Ref Decomp

77
BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta mencegah progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan angka kematian. Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu sendiri tetapi reaksi atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya fungsi jantung. Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah tepi, tidak normalnya struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru, retensi air dan natrium. Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan mata rantai untuk terjadinya gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi klinis dan prognosisnya. Jadi perhatian yang perlu pada penderita gagal jantung tidak hanya untuk 1

Transcript of Ref Decomp

Page 1: Ref Decomp

BAB I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak

perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi

sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta

mencegah progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan

angka kematian. Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu

sendiri tetapi reaksi atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya

fungsi jantung. Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah

tepi, tidak normalnya struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru,

retensi air dan natrium. Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan

mata rantai untuk terjadinya gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi

klinis dan prognosisnya. Jadi perhatian yang perlu pada penderita gagal

jantung tidak hanya untuk meningkatkan daya guna jantung. pengeluaran

garam dan air saja tetapi juga membatasi kerja atau pengaruh neuroendokrin

dan sitokinin serta memperbaiki kondisi organ di luar jantung yang menjadi

tidak normal. Pengobatan secara medis saat ini tujuannya adalah menurunkan

semua atau sebagian gejala akibat gagalnya fungsi jantung agar hidup menjadi

lebih lama. Pada beberapa penderita dengan menghilangkan penyebabnya

akan menormalkan kembali fungsi jantung. Sebagian kecil penderita

memerlukan transplantasi jantung. Penanganan gagal jantung sangat

tergantung pada diagnosis yang tepat. Untuk mendapatkan diagnosis yang

1

Page 2: Ref Decomp

tepat diperlukan beberapa prasyarat yang menyangkut pengenalan yang tepat

akan adanya gagal jantung, penilaian kondisi fisiologis yang abnormal,

penyebab dasarnya dan penyakit lain yang menyertai. Jadi terdapat variasi

yang luas dalam pengobatan gagal jantung.

Pengobatan gagal jantung beraneka ragam yaitu menyangkut tindakan

umum, pengobatan farmakologis, penggunaan alat mekanik dan operasi.

Akibat yang merugikan dan pengaruh timbal balik antara bentuk pengobatan

dapat mengurangi optimalisasi pengobatan gagal jantung. Memburuknya

kondisi klinis penderita baik secara episodik atau progresif memerlukan

modifikasi cara pengobatan. Bahkan dikatakan tidak ada cara pengobatan

yang sama untuk setiap penderita gagal jantung; semua disesuaikan dengan

kondisi atau penyebabnya.1,2

I.2 Manfaat Penulisan

Untuk mengetehui definisi gagal jantung, penyebab gagal jantung, bentuk

gagal jantung, Manifestasi klinis, Penatalaksanaan gagal jantung, Kesimpulan.

2

Page 3: Ref Decomp

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Gagal jantung adalah suatu kondisi serius dimana jumlah darah yang

dipompa oleh jantung setiap menit ( cardiac output, curah jantung) tidak

mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.3

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi

jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian volume diastolic secara berlebihan.4

Gagal jantung merupakan suatu keadaan abnormalitas fungsi jantung

bertanggung jawab atas ketidakmampuan jantung untuk memompa darah pada

kecepatan sesuai dengan kebutuhan jaringan yang bermetabolisme dan/ atau

hanya dapat melakukan nya dari volume diastolic ventrikel yang meningkat secara

abnormal.3,4,5

Mekanisme kompensasi

Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal

jantung,yaitu :

1. Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek

(beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi Flight-or-flight. Reaksi

terjadi akibat dari pelepasan adrenalin ( epinefrin ) dan noradrenalin

( norepenefrin ) dari kelenjar adrenal kedalam aliran darah ,norafrenalijuga

dilepaskan dari syaraf .

3

Page 4: Ref Decomp

Adrenalin dan noradrenalin merupakan system pertahanan tubuh yang pertama

muncul setiap kali terjadi stres mendadak.Pada gadaljantung, adrenalin dan

nonadrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras,untuk membantu

meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai

derajat tertentu.curah jantung bisa kembali normal,tetapi biasanya disertai

dengan meningkatnya denyut jantung dan bertabah kuatnya denyut jantung.

Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan

peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini sangat

menguntungkan, tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respon ini bisa

menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap system

kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan.Lama-lama

peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunnya fungsi jantung.

2. Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahan garam (natrium) oleh ginjal.

Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi

dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari

penimbuinan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya

volume darah.

Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat, hal ini merupakan mekanisme

jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal

jantung.Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan

akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul diberbagai bagian tubuh ,

menyebabkan pembengkakan ( edema ). Lokasi penimbunan cairan inim

tergantung kepada banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya

4

Page 5: Ref Decomp

gravitasi.Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul pada tungkai dan kaki.

Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul pada punggung dan perut.

3. Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung ( hipertrofi).

Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi

pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin

memburuknya gagal jantung.

II.2 Penyebab Gagal Jantung

Dalam menilai pasien gagal jantung, penting unuk mengenali tidak saja

penyebab yang mendasari penyakit jantung tetapi juga penyebab yang memicu

timbulnya gagal jantung. Kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti

stenosis katup aorta dapat menetap selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan

gangguan klinis. Namun demikian, seringkali penampakan klinis gagal jantung

muncul pertama kali selama kejadian beberapa gangguan akut yang memberikan

beban tambahan pada miokard yang sudah mendapat beban berlebih dalam waktu

lama.

Penyebab pemicu :

1. Emboli paru.

Pasien tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai resiko

tinggimembentuk thrombus dalam vena dan tungkai bawah atau

panggul.Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri

pulmonalis,yang sebaliknya dapat menyebabkan atau memperkuat kegagalan

ventrikel. Dengan adanya bendungan pembuluh darah paru, emboli paru juga

bisa menyebabkan infark paru.

5

Page 6: Ref Decomp

2. Infeksi.

Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap

infeksi paru; infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Demam,

takikardi, dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolic yang

meningkat akan memberikan tambahan beban pada miokard yang sudah

kelebihan beban meskipun masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit

jantung kronik.

3. Anemia.

Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan

metabolisme hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung.

Meskipun peningkatan curah jantung seperti ini dapat di pertahnkan oleh

jantung normal, tetapi jantung yang sakit, kelebihan beban kecuali masih

terkompensasi, tidak dapat meningkatkan volume darah yang cukup untuk di

alirkan ke perifer.pada keadaan ini, kombinasi anemia dan penyakit jantung

terkompensasi sebelumnya dapat menyebabkan penghantaran oksigen yang

tidak memadai ke perifer dan memicu gagal jantung.

4. Tirotoksikosis dan kehamilan.

Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi

jaringan yang memadaimembutuhkan peningkatan curah jantung.

5. Aritmia.

Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi,aritmia merupakan

penyebab pemicu gagal jantung yang paling sering.Aritmia menimbulkan efek

yang mengganggu dengan sejumlah alasan yaitu:A) takitaritmia mengurangi

6

Page 7: Ref Decomp

waktu yang tersedia untuk pengisian.B) pemisahan yang terjadi antara

kontraksi atrium dan ventrikel yang khas pada banyak aritmia menyebabkan

hilangnya mekanisme pompa penguat atrium karena meningkatnya tekanan

atrium.C) pada aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi

intraventrikel, kemampuan miokard dapat lebih tergaganggu karena hilangnya

keslarasan kontraksi ventrikel yang normal.d)bradikardi yang nyata disertai

blok atrioventrikel komplit atau bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi

curah jantung kecuali volume sekuncup meningkat.

6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya.

Demam rematik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lainnya

mengenai miokard dapat mengganggu fungsi miokard pada pasien dengan

atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.

7. Endokarditis infektif.

Kerusakan katup tambahan, anemia, demam, dan miokarditis yang sering kali

muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat, sendiri atau bersama-sama,

memicu gagal jantung.

8. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan.

Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak tepat,

transfusi darah, kegiatan fisis yang terlalu berat, kelembaban atau panas

lingkungan yang berlebihan dan krisis emosional dapat memacu gagal jantung

pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat

terkompensasi.

7

Page 8: Ref Decomp

9. Hipertensi sistemik.

Peningkatan tekanan arteri yang cepat , seperti yang terjadi pada beberapa

hipertensi yang berasal dari ginjal atau karerna penghentian obat anti

hipertensi, dapat menyebabkan dekompensasi jantung.

10. Infark miokard.

Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi terkompensasi,

selain tidak ada gejala klinis (tenang), kadamg-kadang infark baru yang terjadi

dapat lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu gagal jantung.

II.3 BENTUK GAGAL JANTUNG

GAGAL JANTUNG CURAH TINGGI VERSUS CURAH RENDAH

Gagal jantung curah rendah yaitu pasien dengan gagal jantung menjadi curah

rendah sedangkan gagal jantung curah tingi yaitu pasien dengan gagal jantung

menjadi curah meningkat.gagal jantung curah rendah terjadi sekunder terhadap

penyakit jantung iskemik, hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit katup dan

perikard.gagal jantung curah tinggi terjadi pada pasien dengan gagal jantung dan

hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula arteri venosa, beri-beri dan penyakit

pagets.

Komponen fisiologik integral dari gagal jantung sisitolik adalah temuan bahwa

jantung tidak menghantarkan kuantitas oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan

yang bermetabolisme. Mekanisme yang bertangung jawab untuk perkembangan

gagal jantung pada pasien yang curah jantungnya pada awalnya tinggi adalah

kompleks dan tergantung pada proses penyakit yang mendasari.

8

Page 9: Ref Decomp

GAGAL JANTUNG KRONIK VEERSUS AKUT

Prototip gagal jantung akut adalah pasien yang secara keseluruhan sehat

sebelumnya, tetapi mendadak mengalami infeksi miokard besar atau rupture katup

jantung. Gagal jantung secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati

dilatasi atau penyakit jantung multiple yang berkembang secara lambat. Gagal

jantung akut biasanya adalah sistolik, dan penurunan mendadak pada curah

jantung sering menimbulkan hipotensi sistemik tanpa adanya edem

perifer.Walaupun tamapk perbedaan yang mencolok dari manifestasi klinis antara

gagal jantung kronis dan gagal jantung kronik tapi dalam kenyataannya tidak ada

perbedaan yang mendasar antara gagal jantung bentuk akut dan bentuk kronis.

GAGAL JANTUNG KIRI VERSUS KANAN

Ventrikel kiri secar mekanis mengalami kelebihan beban ( misalnya stenosis aorta

) atau melemah ( misalnya sesudah infark miokard ) mengalami dispnea, ortopnea

sebagai akibat dari kongesti paru, keaadan yang dirujuk sebagai gagal jantung kiri.

II.4 Manifestasi klinis

NYERI

Pada saat otot tidak mendapat suplai darah dalam jumlah yang

cukup(Iskemia), kekurangan oksigen dan sisa-sisa metabolisme dalam jumlah

banyak akan menyebabkan kram.  Bila otot jantung tidak mendapat cukup darah,

akan terjadi angina,  rasa ketat atau seperti diperas di dada.  Tingkat dan jenis

nyeri atau rasa tidak nyaman ini akan berbeda pada setiap orang. 

9

Page 10: Ref Decomp

  Pericarditis, kondisi inflamasi atau perlukaan di kantung yang

membungkus jantung akan menimbulkan nyeri, yang bertambah hebat pada saat

penderita berbaring dan berkurang pada posisi duduk dan membungkuk ke depan. 

Aktivitas berlebihan tidak menambah nyeri.  Menarik atau menghembuskan nafas

bisa menambah atau mengurangi nyeri tergantung terjadi atau tidaknya pleuritis

(inflamasi membran yang menyellimuti paru-paru).

  Bila arteri robek atau ruptur, seseorang akan merasakan nyeri hebat yang

datang dan pergi secara cepat.  Nyeri ini tidak dipengaruhi aktivitas fisik. 

Kadang-kadang arteri-arteru yang lebih besar terutama aorta akan mengalami

kerusakan.

SESAK NAPAS

  Sesak napas merupakan gejala umum gagal jantung.  Hal ini terjadi karena

masuknya cairan ke dalam ruang udara di paru-paru, yang disebut kongesti paru

atau edema paru.

  Pada tahap awal sesak biasanya timbul pada saat aktivitas fisik yang berat. 

Bersamaan bertambah beratnya penyakit sesak akan timbul pada aktivitas yang

semakin ringan sampai akhirnya tidak hilang pada saat istirahat.

  Sesak napas akan lebih berat pada posisi berbaring dan berkurang bila

penderita duduk.  Nocturnal dyspnea adalah sesak yang timbul pada saat penderita

tidur malam hari.

RASA PENAT

  Bila jantung tidak memompa secara efisien, aliran darah ke otot tidak

mencukupi kebutuhan.  Pada saat berolahraga kondisi ini mengakibatkan

10

Page 11: Ref Decomp

penderita merasa lemas dan letih.  Gejala ini biasanya tidak terlalu diperhatikan,

dan diatasi dengan mengurangi aktivitas atau dianggap sebagai akibat penuaan.

JANTUNG BERDEBAR

  Dalam keadaan normal, orang tidak memperhatikan  denyut jantungnya. 

Tapi pada keadaan-keadaan tertentu denyut ini dapat dirasakan, misalnya pada

orang sehat yang berolahraga berat atau menghadapi kondisi emosional tertentu. 

Denyut jantung dapat dirasakan kuat, cepat atau iramanya tidak beraturan.

  Dokter akan memeriksa keluhan ini dengan meraba nadi dan

mendengarkan denyut jantung menggunakan stetoskop. 

  Jantung berdebar diikuti keluhan lain seperti sesak napas, nyeri, rasa lemas

dan penat atau kehilangan kesadaran, biasanya disebabkan irama jantung yang

abnormal atau penyakit serius lainnya.

PUSING DAN KEHILANGAN KESADARAN

  Aliran darah yang tidak adekuat akibat gangguan denyut atau irama

jantung, atau akibat jeleknya daya pompa jantung dapat berakibat pusing atau

kehilangan kesadaran.  Tapi gejala ini juga bisa timbul oleh penyebab lain seperti

penyakit-penyakit otak dan spinal cord, terlalu lama berdiri, nyeri yang hebat atau

emosi yang kuat.

II.5 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan gagal jantung.

Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mencegah gangguan fungsi

jantung dan progresivitas lebih lanjut, memperbaiki kualitas hidup penderita gagal

jantung serta, mempertahankan hidup lebih lama.

11

Page 12: Ref Decomp

Banyak penyebab yang merusak otot jantung. Penyebab tersebut dapat

diobati/dicegah untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Misalnya

pengobatan infark jantung, hipertensi, beberapa penyakit jantung yang spesifik,

mencegah infark berulang, mengurangi atau mengubah faktor risiko guna

mencegah terjadinya penyakit jantung koroner dan tidak terlambat memperbaiki

atau mengganti katup jantung yang terganggu. Apabila telah terjadi gangguan

fungsi jantung maka sasaran utama adalah menghilangkan penyakit dasarnya bila

memungkinkan seperti meniadakan penyebab iskemia, menghindari bahan toksik,

alkohol, obat tertentu dan penyakit kelenjar tiroid Sasaran berikutnya adalah

pengobatan secara mutakhir untuk mencegah gangguan fungsi jantung yang

belum memperlihatkan gejala.

Penanganan gagal jantung menahun

Pengobatan gagal jantung menahun dengan gangguan fungsi sistolik (systolic

cardiac dysfunction) dimulai dengan langkah-langkah umum, pengobatan

farmakologi, penggunaan alat mekanik dan operasi. Penanganannya mencakup

dua hal utama yaitu: Petunjuk umum dan langkah-langkah umum.

Penatalaksanaan gagal jantung pada kelompok lain seperti penatalaksanaan

gagal jantung usia lanjut atau gagal jantung karena gangguan fungsi diastolik

mempunyai petunjuk tersendiri. Selain itu untuk pengobatan gagal jantung akut,

edema paru, syok kardiogenik merupakan topik tersendiri yang tidak dibahas

disini.

Petunjuk umum

1. Memberitahu penderita dan keluarganya untuk mewaspadai kemungkinan

12

Page 13: Ref Decomp

gagal jantung seperti berat badan yang bertambah, sesak napas, cepat lelah,

kaki bengkak dan sebagainya. Berat badan yang tiba-tiba meningkat lebih

dari 2 kg dalam 1- 3 hari harus menjadi perhatian utama.

2. Aktivitas sosial dan pekerjaan

Penderita tidak perlu diisolasi tetapi Ia harus menghindari aktivitas sosialnya.

Kalau dapat penderita tetap pada pekerjaannya sehari-hari tetapi harus

menyesuaikan diri dengan kapasitas fisiknya.

3. Perjalanan

Penderita diberi petunjuk bila melakukan perjalanan udara, berada di tempat

yang tinggi, daerah dengan suhu yang tinggi dan lembab. Untuk jarak dekat

hindarkan transportasi melalui udara. Pada penerbangan yang lama dapat

timbul dehidrasi, edema kaki, dan dapat terjadi trombosis vena terutama pada

gagal jantung yang berat(NYHA III dan IV). Untuk penderita gagal jantung

berat yang terpaksa harus melakukan perjalanan udara dianjurkan untuk

minum yang cukup, dan sedikit mobilitas dalam perjalanan. Semua penderita

gagal jantung harus diberitahu akibat dan perubahan diet selama perjalanan,

keseimbangan minum dan pengeluaran cairan tubuh serta pemakaian diuretik.

4. Vaksinasi

Sebaiknya semua penderita gagal jantung harus diberitahu untuk vaksinasi

terhadap influenza dan penyakit yang disebabkan oleh Pneumococcus.

5. Kontrasepsi

Pada penderita gagal jantung lanjut risiko kesakitan dan kematian ibu adalah

tinggi. Kehamilan harus dihindari sekalipun gagal jantungnya masih ringan.

13

Page 14: Ref Decomp

Kontrasepsi hormonal yang aman dapat dipakai . Dosis rendah estrogen dan

generasi ke-3 derivat progesteron risikonya kecil untuk terjadi trombogenesis

dan hipertensi. Alat kontrasepsi intra-uterin merupakan pilihan terbaik

kecuali pada gagal jantung karena gangguan katup di mana infeksi dan atau

pengobatan koagulan dapat menimbulkan masalah. Data-data mendukung

kuat bahwa terapi hormon pengganti pada perempuan menopause akan

mengurangi kelainan koroner. Gagal jantung memang lebih banyak terdapat

pada perempuan usia lanjut.4,5

Langkah-langkah umum

1. Diet

Tujuan utama diet adalah mengurangi kegemukan dan pembatasan

penggunaan garam. Pada gagal jantung ringan sedikit penggunaan garam

dapat dipertimbangkan. Minum/pemakaian cairan perlu dibatasi 1 - 1,5 liter

dalam 24 jam pada gagal jantung berat yang bersamaan atau tanpa

hiponatremia kecuali pada iklim panas.

2. Merokok

Menokok memang dilarang pada semua penderita gagal jantung.

3. Alkohol

Apabila ada dugaaan miokardiopatia karena alkohol maka alkohol harus

dilarang. Pada semua penderita tidak boleh minum alkohol lebih dari 40

g/hari untuk laki-laki dan pada perempuan 30 g/hari.

4. Olah raga

Akibat gagal jantung akan terjadi perubahan dalam metabolisme otot.

14

Page 15: Ref Decomp

Aktivitas yang dianjurkan adalah yang ringan seperti jalan kaki. Hindari olah

raga isometrik (seperti angkat berat, push up dan sebagainya). Dianjurkan

aktivitas aerobik yang dinamik seperti jalan 3 — 5 kali selama 20 — 30

menit dalam satu minggu atau naik sepeda selama 20 mnenit lima kali

seminggu dengan perhitungan denyut jantung tidak melebihi 70 — 80%

denyut jantung maksimal yang diperbolehkan.

5. Istirahat

Tidak diharuskan untuk penderita gagal jantung menahun yang stabil. Pada

penderita gagal jantung akut atau kambuh secara akut maka istirahat

merupakan keharusan.4-6

Pengobatan farmakologi

Diuretik perlu untuk pengobatan gagal jantunig disertai timbunan cairan

dengan manifestasi bendungan pada paru atau edema perifer. Pemberian diuretik

harus dikombinasi dengan penghambat ACE. Apabila memungkinkan loop

diuretic (furosemid, bumetanid, asam etakrinat); tiazid (hidnokiorotiazid) dan

metolazon digunakan pada berbagai tingkat gagal jantung. Pada gagal jantung

sedang dapat dipakai tiazid tetapi pada gagal jantung yang memburuk diperlukan

loop diuretic. Tiazid kurang efektif kalau filtrasi glomerulus kurang baik atau di

bawah 30 ml/menit, seperti pada gagal jantung usia lanjut. Pada gagal jantung

berat tiazid dikombinasi dengan loop diuretic yang kerjanya sinergik. Jangan me-

naikkan dosis loop diuretic karena akan berakibat buruk. Metolazon merupakan

diuretik yang kuat dan dipakai sebagai usaha terakhir dan dikombinasi dengan

diuretik lain.

15

Page 16: Ref Decomp

Diuretik potassium-sparing

Hampir semua penderita gagal jantung diberi diuretik yang dikombinasi

dengan penghambat ACE Diuretik potassium-sparing (spironolakton, triamteren,

amilorid) pada umumnya tidak dipakai dalam kombinasi dengan penghambat

ACE. Namun pada penelitian akhir-akhir ini dengan dosis rendah spironolakton,

kurang dari 50 mg/hari, dapat dikombinasi dengan penghambat ACE dan loop

diuretic. Kombinasi tersebut tidak menimbulkan hiperkalemia, sehingga aman

pada gagal jantung. Apabila tetap terjadi hipokalemia dengan atau tanpa

penghambat ACE, maka diuretik potassium—sparing tetap diberikan untuk

mencegah atau menghilangkan pengaruh diuretik yang membuat hipokalemia.

Perlu diingatkan bahwa penambahan kalium peroral adalah kurang efektif untuk

mempertahankan kadar kalium darah selama pengobatan dengan diuretik.4

Kalau penderita tidak mendapat penghambat ACE, diuretik potassium -

sparing dapat dipakai untuk mencegah hipokalemia karena kerjanya sinergik

dengan loop diuretic. Kombinasi diuretik, penghambat ACE dan diuretik

potassium-sparing sering dipakai untuk mengatasi hipokalemia yang lama. Pada

gagal jantung yang berat penambahan dosis rendah diuretik potassium-sparing

pada penghambat ACE tetap bermanfaat sekalipun tidak ada hipokalemia. Apabila

diuretik potassium-Sparing dipakai untuk penderita gagal jantung maka kreatinin

dan kalium darah perlu sering diperiksa. Dalam praktek perlu diperiksa kadar

kreatinin dan kalium tiap 5 - 7 hari sekali. Apabila keadaan stabil dipantau setiap

3 bulan dan akhirnya tiap 6 bulan. Hindari diuretik potassium—sparing dosis

tinggi. Efek samping loop diuretic adalah hipokalemia, hipomagnesemia,

16

Page 17: Ref Decomp

hiponatremia, hiperurikemia, intoleransi glukosa, meningkatnya LDL kolesterol

dan gangguan asam basa. Efek samping amilorid, suatu diuretik potassium —

sparing, adalah hiperkalemia dan bintik—bintik merah pada kulit. Efek samping

spironolakton adalah ginekomasti.4-7

Penghambat angiotensin-converting enzime (ACE)

Penghambat ACE dipakai untuk semua tingkat gagal jantung terlepas dari

ada atau tidak ada volume overload. Semua penderita gagal jantung yang diberi

diuretik harus dipertimbangkan untuk diberi juga penghambat ACE. Penghambat

ACE harus menjadi pilihan pertama pada gagal jantung dengan penurunan

ejection fraction ventrikel kiri yang disertai dengan keluhan lemah, sedikit sesak

napas pada aktivitas ringan sekalipun belum ada tanda-tanda overload. Penderita

yang belum memperlihatkan gejala baik yang masih pada fase sedang sampai

berat gangguan fungsi sistolikik ventrikel kiri, penghambat ACE sangat

bermanfaat untuk jangka waktu yang lama. Penelitian menunjukan pemberian

penghambat ACE pada gangguan fungsi ventrikel kiri dan sedang sampai berat

dengan ejection fraction kurang dari 35%, keluhannya akan berkurang bahkan

hilang gejalanya.8 Angka kematiannya menurun dan tidak perlu dirawat. Hasilnya

lebih baik untuk kelangsungan hidup dibandingkan dengan kombinasi hidralasin

dan nitrat. Demikian pula hasilnya lebih baik pada gagal jantung yang disebabkan

infark jantung dan menekan angka kematian. Kondisi penderita menjadi lebih

baik, kapasitas aktivitas bertambah, rnengurangi kekambuhan infark jantung dan

gangguan unstable angina berkurang. Namun ada pengaruh buruk dan

penghambat ACE yaitu hipotensi, sinkop, gangguan fungsi ginjal. hiperkalemia

17

Page 18: Ref Decomp

dan angioedema (otolaryngeal) .8-10

Walaupun tidak mudah untuk membedakan batuk karena penghambat ACE

dan batuk kanena bendungan pada paru, keluhan batuk tersebut mendorong orang

sekitar 10 — 15% untuk menghentikan pemberian penghambat ACE. Gangguan

lain dari penghambat ACE adalah timbulnya bintik merah pada kulit dan

gangguan selera. Perlu diingat bahwa gangguan ginjal dengan kreatinin serum

kurang dari 3 mg/dl atau 265 umol/1 dan tekanan danah sistolik kurang dari 90

mmHg bukan merupakan kontraindikasi untuk penggunaan penghambat ACE.

Hampir semua penderita seperti ini kreatinin serumnya tetap stabil bahkan

menurun seperti sebelum diberi penghambat ACE. Perlu diingat bahwa sekalipun

terjadi perbaikan pada gagal jantung namun bila kreatinin serumnya meningkat

maka angka kematian akan menjadi lebih tinggi.8

Risiko hipotensi dan gangguan fungsi ginjal pada umumnya meningkat pada

penderita gagal jantung yang diberi diuretik dosis tinggi, pada usia lanjut,

penderita yang sudah ada gangguan fungsi ginjal dan hiponatremia, sedangkan

peningkatan kalium serum hanya kecil (0,2 mmnol/l). Adanya hipernkalemia

ringan bnkan merupakan kontraindikasi penggunaan penghambat ACE. Apabila

kalium serum lebih dari 5,5 mmol/l maka merupakan kontraindikasi pernakaian

penghambat ACE. Diuretik potassium—sparing seperti spironolakton dan

sebagainya harus dihentikan lebih dahulu sebelum pemberian penghambat ACE.

Kontraindikasi mutlak pemberian penghambat ACE, adalah stenosis kedua arteri

renalis dan angioedema. Informasi dari penderita bahwa ia selalu batuk kalau

menggunakan penghambat ACE merupakan kontraindikasi relatif, tetapi harus

18

Page 19: Ref Decomp

dipastikan dulu bahwa penderita tidak ada bendungan pada paru.

Sebelum dimulai pemakaian penghambat ACE perlu diperhatikan hal sebagai

berikut

1. Hindari pemberian diuretik yang terlalu lama. Hentikan dulu pemberian

diuretik selama 24 jam.

2. Penghambat ACE diberikan pada sore atau malam hari atau akan tidur untuk

menghindari pengaruh buruk pada tekanan darah.

3. Apabila diberi pagi/siang hari maka perlu dipantau tekanan darahnya.

Mulailah pemakaian penghambat ACE dengan dosis rendah. Selanjutnya dosis

disesuaikan dengan keadaan dan jenis penghambat ACE.

4. Fungsi ginjal/elektrolit harus selalu dipantau setiap 3 - 5 hari sampai keadaan

stabil, selanjutnya periksa ulang setiap 3 bulan, lalu tiap 6 bulan. Apabila

fungsi ginjal memburuk hentikan penghambat ACE.

5. Pada permulaan pemakaian penghambat ACE, hentikan dahulu diuretik

potassium-sparing. Pemberian diuretik potassium-sparing hanya bila terjadi

hipokalemia yang menetap.

6. Hindari obat anti radang nonsteroid.

7. Periksa tekanan darah setiap menaikkan dosis.8,9

Dosis penghambat ACE

Pfeffer et al9 menganjurkan untuk penderita infark jantung dengan atau tanpa

gagal jantung diberi kaptopnil dengan dosis target 50 mg tiga kali sehari ramipril

5 mg dua kali sehari dan trandolapril 4 mg/hari. Peneliti lain memakai enalapril

dengan dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis rata-rata 16,6 mg/hari.10

19

Page 20: Ref Decomp

Cohn et al11 memberikan enalapril dosis target 10 mg dua kali sehari dengan dosis

rata-rata 15,6 mg/hari.

Dosis dari pabriknya untuk penghambat ACE jenis lain adalah sebagai

berikut:

- Benazepril, dosis permulaan 6,25 mg dengan dosis pemeliharaan 5-10 mg

dua kali sehari.

- Kaptopril dosis permulaaan 6,25 mg 3 kali sehari dengan dosis pemeliharaan

25-50 mg 3 kali sehari.

- Enalapril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 10 mg 2

kali sehari.

- Lisinopril, dosis permulaan 2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5 - 10

mg/hari.

- Quanapril, dosis permulaan 2,5 - 5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 5-10

mg 2 kali sehari.

- Perindopril, dosis permulaan 2 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 4 mg/hari.

- Ramipril, dosis permulaan 1,25-2,5 mg/hari dengan dosis pemeliharaan 2,5-5

mg 2 kali sehari.

Harus hati-hati pada penderita dengan tekanan darah sistolik yang rendah

(100 mmHg). Pada penderita dengan tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg

namun tidak ada keluhan, penghambat ACE dapat dipertahankan.

Pemantauan fungsi ginjal dilakukan sbb:

1. Fungsi ginjal diperiksa sebelum diberi obat, 3-5 hari berikutnya, bulan ke-3

dan setiap 6 bulan.

20

Page 21: Ref Decomp

2. Apabila pemberian penghambat ACE disertai dengan obat yang

mempengaruhi fungsi ginjal seperti diuretik, prostaglandin dan vasodilator

lain.

3. Pada penderita yang sebelum diberi penghambat ACE memang sudah ada

gangguan fungsi ginjal atau gangguan eiektrolit.8,10

Glikosid jantung (cardiac glycosides)

Digoksin dan digitoksin adalah obat yang paling sering dipakai. Keduanya

mempunyai pengaruh farmakodinamik yang sama, tetapi berbeda

farmakokinetiknya. Digoksin keluar melalui ginjal sedangkan digitoksin

dimetabolisme di hati sehingga tidak tergantung pada fungsi ginjal. Oleh karena

itu digitoksin dapat dipakai pada gangguan fungsi ginjal dan pada penderita usia

lanjut.

Apabila kadar dalam plasma normal, jarang terjadi intoksikasi glikosid.

Glikosid merupakan indikasi yang khusus pada denyut jantung cepat seperti pada

atrium fibrilasi dan pada semua tingkat gagal jantung karena gangguan fungsi

sistolik (systolic disfunction). Pada gagal jantung yang belum memperlihatkan

gejala dan atrium fibrilasi, glikosid dipakai untuk mengontrol denyut jantung

sekalipun masih belum dapat dipastikan lebih unggul dibandingkan dengan

verapamil, diltiazem atau β-blocker. Pemberian glikosid disertai diuretik dan

penghambat ACE bermanfaat untuk memperbaiki gagal jantung NYHA III dan

IV, gangguan fungsi sistolik dengan irama sinus dan diteruskan apabila ada

perbaikan.12 Sebaliknya glikosid dapat meningkatkan angka kematian karena

aritmia yang ditimbulkannya. Jangan menggunakan glikosid karena merupakan

21

Page 22: Ref Decomp

kontraindikasi pada bradikardia, AV block derajat II-III, sick sinus syndrome

(SSS), wolf-parkinson white (WPW), hypertropic ostium cardio myopathy

(HOCM), hipokalemia dan hiperkalsemia. Dosis glikosid untuk setiap penderita

dengan atrium fibrilasi tergantung pada irama ventrikel, sedangkan penderita

dengan irama sinus harus selalu dipantau kadarnya dalam darah, apalagi kalau

sebelum pemberian glikosid tidak diketahui kondisi sebenarnya. 12,13

Digoksin

Dosis oral sehari biasanya 0,25-0,375 mg apabila kreatinin serum normal

dengan catatan pada orang tua diberikan dosis 0,0625-0,125 mg dan boleh sampai

0,25 mg. Pada penderita yang sudah sakit menahun tidak diperlukan loading dose.

Mulai saja dengan 0,25 mg 2 kali sehari untuk 2 hari. Fungsi ginjal dan kadar

kalium darah harus selalu diperiksa sebelum pengobatan dimulai. Apabila ada

gagal ginjal maka dosis digoksin perlu dikurangi sesuai dengan keadaan. Karena

digoxin clearance dan creatinin clearance hampir sama maka dapat dibuat

formula sebagal berikut Creatinin clearance = (140 - umur) X bb (kg)/72 X

kreatinin serum (mg/100 ml). Pemeriksaan digoksin serum perlu dikerjakan pada

orang usia lanjut, pada penderita yang dicurigai kelebihan dosis dan pada

penderita yang juga diberi obat lain yang berpengaruh pada pemberian digoksin

seperti amiodaron, quinidin, verapamil dan penderita yang atrium fibrilasinya

tidak dapat diatasi.14

Digitoksin

Pemberian peroral perhari adalah 0,07 - 0, 1 mg boleh diberikan loading dose

0,3 mg/hari selama 3 hari. Apabila fungsi hatinya normal maka dosis perhari tidak

22

Page 23: Ref Decomp

perlu dikurangi. Digitoksin tidak berinteraksi dengan verapamil, amiodaron atau

quinidin. 14

Vasodilator

Penggunaan vasodilator hanya sebagai obat tambahan saja dalam pengobatan

gagal jantung menahun. Kombinasi hidralasin dan isorbid dinitrat sebagai

pengobatan alternatif apabila ada kontraindikasi dan tidak ada toleransi terhadap

penghambat ACE. Dosis harian hidralasin adalah 300 mg, kombinasi dengan

isorbiddinitrat 160 mg yang diberikan bersama-sama dengan glikosid dan

diuretik,11 tetapi nitrat dapat diberikan tersendir tanpa kombinasi. Perlu

dikombinasi pada hidralasin apabila ada gejala angina. Pemberian nitrat tiap 4 - 6

jam lebih baik dari pada tiap 8 - 12 jam. 16

Kalsium antagonis

Tidak dianjurkan untuk penderita gagal jantung karena gangguan fungsi

sistolik. Generasi ke-2 kalsium antagonis tipe dihidropiridin masih dianjurkan

untuk pengobatan gagal jantung yang bersamaan dengan hipertensi atau angina.

Namun tetap tidak dianjurkan untuk gagal jantung dengan gangguan fungsi

sistolik. 11,15,16

β adrenaceptor antagonis

β1-adrenergic blocker selektif seperti metaprolol bermanfaat pada penderita

dengan dilated cardiomyopathy dan pada gagal jantung tertentu. Penggunaan

bisoprolol pada ischaemic dampak vasodilatasi seperti carvedilol bermanfaat pada

ischaemic dan dilated cardiomyopathy.

Carvedilol merupakan non selective β - blocker dan α 1 blocker yang

23

Page 24: Ref Decomp

berfungsi juga sebagai antioksidan. Dapat digunakan pada gagal jantung ringan,

sedang maupun berat. Metaprolol dosis permulaan yang dianjurkan adalah 5

mg/hari, dinaikkan tiap minggu 5 mg sampai mencapai 150 mg kalau diperlukan.

Bisoprolol dosis permulaan 1,25 mg/hari, dinaikkan 1,25 mg tiap minggu hingga

mencapai dosis 10 mg/hari bila diperlukan. Caverdilol dosis permulaan 3,125

mg/hari, dinaikkan 1,125 mg tiap minggu sehingga mencapai dosis 50 mg/hari.

Penjelasan mengapa dipakai β-blocker adalah bahwa obat tersebut dapat

mengurangi tonus simpatik, mengurangi denyut jantung, memperpanjang periode

diastolik dan mungkin pula mengatur sistem reseptor dan β-adrenergik. Namun

penggunaan β-blocker tetap harus hati-hati karena sulit untuk memperkirakan

mana yang perlu β-blocker dan mana yang tidak boleh. Penderita dengan

takikardia menjadi nominasi penggunaan β-blocker. Perlu diketahui bahwa semua

β-blocker membuat depresi otot jantung dan hal ini dapat mempercepat terjadinya

gagal jantung. Selain itu ia dapat mencetuskan asma yang mungkin sudah ada dan

dapat menyebabkan vasokonstriksi penifer. 17-19

Dopaminergik

Dopaminergik agonis yang digunakan secara oral adalah ibopamin. Pada

gagal jantung yang ringan dan sedang ibopamin tidak lebih baik dari digoksin.

Masih belum cukup data untuk mendukung penggunaan obat ini. Bahkan

penelitian dari obat ini terhadap gagal jantung tidak diteruskan sebab angka

kematiannya tinggi selama penelitian.20

Obat inotropik positif

Obat ini antara lain β-agonis dan penghambat AMP siklik-fosfodiesterase.

24

Page 25: Ref Decomp

Kecuali glikosid maka obat yang mempunyai sifat inotropik positif yang tersedia

hanya untuk pemberian parenteral. Dapat diberikan pada gagal jantung yang

mengalami eksaserbasi akut. Kebanyakan diberikan pada penderita gagal jantung

fase akhir yang dipertahankan sambil menunggu giliran untuk transplantasi

jantung. Obat β-agonis yang ada yaitu dopamin yang mempunyai efek

predominan β- 1 sedangkan β-2 nya kurang dominan. Dopeksamin β-2 nya yang

dominan dan β-1 kurang dominan. Dobutamin mempunyai aktivitas β-adrenergik,

sedangkan dopeksamin mempunyai aktivitas dopaminergik. Aktivitas

perbaikannya relatif singkat karena sesudah beberapa hari terjadi toleransi sebagai

akibat berkurangnya reseptor β. Pada gagal jantung yang berat pemberian dobu-

tamin menaikkan angka kematian walaupun pada permulaan memperlihatkan

perbaikan hemodinamik. 20,21

Penghambat AMP siklik-fosfodiesterase

Obat tersebut dengan predominan fosfodiestenase akan meningkatkan

kontraktilitas otot jantung dan menyebabkan vasodilatasi. Pemberiannya

parenteral. Memperbaiki hemodinamik dalam jangka pendek dan bermanfaat

untuk gagal jantung yang mendadak kambuh. Untuk hipotensi sistolik obat ini

dikombinasi dengan β-adrenergik. Pada penderita dalam daftar tunggu untuk

transplantasi jantung dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup? obat ini

dapat diberikan terus-menerus atau boleh juga secara intermiten. 20,21

Antikoagulan

Aspirin merupakan obat yang paling banyak dipakai terutama pada penyakit

jantung koroner, tetapi pemberian aspirin jangka panjang tidak menurunkan angka

25

Page 26: Ref Decomp

kematian. Aspirin berinteraksi dengan penghambat ACE. Antikoagulan yang

diberi secara oral akan mengurangi risiko emboli sistemik pada gagal jantung.

Obat oral ini sangat dianjurkan untuk penderita gagal jantung dengan atrium

fibrilasi. Untuk penderita dengan riwayat emboli sistemik, emboli paru dan

trombus dalam rongga jantung harus diberikan antikoagulan. Antikoagulan oral

juga dianjurkan untuk penderita gagal jantung dengan jantung yang besar dengan

ejection fraction rendah atau kalau ada aneursma ventrikel. Heparin yang diberi

secara subkutan digunakan sebagai profilaksis untuk trombosis vena profunda

dengan gagal jantung untuk jangka waktu yang singkat. Banyak derivat heparin

subkutan ini yang dapat digunakan untuk jangka panjang. Untuk penderita gagal

jantung kongestif yang diberi diuretik secara agresif atau penderita yang

imobilisasi maka perlu diberikan heparin sebagai pencegahan.22

Antiaritmia

Kelas I A : Quanidin, disopiramid, prokainamid dan sebagainya.

I B : Lidokain, meksiletin, tokanid, dan sebagainya.

I C : Ajmalin, lorkainid, fekainid, enkainid propafenon, apridin.

Kelas II : β-blocker (propanolol).

Kelas III : Amiodaron, britilium.

Kelas IV : Verapamil, diltiazem, dan sebagainya.

Obat yang tidak dimasukan dalam kelas antiaritmia tetapi bekerja sebagai

antiaritmia juga adalah digitalis.

Obat antiaritmia Kelas I harus dihindari penggunaannya pada gagal jantung

karena mempunyai sifat proaritmia dan berpengaruh buruk pada hemodinamik.

26

Page 27: Ref Decomp

Amiodaron efektif untuk semua aritmia supraventrikel dan ventrikel. Obat

tersebut akan mempertahankan irama sinus pada penderita gagal jantung, atrium

fibrilasi, jantung dengan atrium yang besar dan juga diberikan sesudah electrical

cardiversion. Amiodaron tidak bersifat inotropik negatif, bahkan dapat

memperbaiki fungsi sistolik ventrikel, namun tidak dianjurkan sebagai profilaktik.

Amiodaron berpengaruh buruk pada hiper maupun hipotiroid, hepatitis, fibrosis

paru dan neuropati. Kurangi dosisnya bila memang diperlukan pada keadaan

tersebut. Pemberian amiodaron secara rutin tidak dianjurkan.23, 24

Oksigen

Oksigen dipakai pada gagal jantung akut dan tidak pada yang kronis. Pada

gagal jantung yang berat oksigen berpengaruh buruk terhadap hemodinamiknya.

Pada kor pulmonale pemberian oksigen jangka panjang menurunkan angka

kematian.25

Penggunaan alat bantu dan operasi

Revaskularisasi

Revaskularisasi pada gagal jantung yang penyebabnya iskemia akan

mencegah gangguan fungsi ventrikel atau kerusakan otot jantung yang menetap.

Hipoperfusi menahun atau gangguan pada miositas otot jantung sekalipun otot

jantungnya masih hidup, kondisinya sudah menyebabkan terjadinya hipo atau

akinetik otot jantung. Keadaan tersebut dikenal dengan nama hibernating

myocardium. Revaskularisasi dalam kondisi tersebut akan sangat bermanfaat

untuk mengembalikan fungsi jantung. 1,2

Pacu jantung

27

Page 28: Ref Decomp

Pacu jantung berperan cukup baik dalam mengatasi gagal jantung. Pacu

jantung diperlukan untuk koreksi denyut jantung yang lamban atau

mengoptimalkan interval atrioventrikulen guna menaikkan cardiac output.

Angka kesakitan lebih rendah dan hidup dipertahankan lebih lama pada gagal

jantung yang disertai dengan sick sinus syndrome (SSS) dan AV blocker yang berat

dan lama. Keadaannya menjadi lebih baik apabila pacu jantung dipasang di atrium

dan ventrikel sekaligus (dual-chamber pacing). Sekalipun jumlah penderita gagal

jantung yang meninggal mendadak karena bradiaritmia cukup banyak tetapi

apabila tidak ada gejala sebelumnya, pemasangan pacu jantung untuk profilaksis

tidak dibenarkan.26

Pemasangan cardioverter-defibrilator (Implantable Cardioverter

Defibrilator=ICD)

Bila alat tersebut dipasang pada penderita dengan riwayat takikardia ventrikel

dan atau ventrikel fibrilasi akan memberikan arti yang bermakna untuk mencegah

berulangnya gangguan denyut jantung jenis yang berbahaya ini. Dengan demikian

akan mengurangi angka kesakitan atau mengurangi kemungkinan penderita harus

dirawat di rumah sakit dan akhirnya menurunkan angka kematian. lCD dapat

memperbaiki tingkat gagal jantung ke arah yang lebih ringan. Menggunakan lCD

adalah lebih balk dibandingkan dengan obat antiaritmia, termasuk amiodaron.

Pada penderita dengan gagal jantung berat yang disertai takiaritmia penggunaan

lCD akan memperpanjang hidup. 27

Ultrafitrasi

Dipakai pada penderita dengan edema paru dan atau gagal jantung kongestif

28

Page 29: Ref Decomp

yang sulit diatasi. Ultrafiltrasi dapat mengubah edema paru dan overhidration

pada kasus yang sulit disembuhkan dengan obat farmakologi. Namun hampir

semua penderita gagal jantung berat ultrafiltrasi hanya membantu untuk sementara

saja.28

Transplantasi jantung

Saat ini operasi diterima sebagai cara pengobatan gagal jantung fase akhir.

Transplantasi jantung secara bermakna mempertahankan kelanjutan hidup,

meningkatkan kapasitas olah raga, dapat kembali bekerja dan memperbaiki

kualitas hidup dibandingkan dengan pengobatan konvensional. Saat ini hasilnya

pada penderita yang diberi pengobatan triple immunosupresive menunjukkan

dapat bertahan hidup selama 5 tahun kira-kira 70- 80% dan kembali dapat bekerja

penuh atau kerja paruh waktu atau mencoba kerja sesudah satu tahun kira-kira 2/3

dari penderita tersebut. Penderita yang dipertimbangkan untuk transplantasi

jantung adalah yang menderita gagal jantung berat dan tidak ada pengobatan

alternatif lainnya. Terdapat 14 kontraindikasi untuk transplantasi jantung, antara

lain usia di atas 60 tahun, peminum alkohol berat, penyalahgunaan obat, perokok,

gagal ginjal berat, penyakit lain dengan prognosis yang buruk, kanker ganas,

infeksi yang tidak dapat diatasi, komplikasi tromboemboli yang baru saja diderita,

gangguan faal hati, sakit mental, penyakit sistemik yang banyak melibatkan organ

tubuh, ulkus peptikum yang berat, tekanan arteri pulmonalis yang tinggi dan

sebagainya. Di samping donor yang terbatas, masalah utama adalah penolakan

tubuh penerima, yang dapat menyebabkan meninggal pada tahun pertama sesudah

transplantasi. Penggunaan immunosupresif yang lama dapat menyebabkan atau

29

Page 30: Ref Decomp

mempermudah infeksi, hipertensi, gagal ginjal, keganasan, dan arteriosklerosis.

Keberatan lain adalah pada penderita yang sudah dikerjakan operasi pintas

jantung. 29

Obat yang perlu dihindari/harus hati-hati pemakaiannya

Obat yang harus dihindari atau harus hati-hati penggunaannya pada penderita

gagal jantung antara lain obat antiradang nonsteroid, antiaritmia kelas I, kalsium

antagonis seperti verapamil, diltiazem dan generasi pertama derivat dihidropiridin,

antidepresan trisiklik, kortikosteroid dan lithium.3

Penentuan obat dan waktu pemakaian obat farmakologi

Perlu diperhatikan diagnosis yang tepat untuk menentukan obat dan waktu

yang tepat. Selain itu perlu menjadi perhatian akan adanya gangguan fungsi

sistolik ventrikel kiri yang belum memperlihatkan gejala tetapi ejection fracti on-

nya sudah menurun yang menunjukkan akan terjadi risiko gagal jantung.

Pemberian penghambat ACE perlu untuk penderita dengan fungsi sistolik yang

rendah dengan indikasi ejection fraction ventrikel kiri yang menurun (kurang dari

35% ) dengan ukuran jantung yang besar.

Pada gangguan fungsi ventrikel kiri yang sudah memperlihatkan gejala pada

tingkat klasifikasi NYHA kelas II dan belum terlihat tanda-tanda adanya retensi

cairan dan dalam waktu 4 - 6 minggu sudah menggunakan penghambat ACE

tetapi tidak memperlihatkan adanya perbaikan maka perlu dipertimbangkan hal-

hal sebagai berikut:

1. Penyesuaian dosis obat

2. Kemungkinan diagnosis yang tidak tepat sehingga perlu dipertimbangkan

30

Page 31: Ref Decomp

diagnosis lain

3. Naikkan dosis diuretik

4. Apabila ada dugaan penyebabnya iskemia maka pertimbangkan untuk

menggunakan β-blocker, nitrat atau tindakan revaskularisasi.

5. Pertimbangkan tindakan operasi apabila ada aneurisma (aneurysmectomy)

atau operasi katup.

Bila ada tanda-tanda retensi cairan maka kombinasi penghambat ACE dan

diuretik menjadi pertimbangan utama, tetapi apabila terdapat perbaikan gejala

misalnya retensi cairan berkurang atau menghilang maka dosis diuretik dikurangi

tetapi dosis penghambat ACE tetap dipertahankan secara optimal. Untuk

menghindari hiperkalemia maka diuretik potassium-sparing harus dihentikan

lebih dahulu sebelum diberi penghambat ACE. Diuretik potassium-sparing boleh

diberikan lagi apabila terjadi hipokalemia baik yang bersifat sementara atau yang

menetap. Penderita dengan irama sinus diberi glikosid dan bila gagal jantung berat

menjadi lebih ringan maka glikosid harus dipertahankan.5,14

Bila kondisi jantung memburuk perlu diperhatikan

I. Penyebabnya bukan dari jantung: misalnya penggunaan garam berlebihan,

minum berlebihan, obat yang tidak sesuai dengan kondisi terakhir, pemberian

anti-aritmia bukan amiodaron, penggunaan β-blocker yang tidak benar,

diberinya obat antisteroid, verapamil, diltiazem, penggunaan alkohol, gagal

ginjal, infeksi yang menyertai, kemungkinan emboli paru, gangguan fungsi

kelenjar tiroid dan anemia.

II. Penyebabnya dari jantung sendiri: antana lain atrium fibrilasi, aritmia baik

31

Page 32: Ref Decomp

supra maupun ventrikuler, bradikardia, memburuknya insufisiensi mitral atau

trikuspid, adanya iskemia atau infark jantung atau manipulasi preload dan

afterload yang berlebihan.

Kalau kondisi penderita memburuk pada pemberian diuretik dan penghambat

ACE maka tambahkan glikosid, naikan dosis loop diuretic. Kombinasi loop

diuretic dan tiasid sering membantu. Diuretik potassium-sparing seperti

spironolakton dapat ditambahkan untuk memperkuat kerja diuretik lain dengan

tidak melupakan kontrol yang ketat terhadap kalium. Risiko hiperkalemia harus

selalu menjadi pertimbangan. Apabila kondisi jantung tetap memburuk sekalipun

diagnosis sudah tepat dan obat sudah maksimal maka tindakan operasi seperti

kardiomioplasti, operasi Batista dan transplantasi jantung menjadi pertimbangan

terakhir. Kalau ada kemungkinan karena faktor koroner maka revaskularisasi

perlu dikerjakan, atau aneurismektomi, atau operasi katup. Bagaimanapun juga

pengobatan farmakologi seperti pemakaian β-adrenergik agonis, dopaminergik

agonis dan atau preparat fosfo-diesterase tetap boleh digunakan untuk gagal

jantung fase akhir. Usaha lain yang masih dapat dikerjakan adalah dukungan

aliran darah dengan menggunakan pompa balon intraaortik atau alat bantu

ventrikel, hemofiltrasi atau dialisis. Preparat opium dapat digunakan untuk

menolong kondisi gagal jantung fase akhir.6

Penanganan gagal jantung yang disebabkan gangguan fungsi diastolik

Penyebabnya antara lain iskemia otot jantung, hipertensi, hipertropi otot

jantung, konstriksi otot jantung atau perikardial. Perlu ditekankan bahwa harus

diidentifikasi secara tepat agar pengobatannya tepat. Takiaritmia harus dikoreksi

32

Page 33: Ref Decomp

dengan mengembalikan ke irama sinus, dapat dimulai dengan β-blocker guna

menurunkan denyut jantung dan menaikkan periode sistolik. Verapamil dapat

digunakan dengan alasan yang sama. Nitrat dapat dipakai apabila dicurigai adanya

iskemia. Pemberian diuretik jangan sampai menurunkan preload berlebihan yang

dapat berakibat menurunkan stroke volume dan cardiac output. Penghambat ACE

dapat memperbaiki relaksasi ventrikel secara langsung dan dalam jangka panjang

akan mengurangi hipentrofi/regresi. Glikosid merupakan kontraindikasi karena

akan mengurangi pengisian jantung. Umumnya pengobatan gangguan fungsi

diastolik ini sulit dan sering tidak memuaskan. Salah satu masalah utama adalah

gangguan fungsi diastolik yang murni jarang sekali bahkan keadaan ini sering

terjadi dalam hubungan dengan beberapa tingkat/kelas gangguan fungsi sistolik.

Gangguan fungsi diastolik ini bervariasi antara satu penderita dengan penderita

lain sehingga penanganannya juga bervariasi.

Pengobatan gagal jantung pada usia lanjut

Pada usia lanjut misalnya di atas 75 tahun, penanganan gangguan fungsi

sistolik sama dengan pada orang usia muda. Karena ada perubahan

farmakokinetik dan farmakodinamik obat kardiovaskuler pada usia lanjut maka

pengobatanya harus hati-hati dan dosisnya disesuaikan. Faktor komplikasi seperti

meningkatnya kekakuan otot jantung, hilangnya miositas, fungsi reseptor yang

menumpul, fungsi kardiovaskuler yang berubah pada waktu istirahat maupun

waktu aktivitas, kondisi ginjal yang menurun, fungsi neuroendokrin yang

menurun, gaya hidup yang berubah/ berbeda di mana lebih banyak diam/tidak

bergerak/duduk-duduk saja, perubahan kondisi dan masa otot rangka, perubahan

33

Page 34: Ref Decomp

dalam status kebiasaan makan yaitu berkurangnya makan protein atau makan

makanan berkalori rendah, penyakit lain yang menyertai dan obat yang dipakai.

Penggunaaan diuretik tiasid pada usia lanjut biasanya tidak efektif sebab

glomerulo filtration rate sudah menurun oleh faktor usia dan proses gagal

ginjalnya.4 Penyerapan yang menurun dan peningkatan waktu pengeluaran tiasid

dan loop diuretic berakibat pada terlambatnya atau berkurangnya fungsi obat ini,

sehingga dosis obat perlu dinaikkan. Diuretik potassium-sparing seperti amilorid,

triamteren keluarnya dari tubuh lebih lambat sehingga menaikkan kadar kalium.

Walaupun terjadi hiponatremia dan hipomagnesemia, kondisi ini tidak seburuk

seperti pada hiperkalemia. Pada penderita usia lanjut hiperkalemia dapat terlihat

pada penderita yang diobati secara kombinasi antar diuretik potassium-sparing,

penghambat ACE dan non-steroid anti- inflammatory drugs (NSAIDs). Fungsi

jantung pada orang tua tergantung pada Kurva Starling dan gangguan regulasi

pada baroreseptor maka pemberian diuretik pada orang tua mudah terjadi gejala

hipovolumia dan keletihan. Pemakaian penghambat ACE untuk penderita usia

lanjut adalah efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Disarankan untuk meng-

gunakan dosis rendah. Perlu dipantau tekanan darah, fungsi ginjal dan kadar

kalium darah. Untuk menggunakan glikosid efeknya kurang baik/buruk. Waktu

paruh (‘half life) digoksin untuk eliminasi meningkat menjadi dua kali lipat pada

usia 70 - 90 tahun. Perubahan fungsi ginjal yang terjadi bersamaan dengan infeksi

saluran napas menyebabkan penumpukan dan intoksikasi glikosid. Kadar digoksin

dan digitoksin serum harus diperiksa dalam jangka waktu relatif pendek dan

dipertahankan dalam batas normal antara 0,7 - 1,2 ng/ml. Dengan dosis tersebut

34

Page 35: Ref Decomp

hemodinamik dapat dipertahankan secara normal. Obat vasodilator untuk usia

lanjut seperti venodilator/nitrat pemberiannya harus hati—hati dan perlu ada

keseimbangan antara hidralasin dan isorbidinitrat atau obat vasodilatasi arteri

seperti hidralasin sendiri akan lebih baik.14,16

Gangguan irama jantung pada usia lanjut dengan gagal jantung dapat

menyebabkan meninggal mendadak. Kira-kira 40-50% terutama pada gagal

jantung yang sudah lanjut. Berbagal kondisi seperti peruhahan struktur jantung,

iskemia otot jantung, aktivitas neurohumoral ikut berperan untuk terjadinya

gangguan irama jantung. Sebagai faktor pencetus gangguan irama jantung antara

lain gangguan elektrolit seperti hipokalemia, hipomagnesemnia, hiperkalemia,

obat yang kerjanya berinteraksi dengan fungsi pompa jantung atau stabilitas listrik

jantung seperti antagonis kalsium, beberapa obat antiaritmia, keracunan digitalis

dan penyakit yang menyertai gagal jantung seperti hipertiroidisme atau penyakit

paru. Dalam menangani gagal jantung yang penting adalah mengetahui dengan

tepat faktor pencetusnya, memperbaiki fungsi jantung, turunkan tekanan dari

dalam dinding jantung, turunkan aktivitas simpatik dengan penghambat ACE dan

kalau mungkin dengan β-bloeker. Untuk gangguan irama yang berat gunakan

amiodaron. Penderita dengan riwayat gangguan irama yang berulang-ulang atau

takiaritmia dan takikardia ventrikel atau ventrikel fibrilasi maka pemasangan

cardioverter defibrilator menjadi pertimbangan. Untuk atrium fibrilasi yang

menahun mungkin diperlukan electrical ardioversion. Antikoagulan harus

dipertimbangkan walaupun keberhasilannya tergantung dari besarnya atrium kiri.

Amiodaron dapat mnengubah atrium fibrilasi menjadi irama sinus dan

35

Page 36: Ref Decomp

memperbesar angka keberhasilan dibandingkan dengan electrical cardiaversion.

Untuk penderita dengan atrium fibrilasi yang menetap diperlukan kontrol yang

teratur. Bagi penderita yang gagal jantung tetapi belum ada manifestasi gagal

jantungnya maka perlu dipikirkan penggunaan β-blocker, verapamil atau digitalis.

Kalau sudah ada mnanifestasi gejalanya, maka digitalis menjadi pilihan utama.

Kombinasi dengan amiodaron diperlukan juga asal selalu dipantau kadar digoksin

plasma 24,27

Gangguan fungsi ventrikel kiri yang disertai angina dan hipertensi

Rekomendasi khusus untuk pengobatan gagal jantung kiri dalam kedua

keadaan tersebut antara lain :

Apabila ada angina : Pentimbangkan revaskularisasi arteri koronaria dan

tambahkan nitrat yang kerjanya jangka panjang (long acting nitrates). Kalau tidak

berhasil tambahkan generasi kedua dihidropiridin atau gunakan β-blocker dengan

hati-hati.

Apabila ada hipertensi : Optimalkan dosis penghambat ACE, diuretik dan

tambahkan hidralasin. Apabila tidak berhasil coba dengan generasi kedua

dihidropiridin.16,24

Obat yang masih dalam taraf penelitian untuk masa depan

1. Angiotensin I1/AII

Antagonis reseptor penghambat renin dipakai untuk hipertensi. Pada saat ini

peranannya dalam pengobatan gagal jantung baik sebagai pengganti maupun

dipakai bersama-sama dengan penghambat ACE, namun preparat ini masih

dalam penelitian lebih lanjut.

36

Page 37: Ref Decomp

2. Arginine vasopresin (A VP) antagonis.

Penggunaannya untuk pengobatan gagal jantung memberikan harapan, tetapi

masih memerlukan data-data yang lebih banyak agar lebih meyakinkan.

3. Endotelin antagonis.

Beberapa endotelin antagonis selektif maupun nonselektif berkhasiat untuk

jangka waktu yang pendek/singkat pada gagal jantung. Pada manusia

memang terjadi perbaikan hemodinamik.

4. Penghambat neutral endopeptidase (NAP)

Penelitian permulaan pada penderita gagal jantung ringan menunjukan bahwa

pemberian secara oral dalam waktu lama dan penghambat neutral

endopeptidase akan menaikkan kadar faktor natriuretik atrium, diuresis,

natriuresis dan perbaikan hemodinamik. Pengaruhnya pada perbaikan

hemodinamik akan lebih baik bila diberikan hersama-sama dengan diuretik

karena penghambat NEP berpengaruh pada hilangnya rangsangan dan

neuroendokrin. Selama sistem renin angiotensin bekerja berlawanan dengan

faktor natriuretik atrium maka penggunaan penghambat ACE dalam jangka

panjang merupakan pilihan yang menarik.

5. Preparat inotropik positif.

Preparat ini akan meningkatkan kekuatan daya kontraksi jantung dengan cara

mneningkatkan sensitivitas troponin-C terhadap kalsium (calcium

sensitizers). Saat ini sedang dievaluasi pada gagal jantung. Banyak senyawa

yang mempunyai efek tambahan yang memiliki penghambat

fosfodiesterase/PDI seperti pimobendan, vesnarinon. Obat tersebut masih

37

Page 38: Ref Decomp

dalam evaluasi karena obat yang bekerja melalui mekanisme AMP siklik

justru angka kematiannya meningkat.

6. Terapi metabolik.

Terapi metabolik merupakan alternatif dalam pengobatan penyakit jantung. L-

carnitine yang berfungsi mengangkut asam PEA melewati lapisan dalam

mitokondria adalah penting untuk menghasilkan energi otot jantung dan

menjadi pengobatan/pertolongan untuk kardiomiopati primer maupun

sekunder yang disebabkan oleh kekurangan carnitine. Kasus tersebut jarang

dan memerlukan pemeriksaan kadar carnitine dan biopsi otot jantung. Perlu

diingat bahwa pada gagal jantung yang menahun baik idiopatik maupun

karena iskemik kadar carintine umumnya menurun. Beberapa penelitian

menunjukan terjadi perbaikan hemodinamik dan fungsi jantung pada

pengobatan jangka panjang dengan L-carnitine atau L-propionil Carnitine.

Senyawa seperti koenzim Q 10 dan taurin sedikit memperbaiki kualitas hidup.

17,31-34

Operasi, alat bantu dan jantung buatan

1. Kardiomioplasti

Merupakan salah satu operasi untuk memperkuat kontraksi jantung dengan

memakai otot latisimus dorsi yang dihalutkan pada jantung yang gagal

berfungsi itu. Keberhasilannya terbaik pada gagal jantung NYHA kelas IIl,

sekalipun juga berhasil pada gagal jantung NYHA kelas IV namun

prosentasenya lebih rendah. Perbaikan teknik operasi ini, masih ditunggu

untuk memberikan hasil maksimal.

38

Page 39: Ref Decomp

2. Operasi Batista

Randal Batista melakukan operasi pada gagal jantung dengan cara membuang

sebagian dinding ventrikel kiri lalu diutuhkan kembali untuk mendapatkan

rongga jantung yang lebih kecil. Ternyata hemodinamik membaik tetapi

angka kematiannya masih sangat tinggi. Masih memerlukan teknik operasi

yang lebih baik sehingga dapat diperoleh hasil yang lebik baik lagi.

3. Alat bantu ventrikel

Masih dalam penelitian sejumlah alat bantu jantung yang di masa depan

diharapkan dapat membantu penderita gagal jantung.

4. Jantung Buatan

Masih terus dalam penyelidikan. Sudah ada yang menggunakan untuk jangka

waktu satu tahun. Saat ini alat jantung buatan hanya dipakai untuk

mempertahankan hidup sambil menunggu transplantasi jantung. Mudah-

mudahan di masa mendatang jantung buatan tidak hanya untuk mereka yang

menunggu transplantasi jantung saja.

39

Page 40: Ref Decomp

BAB III

KESIMPULAN

A. Secara umum mencakup hal-hal berikut:

1. Mengenal gejala gangguan fungsi jantung.

2. Aktivitas sosial dan pekerjaan

3. Perjalanan

4. Vaksinasi

5. Penggunaan alat kontrasepsi dan terapi hormon pengganti.

B. Langkah-langkah umum mencakup hal-hal berikut :

1. Diet

2. Merokok

3. Penggunaan alkohol

4. Olah raga

5. Istirahat

Selain pengobatan yang bersifat petunjuk atau nasehat tentu saja

pengobatan yang bersifat langsung juga diberikan yaitu pengobatan far-

makologi, peralatan bantu dan operasi.

C. Pengobatan farmakologi terdiri atas:

Diuretik, Penghambat angiotensin – converting – enzym (ACE), Glikosid

jantung, Vasodilator, Antagonis β – adrenoreseptor, Preparat dopaminergik,

Preparat inotropik positif lainnya, Antikoagulan, Antiaritmia, Oksigen.

D. Alat bantu dan operasi:

Revaskularisasi secara intervensi menggunakan kateter, operasi pintas dan

40

Page 41: Ref Decomp

operasi lainnya, Pemasangan pacu jantung atau cardioventer defibrillator,

Ultrafiltrasi, hemodialisis, Transplantasi jantung.

41

Page 42: Ref Decomp

Daftar Pustaka

1. Cleland .JGF, Erdmann E, Ferrari R. Guidelines for the diagnosis and assesment of heart failure. Eur Heart J 1995; 16:741-5.

2. Braunwald .E., 2002, Gagal jantung, dalam Harisson, Ed 13, Vol 3, EGC, Jakarta.

3. WWW. Medicastore.COM, Gagal Jantung , Tanggal 12 Agustus 2003.

4. Rahimtoola SH. ‘The hibernating myocardium. Am Heart J 1989; 117:211—21

5. Gogia H, Mehra A. Parikh . Prevention of tolerance to hemodynamic effect of nitrates with concomitant use of hydralasine in patients with chronic heart failure. L Am Coll Cardiol 1995;26: 1575-80

6. The RALES Investigators. Effectiveness of spironolactone added to an angiotensin converting enzyme inhibitor and a loop diuretic for severe chronic congestive heart failure (the randomized aldactone evaluation study (RALES). Am J Cardiol 1996;78:902-7.

7. Cohn JN, Johnson G. Ziesche S. A comparison of enalapril with hydralazine-isorbide dinitrate in the treatment of chronic congestive heart failure. N Engi J Med 1991:325:303-10.

8. Coats AJS, Adamopoulos S, Radeaelli A. Controlled trial of physical training in chronic heart failure. Exercise performance, hemodynamics, ventilation and autonomic function. Circulation 1992;85 :2119-31

9. Van Vliet AA, Donker AJM, Nauta JJP. Spironolactone in congestive heart failure refractory to high-dose loop diuretic and low-dose angiotensin-converting enzyme inhibitor. Am J Cardiol 1993; 71:21 A—28A.

10. Jungman S. Kjekshus J. Swedberg K for CONSENSUS Trial Group. Renal function in severe congestive heart failure during treatment with enalapril. Am J Cardiol 1992;70:479-87.

11. Preffer MA, Braunwald E, Moye LA. for the SAVE Investigators. Effect of captopril on mortality and morbidity in patients with left ventriculer dysfunction and myocardial infarction. Results of the survival and ventricular enlargement trial. N Engl Med 1992;327:669-77.

12. Kober L, Torp-Pederson C, Carlsen JE. For the TRACE Study Group. A clinical trial of the angiotensin-converting enzyme inhibitor trandolapril in patients with left ventricular dysfunction after myocardial infarction. N EngI

42

Page 43: Ref Decomp

Med 1995;333: 1670-6.

13. John JN, Archibald DG, Zieshe S. Effect of vasodilator therapy on mortality in chronic congestive heart failure. Results of a veterans administration cooperation study. N EngI J Med 1986:314:1547-52.

14. Packer M, Gheorghiade M. Young JR. Withdrawal of digoxin from patients with chronic heart failure treated with angiotensin-converting-enzyme inhibitors. N Engl J Med 1993:3:1-7.

15. Rapundalo ST, Lathrop DA, Harrison SA, Beavo JA, Schwartz A. Cyclic AMP-dependent and cyclic AMP-independent actions of a novel cardiotonic agent, OPC-8212. Nauny Schmiedebergs Arch Pharmacol 1988;338:692-8.

16. Ware JA, Snow F, Luchi JM, Luchi RJ. Effect of digoxin on ejection fraction in elderly patents with congestive heart failure. J Am Geriartr Soc 1984;32:631-5.

17. Cohn JN, Fowler MB, Bristow MA. For the carvedilol heart failure study group. Effect of carvedilol in severe chronic heart failure (Abstr). J Am CoIl Cardiol 1996;27:(Suppl A): 169A.

18. Packer M, Lee WH, Kessler PD. Prevention of reversal of nitrate tolerance in patients with congestive heart failure. N EngI J Med 1987:317:799-804.

19. Englemeier RS, O ^Connell JB. Walsh R, Rad N, Scanlon P. Gunnar RM. Improvement symptoms and exercise tolerance by metoprolol in patients with dilated cardiomyopathy : a double-blind, randomized, placebo-controlled trial. Circulation 1985 ;72:536-46.

20. Lechat P. Jaillon P. Fountaine ML. A randomized trial of beta blokade in heart failure: he cardiac insufficiency hisoprolol study (CIBIS). Circulation 1994:90:1765-73.

21. Anderson JL, Lutz JR, Gilbert EM. A randomized trial of low-dose beta-blokage therapy for idiopathic dilated cardiomyopthy. Am J Cardiol 1985:55:471—5.

22. Van Veldhuisen DJ, Man in ^t Veld AJ, Dunselman PH. Double-blind placebo controlled study of ibopamine and digoxin in patients with mild to moderate heart failure: results of the Dutch Ibopamine Multicenter Trial. J Am Coll Cardiol 1993:22:1564-73.

23. Krell MJ, Kline FM, Rates ER. Intermittent, ambulatory dobutamine

43

Page 44: Ref Decomp

infusions in patients with severe congestive heart failure. Am heart J 1986:112:787—91.

24. Cleland JGF. Bulpitt CJ, Falk RH. Is aspirin safe for patients with heart failure? Br Hert J 1995:74:215-19.

25. Channer KS, McLean KA, Lawson-Mathew P, Richardson M. Combination diuretic treatment in severe heart failure. A randomized controlled trial. Br Hert J 1994:71:146-50.

26. Gosselink ATM, Crijns HJGM, Van Gelder IC, Hillige H, Wiesfeld ACP, Lie KI. Low-dose amiodarone for maintenance of sinus rhythm after cardioversion or a trial fibrilation or flutter. J Am Med Assoc 1992:267:3289-93.

27. Haque WA, Boehmer J, Clemson BS, Leuenberger UA, Silber DH, Sinoway LI. Hemodynamic effects of supplemental oxygen administration in congestive heart failure. I Am CoIl Cardiol 1996:27:353-7.

28. Alpert MA, Curtiss JJ, Sanfelippo JF. Comparative survival after permanent ventricular and dual-chamber pacing for patients with and without chronic high degree atrioventricular block with and without pre-existing congestive heart failure. J Am Coll Cardiol l986;7:925-32

29. Brethardt G. Camm AJ, Campbell RWF. Guidelinea for the use of implantable cardioverter defibrillators. Eur heart J 1992;13: 1304-10.

30. Rimondini A, Cipolla CM. Della P. Hemofiltration as short-term treatment for refractory congestive heart failure. Am J Med l987;83:43-8.

31. Paris W, Woodbury A, Thompson S. Returning to work after transplantation. J Heart Lung Transplant 1993;12:46-54.

32. EIsner D, Muntze A, Kromer EP, Riegger GAJ. Effectiveness of endopeptidase inhibition (candoxatril) in congestive heart failure. Am J Cardiol 1992;82: 196-201.

33. Remme WJ, Kruijssen HACM, Van Hoogenhuyse DCA. Hemodynamic, neurobumoral and myocardial energetic effects of pimobendan, a novel calcium-sensitizing compound in patients with mild to moderate heart failure. J Cardiovasc Pharmacol 1994:24:730-9.

34. Mancini M, Rengo F, Lingetti M, Sorrentino GP, Nofle G. Controlled study on the therapeutic efficacy of propionyl-L-carnitine in patients with congestive heart failure. Arzneimittelforsch 1992:42:1101-4.

44

Page 45: Ref Decomp

35. Anderson JL. Hemodynamic and clinical benefis with intravenous milrinone in severe heart failure: Results of a multicenter study in the United States. Am Heart J 1991:121: 1965-64.

36. Regitz V, Shug AL, Flek E. Defective myocardial carnitine metabolism in congestive heart failure secondary to dilated cardiomyopathy and to coronary, hypertensive and valvular heart diseases. Am J Cardiol 1990:6S :755-60.

45

Page 46: Ref Decomp

REFERAT

DECOMPENSASIO CORDIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Dalam

RSUD TIDAR MAGELANG

Disusun oleh:

Auliya Lutfil Adib

20030310102

Diajukan kepada:

Dr. Wartoto, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

46

Page 47: Ref Decomp

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD TIDAR MAGELANG2009

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

DECOMPENSASI CORDIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Dalam

RSUD Tidar Magelang

Disusun oleh:

Auliya Lutfil Adib

20030310102

Disetujui dan disyahkan pada tanggal: Desember 2009

Mengetahui

Dokter Pembimbing

47

Page 48: Ref Decomp

dr. Wartoto, Sp.PD

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

Rahmat-Nya serta Karunia-Nya, sehingga syukur alhamdulillah Penulis dapat

menyelesaikan Referat dengan judul “Dekompensasi Cordis”. Referat ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan stase Ko-Assisten bagian Ilmu

Penyakit Dalam di RSUD Tidar Magelang.

Penulis menyadari bahwa referat ini dapat selesai berkat bantuan dan

kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis

menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. dr. Suharjono, Sp.PD selaku Kepala bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Tidar Magelang yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan stase Ko-

assisten dibagian Ilmu Penyakit Dalam.

2. dr. Wartoto, Sp.PD selaku Dokter pembimbing refrat yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis

dalam melaksanakan stase Ko-assisten dibagian Ilmu Penyakit Dalam.

48

Page 49: Ref Decomp

3. dr. Tri Maria, Sp. PD selaku Dokter pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

melaksanakan stase Ko-assisten dibagian Ilmu Penyakit Dalam.

4. Seluruh tenaga medis dan para medis yang telah banyak membantu penulis

selama menjalani kegiat stase penyakit dalam di RSUD Tidar Magelang.

5. Teman se-profesi dan se-perjuangan dalam menjalankan Ko-assisten

bersama penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari

kesempurnaan, banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat

membangun sangat diharapkan penulis.

Akhirnya semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan setiap

pembaca pada umumnya Amien...

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penulis

49

Page 50: Ref Decomp

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

a. LATAR BELAKANG ..........................................................................1

b. MANFAAT PENULISAN ..................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3

II. 1. DEFINISI......................................................................................3

II. 2. PENYEBAB GAGAL JANTUNG ..............................................5

II. 3. BENTUK GAGAL JANTUNG ..................................................7

II. 4. MANIFESTASI KLINIS ............................................................9

II. 5. PENATALAKSANAAN............................................................11

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

50