REFERAT.docx

47
BAB I PENDAHULUAN Toxoplasma gondii adalah suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi. Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya. Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang lainnya yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran lalapan yang terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis. Dewasa ini setelah siklus hidup toxoplasma ditemukan maka usaha pencegahannya diharapkan lebih mudah dilakukan. Pada saat ini diagnosis toxoplasmosis menjadi lebih mudah ditemukan karena adanya antibodi IgM atau IgG dalam darah penderita. Diharapkan dengan cara diagnosis maka pengobatan 1

Transcript of REFERAT.docx

Page 1: REFERAT.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Toxoplasma gondii adalah suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada

manusia dan hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan

suatu gejala klinis yang jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit

toxoplasmosis sering terabaikan dalam praktek dokter sehari-hari. Apabila penyakit

toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester ketiga dapat mengakibatkan

hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi.

Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi

penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan

peliharaan lainnya. Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di atas

penyakit toxoplasmosis ini paling sering dijumpai pada kucing dan anjing. Untuk tertular

penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi pada orang yang memelihara kucing atau

anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang lainnya yang suka memakan makanan dari

daging setengah matang atau sayuran lalapan yang terkontaminasi dengan agent

penyebab penyakit toxoplasmosis.

Dewasa ini setelah siklus hidup toxoplasma ditemukan maka usaha

pencegahannya diharapkan lebih mudah dilakukan. Pada saat ini diagnosis toxoplasmosis

menjadi lebih mudah ditemukan karena adanya antibodi IgM atau IgG dalam darah

penderita. Diharapkan dengan cara diagnosis maka pengobatan penyakit ini menjadi

lebih mudah dan lebih sempurna, sehingga pengobatan yang diberikan dapat sembuh

sempurna bagi penderita toxoplasmosis. Dengan jalan tersebut diharapkan insidensi

keguguran, cacat kongenital, dan lahir mati yang disebabkan oleh penyakit ini dapat

dicegah sedini mungkin. Pada akhirnya kejadian kecacatan pada anak dapat dihindari dan

menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan otopsi neonatus yang meninggal dengan

toksoplasmosis congenital disimpulkan bahwa infeksi yang diperoleh janin dalam uterus

terjadi melalui aliran darah serta infeksi plasenta akibat toksoplasmosis merupakan

tahapan penting setelah fase infeksi maternal dan sebelum terinfeksinya janin.

1

Page 2: REFERAT.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Toxoplasma gondii termasuk spesies dari kelas sporozoa (Cocidia), pertama kali

ditemukan pada binatang pengerat Ctenodactylus gundi di Afrika Utara (Tunisia) oleh

Nicolle dan Manceaux pada tahun 1908. Hospes definitif adalah kucing dan Filidae, dan

hospes perantaranya adalah manusia dan mamalia lainnya serta beberapa jenis burung.

Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa obligat

intraseluler yaitu toksoplasma gondii. Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat

intraselular yang menginfeksi burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di

seluruh dunia. Antara 15 – 45% wanita usia reproduktif memiliki antibodi terhadap

toksoplasma ( IgG ) sehingga terlindung dari infeksi toksoplasma. Penyakit ini

mempunyai gejala klinik dengan manifestasi yang sangat bervariasi bahkan pada banyak

pasien tidak menimbulkan gejala. Pada pasien termasuk bayi dan pasien dengan sistem

kekebalan tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat mengancam jiwa.

Pada bagian obstetri dan gynekologi, toksoplasmosis penting karena dapat

menyebabkan penyakit pada ibu yang tidak diketahui penyebabnya dan sangat potensial

menyebabkan infeksi bayi dalam kandungan yang dapat menyebabkan keguguran,

kematian bayi dalam kandungan, dan kecacatan pada bayi.

2.2. SIKLUS HIDUP DAN MORFOLOGI TOXOPLASMOSIS

Penyakit yang disebabkan oleh toxoplasmosis dianggap suatu genus termasuk

famili babesiidae. Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada momocyte dan sel-

sel endothelial pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau

oval, jarang ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar

pada organ-organ tubuh seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, paru-paru,

otak, ginjal, urat daging, jantung. Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan

membelah diri menjadi 2, 4 dan seterusnya, belum ada bukti yang jelas mengenai

perkembangbiakan dengan jalan schizogoni.

2

Page 3: REFERAT.docx

Gambar 1. Diagram of Toxoplasma gondii structure

Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk

yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit).

Bentuk Ookista

Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11

mikron. Ookista mempunyai dinding, berisi satu

sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas.-

Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas

membentuk dinding dan menjadi sporokista. Mas-

ing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit

yang berukuran 8 x2 mikron dan sebuah benda

residu.

Bentuk takizoit

menyerupai bulan sabit dengan ujung yang

runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran

panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan

mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di

tengah bulan sabit dan beberapa organel lain

seperti mitokondria dan badan golgi. Tidak

mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta

tidak berpigmen. Bentuk ini terdapat di dalam

tubuh hospesperantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing se-

bagal hospes definitif. Takizoit ditemuKan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan

tubuh.Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.

3

Page 4: REFERAT.docx

Bentuk Kista (Bradizoit )

Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang

membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista

berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi

beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron

berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hos-

pes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak,

otot jantung, dan otot lurik. Di otak bentuk kista lon-

jong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot. Kista ini

merupakan stadium istirahat dari Toxoplasma gondii. Pada infeksi kronis kista dapat

ditemukan dalam jaringan organ tubuh dan terutama di otak

Pada preparat dapat dilihat dibawah mikroskop, bentuk oval agak panjang dengan

kedua ujung lancip, hampir menyerupai bentuk merozoit dari coccidium. Jika ditemukan

diantara sel-sel jaringan tubuh, berbentuk bulat dengan ukuran 4 - 7 mikron. Inti selnya

terletak dibagian ujung yang berbentuk bulat. Pada preparat segar, sporozoa ini bergerak,

tetapi peneliti-peneliti belum ada yang berhasil memperlihatkan flagellanya. Toxoplasma

baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel sistem reticulo endoteleal, sel alat tubuh viceral

maupun dalam sel-sel syaraf membelah dengan cara membelah diri 2,4 dan seterusnya.

Setelah sel yang ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit menyebar melalui

peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian seterusnya.

Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas, kekeringan dan pembekuan.

Cepat mati karena pembekuan darah induk semangnya dan bila induk semangnya mati

jasad inipun ikut mati. Toxoplasma membentuk pseudocyste dalam jaringan tubuh atau

jaringan-jaringan tubuh hewan yang diserangnya secara khronis. Bentuk pseudocyste ini

lebih tahan dan dapat bertindak sebagai penyebar toxoplasmosis.

Hewan berdarah panas, manusia, dan unggas sebagai inang perantara. Kucing

yang terdomestikasi merupakan golongan yang sangat penting untuk penularan

terjadinya toksoplasmosis pada hewan lain ataupun manusia.

4

Page 5: REFERAT.docx

A. Tachyzoites. Dibandingkan dengan sel darah merah dan leukocytes. (Giema Stain)

B. Jaringan cysts di dalam otot. Dinding Jaringan cysts sangat tipis (panah) dan

banyak bradyzoites (arrowheads) . ( Hematoxylin Dan Eosin Stain )

C. Jaringan cysts terpisah dari jaringan dari host, otak terkena infeksi. Dinding

Jaringancysts (Panah) dan beratus-ratus bradyzoites. (arrowheads).

D. Schizont (Panah) dengan beberapa merozoites (arrowheads) terpisah dari massa

yangutama. Kesan dari usus kucing terkena infeksi/tersebar. Giemsa Stain.

E. Suatu gamete jantan dengan dua flagella (panah). Kesan dari usus kucing

terkenainfeksi/tersebar. Giemsa Stain.

F. Oocyst Unsporulated di dalam fecal pelampung tinja kucing. Catatan

menggandakanoocyst dinding layered (panah) memasukkan suatu massa

sepenuhnya pusat.

G. Oocyst Sporulated dengan suatu oocyst dinding tipis/encer (panah besar), 2

sporocysts(arrowheads). Masing-Masing sporocyst mempunyai 4 sporozoites

(panah kecil) yang bukanlah di dalam fokus lengkap

5

Page 6: REFERAT.docx

Kucing merupakan hospes definitif tersering dari Toxoplasma gondii. Di dalam

usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh menjadi trofozoit. Inti

trofozoit membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon matang pecah

dan menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Daur aseksual ini dilanjutkan dengan

daur seksual.

Gambar 2. Daur Hidup Toxoplasma gondii

Merozoit masuk ke dalam sel epitel dan membentuk makrogametosit dan

mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Setelah

terjadi pembuahan terbentuk ookista, yang akan dikeluarkan bersama tinja kucing. Di

luar tubuh kucing, ookista tersebut akan berkembang membentuk dua sporokista yang

masing-masing berisi empat sporozoit (sporogoni). Sporozoit menjadi menular 24 jam

atau lebih setelah kucing gudang ookista melalui feses.

Selama infeksi primer, kucing dapat mengeluarkan jutaan ookista sehari selama

1-3 minggu. Bila ookista tertelan oleh mamalia seperti domba, babi, sapi dan tikus serta

6

Page 7: REFERAT.docx

ayam atau burung, maka di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi daur aseksual yang

menghasilkan takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini

berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit.

Penularan takizoit pada janin dapat terjadi melalui plasenta ibu setelah infeksi primer.

Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).

Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi maka

berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi.

Ketika T gondii yang tertelan, bradyzoites dilepaskan dari kista atau sporozoit

dilepaskan dari ookista, dan organisme memasuki sel pencernaan. Takizoit berkembang

biak, sel pecah, dan menginfeksi sel yang bersebelahan. Mereka diangkut melalui

limfatik dan disebarluaskan secara hematologi ke seluruh jaringan. Kemampuan T gondii

untuk secara aktif menembus sel inang menghasilkan pembentukan vakuola

parasitophorous yang berasal dari membran plasma. Vakuola ini dibentuk terutama oleh

invaginasi membran plasma sel inang. Selama invasi, sel inang pada dasarnya pasif dan

tidak ada perubahan yang terdeteksi.

2.3. CARA PENULARAN

Cara penularan terjangkitnya penyakit toxoplasmosis antara lain yaitu :

1. Toxoplasmosis kongenital, transmisi Toxoplasma gondii ke janin in utero melalui

plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.

2. Toxoplasmosis akuisita, infeksi terjadi bila makan daging mentah atau kurang

matang (sate), kalau daging tersebut mengandung kista atau trofozoid Toxoplasma

gondii.

3. Infeksi di laboratorium binatang percobaan yang mengandung Toxoplasma gondii,

melalui jarum suntik dan alat laboratorium lain yang terkontaminasi. Wanita hamil

tidak dianjurkan bekerja di lingkungan yang mengandung Toxoplasma gondii hidup.

4. Tidak mencuci tangan setelah berkebun, membersihkan tempat kucing buang air

besar, atau apa saja yang bersentuhan dengan feces kucing

5. Transplantasi organ atau transfusi (jarang terjadi)

7

Page 8: REFERAT.docx

2.4. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian Toxoplasmosis di berbagai negara berbeda-beda dan lebih

sering ditemukan didaerah dataran rendah dengan kelembapan udara yang tinggi. Di

Inggris dilaporkan angka prevalensi 30%, sedangkan di Paris 87% dan hal ini erat

hubungannya dengan kebiasaan makan daging setengah matang. Data yang diperoleh

dari National Collaborative Perinatal Project (NCPP) menunjukkan angka prevalensi

toxoplasma 38,7% dari 22.000 wanita di Amerika Serikat, dan insidensi infeksi akut pada

ibu selama kehamilan diperkirakan 1,1/1000. Menurut penelitian terakhir, insidensi dari

infeksi toxoplasma kongenital di Amerika Serikat  mencapai 1-8/1000 kelahiran.

Transmisi vertikal T.gondii dari ibu ke bayi berkisar antara 30-40%, namun

angka tersebut sangat bervariasi menurut usia hehamilan dimana infeksi akut tersebut

muncul. Angka transmisi rata-rata pada trimester pertama sekitar 15%, namun meningkat

hingga mencapai 60% pada trimester ketiga.

Di Indonesia, survey prevalensi zat antitoxoplasma dengan hemaglutination test

indirect dibeberapa daerah menunjukkan bahwa seropositifvitas berkisar antara 2-53%.

Di Jakarta ditemukkan prevalensi 10-12,5%. Cross (1975) dan Beaver (1986)

mengatakan bahwa zat antitoxoplasma meningkat sesuai umur dant tidak ada perbedaan

yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Sedang di Indonesia sesuai dengan penelitian

Srissi (1980) tidak ditemukkan adanya hubungan tersebut.

Angka kejadian infeksi primer dalam kehamilan kira kira 1 : 1000. dalam

kehamilan. Resiko penularan terhadap janin pada trimester I = 15% ; pada trimester II =

25% dan pada trimester III = 65%. Namun derajat infeksi terhadap janin paling besar

adalah bila infeksi terjadi pada trimester I. Toksoplasmosis akut diperkirakan terjadi

dalam 1-5 dari 1000 kehamilan . Resiko infeksi janin meningkat sesuai usia kehamilan,

tetapi secara keseluruhan mencapai 50%.

Pada infeksi trimester ketiga, 60% bayi akan memperlihatkan tanda – tanda

infeksi perinatal. Sebaliknya hanya 10% dari mereka yang terinfeksi pada trimester

pertama memperlihatkan toksoplasmosis kongenital. Secara keseluruhan, kurang dari

seperempet neonatus memperlihatkan gejala klinis saat lahir.

Transmisi toksoplasma kongenital hanya terjadi bila infeksi toksoplasma akut

terjadi selama kehamilan. Bila infeksi akut dialami ibu selama kehamilan yang telah

memiliki antibodi antitoksoplasmosis karena sebelumnya telah terpapar, risiko bayi lahir

memperoleh infeksi kongenital adalah sebesar 4 – 7/1.000 ibu hamil. Risiko meningkat

menjadi 50/1.000 ibu hamil bila tidak mempunyai antibodi spesifik.

8

Page 9: REFERAT.docx

2.5. PATOFISIOLOGI

Gambar 3 patofisiologi toxoplasmosis

Infeksi terjadi, di mana ada kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya.

Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan dapat menular padta manusia atau hewan

lain. Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu.

Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup lama sampai > 1 tahun.

Sedangkan tempat yang terkena sinar matahari langsung dan tanah kering dapat

memperpendek hidupnya. Bila di sekitar rumah tidak ada tanah, kucing akan berdefekasi

di lantai atau tempat lain, di mana ookista bisa hidup cukup lama bila tempat tersebut

lembab. Cacing tanah mencampur ookista dengan tanah, kecoa dan lalat dapat menjadi

vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista dari tanah atau lantai ke makanan.

Bila ookista tertelan oleh tikus, tikus terinfeksi dan akan terbentuk kista dalam

otot dan otaknya. Bila tikus dimakan oleh kucing, maka kucing akan tertular lagi. Bila

ookista ini tertelan oleh manusia atau hewan lain, maka akan terjadi infeksi. Misalnya

kambing, sapi dan kuda pemakan rumput yang mungkin tercemar tinja kucing yang

mengandung ookista, dapat terinfeksi. Juga ayam dan burung yang mencari makan di

tanah (misal cacing tanah) juga dapat terinfeksi.

9

Page 10: REFERAT.docx

Manusia juga dapat tertular dengan ookista di tanah, misalnya bila makan sayur

sayuran mentah yang tercemar tinja kuning, atau setelah berkebun lupa mencuci tangan

sewaktu mau makan. Anak balita yang bermain di tanah juga dapat terinfeksi oleh

ookista. Invasi kista atau ookista terjadi di usus, parasit memasuki sel atau difagositosis,

berkembang biak dalam sel dan menyebabkan sel hospes pecah dan menyerang sel-sel

lain. Dengan adanya parasit di dalam makrofag dan limfosit, maka penyebaran secara

hematogen dan limfogen ke seluruh tubuh mudah terjadi. Ookista mengambil 1-5 hari

untuk bersporulasi di lingkungan dan menjadi infektif. Host intermediate di alam

(termasuk burung dan hewan pengerat) menjadi terinfeksi setelah menelan bahan tanah,

air atau tanaman yang terkontaminasi dengan ookista.

Ookista berubah menjadi takizoit tak lama setelah konsumsi. takizoit melokalisasi

dalam jaringan saraf dan otot dan berkembang menjadi kista bradyzoites jaringan.

Trofozoid dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes (manusia) yaitu

semua sel yang berinti termasuk garnet, bahkan zygote sehingga terjadi kegagalan

fertilisasi. Kista dibentuk jika sudah ada kekebalan dan dapat ditemukan di berbagai alat

dan jaringan, mungkin untuk seumur hidup.

Kucing terinfeksi setelah host intermediate memakan menyembunyikan jaringan

kista. Kucing juga dapat terinfeksi langsung oleh menelan ookista sporulated. Hewan

dibiakkan untuk konsumsi manusia dan permainan liar juga dapat terinfeksi dengan

jaringan kista setelah menelan ookista sporulated di lingkungan. Invasi kista atau ookista

terjadi di usus, parasit memasuki sel atau difagositosis, berkembang biak dalam sel dan

menyebabkan sel hospes pecah dan menyerang sel-sel lain. Dengan adanya parasit di

dalam makrofag dan limfosit, maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke

seluruh tubuh mudah terjadi. Ookista mengambil 1-5 hari untuk bersporulasi di

lingkungan dan menjadi infektif. Host intermediate di alam (termasuk burung dan hewan

pengerat) menjadi terinfeksi setelah menelan bahan tanah, air atau tanaman yang

terkontaminasi dengan ookista.

Kista dalam daging dapat bertahan hidup pada suhu -40˚C sampai 3 minggu.

Kista tersebut akan mati jika daging dalam keadaan beku pada suhu -150˚C selama tiga

hari dan pada suhu -200˚C selama dua hari. Daging yang dihangatkan dengan suhu 65˚C

selama 4 - 5 menit tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap

konsumsi yang diolah dengan garam dan nitrat.

Manusia dapat terinfeksi oleh Toxoplasma gondii dengan berbagai cara yaitu

makan daging mentah atau kurang rnasak yang mengandung kista Toxoplasma gondii

10

Page 11: REFERAT.docx

atau tertelan bentuk ookista dari tinja kucing, rnisalnya bersama buah-buahan dan sayur-

sayuran yang terkontaminasi. Mungkin juga terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh

dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi

Toxoplasma gondii. Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat

laboratoriurn lain yang terkontaminasi. Infeksi kongenital, terjadi intra uterin melalui

plasenta.

Setelah terjadi infeksi Toxoplasma gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses

yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan

jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Keadaan

parasitemia yang ditimbulkan oleh infeksi maternal menyebabkan parasit dapat mencapai

plasenta. Selama invasi dan menetap di plasenta parasit berkembang biak serta sebagian

yang lain berhasil memperoleh akses ke sirkulasi janin. Telah diketahui adanya korelasi

antara isolasi toksoplasma di jaringan plasenta dan infeksi neonatus, artinya bahwa hasil

isolasi positif di jaringan plasenta menunjukkan terjadinya infeksi pada neonatus dan

sebaliknya hasil isolasi negatif menegaskan infeksi neonatus tidak ada. Perbanyakan diri

ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit

mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah

terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk kista-kista yang

menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan

peradangan local.

Di host manusia, parasit membentuk kista jaringan, paling sering di otot rangka,

miokardium, otak, dan mata; kista ini mungkin tetap sepanjang kehidupan tuan rumah.

Diagnosis biasanya dicapai dengan serologi, meskipun jaringan kista dapat diamati pada

spesimen biopsi ternoda. Diagnosis infeksi kongenital dapat dicapai dengan mendeteksi

DNA T. gondii dalam cairan ketuban menggunakan metode molekuler seperti PCR.

Pada anak kucing yang terinfeksi toxoplasma gejala klinik yang ditemukan antara

lain nafsu makan menurun, muntah, sesak nafas. Pada kucing dewasa gejala klinik tidak

begitu jelas. pada toxoplasmosis okular dapat ditemukan gejala retinitis (radang pada

retina mata).

Baik toxoplasmosis didapat maupun kongenital sebagian besar asimptomatis atau

tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik atau laten.

Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain.

Toxoplasmosis didapat biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala.

Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan

11

Page 12: REFERAT.docx

bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toxoplasmosis kongenital. Parasit mencapai

fetus melalui plasenta. Biasanya ibu tidak menunjukkan tanda-tanda toxoplasmosis yang

jelas. Pada anak yang menujukkan toxoplasmosis terdapat juga peninggian titer

toxoplasmosmin pada ibu pada waktu infeksi in-utero terhadap bayi, ibu belum

mempunyai antibodi yang cukup. Bila sebelum ibu melahirkan telah mempunyai

antibodi yang cukup, maka anak akan mati akibat reaksi antigen-antibodi dari ibu

terhadap anaknya.

Gambaran klinis akan tampak segera setelah beberapa waktu jaringan mengalami

kerusakan khususnya organ mata, jantug, dan kelenjar adrenal. Parasit ini juga

dipengaruhi oleh keadaan temperatur dan kelembaban. Dengan adanya kelembaban dan

temperatur yang sesuai ookista akan mampu bertahan beberapa bulan sampai lebih dari

satu tahun. Lalat, cacing, kecoak, dan serangga lain mungkin dianggap sebagai agen

mekanis dalam penyebaran parasit ini. Tingkat mortalitas dan morbiditas dari parasit ini

cukup tinggi pada pasien yang mempunyai tingkat kekebalan tubuh rendah dan pada

anak-anak yang tertular melalui ibunya.

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Pada 80% - 90% penderita toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala sama sekali

(asimptomatik). Pada beberapa penderita biasanya didapatkan adanya perbesaran

kelenjar getah bening di bagian leher (cervical lymphadenopathy). Beberapa penderita

juga dapat mengalami sakit kepala, demam (biasanya di bawah 40oC), lemah, dan lesu.

Sebagian kecil penderita mungkin mengalami nyeri otot (mialgia), nyeri tenggorokan,

nyeri pada bagian perut, dan kemerahan pada kulit. Gejala-gejala tersebut dapat

menghilang dalam waktu beberapa minggu, kecuali perbesaran kelenjar getah bening di

bagian leher yang dapat bertahan selama beberapa bulan. Infeksi pada kehamilan dapat

menyebabkan abortus atau janin hidup dengan kelainan tertentu. Virulensi infeksi lebih

besar pada kehamilan dini, untungnya pada awal kehamilan infeksi lebih jarang terjadi.

Bayi yang dikandung oleh ibu yang menderita toksoplasmosis mempunyai risiko

yang tinggi untuk menderita toksoplasmosis kongenital. Secara keseluruhan, kurang dari

¼ bayi yang mengalami toksoplasmosis kongenital menampakkan gejala klinis pada saat

lahir. Sebagian besar baru akan memperlihatkan gejala kemudian hari. Gejala yang

nampak adalah berat lahir rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia. Gejala defisit

neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intrakranial, retardasi mental dan

hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi korioretinitis.

12

Page 13: REFERAT.docx

Infeksi pada wanita hamil dapat menyebabkan keguguran atau lahirnya bayi hidup

dengan tanda – tanda penyakit :

Hidrosepalus

Korioretinitis

Kalsifikasi serebral

Mikrosepali

Mikroptalmia

Hepatosplenomegali

Adepati

Konvulsi

Perkembangan mental terganggu

2.7. PROSEDUR DIAGNOSIS

Diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Gejala klinis

Diagnosis dari gejala klinis kadang kala agak sulit, dikarenakan sebagian besar

penderita tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik).

b. Pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita (histopatologi)

Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan parasit di dalam jaringan atau cairan

tubuh penderita. Hal ini dilakukan dengan cara menemukan secara langsung parasit

yang diambil dari cairan serebrospinal, atau hasil biopsi jaringan tubuh yang lainya.

Namun diagnosis berdasarkan penemuan parasit secara langsung jarang dilakukan

karena kesulitan dalam hal pengambilan spesimen yang akan diteliti.

Gambar 4. Toksoplasma takizoit dan kista

13

Page 14: REFERAT.docx

Gambar 5. Toksoplasma gondii dalam pemeriksaan histopatologi

c. Pemeriksaan serologis

Pemeriksaan serologis dilakukan dengan dasar bahwa antigen toksoplasma akan

membentuk antibodi yang spesifik pada serum darah penderita.

Titer di atas 1/512, sangat mungkin menunjukkan infeksi akut. Penelitian

menunjukkan peningkatan kejadian mikrosefali, ketulian dan retardasi mental pada

wanita dengan titer 1/256 atau lebih.

Pemeriksaan IgG/IgM paLing baik pada wanita hamil pada umur 10-12 minggu

kehamilan atau uterus seukuran telur angsa atau 2 -3 jari di atas simpisis. Kalau

hasilnya negatif akan diulang pada usia kehamilan 22-24 minggu. Bila ternyata

hasilnya positif segera langsung diobati atau dilakukan abortus terapetik jika pasien

menghendaki.

Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis yaitu

Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Metode ELISA (Enzym Linked

Immunosorbent Assay) dengan nama TOXOLISA yang bertujuan untuk mendeteksi

antibody IgM dan IgG terhadap Toxoplasma gondii pada serum manusia.

Bahan (Reagen) Pemeriksaan antara lain :

a) Microwell strip, yang telah dilapisi antigen Toxoplasma murni. Bentuknya

seperti kuvet dengan 2 lubang atau sumuran.

b) Reagen konjugat enzim, sebagai katalisator. Disimpan pada botol berwarna

merah.

c) Pengencer sampel

d) Kontrol negatif, pada botol berwarna jernih

14

Bentuk Kista

Page 15: REFERAT.docx

e) Kalibrator, pada botol berwarna kuning. Sebagai indeks Toxoplasma IgM=1.0

f) Kontrol positif

g) Reagen TMB

h) Larutan penutup, yaitu HCl 1 N pada botol berwarna jernih.

Sampel

Sampel yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah serum pasien, dengan gejala

klinik toksoplasmosis, yaitu demam, sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening,

atau pada wanita hamil dan yang baru merencanakan hamil, yang sering kontak

dengan family Felicidae(kucing-kucingan).

Setelah darah vena diambil, kemudian dicentrifuge dan serum dipisahkan.Serum

yang disimpan pada suhu 2-8oC, bisa bertahan selama 3 hari. Jika disimpan pada

freezer bisa bertahan hingga 6 bulan. Hindarkan dari penyimpana berulang dalm

freezer.

Prinsip kerja

Antigen Toxoplasma murni dilapisi pada permukaan microwell. Jika di dalam serum

pasien yang ditambahkan terdapat antibodi IgG dan IgM yang spesifik terhadap

Toxoplasma, antibodi ini akan mengikat antigen. Bahan lain yang tidak terikat akan

tercuci. Setelah penambahan enzim, ikatan ini akan membentuk kompleks antigen-

antibodi. Enzim yang berlebih kemudian dicuci, lalu ditambahkan reagen TMB.

Reaksi katalisis enzim ini akan berhenti pada waktu tertentu. Intensitas warna yang

terjadi sebanding dengan jumlah IgG dan IgM dalam sampel. Kemudian hasilnya

dibaca pada ELISA reader dan dikomparasikan dengan kalibrator dan control.

Hasil

Negatif : Nilai indeks Toxo <= 0.90 atau <32 IU/ml, mengindikasikan tidak

adanya infeksi Toxoplasma.

Meragukan : Nilai indeks Toxo 0.91-0.99 atau 32 IU/ml, sampel harus dites ulang.

Positif : Nilai indeks Toxo >=1,0 atau >32 IU/ml.Hal ini mengindikasikan

bahwa ada infeksi terhadap Toxoplasma.

15

Page 16: REFERAT.docx

Pembahasan

Mengingat titer IgG mencapai puncaknya dalam waktu 2 bulan dan kemudian tetap

tinggi, maka pada wanita hamil sebaiknya diperiksa pada nkehamilan muda sampai

2 bulan.

1. Jika IgG terhadap Toxoplasma negative, berarti pasien tidak pernah terinfeksi.

Sedangkan bila hasilnya positif, berarti pada masa lampau pasien pernah

terinfeksi Toxoplasma gondii.

2. Jika IgG positif, untuk menentukan waktu terjadinya infeksi, maka perlu

dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap IgM Toxoplasma. Fungsinya adalah

untuk memeriksa apakah saat ini pasien terinfeksi Toxoplasma.

3. Jika IgG positif dan IgM negatif. Pasien telah terinfeksi sedikitnya 2-3 bulan

yang lalu atau terjadinya infeksi sebelum kehamilan.

4. Jika IgG dan IgM positif. Pasien tengah mengalami infeksi dalam 2 tahun

terakhir (kemungkinan terdapat pula false pada hasil IgM) dan infeksi terjadi

setelah fertilisasi dan kemungkinan janin bisa tertular. Kemudian dilakukan

pemeriksaan ulang IgG dan IgM setelah 3 minggu dari pemeriksaan pertama.

Bila IgM tetap positif atau ada kenaikan titer, berarti pasien sedang terinfeksi

Toxoplasma gondii. Pada saat ini titer IgM sudah turun dan pengobatan segera

diberikan. Bila IgG positif ditemukan pada kehamilan lebih dari 2 bulan dan

titer IgM negatif maka dapat dipastikan infeksi terjadi sebelum kehamilan atau

sesudah kehamilan atau sesudah fertilisasi.

5. Bila IgG dan IgM keduanya hasilnya negative maka tidak ada infeksi

toxoplasmosis.

16

Page 17: REFERAT.docx

17

Page 18: REFERAT.docx

d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Telah dikembangkan teknik PCR dengan spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi

untuk mendeteksi toksoplasmosis. Teknik tersebut memungkinkan diagnosis

prenatal diperoleh dalam sehari dengan melakukan pemeriksaan terhadap cairan

ketuban. Juga dapat dikerjakan untuk mendeteksi infeksi pada kehamilan kurang

dari 20 minggu. Teknik PCR ini dapat mendeteksi toksoplasma yang berasal dari

darah, cairan serebrospinal, dan cairan amnion.

Diagnosis Pranatal

Diagnosis Pranatal dipandang lebih efektif untuk menghindari atau menekan

risiko toksoplasmosis kongenital karena upaya prevensi primer pada ibu hamil berupa

nasihat menghindari makanan atau minuman yang kurang dimasak kurang berhasil. Oleh

karena itu, upaya diagnostik pranatal disebut sebagai pervalensi sekunder. Diagnosis

pranatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14 – 27 minggu (trimester II).

Aktivitas diagnosis pranatal meliputi sebagai berikut :

Pemeriksaan dengan teknik PCR guna mendeteksi DNA Toksoplasma gondii pada

darah janin atau cairan ketuban yaitu dengan cara kordosentesis (pengambilan sampel

darah janin melalui tali pusat) ataupun amniosentesis (aspirasi cairan ketuban ).

Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur sel fibroblast, ataupun

diinokulasi ke dalam ruang peritoneum tikus diikuti isolasi parasit, ditunjukkan untuk

mendeteksi adanya parasit.

18

Page 19: REFERAT.docx

Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin guna mendeteksi antibodi IgM

janin spesifik (anti-toksoplasma).

Diagnosa pasti infeksi terhadap janin adalah dengan menemukan IgM dalam

darah talipusat. Hasil biakan plasenta pada pasien dengan infeksi toksoplasma

menunjukkan angka positif sebesar 90%. Penyakit ini jarang terdiagnosa semasa

kehamilan oleh karena sebagian besar bersifat subklinis

Diagnosa ditegakkan bila IgM positif dan titer IgG yang meningkat 4 kali lipat

pada pemeriksaan ulang selang waktu 2 – 3 minggu. Titer IgM akan tetap tinggi

sampai 3 – 4 bulan

Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang

spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap

adanya benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M

(IgM) dan Imunoglobulin G (IgG).

Pemeriksaan tambahan berupa penetapan enzim liver, platelet, leukosit

(monosit dan eosinofil) dan limfosit khususnya rasio CD4 dan CD8. (Daffos et al

1988). Diagnosis toksoplasma kongenital ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

yang menunjukkan danya IgM janin spesifik (anti-toksoplasma) dari darah janin.

Ditemukan parasit pada kultur ataupun inokulasi tikus dan DNA dari Toksoplasmosis

gondii dengan PCR darah janin ataupun cairan ketuban.

Didahului oleh skrining serologik maternal atau ibu hamil, hasilnya harus memenuhi

kriteria tertentu sebelum dilanjutkan ke prosedur diagnostik pranatal. Jika satu dari

empat syarat di bawah ini terpenuhi akan dilakukan kordosintesis atau amnosintesis.

Antibodi IgM (+)

Serokonversi dengan interval waktu 2 – 3 minggu, perubahan dari seronegatif

menjadi seropositif IgM dan IgG.

Titer IgG yang tinggi > 1/1024 (ELISA)

Aviditas IgG < 200

Ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk menentukan adanya kelainan,

misalnya: asites, pembesaran rongga otak (ventrikulomegali) (V/H), pemesaran hati

(hepatomegali), perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila pada janin terdapat kelainan maka

perlu dipertimbangkan untuk peng-akhiran (terminasi) kehamilan.

Bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada kehamilan 20-32 minggu

untuk pembiakan parasit (inokulasi) pada mencit. Bila inokulasi memberikan hasil

19

Page 20: REFERAT.docx

positif maka perlu dipertimbangkan untuk pengakhiran kehamilan.

Setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap bayi, antara lain:

pengambilan darah talipusat ketika bayi baru saja lahir untuk pemeriksaan serologis

antibodi janin atau isolasi T. gondii, pemeriksaan titik-cahaya mata (funduskopi), dan

USG atau foto rontgen tengkorak.

Diagnosis toksoplasma bawaan pada bayi lebih sukar ditetapkan karena gejala klinis

dari infeksi toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam dan seringkali subklinis

(tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan

serologis pada neonatus, terutama bilamana diketahui ibunya terinfeksi selama

kehamilan. Antibodi IgG dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak

dapat menembus plasenta. Dengan demikian, apabila pada darah bayi ditemukan

antibodi IgG mungkin hanya merupakan pindahan (transfer) IgG ibu, dan lambat-laun

akan habis. Pada usia 2-3 bulan, bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG sendiri,

bilamana bayi terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan mulai

meningkat lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya habis. Tetapi jika ditemukan

antibodi IgM, maka ini menunjukkan infeksi nyata pada bayi (toksoplasmosis

bawaan).

2.8. PENATALAKSANAAN

1. Kehamilan dengan infeksi akut

Spiramicin

Suatu antibiotika macrolide dengan spektrum antibakterial; konsentrasi tertentu

yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan ataupun membunuh

organisme belum diketahui. Di jaringan obat ini ditemukan kadar atau

konsentrasi yang tinggi terutama pada plasenta tanpa melewatinya serta aktif

membunuh takizoit sehingga menekan transplasental. Kelebihan spiramicin dari

obat-obatan lainnya adalah daya efek sampingnya lebih rendah dan lebih ringan

untuk wanita hamil, janin dan neonatus karena tidak mempunyai efek

teratogenik. Kadar puncak dalam plasma tercapai setelah 1,5 – 3 jam dan waktu

paruh 8 jam. Kadar yang tinggi dalam jaringan lebih lama bertahan daripada

kadar dalam darah. Pada jaringan plasenta konsentrasi sampai 5 kali lebih besar

dari serum ibu. Spiramycin tidak menembus plasenta dengan baik sehingga

amniosentesis dan pemeriksaan PCR untuk melihat adanya toksoplasma gondii

harus dikerjakan sekurangnya 4 minggu pasca infeksi maternal akut pada

20

Page 21: REFERAT.docx

trimester ke II . Bila hasil pemeriksaan PCR negatif, Spiramycin dapat

diteruskan sampai akhir kehamilan. Bila hasil pemeriksaan PCR positif maka

dugaan sudah adanya infeksi pada janin harus diterapi dengan obat lain.

Spiramisin pada orang dewasa diberikan 2 – 4 g/hari peroral dibagi dalam 4

dosis untuk 3 minggu, diulangi setelah 2 minggu sampai kehamilan aterm.

Piremitamin

Merupakan fenilprimidin obat malaria, terbukti sebagai pengobatan radikal pada

hewan eksperimental yang dikenakan infeksi toksoplasmosis. Piremitamin

bersifat lipofilik dengan segera diserap disaluran cerna dan mempunyai waktu

paruh 4 – 5 hari. Regimen piremitamin pada dewaswa dimulai dengan dosis

loading sebanyak 2 x 100 mg pada hari pertama, dosis berikutnya adalah 20-

50mg/hari selama 2-4 minggu pada penderita yang mendapatkan

immunodepressant termasuk wanita hamil trimester ke-2 dan ke-3.

Efek sampingnya selain antagonis asam folat adalah suprsi sumsum tulang yang

sifatnya tergantung dosis, oleh karena itu pemeriksaan darah tepi dan hitung

trombosit perlu dikerjakan 2 kali seminggu. Kejadian supresi sumsum tulang

dikurangi dengan pemberian asam folinat. Dosis asam folinat 5-10 mg diberikan

perhari bersama piremitamin. Efek samping lainnya yaitu gangguan saluran

cerna, sakit kepala dan rasa tidak enak di mulut.

Piremitamin dan sulfadiazin bekerja sinergik menghasilkan khasiat 8 kali lebih

besar terhadap toksoplasma. Kombinasi pyrimethamine and sulfadiazine,( folic

acid antagonists dengan efek sinergi ) digunakan untuk menurunkan derajat

infeksi kongenital dan meningkatkan proporsi neonatus tanpa gejala. Kedua

obat ini bekerja memblokir jalur metabolisme asam folat dan asam para

aminobenzoat parasit karena menghambat enzim dihidrofolat reduktase dengan

akibat terganggunya pertumbuhan stadium takizoit parasit. Kombinasi kedua

obat ini mengakibatkan efek toksisitas tinggi. Sulfadiazin menimbulkan reaksi

hematuria dan hpersensitivitas.

Piremitamin menyebabkan depresi sumsum tulang dengan akibat penurunan

platelet, leukopenia, dan anemia yang menyebabkan tendensi perdarahan.

Dilaporkan pula piremitemin bersifat teratogenik, Thalhammer dan Kraubig

menganjurkan pemakaian obat ini dimulai trimester II setelah umur kehamilan

14 minggu guna menghindari efek teratogenik pada janin. Kombinasi

21

Page 22: REFERAT.docx

piremitamin dosis 1 mg/kg/hari secara oral untuk 3 – 4 hari, Sulfadiazin 50 –

100 mg/kg/hari/oral dibagi 2 dosis serta asam folinik 2 x 5 mg injeksi

intramuskular tiap minggu selama pemakaian piremitamin.

Asam Folinat untuk mencegah kerusakan pada janin

Wanita hamil harus menghindari kontak dengan kucing atau kotorannya ,

mengenakan sarung tangan karet tebal saat berkebun dan menghidari konsumsi

daging metah atau setengah matang.

2. Bagi bayi baru lahir

Pada bayi baru lahir dengan infeksi Toxoplasma, dapat diberikan kemoterapi anti-

Toxoplasma kombinasi yang terdiri dari pyrimethamine 1mg/kgBB per hari selama 2

bulan dilanjutkan dengan 1 mg/kgBB tiap 2 hari selama 10 bulan, sulfadiazine 50

mg/kgBB per hari, serta asam folat 5-10 mg 3 kali seminggu untuk mencegah efek

samping dari pyrimethamine.

Selain pemberian obat-obatan, follow up yang teratur juga diperlukan untuk

mendeteksi manifestasi penyakit lebih awal, melakukan terapi tambahan atau

modifikasi terapi bila diperlukan, dan menentukan prognosa. Hitung darah lengkap

1-2 kali per minggu untuk pemberian dosis pyrimethamine harian dan 1-2 kali per

bulan untuk pemberian dosis pyrimethamin tiap 2 hari dilakukan untuk memonitor

efek toksik dari obat.

Diperlukan pula pemeriksaan pediatrik yang lengkap, meliputi pemeriksaan

oftalmologi setiap 3 bulan sampai usia 18 bulan kemudian setiap tahun sekali, serta

pemeriksaan neurologis tiap 3-6 bulan sampai usia 1 tahun.

3. Penderita Imunodefisiensi

Kondisi penderita akan cepat memburuk menjadi fatal bila tidak diobati. Pengobatan

sama halnya dengan toksoplasmosis kongenital menggunakan piremitamin,

sulfadiazin dan asam folinik dalam jangka panjang.

Profilaksis adalah tindakan yang paling efektif berupa perlindungan atas populasi yang

22

Page 23: REFERAT.docx

berisiko seperti ibu hamil dengan seronegatif. Upaya tersebut adalah sebagai berikut :

Dianjurkan memakan semua sayuran dan daging yang dimasak. Ookista mati dengan

pemanasan 90oC selama 30 detik, 80oC untuk 1 menit dan 70oC untuk 2 menit.

Makanan yang dibekukan bukan merupakan sumber kontaminasi.

Keadaan toksoplasmosis dipengaruhi kebiasaan makan daging kurang matang, adanya

kucing yang terutama dipelihara, kucing, tikus dan burung sebagai hospes perantara ,

sejumlah vektor seperti lalat yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke

makanan.

2.9. PENCEGAHAN

Perlu diadakan tindakan tindakan pencegahan selain pengobatan yang telah ada :

1. Deteksi dini

a. Skrining pada wanita hamil, yaitu memeriksa titer zat anti Toxoplasma yang

mulai hamil, dan diulang 2-3 minggu kemudian pada wanita yang

seronegatif. Sebaiknya dilakukan pada wanita sebelum hamil.

b. Dianjurkan agar calon suami-isteri menjalani pemeriksaan serodiagnosis

sebelum pernikahan.

c. Setiap wanita infertil primer/sekunder dengan gejala infeksi-infeksi subklinis,

sebaiknya dilakukan serodiagnosis terhadap Toxoplasmosis, kuman TORCH

(Toxoplasma, Rubella, Cytomegalo virus dan Herpes simplex virus).

d. Melakukan diagnosis prenatal, seperti memeriksa darah fetus langsung

terhadap kontaminasi darah ibu, mengisolasi parasit dengan mengokulasi

darah fetus pada tikus (mice); ataupun pemeriksaan serologic dari IgM

(Immunosorbent assay) dan IgG (dye test), ultrasound examination, dan lain-

lain.

e. Memeriksa titer zat anti Toxoplasma IgG pada anak beberapa kali dalam

tahun pertama dan memeriksa IgM pads neonatus. Biasanya IgG yang

diperiksa karena lebih mudah dan murah, sedangkan IgM hanya dilihat pada

bulan-bulan pertama saja dan lebih mahal dan sukar ditemukan (hanya 25%).

f. Setiap bayi dengan gejala meningoensefalitis yang disertai gejala sepsis,

hepatomegali, ikterus dan sebagainya, harus diperiksa titer antibodi

Toxoplasma.

g. Tiap anak atau orang dewasa dengan immunodefisiensi oleh obat

imunodepresi, kortikosteroid jangka panjang ataupun penyakit AIDS, harus

23

Page 24: REFERAT.docx

diperiksa terhadap Toxoplasma untuk mendeteksi timbulnya reaktivasi

infeksi kronik.

2. Pencegahan (terutama pada wanita hamil)

a. Memelihara kebersihan lingkungan dan kucing binatang peliharaan.

b. Jangan terlalu banyak memelihara binatang terutama kucing dan lakukan

vaksinasi yang teratur.

c. Wanita hamil jangan berdekatan dengan kucing.

d. Memasak daging sampai cukup matang (70°C).

e. Mencuci dengan baik semua makanan yang tidak dimasak.

f. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah memegang daging mentah pada

waktu memasak.

g. Memakai sarung tangan jika berkebun.

h. Mencegah kontaminasi lalat dan lipas pada makanan

i. Karena binatang reservoir banyak tersebar di seluruh Indonesia maka perlu

diadakan penelitian prevalensi reservoir penyebarannya.

3. Pengobatan

a. Wanita hamil dengan infeksi aktif.

b. Toxoplasmosis kongenital (dengan atau tanpa gejala pada bayi).

c. Pasien immunodefisiensi dengan Toxoplasmosis.

d. Wanita dengan infeksi kuman TORCH (silent infection).

e. Bayi dengan IgG yang meningkat

2.10. KOMPLIKASI

Trias klasik toksoplasma berupa :

1. Hidrosepalus

Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari

sistem ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subarakhnoid yang

meliputi seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh

pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam

piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan

likuor serebrospinalis ini terdapat dalam suatu sistem yang terdiri dari dua bagian

yang berhubungan satu sama lainnya : (1) Sistem internal terdiri dari dua

24

Page 25: REFERAT.docx

ventrikel lateralis, foramen-foramen interventrikularis (Monroe), ventrikel ke-3,

akuaduktus Sylvii dan ventrikel ke-4. (2) Sistem eksternal terdiri dari ruang-ruang

subaraknoid, terutama bagian-bagian yang melebar disebut sisterna. Hubungan

antara sistem internal dan eksternal ialah melalui kedua apertura lateralis

ventrikel ke-4 (foramen Luschka) dan foramen medialis ventrikel ke-4 (foramen

Magendie).

Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-

140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan pada prematur kecil 10-20 ml

(Harsono, 1996). Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500-

1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter (Wiknjosastro, 1994).

Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke

ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke

ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang

subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan

gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.

Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar antara 50-200 mm, praktis sama

dengan 50-200 mmH2O. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis

merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medula spinalis

sehingga volume otak total (kraniospinal) ditambah dengan volume darah dan

likuor merupakan angka tetap (Hukum Monroe Kellie). Bila terdapat peningkatan

volume likuor akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Keadaan ini

terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura, perubahan volume

25

Page 26: REFERAT.docx

pembuluh darah terutama volume vena, perubahan jaringan otak (bagian putih

otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada umumnya volume otak serta

tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh sehingga volume darah selalu

akan menyesuaikan diri (Harsono, 1996).

Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme

yaitu :

1. Produksi likuor yang berlebihan

2. Peningkatan resistensi aliran likuor

3. Peningkatan tekanan sinus venosa

Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan

intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.

Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat dipahami secara

terperinci, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana sebagaimana akumulasi

akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi. Mekanisme

terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat

selama perkembangan hidrosefalus.

Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :

1. Kompresi sistem serebrovaskuler

2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler atau

keduanya di dalam system susunan saraf pusat

3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan

viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)

4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)

5. Hilangnya jaringan otak

6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya

regangan abnormal pada sutura kranial.

Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena tumor

pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan

akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan

keseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga akhirnya ventrikel

akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi likuor yang

berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di samping juga akibat

26

Page 27: REFERAT.docx

hipervitaminosis A.Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan

kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran

akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya

mempertahankan resorbsi yang seimbang.

Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan

tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial

bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan

untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif

tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians

tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan diimbangi

dengan peningkatan volume vaskuler; dalam hal ini peningkatan tekanan vena

akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor serebri. Sebaliknya,

bila tengkorak masih dapat mengadaptasi, kepala akan membesar dan volume

cairan akan bertambah.

Gelombang ultrasound tidak dapat menembus tulang skull tetapi masih digunakan

dalam pencitraan otak neonatal dimana dilakukan melalui fontanela anterior yang

masih terbuka. Oleh karena itu penggunaannya terbatas antara kelompok usia 6

bulan sampai 2 tahun Ketika hydrochepalus didiagnosis dalam kehidupan

intrauterin, Anomali SSP/ ekstrakranial harus dicari seperti meningomyelocele,

cacat spina bifida. Sering hydrochepalus dapat didiagnosis pada usia kehamilan

15 minggu. Dalam rahim, batas untuk atrium ventrikel yaitu 10mm dianggap

signifikan untuk dicurigai hydrochepalus.

Gambar 6. Terlihat pembesaran ventrikel pada kelainan hidocepalus

2. Kalsifikasi intrakranial

27

Page 28: REFERAT.docx

3. Korioretinitis

Chorioretinitis (CR) adalah suatu proses peradangan yang melibatkan

traktus uvealis bagian posterior, yaitu koroid. Istilah chorioretinitis sering di sama

artikan dengan uveitis posterior. Pada uveitis posterior, retina juga hampir selalu

terinfeksi secara sekunder. Ini dikenal dengan chorioretinitis.

Chorioretinitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun reaksi radang

lainnya. Proses inflamasi ini akan menyebabkan perubahan kondisi di strukur

uvea itu sendiri. Bila peradangan chorioretinitis terjadi di bagian perifer, maka

tidak akan mengganggu pada tajam penglihatan. Tajam penglihatan pada keadaan

ini hanya terjadi pada akibat penyerbukan sel radang ke dalam badan kaca atau

media penglihatan. Makin tebal kekeruhan, akan mengakibatkan bertambah

beratnya penurunan ketajaman penglihatan. Radang infeksi ini biasanya

disebabkan infeksu yang meluas, seperti tuberculosis dan infeksi fokal lainnya.

Bila peradangan mengenai daerah macula lutea, maka penglihatan akan

cepat menurun tanpa terlihat tanda kelainan dari luar. Biasanya radang sentral ini

disebabkan karena infeksi congenital akibat toxoplasmosis. Akibat terbentuknya

jaringan fibroblast, akan terbentuk jaringan organisasi yang merusak seluruh

susunan jaringan koroid dan retina. Jaingan fibrosis ini akan berwarna pucat

putih. Warna putih ini juga terjadi akibat sclera terlihat melalui koroid yang

menipis. Biasanya bersama-sama dengan keadaan ini terjadi pergeseran pigmen

koroid.

28

Page 29: REFERAT.docx

Pada pemeriksaan funduskopi koroid akan terlihat daerah yang

meradang berwarna kuning akibat tertimbunnya sel radang. Gambaran pembuluh

darah diatasnya atau retina semakin jelas terlihat pada dasar fundus yang lebih

pucat ini. Bila sel badan koroid masuk ke dalam retina, maka retina akan lebih

pucat. Pembuluh darah retina akan terbungkus sel radang yang akan

mengakibatkan warna pembuluh darah ini tidak cerah lagi.

Trias tersebut jarang terlihat. Sekitar 75% kasus yang terinfeksi tidak memperlihatkan

gejala saat persalinan.

Jika penyakit berlanjut maka dapat menimbulkan komplikasi berupa radang paru

(pneumonia), radang pada jaringan otot jantung (miokarditis), radang pada selaput

luar jantung (perikarditis), dan selain itu dapat juga terjadi gangguan pada saat

kehamilan dan persalinan berupa abortus, lahir mati, atau lahir cacat.

Macam-macam penyakit cacat akibat infeksi toxoplasmosis antara lain :

1. Hidrochepalus : kepala besar akibat penyumbatan saluran cairan otak

2. Retinokoroiditis : radang pada lapisan koroid dan retina mata

3. Kalsifikasi intrakranial : pengapuran jaringan otak

4. Jika disertai kelainan psikomotorik dikenal dengan sebutan tetrade sabin

2.11. PROGNOSIS

Bayi yang terinfeksi toxoplasma sejak lahir apabila tidak dirawat akan memiliki

prognosa yang buruk. Pada beberapa kasus yang tidak mendapatkan perawatan,

didapatkan perkembangan menjadi korioretinitis, kalsifikasi serebral, serangan kejang,

dan retardasi psikomotor. Kini, manfaat dari diagnosa dini pada periode antenatal,

terapi antenatal, dan terapi setelah bayi lahir terbukti dalam menurunkan frekuensi

dari sekuele neurologis mayor.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: REFERAT.docx

American College of Obstetricians and Gynecologists. Perinatal viral and parasitic

infections. Technical Bulltein no 177.Washington DC . ACOG 1993

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaan-RSHS Bandung.

Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Hasan Sadikin Bandung .

Bandung : 2005.

Chandra G. Toxoplasma Gondii : Aspek Biologi, Epidemiologi, Diagnosis dan

Penatalaksanaannya. Medika. 2001, No 1; 297-304.

Couvreur J, Desmonts G, Thulliez P. Prophylaxis of congenital toxoplasmosis. Effects of

spiramycin on placental infection. J Antimicrob Chemother. 1988;(Suppl B):193–200.

[PubMed]

C Giannoulis, B Zournatzi, A Giomisi, E Diza, and I Tzafettas Toxoplasmosis during

pregnancy: a case report and review of the literature.

Cunningham FG. MacDonald PC. Gant NF et al. Williams Obstetric 20th ed. London.

Appleton & Lange, 1997.

Fabiana Maria Ruiz Lopes, Daniela Dib Gonçalves, Regina Mitsuka-Breganó, Roberta

Lemos Freire, Italmar Teodorico Navarro, Toxoplasma gondii infection in pregnancy,

http://www.scielo.br.

Friedman EA, Acker DB, Sachs BP. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri

(terjemahan). Edisi kedua. Jakarta ; Binarupa Aksara, 1998, 150-60.

Gandahusada S, Sutanto I. Kumpulan Makalah Simposium Toxoplasmosis. Jakarta : FK UI,

1990.

Hadijanto B. Toksoplasmosis dalam Kehamilan. Simposium Kemajuan Obstetri III.

Semarang : POGI Cab. Semarang, 2001.

Jennifer A. Pinard, MSN, RN, C-FNP, Nan S. Leslie, PhD, RNC, Pamela J. Irvine, DVM,

Maternal Serologic Screening for Toxoplasmosis, www.medscape.com, 2003.

Mochtar, dr. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi. Jilid I ed. ke-2.

Jakarta : EGC. 1998.

Nies BM, Lien JM, Grossman JH III. TORCH Virus-induced Fetal Disease, in. Reece EA,

Hobbins JC, Mahoney MJ. Medicine of the Fetus and Mother. Philadelpia : JB Lippincott

Co, 1992 ; 349-52.

Obstetri Patologi, Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC, 2003.

30

Page 31: REFERAT.docx

Pedersen B.S, Infeksi TORCH pada kehamilan, Departemen of Obstetric and Gynaecology,

national Hospital, University of Oslo, Norway.

Sastrawinata, S.Martaadisoebrata,J.Wirakusumah,FW et al. Obstetri Patologi ed 2. Bandung,

Thiebaut R, Leproust S, Chene G, Gilbert R. Effectiveness of prenatal treatment for

congenital toxoplasmosis: a meta-analysis of individual patient's data. Lancet.

2007;369:115–122. [PubMed]

31