Ref...Polisitemia

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku kata polisitemia (bahasa Yunani) mengandung arty poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah) adalah suatu penyakit kelaianan pada sistem mieloproliferatif dimana terjadi klon abnormal pada hemopoitik sel induk (hematopoietic stem cells) dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors yang berbeda untuk terjadinya maturasi yang berakibat terjadinya peningkatan banyak sel. Istilah polisitemia memberikan beberapa arti yang berbeda. Secara langsung, istilah ini harus digunakan dalam bidang terluas yang berarti sel darah merah yang berlebihan per unit volume darah, tanpa memandang penyebab dasarnya. Beberapa klinisi telah membatasi istilah polisitemia terhadap kondisi dimana terlihat peningkatan massa sel darah merah dan menggunakan istilah polisitemia relative untuk semua gangguan dimana kontraksi volume plasma merupakan penyebabnya. Pada polisitemia, peningkatan volume sel darah merah disebabkan oleh mieloproliferasi endogen. Sifat sel asal dari cacat dikemukakan pada banyak pasien oleh overproduksi granulosit dan trombosit seperti sel darah merah. Permasalahan yang ditimbulkan pada polisitemia berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan trombosit 2

Transcript of Ref...Polisitemia

Page 1: Ref...Polisitemia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku kata polisitemia (bahasa Yunani) mengandung arty poly (banyak),

cyt (sel), dan hemia (darah) adalah suatu penyakit kelaianan pada sistem

mieloproliferatif dimana terjadi klon abnormal pada hemopoitik sel induk

(hematopoietic stem cells) dengan peningkatan sensitivitas pada growth factors

yang berbeda untuk terjadinya maturasi yang berakibat terjadinya peningkatan

banyak sel.

Istilah polisitemia memberikan beberapa arti yang berbeda. Secara

langsung, istilah ini harus digunakan dalam bidang terluas yang berarti sel darah

merah yang berlebihan per unit volume darah, tanpa memandang penyebab

dasarnya. Beberapa klinisi telah membatasi istilah polisitemia terhadap kondisi

dimana terlihat peningkatan massa sel darah merah dan menggunakan istilah

polisitemia relative untuk semua gangguan dimana kontraksi volume plasma

merupakan penyebabnya.

Pada polisitemia, peningkatan volume sel darah merah disebabkan oleh

mieloproliferasi endogen. Sifat sel asal dari cacat dikemukakan pada banyak

pasien oleh overproduksi granulosit dan trombosit seperti sel darah merah.

Permasalahan yang ditimbulkan pada polisitemia berkaitan dengan massa eritrosit,

basofil dan trombosit yang betambah, serta perjalanan alamiyah penyakit menuju

ke arah fibrosis sumsum tulang.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai polisitemia mencakup definisi,

etiologi, patofisiologi, penegakkan diagnosis khususnya gambaran dari

pemeriksaan radiologis yang mungkin ditemukan, diagnosis banding, serta

penatalaksanaannya.

2

Page 2: Ref...Polisitemia

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan referat ini adalah sebagai syarat ujian stase

radiologi program pendidikan profesi dokter umum periode 38 Fakultas

Kedokteran UMY.

3

Page 3: Ref...Polisitemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Polisitemia vera, merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem

mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang.

Mulainya diam-diam tetapi progresif, kronik dan belum diketahui penyebabnya.

Seperti diketahui pada orang dewasa sehat, eritrosit, granulosit, dan trombosit

yang beredar dalam darah tepi diproduksi dalam sumsum tulang. Seorang dewasa

yang berbobot 70 kg akan menghasilkan 1 x 1011 neutrofil dan 2 x 1011 eritrosit

setiap harinya.

B. Epidemiologi

Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun,

walaupun kadang-kadang ditemukan + 5% pada mereka yang berusia lebih muda.

Angka kejadian polisitemia vera ialah 7 per satu juta penduduk dalam setahun.

Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras/bangsa, walaupun didapatkan angka

kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didapatkan dua

kali lebih banyak dibandingkan pada wanita.

C. Etiologi

Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, policitemia

terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang

abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini

tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin

serum , 4 mU/mL). Hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau

polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis

(wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang menigkat), biasanya pada

keadaan dengan saturasi oksigen arteiral rendah, atau eritropoetin tersebut

meningkta secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik

manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin. Di dalam sirkulais darah

tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit yang

4

Page 4: Ref...Polisitemia

menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma,

dapat mencapai . 49% pada wanita (kadar Hb . 16 mg/dL) dan . 52% pada pria

(kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit

(hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk

darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit

yang berlebihan.

D. Manifestasi Klinis

Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil,

dan trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah

fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat

poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.

Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai

akibat dari :

1. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah

yang kemudian akan menyebabkan :

o penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebihjauh lagi akan

menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

o penurunan laju transpor oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.

Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ

sasaran (iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan

ekstremitas.

2. Penurunan shear rate

Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis

primer yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan

mengakibatkan timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450

ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus policitemia,

manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan

gastrointerstinal.

5

Page 5: Ref...Polisitemia

3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).

Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada policitemia tidak ada

korelasi trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau

tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50% kasus policitemia.

4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)

Lima puluh persen kasus policitemia datang dengan gatal (pruritus) di

seluruh tubuh terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia

vera datang dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh

meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia.

Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana

kadar histamin.

5. Splenomegali

Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera.

Splenomegali ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas

hemopoesis ekstramedular.

6. Hepatomegali

Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana

halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder

hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

7. Laju siklus sel yang tinggi

Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali

adalah sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian

produksi asam urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi

gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai

pada 5-10% kasus polisitemia vera.

8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.

Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat

dan vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus policitemia karena

penggunaan/ metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas

protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding

6

Page 6: Ref...Polisitemia

capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui

defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan

kulit dan mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.

E. Perjalanan Klinis

a. Fase eritrositik atau fase polisitemia

Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan

jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini

dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah

dalam batas normal.

b. Fase burn out (terbakar habis ) atau spent out (terpakai habis)

Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien

memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang

timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap.

c. Fase mielofibrotik

Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan

perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieloid.

Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati,. kelenjar getah

bening dan ginjal.

d. Fase terminal

Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh

komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi

pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien

yang diobati berkisar antara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak

mendapat pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan

flebotoni saja, risko terjadinya leukimia akut meningkat 5 kali jika pasien

diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapat obat sitostatik

seperti klorambusil

F. Penegakkan Diagnosa

International Polycythemia Study Group kedua menetapkan 2 kriteria

pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera dari 2 kategori

diagnostik. Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria :

a. Dari kategori : A1 + A2 + A3, atau

7

Page 7: Ref...Polisitemia

b. Dari kategori : A1 + A2 + 2 kategori B

Kategori A

1. Meningktanya massa sel darah merah diukur dengan krom-radioaktif Cr51.

Pada pria > 36 mL/kg, dan pada wanita > 32 mL/kg.

2. Saturasi oksigen arterial > 92%. Eritrositosis yang terjadi sekunder terhadap

penyakit atau keadaan lainnya juga disertai massa sel darah merah yang

meningkat. Salah satu pembeda yang digunakan adalah diperiksanya saturasi

oksigen arterial. Pada polisitemia vera tidak didapatkan penurunan. Kesulitan

ditemui apabila pasien tersebut berada dalam keadaan :

o Alkalosis respiratorik, dimana kurva disosiasi pO2 akan bergeser ke kiri,

dan

o Hemaglobinopati, dimana afiitas oksigen meningkat sehingga kurva pO2

juga akan bergeser ke kiri.

3. Splenomegali

Kategori B

1. Trombositosis : Trombosit > 400.00/mL

2. Leukositosis : Leukosit > 12.000/mL (tidak ada infeksi)

3. Leukosit 12alkali fosfatase (LAF) score meningkat dari 100 (tanpa adanya

panasa atau infeksi)

4. Kadar vitamin B12 > 900pg?mL dan atau UB12BC dalam serum > 2200 pg/mL

Pemeriksaan Laboratorium

1. Eritrosit

Untuk menegakkan diagnosis polisitemia vera, peninggian massa eritrosit

haruslah didemonstrasikan pada saat perjalanan penyakit ini. Pada hitung

sel jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit

biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat defisiensi besi.

Poikilositosis dan anisositosis menunjukkan adanya transisi ke arah

metaplasia meiloid di akhir perjalanan penyakit ini.

8

Page 8: Ref...Polisitemia

2. Granulosit

Granulosit jumlahnya meningkat terjadi pada 2/3 kasus policitemia,

berkisar antara 12-25 ribu/mL tetap dapat sampai 60 ribu?mL. Pada dua

pertiga kasus ini juga terdapat basofilia.

3. Trombosit

Jumlah trombosit biasanya berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat

> 1 juta/mL. Sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang

abnormal.

4. B12 Serum

B12 serum dapat meningkat, hal ini dijumpai pada 35 % kasus, tetapi

dapat pula menurun, yaitu pada + 30% kasus, dan kadar UB12BC

meningkat pada > 75% kasus policitemia.

5. Pemeriksaan sumsum tulang

Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada

kecurigaan terhadap penyakit mieloproliferatif lainnya seperti adanya sel

blas dalam hitung jenis leukosit. Sitologi sumsum tulang menunjukkan

peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri

eritrosit, megakariosit, dan mielosit. Sedangkan dari gambaran

histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang

patologis/abnormal dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik

policitemia.

6. Pemeriksaan sitogenetik

Pada pasien policitemia yang belum mendapat pengobatan P53 atau

kemoterapi sitostatik dapat dijumpai kariotip 20q-,=8,+9,13q-,+1q. Variasi

abnormalitas sitogenetik dapat dijumpai selain bentuk tersebut di atas

terutama jika pasien telah mendapatkan pengobatan P53 atau kemoterapi

sitostatik sebelumnya.

G. Komplikasi

Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s

paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan

9

Page 9: Ref...Polisitemia

ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula

spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya

fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis

spinalis.

Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab

paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus

ataupun sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi

medulla spinalis dan saraf.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses

paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema

tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot

iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.

H. Diagnosa Banding

9. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative

spondylitis).Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto

rontgenmenunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua

ataulebih corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya

infeksituberkulosa daripada infeksi bakterial lain.

10. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid).

Dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium.

11. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkin’s disease,

eosinophilicgranuloma, aneurysma bone cyst dan Ewing’s sarcoma)

Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebratetapi

berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya

tetapdipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi

mempunyaibentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi

yangberbatas jelas.

12. Scheuermann’s disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa

olehkarena tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian

sudutsuperior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

10

Page 10: Ref...Polisitemia

I. Penatalaksanaan

A. Prinsip pengobatan

1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan

mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.

2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum

terkendali.

3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)

4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien

usia muda.

5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi

sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan :

- Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala

trombosis

- Leukositosis progresif

- Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik

- Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,

penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

B. Media Pengobatan

1. Flebotomi

Flebotomi dapat merupakan pengobatan yang adekuat bagi seorang apsien

polisitemia

selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan.

Indikasi flebotomi :

- polisitemia vera fase polisitemia

- polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55 % (target Ht <

55%)

- polisitemia sekunder nonfisiologis bergtantung pada derajat beratnya gejala yang

ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate, sebagai

penatalaksanaas

terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik.

11

Page 11: Ref...Polisitemia

Pada policitemia tujuan prosedur flebotomi tersebut adalah mempertahankan

hematokrit < 42%

pada wanita, dan < 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan

penurunan shear rate. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada

permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur.

2. Kemoterapi Sitostatika

Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Saat ini lebih

dianjurkan menggunakan Hidroksiurea salah satu sitostatik golongan obat

antimetabolik, sedangkan penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak

ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena afek leukemogenik, dan

mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan

klorambusil dan Busulfan digunakan pada policitemia.

indikasi penggunaan kemoterapi sitostatik :

- hanya untuk polisitemia rubra primer (policitemia)

- flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan . 2 kali sebulan

- trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis

- urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antihistamin

- splenomegali simtomatik/mengancam ruptur limpa

Cara pemberian kemoterapi sitostatik :

- Hidroksiurea (Hydrea 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau

diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali, jika telah tercapai target

dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan.

- Klorambusil (Leukeran 2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kgBB/hari

selama 3-6 minggu, dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu. o

Busulfan (Myleran 2 mg/tablet) 0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8mg/m2/hari, jika telah

tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk

pemeliharaan.

Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3

minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit

:

- Pada pria < 47% dan memberikannya lagi jika > 52%

- Pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%

12

Page 12: Ref...Polisitemia

3. Fosfor Radiokatif (P32)

Pengobatan ini efektif, mudah dan relatif murah untuk pasien yang tidak

kooperatif atau dengan keadaan sosiekonomi yang tidak memungkinkan untuk

berobat secara teratur. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar

2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.

Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama :

- mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat

diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan,

- tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis

pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.

Panmeiosis dapat dikontrol dengan cara ini pada sekutar 80% pasien untuk jangka

waktu 1-2 bulan dan mungkin berakhir 2 tahun atau lebih lama lagi. Sitopenia

yang serius setelah pengobatan ini jarang terjadi. Pasien diperiksa sekitar 2-3

bulan sekali setelah keadaan stabil.

Trombositosis dan trombositemia yang mengancam (hiperagregasi) atau terbukti

menimbulkan trombosis masih dapat terjadi emskipun eritrositosis dan

leukositosis dapat terkendali.

4. Kemoterapi Biologi (Sitokin)

Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk

mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3), produk biologi yang

digunakan adalah Interferon (Intron-A 3&5 juta IU, Roveron-A 3 & 9 juta IU)

digunakan terutama pada keadaan trombositema yang tidak dapat dikendalikan.

Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/subkutan atau intramuskular 3 kali seminggu.

Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid

(Cytoxan 25 mg & 50 mg/tablet) dengan dosis 100mg/m2/hari, selama 10-14 ahri

atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000/mm3) kemudian dapat

dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100mg/m3 1-2 kali seminggu.

5. Pengobatan Suportif

a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien

dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.

13

Page 13: Ref...Polisitemia

b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, ika diperlukan dapat

diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA)

c. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2

d. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin disebutkan juga

dapat menekan trombopoesis.

C. PEMBEDAHAN PADA PASIEN POLICITEMIA

Pembedahan Darurat

Sedapat-dapatnya ditunda atau dihindari. Dalam keadaan darurat, dilakukan

flebotomi agresif dengan pronsip isovolemik dengan mengganti plasma yang

terbuang dengan plasmafusin 4% atau cairan plasma ekspander lainnya, bukan

cairan isotonis/ garam fisiologis, suatu prosedur yang merupakan tindakan

penyelamatan hidup (life-saving).

Splenektomi sangat berbahaya untuk dilakukan pada semua fase polisitemia, dan

harus dihindari karena dalam perjalanan penyakitnya jika terjadi fibrosis sumsum

tulang organ inilah yang diharapkan sebagai pengganti hemopoesisnya.

Pembedahan Berencana

Pembedahan berencana dapat dilakukan setelah pasien terkendali dengan baik.

Lebih dari 75% pasien dengan polisitemia vera tidak terkendali atau belum diobati

akan mengalami perdarahan atau komplikasi trombosis pada pembedahan. Kira-

kira sepertiga dari jumlah pasien tersebut akan meninggal. Angka komplikasi akan

menurun jauh jika eristrositosis sudah dikendalikan dengan adekuat sebelum

pembedahan. Makin lama telah terkendali, makin kecil kemungkinan terjadinya

komplikasi pada pembedahan. Darah yang didapat dari flebotomi dapat disimpan

untuk transfusi autologus pada saat pembedahan.

BAB III

KESIMPULAN

Spondilitis tuberkulosis adalah peradangan granulomatosa yang bersifat

kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan

infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh.

Gambaran klinik yang terjadi biasanya hanya berupa nyeri pinggang atau

punggung. Nyeri ini terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar

14

Page 14: Ref...Polisitemia

dibedakan dengan nyeri oleh penyebab lain seperti kelainan degeneratif karena

biasanya keadaan umum penderita masih baik. Pada foto rontgen belum

didapatkan kelainan. Bila proses berlanjut, terjadi destruksi vertebra yang akan

terlihat pada foto rontgen.

Diagnosis sedini mungkin, dan dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya

baik meskipun tanpa tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan

tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat, yang dapat

menyebabkan terjadinya resistensi terhadap pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Rasjad C. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II.

Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003.

Harsono. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2003.

15

Page 15: Ref...Polisitemia

Hidalgo, JA. Pott Disease. [Online]. 2005 Aug 25 [cited 2008 Feb 27];[17

screens]. Available from: URL:http:www.eMedicine.com/med/topic

Tamburaf, V. Spinal Tuberculosis. [Online]. 2006 Oct [cited 2008 Des 27];[4

screens]. Available from: URL:http://www.infeksi.com

Harisinghani, MG. Tuberculosis from Head to Toe. [Online]. 1999 Feb 19 [cited

2008 Des 27];[4 screens]. Available from: URL:http://www.nejm.com

Yanardag, H. Pott Disease. [Online]. 1999 Feb 19 [cited 2008 Des 27];[5 screens].

Available from: URL:http://www.ispub.com

Sinan, T. Spinal tuberculosis: CT and MRI features. [Online]. 1999 Feb 19 [cited

2008 Des 27];[5 screens]. Available from: URL:http://www.kfshrc.edu.sa

Danchaivijitr, N. Diagnostic Accuracy of MR Imaging in Tuberculous

Spondylitis. [Online]. 2007 Feb 19 [cited 2008 Des 27];[5 screens]. Available

from: URL:http://www.medassocthai.org/journal

Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; EGC.

16