refrat anak-1

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah kesehatan pada anak Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus karena tidak saja berdampak untuk saat ini tetapi juga masa mendatang. Kekurangan besi pada masa anak terutama pada 5 tahun pertama kehidupan dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup anak. 1,2 Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB). Kelompok usia yang paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5 tahun) sehingga kelompok usia ini menjadi prioritas pencegahan DB. Kekurangan besi dengan atau tanpa anemia, terutama yang berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu tumbuh kembang anak, antara lain menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan tubuh dan gangguan pada perkembangan otak yang berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang. 1,2 Prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalensi ADB pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Penelitian kohort terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan insidens ADB sebesar 40,8% dan 47,4%. Pada usia balita, prevalens tertinggi DB umumnya terjadi 1

description

referat anemia

Transcript of refrat anak-1

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAnemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah kesehatan pada anak Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus karena tidak saja berdampak untuk saat ini tetapi juga masa mendatang. Kekurangan besi pada masa anak terutama pada 5 tahun pertama kehidupan dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup anak.1,2Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi (DB). Kelompok usia yang paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5 tahun) sehingga kelompok usia ini menjadi prioritas pencegahan DB. Kekurangan besi dengan atau tanpa anemia, terutama yang berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu tumbuh kembang anak, antara lain menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan tubuh dan gangguan pada perkembangan otak yang berdampak negatif terhadap kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang. 1,2 Prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalensi ADB pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Penelitian kohort terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan insidens ADB sebesar 40,8% dan 47,4%. Pada usia balita, prevalens tertinggi DB umumnya terjadi pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan besi melalui diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun pertama. Angka kejadian DB lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi prematur (sekitar 25-85%) dan bayi yang mengonsumsi ASI secara eksklusif tanpa suplementasi. Rekomendasi terbaru menyatakan suplementasi besi sebaiknya diberikan mulai usia 4-8 minggu dan dilanjutkan sampai usia 12-15 bulan, dengan dosis tunggal 2-4 mg/kg/hari tanpa melihat usia gestasi dan berat lahir. Remaja perempuan perlu mendapat perhatian khusus karena mengalami menstruasi dan merupakan calon ibu. Ibu hamil dengan anemia mempunyai risiko 3 kali lipat melahirkan bayi anemia, 2 kali lipat melahirkan bayi prematur, dan 3 kali lipat melahirkan bayi berat lahir rendah sehingga suplementasi besi harus diberikan pada remaja perempuan sejak sebelum hamil. Melihat permasalahan yang sudah dipaparkan disebelumnya maka melalui makalah ini akan dijelaskan tentang anemia defisiensi besi pada anak mulai dari definisi sampai penatalaksanaan dan bagaimana cara membedakannya dengan anemia jenis lain. 1,21.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumMengetahui tentang anemia defisiensi besi pada anak 1.2.2 Tujuan Khususa) Mengetahui pengertian dari anemia defisiensi besib) Mengetahui etiologi dari anemia defisiensi besic) Mengetahui gejala-gejala klinis dari anemia defisiensi besid) Mengetahui patofisisiolgi anemia defisiensi besie) Mengetahui tatalakasana dan pencegahan dari anemia defisiensi besif) Mengetahui cara membedakan anemia defisiensi besi dengan anemia jenis lainnya

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DefinisiDefisiensi besi didefinisikan sebagai penurunan total zat besi dalam tubuh. Anemia defisiensi zat besi terjadi ketika terdapat defisiensi besi secara masif sehingga menekan pembentukkan sel darah merah. WHO mendefinisikan anemia sebagai konsentrasi hemoglobin dibawah 2 standar deviasi dibawah konsentrasi Hb rata-rata pada populasi normal dengan umur dan jenis kelamin yang sama. Anemia defisiensi besi adalah anemia kronis yang paling sering terjadi. Defisiensi besi dapat terjadi karena kehilangan berlebihan besi maupun penurunan penyerapan besi. Secara umum, besi yang perlu diserap setiap hari jumlahnya harus sama dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mengkompensasi kehilangan besi. Keseimbangan yang baik ini mudah rusak, karena kemampuan untuk menyerap zat besi secara oral terbatas. Ketika input kurang dari yang diperlukan atau ketika output meningkat dan tidak dapat dikompensasikan, defisiensi besi atau anemia defisiensi besi dapat terjadi.Anemia akibat kekurangan zat besi sebagai bahan sintesis hemoglobin adalah penyakit hematologi yang paling umum dari masa bayi dan masa kanak-kanak. Diperkirakan bahwa 30% dari populasi global menderita anemia defisiensi besi. sebagian besar anemia defisiensi besi terjadi di negara berkembang.Remaja juga rentan terhadap kekurangan zat besi karena persyaratan tinggi karena lonjakan pertumbuhan, kekurangan makanan, dan kehilangan darah haid. Di Amerika Serikat, sekitar 9% dari anak-anak berusia 1 sampai 2 tahun kekurangan zat besi; 3% mengalami anemia. Dari remaja perempuan, 9% kekurangan zat besi dan 2% mengalami anemia.Frekuensi anemia defisiensi zat besi berhubungan dengan aspek-aspek dasar tertentu metabolisme besi dan nutrisi. Untuk menjaga keseimbangan besi yang positif di masa kecil, sekitar 1 mg besi harus diserap setiap hari. Tubuh bayi yang baru lahir mengandung sekitar 0,5 g besi, sedangkan orang dewasa rata-rata 5 g. Tubuh bayi harus menyerap rata-rata 0,8 mg besi setiap hari selama 15 tahun pertama kehidupan agar dapat mencapai total besi dalam tubuh orang dewasa. Selain itu, sejumlah kecil besi juga diperlukan untuk menyeimbangkan kehilangan besi yang terjadi.

2.2 Etiologi dan Faktor risikoDiet besi 8-10 mg setiap harinya diperlukan untuk gizi yang optimal. Penyerapan besi dalam proksimal usus kecil dibantu oleh berbagai protein dari duodenum. Besi pada ASI diserap 2 sampai 3 kali lebih efisien dibandingkan dengan susu sapi. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, sering sulit untuk mencapai konsumsi zat besi yang memadai karena jumlah makanan kaya zat besi yang relatif sedikit. Karena itu, fortifikasi besi dalam makanan bayi dibutuhkan untuk mencapai kebutuhan besi. Pemberian susu formula 7-12 mg Fe / L untuk bayi cukup bulan dan 15 mg Fe / L untuk bayi 24 oz / hari) atau makanan yang rendah zat besi merupakan faktor risiko terjadinya anemia defisiensi besi. Kehilangan darah juga adalah salah satu penyebab kasus anemia defisiensi besi, terutama pada anak yang lebih tua. Anemia defisiensi besi kronis dari perdarahan okultisme dapat disebabkan oleh lesi pada saluran pencernaan, seperti kolitis susu imflamasi oleh protein, ulkus peptikum, divertikulum Meckel, polip, atau hemangioma, atau dengan penyakit inflamasi usus. Di beberapa daerah geografis, infestasi cacing tambang merupakan penyebab penting kekurangan zat besi; di lain hal ini terkait dengan infeksi Helicobacter pylori. Hemosiderosis paru mempunyai dengan perdarahan di paru-paru dan defisiensi besi berulang walaupun dengan pengobatan dengan besi. Diare kronis pada anak usia dini dapat berhubungan dengan kehilangan darah occult. Beberapa bayi di Amerika Serikat mengalami defisiensi zat besi parah disebabkan oleh kehilangan darah usus kronis yang disebabkan paparan protein dalam susu sapi. Kehilangan darah dalam tinja setiap hari dapat dicegah baik dengan mengurangi kuantitas susu sapi untuk