Refrat Transfusi Darah

25
Referat Transfusi Darah Oleh: Fadityo G.99131038 Pembimbing : dr. Bambang Novianto P, SpAn., M.Kes., Perf. KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTEIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI

description

Refrat mengenai transfusi darah

Transcript of Refrat Transfusi Darah

Page 1: Refrat Transfusi Darah

Referat

Transfusi Darah

Oleh:

Fadityo G.99131038

Pembimbing :

dr. Bambang Novianto P, SpAn., M.Kes., Perf.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTEIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Refrat Transfusi Darah

BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah adalah sebuah prosedur mentransfer darah dari satu orang ke

dalam sistem peredaran darah orang lain. Darah yang tersimpan di dalam kantong

darah dimasukan ke dalam tubuh melalui selang transfusi. Transfusi darah dilakukan

pada saat tubuh kehilangan banyak darah, misalnya pada kecelakaan, operasi

pembedahan yang besar, penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan,, juga

penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia

hemolitik atau trombositopenia. Orang yang menderita hemofilia atau penyakit sel

sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering.

Masalah utama transfusi darah yang saat ini masih ada adalah kecelakaan

akibat ketidakcocokan golongan darah. Meskipun angka kejadiannya boleh dikatakan

sangat kecil namun inkompabilitas transfusi darah ini beresiko menyebabkan

penderita mengalami reaksi yang sangat serius dan mengancam nyawa. Beberapa

penderita mendonorkan darahnya beberapa minggu sebelum dioperasi. Jika dalam

operasi dibutuhkan darah maka dia dapat menggunakan darahnya sendiri sehingga

reaksi transfusi dapat dikurangi.

Darah transfusi di Indonesia relatif aman dan bebas dari segala macam

penyakit berbahaya. Setiap darah donor akan dilakukan pemeriksaan yang ketat

sehingga jarang sekali seseorang mendapatkan penyakit dari darah donor.

Page 3: Refrat Transfusi Darah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Darah

Darah membentuk sekitar 8% dari seluruh berat tubuh dan memiliki

rata-rata volume 5 liter pada wanita dan 5,5 liter pada pria. Komponen darah

secara garis besar dibagi dua, yaitu komponen plasma dan sel darah. Volume

rata-rata sel darah pada wanita adalah 42% sedangkan pada pria 45%,

sedangkan sisanya terdiri dari plasma darah. Pergerakan yang terus menerus

di dalam pembuluh darah menyebabkan sel-sel darah relatif tersebar secara

merata di dalam plasma darah. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular

khusus yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit (Sherwood, 2009)

1. Plasma Darah

Sebagian besar dari plasma darah terdiri dari air. Kandungan air

dalam plasma mencapai 90% dari total kandungan plasma darah. Air

plasma berfungsi sebagai medium bagi bahan-bahan yang akan dibawa

oleh darah. Plasma darah terdiri dari:

a. Air

Air berfungsi sebagai medium transport serta membawa panas.

b. Elektrolit

Elektrolit berfungsin sebagai distribusi osmotic antara CES dan

CIS dan menyangga perubahan pH.

c. Nutrien, zat sisa dan hormone

Berperan dalam keseimbangan asam basa.

d. Albumin

Berperan dalam menentukan tekanan osmotic.

Page 4: Refrat Transfusi Darah

e. Globulin

- Alfa dam Beta

Berperan dalam mengangkut banyak bahan tak larut air dan

factor pembekuan,

- Gama

Antibodi

- Fibrinogen

Perkursor inaktif untuk jalinan fibrin dan pembekuan darah.

2. Eritrosit

Eritrosit adalah sel datar berbentuk piringan yang mencekung

di bagian tengah di kedua sisi seperti donat dengan bagian tengah yang

menggepeng (bikonkaf). Eritrosit memiliki diameter 8 µm dengan

ketebalan 2µm dibagian tepi dan 1 µm dibagian tengah. Bentuk unik

ini berperan dalam transportasi oksigen melalui dua cara. Bentuk

bikonkaf akan memperbesar luas permukaan eritrosit sehingga

mempermudah difusi O2 menembus membrane, sedangkan tipisnya sel

memungkinkan O2 cepat berdifusi antara bagian paling dalam sel

dengan bagian paling luar sel (Sherwood, 2009).

Secara garis besar eritrosit berfungsi untuk:

a. Mengangkut O2 dari paru ke seluruh tubuh.

b. Mengangkut CO2 dari seluruh tubuh ke paru.

c. Mengangkut NO yang berfungsi sebagai vasodilator di arteri local.

3. Leukosit

Leukosit adalah satuan mobile pada system pertahanan imun

tubuh. Leukosit bersama dengan berbagai protein plasma membentuk

system imun, sutau system pertahanan internal yang mengenali dan

menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh yang

Page 5: Refrat Transfusi Darah

asing bagi “diri normal”. Leukosit berada di dalam darah agar cepat

diangkut dari tempat produksi atau penyimpanannya ke tempat

manapun yang dibutuhkan (Sherwood, 2009).

Terdapat lima jenis leukosit, yaitu:

a. Neutrofil

Berperan pada infeksi bakteri

b. Eosinofil

Meningkat pada reaksi alergi.

c. Basophil

d. Monosit

Akan berkembang menjadi fagosit.

e. Limfosit

Membentuk pertahanan imun terhadap sasaran-sasaran yang telah

terprogram secara spesifik.

4. Trombosit

Selain eritrosit dan leukosit, trombosit adalah tipe ketiga

elemen seluler yang terdapat di dalam darah. Trombosit bukanlah sel

lengkap, tetapi fragmen kecil sel yang dilepaskan dari tepi luar sel

sumsum tulang yang sangat besar. Trombosit memiliki diameter antara

2 µm sampai dengan 4µm. Trombosit tetap berfungsi selama kira-kira

10 hari, setelahnya trombosit akan dibersihkan dari sirkulasi oleh

makrofag jaringan, terutama yang terdapat di limpa dan hati, sebelum

diganti dengan trombosit yang baru. Trombosit berfungsi dalam proses

hemostasis dengan menyumbat bagian pembuluh darah yang terpotong

(Sherwood, 2009).

Page 6: Refrat Transfusi Darah

B. Transfusi Darah

Transfusi darah adalah sebuah prosedur mentransfer darah melalui

jalur intravena dari seorang donor ke seorang resipien. Transfusi dapat

diberikan pada pasien yang mengalami kehilangan banyak darah atau pada

pasien yang menderita suatu penyakit sehingga tidak dapat memproduksi

darah dengan baik.

1. Golongan darah

Sampai saat ini, telah terdapat 25 sistem golongan darah dan

lebih dari 250 antigen golongan darah yang telah teridentifikasi.

System golongan darah yang diperiksa dalam pelaksanaan transfuse

secara rutin adalah system ABO dan rhesus. (Sudoyo, et al., 2009).

Pada sejumlah besar manusia terdapat dua jenis antigen yang terdapat

dipermukaan sel darah merah yaitu antigen tipe A dan tipe B atau

disebut juga aglutinogen. Aglutinogen ini nantinya yang akan

menyebabkan reaksi transfusi. Apabila seseorang tidak memiliki

aglutinogen tipe A maka dalam plasma orang tersebut akan terbentuk

agglutinin anti A. Begitu juga ketika orang tersebut tidak memiliki

aglutinogen tipe B makan di dalam plasmanya akan terbentuk

agglutinin anti B (Guyton dan Hall, 2006).

Golongan Darah Aglutinogen Aglutinin

O - Anti A dan Anti-B

A A Anti-B

B B Anti-A

AB A dan B -

Tabel 1. Golongan Darah

Page 7: Refrat Transfusi Darah

Selain system ABO, system RH juga berperan penting dalam

proses trasnfusi darah. Tipe-tipe ini ditandai dengan C, D, E, c, d, e.

orang yang memiliki antigen C tidak memiliki antigen c. Tetapi orang

yang tidak memliki antigen C pasti memiliki antigen c. Begitu juga

pada antigen D-d dan E-e.

Tipe antigen D dijumpai secara luas pada manusia. Sehingga

bersifat lebih antigenic dibanding antigen lainnya. Seseorang yang

mempunyai antigen ini disebut Rh positif sedangkan yang tidak

memiliki disebut Rh negative (Guyton dan Hall, 2006).

2. Donasi darah

Seorang pendonor darah harus memenuhi beberapa kriteria

untuk dapan mendonorkan darahnya. Kriteria tersebut adalah:

a. Memiliki keadaan umum yang baik, usia 17-65 tahun.

b. Berat bedan 50 kg atau lebih

c. Tidak demam

d. Frekuensi dan irama denyut nadi normal

e. Tekanan darah 50-100/90-180 mmHg

f. Tidak ada lesi kulit yang bera

g. Terakhir mendonorkan darah 8 minggu yang lalu

h. Tidak hamil

i. Tidak menderita tuberculosis aktif

j. Tidak ada riwayat kejang

k. Tidak ada riwayat perdarahan abnormal

l. Tidak menderita penyakit infeksi yang menular melalui darah.

Semua calon donor darah harus mendapatkan inform consent

beserta penjelasan mengenai resiko transfuse. Donor harus dijelaskan

bahwa darah akan diuji terhadap penyakit infeksi seperti hepatitis,

sifilis dan HIV. Reaksi pada donor darah jarang terjadi. Reaksi yang

Page 8: Refrat Transfusi Darah

mungkin terjadi adalah rasa lemas, frekuensi nafas meningkat, pusing,

pucat dan mual. Kejang juga dapat terjadi walaupun jarang terjadi.

Masalah pada jantung seperti serangan jantung bisa terjadi walaupun

sangat jarang terjadi (1 dari 10 juta pendonor).

Seluruh darah yang didonorkan akan dilakukan pengujian

meliputi penetapan golongan darah berdasarkan ABO, penetapan

golongan darah berdasarkan Rhesus, uji antibody yang tidak

diharapkan dan uji terhadap penyakit infeksi yaitu HBsAg, anti HCV,

tes serologi untuk sifilis dan tes antibody HIV.

Terdapat beberapa teknik dalam pengambilan darah, yaitu:

a. Hemaferesis

Pengambilan whole blood dari seorang donor atau pasien lalu

dipisahkan menjadi komponen-komponen darah, penyimpanan

komponen yang didinginkan dan pengembalian elemen yang

tersisa ke donor.

b. Plasmaferesis

Prosedur dimana sejumlah unit darah dari donor diambil untuk

didapatkan plasmanya yang diikuti dengan pengembalian sel-sel

darah merah donor. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan

plasma atau fresh frozen plasma. Plasma yang didapat juga dapat

difraksinasi menjadi produk tertentu seperti albumin serum.

c. Sitaferesis

Sejumlah besar trombosit atau leukosi dapat dikoleksi dari donor

tunggal menggunakan sentrifugasi aliran intermiten atau kontinyu.

d. Plateleferesis

Prosedur dimana trombosit dipisahkan secara sentrifugal dari

whole blood.

Page 9: Refrat Transfusi Darah

e. Leukaferesis

Prosedur dimana granulosit diambil dari darah donor dan kemudia

mengembalikan darah sisanya ke donor.

f. Transfusi autoglosus

Prosedur dimana darah diambil dari resipien sendir. Darah dapat

dikumpulkan debgab prosedur konvensional atau melalui

pengumpulan darah yang keluar saat operasi atau trauma (Sudoyo

et al., 2009).

3. Jenis Transfusi Darah

a. Whole Blood

Whole blood diambil dari seorang donor yang kemudian disimpan

di dalam kantung plastic steril sekali pakai yang disertai juga

dengan penggunaan cairan antikoagulan. Cairan antikoagulan

tersebut terdiri sitrat, fosfat, dekstros dan terkadang adenine.

Selama penyimpanan metabolism sel darah akan tetap berjalan

sehingga seiring dengan lamanya penyimpanan akan terjadi

penurunan kadar pH, meningkatnya potassium plasma dan

berkurangnya Faktor VIII.

Whole blood biasa digunakan pada pasien dengan perdarahan yang

membutuhkan tambahan sel darah merah disertai dengan

hipovolemi, misalnya pada pasien dengan perdarahn aktif dengan

kehilangan darah lebih dari 25-30% volum darah total (Sudoyo et

al., 2009). Keuntungan dari whole blood adalah murah dan mudah

untuk dilakukan. Sedangkan kerugiannya adalah besarnya resiko

terjadinya overload (WHO, 2013)

b. Packed Red Blood Cell

Packed Red Blood Cell (PRC) terdiri dari sel darah merah yang

dipisahkan dari komponen darah lainnya. PRC ideal digunakan

pada pasien yang membutuhkan sel darah merah tetapi tidak

Page 10: Refrat Transfusi Darah

membutuhkan penggantian volume (Morgan, et al., 2005).

American Association of Blood Bank memyarankan pemberian

transfusi darah sebaiknya dilakukan pada pasien dengan kadar Hb

dibawah 8 g/dl (Carson, et al., 2012). Setiap pemberian 1 unit PRC

akan meningkat Hb ~1 g/dl dan meningkatkan hematocrit sekitar

3%.(Weinstein, 2012). Pemberian PRC harus disertai dengan

penghangatan darah sampai dengan suhu 37o C agar sama dengan

suhu tubuh (Morgan, et al., 2005).

c. Fresh Frozen Plasma

Fresh Frozen Plasma (FFP) mengandung seluruh protein dalam

plasma beserta dengan factor-faktor pembekuan. Pemberian

transfuse FFP dilakukan pada pasien dengan defisiensi factor

pembekuan darah dan pasien dengan terapi warfarin. FFP juga

dapat diberikan pada pasien yang telah mendapatkan trasfusi

secara massif tetapi masih mengalami perdarahan setelah

pemberian transfuse trombosit. Pemberian FFP memiliki resiko

infeksi yang sama dengan pemberian whole blood. Pemberian FFP

harus didahului dengan menghangatkan suhu sampai dengan suhu

37o C (Morgan et al 2005).

d. Trombosit

Transfusi trombosit diberikan pada pasien dengan

trombositopenia. Biasanya diberikan pada pasien dengan hitung

trombosit dibawah 20.000/µl. Pada pasien dengan perdarahan

trombosit dapat diberikan pada pasien dengan hitung trombosit

dibawah 50.000/µl. Setiap trombosit konsetrat akan menaikan

trombosit 10.000-20.000/µl.

e. Granulosit

Transfusi granulosit diberikan pada pasien dengan neutropenia

yang mengalami infeksi bakteri yang tidak respon terhadap

Page 11: Refrat Transfusi Darah

pemberian antibiotic. Granulosit yang ditransfusi biasanya

memiliki umur hidup yang pendek, maka transfuse dapat diberikan

setiap hari jika memang dibutuhkan. (Morgan et al., 2005)

4. Uji Cocok-Silang

Uji cocok silang atau uji kompatibilitas adalah salah satu

prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan transfuse darah.

Secara umum terdiri dari serangkaian prosedur yang dilakukan

sebelum transfuse untuk memastikan seleksi darah yang tepat untuk

seorang pasien dan untuk mendeteksi antibody ireguler dalam serum

resipien yang dapat mengurangi atau mempengaruhi ketahanan hidup

dari sel darah merah donor setelah transfusi

Terdapat dua jenis uji cocok silang, yaitu uji cocok silang

mayor dan minor. Uji cocok silang mayor bertujuan untuk menguji

reaksi antara sel darah merah donor dengan serum pasien. Sedangkan

pada uji cocok silang minor bertujuan untuk menguji reaksi antara

serum donor dengan sel darah merah pasien.

Secara umum uji cocok silang harus mendeteksi sebagian besar

antibody resipien yang dapat bereaksi dengan sel darah merah donor.

Tetapi, uji cocok-silang tidak menjamin sel darah merah donor tetahp

hidup atau mencegah reaksi imun resipien, tidak mendeteksi kesalahan

penggolongan ABO,Rh-typing, atau semua antibody ireguler pada

resipien serum (Sudoyo et al., 2009)

5. Teknik Transfusi Darah

Sebelum melakukan transfuse darah, periksa sekali lagi

kecocokan jenis dan golongan darah yang dipesan dengan jenis dan

golongan darah yang dibutuhkan. Cek kembali nama penerima dan

pastikan bahwa darah yang ada sesuai dengan darah yang dibutuhkan.

Pastikan darah yang akan ditransfusikan dalam kondisi baik. Jangan

lupa untuk memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan

Page 12: Refrat Transfusi Darah

dan meminta pasien untuk segera melapor apabila pasien merasa

pusing, nyeri, kesulitan bernapas atau mulai merasa gelisah. Pastikan

pasien dalam posisi dimana pasien bisa diawasi secara langsung

dengan mudah.

Transfusi dilakukan dengan transfusi set yang memiliki

saringan saringan dengan ukuran pori-pori 170µm untuk menyaring

bekuan fibrin dan debris. Jarum yang digunakan untuk transfuse

adalah jarum ukuran 16-18. Tidak disarankan untuk memberikan

cairan selain NaCl 0,9% pada saat transfuse. Cairan yang mengandung

kalsium dan mengakibatkan darah transfuse membeku, sedangkan

pemberian Dekstros 5% dapat mengakibatkan terjadinya hemolysis.

Pada pemberian transfuse dengan kecepatan lebih dari

100ml/menit, disarankan untuk menghangatkan darah terlebih dahulu

untuk menghindari terjadinya cardiac arrest. Penghangatan darah

disarankan pada pemberian transfuse lebih dari 50ml/kgBB/jam pada

dewasa, lebih dari 15ml/kgBB/jam pada anak-anak, dan exchange

transfusion pada bayi

Selama transfuse, pasien harus diawasi secara teratur. Reaksi

transfuse yang berat biasanya terjadi pada 15 menit awal transfuse,

oleh karena itu penting sekali untuk melakukan pengawasan selama 15

menit setiap pasien diberikan unti transfuse yang baru.(WHO, 2013)

6. Reaksi Transfusi

Terdapat beberapa reaksi yang mungkin terjadi setelah atau saat

pemberian transfuse, diantaranya adalah:

a. Reaksi hemolitik akut

Reaksi hemolitik akut biasanya terjadi karena ketidakcocokan

golongan darah ABO antara penerima dengan darah yang

didonorkan. Reaksi ini biasanya sangat berat. Reaksi hemolitik

akut yang fatal biasa terjadi pada 1 dari 100.000 transfusi. Pada

Page 13: Refrat Transfusi Darah

pasien yang sadar, gejala dapat berupa demam, mual, nyeri pada

dada dan daerah flank. Pada pasien yang sedang berada dalam

pengaruh obat anastesi gejala dapat berupa peningkatan suhu,

takikardi dan hipotensi yang tidak dapat dijelaskan asalnya.

Koagulasi intracaskular, syok dan kegagalan fungsi ginjal dapat

terjadi dengan cepat. Semakin banyak transfuse yang diberikan

akan semakin memperberat reaksi yang terjadi. Gejala yang berat

dapat terjadi walau hanya dengan pemberian 10-15ml transfuse.

Penatalaksanaan reaksi hemolitik akut adalah:

1) Stop transfuse ketika reaksi terjadi.

2) Cek kembali unit darah yang diberikan dan pastikan sesuai

dengan yang harus diberikan kepada pasien.

3) Cek ulang kembali tes kompabilitas.

4) Berikan diuretic osmosis beserta cairan intravena.

5) Pasang kateter urin dan hitung jumlah hemoglobin di dalam

urin.

6) Apabila terjadi kehilangan darahn yang massif dapat diberikan

trombosit atau Fresh Frozen Plasma.

b. Reaksi hemolitik tipe lambat

Reaksi hemolitik tipe lambat atau disebut juga hemolitik

ekstravaskular merupakan sebuah reaksi ringan yang biasanya

terjadi karena reaksi antigen non D pada system Rhesus atau

antigen lainnya. Pada pemberian transfuse dengan kompabilitas

ABO dan Rh D, terdapat kemungkinan 1-1,6% terbentuknya

antibody terhadap antigen lain yang berada pada system

penggolongan lainnya. Setelah pemberian transfuse, antibody akan

terbentuk dalam hitungan minggu sampai dengan bulan. Ketika

antibody tersebut sudah berada pada jumlah yang signifikan, darah

yang diberikan saat transfuse sudah dibersihkan dari pembuluh

Page 14: Refrat Transfusi Darah

darah. Reaksi biasanya terjadi 2-21 hari setelah transfuse dengan

gejala yang ringan seperti malaise, demam dan kekuningan. Untuk

menegakan diagnosis dapat dilakukan Comb test, tetapi tes

tersebut tidak dapat membedakan apakah reaksi tersebut berasal

dari antibodi resipien ataukah antibody dari darah pendonor. Untuk

terapi, dapat diberikan terapi suportif sesuai gejala yang ada.

c. Demam

Sensitisasi sel darah putih atau trombosit berperan dalam

timbulnya demam. Pasien akan mengalami peningkatan suhu tanpa

disertai reaksi hemolitik. Demam dapat terjadi pada 1-3%

transfuse.

d. Urtikaria

Urtikaria termasuk sering terjadi pada pemberian transfuse.

Biasanya terjadi pada 1% pemberian transfuse. Urtikaria dapat

terjadi karena sensitisasi dari protein plasma. Terapi dapat dengan

pemberian anti histamine H1 dan H2.

e. Reaksi anafilaksis

Reaksi anafilaksis jarang terjadi pada transfuse, diperkirakan

hanya terjadi pada 1 dari 150.000 transfusi. Reaksi biasanya terjadi

sesaat setelah pemberian beberapa milliliter darah. Terapi dapat

dilakukan dengan pemberian epinefrin, cairan dan antihistamin.

Page 15: Refrat Transfusi Darah

BAB III

KESIMPULAN

Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat

(donor) ke orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui pembuluh

darah. Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah.

Tujuan transfusi darah adalah meningkatkan kemampuan darah dalam

mengangkut oksigen,memperbaiki volume darah tubuh,memperbaiki

kekebalan,memperbaiki masalah pembekuan.

Transfusi darah diperlukan saat tubuh kehilangan banyak darah, misalnya

pada kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar, penyakit yang

menyebabkan terjadinya perdarahan, juga penyakit yang menyebabkan kerusakan sel

darah dalam jumlah besar, misal anemia hemolitik atau trombositopenia.

Page 16: Refrat Transfusi Darah

DAFTAR PUSTAKA

Carson JL, et al (2012). Red Blood Cell Transfusion: A Clinical Practice Guideline

From the AABB. Annals of internal medicine.

Guyton AC dan Hall JE (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta:

ECG, pp: 473-476.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ (2006). Morgan’s Clinical Anesthesiology 4 th

Edition. California: McGraw Hill

Sherwood L (2009). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi ke 6. Jakarta: ECG,

pp: 420-436.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibarata M, Setiati S (2009). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II Edisi ke 5.Jakarta: Interna Publishing, pp:1185-1191

Weinstein R (2012). Clinical Practice Guide on Red Blood Cell Transfusion.

Massachusetts: University of Massachusetts

WHO (2013). The Clinical Use of Blood in General Medicine Obstetrics Pediatrics

Surgery & Anaesthasia Trauma and Burns. Geneva: WHO