Refrat RM
-
Upload
dwi-wirastomo -
Category
Documents
-
view
82 -
download
13
Transcript of Refrat RM
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir semua orang pernah mengalami nyeri pinggang, hal ini menunjukan
seringnya gejala ini dijumpai pada sebagian besar penderita. Sakit pinggang
merupakan keluhan banyak penderita yang berkunjung ke dokter. Yang dimaksud
dengan istilah sakit pinggang bawah ialah nyeri, pegal linu, ngilu, atau tidak enak
didaerah lumbal dan sacrum. Penyebab LBP bermacam-macam dan multifaktorial,
banyak yang ringan, namun ada juga yang berat yang harus ditanggulangi dengan
cepat dan tepat.
LBP (low back pain/nyeri punggung bawah) adalah suatu gejala dan bukan
suatu diagnosis. Pada beberapa kasus gejalanya sesuai dengan diagnosis
patologisnya, namun di sebagian besar kasus, diagnosis tidak pasti dan berlangsung
lama. Dengan demikian maka LBP yang timbulnya sementara dan hilang timbul
adalah sesuatu yang dianggap biasa. Namun bila LBP terjadi mendadak dan berat
maka akan membutuhkan pengobatan, walaupun pada sebagian besar kasus akan
sembuh dengan sendirinya.
Low back Pain (LBP) merupakan masalah umum kesehatan di masyarakat
yang menyebabkan ketergantungan dalam penggunaan layanan kesehatan. LBP
terhitung hampir mengurangi produktivitas hingga 20 Juta USD atau setara dengan
200 milyar rupiah setiap tahunnya di Amerika. Lebih dari 80 Juta USD dihabiskan
setiap tahunnya untuk mengatasi LBP di Amerika Serikat. LBP sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-85%
dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya.
Prevalensi pertahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence
rata-rata 30%. Di Amerika Serikat nyeri ini merupakan penyebab yang urutan paling
sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan ke 2
untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke 5 alasan perawatan di
rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan operasi.
Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah
menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%.
Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar
antara 3-17%
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN BIOMEKANIK VERTEBRA
1. Anatomi
Vertebra terdiri dari 7 tulang cervical, 12 tulang thoracal, 5 tulang
lumbal, 5 tulang sacral dan tulang coccygeus. Tulang cervical, thoracal dan
lumbal membentuk columna vertebralis, sedangkan tulang sacral dan
coccygeus satu sama lain menyatu (Putz dan Pabs, 2002).
Vertebra lumbal terletak di regio punggung bawah antara region
thorax dan sacrum. Vertebra lumbal ditandai dengan corpus dan arcus yang
kuat. Vertebra lumbal berjumlah lima, ke atas bersendi dengan thoracal ke
12 dan ke bawah bersendi dengan tulang sacral. Vertebra dibentuk oleh
corpus yang berfungsi sebagai penyangga berat badan. Procecius spinosus
merupakan bagian dari vertebra bagian posterior yang bila diraba terasa
seperti tonjolan, terutama berfungsi sebagai tempat melekatnya otot – otot
punggung. Procecius transversus terletak pada kedua sisi corpus vertebra
dan sedikit kearah atas dan bawah dari procecius transversus, terdapat
facies articularis vertebra dengan vertebra yang lainnya. Bentuk permukaan
facet joint akan mencegah atau membatasi gerakan yang berlawanan arah
dengan permukaan facet joint. Pada daerah lumbal, facet terletak pada
bidang sagital memungkinkan gerak fleksi dan ekstensi kearah anterior dan
posterior (Cailliet, 2004).
6
1
7
2
8
3
4 9
5
Gambar Tulang punggung (Sobotta, 2005)
Keterangan 1. Vertebra cervical2. Vertebra thoracal3. Vertebra lumbal4. Vertebra sacral5. Vertebra coccygeus6. Vertebra prominem7. Pancecius spinosus8. Pancecius tranversus9. Discus invertebralis
Gambar Vertebra lumbalis ke IV, tampak dari cranial (Sobotta, 2005)
Keterangan 1. Body2. Pedicle3. Processius tranversus4. Facies Articularis5. Lamina6. Processius Spinosus7. Foramen Vertebrae8. Facies Articularis Inferior
Discus Intervertebralis merupakan struktur elastik diantara korpus
vertebra. struktur discus bagian dalam disebut nucleus pulposus, sebagian
tepi disebut annulus fibrasus. Discus berfungsi sebagai bantalan sendi antara
korpus yang berdekatan sebagai penahan pada berbagai tekanan dalam
menumpu berat badan (Kapandji, 2004).
Bila terjadi suatu tekanan atau kompresi yang merata bekerja pada
vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh discus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi saja, nucleus pulposus
akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi yang
1
2
3
4
5
6
5
8
5
7
berlawanan. Keadaan ini terjadi pada gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi
dan latero fleksi (Cailliet, 2004).
Stabilisasi vertebra lumbalis terutama terdiri dari bentuk tulang
vertebra dan ligament sebagai stabilisasi pasif serta otot sebagai stabilisasi
aktif. Ligamen yang memperkuat persendian columna vertebralis regio
lumbal antara lain (1) Ligamen longitudinal anterior dan posterior, (2)
Ligamen flavum, (3) Ligamen interspinosus, (4) Ligamen supraspinosus, dan
(5) Ligamen intertransversus (Yanuar, 2002 ).
Pada saat gerak fleksi vertebra slide ke anterior sehingga
menyebabkan penyempitan pada discus intervertebralis bagian anterior dan
meluas posterior.
Potongan sagital
Potongan melintang
GambarDiscus Intervertebralis dan ligamentum
Potongan melintang dan sagital
Keterangan :1. Annulus Fibraus2. Nucleus Pulposus
12
3 4
5 6
3. Ligament Interspinosus4. Ligametum Supraprinosium5. Nucleus Pulposus6. Analus Vibrasus
Gambar Segmen pergerakan Lumbal Skema, potongan medial (Sobotta, 2005).
Keterangan1. Ligament longitudinal posterior 2. Anulus fibrosus 3. Nucleus pulposus4. Ligament longitudinal anterior5. Ligament flavum6. Processus articularis superior7. Ligament supraspinale8. Processus spinosus9. Ligament interspinale10. Processus articularis inferior11. Foramen intervertebrale
Gerak fleksi dibatasi oleh ligamen flavum, ligamen supraspinosus dan
ligamen longitudinal posterior, sedangkan pada gerak ekstensi vertebra slide
ke posterior. Gerakan ekstensi dibatasi oleh ligamen longitudinal anterior.
Pada gerak lateralfleksi dibatasi oleh ligamen interspinalis, corpus vertebra
pada sisi kontralateralsaling melebar dan pada sisi lateral saling mendekat
(Kapandji, 2004)
Sedangkan otot – otot yang berfungsi sebagai stabilitas aktif dan
berfungsi sebagai flexor antara lain (1) m. rectus abdominis, (2) m. obligus
internus, (3) m. obligus eksternus, (4) m. ilio psoas, (5) m. quadratus
lumborum. Adapun yang berfungsi sebagai ekstensor yaitu : (1) m.
interspinalis, (2) m. transversus spinalis, (3) m. sacrospinalis. Sebagai lateral
flexor yaitu : m. psoas mayor, (2) m. quadratus lumborum (Kapandji, 2004).
Gambar Otot Lumbal (Sobotta, 2005).
Gambar Otot Lumbal (Sobotta, 2005).
Gambar Otot Lumbal (Sobotta, 2005).
2. Biomekanika vertebra lumbal
Dalam lingkup gerak sendi lumbosacral saat gerak fleksi adalah 85
derajat, saat gerak ekstensi adalah 30 derajat (Russe dan Gerhard, 1975).
Biomekanik columna vertebralis regio lumbal facet jointnya memiliki arah
sagital dan medial sehingga memungkinkan gerakan fleksi - ekstensi dan
latero fleksi, rotasi yang terjadi dengan aksis vertical melalui prosessus
spinosus dengan sudut normal 45 derajat, gerakan ini dibatasi otot rotasi
samping berlawanan dan ligamen interspinosus (Kapandji, 2004). Facet joint
di region lumbal memiliki bidang gerak sagital dan frontal sehinga
memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan rotasi. Gerakan 40°
fleksi hanya terjadi pada lumbal dan 60° fleksi bila dipengaruhi oleh pelvic
complek. Gerak 30° karena dibatasi oleh ligamentum longitudinal anterior
dan procecus spinosus yang saling bertemu (Kapandji, 2004). Dilihat dari
struktur anatomi dan aligment vertebra, lumbal mudah terjadi pergeseran
karena lengkungan lordosis lumbal yang berlangsung bersendi dengan tulang
sacrum yang berbentuk kifosis. Sedangkan ditinjau dari jaringan sekitar,
region lumbal kurang stabil karena tidak ada tulang yang memfiksasi,
berbeda dengan region thoracal yang difiksasi oleh tulang costa. Selain itu
vertebra lumbal berfungsi menahan berat badan sehingga cenderung terkena
cedera (Cailiet, 2004).
Gambar Otot – otot perut ( Sobotta, 2005 )
Keterangan :
1. M. rectus abdominis
2. M. obliquus externus abdominis
3. M. obliquus internus abdominis
1
2
1
2
3
Gambar Otot – otot punggung( Sobota, 2005 )
Keterangan :
1. M. Illiocostalis thoracic
2. M. Latisimus dorsi
3. M. Illiocostalis thoracic
4. M. Erector spine
5. M. Spinalis thoracic
6. M. Longisimus dorsi
7. M. Illiocostalis
8. Obliqus internus abdominis
B. CENTER OF GRAVITY
Pusat gaya gravitasi (center of gravity) merupakan sebuah titik yang
dianggap sebagai tempat seluruh gaya gravitasi atau berat benda bekerja, bila
benda tersebut berada di dalam medan gravitasi seragam. Untuk suatu benda
lunak, seperti tubuh manusia posisi pusat gaya gravitasinya berubah menuruti
perubahan bentuknya. Pusat gaya gravitasi dari orang yang berdiri tegak
ditemukan pada tingkat kedua dari tulang belakangnya pada suatu garis vertikal
menyentuh lantai sekitar 3 cm di depan tulang sendi pergelangan kaki.
Jika seseorang mengangkat kedua lengannya lebih dari kepalanya, pusat
gaya gravitasinya akan naik beberapa sentimeter. Pada saat seorang pelompat
indah melipat tubuhnya pusat gaya gravitasinya berada di sebelah pusat gaya
gravitasinya berada di sebelah luar keseluruhan tubuhnya.
Kestabilan tubuh manusia merupakan good stability. Oleh karena itu
ketika berjalan maupun berdiri secara otomatis mekanisme neuromuscular
secara terus-menerus mereposisikan pusat gaya gravitasinya. Laporan
perubahannya dideteksi oleh reseptor Laporan perubahannya dideteksi oleh
reseptor kinestetik, dan membutuhkan penyesuaian otot-otot tubuh untuk
memindahkan pusat gaya gravitasinya. Pusat gaya gravitasi itu berpindah dalam
kira-kira delapan susunan bentuk badan terhadap suatu garis vertikal yang
melalui daerah pusat penyangganya. Jika seseorang membawa beban yang
cukup berat, maka tangan yang satunya akan berusaha untuk mengkompensasi
supaya pusat gravitasi tetap ada di dalam garis gravitasi
Gambar. Center of Gravity
Gambar. Konsep kesetimbangan
C. LOW BACK PAIN
1. Definisi
Nyeri pinggang bawah atau low back pain (LBP) merupakan rasa nyeri,
ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah. Nyeri pinggang
bawah bukanlah diagnosis tapi hanya gejala akibat dari penyebab yang sangat
beragam. Low back pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan menjadi
dua yaitu:
2. Klasifikasi
a. acute low back pain
Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya hanya
sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini
dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena
luka traumatic seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat
hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan,
juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih
serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh
sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang acute terfokus
pada istirahat dan pemakaian analgesik.
b. chronic low back pain
Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang
berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset
yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back
pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses
degenerasi discus intervertebralis dan tumor. Disamping hal tersebut
diatas terdapat juga klasifikasi patologi yang klasik yang juga dapat
dikaitkan LBP. Klasifikasi tersebut adalah :
1) Trauma
2) Infeksi
3) Neoplasma
4) Degenerasi
5) Kongenital
3. Epidemiologi
Nyeri pinggang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
pada semua negara. Besarnya masalah yang diakibatkan oleh nyeri pinggang
dapat dilihat dari ilustrasi data berikut. Pada usia kurang dari 45 tahun, nyeri
pinggang menjadi penyebab kemangkiran yang paling sering, penyebab
tersering kedua kunjungan kedokter, urutan kelima masuk rumah sakit dan
masuk 3 besar tindakan pembedahan. Pada usia antara 19-45 tahun, yaitu
periode usia yang paling produktif, nyeri pinggang menjadi penyebab
disabilitas yang paling tinggi.
Di Indonesia, LBP dijumpai pada golongan usia 40 tahun. Secara
keseluruhan, LBP merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49 %).
Pada negara maju prevalensi orang terkena LBP adalah sekitar 70-80 %. Pada
buruh di Amerika, kelelahan LBP meningkat sebanyak 68 % antara thn 1971-
1981.
Sekitar 80-90% pasien LBP menyatakan bahwa mereka tidak
melakukan usaha apapun untuk mengobati penyakitnya jadi dapat
disimpulkan bahwa LBP meskipun mempunyai prevalensi yang tinggi namun
penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya.
4. Etiologi
Penyebab LBP dapat dibagi menjadi 2 garis besar, yaitu:
a. Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus
pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia ini bisa
dalam bentuk suatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan
keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks. Lokalisasinya paling
sering di daerah lumbal atau servikal dan jarang sekali pada daerah torakal.
Nukleus terdiri dari megamolekul proteoglikan yang dapat menyerap air
sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai dekade ke tiga, gel dari
nukleus pulposus hanya mengandung 90% air, dan akan menyusut terus
sampai dekade ke empat menjadi kira-kira 65%. Nutrisi dari anulus
fibrosis bagian dalam tergantung dari difusi air dan molekul-molekul kecil
yang melintasi tepian vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang
menerima suplai darah dari ruang epidural. Pada trauma yang berulang
menyebabkan robekan serat-serat anulus baik secara melingkar maupun
radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan pemisahan
lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus.
Perpaduan robekan secara melingkar dan radial menyebabkan massa
nukleus berpindah keluar dari anulus lingkaran ke ruang epidural dan
menyebabkan iritasi ataupun kompresi akar saraf.3
b. Non-diskogenik
Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada
serabut sensorik saraf perifer, yang membentuk n. iskiadikus dan bisa
disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik atau imunologis, yang
mengiritasi n. iskiadikus dalam perjalanannya dari pleksus lumbosakralis,
daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi pelvis sampai sepanjang jalannya
n. iskiadikus (neuritis n. iskiadikus).
Penyebab nyeri pinggang bawah bermacam-macam dan multifaktor,
meliputi penyebab trauma dan nontrauma. Trauma dan gngguan mekanis
merupakan penyebab utama nyeri pinggang bawah. Pada orang-orang yang
tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau sudah lama tidak melakukan
kegiatan ini dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Cara bekerja di
pabrik atau di kantor dengan sikap yang salah lama-lama nenyebabkan nyeri
pinggang bawah yang kronis. Patah tulang, pada orang yang umurnya sudah
agak lanjut sering oleh karena trauma kecil saja dapat menimbulkan fraktur
kompresi pada korpus vertebra. Hal ini banyak ditemukan pada kaum wanita
terutama yang sudah sering melahirkan. Dalam hal ini tidak jarang
osteoporosis menjadi sebab dasar daripada fraktur kompresi. Fraktur pada
salah satu prosesus transversus terutama ditemukan pada orang-orang lebih
muda yang melakukan kegiatan olahraga yang terlalu dipaksakan.
Pada penderita dengan obesitas mungkin perut yang besar dapat
menggangu keseimbangan statik dan kinetik dari tulang belakang sehingga
timbul nyeri pinggang. Ketegangan mental terutama ketegangan dalam
bidang seksual atau frustasi seksual dapat ditransfer kepada daerah lumbal
sehingga timbul kontraksi otot-otot paraspinal secara terus menerus sehingga
timbul rasa nyeri pinggang. Analog dengan tension headache maka nyeri
pinggang semacam ini dapat dinamakan “tension backache”. Tidak jarang
seorang pemuda mengeluh tentang nyeri pinggang, yang timbul karena
adanya anggapan yang salah yaitu bahwa karena seringnya melakukan onani
di waktu yang lampau lantas kini sumsum balakangnya telah menjadi kering
dan nyeri.
Penyebab nontrauma low back pain di antaranya:
a. Deformitas Tulang Belakang
1) Kifosis
Kifosis adalah gangguan tulang belakang progresif yang dapat
mempengaruhi anak-anak atau orang dewasa. Gangguan ini dapat
menyebabkan deformitas digambarkan sebagai bungkuk. Kyphosis
bisa dalam bentuk hyperkyphosis atau cacat gibbus tajam sudut.
Kurva kyphotic abnormal lebih sering ditemukan pada tulang
belakang dada atau torakolumbalis, meskipun dapat juga di serviks.
Gejala yang paling umum untuk pasien dengan kyphosis
abnormal penampilan sikap tubuh yang buruk dengan penampilan
punuk bagian belakang atau "bungkuk," sakit punggung, kelelahan
otot, dan kekakuan pada belakang. Paling sering, gejala-gejala ini
tetap cukup konstan dan tidak menjadi semakin buruk dengan waktu.
Dalam situasi yang lebih parah, pasien mungkin melihat gejalanya
memburuk dengan waktu. Kyphosis dapat berkembang, menyebabkan
bungkuk lebih berlebihan. Dalam kasus yang jarang, ini dapat
menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang dengan gejala
neurologis termasuk kelemahan, kehilangan sensasi, atau hilangnya
kontrol usus dan kandung kemih. Kasus yang parah kyphosis toraks
juga dapat membatasi jumlah ruang di dada dan menyebabkan
masalah jantung dan paru yang menyebabkan nyeri dada dan sesak
napas.
Diagnosis Kifosis berdasarkan:
a) Pemeriksaan fisik menunjukkan kurva abnormal dari tulang
belakang.
b) Pemeriksaan neurologis di bawah kurva untuk menemukan
kelemahan, kelumpuhan, atau perubahan sensasi.
c) Spine x-ray
d) Tes fungsi paru (jika kyphosis mempengaruhi pernafasan)
e) MRI (jika mungkin ada tumor, infeksi, atau gejala neurologis)
2) Spodilosis Lumbal
Spondylosis (spinal osteoarthritis) adalah suatu gangguan
degeneratif yang dapat menyebabkan hilanganya struktur dan fungsi
normal tulang belakang. Meskipun penuaan adalah penyebab utama,
lokasi dan tingkat degenerasi merupakan individual. Proses
degeneratif dapat mengenai daerah cervical, thoracal, dan/atau lumbal
dari tulang belakang mempengaruhi diskus intervertebralis dan facet
joints.
Spondylosis seringkai mempengaruhi vertebrae lumbalis pada
orang diatas usia 40 tahun. Nyeri dan kekakuan badan diperjalanan
merupakan keluhan utama. Biasanya mengenai lebih dari 1 vertebrae.
Vertebrae lumbalis menopang sebagian besar berat badan.
Oleh karenanya, ketika tuntutan luar biasa integritas sosial, gejala
termasuk nyeri mungkin disertai dengan jalan-jalan. Gerakan
merangsang serabut rakyat nyeri pada anulus fibrosus dan facet joints.
Duduk dalam waktu yang masih sedikit dan gejala lainnya karena
tekanannya pada vertebrae lumbalis. Pergerakan berulang seperti
mengangkat dan membungkuk (cth persalinan) dapat meningkatkan
nyeri
a) Keluhan meliputi:
- Nyeri pinggang bawah, akibat beberapa tulang pinggang
mengalami gangguan stabilitas, nyeri saat bangun tidur atau
nyeri saat bergerak.
- Nyeri menjalar sepanjang kaki hingga telapak kaki, rasa tebal
dan kesemutan serta kesulitan menggerakkan kaki.
- Rasa berat dan lemas pada kaki saat berjalan agak jauh atau
posisi duduk lama, merasa kram yang mencekram, kadang
merasa dingin dan tumpul di kaki.
- gangguan fungsi seksual, kelumpuhan kaki dan tidak mampu
berjalan bila keadaan semakin berat, kadang disertai gangguan
buang air kecil dan buang air besar
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak
tentang kesehatan dan keadaan umum pasien. Pemeriksaan
termasuk ulasan terhadap riwayat medis dan keluarga pasien.
Pemeriksaan laboratorium seperti hitung darah lengkap dan
urinalisa seringkali dilakukan. Pemeriksaan fisik antara lain:
- Palpasi
Untuk menentukan kelainan tulang belakang, daerah yang nyeri
tekan, dan spasme otot.
- Range of Motion
Mengukur tingkatan sampai sejauh mana pasien dapat
melakukan gerakan fleksi, ekstensi, miring ke lateral, dan rotasi
tulang belakang.
- Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaaan neurologis memeriksa gejala-gejala pasien
termasuk nyeri, kebas, paresthesias, sensasi dan motoris, spasme
otot, kelemahan, dan gangguan perut dan kandung kemih.
Perhatian khusus terutama pada ekstremitas. Pemeriksaan CT
Scan atau MRI mungkin diperlukan jika terdpat bukti disfungsi
neurologis.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dengan pencitraan. Radiografi (x-
rays) dapat memperlihatkan berkurangnya tebal diskus vertebral is
dan adanya osteofit, namun tidak sejelas CT Scan atau MRI. CT
Scan dapat digunakan untukmengungkap adanya perubahan tulang
yang berhubungan dengan spondylosis. Pada MRI mampu
memperlihatkan kelainan diskus, ligamen, dan nervus.
d) Penatalaksanaan meliputi:
- Pengobatan konservatif, berhasil dalam 75% dari seluruh
waktu. Beberapa pasien mungkin menyangka karena kondisi
mereka diberi nama degeneratif mereka akan berakhir di kursi
roda suatu waktu nanti. Ini sebetulnya jarang terjadi. Banyak
kasus dimanan nyeri dan gejala lainnya dapat diobati dengan
berhasil tanpa memerlukan pembedahan.
- Selama fase akut, obat anti inflamasi, analgesik, dan pelemah
otot dapat diberikan untuk jangka waktu yang pendek. Daerah
yang terkena mungkin diimobilisasi. Penyangga servikal lunak
dapat digunakan untuk membatasi pergerakan dan mengurangi
nyeri. Orthotik lumbal mungkin mengurangi keluaran lumbal
dengan menstabilisasi vertebrae lumbalis. Fisioterapi, terapi
panas, perangsangan listrik, dan modalitas lainnya dapat
digabungkan untuk merencanakan pengendalian spasme otot
dan nyeri.
- Pembedahan, Terkadang pembedahan diperlukan dalam
pengobatan spondylosis atau spinal osteoarthritis. Hal ini
biasanya dilakukan jika pengobatan konservatif telah gagal.
Jika terdapat defisit neuroilogis, prosedur pembedahan tertentu
dapat dipertimbangkan. Namun demikian, sebelum
merekomendasikan pembedahan, perlu diperhatikan usia
pasien, gaya hidup, pekerjaan, dan jumlah keterlibatan
vertebrae.
3) Spondilolisthesis
Spondilolisthesis adalah pergeseran vertebra kedepan terhadap
segment yang lebih rendah, biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4
atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis. Spondylolisthesis
menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila
dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya
terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5
bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pada
tingkatan yang lebih tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat
jarang terjadi.
Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak
lanjut. Biasanya akibat stres fraktur yang terjadi akibat tekanan
berlebihan pada arkus laminar vertebra. Tekanan yang berlebihan
tersebut umumnya akibat posisi berdiri keatas atau aktivitas atletik
yang menggunakan penyangga punggung (misalnya senam,
sepakbola, dan lain sebagainya)
Penyebab spondililisthesis bersifat multifaktorial. Faktor
predisposisinya antara lain gravitasi, tekanan rotasional dan stress
fraktur / tekanan kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh. Spondilolistesis
5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai 6-7% pada umur 18
tahun, pria lebih sering mengalami daripada wanita dengan
perbandinagn 2:1, serta lebih sering terjadi pada orang berkulit putih
(6,4%) dibandingkan orang yang berkulit hitam (2,8%).
Spondylolisthesis dikalsifikasikan menjadi lima tipe utama, yaitu
- Tipe 1 (Diplastik)
Bersifat sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan
sakral superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan
pergeseran vertebra L5.
- Tipe II ( Isthmic atau Spondilolitik )
Pergeseren satu vertebra yang lesinya terletak pada bagian
isthmus atau pars interartikularis.
- Tipe IIA
Disebut juga lytic atau stress spondilolisthesis akibat mikro
fraktiur rekuren yang disebabkan oleh hipereksetensi, sering
terjadi pada pria.
- Tipe IIB
Terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis pars
interartikularis meregang dimana fraktur mengisinya dengan
tulang baru.
- Tipe IIC
Sangat jarang terjadi, dan disebabkan oleh fraktur akut pada
bagian pars interartikularis. diperlukan Pencitraan radioisotop
diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.
- Tipe III (Degeneratif)
Akibat degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada
permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran
vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondylolisthesis ini
sering dijumpai pada orang tua. Tidak terdapatnya defek dan
pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.
- Tipe IV (Traumatik)
Berhubungan dengan fraktur akut pada elemen posterior
(pedikel, lamina atau permukaan / facet) dibandingkan dengan
fraktur pada bagian pars interartikularis.
- Tipe V (Patologik)
Terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat
proses penyakit seperti penyakit Pagets, Giant Cell Tumor, dan
tumor atau penyakit tulang lainnya.
(Medtronic, 2008)
Manifestasi klinis dari spondilolisthesis antara lain:
- Terbatasnya pergerakan tulang belakang
- Kekakuan otot hamstring ( otot betis )
- Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi
penuh.
- Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
- Hiperkifosis lumbosacral junction
- Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit
(spondiloptosis).
- Kesulitan berjalan
Diagnosis spondilolisthesis ditegakkan berdasarkan:
a) Gambaran Klinis
Nyeri punggung pada regio yang terkena merupakan gejala khas.
Umumnya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila
melakukan aktivitas maka nyeri makin bertambah hebat dan
istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan
dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala
neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak
sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi
vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang
belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit.
b) Gambaran Fisik
Subluksasio bersifat ringan postur normal. Subluksasi berat
gangguan bentuk postur.
c) Radiologis
- Rontgen
X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan
pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP, Lateral dan oblique
adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosakral Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat
pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam
mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek
lebih terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien
berada dalam posisi berdiri.
- CT-Scan
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal
reaksi stress / tekanan pada defek pars interartikularis yang
tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif
menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah
dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa
penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat
menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik.
- MRI
MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat
mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan
lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik
dibandingkan dengan foto polos. Xylography umumnya
dilakukan pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi.
Penatalaksanaan spondilolisthesis meliputi
a) tirah baring.
b) obat antiinflamasi untuk mengurangi edema.
c) analgesik untuk mengontrol nyeri.
d) therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan
flexibilitas
Prognosis:
a) Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan
II à prognosa cukup baik dengan terapi konservatif
b) Isthmic spondylolisthesis grade III à lebih mempunyai prognosis
bervariasi dan kadang-kadang disertai dengan nyeri yang
persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan memberikan
perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular
c) Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang
memuaskan untuk mengurangi gejala dari extremitas bagian
bawah.
(Medtronic, 2008)
4) Ankylosing Spondilitis
Berasal dari bahasa Yunani, dari kata; melengkung: ankylos,
vertebra: spondylos. Ankylosing spondylitis adalah penyakit
inflamasi kronis yang terutama menyerang pada persendian kerangka
aksial (spine, sacroiliac joints, dll) dan juga sendi perifer.
Kelengkungan Ankylosing Spondylitis bisa sampa 110º.
Penyebab ankylosing spondilitis masih belum diketahui secara
pasti, namun di duga karena dipenaruhi oleh faktor genetik, yaitu
adanya HLA – B27. Dan, Penelitian baru-baru ini juga ditemukan
karena adanya gen-gen ARTS1 dan IL23R yang menyebabkan
Ankylosing Spondylitis ini.
Laki-Laki lebih rentan mengalami ankylosing spondilitis
dibanding pada perempuan. Dapat mengenai semua kelompok umur,
termasuk anak-anak, biasanya dimulai dari usia remaja sampai 40
tahun. Orang-orang yang mempunyai gen HLA –B27. Riwayat
penyakit AS dalam keluarga.
Manifestasi ankylosing spondilitis antara lain (Daugados M.,
2001)
a) Low Back Pain
Nyeri pinggang (low back pain) pada ankylosing spondylitis
ditandai oleh :
- dimulai dengan adanya rasa nyaman di pinggang dan penderita
sebelum berumur 40 tahun
- Permulaannya insidious (perlahan-lahan).
- nyeri menetap paling sedikit selama 3 bulan;
- berhubungan dengan kaku pada pinggang waktu pagi hari;
- nyeri berkurang/membaik dengan olah raga
- Rasa sakit mula-mula dirasakan pada daerah gluteus bagian
dalam, sulit untuk menentukan titik asal sakitnya dengan
permulaan yang insidious. Kadang-kadang pada stadium awal
nyeri dirasakan hebat di sendi sacroiliacs, dapat menjalar
sampai kista, iliaca atau daerah trochanter mayor, atau ke paha
bagian belakang. Nyeri menjalar ini sangat menyerupai nyeri
akibat kompresei nervus ischiadicus. Rasa sakit bertambah
pada waktu batuk, bersin atau melakukan gerakan memutar
punggung secara tiba-tiba. Pada awalnya rasa sakit tidak
menetap dan hanya menyerang satu sisi (unilateral); sesudah
beberapa bulan nyeri biasanya akan menetap dan menyerang
secara bilateral disertai rasa kaku dan sakit pada bagian di
bawah lumbal. Rasa sakit dan kaku ini dirasakan lebih berat
pada pagi hari yang kadang- kadarig sampai membangunkan
penderita dari tidurnya. Sakit/ kaku pagi hari ini biasanya
menghilang sesudah 3 jam. Di samping itu kaku/sakit pagi hari
ini akan berkurang sampai hilang dengan kompres panas, olah
raga atau aktivitas jasmani lain.
Pada penyakit yang ringan biasanya gejala timbul hanya di
pinggang saja dan apabila penyakitnya bertambah berat, maka
gejala berawal dari daerah lumbal, kemudian thorakal akan
akhirnya sampai pada daerah servikal : untuk mencapai daerah
servikal penyakit ini memerlukan waktu selama 12-25 tahun.
Penyakit ini kadang-kadang dirasakan sembuh sementara atau
untuk selamanya, akan tetapi kadang-kadang akan berjalan
terus dan mengakibatkan terserangnya seluruh tebrae.
Selama perjalanan penyakitnya dapat terjadi nyeri radi-kuler
karena terserangnya vertebra thorakal atau servikal dan apabila
telah terjadi ankylose sempurna, keluhan nyeri akan
menghilang.
b) Nyeri Dada
Dengan terserangnya vertebra thorakalis termasuk sendi
kostovertebra dan adanya enthesopati pada daerah persendian
kostosternal dan manubrium sternum, penderita akan merasakan
nyeri dada yang bertambah pada waktu batuk atau bersin.
Keadaan ini sangat menyerupai pleuritic pain. Nyeri dada karena
terserangnya persendian costovertebra dan costotranver-sum
sering kali disertai dengan nyeri tekan daerah costosternal
junction. Pengurangan ekspansi dada dari yang ringan sampai
sedang sering kali dijumpai pada stadium awal. Keluhan nyeri
dada sering ditemukan pada penderita dengan HLA-B27 positif
walaupun secara radiologis tidak tampak adanya kelainan sendi
sacroiliaca (sacroiliitis).
c) Nyeri Sendi Lutut dan Bahu
Sendi panggul dan bahu merupakan persendian ekstra- axial yang
paling sering terserang (35%). Kelainan ini merupakan
manifestasi yang sering dijumpai pada juvenile ankylosing
spondylitis. Pada ankylosing spondylitis yang menyerang anak-
anak antara umur 8-10 tahun, keluhan pada sendi panggul sering
dijumpai, terutama pada penderita dengan HLA-B27 positif atau
titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering terserang, dengan
manifestasi efusi yang intermitten. Di samping itu sendi
temporomandibularis juga dapat terserang (10%).
Diagnosis ankylosing spondilitis berdasarkan
a) Anamnesis
Sangat penting untuk diketahui adanya low back pain dan riwayat
keluarga dengan AS.
b) Pemeriksaan Fisik
- Sikap / Postur tubuh
Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan
hilang. Lordosis lumbal yang menghilang umumnya merupakan
tanda awal. Apabila vertebra cervical terserang, maka
pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri.
Leher penderita mengalami pergeseran ke depan dan hal ini
dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri tegak,
apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat menempel
pada dinding.
- Mobilitas Tulang Belakang
Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan
gerak. Biasanya ditemukan adanya keterbatasan gerak pada
tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan cara
melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan
ekstensi. Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk
mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan ke depan. Caranya :
penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus
lumbal V diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya
diberi tanda ke dua. Kemudian penderita diminta melakukan
gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada
orang normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh;
bila jarak kedua titik tersebut tidak mencapai 15 cm, hal ini
menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah
menurun (pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di
samping itu fleksi lateral juga akan menurun dan gerak putar
pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit.
- Ekspansi Dada
Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering
dijumpai pada kasus ankylosing spondylitis stadium dini dan
jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada pengukuran ini
perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang
dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5 cm pada penderita
muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara
perlahan-lahan, harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing
spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini diukur dari inspirasi
maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal.
- Sacroilitis
Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa
sakit, akan tetapi hal ini tidak spesifik karena pada awal
penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda ini
tidak ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri
tekan pada sendi sacroiliaca oleh karena telah terjadi fibrosis
atau, bony ankylosis.
Penatalaksanaan ankylosing spondilitis meliputi
a) Non Medikamentosa
- Mobilitas yang baik dan teratur (olahraga dan latihan),
- Penerangan/penyuluhan
- Radio terapi
- Operatif
b) Medikamentosa dengan OAINS
Pada umunya prognosis untuk Ankylosing Spondylitis
berlangsung baik dengan pemberian obat anti inflamasi nonsteroid
secara berkala. Kematian dapat terjadi pada penyakit yang sudah lama
dan telah terjadi komplikasi yang parah pada manifestasi
ekstraartikular.
5) Spina Bifida
Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang
ditutupi oleh kulit yang berbulu, maka hendaknya kita waspada bahwa
didaerah itu ada tersembunyi suatu spina bifida okulta.
Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiaat pada arkus
spinosus di daerah lumbal atau sakral. Karena adanya defek tersebut
maka pada tempat itu tidak terbentuk suatu ligamentum
interspinosum.
Keadaan ini akan menimbulkan suatu “lumbo-sakral sarain”
yang oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri pinggang.
6) Stenosis kanalis vertebralis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun
penyakit telah ada sejak lahir, namun gejala-gejalanya baru tampak
setelah penderita berumur 35 tahun.
Gejala yang tampak adalah timbulnya nyeri radikuler bila si
penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri hilang begitu penderita
berhenti jalan atau bila ia duduk. Untuk menghilangkan rasa nyerinya
maka penderita lantas jalan sambil membungkuk.
b. Inflamasi
Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada vertebra.
Artritis rematoid merupakan suatu proses yang melibatkan jaringan ikat
mesenkimal.
c. Penyakit Marie-Strumpell
Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama
spondilitis ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta
mengenai kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka. Gejala yang sering
ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar di daerah pnggang disertai
kekakuan ( stiffness ) dan kelainan ini bersifat progresif.
d. Neoplasma
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor
jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang
sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap.
Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor ganas daripada tumor jinak. Contoh
tumor tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang menyebabkan nyeri
pinggang terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji
kacang, dapat dijumpai di pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma
adalah contoh tumor benigna di kanalis spinal yang dapat menyebabkan
nyeri pinggang bawah. Meningioma adalah tumor intradural dan
ekstramedular yang jinak, namun bila ia tumbuh membesar dapat
mengakibatkan gejala yang besar seperti kelumpuhan
e. Gangguan Metabolik
Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan penyebab
banyak keluhan nyeri pada pinggang dapat disebabkan oleh kekurangan
protein atau oleh gangguan hormonal (menopause,penyakit cushing).
Sering oleh karena trauma ringan timbul fraktur kompresi atau seluruh
panjang kolum vertebra berkurang karena kolaps korpus vertebra.penderita
menjadi bongkok dan pendek denga nyeri difus di daerah pinggang.
f. Psikis
Banyak gangguan psikis yang dapat memberikan gejala nyeri
pinggang bawah.misalnya anksietas dapat menyebabkan tegang otot yang
mengakibatkan rasa nyeri,misalnya dikuduk atau di pinggang;rasa nyeri ini
dapat pula kemudian menambah meningkatnya keadaan anksietas dan
diikuti oleh meningkatnya tegang otot dan rasa nyeri.kelainan
histeria,kadang-kadang juga mempunyai gejala nyeri pinggang bawah.
5. Faktor Risiko
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat
badan, etnis, merokok sigaret, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang
berat yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal
spinal dan faktor psikososial. Pada laki-laki resiko nyeri pinggang meningkat
sampai usia 50 tahun kemudian menurun, tetapi pada wanita tetap terus
meningkat. Peningkatan insiden pada wanita lebih 50 tahun kemungkinan
berkaitan dengan osteoporosis.
6. Lokasi
Lokasi untuk nyeri pinggang bawah adalah daerah lumbal bawah,
biasanya disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka,
koksigeus, bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki.
Enam jenis nyeri pada nyeri pinggang bawah, antara lain:
a. Nyeri pinggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah
dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-
bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra,
sendi dan ligamen.
b. Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada
dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang
dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi
dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di
dalam kanalis vertebralis.
c. Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam
pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian
dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
d. Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam
ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
e. Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens
yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha.
Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada
arteri iliaka komunis.
f. Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan
dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih
dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya
merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari
pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan
mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak
daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu
kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.
7. Diagnosis LBP
a. Anamnesa
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan dalam menganamnesa pasien
dengan kemungkinan diagnosa Low Back Pain.
1) Apakah terasa nyeri ?
2) Dimana terasa nyeri ?
3) Sudah berapa lama merasakan nyeri ?
4) Bagaimana kuantitas nyerinya? (berat atau ringan)
5) Apa yang membuat nyeri terasa lebih berat atau terasa lebih ringan?
6) Adakah keluhan lain?
7) apakah dulu anda ada menderita penyakit tertentu?
8) bagaimana keadaan kehidupan pribadi anda?
9) bagaimana keadaan kehidupan sosial anda?
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri
pinggang meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal.
Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan
dan refleks-refleks.
1) Inspeksi :
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap
berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya
suatu herniasi diskus.
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang
membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya
lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis
lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
a) Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
- Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali
menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen
intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan
ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga
menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
- Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan
menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya
ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus
protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal
tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen
yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
2) Palpasi :
a) Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological
overlay).
b) Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan
nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis.
c) Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan
(step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena.
d) Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan
untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
e) Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis.
f) Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila
ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper
motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat
membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
3) Pemeriksaaan Motorik.
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi
untuk menemukan abnormalitas motoris. Pemeriksaan yang dilakukan
meliputi :
a) Berjalan dengan menggunakan tumit.
b) Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
c) Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
4) Pemeriksaan Sensorik.
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru
a) Nyeri dalam otot.
b) Rasa gerak.
5) Refleks
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan
Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.
6) Tes-tes khusus
a) Test Lassegue
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien ( dalam posisi 0° )
didorong ke arah muka kemudian setelah itu tungkai pasien
diangkat sejauh 40° dan sejauh 90°.
b) Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang dan pada
sendi sakro iliaka. Tindakan yang dilakukan adalah fleksi, abduksi,
eksorotasi dan ekstensi.
c) Test Kontrapatrick
Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi,
endorotasi, dan ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka. Test
Kebalikan Patrick positif menunjukkan kepada sumber nyeri di
sakroiliaka.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium darah
Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju
endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis,
dan fungsi ginjal.
2) Foto polos
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi, dan
luka degeneratif pada spinal.Gambaran X-ray sekarang sudah jarang
dilakukan, sebab sudah banyak peralatan lain yang dapat
meminimalisir waktu penyinaran sehingga efek radiasi dapat
dikurangi.X-ray merupakan tes yang sederhana, dan sangat membantu
untuk menunjukan keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray
merupakan penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri
punggung, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan tes penunjang
lain seperti MRI atau CT scan. Foto X-ray dilakukan pada posisi
anteroposterior (AP), lateral, dan bila perlu oblique kanan dan kiri.
3) Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis
spinal. Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang
berwarna medium disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur
bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar X-
ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang
berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau
untuk abses spinal.
4) Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan
untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan
ekstemitas. Gambar CT-scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi.
MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih jelas
daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak
mempunyai efek radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang
secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki. MRI dapat
memperlihatkan diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya
pada punggung.
5) Electro Miography ( EMG ) / Nreve Conduction Study ( NCS )
EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang
digunakan untuk pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki. EMG / NCS
dapat memberikan informasi tentang :
a. Adanya kerusakan pada saraf
b. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )
c. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau
distal )
d. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
e. Memantau proses penyembyhan dari kerusakan saraf
Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi
kondisi fisik pasien dimana mungkin perlu dilakukan tindakan
selanjutnya yaitu pambedahan.
8. Diagnosis Banding LBP
Diagnosis banding dari LBP yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Disease or condition
Patient age (years)
Location of pain Quality of pain
Aggravating or relieving factors Signs
Back strain 20 to 40 Low back, buttock, posterior thigh
Ache, spasm Increased with activity or bending
Local tenderness, limited spinal motion
Acute disc herniation 30 to 50 Low back to lower leg
Sharp, shooting or burning pain, paresthesia in leg
Decreased with standing; increased with bending or sitting
Positive straight leg raise test, weakness, asymmetric reflexes
Osteoarthritis or spinal stenosis
>50 Low back to lower leg; often bilateral
Ache, shooting pain, "pins and needles" sensation
Increased with walking, especially up an incline; decreased with sitting
Mild decrease in extension of spine; may have weakness or asymmetric reflexes
Spondylolisthesis Any age Back, posterior thigh
Ache Increased with activity or bending
Exaggeration of the lumbar curve, palpable "step off" (defect between spinous processes), tight hamstrings
Ankylosing spondylitis 15 to 40 Sacroiliac joints, lumbar spine
Ache Morning stiffness Decreased back motion, tenderness over sacroiliac joints
Infection Any age Lumbar spine, sacrum
Sharp pain, ache Varies Fever, percussive tenderness; may have neurologic abnormalities or decreased motion
Malignancy >50 Affected bone(s) Dull ache, throbbing pain; slowly progressive
Increased with recumbency or cough
May have localized tenderness, neurologic signs or fever
D. ASPEK REHABILITASI MEDIK PADA LOW BACK PAIN
Penatalaksanaan Low back pain dibagi menjadi 2, yaitu secara:
1. Medikamentosa, bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan memberikan rasa
nyaman pada pasien. Biasanya pasien diberikan obat-obatan analgesik
golongan NSAID meloxicam 7,5 mg 2x1, dapat juga diberikan obat-obatan
seperti relaksan otot, antidepresan trisiklik, dan antiepileptik.
2. Non-Medikamentosa, ada dua periode yang perlu diperhatikan, yaitu :
Periode Immobilisasi. Immobilisasi diharapkan dapat memperbaiki
struktur yang cedera karena infeksi akut maupun subakut dan penyakit
neoplastik membutuhkan penangan sendiri, dan nyeri disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak. Terapi immobilisasi bukanlah tanpa pertentangan.
Moore, Dehne dan Kiersch melaporkan 476 pasien dengan akut low back
pain tetap dalam keadaan ambulasi, dengan hanya dua pengecualian.
Menggunakan pijat es dan program exercise, didapatkan hasil yang baik
mengenai kecepatan pemulihan dan kembali bekerja.
Istirahat yang dianjurkan adalah di tempat tidur dengan matras yang
keras dan kasur dengan papan fraktur. Digunakan juga traksi kaki dan pelvis
seberat 2-5 kg. Dalam penanganan pasien di atas 60 tahun, traksi biasanya
tidak dilakukan. Pasien dianjurkan untuk merubah posisinya di tempat tidur
secara sistematis. Tiga posisi yang biasanya dianggap nyaman adalah: supine
dengan bantal di bawah lutut, supine dengan bantal atau di sisi kanan dan
kirinya, terlentang dengan bantal tipis diantara kedua lutut.
Pemanasan diberikan dengan alat paket panas (hot packs), shoertwave
diathermy atau radiasi infrared selama 30 menit. Pijatan sedatif hanya yang
sangat ringan dan digunakan pada fase aktif.
Pendekatan konservatif sering menghasilkan hasil yang memuaskan
pada penanganan prolapsus diskus kecuali pada kasus dengan gejala
neurologik yang menyimpang. Herniasi diskus sering terjadi pada spatium
intervertebra dan akan mengalami protusi lagi pada perubahan posisi.
Perubahan berupa pergeseran ke belakang dan depan ini menghasilkan remisi
dan kekambuhan nyeri.
Periode mobilisasi. Saat pasien diperbolehkan turun dari tempat
tidur, dia harus menggunakan penyangga sebagai penahan punggung. Tidak
semua nyeri punggung disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak. Refleks
spamus terkadang dapat muncul. Program yang dibutuhkan berupa exercise
sedang, penggunaan energi panas, streching dan manipulasi. Yang paling
penting adalah latihan postural. Pasien biasanya mempunyai kecenderungan
untuk membungkuk yang akan menyebabkan peningkatan kiphosis dorsal dan
lordosis lumbal.
Pemberian exercise harus diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Hal itu dapat ditentukan hanya dengan tes otot dan evaluasi terhadap spasme
otot. Exercise harus dilakakan secara reguler. Sang terapis harus mengatur
jumlah repetisi dan mengawasinya, khususnya untuk menghindari kelelahan.
Nyeri otot dan kelelahan seharusnya tidak dirasakan lebih dari satu jam
setelah exercise lengkap.
Caillet telah menyimpulkan sasaran dari reedukasi otot yaitu : (a)
Memperbaiki postur dan mengurangi lordosis lumbal; (b) Meningkatkan
kekuatan dan tonus otot abdomen dan pantat; (c) Meningkatkan dan menjaga
kelenturan struktur punggung bawah; (d) Pemeliharan mekanisme tubuh
dalam kehidupan sehari-hari.
Exercise selalu diikuti dengan penggunaan energi panas. Spasmus
mungkin dapat diperbaiki dengan penyemprotan etil klorida. Arus Sinusoid
digunakan tanpa terapi lain selama 15 menit akan menimbulkan relaksasi
pada ketegangan dan kaku otot, dan arus tetanoid juga sudah terbukti efektif
pada kasus spasme otot. Kombinasi pemberian beberapa prosedur tersebut
dapat berguna sebagai persiapan exercise. Pada pasien yang tidak toleran
dengan elektro terapi, pemanasan dalam atau superficial, exercise lanjut,
kombinasi tadi dapat menberi keuntungan. Pemijatan akan merelaksasi otot
dalam yang biasanya menyertai exercise dan pada kaku otot. Fibrositis yang
menimbulkan nyeri dapat dikurangi dengan rolling masage.
EXERCISE UNTUK PUNGGUNG BAWAH. Pasien tiduran di atas
meja, pasien diminta mengkontraksikan otot gluteusnya dengan melakukan
pelvic roll sampai hitungan ke lima dan kemudian istirahat. Latihan ini
diulang 5 sampai 10 kali.
Pasien dalam posisi supine dengan pinggul dan lutut flexi dan
meregangkan lututnya ke bawah dan keluar dengan tangannya. Tahan posisi
ini selama lima detik kemudian istirahat. Latihan ini dilakukan 5 sampai 10.
Pasien tiduran dengan punggungnya dan salah satu lututnya flexi dan
lainnya dalam posisi lurus. Pasien mengangkat kakinya (yang dalam posisi
lurus) 90derajat dan kemudian menurunkannya perlahan-lahan. Latihan ini
dilakukan enam kali pada tiap kaki. Latihan ini sebaiknya dihindari bila
terdapat lordosis lumbar yang parah.
Untuk meregangkan hamstring, pasien tiduran dengan punggungnya,
flexi pada satu pinggang dan kemudian meluruskan lututnya dan dorsoflexi
pada telapak kaki sampai dia bisa merasakan regangan pada otot hamstring.
Latihan ini biasanya dilakukan bersama asisten yang membantu mengadakan
tahanan. Latihan ini diulang tiga kali pada tiap kaki.
EXERCISE UNTUK KELENTURAN LIGAMENTUM
ILIOTIBIAL. Pasien berdiri dengan sisi kanannya menghadap meja sejauh 2
kaki dan bersandar dengan tangan kanan dan lengan lurus. Kemudian pasien
merenggangkan pinggang kanan ke arah meja sampai dia merasakan tarikan
pada fascia tibial kanan. Latihan ini dilakukan tiga kali pada tiap kaki.
EXERCISE UNTUK OTOT ABDOMEN. Exercise untuk
memperkuat otot abdomen dan mengoreksi lordosis lumbal harus diawasi.
Latihan ini harus segera dihentikan bila timbul rasa nyeri.
Pasien tidur terlentang dengan lututnya berdekatan dan telapak kaki
pada lantai. Pasien menarik dan mendorong perut kearah dada. Dan
mendorong bagian bawah dari punggung pada lantai.
Duduk dengan punggung pada tembok, pasien mendorong bagian
bawah dari punggungnya kearah yang berlawanan dari tembok dengan
mengkontraksikan otot abdomen.
Gambar 30-1. Exercise postural untuk mengurangi sudut lumbosakral. (Dari Williams, P.C: Conservative Management of Lesions of the Lumbosacral Spine. Instrusct. Lect.Amer. Acad. Othop. Surg.10:90-121, 1953)
Sit up yang dilakukan dengan pinggang dan lutut flexi sangat
membantu. Pasien diharuskan memulai mengangkat kepala dan bahunya dan
selama latihan diawasi.
Latihan jongkok berdiri membutuhkan fleksi kuat dari sendi
lumbosakral. Jumlah repetisi akan mengembangkan kebiasaan bentuk
tekukan dengan fleksi pada lutut dibandingkan tekukan dari pinggang.
MANIPULASI PUNGGUNG. Manipulasi punggung dipandang
sebagai hal yang kontroversial, dan fungsinya juga masih dipertanyakan oleh
banyak dokter. Meskipun metodenya telah dikaji ulang dan dari penelitian
telah terbukti bahwa manipulasi pada pasien dengan kasus penyakit
diskogenik mengalami perbaikan sebesar 25 sampai 50 % kasus.
Pasien tiduran dengan sisi kanannya pada pinggir meja. Dia
menjatuhkan kaki kirinya ke depan melewati pinggiran meja dan meletakkan
lengan kirinya dibelakang tubuhnya. Seseorang menjadi manipulator
meletakan satu tangannya pada bahu kiri dan lainnya pada spina iliaca dan
memutar batang tubuh dengan mendorong bahu ke belakang dan menarik
spina iliaca ke depan. Prosedur ini diulangi pada sisi lainnya. Akhirnya pasien
berputar pada punggungnya dengan pinggang dan lutut hiperfleksi yang
cukup untuk memberi tahanan fleksi lumbal.
Manuver ini menggunakan kekuatan dan mendadak dan kadang
menimbulkan suara seperti patahan pada punggung bawah. Perbaikan yang
dramatis dapat dilihat setelah perlakuan ini.
PENYANGGA PUNGGUNG. Manfaat dari penggunaan penyangga
punggung telah ditunjukkan pada percobaan. Morris, Lucas dan Blester
menunjukkan bahwa korset atau regular cast meningkatkan pergerakan
penting dari vertebra tapi mencegah gerakkan ekstrem. Kesimpulan mereka
mengenai gerakkan ini didasarkan pada penelitian tahanan tarikan. Dalam
penelitian, didapat bahwa vertebra mengaami patah bila spina menerima
beban seberat 500-650 kg. Pada makhluk hidup, tulang belakang adalah
sebuah bagian berupa silinder semirigid. Hanya dengan melakukan manuver
valsava, berat pada bagian bawah vertebra lumbal dikurangi sebesar 30%, dan
dengan korset akan mengurangi beban sebesar 25%. Fraktur korpus vertebra
dapat dihindari dengan menggunakan compresi abdominal pada pilot pesawat
tempur yang menggunakan kursi pelontar. Tekanan intra abdominal dapat
ditingkatkan dengan menggunakan korset; korset membuat semacam tahanan
pada otot abdomen. Dan berkurangnya tekanan pada diskus, meskipun tidak
seberapa, sudah cukup untuk membedakan antara nyeri dan tidak.
Meskipun cast atau brace tidak meningkatkan kejadian dari
penggabungan yang sukses pada artrodesis punggung bawah, alat tersebut
menahan gerakan kasar. Cast biasanya berupa tipe jaket fleksi; dengan
hilangnya spasme pada ligamentum, spasme otot dan nyeri otot juga
menghilang. Hal yang sudah diketahui bahwa immobilisasi haruslah
mencakup sendi dorso lumbal ke trochanter major, dan harus mempunyai
rigiditas yang cukup, tapi kita tahu bahwa tulang belakang tidak dapat
diimmobilisasi dengan korset tipe rigid. Saat ini dokter menghindari
penggunaan korset rigid yang tidak praktis dan menyarankan penggunaan
yang lebih kecil, khususnya dengan pelindung perut dan tali pengikat di
bagian depan untuk kompresi perut. Alat ini kuhusnya digunakan pada pasien
gemuk.
SEPATU PENGGANJAL. Orang yang tanpa gejala dengan
pemendekan salah satu kakinya kurang dari 1 ½ inchi tidak akan mendapat
keuntungan dengan penggunaan sepatu pengganjal, Tetapi seseorang dengan
kelainan punggung akan mengalami perbaikan setelah koreksi panjang kaki.
Koreksi ketidaksamaan panjang kaki terjadi secara progresif dan tidak selesai
pada pemeriksaan pertama.
PEMBATASAN AKTIVITAS. Selama periode rehabilitasi, pasien
tidak diperbolehkan melakukan gerakan mengangkat dan membungkuk.
Pasien dianjurkan beristirahat dalam waktu pendek. Penurunan berat badan
tergantung dari diet. Meskipun pasien memiliki kemungkinan untuk sembuh
sempurna, beberapa aktivitas atletik tidak dianjurkan. Bowling, bola tangan
dan golf memungkinkan terjadinya low back pain. Program ini biasanya
cukup untuk mengontrol gejala low back pain selama bertahun-tahun.
Perawatan postoperatif
Setelah dilakukan laminectomy, Pasien diperbolehkan turun dari
tempat tidur setelah satu hingga dua minggu dan memulai program reedukasi
otot. Berdasar atas penggabungan tulang belakang, pasien harus terus
berbaring minimal selama enam minggu dan setelah pasien turun dari tempat
tidur dia harus mengenakan brace minimal selama enam bulan. Selama
berada di tempat tidur sebaiknya dilakukan latihan keempat ekstremitas dan
latihan pernafasan.
Kerjasama yang baik antara fisioterapis dan ahli bedah sangat
diperlukan untuk hasil yang optimal. Dianjurkan sebuah program exercise
postoperatif, tergantung adaptasi individu.
Exercise. Exercise untuk menguatkan otot yang lemah (otot-otot
ekstensor punggung, otot perut dan quadratus lumbarum) biasa dilakukan.
Kelemahan dari abduktor pinggang dan quadricep harus diperbaiki. Flexi
pinggang dan sit up sebaiknya tidak dilakukan pada bulan pertama.
Peregangan dari ekstensor punggung dengan latihan pelvic roll dan
penguluran dari kontraktur fleksi dari pinggang dan lutut harus dilakukan.
Kelamahan dari ekstensor punggung sebagai hasil dari penguluran dan
pemendekan selama pembedahan harus diperbaiki dengan postural exercise
dan pengurangan berat badan. Seseorang yang obesitas, perut yang buncit
menyebabkan lordosis lumbal.
Pembatasan Aktivitas. Aktivitas pasien harus dibatasi. Sebenarnya
pasien diperbolehkan turun dari tempat tidur tiga sampai empat kali sehari
dalam waktu singkat kira-kira tiga sampai 5 menit; dan makin lama jangka
waktu semakin diperpanjang. Pasien diberitahu untuk tidak meningkatkan
aktivitas dimana otot lemahnya mengalami kelelahan.
Bila pasien memiliki kebiasaan kerja yang buruk atau kelainan
bawaan, kelainan ini harus dikoreksi dengan menggunakan tongkat, penahan,
atau penyangga kaki atau sepatu orthopaedik yang sesuai.
Gambar 30-2. Perilaku postural yang benar dan salah (dari Turek, S.L.: Orthopaedics, Philadelphia, J.B Lippincott Co., 1959)
Berikut ini adalah instruksi penting kepada semua pasien dengan low back
pain :
a. Gunakan matras yang keras
b. Tidur dengan pinggangnya dan kaki ditekuk
c. Untuk turun dari tempat tidur, berputarlah, tarik kaki ke t\atas dan
ayunkan keluar dari tempat tidur
d. Hindari perabot yang terlalu empuk dan bagian dalam dari kursi, dan
kaki jangan dalam keadaan lurus
e. Hindari membungkuk dan mengangkat benda
f. Tidak boleh mengangkat benda di depannya diatas garis pinggang
g. Jangan membengkokkan punggung ke belakang, berputar untuk meraih
telepon atau membungkuk saat mengetik
h. Wanita sebaiknya menghindari sepatu yang memiliki hak yang terlalu
tinggi
i. Duduk dengan tinggi lutut lebih tinggi daripada tinggi panggul dan kaki
terletak di lantai secara kokoh
j. Mengangkat, mendorong dan menarik harus dilakukan dengan pinggul
dan lutut dalam keadaan fleksi ringan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Low back pain merupakan suatu gejala memiliki etiologi beragam baik
trauma maupun nontrauma. Penyebab nontrauma LBP meliputi deformitas
tulang belakang (kifosis, spndilosis lumbal, spondilolisthesis, ankylosing
spondilitis), inflamasi, Penyakit Marie-Strumpell, neoplasma, gangguan
metabolik, maupun psikis.
2. Rehabilitasi medik pada kasus low back pain meliputi exercise untuk
punggung bawah, exercise untuk kelenturan ligamentum iliotibial,
manipulasi punggung, penggunaan penyangga punggung dan sepatu
pengganjal, serta pembatasan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, GBJ. 1999. Epidemiologic features of chronic low-back pain. Lancet. 354:581-585.
Bener et al. 2003. Obesity and Low Back Pain. Coll. Antropol, 27: 95-104
Caillet,R., 2004, Low Back Pain Syndrome; second edition. FA Davis Company.Philadelphia
Cooper, Phyliss G. 2003 Low Back Pain. Clinical Reference System. McKesson Health Solutions LLC, 1-16.
Daugados M. 2001. Ankylosing Spondylitis. Orphanet Encyclopedia: France. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=ext%3Apdf%20ankylosing%20spondylitis&source=web&cd=5&ved=0CFAQFjAE&url=http%3A%2F%2Fwww.orpha.net%2Fdata%2Fpatho%2FGB%2FukAS.pdf&ei=jDVfT5XbEcvyrQf14u2lBg&usg=AFQjCNG95fXnkLTp2Urka72VMOPKMTGUTA&cad=rja (13 Maret 2012)
Eck JC, 2012. Kyphosis. http://www.medicinenet.com/kyphosis/article.htm#symptoms (13 Oktober 2012)
Kapandji, LA,.2004 The Physiologi of joint, volume three, chruchill living stone,USA
Mardjono M, Sidharta P. 2004. Nyeri Radikular. In: Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 91-104
Medtronic. 2008. Causes and Diagnoses Spondylolisthesis.
http://www.back.com/causes-mechanical-spondylolisthesis.html. (13 Maret 2012)
Patel AT, Ogle AA. Diagnosis and management of acute low back pain. (Cited jan 2004) http://www.afp/low%20back%20pain\Diagnosis%20Management%20of%20Acute%20Low%20Back%20Pain.htm.
Puts R and Pabst R, 2000. Atlas Anatomi Manusia Subota, Jilid 2 (edisi 21). Jakarta. EGC
Puts R and Pabst R, 2005. Sobbota atlas manusia bagian I, alih bahasa Indart hadinata; editor,J oko Suyono, ed.20,EGC, Jakarta
Rumawas RT. 1996. Nyeri pinggang bawah (Pandangan umum). Kumpulan makalah lengkap Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). Palembang, 8-12 Desember.
Russe dan Gerhard, 1975. Soedomo, Agus. 2002. Aspek Klinis Nyeri Punggung Bawah; Simposium Pelantikan Dokter periode 142, Surakarta, 21 Desember
Sadeli HA, Tjahjono B. 2001. Nyeri punggung bawah. Dalam: Nyeri Neuropatik, patofisioloogi dan penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA. Perdossi. Hal: 145-167
Sidharta P. 1980. Anamnesa kasus nyeri di ekstermitas dan pinggang. Sakit pinggang. In: Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta : Pustaka universitas. Hal: 64-75.
Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. (Cited Jan 2004) Available from: URL http://www.emedicine.com/neuro/topic516.htm .
Yanuar, Andre. 2002. Anatomi, Fisiologi dan Biomekanika Tulang Belakang. Simposium Pelantikan Dokter Periode 142. Solo.