Refrat Hepatitis B Kronik

37
Referat HEPATITIS B KRONIK Oleh : Muhammad Zakki AF (07923012) Mia Yosrizal Preseptor:

Transcript of Refrat Hepatitis B Kronik

Page 1: Refrat Hepatitis B Kronik

Referat

HEPATITIS B KRONIK

Oleh :

Muhammad Zakki AF (07923012)

Mia

Yosrizal

Preseptor:

Page 2: Refrat Hepatitis B Kronik

dr. Saptino Miro, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP DR. M. DJAMIL, PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2012

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B yang dapat

menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel –sel hati.

Sekitar satu per tiga dari populasi dunia pernah terpapar pada suatu waktu pada virus

hepatitis B (HBV). Selain itu, hampir 350 juta individu-individu diseluruh dunia

terinfeksi secara kronis (durasi yang lama) dengan virus ini. Sebagai akibatnya,

komplikasi-komplikasi dari infeksi virus hepatitis B menjurus pada dua juta kematian-

kematian setiap tahunnya.

Menurut angka-angka dari Centers for Disease Control (CDC), 140,000 sampai

320,000 kasusu-kasus akut (durasi yang pendek) hepatitis B (infeksi hati dengan virus

hepatitis) terjadi setiap tahun di Amerika. Hanya kira-kira 50% dari orang-orang

dengan hepatitis B akut yang mempunyai gejala-gejala (adalah simptomatik).

Diantara pasien-pasien yang simptomatik, 8,400 sampai 19,000 orang-orang

diopname dan 140 sampai 320 meninggal setiap tahun di Amerika. Pada dekade yang

lalu terjadi penurunan yang lebih dari 70% pada kejadian hepatitis B akut di Amerika.

Penurunan ini mungkin berkaitan dengan kesadaran publik yang meninggi pada HIV

dan AIDS dan praktek-praktek seksual yang lebih aman. (Hepatitis Virus B dan HIV

disebarkan dalam suatu cara yang hampir sama). Pada saat ini, kejadian-kejadian

Page 3: Refrat Hepatitis B Kronik

hepatitis B akut yang paling tinggi adalah diantara dewasa-dewasa muda, antara umur

20 dan 30 tahun.

Indonesia menempati peringkat ketiga dunia setelah China dan India untuk jumlah

penderita hepatitis.Ahli kesehatan dari Divisi Hepatologi, Depatemen Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ali Sulaiman memperkirakan sejumlah 13

juta penduduk Indonesia mengidap hepatitis B.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Hepatitis B endemik di China dan bagian

lain di Asia termasuk di Indonesia. Sebagian besar orang di kawasan ini bisa

terinfeksi Hepatitis B sejak usia kanak-kanak. Di sejumlah negara di Asia, 8-10

persen populasi orang dewasa mengalami infeksi Hepatitis B kronik. Infeksi Hepatitis

B kronik atau jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati yang parah seperti

pengerasan hati atau sirosis dan kanker hati atau karsinoma hepatoseluler yang dapat

mengakibatkan kematian.

Kejadian yang sering pada penderita yang mendapat virus hepatitis B sejak bayi-bayi

dan anak-anak  dimana akan menjadi infeksi kronis. Jadi, di Amerika, suatu perkiraan

dari 1 sampai 1.25 juta orang-orang terinfeksi kronis dengan virus hepatitis B. Lebih

jauh, 5,000 sampai 6,000 orang-orang meninggal setiap tahun dari penyakit hati virus

hepatitis B kronis dan komplikasi-komplikasinya, termasuk kanker hati

(hepatocellular carcinoma) primer (berasal dari hati).

Oleh karena itu, penderita dan kelompok yang memiliki faktor risiko hepatitis B perlu

menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin.

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan hepatitis virus B.

1.2.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui patogenesis terjadinya hepatitis B.

Untuk mengetahui hal – hal yang dapat menegakkan diagnosis hepatitis B.

Untuk mengetahui penatalaksanaan hepatitis B.

Page 4: Refrat Hepatitis B Kronik

1.3. Batasan Masalah

Pembahasan referat ini dibatasi pada patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

Hepatitis virus B.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Anatomi Hepar

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada

manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua

sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 –

1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan

bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat

oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah

posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak

langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare

area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan

organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.

Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen

dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.

2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.

falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.

3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian

dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum

sebelah proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta

Page 5: Refrat Hepatitis B Kronik

dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi

anterior dari Foramen Wislow.

4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan

: Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.

5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria

anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium,

dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan

pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar).

Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/5 tepat di bawah aerola mammae. Lig

falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan

yang besar dan lobus kiri.

2.1.2. Hepar Secara Mikroskopis

Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan

jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam

parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa

dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-

lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang

disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian

tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel

fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui

oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan sel-sel hepar

tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan

selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli

terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang

menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap

tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/TRIAD yaitu traktus portalis

yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari

vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid

setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus

yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi

Page 6: Refrat Hepatitis B Kronik

akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih

besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

2.1.3. Fisiologi Hepar

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber

energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada

beberapa fungsi hati yaitu:

i. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling

berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus

halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu

ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi

glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.

Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,

selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan

terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:

Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan

membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat

diperlukan dalam siklus krebs).

Page 7: Refrat Hepatitis B Kronik

ii. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan

katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETONE BODIES

2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan

gliserol)

3. Pembentukan cholesterol

4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi

kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme

lipid.

iii. Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses

deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan

proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non

nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan

∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product

metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di

limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin

mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.

iv. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,

X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor

ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor

intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan

faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan

beberapa faktor koagulasi.

v. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

vi. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses

oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam

bahan seperti zat racun, obat over dosis.

Page 8: Refrat Hepatitis B Kronik

vii. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan

melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -

globulin sebagai imun livers mechanism.

viii. Fungsi hemodinamik

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500

cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ±

25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke

hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran

ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan

organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

2.2. Definisi

Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B yang dapat

menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel –sel hati.

2.3. Epidemiologi

Infeksi hepatitis virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat

yang cukup besar di Indonesia. Dan berbaagai penelitian yang ada, Frekuensi

pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%. Penelitian dari berbagai daerah di Indonesia

menunjukkan angka yang sangat bervariasi bergantung pada tingkat endemisitas

hepatitis B di tiap-tiap daerah, contoh: tingkat endemisitas daerah Indonesia bagian

Timur lebih tinggi dibandingkan daerah Indonesia bagian Barat.

Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di seluruh dunia. Di

Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik meninggal karena proses

hati atau kanker hati primer. Penelitian yang dilakukan di Taiwan pada 3.654 pria

Cina yang HBsAg positif bahkan mendapatkan angka yang lebih besar yaitu antara

40-50%.

Menurut tingginya, prevalensi infeksi virus hepatitis B, WHO membagi dunia

menjadi 3 macam daerah yaitu daerah dengan endemitas tinggi, sedang dan rendah.

-  daerah endemisitas tinggi

Page 9: Refrat Hepatitis B Kronik

penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas terendah

frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%.  

- daerah endemisitas sedang

penularan terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak jarang terjadi. Frekuensi

HBsAg dalam populasi berkisar 2-10%.

- daerah endemisitas rendah

penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan pada masa perinatal dan kanak-

kanak sanngat jarang tejadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar kurang 2 %.

2.4. Etiologi

Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong dalam kelas hepaDNA dan

mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. Komponen lapisan luar pada hepatitis B disebut

hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti terdapat genome dari HVB yaitu

sebagian dari molekul tunggal dari DNA spesifik yang sirkuler dimana mengandung

enzim yaitu DNA polymerase. Disamping itu juga ditemukan hepatitis Be Antigen

(HBeAg). Antigen ini hanya ditemukan pada penderita dengan HBsAg positif.

HBeAg positif pada penderita merupakan pertanda serologis yang sensitif dan artinya

derajat infektivitasnya tinggi, maka bila  ditemukan HBsAg positif penting diperiksa

HBeAg untuk menentukan prognosis penderita.

Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu : penularan horizontal dan

vertikal.

- Penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi virus hepatitis B

kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan horizontal dapat

terjadi melalui kulit atau melalui selaput lendir,

- Penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi

yang dilahirkan

Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang jelas (penularan

parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan tato. Yang kedua adalah

penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misal masuk nya bahan infektif

melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit.

Page 10: Refrat Hepatitis B Kronik

Penularan melalui selaput lendir : tempat masuk infeksi virus hepatitis B adalah

selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan selaput lendir

genetalia.

Penularan vertikal : dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal (inutero),

selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau post natal.

Cara utama penularan virus hepatitis B adalah melalui parenteral dan menembus

membrane mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata

sekitar 60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir semua cairan tubuh orang

yang terinfeksi yaitu darah, semen, saliva, air mata, asites, air susu ibu, urin, dan

bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tuibuh ini(terutama darah, semen, dan

saliva) telah terbukti bersifat infeksius.

Orang yang beresiko tinggi menderita hepatitis B:

1. Imigran dari daerah endemis HBV

2. Pengguna obat intravena yang sering bertukar jarum dan alat suntik

3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang terinfeki

4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif

5. Pasien rumah sakit jiwa

6. Narapidana pria

7. Pasien hemodialisis dan penderita hemofili yang menerima produk tertentu

dari plasma

8. Kontak serumah dengan karier HBV

9. Pekerja sosial dibidang kesehatan terutama yang banyak kontak dengan darah

10. Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat pada saat atau seggera setelah

lahir.

2.5. Patofisiologi

Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah

partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-

sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk

bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. Virus

hepatitis B smerangsang respon imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun

Page 11: Refrat Hepatitis B Kronik

non spesifik karena dapat terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa

jam dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun

spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T,

CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas

I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus

yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk

nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi

antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi

partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan

demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.

Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B dapat

diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi virus hepatitis

B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon imun yang tidak

efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor pejamu.

Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B,

hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel – sel terinfeksi, terjadinya

mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi HBeAg, integarasi genom virus

hepatitis B dalam genom sel hati

Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi

terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor

kelamin dan hormonal.

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam

persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B

pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga

persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBeAg

yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan

persistensi pada usia dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya

konsentrasi partikel virus.

Page 12: Refrat Hepatitis B Kronik

2.6. Manifestasi  Klinis

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis

hepatitis B dibangi 2 yaitu :

1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang

sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari

tubuh hospes.

Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :

a. Hepatitis B akut yang khas

b. Hepatitis Fulminan

c. Hepatitis Subklinik

2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu

dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk

menghilangkan virus hepatitis B tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan virus

hepatitis B.

Hepatitis B akut yang khas

Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.

Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :

1. Fase Praikterik (prodromal)

Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,

mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.

Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum,

SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).

2. Fase lkterik

Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan

splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu

kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium

tes fungsi hati abnormal.

3. Fase Penyembuhan

Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.

pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan

Page 13: Refrat Hepatitis B Kronik

laboratorium menjadi normal.

Hepatitis Fulminan

Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar

mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir

dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang

berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik

hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah

yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuriadan uremia.

Hepatitis Kronik

Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik.

Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang baik.

Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah lama mengalami

hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria (kaligata – rasa gatal yang

berbintik-bintik merah dan bengkak), arthritis (peradangan sendi), dan polineuropati

(semutan atau rasa terbakar pada lengan dan kaki).

2.7. Diagnosis

Manifestasi klinik  hepatitis B kronik secara garis besar dibagi 2

Hepatitis B kronik yang masih aktif

- HbsAg (+) , DNA VHB lebih lebih dari 105 copies / ml . didapatkan kenaikan

ALT yang menetap atau intermitten.

- Tanda – tanda peradangan penyakit hati kronik

- Histopatologi hati terjadi peradangan yang aktif.

Carrier VHB inaktif

- HbsAg (+), titer DNA VHB kurang dari 105kopi / ml . konsentrasi ALT normal

- Keluhan tidak ada

- Kelainan kerusakan jaringan hati minimal.

Definisi dan kriteria diagnostik pasien dengan infeksi hepatitis B kronik

Definisi Kriteria Diagnosis

Hepatitis B Proses nekro-inflamasi kronis 1. HBsAg + > 6 bulan

Page 14: Refrat Hepatitis B Kronik

kronis

 

hati disebabkan oleh infeksi persisten virus hepatitis B.

Dapat dibagi menjadi hepatitis

B kronis dengan HBeAg + dan

HBeAg -

 

2. HBV DNA serum >

105copies/ml

3. Peningkatan kadar ALT/AST

secara berkala/persisten

4. Biopsi hati menunjukkan

hepatitis kronis (skor

nekroinflamasi > 4)

 

Carrier

HBsAg

inaktif

 

Infeksi virus hepatitis B persisten tanpa disertai proses nekro-inflamasi

yang signifikan

 

1. HBsAg + > 6 bulan

2. HBeAg – , anti HBe +

3. HBV DNA serum <105copies/ml

4.Kadar ALT/AST normal

5. Biopsi hati menunjukkan tidak

adanya hepatitis yang signifikan

(skor nekroinflamasi < 4

 

Diagnostik pasti didapatkan dengan Biopsi hati, dengan klasifikasi Histological

Activity Index (HAI), system ini digunakan selain untuk diagnosis pasti juga digunakan

untuk menilai progresifitas penyakit, prognosis, dan tatalaksana yang sesuai.

Aktivasi peradangan Portal dan lobular (Ludwig, 1993)

Skor yang menunjukkan intensitas nekrosis (grade)

Grade Patologi

0 peradangan portal tidak ada atau minimal

1 Peradangan portal tanpa nekrosis atau peradangan lobular tanpa nekrosis

2 Limiting plate necrosis ringan (interface hepatitis ringan) dan atau nekrosis lobular fokal

3 Limiting plate necrosis sedang (interface hepatitis sedang) dan atau nekrosis fokal berat (confluent necrosis)

4 Limiting plate necrosis berat (interface hepatitis berat) dan atau bridging necrosis

Fibrosis (Ludwig, 1993)

Page 15: Refrat Hepatitis B Kronik

Progresi structural penyakit hati (stage)

Stage Patologi

0 Tidak ada fibrosis

1 Fibrosis terbatas pada zona portal yang melebar

2 Pembentukan septa periportal atau septa portal portal dengan arsitektur yang masih utuh

3 Distorsi arsitektur (fibrosis septa bridging) tanpa sirosis yang jelas

4 Kemungkinan sirosis atau pasti sirosis

Evaluasi Pasien HBV 

Parameter Keterangan

 

Evaluasi awal

 

Anamnesis dan pemeriksaan fisikPemeriksaan laboratorium untuk menilai penyakit hati : darah rutin dan fungsi hatiPemeriksaan replikasi virus : HBeAg, antiHBe dan HBV DNAPemeriksaan untuk menyisihkan penyakit hati lainnya : anti HCV, anti HDV (khususnya pengguna narkoba injeksi, atau daerah endemis)Skrining karsinoma hepatoselular :kadar alfa feto protein dan ultrasonografiBiopsi hati pada pasien yang memenuhi kriteria hepatitis B kronis.

 

Follow up pasien yang belum

diterapi

Pasien HBeAg positif dan HBV DNA > 105copies/ml dan kadar ALT normal :Pemeriksaan ALT setiap 3  6 bulanBila ALT > 1-2 x BANN, periksa ulang setiap 1-3 bulanBila ALT > 2 x BANN selama 3-6 bulan, pertimbangkan   biopsi dan terapiPertimbangkan untuk skrining karsinoma hepatoselular

Pasien carrier HBsAg inaktif :Pemeriksaan ALT setiap 6  12 bulanBila ALT > 1-2 x BANN, periksa HBV DNA dan singkirkan penyebab penyakit hati lainnyaPertimbangkan untuk skrining karsinoma hepatoselular

 

Page 16: Refrat Hepatitis B Kronik

2.8. Penatalaksanaan 

2.8.1. Indikasi Terapi

Indikasi terapi pada infeksi Hepatitis B ditentukan berdasarkan kombinasi dari 4

kriteria, yaitu:

1. Nilai DNA VHB serum

- Pasien dengan kadar DNA VHB antara 300 – 1000 kopi/ml memiliki risiko

relative 1,4 kali lebih tinggi untuk terjadinya sirosis pada 11,4 tahun bila

dibandingkan dengan pasien dengan DNA VHB tidak terdeteksi.

- Pasien dengan DNA VHB antara 103 – 104 kopi/mL memiliki risiko relative 2,4

- Pasien dengan DNA VHB antara 104 – 105 kopi/mL memiliki risiko relative 5,4

- Pasien dengan DNA VHB antara >105 kopi/mL memiliki risiko relative 6,7

2. Status HBeAg

3. Kadar ALT serum

4. Gambaran histologist hati

Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B dengan HBeAg positif

HBeAg positif

DNA VHB <2 x 1o6 IU/mL DNA VHB <2 x 1o6 IU/mL

ALT Normal

ALT normal

ALT 1-2 x batas atas normal

ALT 2 – 5 x batas atas normal

ALT >5 x batas atas normal

Tidak diberikan pengobatan

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT

Tidak diberikan pengobatan

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT

Tidak diberikan pengobatan

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT

Pengobatan diberikan bila kenaikan ALT menetap >3 bulan atau terdapat risiko dekom- pensasi

Terdapat indikasi mulai terapiBila DNA VHB <2 x 103 IU/mL dan tidak ada tanda dekompensasi, bisa dipantau 3 – 6 bulan untuk timbulnya serokonversi spontan HBeAg

Surveilans KHS dengan USG maupun AFP/6 bulan bagi kelompok risiko tinggi

Pertimbangkan biopsy hepar atau pemeriksaan fibrosis non invasive pasa pasien >30 tahun atau <30 tahun dengan riwayat KHS atau sirosis dalam keluarga

Bila terdapat inflamasi atau fibrosis derajat sedang atau lebih, terapi

Respon Tidak respon

Page 17: Refrat Hepatitis B Kronik

Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B dengan HBeAg negatif

Gambar 3. Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis B pada Pasien dengan Sirosis

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT 1 – 3 bulan setelah terapi

Pertimbangkan strategi terapi lain

HBeAg negatif

DNA VHB <2 x 1o6 IU/mL DNA VHB <2 x 1o6 IU/mL

ALT Normal

ALT normal

ALT 1-2 x batas atas normal

ALT >2 x batas atas normal

Tidak diberikan pengobatan

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT

Tidak diberikan pengobatan

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT

Tidak diberikan pengobatan

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT

Pengobatan diberikan bila kenaikan ALT menetap >3 bulan atau terdapat risiko dekom- pensasi

Surveilans KHS dengan USG maupun AFP/6 bulan bagi kelompok risiko tinggi

Pertimbangkan biopsy hepar atau pemeriksaan fibrosis non invasive pasa pasien >30 tahun atau <30 tahun dengan riwayat KHS atau sirosis dalam keluarga

Bila terdapat inflamasi atau fibrosis derajat sedang atau lebih, terapi

Respon Tidak respon

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT 1 – 3 bulan setelah terapi

Pertimbangkan strategi terapi lain

Sirosis hati

Kompensata Dekompensata

DNA VHB <2 x 1o6 IU/mL DNA VHB <2 x 1o6 IU/mLTerapi suportif

Pantau DNA VHB, HBeAg, dan ALT setiap 3 – 6 bulan

ALT >5 x batas atas normal

Terapi dengan analog nukleos(t)ida, pertim-bangkan transplantasi

Page 18: Refrat Hepatitis B Kronik

Pemeriksaan histologist hati pada pasien hepatitis B kronik tidak dilakukan secara

rutin. Indikasi dilakukannya pemeriksaan histologist hati adalah pasien yang tidak

memenuhi criteria pengobatan dan berumur >30 tahun atau <30 tahun dengan riwayat

KHS dan sirosis dalam keluarga.

2.8.2. Hasil Terapi Terkini

Terdapat 2 jenis obat hepatitis B yang diterima secara luas, yaitu golongan interferon

dan golongan nukleos(t)ida

Tabel 1. Perbandingan karakteristik interferon dan analog nukleos(t)ida

Interferon Analog nukleos(t)ida

Durasi terapi Dibatasi (maksimal 48 minggu

Sering kali harus jangka panjang (seumur hidup)

Cara pemberian Injeksi subkutan Oral 1 kali per hari

Dapat digunakan pada sirosis dekompensata

Tidak Ya

Efek samping Banyak Minimal

Kemampuan menekan DNA VHB dalam 1 tahun

Sedikit lebih rendah Sedikit lebih tinggi, pemakaian > 1 tahun akan meningkatkan angka ini lebih jauh

Kemampuan serokonversi HBeAg dalam 1 tahun (pada HBeAG positif

Sedikit lebih rendah Sedikit lebih tinggi, pemakaian > 1 tahun akan meningkatkan angka ini lebih jauh

Kemampuan serokonversi HBsAg dalam 1 tahun

Lebih tinggi Lebih rendah, dapat menyamai IFN pada pemakain > 1 tahun

Respon biokimia Seimbang Seimbang

Respon histopatologik Seimbang Seimbang

Resistensi Tidak ditemukan Cukup tinggi pada beberapa jenis

Respon jangka panjang Cenderung membaik bila target terapi tercapai

Cukup sering kambuh bila terapi tidak dilanjutkan jangka panjang

Terapi dengan analog nukleos(t)ida atau

interferon

Terapi dengan analog

nukleos(t)ida

Surveilans KHS dengan USG maupun AFP/6 bulan bagi kelompok risiko tinggi

Ya Tidak

Page 19: Refrat Hepatitis B Kronik

2.8.3. Strategi Terapi dan Pemantauan Selama Terapi

Interferon

Interferon (IFN) adalah mediator inflamasi fisiologis dari tubuh berfungsi dalam

pertahanan terhadap virus. Waktu paruh interferon di darah sangatlah singkat, yaitu

sekitar 3 – 8 jam. Pengikatan interferon pada molekul polyethylene glycol (disebut

dengan pegylation) akan memperlambat absorbsi pembersihan, dan mempertahankan

kadar dalam serum dalam waktu lama sehingga memungkinkan pemberian mingguan.

Saat ini tersedia 2 jenis pegylated interferon, yakni pegylated-interferon α-2a (Peg-

IFN α-2a) dan pegylated-interferon α-2b (Peg-IFN α-2b).

Bukti-bukti terbaru menunjukkan pemberian Peg-IFN α-2a dengan dosis 180

µg/minggu selama 48 minggu menunjukkan hasil lebih baik.

Selama pemberian interferon, pemeriksaan darah tepi harus dilakukan setiap bulan

untuk menilai efek samping terapi. Pemantauan adanya sepresi berat juga harus

dilakukan pada setiap kunjungan pasien.

Analog Nukleos(t)ida

Analog nukleos(t)ida bekerja dengan menghambat tempat berikatan polymerase virus,

bekompetisi dengan nukleosida atau nukleotida, dan menterminasi pemanjangan

rantai DNA.

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah lamivudin, adefovir dipivoxil,

entecavir, telbivudin, dan tenofovir disoproxil fumarate. Dari lima obat tersebut,

hanya entecavir dan tenofovir yang masih memiliki efektivitas tinggi dengan tingkat

resistensi yang relative rendah, sehingga obat-obat golongan nukleos(t)ida lainnya

sudah mulai ditinggalkan.

Pada prinsipnya, terapi analog nukleos(t)ida harus diteruskan sebelum tercapai

indikasi penghentian terapi atau timbul kemungkinan resistensi dan gagal terapi. Perlu

diperhatikan bahwa sebagian pasien terbukti tidak bisa mempertahankan respon

virologist ataupun serologis setelah penghentian terapi analog nukleos(t)ida, maka

pemantauan terhadap indicator-indikator hepatitis B harus dilakukan secara berkala.

2.8.4. Terapi pada Penyakit Hati Lanjut

Page 20: Refrat Hepatitis B Kronik

Pada fase immune clearance, system imun penderita akan bereaksi melawan infeksi

VHB. Fasi ini ditandai dengan peningkatan ALT sampai lebih dari lima kali batas atas

nilai normal. Semakin tinggi ALT, maka semakin tinggi aktivitas imun penderita

terhadap infeksi VHB. Kerusakan hepatosit yang terjadi pun semakin ekstensif.

Insiden sirosis dilaporkan meningkat pada HBeAg negates dibandingkan dengan

HBeAg positif.

Terapi pada Sirosis Kompensata

IFN dan Peg-IFN aman dan efektif digunakan pada pasien hepatitis B dengan sirosis

kompensata yang terkaitinfeksi VHB. Pada pasien yang mempunyai kontraindikasi

atau tidak berespon pada pemberian terapi berbasis interferon, maka pemberian

analog nukleos(t)ida dapat diperimbangkan sebagai terapi jangka panjang. Entecavir

dan tenofovir direkomendasikan pada pasien sirosis kompensata yang tidak dapat

menggunakan terapi berbasis interferon atau tidak memberikan respon terhadap terapi

berbasis interferon.

Terapi pada Sirosis Dekompensata

Penggunaan IFN pada pasien dengan sirosis dekompensata terkait VHB dapat

menyebabkan dekompensasi dan meningkatkan risiko infeksi bakteri, bahkan pada

dosis kecil, sehingga penggunaan IFN dikontraindikasikan pada pasien dengan sirosis

dekompensata. Saat ini, analog nukleos(t)ida seperti lamivudin, entecavir, telbivudin,

dan tenofovir telah disetujui sebagai terapi pada sirosis dekompensata terkait VHB.

2.8.5. Terapi pada Populasi Khusus

Ko-infeksi dengan VHC atau VHD

Tatalaksana pasien infeksi VHB kronik dengan koinfeksi virus hepatits D atau

hepatits C sebaiknya disesuaikan dengan virus yang dominan. Koinfeksi behubungan

dengan peningkatan kejadian hepatitis yang fulminan dan insiden sirosis yang lenih

tinggi bila dibandingkan dengan monoinfeksi.

Peg-IFN adalah satu-satunya obat yang efektif terhadap VHD. Pemberian Peg-IFN

1,5 µg/kg/minggu selama 12 bulan menunjukkan hasil yang cukup baik. Sedangkan

dalam terapi koinfeksi dengan VHC, Peg-IFN dan ribavirin merupakan pilihan utama.

Ko-infeksi dengan HIV

Page 21: Refrat Hepatitis B Kronik

Langkah pertama dalam menatalaksana koinfeksi HIV-VHB adalah mengevaluasi

apakah pasien tersebut membutuhkan terapi anti HIV. Pada pasien yang tidak

termasuk dalam criteria indikasi anti-HIV, pilihan utama terapi VHB adalah IFN,

Peg-IFN, dan adefovir.

Pada pasien HIV positif dengan indikasi terapi anti-HIV, pilihan utama pengobatan

VHB adalah tenofovir dengan lamivudin atau emtricitabine. Pada pasien dengan VHB

resisten lamivudin, maka regimen terapi anti-HIV harus ditambahakn dengan

tenofovir atau mengganti salah satu HRTI dengan tenofovir.

Wanita Hamil

Pada wanita hamil yang telah didiagnosis mengidap infeksi VHB kronik pada awal

kehamilan, keputusan dimulainya terapi harus melihat risiko dan keuntungan

pengobatan tersebut. Terapi VHB pada wanita hamil biasanya ditunda sampai

trimester 3 untuk menghindari transmisi perinatal.

Peg-IFN dikontraindikasikan pada kehamilan. Sedangakn lamivudin, entecavir, dan

adofovir dikategorikan dalam pregnancy safety class C. telbivudin dan tenofovir

dikategorikan pregnancy safety claa B. tenofovir lebih direkomendasikan sebagai

terapi karena ririsko resistensi yang rendah.

Sampai saat ini masih terdapat kontroversi tentang kelompok yang mendapat

keuntungan paling tinggi dengan pemberian terapi antiviral selama kehamilan. Namun

panduan yang ada menunjukkan batasan DNA VHB > 2 x 106 IU/mL sebagai indikasi

pemberian terapi antiviral.

Pasien dengan Terapi Imunosupresi

Reaktivasi replikasi VHB dengan dekompensasi hati pada pasien imunosupresi

dilaporkan pada 20 – 50 % pasien dengan infeksi VHB kronik yang menjalani

kemoterapi atau terapi imunosupresi.

Karena risiko reaktivasi yang tinggi ini, maka seluruh pasien yang akan menjalani

kemoterapi disarankan untuk menjalani pemeriksaan HBsAg dan anti-HBc. Pada

pasien dengan HBsAg positif, pemeriksaan DNA VHB harus dilakukan dan pasien

harus mendapat terapi profilaksis sejak 1 minggu sebelum menjalani kemoterapi

sampai 12 bulan setelah kemoterapi. Penggunaan lamivudin sebagai terpai profilaksis

menurunkan risiko reaktivasi VHB serta menurunkan insiden gagal hati dan kematian

terakit infeksi VHB. EASL merekomendasikan pada pasien dengan DNA VHB tinggi

Page 22: Refrat Hepatitis B Kronik

atau akan menjalani sesi kemoterapi yang panjang dan repetitive, antiviral potensi

tinggi dengan barrier resistensi tinggi, seperti entacavir atau tenofovir digunakan

sebagai profilaksis.

Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan dengan HBsAg positif dan DNA VHB >2000 IU/ml dapat

diberikan antiviral potensi tinggi dengan barrier resistensi tinggi, seperti entacavir

atau tenofovir.

Hepatitis Akut

Pemberian lamivudin 100-150 mg/hari menyebabkan hilangnya HBsAg pada 82,4%

pasien hepatitis akut fulminan selama kurang dari 6 bulan. Panduan dari EASL

merekomendasikan pemberian lamivudin sampai 3 bulan setelah serokonversi atau

setelah munculnya anti-HBe pada pasien HBsAg positif.

Pasien yang akan Menjalani Transplantasi Hati

Terapi profilaksis untuk menurunkan muatan virus sebelum tranplantasi dilakukan

perlu diberikan untuk mencegah rekurensi post transplantasi. Terapi profilaksis yang

dapat diberikan adalah analog nukleos(t)ida dengan ambang resistensi yang tinggi.

Profilaksis pre tramsplantasi yang dgabungkan dengan kombinasi lamivudin dan

HBIG dosis tinggi setelah transplatasi hati dapat menurunkan risiko rekurensi sampai

90%.

Page 23: Refrat Hepatitis B Kronik

BAB III

KESIMPULAN

1. Hepatitis B kronik merupakan masalah kesehatan yang besar, terutama dengan

banyaknya penderita hepatitis B kronik tidak bergejala.

2. Makin dini terinfeksi HBV risiko menetapnya infeksi hepatitis B makin besar.

3. Diagnosis, evaluasi dan keputusan pemberian terapi anti virus didasarkan pada

pemeriksaan serologi, virologi, kadar ALT dan pemeriksaan biopsi hati.

4. Pasien hepatitis B kronis yang belum mendapatkan terapi HBeAg positif dan

HBV DNA > 105 copies/ml dan kadar ALT normal) dan pasien carrier HBsAg

inaktif perlu di evaluasi secara berkala.

5. Saat ini, 2 golongan obat yang direkomendasikan untuk terapi hepatitis B, yaitu

golongan interferon dan golongan analog nukleos(t)ida. Dari golongan analog

nukleos(t)ida, pemakain obat lamivudin dan adefovir mulai ditinggalkan karena

keefektivitasannya yang rendah.

Page 24: Refrat Hepatitis B Kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Cahyono SB. Hepatitis B. Yogyakarta: Kanisius, 2010; 20-33

2. Anonim. Hepatitis B. Diakses dari www.totalkesehatananda.com

3. Lenny.Indonesia Peringkat ke-3 Jumlah Penderita Hepatitis. Diakses

www.technology-indonesia.com 

4. Anonim.Hepatitis B, Menyerang Tanpa Pandang Bulu. Diakses tanggal

www.jakartalantern.com

5. Soemoharjo S. Hepatitis Virus B. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2008 ; 20-23

6. Hadi S. Gastroenterologi.  Bandung : Alumni, 2002 ; 487-571

7. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Dalam :

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, editor. Patofisiologi. Volume I.

Jakarta : EGC, 2006 ; 472-515

8. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo dkk,

editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing,

2009 ; 653 – 661

9. Siregar  FA.  Hepatitis B di tinjau Dari Kesehatan Masyarakat Dan Upaya

Pencegahan. Di akses www.library.usu.ac.id 

10. Green CW. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia, 2005 ; 10-23

11. Nusi IA dkk. Hepatitis Kronis. Dalam : Askandar Tjokroprawiro dkk, editor.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Surabaya: Airlangga  University, 2007 ; 125-

8

12. Anonim Hepatitis B diaksess dari

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs204/en/ 

13. Buster, dkk.  Antiviral Treatmeant For chronic Hepatitis B virus infection –

Immune Modulation or Viral Suppression .  Dalam  : Netherlands The Journal

of Medicine , volume  64, nomor 6.  Tahun 2006

14. Lok, Anna. S.F, dkk. Practice Guideline of Chronic Hepatitis B : Update 2009.

American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD)

15. Suharjo, JB, dkk. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronik. Dalam jurnal

: Cermin Dunia Kedokteran, No. 150.  2006

16. Gani, Rino. A, dkk. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B di

Indonesia. 2012. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI)

Page 25: Refrat Hepatitis B Kronik