpx = A x S + (x – 1) d x 10 m3 (2-31)

Dimana n-hari ke (yang akan dihitung)

Pekerjaan pengolahan tanah ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu membajak

dan menggaru.

Maksud membajak adalah :

1. Memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah.

2. Membuat tanah menjadi gembur sehingga tanaman berkembang dengan baik.

Maksud menggaru adalah :

1. Menyempurnakan tanah dari bajakan sehingga tanaman berkembang dengan baik.

3. Meratakan tanah yang akan diolah.

4. Membuat tanah menjadi lebih kedap air, sehingga peresapan dapat lebih diperkecil.

Page 27: Rehanilitasi jaringan irigasi

2.8.2. Persemaian

Air untuk persemaian diberikan bersamaan dengan pemberian air untuk

pengolahan tanah. Persemaian harus sudah disiapkan antara 20-30 hari sebelum masa

tanam padi di sawah. Luas lahan untuk persemaian berkisar antara 3-5% dari luas lahan

seluruhnya yang akan ditanami.

Tanah untuk persemaian dibajak, digaru, dan kemudian dicangkul sampai

menjadi lumpur. Pada umur 25 hari atau 3 sampai 4 minggu setelah pengolahan lahan

bibit siap untuk dipindah ke petak-petak sawah yang telah disediakan (Anonim, 1986

(a) : 158).

2.9. Pergantian Lapisan Air (WLR)

Pergantian lapisan erat air hubungannya dengan kesuburan tanah. Beberapa saat

setelah penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah akan kotor dan

mengandung zat tidak lagi diperlukan tanaman, bahkan akan merusak. Air genangan ini

perlu dibuang agar tidak merusak tanaman di lahan. Saat pembuangan lapisan

genangan, sampah-sampah yang ada di permukaan air akan tertinggal, demikian pula

lumpur yang terbawa dari saluran pengairan. Air genangan yang dibuang perlu diganti

dengan air baru yang bersih.

Adapun ketentuan-ketentuan dalam WLR adalah sebagai berikut (Anonim, 1986

(f): 10) :

1. WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1-2 bulan dari

transplating.

2. WLR = 50 mm (diperlukan penggantian lapisan air, diasumsikan = 50 mm).

3. Jangka waktu WLR = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk WLR sebesar

50 mm).

2.10. Efisiensi Irigasi

Sebelum sampai di petak sawah, air harus dialirkan melalui saluran-saluran

induk, sekunder, dan tersier. Kehilangan air irigasi dinamakan efisiensi irigasi yang

besarnya adalah perbandingan antara jumlah air yang nyata bermanfaat bagi

pertumbuhan tanaman di tambah perkolasi lahan dengan jumlah air yang dikeluarkan

dari pintu pengambilan. Efisiensi dinyatakan dalam prosentase (Anonim, 1986 (b) : 6).

Page 28: Rehanilitasi jaringan irigasi

Tabel 2.3. Harga-harga Efisiensi Untuk Tanaman Ladang (upland crops)

AwalPeningkatan yang

dapat dicapai

Jaringan irigasi utama

Petak tersier

Keseluruhan

0,75

0,65

0,50

0,80

0,75

0,60

Sumber : Anonim, 1986 (a) : 176

Efisiensi berkisar antara 35% pada musim hujan sampai 60% pada musim

kemarau, penyebab rendahnya effisiensi pada musim hujan karena ketidakmampuan

memberikan air secara pasti sesuai yang dibutuhkan, akibat pertimbangan curah hujan

effektif.

Dalam studi ini besarnya efisiensi irigasi pada saluran adalah sebagai berikut

(Anonim, 1986 (f) : 10) :

Efisiensi saluran primer sebesar 95%

Efisiensi saluran sekunder sebesar 90%

Efisiensi jaringan tersier sebesar 80%

Jadi besarnya efiesiensi secara keseluruhan adalah sebesar 65% atau 0,65.

2.11. Pola Tata Tanam

2.11.1 Tata Tanam

Pada tata tanam adalah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman

selama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam 3 jenis tanaman

yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang

tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Perencanaan dan persiapan

pola tanam serta jadwal tanam suatu jaringan irigasi bervariasi sesuai dengan kebiasaan

petani terhadap jenis tanaman yang akan dibudidayakan dan jadwal tanamnya. Dalam

penerapan pola tata tanam dan jadwal tanam kadang-kadang petani mempertimbangkan

banyak faktor antara lain seperti keterbatasan modal, buruh, cuaca, hama, ketersediaan

benih dan pangsa pasar (Anonim, 1997 : IV-23).

Dalam pengembangan pola dan jadwal tanam pada suatu daerah irigasi dengan

skala besar yang mencakup beberapa kabupaten, perlu dipertimbangkan antara lain

bulan terjadinya banjir, hama, ketersediaan benih, ketersediaan tenaga kerja, dan jadwal

pengeringan saluran untuk pemeliharaan (Anonim, 1997 : IV-12).

Page 29: Rehanilitasi jaringan irigasi

Perencanaan terpadu yang mencakup jadwal tanam umum dan jadwal pemberian

air irigasi untuk beberapa kabupaten disiapkan oleh instansi Pengairan dan instansi

Pertanian sebelum masa tanam dimulai ( Anonim, 1997 : IV-12).

Tata tanam merupakan upaya pengaturan air, yang disesuaikan dengan kebutuhan

tanaman menurut jenis dan luas tanaman pada suatu lahan sawah atau daerah irigasi

(Anonim/Bagian Jaringan Irigasi desa, 1997 : III-1). Dalam menyusun Rencana Tata

tanam suatu Daerah Irigasi perlu diperhatikan kondisi setempat, untuk hal-hal sebagai

berikut (Anonim, 2000 : II-2).

1. Keinginan dan kebiasaan petani.

2. Kebijaksanaan pemerintah.

3. Kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman.

4. Ketersediaan air.

5. Iklim dan Hama.

6. Ketersediaan tenaga Kerja.

7. Hasil dan biaya usaha tani

2.11.2 Jadwal Tata Tanam

Sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum masa tanam dimulai, instansi pengairan

meminta/mengumpulkan laporan dari daerah irigasi dan instansi terkait dari berbagai

kabupaten sebagai dasar perencanaan kebutuhan air tiap masa tanam.

Yang terdiri dari laporan (Anonim, 1997 : IN-12) :

1. Jenis tanaman yang akan ditanami.

2. Luas areal yang diusulkan.

Berdasarkan laporan tersebut di atas, data ketersediaan debit, perkiraan curah

hujan efektif, dan sumber air lainnya, ditambah pemanfaatan air buangan, maka instansi

pengairan akan menyiapkan rencana “alokasi air sementara” untuk setiap Daerah Irigasi

(Anonim, 1997 : IV-14). Rencana “alokasi air sementara” disampaikan kepada instansi

Pengairan untuk diperiksa, disesuaikan dan ditanggapi sebelum Panitia Irigasi

mengadakan rapat untuk penetapan rencana pemberian air yang final.

2.12. Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi

2.12.1. Unsur Fungsional Pokok

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan menjadi empat unsur fungsional

pokok (Anonim/KP-01, 1986 : 8), yaitu :

1. Bangunan-bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai

atau waduk.

Page 30: Rehanilitasi jaringan irigasi

2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak

tersier.

3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif.

Air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di

dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.

4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigsi untuk membuang kelebihan air

lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

2.12.2. Tingkatan Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas, jaringan

irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan (Anonim/KP-01, 1986 : 7), yaitu :

1. Jaringan Irigasi Sederhana

Biasanya jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500

ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan

dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang

alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang

sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit

untuk pembagian air. Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana

memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang

terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.

2. Jaringan Irigasi Skematis

Untuk jaringan irigasi skematis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000

ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigsi sederhana akan tetapi

sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan

pengukur di bagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan

jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah

yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Memiliki organisasi

yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan

dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah.

3. Jaringan Irigasi Teknis

Pada jaringan teknis tidak memiliki batasan dalam luasan wilayahnya. Salah satu

prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara

jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Dalam hal ini saluran irigasi maupun

pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Saluran irigasi mengalirkan air

irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-

sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut.

Page 31: Rehanilitasi jaringan irigasi

Petak tersier menduduki fungsi sentral dari jaringan irigasi teknis. Jaringan irigasi

teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan

pembuangan air lebih efisien.

Jaringan irigasi adalah berbagai unsur dari sebuah jaringan irigasi teknis, termasuk

di dalamnya adalah bangunan air, petak primer, petak sekunder, dan petak tersier.

2.13. Perencanaan Jaringan Irigasi

2.13.1. Saluran Pembawa

Debit rencana saluran pembawa dihitung dengan rumus (Anonim, 1986 (b):57) :

dengan :

Q = C. NFR .A

e(2-32)

Q = Debit rencana (m3/dt)

c = Koefisien rotasi, c = 1 apabila daerah layanan < 10.000 ha sehingga tidak

dimungkinkan adanya sistem golongan.

NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah (ml/dt/ha)

A = Luas daerah yang diairi keseluruhan

e = Efisiensi irigasi keseluruhan

a. Dimensi Saluran

Perencanaan dimensi saluran dilakukan dengan menganggap bahwa aliran di

saluran adalah aliran seragam (Uniform flow) maka digunakan rumus Strickler

(Anonim, 1986 (b) : 15) :

V = K.R2/3S1/2 (2-33)

R = A/P (2-34)

A = (b + m.h).h (2-35)

P = b = 2.h m 2 + 1 (2-36)

Q = V.A (2-37)

B = n.h (2-38)

dengan :

Q = Debit saluran (m3/dt)

V = Kecepatan aliran (m/dt)

A = Luas potongan melintang aliran (m2)

R = Jari-jari hidrolis (m)

P = Keliling basah (m)

Page 32: Rehanilitasi jaringan irigasi

B = Lebar dasar (m)

H = Tinggi air (m)

K = Koefisien Kekasaran bahan

Tabel 2.4. Harga Koefisien Kekasaran

No. Bahan k (m2/3/dt)

1.

2.

3.

4.

Baja Beton

Beton, Bentuk Kayu, Tidak Selesai

Baja

Pasangan Batu

76

70

80

60

Sumber : Anonim, 1986 (c) : 59

Kecepatan maksimum yang diijinkan untuk saluran pembawa tanpa pasangan

ditinjau dengan menggunakan persamaan (Anonim, 1986) (b) : 21) :

Vmaks = Vb x A x B x C (2-39)

dengan :

Vmaks = Kecepatan maksimum yang diijinkan (m/dt)

Vb = Kecepatan dasar (m/dt)

A = Faktor koreksi angka pori

B = Faktor koreksi kedalaman air

C = Faktor koreksi pada belokan.

Sedangkan untuk saluran pembawa dengan pasangan, kecepatan maksimum yang

diijinkan adalah (Anonim, 1986 (b) : 39) :

- Untuk pasangan batu kali Vmaks = 2 m/dt

- Untuk beton Vmaks = 3 m/dt

- Untuk pasangan tanah = kecepatan maksimum yang dijinkan

b. Tinggi Jagaan

Batasan tinggi jagaan (w) minimum saluran tanah dan pasangan dalam kaitannya

debit rencana ditetapkan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2.5.

Page 33: Rehanilitasi jaringan irigasi

Tabel 2.5. Tinggi Jagaan Minimum

No. Debit Rencana (m3/dt)Tinggi Jagaan Minium (m)

Saluran Tanah Saluran Pasangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

< 0,5

0,5 – 1,5

1,5 – 5

5 – 10

10 – 15

> 15

0,40

0,50

0,60

0,75

0,85

1,00

0,20

0,20

0,25

0,30

0,40

0,50

Sumber : Anonim, 1986 (b) : 43

c. Kemiringan Talud

Perencanaan kemiringan lereng saluran dipertimbangkan terhadap stabilitas lereng

dan tinjauan aspek ekonomis.

Tabel 2.6. Kemiringan Talud Minimum Untuk Saluran Tanah

No.

Kedalaman Air + Tinggi

Jagaan (D)

(m)

Kemiringan Minimum

Talud

1.

2.

3.

< 1,0

1,0 < D < 2,0

> 2,0

1 : 1,00

1 : 1.50

1 : 2,00

Sumber : Anonim, 1986 (b) : 24

d. Tanggul

Pada umumnya desain tanggul didesain sedemikian rupa tujuan eksploitasi

pemeliharaan dan inspeksi saluran agar dilalui orang (Anonim, 1986 (b) : 26)

Tabel 2.7. Lebar Minimum Tanggul

Debit Rencana

(m3/dt)

Tanpa Jalan Inspeksi

(m)

Dengan Jalan Inspeksi

(m)

Q < 1

1 < Q < 5

5 < Q < 10

10 < Q < 15

Q > 15

1

1,5

2

3,5

3,5

3

5

5

5

~ 5

Sumber : Anonim, 1986 (b) : 27

Page 34: Rehanilitasi jaringan irigasi

2.14. Desain Bangunan

2.14.1. Layout Petak Tersier

Perencanaan teknis petak tersier harus menghasilkan perbaikan kondisi pertanian.

Masalah-masalah yang diperkirakan akan menghalangi tujuan tersebut harus dikenali

dan dipertimbangkan dalam pembuatan layout perencanaan jaringan tersier.

Page 35: Rehanilitasi jaringan irigasi

BAB III METODE

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran tentang daerah studi, data-data

yang akan digunakan untuk merencanakan rehabilitasi jaringan sekunder Jatimlerek di

Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang yang terdiri dari peta lokasi, data curah

hujan, data klimatologi dan foto lokasi daerah studi. Sedangkan pada bagian berikutnya

akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan studi dalam mengolah data dengan maksud

agar pengolahan data dapat dilakukan secara berurutan berdasarkan diagram alir

pengerjaan skripsi. Data-data yang diperoleh tersebut berasal dari berbagai sumber.

Dalam merencanakan jaringan irigasi sekunder, perlu dikumpulkan data-data penunjang

agar hasil perencanaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

3.1 Umum

Dalam menganalisa suatu permasalahan diperlukan adanya berbagai data. Data-

data yang diperlukan dapat digolongkan menjadi data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran atau pengamatan

langsung. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari mengutip berbagai

sumber yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam studi ini, data yang dipergunakan adalah data sekunder antara lain data

curah hujan, data klimatologi, peta skema jaringan irigasi. Data sekunder didapat dari

Dinas Pengairan PU Propinsi Jawa Timur.

3.1.1 Daerah studi

Lokasi Survey, Investigasi dan Desain (SID) DI. Jatimlerek, meliputi 4 kecamatan

yaitu Kecamatan Ploso, Ngusikan, Kudu, Plandaan, masing-masing kecamatan

mempunyai batas wilayah seperti dibawah ini :

1. Kecamatan Ploso, dengan letak geografi Bujur Timur 050 20`11” s/d 050 30`01”

dan Llintang Selatan 07 020`11” s/d 070 45`01”. yang mempunyai batas wilayah,

antara lain :

- Utara : Kec. Kabuh

- Selatan : Kec. Tembelang

- Timur : Kec. Kudu

- Barat : Kec. Plandaan

27

Page 36: Rehanilitasi jaringan irigasi

28

2. Kecamatan Ngusikan, dengan Letak Geografis Kecamatan Ngusikan terletak pada

Bujur Timur 050 20`01” s/d 050 30`01”, Lintang Selatan 070 20`01” s/d 070 45`01”

yang mempunyai batas wilayah, antara lain :

- Utara : Kec. Lamongan

- Selatan : Kec. Kesamben

- Timur : Kab. Mojokerto

- Barat : Kec. Kudu, Kec. Ploso, Kec. Kabuh

3. Kecamatan Kudu, Letak Geografis Kecamatan Kudu terletak pada Bujur Timur

05020`01” s/d 050 30`01”, Lintang Selatan 070 20`01” s/d 070 45`01”, yang

mempunyai batas wilayah, antara lain :

- Utara : Kab. Lamongan

- Selatan : Kec. Kesamben

- Timur : Kab. Mojokerto.

- Barat : Kec. Ploso dan Kec. Kabuh.

4. Kecamatan Plandaan, Letak Geografis Kec. Plandaan terletak pada Bujur Timur

05020`011” s/d 050 30`01”, Lintang Selatan 070 20`011” s/d 07 045` 01”, yang

mempunyai batas wilayah :

- Utara : Kec. Kabuh.

- Selatan : Kec. Megaluh.

- Timur : Kec. Ploso.

- Barat : Kab. Nganjuk.

3.2. Pengumpulan Data

Dalam studi ini diperlukan data-data yang mendukung yaitu data primer dan data

sekunder. Data-data yang mendukung adalah sebagai berikut :

1. Data Curah Hujan

Data curah hujan yang diperlukan diperoleh dari stasiun pengukuran curah hujan

yang berada diantara lokasi studi. Data curah hujan ini merupakan data sekunder

dan dalam hal ini merupakan wewenang dari Dinas Pengairan PU Propinsi Jawa

Timur yaitu dari stasiun Begadung.

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan selama 10 tahun terakhir

yang dimulai dari tahun 1997 – 2006.

Page 37: Rehanilitasi jaringan irigasi

29

2. Data Klimatologi

Data klimatologi yang digunakan adalah data klimatologi selama 3 tahun terakhir

yang dimulai dari tahun 2004 sampai tahun 2006. data klimatologi ini merupakan

data sekunder yang diperoleh dari stasiun klimatologi Begadung. Yang terdiri dari

data kecepatan angin rata-rata bulanan, data penyinaran matahari bulanan, data

temperatur udara rata-rata bulanan, dan data kelembaban relatif rata-rata bulanan.

3. Peta-peta Pendukung

Peta-peta pendukung yang diperlukan pada studi ini antara lain :

- Peta lokasi Daerah Irigasi Jatimlerek dan Skema Jaringan Irigasi Jatimlerek.

Peta tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pengairan

Propinsi PU Propinsi Jawa Timur.

4. Foto Lokasi Daerah Studi

Foto lokasi Daerah Irigasi Jatimlerek merupakan data primer yang diperoleh dari

hasil visualisasi langsung pada lokasi studi. Data foto lokasi studi (Gambar 3.3)

akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai daerah studi dalam skripsi

ini.

3.3. Tahapan Studi

Untuk memperlancar langkah-langkah perhitungan dalam studi ini maka

diperlukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Pengolahan data Curah Hujan

a. Uji konsistensi data

b. Perhitungan curah hujan daerah

c. Perhitungan curah hujan andalan dengan menggunakan metode tahun penentu

(Basic Year).

d. Perhitungan curah hujan efektif, setelah melakukan perhitungan curah hujan

andalan maka hasilnya digunakan untuk menghitung besarnya curah hujan

efektif.

2. Pengolahan data klimatologi

a. Pengolahan data klimatologi sehubungan dengan penyiapan lahan digunakan

metode Van de Goor dan Ziljstra (1968)

b. Data klimatologi diperlukan juga untuk menghitung evapotranspirasi dengan

rumus Penmann Modifikasi

Page 38: Rehanilitasi jaringan irigasi

30

3. Perhitungan besarnya kebutuhan air tanaman.

4. Perhitungan besarnya kebutuhan air di sawah.

5. Perhitungan besarnya kebutuhan air di intake.

6. Perencanaan Jaringan Irigasi

Dalam hal ini meliputi Saluran sekunder, Saluran tersier, bangunan bagi sadap dan

petak tersier.

7. Selesai

Selanjutnya berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang diinginkan dalam

penyelesaian skripsi ini akan disajikan pada diagram alir penyelesaian skripsi

(Gambar 3.2) sebagai berikut :

Page 39: Rehanilitasi jaringan irigasi

31

Mulai

Data CurahHujan 10 Harian

DataKlimatologi

Pola Tata Tanam

Analisa Curah Hujan

AndalanEvaporasi Potensial

Curah Hujan Efektif

Kebutuhan Air Bersih Di Sawah

Efisiensi Irigasi

Kebutuhan Air Irigasi di Intake

Lay Out Daerah Irigasi

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Kebutuhan Air Tanaman

Page 40: Rehanilitasi jaringan irigasi

Mulai

Data Kebutuhan Air Tanaman

RencanaData Topografi

Penentuan PetakTersier

Lay OutPetak Tersier

Debit Kebutuhan Di Intake

Desain Jaringan Irigasi

Dimensi Saluran dan DimensiBangunan Pelengkap

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penyelesaian Studi

Page 41: Rehanilitasi jaringan irigasi

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengolahan data dan hasil pembahasan yang

didasarkan pada landasan teori. Hasil dan pembahasan pada bab IV ini yang pertama

mengenai tentang tinjauan secara umum peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi.

Pembahasan kedua terdiri dari perhitungan analisis curah hujan yang berisi tentang

perhitungan uji konsistensi data curah hujan, uji konsistensi dengan metode RAPS,

curah hujan rancangan, curah hujan efektif.

Pembahasan ketiga mengenai perhitungan kebutuhan air irigasi dan

evapotranspirasi yang terdiri dari penjelasan tentang evaporasi, transpirasi,

evapotranspirasi, evapotranspirasi cara Penmann. Pembahasan keempat mengenai hasil

pengolahan data dan perencanaan pola tata tanam yang terdiri dari koefisien tanaman,

kebutuhan air tanaman, perkolasi, pengolahan tanah dan persemaian, pergantian lapisan

air, efisiensi irigasi.

Terakhir, pembahasan kelima yang menjelaskan mengenai perhitungan jaringan

irigasi dan perencanaan jaringan irigasi irigasi yang terdiri dari saluran pembawa,

dimensi saluran sekunder.

4.1. Umum

Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan

hal yang penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu bagian

dari program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi

merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.

Untuk memperoleh hasil produksi yang optimal pemberian air harus sesuai

dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman. Dalam pembangunan proyek

irigasi banyaknya air yang diperlukan untuk pertanian harus sesuai dengan tepat,

sehingga pemberian air irigasi dapat seefisien mungkin. Besar kebutuhan air irigasi

ditentukan oleh banyak faktor, terutama tergantung pada macam tanaman dan masa

pertumbuhan tanaman sampai produksi.

Faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah (Anonim,

1986 (b) : 5) :

- Jenis tanaman.

- Cara pemberian air.

36

Page 42: Rehanilitasi jaringan irigasi

37

- Jenis tanah yang digunakan.

- Cara pengelolaan dan pemeliharaan saluran serta bangunan.

- Waktu tanam berturutan, sehingga memudahkan pengaliran air.

- Pengolahan tanah.

- Iklim dan keadaan cuaca, meliputi curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban

serta suhu udara.

4.2 Analisis Curah Hujan

4.2.1. Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam studi ini adalah merupakan data

sekunder. Data yang digunakan adalah mulai tahun 1997 sampai tahun 2006. Data curah

hujan tersebut dibutuhkan sebagai dasar untuk keperluan perhitungan kebutuhan air

irigasi daerah studi.

Dalam kajian ini terlebih dahulu akan mengadakan uji konsistensi data yaitu uji

kesesuaian data pada stasiun curah hujan yang akan dipergunakan dengan metode uji

RAPS ( Rescaled Adjusted Partial Sums) (Buishand, 1982 dalam Harto, 1993:59).

Dari data curah hujan yang ada, analisa pengujian konsistensi dengan

menggunakan data dari stasiun itu sendiri, yaitu pengujian dengan kumulatif

penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata

penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya. Dimana penyimpangan yang ada untuk

kemudian dikoreksi dengan tabel nilai statistik Q dan R. dalam studi kali ini digunakan

koreksi nilai statistik dengan nilai mendekati 90%. Sehingga apabila penyimpangan

yang terjadi masih dalam batas statistik yang ada, maka data tersebut adalah konsisten.

Perhitungan uji konsistensi data dapat dilihat pada Tabel 4.1. sampai 4.3.

Page 43: Rehanilitasi jaringan irigasi

Tahun Jan Feb Maret Apr Mei Juni1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1997199819992000200120022003200420052006

1165270

18015899

115952895

12345556623

12374

1956

98

6413335

145145173148130

085

28413626

150727230

10514233

80212500

2335

2685758

137

84245620435959

2558235

5686077

16270

14819517261

2516152504044

1911691148

32235

145285120

014546

184

2812506063

1092431

27964

175942365

1541700

12182

75326000

4631032

00

640007

1439

132

027352530

2500

27

325200

21020000

01000

1300000

01071500000

560

08

1500000

490

Jumlah Maks.10 Harian Maks

Bulanan Min.10 Harian Rerata

1008 808 1058 1050 920 717 1018 791 985 720 731 195 256 142 89 23 178 72180 195 173 284 268 255 195 191 285 279 175 53 132 35 25 13 107 49

195 284 285 279 132 10728 6 0 30 0 20 5 11 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0

100.8 80.8 105.8 105 92 71.7 101.8 79.1 98.5 72 73.1 19.5 25.6 14.2 8.9 2.3 17.8 7.2

Tahun Juli Agst Sept Okt Nov Des1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1997199819992000200120022003200420052006

019701600000

01500

8000000

020020000000

0000000000

0000

25000

750

0000000000

01900000000

0009000000

065000000

1000

0143715

10800000

022

15000000

200

017112055

21400000

03772781000000

08085

106597

86030

189015

112638375

1395620

7753558160

155114659

54

18811667

100148327

221358

1032611201867

12155

156248340

Jumlah Maks.10 Harian Maks

Bulanan Min.10 Harian Rerata

42 95 40 0 100 0 19 9 165 174 192 560 197 426 671 723 751 148919 80 20 0 75 0 19 9 100 108 150 214 78 106 139 155 188 340

80 75 100 214 139 3400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 9 7 18

4.2 9.5 4 0 10 0 1.9 0.9 16.5 17.4 19.2 56 19.7 42.6 67.1 72.3 75.1 148.9

38

Tabel 4.1 Data Curah Hujan 10 Harian Stasiun Ploso (mm)

Sumber : Hasil Perhitungan

Sumber : Hasil Perhitungan

Page 44: Rehanilitasi jaringan irigasi

No Tahun Stasiun Ploso

1

2345678910

1997

199819992000200120022003200420052006

284

261150180285173268255279340

No Tahun CH Maksimum Sk* [Sk*] Dy2 Sk** [Sk**]1 2 3 4 5 6

12345678

910

19971998199920002001200220032004

20052006

284261150180285173268255

279340

36.513.5-97.5-67.537.5-74.520.57.5

31.592.5

36.513.597.567.537.574.520.57.5

31.592.5

133.22518.225

950.625455.625140.625555.02542.0255.625

99.225855.625

0.63970.2366-1.7087-1.18300.6572-1.30560.35930.1314

0.55211.6211

0.63970.23661.70871.18300.65721.30560.35930.1314

0.55211.6211

Rerata 247.5

Jumlah 3255.85

39

Tabel 4.2 Data Curah Hujan Maksimum (mm) Tabel 4.3 Stasiun Ploso

Uji Konsistensi Data Curah Hujan Metode RAPS

Keterangan1 : Curah Hujan Maks. Tahunan

2 : (1) - Rerata (1)3 : [2]4 : (3)^2 / n5 : (2) / Dy6 : [5]

Sumber : Hasil Perhitungan

Sumber : Hasil Perhitungan

n = 10Dy = 57.06Sk** Maks = 1.6211Sk** Min = -1.7087R = [Sk** Maks] - [Sk** Min] = 3.3298Q = [Sk** Maks] = 1.6211Q/n^0.5 = 0.402629 < dengan probabilitas 90% dari 1.05 (OK!!!)R/n^0.5 = 0.577044 < dengan probabilitas 90% dari 1.21 (OK!!!)

Page 45: Rehanilitasi jaringan irigasi

40

4.2.2 Curah Hujan Rancangan dan Curah Hujan Efektif

Dasar perhitungan untuk mendapatkan curah hujan andalan dan curah hujan

efektif yaitu dari masing-masing data curah hujan 10 harian rata-rata bulanan yang

diambil selama 10 tahun terakhir (mulai dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2006).

Besarnya curah hujan efektif untuk tanaman padi ditentukan dengan 70% dari

hujan andalan 80% (R80). Sedangkan untuk tanaman palawija dan tebu ditentukan

dengan R50. Hasil perhitungan curah hujan rancangan dan curah hujan efektif disajikan

pada Tabel 4.4 -4.6.

Page 46: Rehanilitasi jaringan irigasi

41

Tabel 4.4. Curah Hujan Tahunan Stasiun Ploso

Bulan PeriodeTahun

1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Jan1 116 52 70 180 158 99 115 95 28 952 123 45 55 66 23 123 74 195 6 983 64 133 35 145 145 173 148 130 0 85

Peb1 284 136 26 150 72 72 30 105 142 332 80 212 50 0 23 35 268 57 58 1373 84 24 56 20 43 59 59 255 82 35

Mar1 5 68 60 77 162 70 148 195 172 612 25 161 52 50 40 44 191 169 11 483 3 22 35 145 285 120 0 145 46 184

Apr1 28 12 50 60 63 109 24 31 279 642 175 94 23 65 154 17 0 0 121 823 7 53 26 0 0 0 46 31 0 32

Mei1 0 0 64 0 0 0 7 14 39 1322 0 27 35 25 3 0 25 0 0 273 3 25 20 0 21 0 20 0 0 0

Juni1 0 10 0 0 13 0 0 0 0 02 0 107 5 0 0 0 0 14 56 03 0 8 15 0 0 0 0 0 49 0

Juli1 0 19 7 0 16 0 0 0 0 02 0 15 0 0 80 0 0 0 0 03 0 20 0 20 0 0 0 0 0 0

Agt1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 0 0 0 0 25 0 0 0 75 03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sep1 0 19 0 0 0 0 0 0 0 02 0 0 0 9 0 0 0 0 0 03 0 65 0 0 0 0 0 0 100 0

Okt1 0 14 37 15 108 0 0 0 0 02 0 22 150 0 0 0 0 0 20 03 0 171 120 55 214 0 0 0 0 0

Nop1 0 37 72 78 10 0 0 0 0 02 0 80 85 106 59 7 86 0 3 03 18 90 15 112 63 83 75 139 56 20

Des1 77 53 55 81 60 155 114 65 9 542 188 116 67 100 148 32 7 22 13 583 103 261 120 18 67 121 55 156 248 340

Jumlah 1383 2171 1405 1577 2055 1319 1492 1818 1613 1585

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.5. Perhitungan R80No Data Hujan (mm) Rangking Data Keterangan

Tahun R Tahun R1

23456789

10

1997

199819992000200120022003200420052006

1383

217114051577205513191492181816131585

2002

1997

1319

1383

1999 1405 R 8020032000

14921577

2006 1585 R 502005200420011998

1613181820552171

Sumber : Hasil Perhitungann = 10R 80 = (n/5) + 1 = 3R 50 = (n/2) + 1 = 6

Page 47: Rehanilitasi jaringan irigasi

42

Tabel 4.6 Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan EfektifBulan Periode Jumlah

HariR 80 Re Padi R 50 Re Palawija

(mm) (mm/hari) (mm) (mm/hari)Januari 1

23

101011

705535

49.0038.5024.50

4.9003.8502.227

959885

95.0098.0085.00

9.509.807.73

Februari 123

10108

265056

18.2035.0039.20

1.8203.5004.900

3313735

33.00137.0035.00

3.3013.704.38

Maret 123

101011

605235

42.0036.4024.50

4.2003.6402.227

6148184

61.0048.00

184.00

6.104.8016.73

April 123

101010

502326

35.0016.1018.20

3.5001.6101.820

648232

64.0082.0032.00

6.408.203.20

Mei 123

101011

643520

44.8024.5014.00

4.4802.4501.273

132270

132.0027.000.00

13.202.700.00

Juni 123

101010

0515

0.003.5010.50

0.0000.3501.050

000

0.000.000.00

0.000.000.00

Juli 123

101011

700

4.900.000.00

0.4900.0000.000

000

0.000.000.00

0.000.000.00

Agustus 123

101011

000

0.000.000.00

0.0000.0000.000

000

0.000.000.00

0.000.000.00

September. 123

101010

000

0.000.000.00

0.0000.0000.000

000

0.000.000.00

0.000.000.00

Oktober 123

101011

37150120

25.90105.0084.00

2.59010.5007.636

000

0.000.000.00

0.000.000.00

November 123

101010

728515

50.4059.5010.50

5.0405.9501.050

0020

0.000.0020.00

0.000.002.00

Desember 123

101011

5567

120

38.5046.9084.00

3.8504.6907.636

5458340

54.0058.00

340.00

5.405.8030.91

Sumber : Hasil PerhitunganKeterangan :Reff Padi : (R80)*0.7 / nReff Palawija : (R50) / nn : Jumlah Hari

Page 48: Rehanilitasi jaringan irigasi

43

4.3. Kebutuhan Air Irigasi

Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau waduk dan

dialirkan melalui sistem jaringan irigasi guna menjaga keseimbangan jumlah air di

lahan pertanian. Jumlah kebutuhan air guna memenuhi kebutuhan air irigasi dapat dicari

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung evapotranspirasi potensial.

2. Menghitung penggunaan konsumtif tanaman.

3. Memperkirakan laju perkolasi lahan yang dipakai.

4. Memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan (pengolahan lahan dan

persemaian).

5. Menghitung kebutuhan air di sawah.

6. Menentukan Efisiensi Irigasi.

7. Menghitung kebutuhan air di intake.

4.4. Evapotranspirasi

Perhitungan evapotranspirasipotensial menggunakan cara Penmann Modifikasi.

Data klimatologi yang digunakan diambil dari Stasiun Klimatologi Begadung dengan

ketinggian 56 meter diatas permukaan laut dengan koordinat 07o 35’ 22” Utara.

Langkah-langkah perhitungan evapotranspirasi cara Penmann Modifikasi dapat

dengan jelas terlihat pada contoh perhitungan berikut : ( Untuk Bulan Januari )

1. Suhu rerata (t) = 27,127o C

2 Kelembaban relatif (RH) = 88,933 %

3. Kecepatan Angin (u) = 0,019 m/dt

4. Kecerahan Matahari (n) = 42,210 %

5. Nilai tekanan uap rerata nyata (ea) pada temperatur t = 27,127oC dari lampiran

diperoleh 35,660 mbar ( hasil interpolasi ).

6. Tekanan uap jenuh rerata (ed) didapat dengan :

Ed = ea . ( RH / 100 )

= 35,660 . ( 88,933 / 100 )

= 31,714 mbar.

7. Nilai angot radiasi matahari yang mencapai atmosfer (Ra) lihat lampiran untuk letak

lintang lokasi studi = 07o 35’ 22” LU maka nilai Ra adalah sebesar 16,038 mm/hari.

8. Nilai w dapat dilihat pada lampiran untuk lokasi studi dengan elevasi daerah

Indonesia antara 0 sampai dengan 200 dengan t = 27,127oC maka dengan interpolasi

didapat w sebesar 0,761.

Page 49: Rehanilitasi jaringan irigasi

44

9. Dari lampiran didapat nilai f(t), dengan t = 27,1270C maka nilai f(t) = 16,100

10. Dari lampiran dengan ed = 31,714 mbar diperoleh f(ed) sebesar = 0,092 mbar

11. Sedangkan nilai f(n/N) diperoleh dari hitungan berikut :

f(n/N) = 0,1 + 0,9 . n/N

= 0,1 + 0,9 . 42,210 %

= 0,480

12. Sedangkan nilai f(u) diperoleh dari hitungan berikut :

F(u) = 0,27 (1 + 0,864* u)

= 0,27 (1 + 0,864* 0,019)

= 0,274 m/dt

13. Sedangkan nilai Rn1 adalah :

Rn1 = f(t) . f(ed) . f(n/N)

= 16,100 . 0,092 . 0,480

= 0,712 m/dt

14. Eto* = [w* (0,75Rs – Rn1)+(1-w)*f(u)*(ea-ed)]

= [0,761 * (0,75 * 7,665 – 0,712) + (1 – 0,761) * (3,946)]

= 4,092

15. Dengan demikian dapat dihitung besarnya Eto dengan factor c yang dapat dicari

pada lampiran maka Eto untuk bulan Januari yaitu :

Eto = c . Eto*

= 1,1 . 4,092

= 4,501 mm/hari

Dengan demikian juga untuk bulan – bulan berikutnya. Hasil perhitungan sampai

bulan Desember dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Page 50: Rehanilitasi jaringan irigasi

1 Diketahui dari data Klimatologi 6. Diketahui dari Tabel 4 (Lampiran) 11. (0.25+(0.54*n/N (%))*Ra 16. f(t)*F(ed)*f(n/N)2 Diketahui dari data Klimatologi 7. ea*Rh 12. ea-ed 17. w*((0.75*Rs-Rn 1)+ (1-w))*f(u)*(ea-ed)3 Diketahui dari data Klimatologi 8. Diketahui Dari Tabel 4 (Lampiran) 13. 0.34 - (0.044*((ed)^0.5)) 18. Diketahui dari Tabel 3(Lampiran)4 Diketahui dari data Klimatologi 9. Diketahui Dari Tabel 4 (Lampiran) 14. 0.1 + (0.9*n/N (%)) 19. Eto* x c5 Diketahui dari Tabel 4 (Lampiran) 10.Diketahui Dari Tabel 4 (Lampiran) 15. 0.27*(1+ 0.864*u)

45

Tabel 4.7Analisa evaporasi Potensial Metode Penmann Modifikasi

No Uraian SatuanBulan

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des

1234

56789

101112

13141516

171819

Temperatur (t) Kecepatan Angin (u) Kelembaban Relatif (Rh) Kecerahan matahari (n/N) PerhitunganNilai Angot (Ra)Tekanan Uap Jenuh (ea) Tekanan Uap Nyata (ed=ea*Rh) w1-w f(t)Radiasi Gelombang Pendek (Rs) Perbedaan Tekanan Uap Jenuh dengan Tekanan Uap (ea-ed) f(ed)f(n/N)f(u)Radiasi bersih Gelombang Panjang ( Rn 1=f(t)*f(ed)*f(n/N)) Eto*=w*(0.75Ra-Rn 1)+(1-w)*f(u)* Angka Koreksi ( c )Eto=Eto* x c

0C

m/dt%%

mm/hari mbar

mm/hari

mbarmbar

m/dt

mm/hari( mm/hari

mm/hari

27.1270.019

88.93342.210

16.03835.66031.7140.7610.239

16.1007.665

3.9460.0920.4800.274

0.7124.0921.1004.501

27.3470.024

92.31748.700

16.07936.09033.3170.7630.237

16.1408.248

2.7730.0860.5380.276

0.7474.3321.1004.765

27.1100.044

90.03745.360

15.52135.66032.1070.7610.239

16.1007.682

3.5530.0910.5080.280

0.7424.0581.0004.058

26.8470.04387.01061.597

14.46235.25030.6710.7590.24116.0608.426

4.5790.0960.6540.280

1.0124.3370.9003.904

27.6570.03885.77368.073

13.16236.94031.6850.7670.23316.2208.129

5.2550.0920.7130.279

1.0674.1990.9003.779

27.2700.212

83.76367.480

12.48236.09030.2300.7630.23716.1407.669

5.8600.0980.7070.320

1.1203.9780.9003.580

24.7430.299

83.70372.710

12.78230.94025.8980.7370.263

15.5508.214

5.0420.1160.7540.340

1.3623.9880.9003.589

24.1430.328

79.46377.700

13.76229.85023.7200.7310.26915.4009.214

6.1300.1260.7990.347

1.5474.4920.9004.043

24.1630.37780.45778.687

14.92129.85024.0160.7310.26915.40010.070

5.8340.1240.8080.358

1.5484.9521.0004.952

24.6200.44978.65376.570

15.77930.94024.3350.7370.26315.55010.469

6.6050.1230.7890.375

1.5095.3261.0005.326

25.2630.286

83.64764.480

15.95932.06028.5110.7430.257

15.7009.547

3.5490.1050.6800.337

1.1224.7941.0004.794

27.2200.148

86.82743.867

15.93836.09031.3360.7630.237

16.1407.760

4.7540.0940.4950.304

0.7484.2131.0004.213

Sumber : Hasil Perhitungan

Keterangan :

Page 51: Rehanilitasi jaringan irigasi

46

4.5 Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air

yang hilang akibat penguapan. Air dapat menguap melalui permukan air (evaporasi)

yang dipengaruhi oleh faktor iklim, yaitu (Suhardjono, 1994 : 11) :

- Suhu udara.

- Kecepatan angin.

- Kelembaban udara.

- Kecerahan matahari.

Air juga dapat menguap melalui daun-daun tanaman (transpirasi) yang

dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor tanaman, yaitu :

- Jenis Tanaman.

- Varietas Tanaman.

- Umur Tanaman.

4.6 Kebutuhan Air di Sawah

4.6.1 Penyiapan Lahan

Langkah-langkah perhitungan penyiapan lahan dapat dengan jelas terlihat pada

contoh perhitungan berikut : ( Untuk Bulan Januari )

1. Evapotranspirasi Potensial (ETo) = 4,501 mm/hari

(Didapat dari Tabel 4.7 tentang Analisa evaporasi potensial metode Penmann

Modifikasi)

2. Nilai Eo diperoleh dari hitungan berikut :

Eo = 1,1 . ETo

= 1,1 . 4,501

= 4,951 mm/hari

3. Perkolasi = 2 mm/hari

4. Nilai Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air (M) diperoleh dari hitungan

berikut :

M = P + Eo

= 2 + 4,501

= 6,501 mm/hari

5. Jangka waktu untuk penyiapan lahan (T) = 30 hari

6. Kebutuhan air untuk penjenuhan (S) = 250 mm

Page 52: Rehanilitasi jaringan irigasi

47

7. Nilai Koefisien diperoleh dari hitungan berikut :

K = M . ( T / S )

= 6,501 . ( 30 / 250 )

= 0,834

8. Bilangan Natural (e) = 2,718

9. Dengan demikian dapat dihitung Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (PL)

diperoleh dari hitungan berikut :

M .e k

PL = k(e − 1)

6,951.2,7180,834

=(2,7810,834 − 1)

= 12,287 mm/hri

= 380,912 mm/bln

Dengan demikian juga untuk bulan – bulan berikutnya. Hasil perhitungan sampai

bulan Desember dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Page 53: Rehanilitasi jaringan irigasi

48

Tabel 4.8 Tabel Penyiapan Lahan

No. Keterangan Simbol SatuanBulan

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

1 Evapotranspirasi potensial ETo mm/hr 4.501 4.765 4.058 3.904 3.779 3.580 3.589 4.043 4.952 5.326 4.794 4.213

2 Evaporasi Eo mm/hr 4.951 5.241 4.464 4.294 4.157 3.938 3.948 4.448 5.447 5.859 5.273 4.635

3 Perkolasi P mm/hr 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000

4 Kebutuhan air untuk mengganti

kehilangan airM mm/hr 6.951 7.241 6.464 6.294 6.157 5.938 5.948 6.448 7.447 7.859 7.273 6.635

5 Jangka waktu penyiapan lahan T hari 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

6 Kebutuhan air untuk penjenuhan S mm 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250

7 Koefisien k 0.834 0.869 0.776 0.755 0.739 0.713 0.714 0.774 0.894 0.943 0.873 0.796

8 Bilangan natural e 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180 2.7180

9 Kebutuhan air untuk penyiapan

lahanPL

mm/hr 12.287 12.473 11.980 11.874 11.789 11.653 11.659 11.970 12.605 12.872 12.493 12.087

mm/bln 380.912 349.233 371.377 356.208 365.444 349.593 361.425 371.057 378.146 399.041 374.792 374.699

Keterangan1. Dari tabel 4.72. Eo = 1,1*ETo3. Diketahui dari data4. (2) + (3)5. Diketahui dari data6. Diketahui dari data7. k = M*(T/S) = (4)*[(5)/(6)]8. e = 2.71829. PL = [(4)*((8)^(7))] / [((8)^(7))-1]

Page 54: Rehanilitasi jaringan irigasi

49

4.7 Perkolasi

Pada kondisi tanah jenuh maka terjadi pergerakan air dalam lapisan tanah kea

rah vertikal dan arah horizontal. Proses ini adalah proses yang terjadi pada penanaman

padi di sawah, kehilanagan air secara vertikal dikenal sebagai proses perkolasi dan

kehilanagan air secara horizontal dikenal dengan nama rembesan melalui penampang

sawah, pada umumnya dalam perencanaan pengembangan sumber daya air kedua

proses tersebut disebut perkolasi.

Pada daerah studi yaitu Daerah Irigasi sekunder Jatimlerek mempunyai jenis

tanah liat lempung yang mempunyai nilai perkolasi sebesar 2 mm/hr.

4.8. Pengolahan Tanah Dan Persemaian

4.8.1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk tanaman padi di sawah membutuhkan lebih banyak

daripada untuk tanaman palawija. Banyaknya air yang diperlukan untuk tanaman padi,

berkisar antara 250-300 mm, dengan masa pengolahan yang lamanya berkisar antara

1-1,5 bulan (Anonim, 1986 (a) : 158).

4.8.2. Persemaian

Air untuk persemaian diberikan bersamaan dengan pemberian air untuk

pengolahan tanah. Persemaian harus sudah disiapkan antara 20-30 hari sebelum masa

tanam padi di sawah. Luas lahan untuk persemaian berkisar antara 3-5% dari luas lahan

seluruhnya yang akan ditanami.

Tanah untuk persemaian dibajak, digaru, dan kemudian dicangkul sampai

menjadi lumpur. Pada umur 25 hari atau 3 sampai 4 minggu setelah pengolahan lahan

bibit siap untuk dipindah ke petak-petak sawah yang telah disediakan (Anonim, 1986

(a) : 158).

4.9. Pergantian Lapisan Air

Pertumbuhan dan produksi padi terbaik dicapai pada tanah tergenang dengan

tinggi lapisan genangan kurang lebih 5 cm, penggenangan lebih dari 10 cm dapat

mempertinggi sterilisasi varietas, sehingga dapat menghambat pembentukan anakan.

Efek reduksi pada tanah dan pertumbuhan tanaman dapat dikurangi dengan

melakukan penggantian lapisan air (genangan). Penggantian lapisan air ini dilakukan 2

kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hr selama setengah bulan) yang dilakukan

sebulan dan dua bulan setelah masa transpalantasi.

Page 55: Rehanilitasi jaringan irigasi

50

Berdasarkan uraian tersebut maka tinggi genangan yang diperlukan dalam studi

ini sebesar 50 mm selama 1 bulan (30 hari), dan diberikan saat 1 bulan setelah masa

transpalantasi.

WLR = 50 mm / 30 hari = 1,667 mm/hr.

4.10. Efisiensi Irigasi

Total efisiensi irigasi termasuk conveyance efficiency dan farm efficiency untuk

padi diasumsikan 65 % (KP – 01 dan FENCO). Estimasi ini dibagi menjadi efisiensi

saluran utama 90%, efisiensi saluran sekunder 80% dan efisiensi saluran tersier 90%.

Efisiensi irigasi untuk palawija adalah 75% efisiensi di sawah 6% farm efficiency,

menurut rekomendasi dari FAO, untuk efisiensi irigasi secara menyeluruh yang

digunakan pada kajian ini adalah 65%.

Dalam studi rehabilitasi di saluran sekunder jatimlerek, ada beberapa fungsi

saluran yang mulai berkurang karena adanya bangunan yang rusak. Maka perlu

diadakan sebuah redesain bangunan dan saluran yang fungsinya sudah berubah. Salah

satu faktor yang mempengaruhi adalah efisiensi irigasi yang kecil pada kondisi

eksisiting saluran sekunder jatimlerek. Diharapkan setelah adanya rehabilitasi di saluran

sekunder jatimlerek efisiensi saluran nantinya naik menjadi 65 %.

4.11. Pola Tata Tanam

Jenis tanaman yang akan digunakan dalam analisa disesuaikan dengan kebiasaan

dan budaya masyarakat setempat. Pada lokasi proyek, tanaman budidaya pertanian yang

prioritas adalah padi dan palawija.

Hasil perhitungan kebutuhan air di pengambilan pada pola tata tanam dapat dilihat pada

tabel 4.9.

Page 56: Rehanilitasi jaringan irigasi

51

Page 57: Rehanilitasi jaringan irigasi

52

4.12. Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi

4.12.1. Unsur Fungsional Pokok

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan menjadi empat unsur fungsional

pokok (Anonim/KP-01, 1986 : 8), yaitu :

1. Bangunan-bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai

atau waduk.

2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak

tersier.

3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif.

Air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di

dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.

4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air

lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

4.12.2. Tingkatan Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas, jaringan

irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan (Anonim/KP-01, 1986 : 7), yaitu :

1. Jaringan Irigasi Sederhana

Biasanya jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500

ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan

dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang

alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang

sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit

untuk pembagian air. Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana

memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang

terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.

2. Jaringan Irigasi Skematis

Untuk jaringan irigasi skematis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000

ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigsi sederhana akan tetapi

sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan

pengukur di bagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan

jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah

yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Memiliki organisasi

yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan

dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah.

Page 58: Rehanilitasi jaringan irigasi

53

3. Jaringan Irigasi Teknis

Pada jaringan teknis tidak memiliki batasan dalam luasan wilayahnya. Salah satu

prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara

jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Dalam hal ini saluran irigasi maupun

pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Saluran irigasi mengalirkan air

irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-

sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut.

Petak tersier menduduki fungsi sentral dari jaringan irigasi teknis. Jaringan irigasi

teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan

pembuangan air lebih efisien.

Jaringan irigasi adalah berbagai unsur dari sebuah jaringan irigasi teknis, termasuk

di dalamnya adalah bangunan air, petak primer, petak sekunder, dan petak tersier.

4.13 Perencanaan Jaringan Irigasi

4.13.1 Debit Rencana Saluran

Debit rencana saluran dihitung dengan rumus :

Q = A x q

Dimana :

Q = Debit rencana (m3/dt).

A = Luas areal irigasi (Ha).

q = Kebutuhan air rencana (lt/dt/Ha)

Perhitungan kebutuhan air didasarkan oleh faktor-faktor evaporasi, curah hujan

efektif, pola tata tanam, koefisien tanaman, perkolasi dan rembesan, dan penyiapan

lahan (Anonim, 1986). Berdasarkan faktor-faktor tersebut didapatkan angka kebutuhan

air di sawah sebesar :

- Saluran sekunder Jatimlerek = 1,31 lt/dt/Ha

4.13.2 Pembagian Petak

Pembagian petak tersier pada Saluran sekunder jatimlerek didasarkan pada

keadaan topografinya. Secara umum layanan irigasi dapat dilihat pada tabel 4.10.

Page 59: Rehanilitasi jaringan irigasi

54

Tabel 4.10. Pembagian Bangunan Bagi dan Luas Areal Irigasi

Bangunan BagiLuas areal

(Ha)Bangunan Bagi

Luas Areal

(Ha)

BJml. 1 36 BJml. 8 Ka 25

BJml. 2 Ka 37 BJml. 8 Ki 15

BJml. 2 Ki 16 BJml. 9 19

BJml. 3 30 BJml. 10 19

BJml. 4 Ka 37 BJml. 11 48

BJml. 4 Ki 19 BJml. 12 Ka 1 29

BJml. 5 Ka 52 BJml. 12 Ka 2 29

BJml. 5 Ki 31 BJml. 12 Ki 18

BJml. 6 Ka 20 BJml. 13 Ka 4

BJml. 6 Ki 18 BJml. 13 Ki 50

BJml. 7 35

Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.11. Skema Jaringan Irigasi Saluran

sekunder Jatimlerek :

Page 60: Rehanilitasi jaringan irigasi

55

Page 61: Rehanilitasi jaringan irigasi

56

4.13.3. Nomenklatur

Nomenklatur (penamaan) untuk saluran, baik saluran induk maupun saluran

sekunder rencana didasarkan pada standar KP, yaitu :

- Saluran primer Jatimlerek, sesuai dengan nama dengan simbol (SPJ)

- Saluran sekunder Jatimlerek sesuai dengan nama dengan simbol (SSJ)

- Nomenklatur bangunan disesuaikan dengan singkatan saluran dimana bangunan

tersebut berada. Contoh bangunan bagi sadap dari saluran sekunder Jatimlerek

disingkat BJml 1.

- Untuk saluran sekunder Jatimlerek akan melintasi beberapa bangunan antara lain

BJml 1, BJml 2 Ka, BJml 2 KI sampai BJml 13 Ka dan BJml 13 Ki.

4.13.4. Dimensi Saluran

Perhitungan dimensi saluran (Perhitungan hidrolis saluran) pada saluran

Sekunder Jatimlerek ( S8A – S26 )

Tanggul Tanggul

M. A w

D.S h

b

Contoh perhitungan :

Q rencana = 0,716 m3/dt

B = 4 m ( b. Existing )

I = 0,0006 ( I. Lapangan )

K = 70

m = 0,5

A = ( b + m . h ). h

= ( 4 + 0,5 . h ). h

Dicoba h = 0,26 m

A = ( 4 + 0,5 . 0,26 ). 0,26

A = 1,09 m2

P = b + 2h. (1 + m2 )

= 4 + 2.0,26 ( 1 + 0,52 )

= 4,59 m

Page 62: Rehanilitasi jaringan irigasi

57

R = A / P

= 1,09 / 4,59

= 0,24 m

V = K . R2/3 . I1/2

= 70 . 0,242/3 . 0,00061/2

= 0,66 m/dt

Q = V . A

0,716 = 0.66 . 1,09

0,716 = 0,716 ............ ( OK )

Dengan cara perhitungan yang sama didapat dimensi saluran yang lain. Dimensi

saluran sekunder Jatimlerek disajikan dalam tabel 4.12.

Page 63: Rehanilitasi jaringan irigasi

58

Tabel 4.12 Profil Hidrolis Dimensi Saluran Sekunder Jatimlerek

Nama SaluranRuas

SaluranSta

Luas Sawah

(ha)

Qrencana

(m3/dt)

Qhitung

(m3/dt)

V

(m2/dt)

A

(m2)K

b

(m)

h

(m)

R

(m)

P

(m)I m T D Fr V2/2g

W

(m)Jenis Aliran

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

Sek. Jatimlerek

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

S0 - S8A

S8A - S26

S26 - S36B

S36B - S55A

S55A - S61A

S61A - S66

S66 - S76A

S76A - S88A

S88A - S99A

S99A - S105A

S105A - S108B

S108B - S129A

S129A - S133

587

551

498

468

412

329

291

256

216

197

178

130

54

0.763

0.716

0.647

0.608

0.536

0.428

0.378

0.333

0.281

0.256

0.231

0.169

0.070

0.763

0.716

0.647

0.608

0.536

0.428

0.378

0.333

0.280

0.255

0.231

0.169

0.070

0.38

0.66

0.66

0.57

0.86

0.46

0.36

0.35

0.33

0.37

0.35

0.32

0.22

2.00

1.09

0.98

1.07

0.62

0.94

1.04

0.95

0.85

0.70

0.65

0.53

0.31

70

70

70

70

70

70

70

70

70

70

70

70

70

6

4

3.5

3.5

3

3

3

3

3

2.5

2.5

2.5

2

0.32

0.26

0.27

0.29

0.20

0.26

0.33

0.30

0.27

0.26

0.25

0.21

0.15

0.30

0.24

0.24

0.26

0.18

0.23

0.28

0.26

0.24

0.23

0.21

0.18

0.13

6.73

4.59

4.10

4.16

3.45

4.08

3.73

3.68

3.61

3.09

3.06

2.96

2.34

0.00015

0.0006

0.0006

0.0004

0.0015

0.0003

0.00015

0.00015

0.00015

0.0002

0.0002

0.0002

0.00015

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

6.32

4.26

3.77

3.79

3.20

3.76

3.33

3.30

3.27

2.76

2.75

2.71

2.15

0.32

0.26

0.26

0.28

0.19

0.25

0.31

0.29

0.26

0.25

0.24

0.20

0.14

0.22

0.42

0.41

0.34

0.63

0.29

0.21

0.21

0.21

0.23

0.23

0.23

0.19

0.71

2.12

2.14

1.58

3.66

1.02

0.65

0.60

0.53

0.66

0.61

0.49

0.25

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

0.20

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sub Kritis

Sumber Perhitungan

Keterangan :1. V = Kecepatan aliran (m/dt) 6. P = b + 2h. (1 + m2 ) (m)

2. A = (b+m.h).h (m2/dt) 7. I = Kemiringan Saluran (Eksisting)

3. K = Kekasaran saluran 8. D = A/T (m)4. b = Lebar Dasar saluran (m) 9. W = Tinggi Jagaan (m)5. R = A / P (m)

Page 64: Rehanilitasi jaringan irigasi

59

Tabel 4.13. Tabel Pekerjaan Rehabilitasi Saluran Sekunder JatimlerekNo Patok Lebar Saluran Pekerjaan Rehabilitasi

b Eksisting (m) b Rencana (m) Galian (m2) Timbunan (m2) Pasangan Batu Kali (m2)

123456789

1011121314151617181920212223242526272829303132333435363738394041424344454647484950

S1S2S3S4S5S6S7S8S9S10S11S12S13S14S15S16S17S18S19S20S21S22S23S24S25S26S27S28S29S30S31S32S33S34S35S36S37S38S39S40S41S42S43S44S45S46S47S48S49S50

666

6,126,356,05

66,144,084,204,204,33

4444444444444

3,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,52,62,62,63,53,53,53,53,53,53,53,53,53,5

6666666644444444444444444

3,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,53,5

---

0,6593,8750,404

-1,0320,4380,9760,9471,3811,241

-0,134

--

0,0340,072

-0,163

---------

0,086---

0,148--

0,8681

1,114----------

------------------

0,218-

0,059-------------

0,171---------------

--------------

0,524--

0,4900,490

-0,449

--------

0,7680,7680,7680,768

-0,768

--

0,6460,6470,647

----------

Page 65: Rehanilitasi jaringan irigasi

60

No Patok Lebar Saluran Pekerjaan Rehabilitasib Eksisting (m) b Rencana (m) Galian (m2) Timbunan (m2) Pasangan Batu Kali (m2)

51525354555657585960616263646566676869707172737475767778798081828384858687888990919293949596979899100

S51S52S53S54S55S56S57S58S59S60S61S62S63S64S65S66S67S68S69S70S71S72S73S74S75S76S77S78S79S80S81S82S83S84S85S86S87S88S89S90S91S92S93S94S95S96S97S98S99S100

3,53,53,53,53,533333

3,113,343,52

43,7343333

2,82,82,82,84

3,73,5

4,314.1

3,063,853,83,13,84

3,93,84,34,33,24,23,94,334

3,73

4,53,5

3,53,53,53,53,533333333333333333333333333333333333333333333

2,5

----------

0,1610,5200,8471,6341,1120,3911,544

---

0,3332,2182,852

42,6442,5081,54

1,2722,3682,2750,1631,7671,7210,3531,6581,9832,1651,2582,6552,5940,6892,8201,6732,8004,2012,2591,760

-3,0152,391

---------------------

0,090----------------------------

--------------------

1,6350,6830,6830,8091,618

-------------------

1,6111,614

----

Page 66: Rehanilitasi jaringan irigasi

61

No Patok Lebar Saluran Pekerjaan Rehabilitasib Eksisting (m) b Rencana (m) Galian (m2) Timbunan (m2) Pasangan Batu Kali (m2)

101102103104105106107108109110111112113114115116117118119120121122123124125126127128129130131132133

S101S102S103S104S105S106S107S108S109S110S111S112S113S114S115S116S117S118S119S120S121S122S123S124S125S126S127S128S129S130S131S132S133

3,83,83,9444

4,14,14,22,52,52,52,32,32,122

2,22,23

2,12

1,83,33,1

2,75333

2,51,51,51,5

2,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,52,5

1,941,9472,3232,1472,4492,4082,3081,5382,4414,8174,6024,8614,6245,2924,7795.6075,5325,1845,4082,0393,3462,7743,0741,4541,1160,3130.8940,5540,5610,9632,4661,8332,494

---------

0,513----

0,6840,6460,541

----

0,099---------

0,2640,245

---------

1,7301,1741,7221,7241,7141,7141,7141,1741,2521,724

-1,7201,7241,7150,8091,618

-----

1,4701,4640,495

Page 67: Rehanilitasi jaringan irigasi

62

BAB V KESIMPULAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan perencanaan rehabilitasi

jaringan sekunder Jatimlerek di daerah irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang. Dan

menjelaskan rumusan masalah yang ada pada bab 1. Pertama tentang bagaimana sistem

perencanaan jaringan irigasi utama di saluran sekunder Jatimlerek. Yang kedua adalah

bagaimana analisa kondisi eksisting yang ada di saluran sekunder Jatimlerek sekarang.

Ketiga adalah berapa kebutuhan air irigasi di lahan pertanian sekunder Jatimlerek

dengan kondisi eksisting dan rencana. Terakhir adalah bagaimana bentuk dimensi

saluran irigasi yang direncanakan.

5.1 Kesimpulan

Pada studi tentang perencanaan rehabilitasi jaringan sekunder jatimlerek di

daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang didapat hasil sebagai berikut :

1. Sistem perencanaan yang digunakan adalah sistem irigasi skematis dimana saluran

irigasi dan saluran pembuang menjadi satu.

2. SID Rehabilitasi Partisipatif di Kabupaten Jombang memang perlu diadakan karena

masih banyak bangunan yang sudah tidak berfungsi dan saluran sekundernya juga

masih belum banyak yang diplengseng sehingga banyak menimbulkan keluhan dari

para petani karena air yang mestinya bisa mengairi sawahnya tidak bisa mengairi

karena salah satu sebabnya adalah tidak ada plengsengan yang mengakibatkan air

habis ditengah perjalanan disebabkan air merembes kedalam tanah. Oleh karena itu

diadakan studi perencanaan rehabilitasi yang membahas mengenai berbagai

masalah yang berkaitan dengan usulan perbaikan bangunan dan saluran di daerah

Irigasi Jatimlerek. Adapun kondisi eksisting yang ada di saluran Sekunder

Jatimlerek dapat dilihat di lampiran II ( Inventarisasi saluran dan bangunan kondisi

eksisting ).

3. Kebutuhan air irigasi di lahan pertanian wilayah saluran Sekunder Jatimlerek adalah

sebesar 1,31 lt/dt. Kebutuhan adalah yang terbesar terjadi di pada bulan November.

Page 68: Rehanilitasi jaringan irigasi

63

Tabel 5.1. Kebutuhan Air Irigasi per Ruas

Ruas SaluranQ ( Debit )

Ruas saluranQ ( Debit )

(m3/dt) (m3/dt)

Sekunder Jatimlerek 1 0,763 Sekunder Jatimlerek 8 0,333

Sekunder Jatimlerek 2 0,716 Sekunder Jatimlerek 9 0,281

Sekunder Jatimlerek 3 0,647 Sekunder Jatimlerek 10 0,256

Sekunder Jatimlerek 4 0,608 Sekunder Jatimlerek 11 0,231

Sekunder Jatimlerek 5 0,536 Sekunder Jatimlerek 12 0,169

Sekunder Jatimlerek 6 0,426 Sekunder Jatimlerek 13 0,070

Sekunder Jatimlerek 7 0,378

4. Bangunan-bangunan yang terdapat pada jaringan sekunder Jatimlerek di Daerah

Irigasi Jatimlerek meliputi bangunan bagi sadap dan jembatan. Adapun dimensi

saluran yang direncanakan pada saluran Sekunder Jatimlerek adalah :

Tabel 5.2. Dimensi Saluran Sekunder Jatimlerek

Ruas Saluranb h k V I

(m) (m) (m2/dt)

Sekunder Jatimlerek 1 6 0,32 70 0,38 0.00015

Sekunder Jatimlerek 2 4 0,26 70 0,66 0.0006

Sekunder Jatimlerek 3 3,5 0,27 70 0,66 0.0006

Sekunder Jatimlerek 4 3,5 0,29 70 0,57 0.0004

Sekunder Jatimlerek 5 3 0,20 70 0,86 0.0015

Sekunder Jatimlerek 6 3 0,26 70 0,46 0.0003

Sekunder Jatimlerek 7 3 0,33 70 0,36 0.00015

Sekunder Jatimlerek 8 3 0,30 70 0,35 0.00015

Sekunder Jatimlerek 9 3 0,27 70 0,33 0.00015

Sekunder Jatimlerek 10 2,5 0,26 70 0,37 0.0002

Sekunder Jatimlerek 11 2,5 0,25 70 0,35 0.0002

Sekunder Jatimlerek 12 2,5 0,21 70 0,32 0.0002

Sekunder Jatimlerek 13 2 0,15 70 0,22 0.00015

5.2 Saran

Meningkatkan peran serta petani pemakai air untuk ikut berpartisipasi secara aktif

untuk pengelolaan air irigasi baik sistem irigasi maupun pemeliharaan irigasi dalam

HIPPA. Memberi pengertian kepada petani pemakai air agar mematuhi kesepakatan

pembagian yang ada dan agar tidak terjadi perselisihan. Serta meminta kepada HIPPA

agar mensosialisasikan pola tata tanam yang telah ada untuk digunakan dan diterapkan

dalam pola tata tanam satu tahun.

Page 69: Rehanilitasi jaringan irigasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1986. Bagian Penunjang Untuk Standar Perencanaan Irigasi. Bandung : CV Galang Persada.

Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi ( Kriteria Perencanaan 01 BagianJaringan irigasi ).Bandung : CV Galang Persada.

Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi ( Kriteria Perencanaan 03 BagianSaluran )..Bandung : CV Galang Persada.

Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi ( Kriteria Perencanaan 04 BagianBangunan ).Bandung : CV Galang Persada.

Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi ( Kriteria Perencanaan 05 Bagian petakTersier ). Bandung : CV Galang Persada.

Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi ( Kriteria Perencanaan 07Bagian StandarPenggambaran ). Bandung : CV Galang Persada.

Soemarto, CD. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya : Usaha Nasional.

Suhardjono. 1994. Kebutuhan Air Tanaman. Malang : ITN.

Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan air. Bandung : IdeaDharma.

Sosrodarsono, Suyono. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta : PT PradnyaParamita

Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Jogjakarta. UGM.

Page 70: Rehanilitasi jaringan irigasi

Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember2004 49.55 55.00 41.57 55.94 67.37 67.20 69.37 76.20 80.33 82.17 72.28 50.632005 36.90 54.35 50.97 58.87 74.47 67.77 70.67 77.32 77.03 73.57 69.17 46.992006 40.18 36.75 43.54 69.98 62.38 67.47 78.09 79.58 78.70 73.97 51.99 33.98

Rerata 42.21 48.70 45.36 61.60 68.07 67.48 72.71 77.70 78.69 76.57 64.48 43.87

Tabel 1. Data Klimatologi rata-rata Tahun 2004-2006 Stasiun Begadung

Suhu(oC) Letak Lintang = 07

o 35' 22" Ketinggian = 56 m

Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember2004 27.06 27.05 26.88 27.24 26.40 27.44 26.96 25.99 24.04 24.22 25.39 24.922005 27.85 27.30 27.38 27.42 28.44 26.35 23.43 23.42 23.87 24.54 25.38 26.312006 26.47 27.69 27.07 25.88 28.13 28.02 23.84 23.02 24.58 25.10 25.02 30.43

Rerata 27.13 27.35 27.11 26.85 27.66 27.27 24.74 24.14 24.16 24.62 25.26 27.22

Kelembaban Relatif / RH (%)Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember2004 89.80 90.90 91.05 86.13 87.07 84.23 84.20 80.03 77.17 76.70 79.44 84.742005 88.45 92.30 88.20 88.30 84.73 83.53 87.43 79.21 83.07 81.90 86.37 86.772006 88.55 93.75 90.86 86.60 85.52 83.53 79.48 79.15 81.13 77.36 85.13 88.97

Rerata 88.93 92.32 90.04 87.01 85.77 83.76 83.70 79.46 80.46 78.65 83.65 86.83

Kecepatan Angin (km/hari)Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember2004 1.25 0.90 3.37 4.52 3.47 2.17 24.61 35.72 26.76 31.86 26.13 16.432005 1.60 1.44 4.80 2.94 4.60 24.49 30.98 25.66 31.76 54.12 29.22 12.272006 1.95 3.89 3.35 3.61 1.78 28.34 21.91 23.62 39.29 30.32 18.74 9.62

Rerata 1.60 2.08 3.84 3.69 3.28 18.33 25.83 28.33 32.60 38.77 24.70 12.77

Lama Penyinaran Matahari (%)

Sumber : Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur

Page 71: Rehanilitasi jaringan irigasi

BulanLintang Utara Lintang Selatan

5 4 2 0 2 4 6 8 10

Januari Februari Maret AprilMei Juni JuliAgestus September Oktober Nopember Desember

Rerata Maksimum Minimum

13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.114.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.015.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.315.1 15.5 15.3 15.3 15.7 14.9 14.7 14.4 14.015.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.615.0 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.615.1 14.6 14.3 14.1 13.7 13.4 13.1 12.7 11.815.3 15.1 14.9 14.8 14.5 14.3 14.0 13.7 12.215.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15.0 14.9 12.315.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.614.3 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16.0 15.614.6 14.1 14.4 14.8 15.1 15.4 15.7 16.0 16.0

14.8 14.9 14.9 14.9 14.9 14.8 14.8 14.7 14.115.7 15.5 15.6 15.7 15.7 15.8 16.0 16.1 16.113.0 14.1 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 11.8

Tabel 2.Besaran Nilai Angot (Ra) dalam Evaporasi Ekivalen dalam Hubungannya dengan Letak Lintang (mm/hari)

(untuk daerah indonesia, antara 50LU sampai 100LS)

Sumber : Suhardjono, 1989:44

Page 72: Rehanilitasi jaringan irigasi

Suhu (t)

oC

ea

mbar

welvs

0

welvs

250

(1-w)elvs

0

(1-w)elvs

250f(t)

2424.224.424.624.8

2525.225.425.625.8

2626.226.426.626.8

2727.227.427.627.8

2828.228.428.628.829

29.8530.2130.5730.9431.31

31.6932.0632.4532.8333.22

33.6234.0234.4234.8335.25

35.6636.0936.5036.9437.37

37.8138.2538.7039.1439.6140.06

0.7300.7320.7340.7360.738

0.7400.7420.7440.7460.748

0.7500.7520.7540.7560.758

0.7600.7620.7640.7660.768

0.7700.7710.7720.7730.7740.775

0.7350.7370.7390.7410.743

0.7450.7470.7490.7510.753

0.7550.7570.7590.7610.763

0.7650.7670.7690.7710.773

0.7750.7770.7790.7810.7830.785

0.2700.2680.2660.2640.262

0.2600.2580.2560.2540.252

0.2500.2480.2460.2440.242

0.2400.2380.2360.2340.232

0.2300.2290.2280.2270.2260.225

0.2650.2630.2610.2590.257

0.2550.2530.2510.2490.247

0.2450.2430.2410.2390.237

0.2350.2330.2310.2290.227

0.2250.2230.2210.2190.2170.215

15.4015.4515.5015.5515.60

15.6515.7015.7515.8015.85

15.9015.9415.9816.0216.06

16.1016.1416.1816.2216.26

16.3016.3416.3816.4216.4616.50

Bulan c

Januari Februari Maret AprilMei Juni JuliAgestus September Oktober Nopember Desember

1.11.11

0.90.90.90.91

1.11.11.11.1

Tabel 3.

Besar Angka Koefisien BulananUntuk Rumus Penmann

Tabel 4.Hubungan Suhu (t) dengan Nilai ea 9mbar), w, (1-w) dan f(t)

Sumber :Suhardjono, 1989:44

Sumber : Suhardjono, 1989:43 dan J. Pruitt, 1984:13

Page 73: Rehanilitasi jaringan irigasi