refrat meningioma.doc

32
BAB I PENDAHULUAN Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam medula spinalis. Menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. 1,2 Insiden tumor otak primer terjadi pada sekitar enam kasus per 100.000 populasi per tahun. Dimana tumor otak primer tersebut kira-kira 41% adalah glioma, 17% meningioma, 13% adenoma hipofisis dan 12% neurilemoma. Pada orang dewasa 60% terletak supratentorial sedang pada anak 70% terletak infratentorial. Pada anak yang paling sering ditemukan adalah tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma, sedangkan pada dewasa adalah glioblastoma multiforme. (3,4,5)

description

refrat meningioma

Transcript of refrat meningioma.doc

BAB I

PAGE

BAB I

PENDAHULUANTumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam medula spinalis. Menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. 1,2 Insiden tumor otak primer terjadi pada sekitar enam kasus per 100.000 populasi per tahun. Dimana tumor otak primer tersebut kira-kira 41% adalah glioma, 17% meningioma, 13% adenoma hipofisis dan 12% neurilemoma. Pada orang dewasa 60% terletak supratentorial sedang pada anak 70% terletak infratentorial. Pada anak yang paling sering ditemukan adalah tumor serebellum yaitu meduloblastoma dan astrositoma, sedangkan pada dewasa adalah glioblastoma multiforme. (3,4,5)

Meningioma merupakan salah satu jenis tumor yang sering terjadi, sekitar 15-20% dari seluruh tumor intrakranial dan 25% dari tumor intraspinal. Meningioma berasal dari sel arakhnoid, yaitu sel yang berada pada lapisan paling luar dari granulasi arakhnoid dan dapat menekan korteks atau saraf kranial. Meningioma lebih sering terjadi pada wanita dengan perbandingan wanita : pria adalah 3 : 2. Hal ini dicurigai berkaitan dengan hormon, karena ditemukannya reseptor estrogen pada 30% kasus meningioma serta reseptor progesteron pada 70% kasus. 1,2Secara umum tumor pada sistem saraf pusat memiliki implikasi yang besar bagi pasien dan sulitnya manajemen bagi para klinisi. Meskipun lebih dari separuh tumor sistem saraf pusat merupakan tumor glial high grade yang secara umum rata-rata survivalnya rendah, namun ada beberapa jenis tumor yang dapat dioperasi saja sebagai terapi utama dengan potensi kesembuhan yang besar. Teknik operasi mikro yang modern dan teknologi modern seperti image guidance, ultrasound dan ultrasonic aspirators, telah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat operasi.Tinjauan pustaka mengenai meningioma ini berisi tentang definisi, patofisiologi,diagnosis dan tata laksana meningioma. Diharapkan tinjauan pustaka ini dapat memberikan informasi mengenai meningioma, dan meningkatkan pengetahuan kita tentang evaluasi klinis dan tatalaksana meningioma.BAB IIMENINGIOMA2.1 DEFINISI Meningioma adalah tumor primer dari sistem saraf pusat , yang timbul dari sel pembungkus "arakhnoid" sel-sel vili arakhnoid di meningeal. Biasanya tumbuh lambat. Meningioma disebut juga dengan meligioma, mengioma, mengiomia, menigiom, dan menigiomas 6.Meningioma pertama kali dinamai oleh Harvey Cushing pada tahun 1922. Meningioma terletak dalam konsentrasi terbesar sekitar sinus vena, namun juga berhubungan dengan cabang-cabang vena permukaan. Karenanya dapat tumbuh pada semua daerah meningeal terkadang multipel. Tumor didaerah parasagital/falsin kejadiannya sekitar 24 %, konveksitas 18 %, alur olfaktori 10 %, supraseller 10 %, sayap sfenoid 18 %, tentorial 3 %, fossa posterior 8 %. Sisanya timbul di fossa media, atap orbital, dan ventrikel lateral2.2 EPIDEMIOLOGI Insiden puncak pada umur 45 tahun. Rasio wanita dan priai adalah 1,8 : 1. Sekitar 1,5 % terjadi pada anak-anak dan remaja, biasanya antara umur 10-20 tahun. Di Amerika Serikat insidennya sekitar 7,8 per 100.000 populasi penduduk pertahun, tapi angka sesungguhnya mungkin lebih tinggi karena banyaknya kasus yang secara kebetulan ditemukan pada otopsi dan sebelumnya tidak menimbulkan gejala klinis. Dasarnya tumor jinak walau terkadang muncul ganas.72.3 PATOGENESIS DAN HISTOPATOLOGISeperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.8

Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.9Etiologi tumor ini diduga berhubungan dengan genetik, terapi radiasi dan hormon sex, infeksi virus dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami kehilangan material genetik dari lengan panjang kromosom 22, pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma.8,10,11,12,13

Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis meningioma. Bagaimana peranan radiasi dalam menimbulkan meningioma masih belum jelas. Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis rendah untuk tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang terkena radiasi pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat menginduksi terjadinya meningioma setelah periode laten yang pendek.8,9,14Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesteron.10,11,15 Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.

Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada meningioma soliter.9 Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan meningioma.15 Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis13,14. Stimulus hormon merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.15

Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai penyebab meningioma.8 Philips et al melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus meningioma setelah trauma kepala pada populasi western Washington state.11 Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan meningioma, 80% menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain negatif untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP).2.4 KLASIFIKASI

Diagnosis pasti meningioma ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi. Berdasarkan klasifikasi WHO, meningioma dibagi dalam 3 grade (tabel 1).Tabel.1 Klasifikasi Meningioma menurut WHO3

Low risk of Recurrence and Aggressive Growth

Grade I

Meningothelial meningioma

Fibrous (fibroblastic) meningioma

Transitional (mied) meningioma

Psammomatous Meningioma

Angiomatous meningioma

Mycrocystic meningioma

Lymphoplasmacyte-rich meningioma

Metaplastic meningioma

Secretory meningioma

Greater Likelihood of Recurrence, Aggressive behavior, or any Type with a High Proliferative Index

Grade II

Atypical meningioma

Clear cell meningioma (Intracranial)

Choroid meningioma

Grade III

Rhabdoid meningioma

Papillary meningioma

Anaplastic (malignant) meningioma

2.5 GEJALA KLINISSekitar seperempat pasien meningioma menampilkan epilepsi; sering dengan komponen fokal. Sisanya, onsetnya perlahan dengan efek tekanan (nyeri kepala, muntah, edema papil) sering timbul sebelum tanda neurologis fokal menjadi jelas. Terjadinya gambaran khas yang timbul, tergantung lokasi tumor:

Parasagital/parafalsin: Tumor terletak dekat vertex mengenai area motor dan sensori tungkai dan kaki. Bangkitan parsial atau kelemahan 'piramidal' mungkin terjadi pada tungkai (terutama mengenai dorsifleksi kaki, lalu fleksi lutut dan panggul). Ekstensi lesi melalu falks menimbulkan kelemahan tungkai bilateral. Tumor parasagital yang terletak lebih keposterior tampil dengan hemianopia homonim. Tumor yang timbul lebih kedepan mungkin membesar sangat luas sebelum menyebabkan tanda fokal; terkadang sedikit gangguan memori, intelek, personalitas, berkembang menjadi demensia berat.

Sayap sfenoid dalam: Tumor mungkin menekan saraf optik dan mengakibatkan gangguan visual. Pemeriksaan bias mendapatkan skotoma sentral atau defek lapang pandang dan atrofi optik. (Pada sindroma Foster Kennedy, tumor menyebabkan atrofi optik pada satu fundus akibat penekanan langsung dan edema papil pada lainnya akibat peninggian TIK). Terkenanya sinus kavernosus atau fisura orbital superior bisa menyebabkan ptosis dan gangguan gerak mata (palsi saraf III,IV dan VI) atau nyeri dan anestesi fasial (kerusakan saraf V1). Proptosis terkadang terjadi akibat obstruksi vena atau perluasan tumor kedalam

orbit.

Alur olfaktori: Tumor menghancurkan bulbus dan traktus olfaktori menyebabkan anosmia unilateral yang diikuti bilateral. Sering hal ini tak disadari pasien; dengan perluasan tumor, terjadi demensia secara bertahap.

Supraseller: Lihat perihal tumor seller/supraseller. 2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANGFoto polos tengkorak: Tanda peninggian TIK lama, antaranya erosi prosesus klinoid posterior. Hiperostosis tulang, terkadang tampak efek sunray berupa spikula yang radier. Ditemukan kalsifikasi pada 15 persen kasus. Alur meningeal media melebar.

CT scan: Mayoritas meningioma dapat dideteksi dengan modalitas ini. Pada CT prekontras gambaran yang tampaknya umumnya isodens sampai sedikit hiperdens dengan densitas yang homogen dapat berlobulasi dan kadang-kadang disertai area yang berkalsifikasi. Setelah pemberian kontras area tumor tampak menyangat kontras homogen, berbatas tegas dan umumnya terlihat jelas basis tumor yang lebar yang menempel pada tulang atau batas dura (gambar 1)

Dengan CT, perubahan pada tulang tengkorak juga dapat terdeteksi. Keterlibatan tulang dapat berupa hiperostosis ataupun lisis tulang. Kemampuan CT dalam menilai tulang ini sangat bermanfaat untuk tumor di basis kranii baik untuk tujuan diagnosis maupun untuk rencana operasi reseksi untuk mencegah munculnya kembali meningioma.

Lima belas persen meningioma memperlihatkan gambaran CT yang tidak biasa yang dapat berupa area hiperdens, hipodens, penyangatan kontras yang tidak homogen, degenerasi kistik, perdarahan ataupun nekrosis. Meningioma maligna dapat terlihat sebagai area yang berbatas ireguler ataupun seperti jamur yang tumbuh dari massa tumornya (mushroom-like projection) (gambar 2).

Gambar 2. Meningioma maligna dengan gambaran mushroom-like projection.

Angiografi: Khas memperlihatkan lesi sangat vaskuler dengan blush tumor yang khas. Angiografi memberi informasi prabedah penting, seperti lokasi pembuluh catu utama seperti pada meningioma sayap sfenoid dalam yang mungkin mengelilingi dan mengkonstriksi arteria carotid internal. Kateterisasi selektif serta embolisasi pembuluh catu karotid eksternal dapat mengurangi vaskularitas tumor dan mengurangi risiko operasi atas perdarahan yang hebat.

Gambar 3. Arteriogram pada meningioma sfenoid dengan feeding artery yang berasal dar a. Carotis Externa

Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Pada T1, 60-90% meningioma tampak isointens dan 10-30% sedikit hipointens bila dibandingkan dengan substansia grisea. Sedangkan pada T2 30-45% memperlihatkan intensitas signal yang meningkat dan 50 % isointens dengan area grisea. Setelah penyuntikan materi kontras paramagnetik akan terlihat penyangatan yang homogen. Gambaran dural tail yang berupa penyangatan kontras pada dura yang meluas jauh dari batas area tumor merupakan ciri khas dari meningioma (gambar 4), meskipun demikian gambaran ini dapat juga terlihat pada lesi-lesi lain yang melibatkan duramater. Dural tail ini merepresentasikan perluasan tumor dan reseksi area ini penting dilakukan untuk mengurangi resiko rekurensi.

Pemeriksaan MRI pasca operasi ternyata cukup sensitif dan spesifik dalam mendeteksi residu tumor ataupun rekurensi. Penyangatan dengan area yang tebal dan noduler berkorelasi kuat dengan rekurensi ataupun residual neoplasma.

BAB III

MANAJEMEN MENINGIOMATerapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Tujuannya mengangkat tumor secara lengkap beserta asalnya tanpa merusak otak sekitarnya; namun ini tergantung lokasi tumor serta asalnya. Bahkan pada tumor konveksitas dimana eksisi lengkap dural asal dimungkinkan, sepotong kecil tumor yang terabaikan yang terjepit pada otak berdekatan akan menimbulkan rekurensi. Ini terutama terjadi pada meningioma maligna dimana batasnya sering tak jelas.Pada meningioma parasagital, tumor yang mengenai bagian sepertiga anterior sinus sagital memungkinkan reseksi total tumor beserta asalnya. Reseksi duapertiga posterior sinus sagital berakibat risiko berat infarksi venosa bilateral yang tak dapat diterima; pada daerah ini tumor didiseksi dari sinus dan asal tumor didiatermi.Tumor yang timbul dari dasar tengkorak jarang memungkinkan untuk mengeksisi asalnya. Terkadang usia pasien atau lokasi tumor mencegah operasi atau hanya memungkinkan untuk pengangkatan yang terbatas; pada keadaan ini radioterapi sering dilakukan namun manfaatnya tak diketahui. Radioterapi harus dilakukan pada tumor maligna.Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.Hasil operasi: Dengan tehnik modern, mortalitas operasi turun hingga 5-10 persen tergantung posisi dan ukuran tumor.Rencana preoperatifPada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan.

Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.Simpsons Classification of the extent of resection of intracranial meningiomas

Grade I Gross total resection of tumor, dural attachments and abnormal bone

Grade IIGross total resection of tumor, coagulation of dural attachments

Grade III Gross total resection of tumor, without resection or coagulation of dural attachments, or alternatively of its extradural extensions ( e.g invaded sinus or hyperostotic bone)

Grade IVPartial resection of tumor

Grade VSimple decompression (biopsy)

Terapi AjuvanRadioterapiPenggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.

Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.

Radiasi StereotaktikTerapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm.

Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.

KemoterapiModalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.

Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini. Rekurensi TumorTergantung terutama pada kelengkapan pengangkatan. Jenis tumor tampaknya kurang penting walau tingkat yang tinggi dari rekurensi dilaporkan pada varian hemangio-perisitik dari kelompok angioblastik seperti halnya tumor yang memperlihatkan gambaran maligna.

Meningioma rekuren pada hingga sepertiga pasien yang diamati lebih dari 10 tahun.

BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA1. Black PM. Benign Brain Tumor: Meningioma, Pituitary tumor and Acoustic Neuromas. Dalam: Wen PY, Black PM, editors. Neurologic clinics: Brain Tumors in adults. Philadelphia: WB Saunders Company, 1995; 927-33.

2. DeAngelis LM. Brain Tumor. N Eng J Med 2001;344(2):114-23.

3. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Manual of Neurology edisi 7, McGraw Hill, New York, 2002 : 258 263

4. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Principles of Neurology edisi 7, McGraw Hill, New York, 2001 : 676 721

5. Syaiful Saanin, dr, Tumor Intrakranial dalam http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Pendahuluan.html, dikutip tanggal 10 Mei 2010.6. Meningioma available en.wikipedia.org/wiki/Meningioma, di unduh tanggal 10 Mei 2010.

7. Greenberg. M. Meningiomas in Handbook of Neurosurgery edisi 6th,Thieme,New York,2006 :426-429.8. Haddad G, Hatoum C. Meningioma. 2002. Availlable at: http://eMedicine.com9. Nathoo N, Barnett GH, Golubic M. The eicosanoid cascade: possible role in gliomas and meningiomas. J Clin Pathol: Mol Pathol 2004;57:6-13.

10. Berger MS, Prados MD. Meningiomas in Text book of Neuro-oncology. Elsevier Saunders. 2005. p.335-45.

11. Black PM. Benign brain tumors in Neurologic Clinics Brain Tumors in Adults. Vol 13. Number 4. 1995. p.927-33.

12. Evans DGR, Watson C, King A, Wallace AJ, Baser ME. Multiple meningiomas: differential involvement of the NF2 gene in children and adults. J Med Genet 2005;42:45-8.

13. Collins VP. Brain Tumours: Classification and genes. J Neurol. Neurosurg. Psychiatry 2004;75:2-11.

14. Philips LE, Frankenfeld CL, Drangsholt M, Koepsell TD, Belle G, Longstreth WT. Intracranial meningioma and ionizing radiation in medical and occupational settings. Neurology 2005;64:350-2.

15. Carroll RS, Brown M, Zhang JP, DiRenzo J, DeMora JF, Black PM. Expression of a subset of steroid reseptor cofactors is associated with progesterone reseptor expression in meningiomas. Cancer Res.2000;6:3570-5.

16. Huang HG, Buhl R, Hugo HH, Mehdorn HM. Clinical and histological features of multiple meningiomas compared with solitary meningiomas. Neurol Res.2005;27(3):324. [Abstract]

17. Jacobs DH, Holmes FF, McFarlane MJ. Meningiomas are not significantly associated with breast cancer. Arch Neurol.1992;49:753-6.

18. Philips LE, Koepsell TD, Belle van G, Kukull WA, Gehrels JA, Longstreth WT. History of head trauma and risk of intracranial meningioma: Population based case control study. Neurology 2002;58:1849-52.

PAGE 13