Ref Haemoptoe

28
BAB I PENDAHULUAN I. Latar belakang masalah Batuk darah ialah batuk disertai darah baik sedikit maupun banyak, berasal dari parenkim paru atau struktur saluran napas bagian bawah dan bukan berasal dari saluran napas atas maupun saluran pencernaan. (1,2) Sejak jaman Hipocrates hingga tahun 1900 batuk darah hampir selalu dianggap sebagai gejala khas tuberkulosis Paru, baru kemudian berkat kemajuan teknologi dan keterampilan diagnostik dapat dipastikan penyakit-penyakit lain sebagai penyebab terjadinya batuk darah. (1,2) Kelainan penyakit saluran pernapasan sering dimanifestasikan berupa gejala-gejala seperti sakit dada, sesak napas, batuk berdahak, bahkan batuk disertai darah. Keluhan batuk paling sering didapatkan dan kadang belum mendorong penderita untuk pergi ke dokter, pada umumnya penderita segera pergi ke dokter bila batuknya disertai darah baik sedikit maupun dalam jumlah yang banyak. Mereka terdorong oleh kecemasan bahkan ketakutan yang berlebihan. (10,11) Batuk darah atau hemoptoe dapat merupakan keadaan yang tidak termasuk dalam kegawatan, namun sebaliknya pada keadaan tertentu harus segera 1

Transcript of Ref Haemoptoe

Page 1: Ref Haemoptoe

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang masalah

Batuk darah ialah batuk disertai darah baik sedikit maupun banyak,

berasal dari parenkim paru atau struktur saluran napas bagian bawah dan bukan

berasal dari saluran napas atas maupun saluran pencernaan.(1,2)

Sejak jaman Hipocrates hingga tahun 1900 batuk darah hampir selalu

dianggap sebagai gejala khas tuberkulosis Paru, baru kemudian berkat

kemajuan teknologi dan keterampilan diagnostik dapat dipastikan penyakit-

penyakit lain sebagai penyebab terjadinya batuk darah.(1,2)

Kelainan penyakit saluran pernapasan sering dimanifestasikan berupa

gejala-gejala seperti sakit dada, sesak napas, batuk berdahak, bahkan batuk

disertai darah. Keluhan batuk paling sering didapatkan dan kadang belum

mendorong penderita untuk pergi ke dokter, pada umumnya penderita segera

pergi ke dokter bila batuknya disertai darah baik sedikit maupun dalam jumlah

yang banyak. Mereka terdorong oleh kecemasan bahkan ketakutan yang

berlebihan.(10,11)

Batuk darah atau hemoptoe dapat merupakan keadaan yang tidak

termasuk dalam kegawatan, namun sebaliknya pada keadaan tertentu harus

segera ditangani sebab dapat menimbulkan kematian. Dengan demikian sangat

perlu diketahui kriteria hemoptoe yang tidak segera perlu penanganan dan yang

memerlukan penanganan segera secara adekuat.(1,2)

Hemoptoe yang merupakan kegawatan paru paling sering terjadi

dibandingkan hemoptoe yang bukan merupakan kegawatan paru. Tingkat

kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh tiga faktor :(10,11)

Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah yang menyumbat

sebagian besar saluran pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tergantung pada

jumlah perdarahan yang terjadi, serta oleh refleks batuk yang berkurang

atau terjadinya kecemasan dimana pasien takut untuk mengeluarkan darah

dan saluran pernapasan.

1

Page 2: Ref Haemoptoe

Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat

menimbulkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock), bila perdarahan

yang terjadi cukup banyak disebut dengan hemoptisis masif dimana

terdapat beberapa kriteria, antara lain:

- Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi

apabila jumlah perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24 jam.

- Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi

apabila jumlah perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam.

Adanya pneumonia aspirasi, yakni suatu keadaan dimana masuknya

bekuan darah maupun sisa – sisa darah ke dalam jaringan paru bersamaan

dengan inspirasi.

II. Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk dapat mengetahui

definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnostik, terapi, dan komplikasi

yang terjadi serta prognosis pada hemoptoe.

2

Page 3: Ref Haemoptoe

BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi

Berbagai pendapat telah dikemukakan mengenai definisi hemoptoe

yang pada dasarnya hampir sama.

Hemoptoe adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah

atau sputum yang berdarah. (10) Batuk darah adalah batuk yang disertai

pengeluaran darah dari paru atau saluran pernapasan. (11)

Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak

mengandung darah, berasal dari saluran napas di bawah pita suara. (3)

II. Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis

Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk

darah (hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka

pada batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut : (12,13)

Tanda-tanda batuk darah:

1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan

2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam

saluran napas

3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan

4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari

kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman

5. pH alkalis

6. Bisa berlangsung beberapa hari

7. Penyebabnya : kelainan paru

Tanda-tanda muntah darah :

1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah

2. Suara napas tidak ada gangguan

3

Page 4: Ref Haemoptoe

3. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium

4. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa

makanan

5. pH asam

6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe

7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis

III. Etiologi

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas : (4)

1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh

karena jamur dan sebagainya.

2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.

3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.

4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).

5. Benda asing di saluran pernapasan.

6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah (5) :

1. Tumor :

a. Karsinoma.

b. Adenoma.

c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.

2. Infeksi

a. Aspergilloma.

b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas).

c. Tuberkulosis paru.

3. Infark Paru

4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis

5. Perdarahan paru

a. Sistemic Lupus Eritematosus

b. Goodpasture’s syndrome.

c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis.

d. Bechet’s syndrome.

6. Cedera pada dada/trauma

4

Page 5: Ref Haemoptoe

a. Kontusio pulmonal.

b. Transbronkial biopsi.

c. Transtorakal biopsi memakai jarum.

7. Kelainan pembuluh darah

a. Malformasi arteriovena.

b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.

8. Bleeding diathesis.

Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3

kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. (6)

Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain :

tuberkulosis, bronkiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis

paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab yang sering

didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab

yang sering didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis. (6)

III. Patofisiologi

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk

memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis

dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma

Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan

pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya

aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan

autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang

merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari

perdarahan pada hemoptoe. (4)

Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :

1. Radang mukosa

Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah

menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk

menimbulkan batuk darah.

2. Infark paru

5

Page 6: Ref Haemoptoe

Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada

pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.

3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar

seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.

4. Kelainan membran alveolokapiler

Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada

Goodpasture’s syndrome.

5. Perdarahan kavitas tuberkulosa

Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal

dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal

dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis

disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini

terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan

pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan

hemoptisis masif.

6. Invasi tumor ganas

7. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami

transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk

darah.

IV. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah (14) :

1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui

Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung

fasilitas penegakan diagnosis.

Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur

sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga

prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :

a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.

6

Page 7: Ref Haemoptoe

b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.

c. Infark paru yang minimal.

d. Menstruasi vikariensis.

e. Hipertensi pulmonal.

2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan

Pada prinsipnya berasal dari :

a. Saluran napas

Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia

dan abses paru.

Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis

paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.

Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis,

penyakit oleh karena cacing.

b. Sistem kardiovaskuler

Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.

Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.

c. Lain-lain

Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti

hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus

sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat

antikoagulan.

Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat

dibagi atas (4) :

1. Bercak (streaking ). Darah bercampur dengan sputum- hal yang sering

terjadi. Paling umum pada brongkhitis. Volume darah kurang dari 15 – 20

ml/24 jam

2. Hemoptisis. Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah yang

dibatukkan 20-600 ml dalam 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk

penyakit tertentu, hal ini berarti pendarahan dari pembuluh darah yang

7

Page 8: Ref Haemoptoe

lebih besar dan biasanya karena kangker paru, pneumonia ( necrotizing

pneumonia), TB, atau emboli paru

3. Hemoptisis massif. Darah yang di batukkan dalam waktu 24 jam lebih dari

600 ml ,biasanya karena kangker paru, kavitas pada TB atau

bronkhiektasis.

4. Pseudohemoptisis. Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur

saluran naas bagian atas ( di atas laring) atau dari saluran cerna bagian atas

(gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa pendarahan buatan (factitious).

Perdarahan yang terakhir biasanya karena luka disengaja pada bagian

mulut, faring, atau bagian rongga hidung.

Selain klasifikasi diatas, ada beberapa penelitian yang membagi

hemoptisis dengan tiga klasifikasi : Hemoptisis ringan (< 150 ml/hari),

hemoptisis sedang (150-400ml/hari), dan hemoptisis berat (> 400 ml/hari).

Hemoptisis dikatakan dapat mengancam jiwa jika jumlah darah yang

dibatukkan mencapai 200 ml dalam satu episode batuk.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga

mempunyai kelemahan oleh karena :

Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan

kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk

menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.

Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan

tinja, sehingga tidak ikut terhitung

Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :

Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan

hipovolemik (hypovolemik shock).

Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang

dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa

gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran

darah serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan

terhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital.

Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi

8

Page 9: Ref Haemoptoe

dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan

bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:

Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.

Lamanya perdarahan.

Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.

Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat

kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel (7) :

+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam

sputum

++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml

+++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml

++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang,

positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

V. Diagnosis

Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar

bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung.

Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada

hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam.

Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan

yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung. (8)

Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu

dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik

maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.

1. Anamnesis

Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya

diusahakan untuk mendapatkan data-data :

9

Page 10: Ref Haemoptoe

- Jumlah dan warna darah

- Lamanya perdarahan

- Batuknya produktif atau tidak

- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan

- Sakit dada, substernal atau pleuritik

- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi

badan dan batuk

- Wheezing

- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu. (2)

- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah

- Perokok berat dan telah berlangsung lama

- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada

- Hematuria yang disertai dengan batuk darah. (3)

Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat

digunakan petunjuk sebagai berikut (3) :

Keadaan Hemoptoe Hematemesis

1. Prodromal Rasa tidak enak di

tenggorokan, ingin batuk

Mual, stomach distress

2. Onset Darah dibatukkan, dapat

disertai batuk

Darah dimuntahkan

dapat disertai batuk

3. Penampilan darah Berbuih Tidak berbuih

4. Warna Merah segar Merah tua

5. Isi Lekosit, mikroorganisme,

makrofag, hemosiderin

Sisa makanan

6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)

7. Riwayat Penyakit

Dahulu

Menderita kelainan paru Gangguan lambung,

kelainan hepar

8. Anemi Kadang-kadang Selalu

9. Tinja Warna tinja normal

Guaiac test (-)

Tinja bisa berwarna

hitam, Guaiac test (-)

10

Page 11: Ref Haemoptoe

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang

dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising

sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum

nasalis, teleangiektasi. (3)

3. Pemeriksaan penunjang

Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada

setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan

tempat perdarahannya. (3)

4. Pemeriksaan bronkoskopi

Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan

demikian sumber perdarahan dapat diketahui.

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :

1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan

2. Batuk darah yang berulang – ulang

3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik (14)

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan

diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu

yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih

kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi

akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat

memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan.

Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi

merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan. (4)

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior,

bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal

sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah

serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan

dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan. (3)

Algoritma 1. Sistematika diagnose haemoptisis

11

Page 12: Ref Haemoptoe

VI. Penanganan

Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus

dan biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis

yang masif.

Tujuan pokok terapi ialah (1,2):

1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku

2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi

3. Menghentikan perdarahan

12

Page 13: Ref Haemoptoe

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport

kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang

merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis

masif. (9)

Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam

saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat

kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang

multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat

menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan

hipovolemik. (4)

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

- Terapi konservatif (4)

- Terapi definitif (9) atau pembedahan. (7)

1. Terapi konservatif (4,6)

- Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring

(lateral decubitus). (4) Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit

untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. (7)

- Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.

- Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam

saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.

- Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan

penderita.

- Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),

misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

- Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan

yang terjadi.

- Pemberian oksigen.

Tindakan selanjutnya bila mungkin (7) :

- Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi

13

Page 14: Ref Haemoptoe

- Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan

bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

2. Terapi pembedahan

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan

pilihan. (9)

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan (4) :

a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian

pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan

tindakan operasi.

c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya

hemoptoe yang berulang dapat dicegah.

Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut (4) :

1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan

dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.

2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan

tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari

10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.

3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan

tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi

selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif

batuk darah tersebut tidak berhenti.

Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru

dan dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari

segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa

torakoplasti. (7)

Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode

yang mungkin digunakan adalah (4) :

- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi

serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan

larutan NaCl fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama

30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap dengan suction.

14

Page 15: Ref Haemoptoe

- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5

mm.

Algoritma 2. Tatalaksana pasien dengan hemoptisis yang mengancam jiwa

HPT: hemoptisis

CT: Computed Tomography

BAE: Bronkhial artery embolisation

VII. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu

ditentukan oleh tiga faktor (4) :

1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran

pernapasan.

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat

menimbulkan renjatan hipovolemik.

15

Page 16: Ref Haemoptoe

3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke

dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

VIII. Prognosis

Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita

mengalami hemoptoe yang rekuren.

Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang

menentukan prognosis :

1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai

prognosis yang lebih baik.

2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.

3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan

untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan

penderita.(1,14)

BAB III

KESIMPULAN

1. Hemoptoe merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran pernapasan

dan atau kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.

16

Page 17: Ref Haemoptoe

2. Pecahnya aneurisma dari Rasmmusen’s pada dinding kavitas paru disertai

fibrosis perivaskuler merupakan penyebab utama hemoptoe yang masif.

3. Sampai saat ini klasifikasi hemoptisis masih didasarkan pada penyebab dan

banyaknya darah yang keluar bersama batuk.

4. Sebagian besar hemoptisis sekunder disebabkan oleh tuberkulosis paru,

karsinoma dan bronkiektasis. Bila ditemukan pada usia relatif muda harus

dipikirkan pertama – tama tuberkulosis paru, lalu bronkiektasis, kemudian

stenosis mitral. Sedangkan hemoptoe pada usia lebih dari 40 tahun kemungkinan

urutannya adalah karsinoma bronkogenik, lalu tuberkulosis, kemudian

bronkiektasis.

5. Bronkoskopi pada saat ini merupakan cara pembantu diagnosis dan tindakan

terapeutik yang penting pada hemoptisis masif dan harus dikerjakan pada waktu

perdarahan masih berlangsung.

6. Komplikasi yang paling sering terjadi dari hemoptisis adalah terjadinya asfiksia,

renjatan hipovolemik dan bahaya aspirasi.

7. Pada prinsipnya penanganan hemoptoe ditujukan untuk memperbaiki kondisi

kardiopulmoner dan mencegah semua keadaan yang dapat menyebabkan

kematian. Penanganan tersebut dilakukan secara konservatif maupun dengan

operasi, tergantung indikasi serta berat ringannya hemoptisis yang terjadi.

8. Prognosis dari hemoptoe ditentukan oleh tingkatan hemoptoe, macam penyakit

dasar dan cepatnya tindakan yang dilakukan.

17

Page 18: Ref Haemoptoe

DAFTAR PUSTAKA

1. American Thoracic society. The Management of hemoptysis. A Statement by the committee on Therapy, Am rev Respir Dis. 1996. (93) : 471 – 474

2. Amirana, et al. An Aggressive Surgical approach to Significant hemoptysis in Patients with Pulmonary Tuberculosis Am Rev Respir Dis. 1968. (97) : 187 – 192

3. Soeroso HL. Susilo H. Parhussip RS. Sumari. Usman. Hemoptisis Masif. Cermin Dunia Kedokteran. 1992. (80) : 90 – 94

4. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201

5. Moxham. Symptoms And Sign in Respiratory Disease. Medicine Internat. Par East Ed. 1991. 4(14) : 3644 – 3649

6. Yusuf I. Manifestasi Klinis Penyakit Paru. dalam Ilmu Penyakit Dalam. Soeparman. Waspadji, editor. BP-FKUI Jakarta. 1987. p. 688

7. Purwandianto A. Sampurna B. Kedaruratan Medik. ed. 3. Bina Rupa Aksara. Jakarta. p.19 – 20

8. Crofton SJ. Douglas A. Respiratory Diseasses. 3rd ed. Balckwell Scientific Publications. Oxford. 1983. P.770 – 771

9. Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical Therapeutics). Andi offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327

10. Price SA.Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit (Pathophysiology Clinical Consepts of Diseases Processes) alih bahasa Adji Dharma. EGC. Jakarta. 1984. p. 531.

11. Alsagaff H. Rai IB. Alrasyid SH. Penanggulangan Batuk Darah dalam Simposium Ilmu Kedokteran Darurat. FK – Unair. Surabaya. 1979. p.162 – 164

12. Buja LM, et al. Pulmonary Alveolar Hemorrhage : A common finding in patiens with severe cardiac disease. Am J Cardiol, 1971. 27 : 168 – 172

13. Roger SM. Signs and Symptoms. Hemoptysis. 4th ed. JB Lippin- cott Company. Philadelphia. 1964. Pp. 320 – 323

14. Sluiter HJ, Leerboek Long Ziekten. Van Gorkom, Assen/Maastricht. 1985

18